BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah penduduk di Indonesia meningkat sebesar 7% dari tahun 2010 hingga tahun 2015, dengan jumlah penduduk ribu jiwa di tahun 2010 dan ribu jiwa di tahun Dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut berdampak pula pada peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum masyarakat yaitu infrastruktur. Pengadaan infrastruktur membutuhkan dana yang sangat besar, sehingga jika hanya dibebankan oleh pemerintah melalui dana APBN maupun APBD tentunya tidak akan mampu tercukupi. 2 Data Kebutuhan Estimasi Kebutuhan Investasi Infrastruktur oleh Bappenas, menyebutkan bahwa total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur kurang lebih hanya 31% saja yang mampu dibiayai oleh pemerintah melalui APBN, sementara sisanya yaitu kurang lebih 69% direncanakan diperoleh dari sumber lain di luar APBN. 3 Melihat keterbatasan pemerintah dalam penyediaan dana melalui APBN untuk pembangunan 1 diakses tanggal 20 Februari 2015 pukul diakses tanggal 27 Februari 2015 pukul Ibid. 1

2 2 infrastruktur maka dituntut adanya model atau pola baru sebagai alternatif pembiayaan proyek pembangunan. Pemerintah Daerah yang notabene mengandalakan APBD sebagai sumber pembiayaan ternyata juga mengalami keterbatasan sumber-sumber pembiayaan. Hal ini dirasa wajar karena walaupun sudah ditetapkan kebijakan otonomi daerah yang mewajibkan daerah mencari dana sendiri untuk pembiayaan kepentingan daerah masingmasing namun salah satu sumber APBD sebagian besar juga berasal dari pemerintah pusat sehingga apabila ada daerah yang tidak bisa mencari dana sendiri maka sangat bergantung kepada pemerintah pusat. 4 Berdasarkan fakta di atas, maka diperlukan partisipasi swasta sehingga pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dapat dipenuhi melalui kerjasama antara pemerintah dan swasta. Dewasa ini terdapat beberapa pola-pola partisipasi swasta dalam hal pembiayaan proyek infrastruktur. Pola-pola yang terdapat dalam praktik antara lain seperti BOT (Build Operate Transfer), BTO (Build Transfer Operate) BROT (Build Rent Operate Transfer), KSO (Kerjasama Operasional atau Joint Operation). 5 Salah satu pola yang memungkinkan pihak swasta berpartisipasi dalam pembiayaan proyek infrastruktur adalah pengadaaan proyek pemerintah dengan sistem BOT (Build Operate Transfer). Dalam praktiknya dewasa ini proyek-proyek pembangunan infrastruktur 4 Ibid. 5 Gedhe Abdhi Prabawa, 2014, Kajian Hukum Terhadap Perjanjian Build Operate And Transfer (BOT) Untuk Melindungi Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Menunjang Sektor Pariwisata, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hlm. 2

3 3 seperti jalan tol, bangunan, jaringan telekomunikasi tetap dapat direalisasikan walaupun terdapat keterbatasan sumber dana oleh pemerintah. BOT adalah sebuah kontrak atau perjanjian antara pemilik proyek (pemerintah) dengan pihak lain sebagai operator atau pelaksana proyek. 6 Dalam hal ini pemilik proyek memberikan hak kepada operator atau pelaksana untuk membangun sebuah sarana dan prasarana (umum) serta mengoperasikannya untuk selama jangka waktu tertentu dan mengambil seluruh atau sebagian keuntungan dan pada akhir masa kontrak harus mengembalikan proyek tersebut pada pemilik proyek. 7 Apabila berjalan sesuai dengan rencana maka pada akhir masa kontrak, atau pada saat proyek tersebut harus dikembalikan pada pemerintah maka kontraktor telah dapat mengembalikan semua biaya yang telah dikeluarkan ditambah dengan sejumlah keuntungan yang diharapkan dari proyek tersebut. 8 Obyek BOT diantaranya adalah bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan yang merupakan komponen utama tersebut disebut sebagai bangunan komersial dan bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk tujuan yaitu pembangunan prasarana umum, pembangunan property, dan pembangunan prasarana produksi. BOT (Build Operate Transfer) dapat menjadi salah satu pilihan yang menguntungkan bagi pemerintah dalam pengadaan proyek infrastruktur yang membutuhkan partisipasi swasta. Kelebihan model BOT ini diantaranya 6 Budi Santoso, 2008, Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur dengan Model BOT (Build Operate Transfer),Genta Press, Yogyakarta.hlm Ibid. 8 Ibid.

4 4 adalah bagi publik tentunya akan mendapatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat, hak penguasaan bagi pelaksana proyek tinggi terhadap infrastruktur yang dibangunnya, dan bagi pemiliki proyek yakni dapat mengurangi beban penggunaan dana APBN atau APBD atau pinjaman luar negeri dan juga secara finansial menguntungkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan studi kelayakan, dan lain sebagainya. Perjanjian BOT sekilas menawarkan solusi pendanaan bagi pemerintah, namun dalam pelaksanaannya ternyata BOT merupakan perjanjian yang cukup kompleks dan memiliki berbagai risiko dalam pelaksanaannya. Proyek Build, Operate, and Transfer (BOT) Pada umumnya melibatkan dana yang sangat besar. BOT juga rentan dengan beberapa risiko layaknya sebuah proyek pada umumnya, Risiko tersebut dapat timbul dari berbagai aspek. Risiko-risiko tersebut misalnya: risiko konstruksi, risiko biaya yang ternyata melebihi estimasi semula, risiko politik, risiko musibah, risiko tidak diperolehnya bahan baku yang sangat dibutuhkan untuk proyek. Risiko tersebut memang mungkin terjadi mengingat perjanjian BOT merupakan perjanjian yang kompleks dan memerlukan dana yang besar. Selain risiko diatas sebuah perjanjian juga tidak lepas dari kemungkinan adanya wanprestasi. Wanprestasi dalam perjanjian BOT (Build Operate Transfer) mempunyai kemungkinan yang sangat besar untuk terjadi karena dilihat dari prestasi para pihak yang cukup kompleks. Wanprestasi dapat terjadi apabila kesanggupan untuk berbuat sesuatu yang awalnya tidak diperhitungkan secara matang.

5 5 Perjanjian dengan sistem BOT(Build Operate Transfer) juga pernah dilaksanakan di Yogyakarta. Pada tahun 1995 Pemerintah Kota Yogyakarta berencana membangun sebuah terminal bus tipe A di daerah Giwangan, Yogyakarta. Pembangunan Terminal bus ini bertujuan untuk menggantikan terminal bus yang awalnya berada di terminal Umbulharjo. Terminal bus Umbulharjo kondisinya sudah kurang memadai untuk menampung kendaraan dan penumpang sehingga mengganggu kelancaran aktivitas terminal tersebut. Pembangunan terminal bus tipe A yang lebih luas dengan fasilitas yang memadai dianggap solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut sehingga lahirlah keinginan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk membangun terminal bus tipe A di daerah Giwangan. Pembangunan terminal itu bukan tanpa masalah. Pada saat itu Pemerintah Kota Yogyakarta sepertinya mengalami keterbatasan dalam pembiayaan untuk merealisasikan proyek tersebut karena kemampuan keuangan yang bersumber dari APBD sangat terbatas dan harus terbagi dengan sektor lain. 9 Keterbatasan dana tersebut menyebabkan Pemerintah Kota Yogykarta perlu menjalin kemitraan dengan badan usaha swasta karena tidak mungkin hanya mengandalakan APBD saja. 10 Peran serta pihak swasta dirasa sangat diperlukan karena dalam pembangunan infrastruktur tidak hanya menemui hambatan mengenai keterbatasan pembiayaan namun juga keterbatasan sumber daya manusia 9 Wawancara dengan Bapak Heribertus Soedjatmiko, S.IP., pegawai pada Kantor Pemerintah Kota Yogyakarta Bagian Perekonomian, Pengembangan, Pendapatan Asli Daerah dan Kerjasama pada 12 Februari Ibid.

6 6 seperti tenaga ahli dan kemampuan manajemen. Pemerintah kota Yogyakarta kemudian mengadakan suatu bentuk kerjasama dengan Badan Usaha Swasta, Dasar hukum yang menjadi landasan kebijakan tersebut adalah Undang- Undang omor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Bab IX Pasal 87 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa: 1. Beberapa Daerah dapat mengadakan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. 2. Daerah dapat membentuk Badan Kerjasama Antar Daerah 3. Daerah dapat mengdakan kerjasama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama 4. Keputusan bersama dan atau kerjasama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perkotaan. Pemerintah Kota Yogyakarta kemudian mengadakan lelang tender untuk mencari investor yang dapat mengatasi permasalahan dana tersebut, namun hingga tahun 1998 belum ada investor yang serius untuk mendanai proyek tersebut. 11 Pada tahun 2002 Pemerintah Kota Yogyakarta mengadakan pelelangan umum Kerjasama Pemerintah dan Swasta pengelolaan Terminal Giwangan. PT. Perwita Karya akhirnya menjadi pemenang dalam proses lelang tender tersebut. Tahapan selanjutnya setelah resmi memenangkan tender dan melengkapi syarat administrasi adalah negosiasi antara Pemerintah 11 Ibid

7 7 Kota Yogyakarta dengan PT. Perwita Karya. Negosiasi antara kedua belah pihak tersebut akhirnya menghasilkan kespakatan Public Private Partnership (P3) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk pembangunan Terminal penumpang tipe A Giwangan di Yogyakarta menggunakan model BOT selama 30 tahun dengan rincian waktu 2 tahun sebagai masa pembangunan dan 28 tahun masa konsesi. 12 Kesepakatan tersebut tertuang dalam Perjanjian BOT (Build Operate Tranfer) Pemerintah Yogyakarta dengan PT. Perwita Karya mengenai Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A Giwangan Kota Yogyakarta. Kebijakan pemilihan kerjasama dengan sistem Build Operate Transfer ini berdasarkan alasan pemerintah Kota Yogyakarta yang sesuai dengan tujuan BOT yaitu pembangunan tanpa mengeluarkan dana. Pemilihan sistem kerjasama ini dikarenakan Pemerintah Kota Yogyakarta pada saat itu kesulitan dana untuk membangun terminal penumpang tipe A di Giwangan. 13 Dalam Perjanjian tersebut disetujui bahwa PT. Perwita Karya akan membangun terminal bus Giwangan di atas tanah seluas 5 hektar dengan spesifikasi terminal tipe A dengan fasilitas utama terminal (lintasan bus dan angkutan, kantor Dinas Perhubungan dan kantor pengelola, pool bus, dan lapangan parkir bus) serta fasilitas penunjang (toilet, musholla, tempat istirahat awak bus, parkir pengunjung, dan SPBU). 14 PT. Perwita Karya dengan segala perhitungannya 12 Ibid. 13 Ibid. 14 Pasal 3 Perjanjian Kerjasama antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan PT. Perwita Karya tentang Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A di Giwangan Kota Yogyakarta

8 8 merasa akan mampu menyelesaikan proyek tersebut tepat waktu dan akan mendapatkan kembali dana yang dikeluarkannya beserta keuntungannya. Perjanjian kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A Giwangan Kota Yogyakarta tersebut sekilas telah mengatur substansi yang mencerminkan unsur-unsur perjanjian Build Operate Transfer yaitu tahap pembangunan, pengelolaan dan penyerahan. Perjanjian tersebut juga mengatur mengenai hal-hal lain yang dianggap perlu dicantumkan seperti sanksi, wanprestasi, kontribusi dan masih banyak lagi. Perjanjian tersebut sekilas cukup lengkap untuk menjadi pedoman pelaksanaan perjanjian, namun nyatanya dalam pelaksanaan perjanjian tersebut timbul beberapa masalah yang sulit ditemukan penyelesaiaannya. Berdasarkan alasan tersebut penulis tertarik membahas konstruksi Perjanjian Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan PT. Perwita Karya dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori yang terkait dengan perjanjian Build Operate Transfer dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan PT. Perwita Karya

9 9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas permasalahan yang menjadi fokus penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konstruksi yuridis Perjanjian Kerjasama antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan PT. Perwita Karya tentang Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A di Giwangan Kota Yogyakarta? 2. Apakah substansi Perjanjian Build Operate Transfer dalam Perjanjian Kerjasama antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan PT. Perwita Karya tentang Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A di Giwangan Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan Perjanjian Build Operate Transfer yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan dan doktrin? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, Penulis menemukan tujuan penelitian hukum ini yang dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: 1. Tujuan Subjektif Memperoleh data untuk menjawab masalah-masalah yang diangkat untuk menyempurnakan penelitian ini dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 2. Tujuan Objektif Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai beriku :

10 10 a. Untuk mengetahui konstruksi yuridis perjanjian Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan antara pemerintah Kota Yogyakarta dan PT. Perwita Karya b. Untuk mengetahui implikasi Peraturan perundang-undangan dan doktrin mengenai perjanjian Build Operate Transfer dalam perjanjian Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan. D. Keaslian Penelitian Sepanjang Pengetahuan penulis berdasarkan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada dan juga melalui penelusuran jurnal online pernah ada penulisan hukum yang mengangkat topik mengenai perjanjian Build Operate Transfer, Penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. PEMENUHAN PEMBAYARAN KEPADA INVESTOR OLEH PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA AKIBAT PUTUSNYA PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH DENGAN STUDI KASUS PADA TERMINAL GIWANGAN YOGYAKARTA Ditulis oleh Mareta Dinda Kesuma pada tahun Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini cara pemenuhan pembayaran kembali biaya yang telah dikeluarkan oleh investor ketika suatu Perjanjian Bangun Guna Serah dinyatakan putus dan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan atas hak tagih pihak ketiga terhadap kredit yang diberikan kepada PT. Perwita Karya ketika tidak dapat melunasi piutang setelah Perjanjian Bangun Guna Serah dinyatakan

11 11 putus. Hasil penelitian ini adalah perjanjian Bangun Guna Serah antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan PT. Perwita Karya dinyatakan putus karena PT. Perwita Karya wanprestasi yaitu tidak melaksanakan pembangunan pusat perbelanjaan sebagaimana yang dicantumkan dalam perjanjian. Bersamaan dengan putusnya perjanjian tersebut, diadakan penghitungan terhadap aset dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh PT. Perwita Karya. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi pembayaran atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh PT. Perwita Karya berdasarkan hasil tim penilai independen yang telah menghitung aset-aset PT. Perwita Karya tersebut. 2. TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN BOT (BUILD OPERATE AND TRANSFER) DI ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN (STUDI KASUS PASAR SENTRA ANTASARI DI KOTA BANJARMASIN) Ditulis oleh Moelina Goenardi pada tahun Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah membahas mengenai konstruksi yuridis perjanjian dengan sistem BOT dalam peremajaan pasar Sentra Antasari yang disepakati antara Pemerintah Kota Banjarmasin dengan PT. Giri Jaladhi Wana, dan mengetahui substansi perjanjian BOT tersebut dalam rangka perlindungan hukum bagi pihak ketiga. Hasil penelitia ini menunjukkan (1) Konstruksi hukum perjanjian kerjasama sistem BOT dalam pembangunan kembali Pasar Sentra Antasari antara Pemerintah Kota Banjarmasin dengan PT. Giri Jaladhi Wana pada Perjanjian tersebut yang dasarnya mengacu pada prinsip kebebasan

12 12 berkontrak dapat dilihat pada pemilihan bentuk kontrak, dengan siapa membuat kontrak, isi perjanjian, dan pilihan kedudukan hukum yang umum dan tetap dalam kaitan dengan perjanjian dan segala akibat hukumnya. Perjanjian tersebut tidak banyak mengatur mengenai pihak ketiga, padahal pihak ketiga baik pedagang maupun pihak lain yang berminat atas toko atau kios dimaksud seharusnya diatur pula hak dan kewajibannya secara memadai. Pihak ketiga hanya diberikan perlindungan hukum yaitu dengan memberikan hak sewa selama 25 tahun kepada pihak pembeli atau penyewa dari PT Giri Jaladhi Wana. 3. KEDUDUKAN INVESTOR PEMENANG LELANG TERHADAP OBJEK BUILD OPERATE TRANSFER (BOT) YANG DIPAILITKAN (STUDI KASUS PADA PANGRANGO PLAZA BOGOR) Ditulis oleh T. Parangmono pada tahun Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini mengenai status pemenang lelang dan pihak yang dipailitkan terhadap objek BOT dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh pemenang lelang dalam mendapatkan haknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan investor pemenang lelang terhadap Objek Build Operate Transfer (BOT) atau Perjanjian Bangun Serah yang dipailitkan berdasarkan kenyataan yang ada PT. Girimulya Perkasa Jaya adalah pemenang lelang dari aset perjanjian BOT antara pemerintah kota Bogor dengan PT. Bogor Internusa Plaza. Status pemenang lelang dan pihak yang dipailitkan terhadap objek BOT pada kasus ini PT. Bogor Internusa Plaza dipailitkan oleh Hakim Pengadilan

13 13 Niaga Jakarta Pusat dengan nomor putusan 32/PKPU/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. Atas alasan ketidakmampuan melunasi utang-utangnya kepada kreditur sehingga aset obyek perjanjian kerjasama BOT dilelang oleh pemerintah Kota Bogor dan dimenangkan oleh PT. Girimulya Perkasa Jaya. Kendala yang dihadapi oleh pemenang lelang dalam mendapatkan haknya ada pada pendapat yang dikeluarkan oleh kemendagri bahwa menurut Pasal 41 ayat (6) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 perjanjian BOT hanya dilaksanakan maksimal 30 tahun. Permasalahn yang diangkat dalam ketiga judul tersebut memiliki perbedaan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis. Berdasarkan analisis singkat yang dilakukan terhadap penelitian diatas terdapat perbedaan yang mendasar yang dapat dilihat pada : 1. Objek Penelitian Objek yang diteliti yaitu Perjanjian Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan antara pemerintah Kota Yogyakarta dan PT. Perwita Karya. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai Konstruksi perjanjian Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan antara pemerintah Kota Yogyakarta dan PT. Perwita Karya dan kesesuaian substansi perjanjian tersebut dengan Peraturan Perundang-undangan dan teori mengenai perjanjian Build Operate Transfer

14 14 2. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dalam penulisan hukum ini dilaksanakan di Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya di Dinas Perhubungan dan Bagian Perekonomian, Pengembangan, Pendapatan Asli Daerah dan Kerjasama Serta di PT.Perwita Karya yang menangani langsung proyek Build Operate Transfer Terminal Penumpang Tipe A Giwangan. 3. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diangkat oleh penulis yaitu mengenai konstruksi yuridis Perjanjian Kerjasama antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan PT. Perwita Karya tentang Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A di Giwangan Kota Yogyakarta dan kesesuaian substansi perjanjian tersebut dengan Peraturan Perundang-undangan dan doktrin mengenai perjanjian Build Operate Transfer. Berdasarkan perbedaan yang telah disebutkan diatas dapat membuktikan bahwa dalam penulisan hukum ini tidak terdapat plagiasi walaupun tema yang diangkat sama yaitu mengenai perjanjian Build Operate Transfer. E. Manfaat Penelitian Penulis mengaharapkan hasil penelitian melalui penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dari bangku perkuliahan dan menambah pengetahuan penulis dalam bidang Hukum Perdata khususnya terkait Perjanjian Build Operate

15 15 Transfer, serta merupkan saraan penulis dalam melakukan penulisan hukum sebagai syarat meperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu hukum khususnya pada hukum perdata serta dapat memberi saran dan masukan bagi pemerintah dalam mengambil upayaupaya untuk mengatur dan mengawasi perjanjian Build Operate and Transfer agar lebih memberikan kepastian hukum dan melindungi para pihak dalam perjanjian tersebut. 3. Manfaat bagi masyarakat Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau informasi terkait perjanjian Build Operate Transfer kepada masyarakat sehingga masyarakat mengerti cara untuk mengaplikasikan perjanjian ini dan terlindungi kepentingannya. 4. Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dan menambah khasanah ilmu hukum dalam sistem perjanjian di Indonesia, khususnya perjanjian Build Operate Transfer.

BAB I PENDAHULUAN. melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang melaksanakan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai amanat Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai amanat Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai amanat Undang- Undang Dasar 1945, tentunya perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5.8%. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Indonesia yang termaktub

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1 BAB IV PENUTUP Berdasarkan dengan hasil temuan data yang telah diperoleh dilapangan yang telah disajikan dan dianalisis serta diinterpretasikan pada bab III, maka dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer

Lebih terperinci

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Ir. M. Saiful Imam, MM. Mantan Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk email: m.saiful.imam@gmail.com; saiful@adhi.co.id ABSTRAK Pada makalah ini akan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bahasan bab 6 dibagi dalam dua begian yaitu kesimpulan dan saran Kesimpulan ini merupakan hasil pembuktian Hipotesis yang diajukan yaitu ; Sistem kelembagaan dan kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 0 PENDAHULUAN 0 Dunia bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan investasi seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kebutuhan tenaga listrik dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa energi listrik memiliki peran yang strategis dalam mendukung kehidupan

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN Oleh: Soritaon Siregar, M. Soc. Sci. Kepala Pusat Investasi Pemerintah, Kementerian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian masyarakat. Tatanan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran utama yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional 2015-1019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dengan salah satu cirinya adalah pembangunan disegala bidang. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

Risiko Yang Mempengaruhi Public Private Partnership Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya. Carla Widha P

Risiko Yang Mempengaruhi Public Private Partnership Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya. Carla Widha P Risiko Yang Mempengaruhi Public Private Partnership Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya Carla Widha P. 3109203010 Latar Belakang Permumusan, Manfaat dan Tujuan Penelitian Perumusan Masalah 1. Risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Investasi dapat berasal dari luar negeri berupa penanaman modal asing. pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Investasi dapat berasal dari luar negeri berupa penanaman modal asing. pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi sebuah negara, penanaman modal atau investasi merupakan salah satu kata kunci yang memiliki peranan penting. Investasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pelayanan masyarakat, menciptakan keadilan dan pemerataan, serta mendorong

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pelayanan masyarakat, menciptakan keadilan dan pemerataan, serta mendorong 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberiksan wewenang kepada daerah untuk dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Dengan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan. dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan. dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN Pembangunan bangsa Indonesia dalam era globalisasi dilaksanakan secara terpadu dan terencana di segala sektor kehidupan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 193 Tahun 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR : 12 TAHUN : 2006 SERI : E NO. :5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia dapat diakses langsung, keberadaan gedung-gedung yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia dapat diakses langsung, keberadaan gedung-gedung yang `1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa konstruksi adalah sebuah sektor yang memegang peran penting dalam pembangunan Indonesia. Melalui sektor inilah, secara fisik kemajuan pembangunan Indonesia dapat

Lebih terperinci

Jenis Perjanjian KSO. Setiap jenis perjanjian tersebut memiliki hukum tersendiri

Jenis Perjanjian KSO. Setiap jenis perjanjian tersebut memiliki hukum tersendiri 1 Perjanjian KSO Perjanjian KSO sebagai perjanjian tidak bernama Perjanjian KSO tidak betulbetul bentuk baru perjanjian Sebenarnya bentuk dasar perjanjian KSO terdapat di dalam KUHPerdata Banyak jenis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah bermula dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seolah sudah menjadi tradisi tahunan yang wajib dirasakan apabila musim

BAB I PENDAHULUAN. seolah sudah menjadi tradisi tahunan yang wajib dirasakan apabila musim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir merupakan suatu masalah yang rentan mengancam bagi kota-kota besar di Indonesia yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang jauh lebih pesat dibandingkan pertumbuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 10 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 18 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Hal ini senada dengan asas Ubi societas ibi ius yang menerangkan bahwa dimana ada manusia disitulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat diperlukan oleh semua sektor.

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN I. Pendahuluan Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Keberadaan infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Wujud nyata dari

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Wujud nyata dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini Indonesia sedang melaksanakan kegiatan pembangunan di segala bidang baik fisik maupun nonfisik dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA BAB 4 4.1 INDIKASI PROGRAM Indikasi program merupakan penjabaran lebih lanjut kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perencanaan ke dalam program-program atau proyek-proyek pembangunan. Penyusunan

Lebih terperinci

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif Jakarta 31 Desember 2015 Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya infrastruktur dan menempatkan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah

BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan, baik oleh perorangan maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara BAB I PENDAHULUAN Pembangunan bangsa Indonesia dalam era globalisasi harus dilaksanakan secara terpadu dan terencana di segala sektor kehidupan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan akan rumah menempati kedudukan kedua setelah makanan. Tanpa rumah, manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia seperti sektor perdagangan,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta No.1486, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Ketersediaan Layanan. Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur.Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.08/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mempertahankan hidupnya haruslah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah bergantung pada kondisi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum islam merupakan bagian dalam tata hukum di Indonesia dimana bagi setiap muslim diwajibkan untuk menerapkan aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN INVESTOR DALAM PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI TERHADAP PEMBANGUNAN KOMPONEN TRANSPORTASI TERMINAL GIWANGAN DI KOTA YOGYAKARTA

TINJAUAN INVESTOR DALAM PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI TERHADAP PEMBANGUNAN KOMPONEN TRANSPORTASI TERMINAL GIWANGAN DI KOTA YOGYAKARTA TINJAUAN INVESTOR DALAM PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI TERHADAP PEMBANGUNAN KOMPONEN TRANSPORTASI TERMINAL GIWANGAN DI KOTA YOGYAKARTA (Poegoeh Soedjito) Email : poearum@yahoo.com ABSTRAK Terminal Umbulharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ekonomi atau homo economicus memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± 244.775.796 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1.49%/tahun dapat diperkirakan bahwa penduduk Indonesia akan menembus angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan sebagai salah satu cara untuk. itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan sebagai salah satu cara untuk. itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang menuntut diimbanginya kemajuan dalam segala bidang membuat hampir semua negara berkembang berlomba-lomba untuk melaksanakan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan PT. Cipta Graha Sejahtera adalah perusahaan nasional yang dibangun pada tahun 1987 sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi. Berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh pelosok wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 1

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh pelosok wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum, tujuan pembangunan nasional Indonesia ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan masyarakat secara adil dan merata diseluruh pelosok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas mempunyai peranan penting dalam menggerakkan dan mengarahkan pembangunan ekonomi dan perdagangan. Untuk mengelola perseroan perlu adanya modal, yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dalam berbagai sektor. Salah satu sektor pendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH

ANALISIS OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH ANALISIS OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH Dr. Perdana Wahyu Santosa Email: perdana.ws@gmail.com PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI-TAHAP 3/LANJUTAN BAGI KARYAWAN BPKD PEMPROV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real estate, properti, eksport import dan lain sebagainya menumbuhkan banyak perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK No. 39 IKATAN AKUNTAN INDONESIA AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 39 tentang AKUNTANSI KERJSAMA OPERASI telah disetujui

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN P EMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL Oleh FRANS S. SUNITO DIREKTUR UTAMA PT JASA MARGA (PERSERO) KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-8, HOTEL MERCURE,JAKARTA, 4-5 SEPTEMBER 2007 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH Oleh : Marsuki Disampaikan dalam acara Workshop Inn Red International dengan Tema : Manajemen Pembiayaan Infrasturktur Regional Pemerintah Daerah. Hotel

Lebih terperinci

BAB I` PENDAHULUAN. hidup daerah tersebut. Pembangunan juga merupakan usaha untuk. berkembang khususnya Indonesia masih menitikberatkan pembangunan

BAB I` PENDAHULUAN. hidup daerah tersebut. Pembangunan juga merupakan usaha untuk. berkembang khususnya Indonesia masih menitikberatkan pembangunan 1 BAB I` PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pembangunan suatu gedung merupakan kebutuhan yang ada dalam kehidupan modern sekarang ini, hal ini disebabkan karena tingkat pembangunan suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG

TINJAUAN HUKUM TENTANG Umtas, Vol. 7, No. 1, September 1998 - Februan 1999, 78-88 TINJAUAN HUKUM TENTANG BUILD-OPERATE-TRANSFER (BOT) Yoan Nursari Simanjuntak Fakultas Hukum Universitas Surabaya Abstrak Luasnya lahan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain dengan melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan. tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain dengan melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan. tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globlisasi mendorong peningkatan dalam setiap segi kehidupan masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TERMINAL BARANG DI KOTA DENPASAR

ANALISIS KINERJA DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TERMINAL BARANG DI KOTA DENPASAR ANALISIS KINERJA DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TERMINAL BARANG DI KOTA DENPASAR TESIS BAB I PENDAHULUAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki beberapa wilayah yang penduduknya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Banyaknya penduduk menjadikan Indonesia harus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 KELAYAKAN PROYEK BERDASARKAN KAJIAN BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM 4.1.1 Asumsi Proyeksi Keuangan Proyeksi Keuangan Rencana Jangka Panjang PAM JAYA tahun 2009-2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor kehutanan di Indonesia telah memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor kehutanan di Indonesia telah memiliki peranan penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor kehutanan di Indonesia telah memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional sebagai sumber terbesar perolehan devisa nonmigas, pelopor perkembangan

Lebih terperinci

STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI

STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN LAIN PEMBANGUNAN FASILITAS PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN LAIN PEMBANGUNAN FASILITAS PELAYANAN PUBLIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN LAIN PEMBANGUNAN FASILITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA

PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA Agenda 1. 2. 3. 4. Standar Pengaturan Bersama PSAK 66 Pengaturan Bersama Ilustrasi Pengaturan Bersama Diskusi PSAK 39 Kerjasama Operasi BOT BTO Perkembangan PSAK PSAK 12 Pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas untuk keberlangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas untuk keberlangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia hingga saat ini terus berkembang. Perkembangan dalam pembangunan tersebut dapat dilihat dari pemberitaan melalui media masa yang memberitakan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kepentingannya tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kepentingannya tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Manusia memerlukan bantuan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan ketersediaan dana semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya kegiatan pembangunan. Pembangunan yang pesat di segala bidang terutama

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci