Studi Eksperimen dan Permodelan Pelarut untuk Pengolahan Sampah Stirofoam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Eksperimen dan Permodelan Pelarut untuk Pengolahan Sampah Stirofoam"

Transkripsi

1 Studi Eksperimen dan Permodelan Pelarut untuk Pengolahan Sampah Stirofoam Kelompok B Rosiana [ ] Pembimbing Ir. Johnner Sitompul, M.Sc. Ph.D Program Studi Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Abstrak Sampah stirofoam menjadi sumber masalah karena sifat nonbiodegradablenya. Selain itu, rasio volume/massa stirofoam besar sehingga transportasi limbah ini sangat tidak efisien. Salah satu penanganan sampah stirofoam dalam rangka mengefisiensikan penggunaan bahan baku pembuatan stirofoam ialah daur ulang. Tahap awal yang penting dalam proses daur ulang ialah pelarutan stirofoam. Pelarutan bertujuan menghilangkan kandungan udara dalam stirofoam sehingga volumenya berkurang dan efisiensi transportasi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari data kelarutan stirofoam pada berbagai variasi temperatur, pelarut, dan perlakuan. Dalam penelitian ini, pelarut yang digunakan ialah aceton, D-limonen dan turpentin. Variasi temperatur dilakukan pada rentang 30-45ºC untuk aceton, ºC untuk turpentin, dan 30-60ºC untuk D-limonen. Variasi perlakuan dibedakan atas urutan pemasukan antara pelarut dan stirofoam. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pelarut terbaik sebagai alternatif pengganti pelarut D-limonen untuk penanganan sampah stirofoam di Indonesia adalah turpentin. Rasio massa terlarut stirofoam terhadap volume pelarut turpentin sebesar 5 gr/10 ml. Pada temperatur di atas 90 o C, proses pelarutan dengan turpentin berlangsung cepat. Film tipis dari campuran stirofoam-pelarut membentuk plastik, berpotensi menghasilkan produk plastik. Rasio volume polistiren hasil pelarutan terhadap volume stirofoam awal sebesar 0.05 untuk EPS dan 0.06 untuk XPS. Model termodinamika terbaik dalam merepresentasikan proses pelarutan polistiren ialah model UNIFAC. Kata kunci: pelarutan, data kelarutan, stirofoam 1. PENGANTAR Salah satu sampah anorganik yang menjadi kontroversial sekarang ini ialah kemasan sekali pakaibuang. Salah satu kemasan sekali pakai-buang yang berkontribusi signifikan terhadap masalah sampah kota ialah stirofoam. Selama ini, penanganan sampah stirofoam masih menghadapi berbagai kendala. Metode penanganan sampah yang umum dilakukan seperti pengomposan, landfill, insinerasi, gasifikasi dan pirolisis, tidak dapat diterapkan pada sampah stirofoam karena stirofoam merupakan sampah anorganik, terdekomposisi dalam waktu yang sangat lama, produk akhir insinerasi stirofoam berupa dioksin yang bersifat toksik, dan produk samping gasifikasi stirofoam mengandung senyawa beracun dalam kadar tinggi. Dalam rangka efisiensi penggunaan bahan baku, salah satu cara penanganan sampah stirofoam yang marak saat ini ialah daur ulang. Tahap yang berperan penting dalam proses daur ulang stirofoam ini ialah pengumpulan stirofoam dari tempat penampungan sampah sementara ke tempat-tempat daur ulang. Namun, tidak seperti botol-botol plastik, jarang sekali pemulung yang berinisiatif mengambil sampah stirofoam. Hal ini disebabkan rasio volume/massa stirofoam sangat besar sehingga transportasi ke lokasi daur ulang tidak efisien. Metode yang dikembangkan dewasa ini untuk mengatasi masalah pengumpulan sampah stirofoam tersebut ialah teknik pelarutan. Tujuan pelarutan ialah mereduksi volume stirofoam sehingga mudah ditransportasikan ke lokasi daur ulang. Penelitian sebelumnya yang telah berhasil diterapkan secara komersil (SONY), menggunakan d-limonen untuk mereduksi volume stirofoam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelarutan ini tidak menyebabkan degradasi signifikan terhadap kualitas polistiren hasil daur ulang sehingga dapat digunakan kembali sebagai bahan baku untuk produksi stirofoam baru dan pemisahan pelarut dari stirofoam terlarut B /1

2 mudah. Namun, d-limonen yang ada di Indonesia umumnya diimpor dan digunakan sebagai fragrance atau pemberi cita rasa produk pangan sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Selain itu, proses pelarutan stirofoam yang dilakukan masih terbatas pada temperatur ruang. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, berbagai jenis pelarut dan variasi temperatur pelarutan akan diujicobakan dengan standar perbandingan kelarutan terhadap pelarut d-limonen. Secara umum, penelitian ini bertujuan melarutkan stirofoam dalam berbagai pelarut untuk menghilangkan udara dalam stirofoam. Adapun, tujuan khusus dari penelitian ini adalah menentukan pelarut yang baik untuk stirofoam, pengurangan volume stirofoam setelah pelarutan, waktu pelarutan stirofoam, dan kelarutan stirofoam dalam berbagai pelarut dan temperatur, yang akan dimodelkan dengan model termodinamika. Penelitian ini hanya dilakukan pada skala laboratorium, yakni volume kerja pelarut yang digunakan sebesar 10 ml. Bahan utama, yaitu stirofoam yang digunakan berasal dari bekas kemasan produk pangan siap-bawa untuk jenis XPS dan bekas bantalan peralatan elektronik untuk jenis EPS. Variasi pelarut yang digunakan dibatasi pada tiga jenis pelarut, yaitu d-limonen (sebagai pembanding) yang didistilasi-ekstraksi dari jeruk nipis, aceton, dan turpentin. Sedangkan, variasi temperatur dilakukan pada rentang 30-45ºC untuk aceton, 30-60ºC untuk d-limonen, dan ºC untuk turpentin. Variasi urutan pemasukkan dibedakan atas pemasukan stirofoam dahulu baru pelarutnya dan sebaliknya. Pengamatan hasil penelitian yang dilakukan, dibatasi pada analisa secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif yang dilakukan adalah pengamatan bentuk dan warna stirofoam selama proses pelarutan terjadi. Analisa kuantitatif yang dilakukan adalah perhitungan rasio stirofoam-pelarut, rasio volume stirofoam akhir/awal, data kelarutan dan waktu pelarutan stirofoam pada berbagai pelarut dan temperatur. 2. TEORI Teori yang mendasari percobaan pelarutan stirofoam dalam berbagai pelarut ini ialah teori kelarutan, dimana kelarutan suatu zat terlarut (solut) dalam pelarut dapat diprediksi secara kualitatif dengan kemiripan struktur molekul diantara keduanya. Semakin mirip struktur molekul pelarut dengan solut, semakin besar kemungkinan proses pelarutan dapat terjadi. Secara umum, dalam pelarutan substansi, terdapat 2 energi pemutusan, yaitu energi pemutusan ikatan antara molekul solut, antara molekul pelarut dan 2 energi pembentukkan molekul solut-pelarut. Jika energi yang dilepas pada saat pemutusan ikatan lama sama dengan energi yang dibutuhkan pada saat pembentukkan ikatan baru, yang umumnya terjadi jika molekul pelarut dan solut memiliki kemiripan struktural, maka substansi akan larut dalam pelarut. Teori ini disebut teori "Likes Dissolve Likes". Namun, teori ini hanya digunakan sebagai estimasi awal dalam penentuan jenis pelarut yang cocok untuk melarutkan suatu substansi, dan akan dibuktikan dalam percobaan. Permodelan kelarutan bertujuan memprediksi kelarutan sistem polimer-cair antara polistiren dan pelarut. Modelmodel kelarutan ini akan dibandingkan terhadap data eksperimen kelarutan polimer dengan cara diplot dalam satu kurva. Dari perbandingan ini, diperoleh model yang paling tepat untuk merepresentasikan proses kelarutan aktual. Model yang paling tepat ini dapat digunakan untuk mengestimasi data kelarutan pada temperatur tertentu tanpa perlu melakukan eksperimen, sehingga sangat membantu dalam memprediksi kelarutan polistiren dalam suatu pelarut terutama untuk pelarut yang sulit diperoleh atau berharga mahal, seperti D- limonen. Permodelan yang dibuat meliputi 5 model, yaitu model umum, semi empirik, NRTL, φ termodifikasi oleh γ, dan UNIFAC. Dalam sistem padat-cair, kesetimbangan tercapai saat: l l l s s s xi. γi fi = zi. γi fi...(2.1) Karena hanya ada 1 senyawa dalam fasa padatan, s s maka z i = 1 dan γ i = 1 maka persamaan (2.1) menjadi: s l l f i ΔHm i T T mi x i * γ i = =Ψ i = exp * l f R* T mi T i 1 ΔH mi 1 1 x i = exp * γ i R T mi T...(2.2) Persamaan (2.2) menunjukkan bahwa besarnya kelarutan polimer di dalam pelarut merupakan fungsi dari temperatur dan interaksi antara polimer-pelarut. Pembuatan model bertujuan memperoleh kurva kesetimbangan polistiren-pelarut yang mendekati kurva kelarutan hasil percobaan. Kedekatan kurva model dengan hasil percobaan ditunjukkan dengan kedekatan fraksi solut (x 1 ) dan nilai koefisien aktivitas (γ) solut. Model Kesetimbangan Umum Pada model umum, koefisien aktivitas (γ) solut diasumsikan 1 sehingga fraksi kelarutan pada berbagai temperatur langsung dapat diperoleh dengan persamaan (1). Namun, model umum ini hanya menggambarkan kesetimbangan sistem polistiren-pelarut secara umum, dimana kelarutan polistiren meningkat sebanding dengan temperatur. Dalam model ini tidak terlihat pengaruh dari jenis pelarut yang digunakan. Oleh karena itu, model umum ini sangat tidak akurat dalam merepresentasikan proses kelarutan yang sebenarnya. Model Kesetimbangan Semi Empirik Untuk mendapatkan model yang lebih menggambarkan kelarutan polistiren dalam berbagai pelarut, digunakan model Semi Empirik. Pada model ini, nilai γ tidak B /2

3 diasumsikan 1 melainkan dicari menggunakan program solver dari Microsoft Excel. Model Semi Empirik memberikan pendekatan terhadap data percobaan lebih baik terhadap model umum karena telah memperhitungkan pengaruh jenis pelarut dalam proses pelarutan stirofoam. Akan tetapi, model ini masih belum dapat dikategorikan baik karena metode ini sangat sederhana, dimana nilai γ dicari menggunakan solver dan tidak melibatkan pengaruh berbagai parameter seperti dalam model-model kompleks. Model Kesetimbangan NRTL Dari model Semi Empirik yang sederhana, pembuatan model beranjak ke model yang lebih rumit, dimana koefisien aktivitas (γ 1 ) merupakan fungsi dari komposisi dan temperatur. Model yang semakin rumit dan kompleks akan semakin mencirikan kelakuan data eksperimen. Model-model kompleks ini meliputi model NRTL, φ termodifikasi oleh γ, dan UNIFAC. Dari ketiga model kompleks, model NRTL merupakan model paling sederhana, dimana faktor φ termodifikasi oleh γ dan kontribusi gugus-gugus fungsi senyawa solut maupun pelarut belum diperhitungkan. Nilai γ 1 bergantung pada parameter α, b12, dan b21 dan diperoleh melalui iterasi dengan optimasi nilai objective function. Model NRTL seharusnya memberikan hasil yang lebih mendekati data percobaan. Model Kesetimbangan φ Termodifikasi γ Pada model φ termodifikasi oleh γ, γ merupakan fungsi dari komposisi dan temperatur. Selain itu, nilai γ bergantung pada parameter k 12 yang merupakan konstanta interaksi biner antara solut dengan pelarut. Dalam penentuan nilai γ, dibutuhkan data temperatur dan tekanan kritik untuk setiap senyawa. yang terlibat yang dapat dilihat pada tabel 2.1. fungsi dalam senyawa solut maupun pelarut. Gugusgugus fungsi ini akan menentukan parameter interaksi antar gugus fungsi, a mk (Van Ness, 2001) yang akan digunakan dalam perhitungan γ. Senyawa solut, yakni polistiren, terdiri atas 1750 unit monomer, dengan asumsi berat molekuler polistiren sebesar 182,000 g/mol dan berat molekuler monomer stiren sebesar 104 g/mol sehingga gugus-gugus fungsi pada monomer stiren akan berulang sebanyak 1750 kali. Senyawa turpentin terdiri atas 80% α-pinene, 17% 3-carene, dan 3% D-limonen. Struktur senyawa-senyawa solut dan pelarut dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur senyawa-senyawa solut dan pelarut: (dari kiri ke kanan) stiren, aceton, d-limonen, 3-carene, dan α-pinen 3. PERCOBAAN 3.1 Bahan Bahan utama yang digunakan adalah stirofoam yang diperoleh dari bekas produk kemasan makanan (XPS) dan elektronik (EPS). Selain itu, digunakan pelarut d- limonen yang diambil dari kulit jeruk nipis, aceton teknis, dan turpentin teknis. 3.2 Alat Tabel 2.1 Data-data kritik berbagai senyawa (Van Ness, 2001) Turpentin Aceton D-limonen Stiren Tc (K) Pc (bar) Penentuan γ dalam model φ termodifikasi oleh γ dapat menggunakan berbagai persamaan keadaan, seperti Soave-Redlich Kwong, Peng-Robinson, Van der Waals, dan sebagainya. Pada model ini, persamaan keadaan yang digunakan ialah persamaan Van der Waals, dengan data parameter yang ditunjukkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Parameter-parameter untuk persamaan keadaan Van der Waals (Van Ness, 2001) Ω 1/8 ψ 27/64 α 1 σ 0 0 Model Kesetimbangan UNIFAC Pada model UNIFAC, γ 1 merupakan fungsi dari komposisi dan temperatur. Selain itu, nilai γ sangat mencirikan solut dan jenis pelarut yang terlibat karena penentuan nilai γ melibatkan kontribusi gugus-gugus Gambar 3.1 Skema alat distilasi kukus Sebelum memulai percobaan, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan, yakni perolehan minyak jeruk dengan cara distilasi kukus dari kulit jeruk nipis, pencucian dan pengeringan stirofoam. Percobaan utama berupa pelarutan stirofoam pada berbagai pelarut dengan variasi jenis pelarut, jenis stirofoam, temperatur pelarutan, dan urutan pemasukkan stirofoam-pelarut. Untuk memperoleh data reduksi volume stirofoam hasil pelarutan, maka campuran stirofoam terlarut dan pelarut dievaporasi sehingga pelarut menguap dan hanya tersisa polistiren padat yang akan diukur volumenya. Setiap pengambilan data akan dilakukan dua kali (duplo). B /3

4 Beberapa hal yang dianalisa dari percobaan utama: Kelarutan masing-masing jenis stirofoam dalam setiap jenis pelarut Waktu pelarutan masing-masing jenis stirofoam dalam setiap jenis pelarut Pengaruh temperatur terhadap kelarutan Reduksi volume stirofoam hasil pelarutan Data percobaan kelarutan pada berbagai jenis pelarut dan variasi temperatur diplot dalam bentuk kurva sehingga didapat suatu hubungan kelarutan terhadap temperatur. Kurva hasil eksperimen dibandingkan dengan kurva model kelarutan. Dari data kelarutan ini, dapat ditentukan jenis pelarut terbaik yang dapat melarutkan stirofoam, rasio stirofoam terlarut dalam pelarut, dan model termodinamika terbaik untuk peramalan hubungan temperatur terhadap kelarutan. Variabel yang divariasikan dalam penelitian ini adalah: Jenis stirofoam, yakni EPS dan XPS Jenis pelarut, yaitu: d-limonen, aceton, dan turpentin Urutan pemasukan antara pelarut dan stirofoam Temperatur proses pelarutan, yaitu pada rentang 30-45ºC untuk aceton, ºC untuk turpentin, dan 30-60ºC untuk d-limonen. Analisa kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perhitungan rasio volume stirofoam setelah/sebelum pelarutan, waktu pelarutan, dan data kelarutan stirofoam pada berbagai temperatur. Data kelarutan hasil eksperimen diplot dengan data hasil permodelan kelarutan untuk membandingkan hasil eksperimen dengan permodelan teoritik. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Kelarutan Stirofoam Secara keseluruhan, percobaan pelarutan stirofoam menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur, semakin besar massa stirofoam terlarut dan semakin cepat proses pelarutan. Proses pelarutan dengan aceton sebaiknya dilakukan pada temperatur maksimum 40 o C karena pada temperatur di atas 40 o C, pelarut aceton cenderung menguap (mendekati titik didih 52 o C) sehingga banyak pelarut yang terbuang, ditunjukkan melalui penyimpangan data kelarutan pada temperatur 45 o C baik untuk jenis EPS maupun XPS. Pada temperatur 90 o C dan 130 o C, proses pelarutan dengan turpentin berlangsung cepat menyerupai aceton. Untuk pelarut d-limonen, berdasarkan literatur, kelarutan EPS dalam D-limonen adalah 20 gram / 40 ml pelarut. Hasil eksperimen menunjukkan kelarutan 8 gram EPS / 10 ml pelarut pada temperatur 30 o C dan 10 gram EPS / 10 ml pelarut untuk temperatur 60 o C. Perbedaan hasil yang diperoleh dengan data literatur disebabkan oleh kriteria viskositas campuran EPSminyak jeruk. Data percobaan diperoleh menggunakan batas maksimal kejenuhan berupa campuran yang menjadi lengket dan sulit diaduk. Sedangkan, data literatur merupakan data untuk skala komersial dimana kejenuhan campuran dibatasi pada keadaan masih dapat diaduk, mudah dialirkan, dan tidak lengket. Gambar 4.1 Kelarutan stirofoam pada berbagai pelarut dan temperatur Kelebihan dan kekurangan masing-masing pelarut yang digunakan, ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Kelebihan dan kekurangan masing-masing pelarut Jenis pelarut Aceton Turpentin D-limonen Waktu pelarutan cepat lambat lambat Harga pelarut murah murah sangat mahal Kemudahan perolehan pelarut mudah mudah sangat sulit Variasi temperatur pelarutan rendah tinggi tinggi Kelarutan stirofoam rendah sedang tinggi Kualitas plastik kaku, rapuh lentur, agak rapuh agak lentur, rapuh Reduksi volume relatif sama 4.2 Penentuan Waktu Pelarutan Pada percobaan penentuan waktu pelarutan, selain variasi jenis stirofoam, pelarut, dan temperatur pelarutan, dilakukan variasi urutan pemasukan antara stirofoam dan pelarut serta variasi ukuran diameter stirofoam jenis EPS. Tabel 4.2 Data percobaan penentuan waktu pelarutan Pelarut T ( C) Stirofoam t rata-rata (s) Selisih t (s) aceton EPS aceton XPS turpentin EPS turpentin XPS Dari hasil percobaan, diketahui bahwa waktu pelarutan EPS relatif sama dengan XPS baik dalam pelarut aceton maupun turpentin. Hal ini dikarenakan EPS dan XPS merupakan material yang relatif sama, yaitu polistiren. B /4

5 Perbedaan keduanya hanya terletak pada proses blowing sehingga hanya mempengaruhi kandungan udara di dalamnya. Semakin tinggi temperatur, semakin cepat waktu pelarutan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pelarutan dengan aceton sebaiknya pada temperatur maksimal 35 o C agar pelarut tidak banyak menguap. Selain itu, selisih waktu pelarutan pada temperatur 45 o C terhadap temperatur 35 o C relatif singkat, hanya 2 detik. Sedangkan, proses pelarutan dengan turpentin sebaiknya dilakukan pada temperatur 130 o C karena selisih waktu pelarutan dan massa stirofoam terlarut sangat signifikan. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa variasi ukuran diameter EPS tidak memberikan perbedaan waktu pelarutan signifikan (selisih waktu kurang dari 3%). Oleh karena itu, pem-blender-an stirofoam sebaiknya tidak dilakukan karena selain perbedaan tidak signifikan relatif terhadap waktu pelarutan stirofoam yang cepat, proses pengecilan ukuran diameter ini juga sangat tidak efisien dan efektif. Dari hasil percobaan, ditunjukkan bahwa variasi urutan pemasukkan stirofoam-pelarut: Pada aceton tidak signifikan (selisih waktu kurang dari 3%), karena daya pelarutan aceton tinggi. Pada turpentin sangat signifikan, dimana waktu pelarutan untuk urutan pemasukkan pelarut terlebih dahulu, jauh lebih lama daripada urutan pemasukkan stirofoam terlebih dahulu. Hal ini disebabkan daya pelarutan turpentin lambat, dimana kelarutan merupakan fungsi dari hari, sehingga perbedaan waktu pelarutan diantara kedua variasi mencapai 52%. Selain itu, ada jeda waktu dalam pemasukan butiran stirofoam yang ringan dan elektrostatis ke dalam gelas kimia. Terlebih lagi, stirofoam tertumpuk di bagian permukaan pelarut dahulu, sehingga tidak langsung terjadi kontak antara semua stirofoam dengan pelarut akibat tertahan oleh stirofoam yang masih belum larut di permukaan pelarut. 4.3 Penentuan Rasio Volume Stirofoam Setelah/Sebelum Dilarutkan Hasil eksperimen menunjukkan bahwa rasio volume polistiren (setelah semua pelarut menguap) terhadap volume stirofoam awal sebelum dilarutkan sebesar 1 : 20 (= 0.05) untuk jenis EPS (sesuai literatur), dan 0.06 untuk XPS. Hal ini disebabkan pada EPS, proses blowing dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan setelah proses ekstrusi sehingga jumlah udara yang terkandung dalam EPS lebih banyak dibandingkan XPS. 4.4 Analisa Permodelan Kelarutan Pembuatan model dimaksudkan untuk mencari persamaan yang sesuai untuk memprediksikan kelarutan polistiren dalam berbagai pelarut pada variasi temperatur. Dalam penelitian ini, dibuat 4 macam model, mencakup model semi empirik, NRTL, φ termodifikasi oleh γ, dan UNIFAC. Perbandingan model kelarutan terhadap data eksperimen dapat dilihat pada gambar Gambar 4.2 Perbandingan model-model kelarutan terhadap data percobaan untuk sistem EPS-turpentin Gambar 4.3 Perbandingan model-model kelarutan terhadap data percobaan untuk sistem XPS-turpentin Gambar 4.4 Perbandingan model-model kelarutan terhadap data percobaan untuk sistem EPS-aceton Gambar 4.5 Perbandingan model-model kelarutan terhadap data percobaan untuk sistem XPS-aceton B /5

6 Terlebih lagi, dalam penentuan nilai γ, dibutuhkan data temperatur dan tekanan kritik untuk setiap senyawa yang terlibat sehingga interaksi antara pelarut dan solut semakin dilibatkan. Gambar 4.6 Perbandingan model-model kelarutan terhadap data percobaan untuk sistem EPS-limonen Dari semua model yang telah dibuat, model UNIFAC merupakan model yang paling mendekati data hasil percobaan. Hal ini dimungkinkan karena nilai γ sangat mencirikan solut dan jenis pelarut yang terlibat. Penentuan nilai γ melibatkan kontribusi gugus-gugus fungsi dalam senyawa solut maupun pelarut. Gugusgugus fungsi ini akan menentukan parameter interaksi antar gugus fungsi, a mk (Van Ness, 2001) yang akan digunakan dalam perhitungan γ. Selain itu, perhitungan nilai γ juga melibatkan fraksi pelarut. Model UNIFAC ini dapat digunakan untuk memprediksi fraksi kelarutan stirofoam dalam suatu pelarut. Sebagai contoh, fraksi kelarutan polistiren dalam d-limonen untuk EPS pada 70 o C dan 90 o C diprediksi sebesar 0.56 dan 0.63, untuk XPS sebesar 0.54 dan Gambar 4.7 Perbandingan model-model kelarutan terhadap data percobaan untuk sistem EPS-limonen Dari kurva-kurva di atas, terlihat bahwa urutan kedekatan model teoritik dengan data percobaan berturut-turut dari paling menyimpang sampai paling mendekati adalah model semi empirik, model NRTL, model φ termodifikasi oleh γ, dan model UNIFAC. Penyimpangan pada model semi empirik relatif besar dibandingkan model lainnya. Hal ini disebabkan metode ini sangat sederhana, dimana nilai γ dicari menggunakan solver dan tidak melibatkan pengaruh berbagai parameter seperti dalam model-model kompleks. Model NRTL tetap memberikan penyimpangan yang cukup signifikan terhadap data percobaan meskipun telah memperhitungkan parameter senyawa seperti α, b 12, dan b 21,. Hal ini disebabkan faktor φ termodifikasi oleh γ dan kontribusi gugus-gugus fungsi senyawa solut maupun pelarut belum diperhitungkan. Namun, model NRTL telah menunjukkan kedekatan yang lebih baik daripada model semi empirik. Model φ termodifikasi oleh γ cenderung lebih mendekati data hasil percobaan dibandingkan model semi empirik maupun model NRTL. Hal ini dikarenakan pada model ini, penentuan nilai γ didasarkan pada parameter k 12 yang merupakan konstanta interaksi antara solut dengan pelarut. Gambar 4.8 Prediksi fraksi kelarutan stirofoam dalam d-limonen pada temperatur 70 o C dan 90 o C Dari setiap model yang telah dibuat, diperoleh nilai koefisien aktivitas (γ) yang ditabulasi pada tabel 4.8. Kedua model terbaik, yakni φ termodifikasi oleh γ dan UNIFAC memiliki nilai γ yang sedikit berbeda, sehingga dapat disimpulkan nilai γ untuk permodelan yang mendekati aktual ialah γ untuk model UNIFAC. Tabel 4.3 Nilai koefisien aktivitas (γ) dari setiap model kelarutan Sistem Model Umum Semi Empirik NRTL φ - γ UNIFAC EPS-turpentin XPS-turpentin EPS-aceton XPS-aceton EPS-limonen XPS-limonen B /6

7 Tabel 4.4 Parameter-parameter model NRTL dan φ - γ 1 Sistem NRTL φ - γ α b12 b21 k12 stirofoam-turpentin stirofoam-aceton stirofoam-limonen Perbandingan Daya Kelarutan Perbandingan daya kelarutan masing-masing pelarut ditampilkan pada gambar Gambar 4.9 Kelarutan XPS dalam berbagai pelarut berdasarkan data percobaan dan model UNIFAC Gambar 4.10 Kelarutan EPS dalam berbagai pelarut berdasarkan data percobaan dan model UNIFAC Dari kedua kurva di atas, dapat dilihat bahwa urutan daya kelarutan dari pelarut terbaik sampai terburuk ialah d-limonen, turpentin, dan aceton. Pada temperatur dan jenis stirofoam yang sama, limonen selalu memberikan performansi terbaik dimana fraksi mol solut terbesar dibandingkan dalam pelarut lainnya. Namun, penggunaan d-limonen untuk penanganan sampah di Indonesia sangat sulit karena selain sulit diperoleh, harga d-limonen di pasaran sangat mahal. Selain itu, pemakaian d-limonen ini bersaing dengan industri kosmetik dan pangan sehingga aplikasi limonen untuk 1 *Catatan : α, b12, b21, k12 adalah parameter-parameter spesifik untuk pasangan senyawa tertentu, independen terhadap komposisi dan temperatur penanganan sampah sangat tidak ekonomis. Oleh karena itu, untuk penanganan sampah stirofoam di Indonesia, pelarut turpentin sangat potensial. Keunggulan pelarut turpentin ini juga didukung oleh waktu pelarutan dan produk hasil pelarutan yang ditunjukkan pada tabel KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisa terhadap hasil percobaan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pelarut D-limonen tidak tepat untuk digunakan dalam penanganan sampah stirofoam di Indonesia. 2. Dari segi keekonomisan dan daya kelarutan, alternatif pelarut terbaik sebagai pengganti pelarut D-limonen untuk penanganan sampah stirofoam adalah turpentin. 3. Rasio massa stirofoam terhadap volume turpentin pada 30 o C adalah 5 gr/10 ml 4. Semakin tinggi temperatur, semakin besar massa stirofoam terlarut dan semakin cepat proses pelarutan. 5. Proses pelarutan dengan aceton sebaiknya pada temperatur maksimum 40 o C. 6. Pada temperatur 90 o C dan 130 o C, proses pelarutan dengan turpentin berlangsung cepat, menyerupai pelarutan dengan aceton. 7. Film tipis dari campuran stirofoam-pelarut membentuk plastik, berpotensi menghasilkan produk plastik. 8. Waktu pelarutan EPS relatif sama dengan XPS baik dalam pelarut aceton maupun turpentin. 9. Variasi ukuran diameter tidak berpengaruh signifikan terhadap waktu pelarutan. 10. Variasi urutan pemasukkan stirofoam-pelarut sangat signifikan terhadap waktu pelarutan. 11. Rasio volume polistiren hasil pelarutan terhadap volume stirofoam awal sebesar 0.05 untuk EPS dan 0.06 untuk XPS. 12. Model terbaik dalam merepresentasikan pelarutan polistiren ialah UNIFAC. 5.1 Saran Peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih terfokus pada perolehan data kelarutan dengan pelarut D- limonen dan variasi komposisi pelarut turpentin. Sedangkan, untuk permodelan, peneliti berikutnya sebaiknya mengujicobakan permodelan lainnya, seperti Soave-Redlich Kwong, Peng Robinson, Wilson, dan sebagainya. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. M.Sc. Ph.D Johnner Sitompul, sebagai dosen pembimbing, atas bimbingan, diskusi, dan saran selama masa penelitian 2. Ir. M.T. Ph.D IDG. Arsa Putrawan, selaku koordinator mata kuliah TK 40Z2 Penelitian di Departemen Teknik Kimia ITB. B /7

8 3. Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, atas saran dan masukan yang diberikan saat penulisan laporan. 4. Ir. M.Eng. Ph.D Tirto Prakoso, atas informasi dan alat penelitian yang dipinjamkan. 5. Ir. M.Env.Eng.Sc. Ph.D Retno Gumilang Dewi, atas diskusi, saran serta informasi yang diberikan. 6. Ir. Ph.D. Akhmad Zainal Abidin, atas sumber literatur yang sangat bermanfaat 7. Ir. M.Sc. Ph.D Melia Laniwati Gunawan, atas pengarahan yang diberikan. 8. Ir. Lies Agustine Wisojodarmo, selaku peneliti polimer BPPT atas informasi yang diberikan. LITERATUR 1. Carraher, Charles E. Polymer Chemistry, 5th ed. New York: Marcel Dekker, Inc Damanhuri, E. dan Tri Padmi. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. Teknik Lingkungan, ITB Ehrig, R. J. Plastics Recycling; Products and Processes. USA: Hanser Gustafson, Ross. Comparative Strength of Industrial Solvents. UK: Adolph Coors Co Khemani, K.C. Polymeric Foams; Science and Technology. American Chemical Society, USA Kirk, R.F. and Donald F. Othmer. Encyclopedia of Chemical Technology. 2 nd ed. Vol 19. USA: John Wiley and Sons Inc Prausnitz, J.M., Ruediger N. L., and Edmundo, G. A. Molecular Thermodynamics of Fluid Phase Equilibria. 2 nd ed. USA : Prentice-Hall, Inc Rosen, Stephen L. Fundamental Principles of Polymeric Materials. USA : John Wiley & Sons, Inc Setiadi, Tjandra dan R.G. Dewi. Diktat Kuliah Pengelolaan Limbah Industri, sub proyek quebatch III. Departemen Teknik Kimia, ITB Van Ness, H.C., J.M. Smith, and M.M. Abbot. Chemical Engineering Thermodynamics, 6th ed. New York: McGraw-Hill Inc H m R T x Greek γ SIMBOL : delta entalpi pelelehan padatan solut (kj/kg) : konstanta universal : temperatur (K) : fraksi mol : koefisien aktivitas dari komponen padatan Subskrip m : melting 1 : padatan solut 2 : pelarut i : spesies k : gugus fungsi j : dummy ij : campuran biner i dan j B /8

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR SIMBOL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRACT Latar Belakang Keaslian Penelitian 5

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR SIMBOL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRACT Latar Belakang Keaslian Penelitian 5 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR SIMBOL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR INTISARI ABSTRACT ii iii v viii x xi xiv xv BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Keaslian Penelitian

Lebih terperinci

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama Fugasitas Oleh : Samuel Edo Pratama - 1106070741 Pengertian Dalam termodinamika, fugasitas dari gas nyata adalah nilai dari tekanan efektif yang menggantukan nilai tekanan mekanis sebenarnya dalam perhitungan

Lebih terperinci

LTM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA Pemicu

LTM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA Pemicu EFEK P&T, TITIK KRITIS, DAN ANALISI TRANSIEN Oleh Rizqi Pandu Sudarmawan [0906557045], Kelompok 3 I. Efek P dan T terhadap Nilai Besaran Termodinamika Dalam topik ini, saya akan meninjau bagaimana efek

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn Referensi: 1) Smith Van Ness. 001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. ) Sandler. 006. Chemical, Biochemical adn Engineering Thermodynamics, 4th ed. 3) Prausnitz. 1999. Molecular

Lebih terperinci

MAKALAH TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA

MAKALAH TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA MAKALAH TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA PEMICU I : SIFAT PVT Kelompok 3 Nahida Rani (1106013555) Nuri Liswanti Pertiwi (1106015421) Rizqi Pandu Sudarmawan (0906557045) Sulaeman A S (0906557051) Sony Ikhwanuddin

Lebih terperinci

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

Before UTS. Kode Mata Kuliah : Before UTS Kode Mata Kuliah : 2045330 Bobot : 3 SKS Pertemuan Materi Submateri 1 2 3 4 Konsep dasar perpindahan massa difusional Difusi molekuler dalam keadaan tetap Difusi melalui non stagnan film 1.

Lebih terperinci

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER METANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**)

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER METANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER METANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) isana_supiah @uny.ac.id ABSTRAK Sifat-sifat fisik suatu sistem dapat dipelajari dengan menentukan besaran termodinamik sistem itu. Campuran

Lebih terperinci

PEMBUATAN PRODUK (PRD)

PEMBUATAN PRODUK (PRD) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA PEMBUATAN PRODUK (PRD) Disusun oleh: Rosa Citra Aprilia Dr. IDG Arsa Putrawan Ir. G. Handi Argasetya, MT. Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER 1-PROPANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**)

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER 1-PROPANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER 1-PROPANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) isana_supiah @uny.ac.id ABSTRAK Sifat-sifat fisik suatu sistem dapat dipelajari dengan menentukan besaran termodinamik sistem itu. Besaran

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER ETANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**)

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER ETANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER ETANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) ABSTRAK Sifat-sifat fisik suatu sistem dapat dipelajari dengan menentukan besaran termodinamik sistem itu. Campuran dapat bersifat ideal

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM ETHANOL + 2-PROPANOL + ISOOCTANE PADA TEKANAN ATMOSFERIK

KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM ETHANOL + 2-PROPANOL + ISOOCTANE PADA TEKANAN ATMOSFERIK KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM ETHANOL + 2-PROPANOL + ISOOCTANE PADA TEKANAN ATMOSFERIK Ridho Azwar 2306 100 007, Rachmi Rida Utami 2306 100 020 Dr. Ir. Kuswandi, DEA Laboratorium Thermodinamika Teknik

Lebih terperinci

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn Referensi: 1) Smith Van Ness. 2001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler. 2006. Chemical, Biochemical adn Engineering Thermodynamics, 4th ed. 3) Prausnitz. 1999. Molecular

Lebih terperinci

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN 1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair cair. 2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi. 3. Menghitung neraca massa proses

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JENIS TULANG DAN TEMPERATUR PADA EKSTRAKSI KOLAGEN DARI TULANG

PENGARUH VARIASI JENIS TULANG DAN TEMPERATUR PADA EKSTRAKSI KOLAGEN DARI TULANG PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 004 ISSN : 1411-416 PENGARUH VARIASI JENIS TULANG DAN TEMPERATUR PADA EKSTRAKSI KOLAGEN DARI TULANG Susiana Prasetyo S. dan Ifan Patra Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA JAGUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN BIODEGRADABILITAS PLASTIK CAMPURAN POLYPROPYLENE BEKAS DAN PATI SAGU

PENGARUH PENAMBAHAN GULA JAGUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN BIODEGRADABILITAS PLASTIK CAMPURAN POLYPROPYLENE BEKAS DAN PATI SAGU PENGARUH PENAMBAHAN GULA JAGUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN BIODEGRADABILITAS PLASTIK CAMPURAN POLYPROPYLENE BEKAS DAN PATI SAGU Sri Mulyadi Dt Basa, Afdhal Muttaqin, Maria Elvi Hutagalung Jurusan Fisika

Lebih terperinci

DATA KESETIMBANGAN UAP-AIR DAN ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH

DATA KESETIMBANGAN UAP-AIR DAN ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH Jurnal Teknik Kimia : Vol. 6, No. 2, April 2012 65 DATA KESETIMBANGAN UAP-AIR DAN ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH Ni Ketut Sari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industry UPN Veteran

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR ALAT INDUSTRI KIMIA Disusun OIeh: Agus Prasetya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Juni 2004 Nama Matakuliah : Alat Industri Kimia

Lebih terperinci

Makalah Termodinamika Pemicu 4: Kesetimbangan Fasa Uap-Cair

Makalah Termodinamika Pemicu 4: Kesetimbangan Fasa Uap-Cair Makalah Termodinamika Pemicu 4: Kesetimbangan Fasa Uap-Cair Kelompok 3 Nahida Rani (1106013555) Nuri Liswanti Pertiwi (1106015421) Rizqi Pandu Sudarmawan (0906557045) Sony Ikhwanuddin (1106052902) Sulaeman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK i ABSTRACT ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR TABEL v BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 4 1.4 Manfaat Penelitian

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER PMD D3 Sperisa Distantina ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER Silabi D3 Teknik Kimia: 1. Prinsip dasar alat transfer massa absorber dan stripper. 2. Variabel-variabel proses alat absorber dan stripper.

Lebih terperinci

DISTILASI BERTAHAP BATCH (DBB)

DISTILASI BERTAHAP BATCH (DBB) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA DISTILASI BERTAHAP BATCH (DBB) Disusun oleh: Dinna Rizqi Awalia Dr. Danu Ariono Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN IPN MENGGUNAKAN CAMPURAN POLIMETILMETAKRILAT DAN POLISTIREN

PEMBUATAN BAHAN IPN MENGGUNAKAN CAMPURAN POLIMETILMETAKRILAT DAN POLISTIREN PEMBUATAN BAHAN IPN MENGGUNAKAN CAMPURAN POLIMETILMETAKRILAT DAN POLISTIREN Oleh Netty Kamal Interpenetrating Polymer Network (IPN) adalah polimer campuran yang unik, dimana jaringan yang terbentuk dari

Lebih terperinci

EKSTRAKSI BAHAN NABATI (EKS)

EKSTRAKSI BAHAN NABATI (EKS) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA EKSTRAKSI BAHAN NABATI (EKS) Disusun oleh: Inasha Vaseany Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Dokumen Kurikulum Program Studi : Teknik Kimia. Lampiran III

Dokumen Kurikulum Program Studi : Teknik Kimia. Lampiran III Dokumen Kurikulum 2013-2018 Program Studi : Teknik Kimia ampiran III Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung Kode Dokumen Total

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO ASAM SULFAT TERHADAP ASAM NITRAT PADA SINTESIS NITROBENZENA DALAM CSTR

PENGARUH RASIO ASAM SULFAT TERHADAP ASAM NITRAT PADA SINTESIS NITROBENZENA DALAM CSTR PENGRUH RSIO SM SULFT TERHDP SM NITRT PD SINTESIS NITROBENZEN DLM CSTR Rudy gustriyanto 1), Lanny Sapei ), Reny Setiawan 3), Gabriella Rosaline 4) 1),),3),4) Teknik Kimia, Universitas Surabaya Jl. Raya

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG

ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG Yenni Ruslinda*, Raida Hayati Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis, 25163 *E-mail: yenni@ft.unand.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian 1.1. Judul Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Eksperimen Dan Pemodelan Kesetimbangan Termodinamika Pada Ekstraksi Fenol Dari Bio-Oil Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa. 1.2. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C )

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C ) I. Tujuan Percobaan o Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) o Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah

Lebih terperinci

Pembuatan Asam Sebasat dari Minyak Castor Moch. Dwi Subiyantoro , Sutrisno

Pembuatan Asam Sebasat dari Minyak Castor Moch. Dwi Subiyantoro , Sutrisno TK 40Z2 Penelitian Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) www.che.itb.ac.id Pembuatan Asam Sebasat dari Minyak Castor Moch. Dwi Subiyantoro 13004018, Sutrisno 13004069 Program Studi

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model injeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi bahan bakar alternatif (biofuel) saat ini mendapat perhatian lebih dari beberapa pemerintahan di seluruh dunia. Beberapa pemerintahan telah mengumumkan komitmen

Lebih terperinci

Jason Mandela's Lab Report

Jason Mandela's Lab Report LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I PERCOBAAN-4 KINETIKA ADSORPSI Disusun Oleh: Nama : Jason Mandela NIM :2014/365675/PA/16132 Partner : - Dwi Ratih Purwaningsih - Krisfian Tata AP - E Devina S - Fajar Sidiq

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

15. Silverstein. RM., Bassler. GC dan Morill. TC., (1991), Spectrometric Identification of Organic Compound, Jhon willey & sons, Inc, New York, 5.

15. Silverstein. RM., Bassler. GC dan Morill. TC., (1991), Spectrometric Identification of Organic Compound, Jhon willey & sons, Inc, New York, 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Malcolm. P. S, (2001), Kimia Polimer, Alih bahasa : Lis Sofyan, Pradyana Paramita, Jakarta, 6 2. Munakshi, P, (2001), Mechanical and Microstructure Studies on the Modification of CA Film

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II PENUNTUN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II NAMA MAHASISWA : STAMBUK : KELOMPOK / KLS : LABORATORIUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Lebih terperinci

SIMULASI KONSUMSI ENERGI PEMURNIAN BIOETANOL MENGGUNAKAN VARIASI DIAGRAM ALIR DISTILASI EKSTRAKTIF DENGAN KONFIGURASI, V

SIMULASI KONSUMSI ENERGI PEMURNIAN BIOETANOL MENGGUNAKAN VARIASI DIAGRAM ALIR DISTILASI EKSTRAKTIF DENGAN KONFIGURASI, V SIMULASI KONSUMSI ENERGI PEMURNIAN BIOETANOL MENGGUNAKAN VARIASI DIAGRAM ALIR DISTILASI EKSTRAKTIF DENGAN KONFIGURASI, V Johana Tanaka* dan Dr. Budi Husodo Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL AIR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL AIR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL AIR I. TUJUAN 1. Memperoleh kurva komposisi sistem fenol-air terhadap suhu pada tekanan tetap 2. Menentukan suhu kritis kelarutan

Lebih terperinci

Titik Leleh dan Titik Didih

Titik Leleh dan Titik Didih Titik Leleh dan Titik Didih I. Tujuan Percobaan Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA BATERAI (BAT) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA BATERAI (BAT) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA BATERAI Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016 Kontributor: Dr. Isdiriayani Nurdin,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SILABUS

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SILABUS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SILABUS I. Fakultas : Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi : Kimia Mata Kuliah : Kimia I Semester : 1 Dosen : Dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. KENAIKAN TITIK DIDIH DAN PENURUNAN TITIK BEKU

BAB I PENDAHULUAN A. KENAIKAN TITIK DIDIH DAN PENURUNAN TITIK BEKU BAB I PENDAHULUAN A. KENAIKAN TITIK DIDIH DAN PENURUNAN TITIK BEKU 1. Kenaikan Titik Didih Titik didih suatu zat cair adalah: suhu pada suatu tekanan uap jenuh zat cair tersebut sama dengan tekanan luar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA I G I T A I N D AH B U D I AR T I

TERMODINAMIKA I G I T A I N D AH B U D I AR T I TERMODINAMIKA I G I T A I N D AH B U D I AR T I REFERENSI Smith, J.M., and Van Ness, H.C. 1987, Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, 4 ed., Mc Graw Hill Book Co. Inc., New York PENILAIAN

Lebih terperinci

Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy. : Gayatri Ayu Andari NIM :

Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy. : Gayatri Ayu Andari NIM : Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy Nama : Gayatri Ayu Andari NIM : 10511053 Kelompok : 05 Tanggal Percobaan : 29 Oktober 2015 Tanggal Pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I DISTILASI BATCH

BAB I DISTILASI BATCH BAB I DISTILASI BATCH I. TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Dapat melakukan percobaan distilasi batch dengan system refluk. 2. Tujuan Instrusional Khusus Dapat mengkaji pengaruh perbandingan refluk (R)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Ardian Lubis NIM : 121810301028 Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ELEKTROLISIS AIR (ELS)

ELEKTROLISIS AIR (ELS) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ELEKTROLISIS AIR (ELS) Koordinator LabTK Dr. Dianika Lestari / Dr. Pramujo Widiatmoko PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT

Lebih terperinci

LTM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA Pemicu

LTM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA Pemicu NERACA ENERGI DAN EFISIENSI POMPA Oleh Rizqi Pandu Sudarmawan [0906557045], Kelompok 3 I. Neraca Energi Pompa Bila pada proses ekspansi akan menghasilkan penurunan tekanan pada aliran fluida, sebaliknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

11/10/2017 KELARUTAN CAIRAN DALAM CAIRAN. Larutan ideal dan larutan nyata

11/10/2017 KELARUTAN CAIRAN DALAM CAIRAN. Larutan ideal dan larutan nyata /0/207 Air dalam alkohol Minyak atsiri dalam air Minyak atsiri dalam alkohol Eter dan alkohol hidroalkohol air beraroma spirit dan eliksir collodion KELARUTAN CAIRAN DALAM CAIRAN Larutan ideal dan larutan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

OTK 3 S1 Sperisa Distantina

OTK 3 S1 Sperisa Distantina OTK 3 S1 Sperisa Distantina KESEIMNGN UP CIR Pustaka: Foust,.S., 1960, Principles of Unit Operation, John Wiley and Sons. Geankoplis, C.J., 1985, Transport Processes and Unit Operation, Prentice Hall,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

PMD D3 Sperisa Distantina

PMD D3 Sperisa Distantina PMD D3 Sperisa Distantina KESEIMNGN UP CIR Pustaka: Foust,.S., 1960, Principles of Unit Operation, John Wiley and Sons. Geankoplis, C.J., 1985, Transport Processes and Unit Operation, Prentice Hall, Inc.,

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK PANGAN

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK PANGAN MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM KINETIKA ESTERIFIKASI (KIS) Disusun oleh: Dr. Megawati Zunita, S.Si., M.Si. Joanna Nadia, S.T., M.Sc. PROGRAM STUDI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2018

Lebih terperinci

Aplikasi data keseimbangan uap-cair: 1. Penentuan kondisi jenuh, seperti uap jenuh dan cair jenuh. 2. Penentuan jumlah stage pada Menara Distilasi.

Aplikasi data keseimbangan uap-cair: 1. Penentuan kondisi jenuh, seperti uap jenuh dan cair jenuh. 2. Penentuan jumlah stage pada Menara Distilasi. MATERI : MENARA DISTILASI CAMPURAN BINER PMD D3 Sperisa Distantina Aplikasi data keseimbangan uap-cair: 1. Penentuan kondisi jenuh, seperti uap jenuh dan cair jenuh. 2. Penentuan jumlah stage pada Menara

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah/ Kode : Teknik Refrigerasi / RT 441 Bobot Sks : 3 (Tiga) Semester : 4 (Empat) Dosen Pengampu : Drs. Ricky Gunawan, MT. Ega Taqwali Berman, S.Pd., M.Eng. No Pokok /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu semakin bertambah pula jumlah populasi manusia di bumi, maka dengan demikian kebutuhan energi akan semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN UAP-CAIR (VLE) ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH

KESETIMBANGAN UAP-CAIR (VLE) ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH KESETIMBANGAN UAP-CAIR (VLE) ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH Disusun oleh : DENI RAMLAH 0631010075 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI Adharatiwi Dida Siswadi dan Gita Permatasari Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: 1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan.

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL)

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL) Disusun oleh: Joseph Bimandita Sunjoto Dr. Irwan Noezar Dr. Dendy Adityawarman Dr. Adriyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II. KESEIMBANGAN

BAB II. KESEIMBANGAN BAB II. KESEIMBANGAN Pada perhitungan stage wise contact konsep keseimbangan memegang peran penting selain neraca massa dan neraca panas. Konsep rate processes tidak diperhatikan pada alat kontak jenis

Lebih terperinci

adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih.

adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN METODE

BAB III PERALATAN DAN METODE BAB III PERALATAN DAN METODE 3.1. Metodologi Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengambil minyak dari buah Ki Honje dengan cara distilasi kukus dan/atau ekstraksi padat-cair menggunakan alat Soxhlet.

Lebih terperinci

Diperiksa Oleh : Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. (Ketua Program Studi Pend. Kimia)

Diperiksa Oleh : Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. (Ketua Program Studi Pend. Kimia) KIMIA ANALITIK II (KI332) Halaman : 1 dari 8 Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh : Drs. Hokcu Suhanda, M.Si (Koordinator Mata Kuliah) Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. (Ketua Program Studi Pend. Kimia)

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM UREA FORMALDEHID

PETUNJUK PRAKTIKUM UREA FORMALDEHID PETUNJUK PRAKTIKUM UREA FORMALDEHID I. PENDAHULUAN Resin urea-formaldehid merupakan produk yang sangat penting saat ini di bidang plastik, pelapisan dan perekat. Hasil reaksi antara urea dan formaldehida

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Propilen Oksid Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Propilen Oksid Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dalam era industrialisasi sekarang ini, industri kimia mengalami perkembangan yang sangat pesat, jumlah dan jenis industri kimia dari tahun ke tahun semakin bertambah.

Lebih terperinci

Fahmi Wirawan NRP Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc

Fahmi Wirawan NRP Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc Fahmi Wirawan NRP 2108100012 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc Latar Belakang Menipisnya bahan bakar Kebutuhan bahan bakar yang banyak Salah satu solusi meningkatkan effisiensi

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-39 Perbandingan Antara Metode - dan Steam- dengan pemanfaatan Microwave terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh

Lebih terperinci

ANALISA PENGUJIAN TARIK SERAT AMPAS TEBU DENGAN STEROFOAM SEBAGAI MATRIK

ANALISA PENGUJIAN TARIK SERAT AMPAS TEBU DENGAN STEROFOAM SEBAGAI MATRIK ANALISA PENGUJIAN TARIK SERAT AMPAS TEBU DENGAN STEROFOAM SEBAGAI MATRIK Burmawi 1, Kaidir 1, Ade Afedri 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang adeafedriade@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN

KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN 1. Pada Larutan Ideal KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN Oleh : Lusia Oktora Ruma Kumala Sari, S.F., M.Sc., Apt Faktor-faktor yang berpengaruh : - suhu percobaan (T) - ΔHf - titik lebur solut (T 0 ) Hildebrand

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Nitrometana Nitrometana merupakan senyawa organik yang memiliki rumus molekul CH 3 NO 2. Nitrometana memiliki nama lain Nitrokarbol. Nitrometana ini merupakan

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

Judul PENGERINGAN BAHAN PANGAN. Kelompok B Pembimbing Dr. Danu Ariono

Judul PENGERINGAN BAHAN PANGAN. Kelompok B Pembimbing Dr. Danu Ariono TK-40Z2 PENELITIAN Semester II 2006/2007 Judul PENGERINGAN BAHAN PANGAN Kelompok Garry Nathaniel (13003031) Meiti Pratiwi (13003056) Pembimbing Dr. Danu Ariono PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM Bangkit Gotama 1* dan Mahfud 1 1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia * Korespondensi : Telp +62 81333253494;

Lebih terperinci

PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT FISIK PELLET BIOMASSA YANG DIBUAT DARI BAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT FISIK PELLET BIOMASSA YANG DIBUAT DARI BAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT FISIK PELLET BIOMASSA YANG DIBUAT DARI BAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Dijan Supramono, dan Daniel Nomara Trylucky* Departemen Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

4.1. TERMODINAMIKA ARSEN DALAM LELEHAN TEMBAGA DAN TERAK

4.1. TERMODINAMIKA ARSEN DALAM LELEHAN TEMBAGA DAN TERAK BAB IV PEMBAHASAN Dalam pemurnian anoda, unsur-unsur pengotor dihilangkan dengan cara memisahkan mereka ke dalam terak melalui proses pemurnian oksidasi. Untuk mengetahui seberapa baik proses pemisahan,

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda Teknik elektrometri telah dikenal luas sebagai salah satu jenis teknik analisis. Jenis teknik elektrometri yang sering digunakan untuk

Lebih terperinci

KIMIA DASAR JOKO SEDYONO TEKNIK MESIN UMS 2015

KIMIA DASAR JOKO SEDYONO TEKNIK MESIN UMS 2015 1 KIMIA DASAR JOKO SEDYONO TEKNIK MESIN UMS 2015 2 Kimia Dasar Lecturer : Joko Sedyono Phone : 08232 798 6060 Email : Joko.Sedyono@ums.ac.id References : 1. Change, Raymond, 2004, Kimia Dasar, Edisi III,

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA BATERAI (BAT)

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA BATERAI (BAT) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA BATERAI (BAT) Disusun oleh: Jeffrey Pradipta Wijana Robby Sukma Dharmawan Dr. Isdiriayani Nurdin Hary Devianto, Ph.D Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis EBT 03 Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis Nasrun, Eddy Kurniawan, Inggit Sari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci