4.1. TERMODINAMIKA ARSEN DALAM LELEHAN TEMBAGA DAN TERAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4.1. TERMODINAMIKA ARSEN DALAM LELEHAN TEMBAGA DAN TERAK"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN Dalam pemurnian anoda, unsur-unsur pengotor dihilangkan dengan cara memisahkan mereka ke dalam terak melalui proses pemurnian oksidasi. Untuk mengetahui seberapa baik proses pemisahan, digunakan parameter koefisien distribusi / persamaan: berdasarkan persamaan 2.3 dapat dituliskan dengan % (4.1) % Koefisien distribusi menggambarkan perbandingan komposisi suatu logam pada suatu fasa tertentu dalam kondisi kesetimbangan. Dalam hal ini kita membandingkan komposisi arsen dalam fasa terak dan dan fasa lelehan blister TERMODINAMIKA ARSEN DALAM LELEHAN TEMBAGA DAN TERAK Sebagaimana dikemukakan dalam BAB II (sub bab 2.3) Dalam tanur anoda, terjadi reaksi oksidasi arsen dengan persamaan reaksi sebagai berikut : 3/2 5/4 (2.46) Untuk mengetahui perilaku arsen dalam proses pemurnian oksidasi, maka dalam penelitian di PT. Smelting Gresik dilakukan beberapa ekperimen mengenai pengaruh beberapa parameter operasi terhadap koefisien distribusi arsen. Parameter yang diamati antara lain: 1. Total masukan fluks antara lain silika dan CaO yang terdapat dalam Cl-slag 2. Tingkat oksidasi proses pemurnian 3. Oksigen terlarut dalam anoda tembaga 4. Kadar arsen awal dalam blister tembaga BAB IV PEMBAHASAN 43

2 Tabel berikut ini menampilkan kompilasi data yang diperoleh dari hasilhasil percobaan. Tabel 4.1: Parameter operasi dan hasil percobaan dalam tanur anoda Lot Koef. dist. total sllika (kg) Total CaO (kg) O 2 (Nm3) T oks.( C) Tabel 4.2: Hasil pengamatan pada anoda dan blister Lot Koef. dist. [O] di anode, ppm As di blister, ppm BAB IV PEMBAHASAN 44

3 4.1.1 Pengaruh komposisi terak pada koefisien distribusi arsen Umumnya untuk mengikat unsur-unsur minor ke dalam terak, salah satu fluks yang biasa digunakan adalah senyawa-senyawa alkali seperti Na 2 CO 3, CaO, CaCO 3, K 2 CO 3. Penambahan senyawa alkali akan meningkatkan kebasaan terak yang berakibat terjadinya penurunan koefisien aktivitas arsen. Reaksi dengan senyawa oksida tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : (4.2) Tetapi di PT. Smelting Gresik fluks utama yang digunakan adalah silika. Sehingga akan didapatkan terak yang bersifat asam. Di dalam terak yang bersifat asam, menurut R.G. Reddy 11) arsen akan masuk ke terak dalam bentuk arsenat ( menurut reaksi berikut: 3/2 5/4 (2.46) dan membentuk ikatan polimer dengan ) 2 (4.3) Untuk mengetahui pengaruh kebasaan dari terak yang digunakan di PT. Smelting Gresik, maka dilakukan penelitian sehingga didapatkan data sebagaimana terlihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3: Dampak perubahan indeks kebasaan terhadap koefisien distribusi arsen lot % SiO2 % CaO indeks kebasaan Koef. dist BAB IV PEMBAHASAN 45

4 Gambar 4.1. Grafik hubungan indeks kebasaan terak dan koefisien distribusi arsen (±1100 o C, kg blister, Nm 3 po 2 ) Dalam BAB II subbab 2.2 ditunjukkan bahwa peningkatan kebasaan akan meningkatkan koefisien distribusi arsen. Kecenderungan yang sama diperoleh dalam penelitian yang dilakukan dalam tanur anoda di PT. Smelting. Penyimpangan terbesar dari kurva penelitian Acuna dijumpai pada lot 6364 yaitu nilai koefisien distribusi yang didapatkan sebesar 0,36 pada kebasaan 0,119. Pada penambahan fluks 750kg dan 1000kg terlihat kecenderungan nilai koefisien distribusi meningkat pada kondisi terak yang relatif kurang asam. Tetapi pada penambahan fluks 1500kg terjadi penurunan nilai koefisien distribusi. Nilai koefisien tertinggi didapatkan pada indeks kebasaan 0,134 yaitu sebesar 2,69. Sebagaimana telah dikemukakan hasil penelitian secara umum menunjukkan kecenderungan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Acuna 1). Namun secara kuantitatif ada beberapa hal yang dapat diamati,antara lain: 1. Nilai koefisien distribusi hasil penelitian hampir semuanya berada di bawah kurva hasil penelitian Acuna 2. Gradien kurva yang diperoleh lebih tajam. BAB IV PEMBAHASAN 46

5 3. Dengan peningkatan kebasaan kurva semakin mendekati kurva hasil penelitian Acuna. Perbedaan tersebut mungkin diakibatkan oleh perbedaan parameter operasi antara penelitian Acuna dan tanur anoda PT. Smelting. Acuna menggunakan bahan imbuh berupa campuran silika dan kapur sedangkan PT. Smelting menggunakan bahan imbuh berupa silika dan Cl-slag. Perbedaan penambahan bahan imbuh ini akan menyebabkan perbedaan komposisi terak yang terbentuk. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa peningkatan kebasaan cenderung meningkatkan koefisien distribusi arsen dalam sistem terak-tembaga Pengaruh tekanan parsial oksigen pada koefisien distribusi arsen Selama proses pemurnian dalam tanur anoda ditiupkan udara diperkaya oksigen. Tekanan parsial oksigen mempengaruhi kesetimbangan arsen baik antara blister-terak maupun terak-udara atmosfir. Dari persamaan 2.8 terlihat bahwa dengan peningkatan tekanan parsial oksigen maka nilai koefisien distribusi juga akan mengalami peningkatan dengan asumsi parameter yang lain tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. (2.8) Untuk mempermudah perhitungan, maka persamaan 2.8 dapat diubah dalam bentuk logaritmik sehingga akan diperoleh persamaan 4.4 yang kemudian digambarkan pada gambar 4.2. (4.4) Untuk mengetahui pengaruh tersebut di tanur anoda PT. Smelting maka dilakukan penelitian atas dampaknya terhadap nilai koefisien distribusi, dan didapatkan hasil sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan grafik pada Gambar 4.2, yang juga menunjukkan kurva hasil perhitungan teoritis berdasarkan persamaan 4.4. BAB IV PEMBAHASAN 47

6 Tabel 4.4: Dampak perubahan tekanan parsial oksigen terhadap koefisien distribusi arsen lot Log po2 Log koef. distribusi Gambar 4.2 Grafik hubungan antara tekanan parsial oksigen dan koefisien distribusi (± C, kg blister [O] ppm ) Dari grafik di Gambar 4.2 terlihat pada penambahan 750kg dan 1500kg fluks nilai koefisien distribusi hasil penelitian cenderung mengikuti kurva teoritis. Namun pada penambahan 1000kg fluks terlihat bahwa kurva hasil penelitian tidak sesuai dengan hasil kurva teoritis. Ketidaksesuian ini mungkin disebabkan terjadinya overoxydation dan perbedaan komposisi bahan imbuh yang ditambahkan. Secara keseluruhan tampak bahwa BAB IV PEMBAHASAN 48

7 koefisien distribusi dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen dalam sistem. Kenaikan tekanan parsial oksigen akan menurunkan koefisien aktivitas arsen dalam terak. Penurunan tersebut menyebabkan arsen menjadi relatif stabil dan cenderung tinggal dalam terak. Hal ini juga dibuktikan oleh Cerna 7) seperti ditunjukkan pada gambar 4.3 dengan berbagai macam komposisi terak yang berbeda. Untuk mengurangi jumlah arsen yang masuk ke dalam terak maka tekanan parsial oksigen harus dijaga seminimum mungkin. Gambar 4.3 Grafik hubungan logaritma tekanan parsial oksigen dan logaritma koefisien distribusi 7) BAB IV PEMBAHASAN 49

8 4.1.3 Pengaruh konsentrasi oksigen terlarut pada koefisien distribusi arsen Dalam proses pemurnian oksida terjadi proses pemisahan unsur minor dari tembaga blister melalui proses oksidasi. Proses oksidasi arsen dalam tanur anoda melibatkan oksigen terlarut dalam reaksinya seperti terlihat dalam persamaan Sehingga dengan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dalam lelehan tembaga maka semakin banyak arsen yang teroksidasi dan masuk ke dalam terak. (2.46) Konsentrasi oksigen terlarut dalam lelehan tembaga berkaitan langsung dengan tekanan parsial oksigen dalam sistem. Lebih lanjut lagi kesetimbangan antara gas dan lelehan tembaga diperlihatkan dalam persamaan ). (4.5) dimana O 2 dan [O] melambangkan oksigen dalam bentuk gas dan oksigen terlarut. Acuna 1) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara oksigen terlarut dan koefisien distribusi sebagaimana terlihat di Gambar hasil penelitian Acuna menunjukkan terjadi peningkatan koefisien distribusi dengan meningkatnya konsentrasi oksigen terlarut dalam tembaga. Tetapi pada konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi (>6000ppm) terjadi anomali dimana nilai koefisien distribusi justru mengalami penurunan. Menurut Acuna pengaruh oksigen terlarut memiliki suatu nilai maksimum tertentu sehingga apabila kandungan oksigen melewati nilai tersebut maka nilai koefisien distribusi akan turun. BAB IV PEMBAHASAN 50

9 Untuk melihat pengaruh oksigen terlarut terhadap koefisien distribusi arsen dalam tanur anoda di PT. Smelting maka dilakukan penelitian dan didapatkan hasil seperti terlihat dalam tabel 4.5 dan dialurkan bersama dengan kurva hasil penelitian Acuna pada selang oksigen terlarut ppm sehingga didapatkan kurva pada gambar 4.4. Tabel 4.5: Dampak perubahan konsentrasi oksigen terlarut terhadap koefisien distribusi arsen lot [O] di anode (ppm) Koef. dist Gambar 4.4 Hubungan antara oksigen terlarut dan koefisien distribusi arsen (± C, kg blister ) Dari grafik di Gambar 4.4 terlihat bahwa nilai koefisien distribusi cenderung meningkat dengan meningkatnya konsentrasi oksigen terlarut BAB IV PEMBAHASAN 51

10 dalam anoda. Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi oksigen terlarut dalam anoda menyebabkan semakin banyak arsen yang bereaksi dengan oksigen membentuk oksida dan masuk ke dalam terak. Tetapi peningkatan lebih lanjut oksigen terlarut tidak berpengaruh banyak terhadap hilangnya arsen ke terak karena dengan tingginya oksigen terlarut, koefisien aktivitas arsen di dalam fasa logam turun 1). Pada penambahan fluks 750kg dan 1500kg kenaikan koefisien distribusi arsen sesuai dengan kurva hasil penelitian Acuna. Tetapi pada penambahan 1000kg fluks justru terjadi penurunan. Hal ini mungkin disebabkan turunnya koefisien aktivitas arsen sehingga oksidasi arsen berkurang. Secara keseluruhan nilai koefisien distribusi arsen hasil penelitian berada di bawah kurva hasil penelitian Acuna. Perbedaan fluks yang digunakan, temperatur operasi serta prosedur operasi yang berbeda mungkin penyebab adanya perbedaan tersebut. Konsentrasi oksigen terlarut dalam lelehan tembaga harus diperhatikan karena selain untuk mengatur jumlah arsen yang masuk dalam terak juga untuk mencegah terlalu banyak tembaga yang teroksidasi dan masuk ke dalam terak sebagai Cu 2 O Pengaruh kandungan tembaga pada koefisien distribusi arsen Secara termodinamik menurut Itagaki 16), dengan semakin meningkatnya grade Cu di dalam matte maka koefisien aktivitas arsen turun dengan meningkatnya aktivitas Cu sebagaimana terlihat dalam gambar 4.5. Gambar 4.5 Hubungan kandungan Cu di matte dan aktivitas unsur minor 13) BAB IV PEMBAHASAN 52

11 Sejalan dengan penurunan koefisien aktivitas arsen maka dengan peningkatan grade Cu seharusnya nilai koefisien distribusi arsen juga akan terus meningkat. Tetapi harus diperhatikan bahwa data yang diberikan Itagaki hanya sampai dengan kandungan Cu 80% saja (matte), sementara kandungan tembaga pada blister sekitar 97-99%. Diasumsikan pada blister terjadi fenomena yang sama walau pada selang kandungan tembaga yang berbeda. Dari persamaan 2.8 terlihat bahwa koefisien distribusi arsen dalam lelehan tembaga berbanding lurus dengan koefisien aktivitas arsen. Sehingga dengan kenaikan grade Cu dalam lelehan tembaga maka koefisien distribusi akan semakin kecil. (2.8) Hasil dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh kandungan tembaga terhadap koefisien distribusi arsen di tanur anoda PT. Smelting dapat dilihat di tabel 4.6 yang kemudian dialurkan dalam bentuk kurva di gambar 4.6. Tabel 4.6: Dampak perubahan grade tembaga dalam anoda terhadap koefisien distribusi arsen Lot Koef. dist. grade Cu BAB IV PEMBAHASAN 53

12 Gambar 4.6 Grafik hubungan kandungan tembaga anoda dan koefisien distribusi arsen (± C, kg blister, Nm 3 O 2 ) Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa pada penambahan fluks sebanyak 750 kg dan 1500 kg terdapat kecenderungan nilai koefisien distribusi meningkat dengan meningkatnya kandungan tembaga dalam lelehan tembaga. Menurut Zhong 24) hal ini disebabkan karena kandungan Cu dalam lelehan tembaga menentukan aktivitas arsen. Arsen memiliki tekanan uap yang tinggi yaitu sekitar 1, atm sehingga mudah untuk terpisah dalam bentuk spesi gasnya. Dengan kandungan tembaga yang tinggi akan menurunkan tekanan uap dari arsen yang menyebabkan arsen cenderug untuk tetap tinggal dalam lelehan. Sementara pada penambahan fluks sebanyak 1000 kg koefisien distribusi cenderung turun seiring dengan kenaikan kandungan tembaga. Hal ini mungkin disebabkan melarutnya kembali arsen dari terak ke dalam lelehan tembaga. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa semakin baik proses pemurnian, dimana dalam hal ini tampak dengan tingginya kandungan tembaga, maka arsen yang masuk ke dalam terak juga semakin banyak. BAB IV PEMBAHASAN 54

13 Pada proses pemurnian oksidasi, yang terjadi bukan hanya oksidasi unsurunsur minor tetapi juga tembaga dengan reaksi sebagai berikut: (4.6) Keberadaan Cu 2 O ini dapat dipergunakan untuk melihat tingkat oksidasi dari proses oksidasi. Semakin tinggi tingkat oksidasi berarti semakin baik proses pemisahan unsur pengotor dari lelehan tembaga. Semakin tinggi kandungan Cu 2 O dalam terak berarti semakin tinggi juga tingkat oksidasi dari proses. Untuk melihat pengaruh dari tingkat oksidasi terhadap koefisien distribusi arsen, dilakukan penelitian menghasilkan data sebagai berikut: Tabel 4.7: Dampak perubahan kandungan tembaga dalam terak terhadap koefisien distribusi arsen. Lot Koef. Dist. %Cu 2 O BAB IV PEMBAHASAN 55

14 Gambar 4.7 Hubungan antara prosentase tembaga di terak dan koefisien distribusi arsen (± C, kg blister, Nm 3 O 2 ) Dari gambar 4.7 terlihat bahwa ada kecenderungan peningkatan nilai koefisien distribusi arsen seiring dengan meningkatnya kandungan tembaga dalam terak. Menurut Zhong 25) keberadaan Cu 2 O dalam terak akan menurunkan koefisien aktivitas arsen dalam terak, yang menyebabkan arsen lebih stabil dalam terak. Hal ini menyebabkan semakin banyak arsen yang masuk ke dalam terak. Keberadaan Cu 2 O di terak dalam jumlah yang besar dalam terak juga merugikan secara ekonomis. Maka diperlukan suatu kondisi proses yang secara optimal dapat mengeliminasi unsur pengotor namun dapat menjaga kandungan oksida tembaga dalam terak serendah mungkin. BAB IV PEMBAHASAN 56

15 4.1.5 Pengaruh temperatur operasi pada koefisien distribusi arsen Proses pemurnian oksidasi dilakukan pada temperatur tinggi agar secara kinetika proses dapat berlangsung dengan cepat. Sedangkan proses oksidasi pengotor pada umumnya adalah reaksi eksoterm. Tanur anoda PT. Smelting beroperasi pada kisaran temperatur 1100 o C. Perubahan koefisien distribusi arsen dapat dilihat juga dari perubahan koefisien aktivitas arsen. Dalam BAB II telah dikemukakan bahwa dengan koefisien distribusi berbanding lurus dengan koefisien aktivitas arsen dengan asumsi kondisi parameter yang lain tetap. (2.8) Penelitian yang dilakukan oleh Zhong 25) menunjukkan bahwa hubungan antara temperatur dan koefisien aktivitas dapat direpresentasikan oleh persamaan (1473 K T 1533 K) (2.16) Nilai koefisien aktivitas dapat diperoleh dari nilai kapasitas arsen. Kapasitas arsen didefinisikan dari persamaan 2.39 sehingga kemudian diperoleh kapasitas arsen seperti dalam tabel 4.8. C AsO 3 4 ( wt% AsO = a P As O 2 ) (2.39) BAB IV PEMBAHASAN 57

16 Tabel 4.8 : Kapasitas arsen lot AsO4 Kapasitas arsen Data dari tabel 4.8 kemudian dimasukkan pada persamaan 2.45 untuk mendapatkan nilai koefisien aktivitas arsen dalam tabel 4.9 C 3 = AsO4 L M { n } As AsO4 T 5/4 γ AsPO 2 (2.45) Tabel 4.9 : Dampak perubahan temperatur operasi terhadap koefisien aktivitas As lot T oks.( C) log γas Data hasil perhitungan tersebut kemudian diplot pada grafik pada gambar 4.8 dan dibandingkan dengan kurva teoritis yang dibuat berdasarkan penelitian oleh Zhong 25). BAB IV PEMBAHASAN 58

17 Gambar 4.8 Hubungan temperatur dan koefisien aktivitas arsen ( kg blister, Nm 3 O 2 ) Dari grafik pengaluran hasil pengamatan terlihat bahwa ada kecenderungan nilai koefisien aktivitas turun dengan naiknya temperatur proses berbeda dengan kurva teoritis. Nilai koefisien aktivitas arsen hasil penelitian jauh lebih tinggi dibandingkan perhitungan secara teoritis. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruhi koefisien aktivitas arsen selain temperatur. Tekanan parsial oksigen, kandungan tembaga dan parameter operasi lainnya mungkin adalah faktor yang menyebabkan fenomena tersebut. Selain itu, menurut Zhong 25) temperatur hanya memiliki pengaruh kecil terhadap koefisien aktivitas arsen dalam blister. Tetapi temperatur harus tetap dijaga sekitar C agar secara kinetika reaksi dapat berlangsung dengan cepat dan menjaga viskositas terak sehingga mudah dipisahkan. BAB IV PEMBAHASAN 59

18 4.1.6 Distribusi Arsen dalam gas Di proses pemurnian oksidasi, arsen tidak hanya terdistribusi ke dalam terak dan lelehan saja tapi juga ke dalam bentuk gas. Untuk mengetahui distribusi arsen dalam fasa gas dapat dilihat dalam tabel Tabel Kehilangan As ke dalam fasa gas tahap kadar arsen (ppm) Akhir pra-oksidasi Penambahan As kadar As (l) teoritis Awal oksidasi Kehilangan As dalam gas Persentase yang hilang (%) Dari tabel 4.10 terlihat bahwa terjadi kehilangan arsen yang cukup besar yaitu berkisar 45% sampai 83%. Kehilangan dengan cukup besar ini mungkin disebabkan arsen memiliki nilai tekanan uap yang relatif tinggi yaitu pada C sekitar 1, atm 18) sehingga arsen lebih mudah untuk hilang dalam fasa gas dibandingkan berada dalam fasa terak maupun lelehan. Kehilangan arsen dalam fasa gas melalui reaksi membentuk As 2 dan As 4 seperti ditunjukkan dalam persamaan (4.7) dan (4.9). (4.7) (4.8) (4.9) (4.10) Dari persamaan nilai energi bebas masing-masing reaksi pembentukan gas As 2 dan As 4 dari hasil perhitungan terlihat pada temperatur operasi BAB IV PEMBAHASAN 60

19 pemurnian oksidasi ( C), reaksi pembentukan As 4 memliki nilai energi bebas yang lebih negatif. Jadi secara termodinamika, arsenik lebih cenderung untuk membentuk As 4 dibandingkan As 2. Tetapi karena tidak dilakukan analisis terhadap kandungan gas buang dari tanur anoda maka tidak diketahui komposisi gas buang yang menunjukkan perbandingan kadar As 2 dan As 4. Hasil penelitian ini menunjukkan penambahan logam arsen pada awal proses oksidasi ternyata tidak efektif karena banyak arsen yang hilang setelah dilakukan proses oksidasi ASPEK KINETIKA OKSIDASI ARSEN Dalam studi ini aspek kinetika oksidasi arsen pada proses deleading tidak sepenuhnya dapat ditunjukkan karena diperlukan pengamatan dari waktu ke waktu atas perubahan yang terjadi pada parameter operasi dan pengaruhnya terhadap kandungan arsen masing-masing di dalam logam blister dan terak agar perubahan yang terjadi sebagai fungsi temperatur dapat diamati. Hal ini tidak dapat dilakukan pada proses yang berjalan di pabrik, ditambah lagi lamanya waktu proses yang selama ini diterapkan dalam operasi deleading diperkirakan telah melebihi waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan sehingga pembahasan yang dapat dilakukan berdasarkan pada aspek kesetimbangan termodinamika prosesnya. Sebagai gambaran umum berikut ini ditunjukkan perubahan kandungan arsen pada berbagai tahap proses oksidasi. BAB IV PEMBAHASAN 61

20 Perubahan kadar arsen selama proses tersebut dapat dilihat dari hasil berikut: Tabel 4.11 : Perubahan kadar As dalam fasa logam terhadap waktu tahap waktu (menit) kadar arsen (ppm) Blister Praoksidasi Praoksidasi Praoksidasi Perubahan selama pra-oksidasi (%) Penambahan As kadar As teoritis Awal oksidasi variatif Kehilangan As dalam gas Persentase yang hilang (%) Akhir oksidasi variatif Perubahan selama oksidasi (%) Keterangan: tanda (-) berarti terjadi peningkatan kadar [As] Cu dari kadar awal Gambar 4.9 Perubahan kandungan arsen dalam tembaga BAB IV PEMBAHASAN 62

21 Dari tabel 4.10 dan grafik di gambar 4.9 terlihat bahwa perubahan kandungan arsen sangat bervariasi, namun pada umumnya kehilangan arsen sebagian besar terjadi pada proses pra-oksidasi. Sebelum tahap oksidasi, yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan kandungan Pb (De-leading), dilakukan penambahan As terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk mengimbangi kehilangan arsen dalam bentuk gas As 2 dan As 4. Selama proses oksidasi selanjutnya umumnya kandungan As dapat dipertahankan dimana kenaikan atau penurunan kandungan As relatif kecil kecuali pada lot 6390 dimana terjadi peningkatan sebesar 133%. Sejauh ini penyebab fenomena tersebut belum diketahui. BAB IV PEMBAHASAN 63

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pengolahan konsentrat tembaga menjadi tembaga blister di PT. Smelting dilakukan menggunakan proses Mitsubishi. Setelah melalui tiga tahapan proses secara sinambung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR MINOR DALAM PELEBURAN TEMBAGA Unsur-unsur minor dalam fasa leburan tembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR MINOR DALAM PELEBURAN TEMBAGA Unsur-unsur minor dalam fasa leburan tembaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR MINOR DALAM PELEBURAN TEMBAGA 2.1.1. Unsur-unsur minor dalam fasa leburan tembaga Termodinamika dapat digunakan untuk memprediksi perilaku unsur minor di dalam

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PROSES DELEADING TERHADAP DISTRIBUSI ARSENIK DI DALAM TANUR ANODA PT. SMELTING, GRESIK TUGAS AKHIR

STUDI PENGARUH PROSES DELEADING TERHADAP DISTRIBUSI ARSENIK DI DALAM TANUR ANODA PT. SMELTING, GRESIK TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH PROSES DELEADING TERHADAP DISTRIBUSI ARSENIK DI DALAM TANUR ANODA PT. SMELTING, GRESIK TUGAS AKHIR Dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik Metalurgi Di Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Untuk menentukan distribusi As dalam tanur anoda, dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap komposisi kimia dari tembaga hasil proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Permasalahan industri Kandungan unsur Pb yang tinggi dalam tembaga blister Studi literatur Perilaku unsur timbal dalam tanur anoda Perilaku

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU UNSUR TIMBAL (Pb) PADA PROSES DELEADING DI TANUR ANODA PT. SMELTING, GRESIK TUGAS AKHIR

STUDI PERILAKU UNSUR TIMBAL (Pb) PADA PROSES DELEADING DI TANUR ANODA PT. SMELTING, GRESIK TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU UNSUR TIMBAL (Pb) PADA PROSES DELEADING DI TANUR ANODA PT. SMELTING, GRESIK TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi syarat meraih gelar sarjana pada Program Studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi

Lebih terperinci

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst) Vol 5 (2), 2013 ISSN :

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst) Vol 5 (2), 2013 ISSN : Abstrak Pembuatan Operator Training Simulator Unit Smelter pada Pabrik Pemurnian Tembaga Menggunakan Fasilitas Pemrograman Function Block Distributed Control System Widya Prapti Pratiwi, Estiyanti Ekawati

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA K I M I A PROGRAM STUDI IPA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan persiapan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

12) Kusumawardhana, A Pengaruh Tingkat Oksidasi terhadap Kadar Sulfur dan Oksigen pada Proses Pemurnian Oksidasi di PT. Smelting, Gresik.

12) Kusumawardhana, A Pengaruh Tingkat Oksidasi terhadap Kadar Sulfur dan Oksigen pada Proses Pemurnian Oksidasi di PT. Smelting, Gresik. DAFTAR PUSTAKA 1) Antrekowitsch, H. et al. 2002. Pyrometallurgical Refining of Copper in an Anode Furnace. Department of Nonferrous Metallurgy : Austria. 2) Biswas, A. K. and W. G. Davenport. 1994. Extractive

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016

PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016 PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016 DISUSUN OLEH Amaldo Firjarahadi Tane 1 31. 32. MATERI: SISTEM PERIODIK UNSUR Energi pengionan disebut juga energi ionisasi. Setiap unsur bisa mengalami energi ionisasi berkali-kali,

Lebih terperinci

Stoikhiometri : dan metron = mengukur. Membahas tentang : senyawa) senyawa (stoikhiometri. (stoikhiometri. reaksi)

Stoikhiometri : dan metron = mengukur. Membahas tentang : senyawa) senyawa (stoikhiometri. (stoikhiometri. reaksi) STOIKHIOMETRI Stoikhiometri : Dari kata Stoicheion = unsur dan metron = mengukur Membahas tentang : hub massa antar unsur dalam suatu senyawa (stoikhiometri senyawa) dan antar zat dalam suatu reaksi (stoikhiometri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X ) SKL 2 Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia. o Menganalisis persamaan reaksi kimia o Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan Hukum III termodinamika Hukum termodinamika terkait dengan temperature nol absolute. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu system mencapai temperature nol absolute, semua proses akan berhenti dan

Lebih terperinci

Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam

Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam sistem pada kesetimbangan Uap mengembun dengan laju

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

1. Tragedi Minamata di Jepang disebabkan pencemaran logam berat... A. Hg B. Ag C. Pb Kunci : A. D. Cu E. Zn

1. Tragedi Minamata di Jepang disebabkan pencemaran logam berat... A. Hg B. Ag C. Pb Kunci : A. D. Cu E. Zn 1. Tragedi Minamata di Jepang disebabkan pencemaran logam berat... A. Hg B. Ag C. Pb Kunci : A D. Cu E. Zn 2. Nomor atom belerang adalah 16. Dalam anion sulfida, S 2-, konfigurasi elektronnya adalah...

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi LOGO Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi Nur Rosid Aminudin 2708 100 012 Dosen Pembimbing: Dr. Sungging Pintowantoro,ST.,MT Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat dilaporkan dalam dua analisa, yakni secara kuantitatif dan kualitatif. Data analisa kuantitatif diperoleh dari analisa kandungan gliserol total, gliserol

Lebih terperinci

D. H 2 S 2 O E. H 2 S 2 O 7

D. H 2 S 2 O E. H 2 S 2 O 7 1. Jika gas belerang dioksida dialirkan ke dalam larutan hidrogen sulfida, maka zat terakhir ini akan teroksidasi menjadi... A. S B. H 2 SO 3 C. H 2 SO 4 D. H 2 S 2 O E. H 2 S 2 O 7 Reaksi yang terjadi

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1. DATA KARAKTERISASI BAHAN BAKU Proses penelitian ini diawali dengan karakterisasi sampel batu besi yang berbentuk serbuk. Sampel ini berasal dari kalimantan selatan. Karakterisasi

Lebih terperinci

KIMIA UMUM 1. PUTRI ANJARSARI, S.SI.,M.Pd 2015

KIMIA UMUM 1. PUTRI ANJARSARI, S.SI.,M.Pd 2015 KIMIA UMUM 1 PUTRI ANJARSARI, S.SI.,M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id 2015 PENDAHULUAN KULIAH KIMIA UMUM 1 3 sks mata kuliah wajib Tujuan Pembelajaran Mata kuliah ini untuk mengembangkan kompetensi dalam

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA METALLURGI

TERMODINAMIKA METALLURGI TERMODINAMIKA METALLURGI Termodinamika proses metalurgi termasuk Termodinamika metalurgi dan berbagai proses metalurgi terkait interaksi antara sistem. Untuk pembuatan baja, yang terlibat termasuk sistem

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses:

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis Proses Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: 1. Proses Recovery reaksi samping pembuatan soda ash ( proses solvay ) Proses solvay

Lebih terperinci

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif TUGAS 1 ELEKTROKIMIA Di kelas X, anda telah mempelajari bilangan oksidasi dan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 2. Alcock, C.B. Principles of Pyrometallurgy, Academic Press, 1976.

DAFTAR PUSTAKA. 2. Alcock, C.B. Principles of Pyrometallurgy, Academic Press, 1976. DAFTAR PUSTAKA 1. Acuna, Zuniga, Guibout. Arsenic slagging of high matte converting by limestone flux, Institute for Mining and Metallurgy Innovation. 2. Alcock, C.B. Principles of Pyrometallurgy, Academic

Lebih terperinci

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

1. Bilangan Oksidasi (b.o)

1. Bilangan Oksidasi (b.o) Reaksi Redoks dan Elektrokimia 1. Bilangan Oksidasi (b.o) 1.1 Pengertian Secara sederhana, bilangan oksidasi sering disebut sebagai tingkat muatan suatu atom dalam molekul atau ion. Bilangan oksidasi bukanlah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA Pengantar Besi (Fe) merupakan salah satu logam yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih di zaman modern seperti sekarang. Kelimpahannya

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016

PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016 PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016 DISUSUN OLEH Amaldo Firjarahadi Tane 1 31. 32. MATERI: SISTEM PERIODIK UNSUR Energi pengionan disebut juga energi ionisasi. Setiap unsur bisa mengalami energi ionisasi berkali-kali,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

TUGAS KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN FASE DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 : ANDI AZIS RUSDI MOH. SOFYAN HARMILA EKA YULIASTRI

TUGAS KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN FASE DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 : ANDI AZIS RUSDI MOH. SOFYAN HARMILA EKA YULIASTRI TUGAS KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN FASE DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 : ANDI AZIS RUSDI MOH. SOFYAN HARMILA EKA YULIASTRI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI Definisi Reduksi Oksidasi menerima elektron melepas elektron Contoh : Mg Mg 2+ + 2e - (Oksidasi ) O 2 + 4e - 2O 2- (Reduksi) Senyawa pengoksidasi adalah zat yang mengambil elektron

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Girindra Abhilasa 2710 100 096 Dosen Pembimbing : Sungging Pintowantoro S.T., M.T., Ph.D Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN

KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN 1. Suatu reaksi dikatakan mencapai kesetimbangan apabila. A. laju reaksi ke kiri sama dengan ke kanan B. jumlah koefisien reaksi ruas kiri sama dengan ruas kanan

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia Stoikiometri Larutan - Soal Doc. Name: RK13AR11KIM0601 Doc. Version : 2016-12 01. Zat-zat berikut ini dapat bereaksi dengan larutan asam sulfat, kecuali... (A) kalsium

Lebih terperinci

STOIKIOMETRI Konsep mol

STOIKIOMETRI Konsep mol STOIKIOMETRI Konsep mol Dalam hukum-hukum dasar materi ditegaskan bahwa senyawa terbentuk dari unsur bukan dengan perbandingan sembarang tetapi dalam jumlah yang spesifik, demikian juga reaksi kimia antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2!

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2! BAB 7 STOKIOMETRI A. Massa Molekul Relatif Massa Molekul Relatif (Mr) biasanya dihitung menggunakan data Ar masing-masing atom yang ada dalam molekul tersebut. Mr senyawa = (indeks atom x Ar atom) Contoh:

Lebih terperinci

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Percobaan dasar spektrofotometri serapan atom. b. Penentuan konsentrasi sampel dengan alat spektrofotometri

Lebih terperinci

Soal Soal Kesetimbangan Kimia. Proses Haber-Bosch merupakan proses pembentukan atau produksi ammonia berdasarkan reaksi:

Soal Soal Kesetimbangan Kimia. Proses Haber-Bosch merupakan proses pembentukan atau produksi ammonia berdasarkan reaksi: Nama : Fitria Puspita NIM : 1201760 Kelas : Pendidikan Kimia A Soal Soal Kesetimbangan Kimia SBMPTN 2014 Untuk soal no 1-3, bacalah narasi berikut. Proses Haber-Bosch merupakan proses pembentukan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

Hand Out HUKUM FARADAY. PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna. Oleh: LAURENSIUS E. SERAN.

Hand Out HUKUM FARADAY. PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna. Oleh: LAURENSIUS E. SERAN. Hand Out HUKUM FARADAY Disusun untuk memenuhi tugas work shop PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna Oleh: LAURENSIUS E. SERAN 607332411998 Emel.seran@yahoo.com UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

Kesetimbangan Kimia. Bab 4

Kesetimbangan Kimia. Bab 4 Kesetimbangan Kimia Bab 4 Standar Kompetensi 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri Kompetensi

Lebih terperinci

Pembahasan Soal-soal Try Out Neutron, Sabtu tanggal 16 Oktober 2010

Pembahasan Soal-soal Try Out Neutron, Sabtu tanggal 16 Oktober 2010 Pembahasan Soal-soal Try Out Neutron, Sabtu tanggal 16 Oktober 2010 26. Diketahui lambing unsur Fe, maka jumlah p +, e - dan n o dalam ion Fe 3+ adalah.... Jawab :, Fe 3+ + 3e - Fe [ 18 Ar] 4s 2 3d 6 [

Lebih terperinci

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112) TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI112) NAMA : Tanda Tangan N I M : JURUSAN :... BERBAGAI DATA. Tetapan gas R = 0,082 L atm mol 1 K 1 = 1,987 kal mol 1 K 1 = 8,314 J mol 1 K 1 Tetapan Avogadro = 6,023 x 10

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 Kimia

Antiremed Kelas 11 Kimia Antiremed Kelas 11 Kimia Stoikiometri Larutan - Latihan Soal Doc. Name: AR11KIM0699 Doc. Version : 2012-07 01. Zat-zat berikut ini dapat bereaksi dengan larutan asam sulfat, kecuali... (A) kalsium oksida

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA Part I IKATAN KIMIA CHEMISTRY Summer Olympiad Camp 2017 - Kimia SMA 1. Untuk menggambarkan ikatan yang terjadi dalam suatu molekul kita menggunakan struktur Lewis atau 'dot and cross' (a) Tuliskan formula

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 HASIL PENELITIAN BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil penelitian, persentase kemampuan siswa kelas dalam menyelesaikan soal-soal persamaan reaksi kimia dapat dilihat pada tabel dibawah

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE KIMIA SMA TINGKAT KOTA/KABUPATEN TAHUN 2011 TIPE II

SOAL OLIMPIADE KIMIA SMA TINGKAT KOTA/KABUPATEN TAHUN 2011 TIPE II 1 SOAL OLIMPIADE KIMIA SMA TINGKAT KOTA/KABUPATEN TAHUN 2011 TIPE II 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi kinetik yang tersimpan dalam materi B. Energi kimia dapat dibebaskan

Lebih terperinci

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 Pilihlah jawaban yang paling benar LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 TATANAMA 1. Nama senyawa berikut ini sesuai dengan rumus kimianya, kecuali. A. NO = nitrogen oksida B. CO 2 = karbon dioksida C. PCl

Lebih terperinci

1. Fabrikasi Struktur Baja

1. Fabrikasi Struktur Baja 1. Fabrikasi Struktur Baja Pengertian proses fabrikasi komponen struktur baja secara umum adalahsuatu proses pembuatan komponen-komponen struktur baja dari bahanprofil baja dan atau plat baja. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang elekronik seperti handphone, komputer dan laptop semakin meningkat.

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75.

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75. A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Saat ini Asia Tenggara adalah produsen biodiesel terbesar di Asia dengan total produksi 1.455 juta liter per tahun. Hal ini didukung dengan ketersediaan tanaman kelapa,

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 SELEKSI KABUPATEN / KOTA JAWABAN (DOKUMEN NEGARA) UjianTeori. Waktu: 100 menit

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 SELEKSI KABUPATEN / KOTA JAWABAN (DOKUMEN NEGARA) UjianTeori. Waktu: 100 menit OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 SELEKSI KABUPATEN / KOTA JAWABAN (DOKUMEN NEGARA) UjianTeori Waktu: 100 menit Kementerian Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Managemen Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

MODUL 9. Satuan Pendidikan : SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : X/2

MODUL 9. Satuan Pendidikan : SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : X/2 MODUL 9 Satuan Pendidikan : SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : X/2 I. Standar Kompetensi Memahami sifat-sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit, serta oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis 1 Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis Capaian Pembelajaran Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada sel elektrolisis Subcapaian pembelajaran: 1. Mengamati reaksi yang

Lebih terperinci

AMALDO FIRJARAHADI TANE

AMALDO FIRJARAHADI TANE DISUSUN OLEH AMALDO FIRJARAHADI TANE PEMBAHASAN UTUL UGM KIMIA 2013 Page 1 1. 2. MATERI: HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA Di soal diketahui dan ditanya: m (NH 2 ) 2 CO = 12.000 ton/tahun (pabrik) m N 2 = ton/tahun?

Lebih terperinci

AMALDO FIRJARAHADI TANE

AMALDO FIRJARAHADI TANE DISUSUN OLEH AMALDO FIRJARAHADI TANE PEMBAHASAN UTUL UGM KIMIA 2013 Page 1 1. 2. MATERI: TERMOKIMIA Pada soal diketahui dan ditanya: ΔH c C 2 H 5 OH = -1380 kj/mol ΔH d C 6 H 12 O 6 = -60 kj/mol ΔH c C

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015 JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015 EKSTRAKSI LOGAM KROMIUM (Cr) DAN TEMBAGA (Cu) PADA BATUAN ULTRABASA DARI DESA PUNCAK MONAPA KECAMATAN LASUSUA KOLAKA UTARA MENGGUNAKAN LIGAN POLIEUGENOL

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KESETIMBANGAN KIMIA 1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi reaksi kimia reversible dan irreversible..

Lebih terperinci

BAB IV TERMOKIMIA A. PENGERTIAN KALOR REAKSI

BAB IV TERMOKIMIA A. PENGERTIAN KALOR REAKSI BAB IV TERMOKIMIA A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI. 1.Menjelaskan sifat- sifat

STANDAR KOMPETENSI. 1.Menjelaskan sifat- sifat SKL 1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah menafsirkan data, menarik kesimpulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI Materi ( zat ) adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Batu, kayu, daun, padi, nasi, air, udara merupakan beberapa contoh materi. Sifat Ekstensif

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS ) LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS ) 1. Sebanyak 2 gram suatu logam alkali tanah dilarutkan dalam asam klorida menghasilan 1,25 liter gas hidrogen ( T,P ).Pada ( T,P ) yang sama 5,6 gram N 2 mempunyai volume

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam Diagram Fasa Latar Belakang Umumnya logam tidak berdiri sendiri (tidak dalam keadaan murni Kemurnian Sifat Pemaduan logam akan memperbaiki sifat logam, a.l.: kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi,

Lebih terperinci

KIMIA ELEKTROLISIS

KIMIA ELEKTROLISIS KIMIA ELEKTROLISIS A. Tujuan Pembelajaran Mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi pada reaksi elektrolisis larutan garam tembaga sulfat dan kalium iodida. Menuliskan reaksi reduksi yang terjadi di

Lebih terperinci

REDOKS dan ELEKTROKIMIA

REDOKS dan ELEKTROKIMIA REDOKS dan ELEKTROKIMIA Overview Konsep termodinamika tidak hanya berhubungan dengan mesin uap, atau transfer energi berupa kalor dan kerja Dalam konteks kehidupan sehari-hari aplikasinya sangat luas mulai

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )_ 1

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )_ 1 LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )_ 1 1. Perhatikan reaksi berikut: CaCO 2 (s) CaO (s) + CO 2 (g) H = 178 KJ/mol. Jelaskan! a. Arah kesetimbangan ditambahkan CaCO 2 (s) b. Tiga kemungkinan yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

MODUL SEL ELEKTROLISIS

MODUL SEL ELEKTROLISIS MODUL SEL ELEKTROLISIS Standar Kompetensi : 2. Menerapkan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasar : 2.2. Menjelaskan reaksi oksidasi-reduksi

Lebih terperinci