BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer (BOT) atau bangun, kelola dan serah. Penerapan pola BOT ini melibatkan pihak asing sebagai investor untuk membangun berbagai infrastruktur di Indonesia, kemudian mengelolanya selanjutnya menyerahkan kembali infrastruktur tersebut kepada pemerintah setelah masa akhir konsesi berakhir. Alasan pemerintah menggunakan pola BOT ini adalah karena keterbatasan sumber daya manusia dan biaya. Pertimbangan lain pemerintah menerapkan pola BOT tersebut, yaitu: (1) tidak membebani neraca pembayaran pemerintah, (2) mengurangi jumlah pinjaman pemerintah maupun sektor publik lainnya, (3) merupakan tambahan sumber pembiayaan bagi proyek-proyek yang diprioritaskan, (4) tambahan fasilitas baru, (5) mengalihkan resiko bagi konstruksi, pembiayaan dan pengoperasian kepada pihak swasta, (6) mengoptimalkan kemungkinan pemanfaatan perusahaan maupun teknologi asing, (7) mendorong proses alih teknologi, (8) diperolehnya fasilitas yang lengkap dan operasional setelah masa akhir konsesi. (Budi Santoso, 2008) Sejalan dengan perkembangan dunia bisnis di Indonesia yang semakin pesat, maka bukan saja pemerintah yang menerapkan pola BOT ini tetapi juga oleh perusahaan swasta. Alasannya adalah dengan pola BOT ini perusahaan swasta sebagai investor tetapi tidak memiliki dana yang cukup, tidak perlu 1

2 membeli tanah/lahan untuk dijadikan sebagai tempat membangun proyeknya, tetapi cukup melakukan kerjasama dengan pemilik tanah. Dengan demikian perusahaan tidak perlu meminjam dana ke bank untuk membeli tanah tersebut, sehingga hutang lancar perusahaan tidak semakin bertambah. Hal ini tentu saja akan menjaga likuiditas perusahaan bersangkutan. Selain itu dengan pola BOT ini perusahaan akan mendapatkan tambahan pendapatan dari proyek yang dibangunnya, sehingga earnings (laba) perusahaan semakin bertambah. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa penerapan pola BOT berkorelasi positif terhadap tingkat likuiditas dan earnings suatu perusahaan. Oleh karena itu, pola BOT ini sangat cocok diterapkan bagi perusahaan yang mempunyai dana yang terbatas untuk membangun suatu proyek, tetapi ingin menjaga likuiditas dan earnings. Dalam konteks tersebut di atas, penerapan pola BOT telah dilakukan oleh PT. Bumi Resources, Tbk yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1973 merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam PT Bakrie & Brothers yang telah bergeraka dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi kandungan batubara (termasuk pertambangan dan penjualan batubara) dan eksplorasi minya. Adapun visi PT. Buni Resources, Tbk adalah menjadi perusahaan operator bertaraf internasional dalam sektor energi dan pertambangan. Sedangkan misinya adalah menjaga kesinambungan usaha dan daya saing perseroan dalam menghadapi persaingan terbuka di masa mendatang, dengan tujuan untuk: (1) meningkatkan hasil optimal untuk pemegang saham, (2) meningkatkan kesejahteraan para karyawan, (3) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di 2

3 daerah operasi pertambangan, (4) menjaga kelestrain lingkungan di seluruh areal operasi pertambangan. Sehubungan dengan uraian di atas, maka peneliti ingin mengkaji mengenai apakah terdapat korelasi antara Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas dan earnings, sehingga penulis tertarik untuk memilih judul : Studi Korelasi Penerapan Pola Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas dan earnings pada PT. Bumi Resources, Tbk 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat korelasi Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas pada perusahaan PT. Bumi Resources, Tbk? 2. Apakah terdapat korelasi Build Operate and Transfer (BOT) dengan earnings pada PT. Bumi Resources, Tbk? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, antara lain : 1. Untuk mengetahui korelasi Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas pada PT. Bumi Resources, Tbk 2. Untuk mengetahui korelasi Build Operate and Transfer (BOT) terhadap earnings pada PT. Bumi Resources, Tbk 3

4 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perusahaan PT. Bumi Resources, Tbk mengenai korelasi penerapan pola Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas dan earnings. 2. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai korelasi Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas dan earnings pada PT. Bumi Resources, Tbk 3. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya Batasan Masalah Agar pembahasan penelitian tidak terlalu meluas dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka pembahasan masalah dibatasi pada analisa Build Operate and Transfer (BOT) terhadap tingkat likuiditas dan earnings pada PT. Bumi Resources, Tbk 4

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pengertian Build, Operate and Transfer (BOT) Pola Build Operate and Transfer (BOT) atau bangun kelola serah merupakan kerjasama operasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dalam hal ini ada beberapa pengertian Build Operate and Transfer (BOT) menurut beberapa pihak. Walker (Herawati, 2002) mengatakan definisi atau pengertian Build Operate and Transfer (BOT) sebagai berikut : The grunting of a concession which empowers the right to operate and profit from the entity created by that concession. On expiry of the concession the entity transfer at no cost to those who granted the concession. Tiong (Herawati, 2002) mengatakan pengertian atau definisi Build Operate and Transfer (BOT) sebagai berikut : The BOT concept, which has actually been in use for centuries, requires the private sector to finance, design, build, operate and manage the facility and then transfer the asset free of charge to the government after a specified concession period. Menurut SAK (Standar Akuntansi Keuangan) No. 39 tentang kerjasama operasi (Herawati, 2002), pengertian atau definisi Build Operate and Transfer (BOT) sebagai berikut : Perjanjian antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing pihak sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan 5

6 aktiva dan atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung resiko usaha tersebut. Menurut perpajakan (Herawati, 2002) mengatakan pengertian atau definisi Build Operate and Transfer (BOT) sebagai berikut : Build Operate Transfer (BOT) adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa bangun guna serah berakhir. Menurut Majalah Teknik dan Transportasi (Herawati, 2002) mengatakan pengertian atau definisi Build Operate and Transfer (BOT) sebagai berikut : Build Operate and Transfer (BOT) adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dengan swasta, di mana pemerintah memberi kuasa kepada pihak swasta untuk membiayai pelaksanaan pembangunan, operasi, dan pemeliharaan serta menarik biaya dari pemakai bangunan tersebut selama kurun waktu yang disepakati, kemudian bangunan itu dikembalikan kepada pemerintah. Berdasarkan pengertian atau definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa konsep dasar dari BOT adalah suatu bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan investor untuk mengembangkan suatu proyek selama masa konsesi dan investor berkewajiban membangun, menyediakan dana, desain, konstruksi, memelihara dan mengelola proyek tersebut selama periode waktu tertentu, dan di akhir masa perjanjian proyek tersebut harus ditransfer kepada pemilik tanah Latar Belakang Build Operate and Transfer (BOT) Latar belakang terjadinya transaksi BOT bermula dari pemilik aktiva atau pemilik tanah mempunyai sebidang tanah dan pemilik ingin agar di atas tanah tersebut dibangun suatu bangunan atau gedung dan fasilitasnya. Akan tetapi 6

7 karena pemilik aktiva tidak mempunyai dana yang cukup untuk pembangunannya, maka pemilik tanah menawarkan kepada investor agar mendirikan bangunan dan fasilitas di atas tanah tersebut. Pembangunan yang dilakukan oleh investor tidak hanya diperuntukkan kepada pemilik aktiva, melainkan juga bermanfaat bagi pihak lain. Hasil pembangunan inilah yang hak pengelolaannya beserta aset BOT diserahkan kepada investor dalam jangka waktu tertentu, dan nantinya aset dan pengelolaannya wajib diserahkan kembali pada pemilik tanah oleh investor atau setelah masa pengelolaan berakhir. Pada dasarnya dalam pembiayaan secara BOT investor sepenuhnya membiayai pengadaan atau pembangunan aktiva tetap dengan hak untuk mengoperasikan aktiva tetap tersebut, termasuk menikmati hasil-hasilnya untuk jangka waktu tertentu dan kemudian menyerahkan kepada pemilik (pemegang hak atas tanah) setelah masa perjanjian berakhir. Pendapatan yang diperoleh selama masa konsesi oleh pihak investor digunakan untuk menutup seluruh biaya investasi dan biaya operasi serta mendapatkan keuntungan yang wajar. Sebaliknya kalau pengembalian tidak dapat dipenuhi sampai berakhirnya masa konsesi, hal ini merupakan tanggung jawab pihak investor. Pada sistem BOT ini pihak yang terlibat adalah pemilik tanah, investor, penyandang dana (bank), perusahaan asuransi, maupun pengguna dari proyek BOT. Angelique (Herawati, 2002) mengatakan bahwa penyedia dana untuk pembangunan aktiva BOT dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu : 7

8 1. Orang yang mempunyai minat langsung terhadap proyek (investor) dengan modalnya dalarn hal ini termasuk kontraktor, pengoperasi proyek dan pemerintah. 2. Orang yang semata-mata terlibat sebagai investor bermodal seperti pemegang saham, bank, dan lembaga lain seperti dana asuransi. Tiong (Herawati, 2002) mengatakan bahwa di Indonesia sendiri model kontrak konsesi sudah diterapkan sekitar tahun yang lalu untuk rumah tinggal yang mirip dengan pola BOT, di mana pemilik modal bekerja sama dengan pemilik tanah untuk membangun rumah yang kemudian disewakan dan dikembalikan setelah lima tahun, tetapi sekarang pola BOT diterapkan untuk proyek yang jauh lebih kompleks karena menyangkut skala budget yang lebih besar dan periode konsesi yang lebih panjang. Umumnya masa konsesi pola BOT 5-30 tahun Ciri-Ciri Pokok Transaksi Build Operate and Transfer (BOT) Makarim (Herawati, 2002), mengatakan bahwa ciri-ciri pokok dari suatu transaksi BOT antara lain : 1. Hak milik aset tetap pada pemilik aset, sedang yang dipindahkan adalah hak pengelolaan atas bangunan tersebut kepada investor. 2. Jangka waktu pengelolaan antara tahun sejak bangunan selesai dibangun. 3. Pemilik dapat menuntut diberikannya jaminan, akan tetapi jaminan itu hanya menyangkut bagian dari bangunan dan fasilitas yang khusus diperuntukkan bagi pemilik. 8

9 4. Kepada pemilik diberi beberapa fasilitas atau pembayaran royalti selama masa transaksi. Menurut Direktorat Jendral Pajak (Herawati, 2002) mengatakan bahwa kerjasama dalam bentuk Build Operate and Transfer (BOT) pada kenyataannya sangat bervariasi, khususnya jika ditinjau dari sudut pemberian imbalan meski pada dasarnya diperlakukan sama, antara lain: 1. Pemilik tanah tidak memperoleh imbalan selama periode Build Operate and Transfer (BOT). 2. Pemilik tanah memperoleh hak menggunakan atas beberapa ruangan dari bangunan atau fasilitas yang didirikan. 3. Pemilik tanah memperoleh sekian persen dari revenue pengoperasian bangunan atau fasilitasnya. 4. Pemilik tanah pada saat penandatanganan kontrak menerima sebagian imbalan secara tunai dan masih memperoleh sekian persen dari revenue. Dapat dijelaskan bahwa aktiva tetap yang dibiayai secara Build Operate and Transfer (BOT) memiliki karakteristik yang unik, karena aktiva tetap tersebut bukanlah milik investor maupun pengelola, melainkan milik dari pemegang hak atas tanah, meskipun semua biaya pembangunannya atau pengadaan atas aktiva Build Operate and Transfer (BOT) tersebut menjadi tanggung jawab investor atau pengelola. Sebagai kompensasi atas seluruh biaya yang sudah dikeluarkan, maka pihak investor maupun pengelola diberi hak untuk mengoperasikan aktiva tetap tersebut termasuk menikmati hasilnya sampai akhir masa perjanjian. 9

10 Mekanisme Build Operate and Transfer (BOT) menurut Akuntansi Dalam PSAK No.39 paragraf 17 yang terlampir dalam Media Akuntansi (Herawati, 2002) dijelaskan bahwa aktiva diakui dan mulai dikelola oleh investor pada saat bangunan selesai dibangun, dan investor mempunyai kendali yang signifikan atas pengelolaan aset kerjasama operasi tersebut hingga masa perjanjian berakhir. Apabila investor merasa yakin akan adanya manfaat ekonomi di masa mendatang, maka harus dicatat sebagai aset kejasama operasi (KSO)/BOT. Di sini yang dimaksud dengan aset KSO adalah aktiva tetap yang dibangun atau yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan KSO. Biaya perolehan atas aset Build Operate and Transfer (BOT) tersebut adalah sebesar biaya pembangunannya atau sebesar nilai wajar apabila pemilik aktiva tidak tahu berapa besarnya biaya pembangunannya atau bisa juga menggunakan biaya pembangunan yang telah disepakati dalam perjanjian Build Operate and Transfer (BOT). Seluruh biaya yang telah dikeluarkan investor selama masa kontruksi harus dikapitalisasikan dan akan dihapus begitu pembangunan selesai dan siap untuk dioperasikan. Pihak investor atau pengelola dari aktiva tetap yang dibangunnya, boleh mengakui atas aktiva tetap tersebut dan akan dicatat sebagai aset Build Operate and Transfer (BOT) karena investor bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aktiva hingga masa konsesi Build Operate and Transfer (BOT) berakhir. Terdapat dua tipe pengendali atas aktiva Build Operate and Transfer (BOT) dan pengoperasiannya, yaitu pengendalian bersama di mana masingmasing pihak memiliki kendali yang signifikan atas operasi atau aktiva Build 10

11 Operate and Transfer (BOT) dan pengendalian satu pihak yaitu hanya satu pihak saja yang mempunyai kendali atas aktiva atau operasi Build Operate and Transfer (BOT). Di akhir masa perjanjian, investor mencatat penyerahan aktiva kepada pemilik aktiva dengan menghapus seluruh account yang timbul berkaitan dengan perjanjian tersebut, yaitu dengan mendebet akumulasi penyusutan dan mengkredit aktiva Build Operate and Transfer (BOT).. Di sisi lain, pemilik tanah mencatat penyerahan tersebut sebagai aktiva dengan mengakui adanya penghasilan Build Operate and Transfer (BOT) apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aktiva tersebut atau mengakui penghasilan tangguhan (deffeered income) apabila tidak memiliki kepastian yang cukup tentang manfaat ekonomis. Selain kewajiban-kewajiban di atas, aktiva Build Operate and Transfer (BOT) harus disusutkan secara sistematis oleh pengelola aktiva selama umur ekonominya. Dalam hal ini investorlah yang wajib mencatat penyusutan atas aktiva selama masa perjanjian kerjasama operasi dan tidak boleh melebihi dari masa konsesi. Hak pengelolaan atau pengoperasian aktiva BOT adalah sesuai dengan jangka waktu kontrak dengan pihak pemilik. Harga perolehan untuk aktiva BOT adalah sebesar biaya pembangunannya atau sebesar biaya yang telah dikeluarkan yang berkaitan dengan pengadaan aktiva tersebut, seperti yang sudah dijelaskan pada halaman sebelumnya yaitu harga perolehan untuk gedung yang dibangun sendiri terdiri dari: 1. Harga kontrak dengan kontraktor 11

12 2. Biaya pengawasan 3. Biaya arsitek atau jasa profesional 4. Biaya bunga selama periode konstruksi apabila gedung dibiayai dari pinjaman Mekanisme Build Operate and Transfer (BOT) menurut Perpajakan Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak No.19 tahun 1995 (Herawati, 2002) dijelaskan bahwa biaya yang telah dikeluarkan oleh investor selama mendirikan bangunan merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau mengusahakan bangunan tersebut. Aktiva tetap yang dibangun oleh investor atau pengelola tetap menjadi milik pemerintah atau pemilik hak atas tanah, yang kemudian oleh investor atau pengelola aktiva tetap tersebut dapat diusahakan atau disewakan kepada pihak lain. Tetapi implikasi dari operasi aktiva tetap yang dibiayai secara Build Operate and Transfer (BOT) oleh fiskal diperlakukan seperti leasing yaitu hak yang diterima oleh investor maupun pengelola untuk mengoperasikan aktiva tetap tersebut dan hak ini dalam perpajakan diakui sebagai aktiva tak berwujud. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa Perjanjian Build Operate and Transfer (BOT) dan dimulai pada tahun bangunan tersebut digunakan atau dioperasikan. Hak pengelolaan atas aktiva Build Operate and Transfer (BOT) yang diperoleh investor adalah selama masa perjanjian atau kontrak dengan pemilik tanah. Apabila masa perjanjian lebih diperpendek dari masa yang telah ditentukan sebelumnya, maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada akhir tahun tersebut. Bila investor 12

13 menerima penggantian atau imbalan, maka penggantian tersebut akan diakui sebagai penghasilan. Atas penggantian atau imbalan tersebut tidak harus dinilai sebesar biaya yang belum diamortisasi. Akan tetapi apabila perjanjian diperpanjang karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan bangunan tersebut ditambahkan terhadap sisa biaya yang belum diamortisasi oleh investor dan jumlah tersebut diamortisasi hingga masa perjanjian yang telah diperpanjang tersebut. Apabila pembangunan tersebut meliputi masa yang lebih dari satu tahun sebelum dapat digunakan atau diusahakan, maka biaya yang telah dikeluarkan harus dikapitalisasi. Harga perolehan aktiva Build Operate and Transfer (BOT) adalah sebesar biaya pembangunannya yang terdiri dari biaya kontrak dengan kontraktor, biaya arsitek atau jasa profesional, jika pihak investor memberikan imbalan tunai pada saat penandatanganan kontrak maka atas biaya ini menjadi bagian dari harga perolehan aktiva, dan biaya bunga pinjaman selama masa konstruksi. Sesuai dengan SE-20/PJ.42/1994 bahwa pengeluaran bunga pinjaman selama masa konstruksi merupakan komponen dan biaya yang menjadi bagian dari pembentukan harga pokok atau harga perolehan aktiva seperti rumah dan gedung, oleh karena itu pengeluaran bunga pinjaman sampai dengan rumah dan gedung selesai dan siap atau dipasarkan harus dikapitalisir menjadi komponen harga pokok atau harga perolehan. Berikut ini adalah contoh atas penjelasan tersebut di atas dan angka yang tercantum hanyalah suatu rekayasa. Contoh: 13

14 PT. NY (investor), mendirikan bangunan gedung perkantoran 12 lantai atas tanah milik PT. LA berdasarkan perjanjian BOT dengan biaya Rp ,00 untuk masa 15 tahun. Amortisasi yang dilakukan oleh PT. NY setiap tahun adalah sebesar Rp ,00 (Rp ,00 : 15) Berdasarkan contoh di atas, PT. NY pada akhir tahun ke dua belas (12) menyerahkan bangunan kepada PT. LA, dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut PT. NY diberikan imbalan oleh PT. LA sebesar Rp ,00 diakhir tahun ke dua belas [Rp ,00 - (12 x Rp ,00)] Apabila PT. NY pada tahun ke sebelas menambah bangunan dengan biaya Rp ,00 dan masa perjanjian diperpanjang 5 tahun sehingga menjadi 20 tahun. Perhitungan amortisasi PT. NY mulai tahun ke sebelas adalah : Nilai sisa yang belum diamortisasi pada awal tahun ke sebelas Rp ,00 nilai perolehan hak atas penambahan bangunan pada tahun ke sebelas Rp ,00 maka dasar amortisasi yang baru adalah Rp ,00 sehingga masa amortisasi menjadi 10 tahun (20 tahun - 10 tahun) amortisasi setiap tahun mulai tahun ke sebelas adalah (Rp ,00 : 10) = Rp ,00. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian berakhir, merupakan penghasilan yang terhutang PPh bagi pemegang hak atas tanah sebesar 5% dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan NiIai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan, dan harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa perjanjian berakhir. Pembayaran PPh tersebut bagi orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak badan merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25. Penghasilan lain yang 14

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 0 PENDAHULUAN 0 Dunia bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan investasi seringkali

Lebih terperinci

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK No. 39 IKATAN AKUNTAN INDONESIA AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 39 tentang AKUNTANSI KERJSAMA OPERASI telah disetujui

Lebih terperinci

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 PENDAHULUAN Latar Belakang 0 Jalan tol memiliki peran strategis baik untuk mewujudkan pemerataan pembangunan maupun untuk pengembangan wilayah. Pada wilayah yang tingkat perekonomiannya telah maju, mobilitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah organisasi yang umumnya mempunyai kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan yang dibebankan kepadanya. Biasanya di samping mencari laba, tujuan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA

PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA Agenda 1. 2. 3. 4. Standar Pengaturan Bersama PSAK 66 Pengaturan Bersama Ilustrasi Pengaturan Bersama Diskusi PSAK 39 Kerjasama Operasi BOT BTO Perkembangan PSAK PSAK 12 Pengendalian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2017 PERPAJAKAN. Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak. Ketiga pendapatan

BAB IV PEMBAHASAN. jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak. Ketiga pendapatan BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Evaluasi atas Pendapatan Perusahaan Pendapatan PT. Infimedia Solusi Pratama terbagi menjadi tiga, yaitu pendapatan jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak.

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. dibidang pembiayaan konsumen (consumer finance), anjak piutang (factoring)

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. dibidang pembiayaan konsumen (consumer finance), anjak piutang (factoring) BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek Penelitian III.1.1 Sejarah Singkat PT. FMA Finance PT. FMA Finance adalah suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen (consumer

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 UMUM Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 disusun dalam struktur yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 SAK merupakan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun dan unit ekonomi lainnya

Lebih terperinci

MEMBACA LAPORAN KEUANGAN

MEMBACA LAPORAN KEUANGAN MEMBACA LAPORAN KEUANGAN Denny S. Halim Jakarta, 31 Juli 2008 1 Outline Pengertian Akuntansi Proses Akuntansi Laporan Keuangan Neraca Laporan Rugi Laba Laporan Arus Kas Pentingnya Laporan Keuangan Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aktiva Tetap Aktiva Tetap: SAK (2009) : aktiva berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan ke pihak lain,

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dana memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan dana tersebut sebagai alat investasi melalui penanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN (Skripsi) OLEH Nama : Veronica Ratna Damayanti NPM : 0641031138 No Telp :

Lebih terperinci

Dari pembahasan bab-bab didepan dapat disimpulkan. hal-hal penting mengenai ketentuan pengakuan^ penyusutan

Dari pembahasan bab-bab didepan dapat disimpulkan. hal-hal penting mengenai ketentuan pengakuan^ penyusutan BAB IV SIHPULAH DAN SARAN 4.1. Sinpulan Dari pembahasan bab-bab didepan dapat disimpulkan hal-hal penting mengenai ketentuan pengakuan^ penyusutan dan laba rugi penarikan harta berwujud dan tak berwujud,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori - teori 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi a. Pengertian Konvergensi Konvergensi dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk menyatukan pandangan/ perspektif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan tidak lepas dari penelitian-penelitian yang sudah ada dan masih relevan untuk digunakan. Di bawah ini adalah penelitian terdahulu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci

dasar hukum Tata cara pelaporan utang swasta luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

dasar hukum Tata cara pelaporan utang swasta luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak per-25/pj/2017 PELAKSANAAN PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN DAN TATA CARA PELAPORAN UTANG SWASTA LUAR NEGERI dasar hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendapatan Pendapatan merupakan tujuan utama dari pendirian suatu perusahaan. Sebagai suatu organisasi yang berorientasi profit maka pendapatan mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau Leasing. Lease dalam bahasa Inggris berarti sewa, namun dalam perkembangannya pengertian

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Hutang 1. Pengertian Hutang Hutang sering disebut juga sebagai kewajiban, dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1. Definisi Aset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri konstruksi merupakan industri yang paling diwarnai

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri konstruksi merupakan industri yang paling diwarnai 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di Indonesia, industri konstruksi merupakan industri yang paling diwarnai persaingan ketat dengan rata-rata tingkat keberhasilan mencapai keuntungan (profit) yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. PT.DNM dan Grup dimulai dalam bisnis konstruksi sipil sejak tahun 1977.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. PT.DNM dan Grup dimulai dalam bisnis konstruksi sipil sejak tahun 1977. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Singkat PT.DNM PT.DNM dan Grup dimulai dalam bisnis konstruksi sipil sejak tahun 1977. Bekerja dengan pemerintah dan bisnis lain dalam menciptakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna BAB II LANDASAN TEORI A. Sewa Guna Usaha 1. Definisi Sewa Guna Usaha Leasing Definisi sewa guna usaha (Suandy, 2008), yakni "Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS)

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS) ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS) Dian Aulia Ulhusna Jurusan Akuntansi, Fakulktas Ekonomi dan Bisnis,

Lebih terperinci

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DENGAN METODE COMMON SIZE PADA PT. HOLCIM INDONESIA Tbk.

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DENGAN METODE COMMON SIZE PADA PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DENGAN METODE COMMON SIZE PADA PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. Nama : Syarif Saefullah NPM : 26210788 Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Silvia Avira SE.,MM. bab1 Latar Belakang Banyak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mempercepat proses

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang masalah

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang masalah BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang masalah Laporan keuangan memuat informasi mengenai kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh proses akuntansi bertujuan memberikan informasi

Lebih terperinci

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 118) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG: a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia`yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan konsep-konsep dasar yang telah dibahas dalam bab II dan latar belakang permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini akan dibahas dari sudut pandang standart

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak penghasilan. Jumlah Laba Kena Pajak (SPT) dihitung berdasar ketentuan dan Undang undang yang berlaku dalam tahun

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) SAK ETAP yaitu standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia yang bertujuan untuk memudahkan

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ PENGERTIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMERS FINANCE) Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) adalah suatu lembaga atau badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

Lebih terperinci

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban)

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Klasifikasi kewajiban dan aspek perpajakannya Beban Bunga Pinjaman Pembebasan utang Akuntansi Pajak Atas Ekuitas Investasi jangka pendek dan jangka panjang Bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pemiliknya). Peningkatan kesejahteraan ini dapat berupa capital gain atau

BAB I PENDAHULUAN. (pemiliknya). Peningkatan kesejahteraan ini dapat berupa capital gain atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama suatu perusahaan adalah memperoleh laba semaksimal mungkin demi meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham (pemiliknya). Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 PENDAPATAN

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 PENDAPATAN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 PENDAPATAN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 tentang Pendapatan disetujui dalam Rapat Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelian aktiva tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II AKUNTANSI SEWA

BAB II AKUNTANSI SEWA BAB II AKUNTANSI SEWA 2.1. PENGERTIAN SEWA Pada awalnya sewa lebih dikenal dengan istilah leasing, leasing itu sendiri berasal dari kata lease yang berarti sewa atau yang lebih umum diartikan sebagai sewa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-25/PJ/2017 TENTANG PELAKSANAAN PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai negara dan

Lebih terperinci

02. Standar ini harus diterapkan untuk perlakukan akuntansi atas biaya pinjaman.

02. Standar ini harus diterapkan untuk perlakukan akuntansi atas biaya pinjaman. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 26 Revisi tahun 1997 Biaya Pinjaman Pendahuluan Tujuan 01. Tujuan Standar ini adalah untuk menentukan perlakukan akuntansi atas biaya pinjaman. Secara umum

Lebih terperinci

GRAHA ILMU Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

GRAHA ILMU Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : PAJAK PENGHASILAN JILID I Oleh : Mohammad Yamin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya. Komisi Yudisial Republik Indonesia

Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya. Komisi Yudisial Republik Indonesia Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya Makalah disampaikan pada Pelatihan Tematik Hukum Acara Perdata Bagi Hakim di lingkungan Peradilan Umum, Bogor, 13 Juni 2013

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang No.118, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1981 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN TAMBANG BATUBARA ANTARA PERUSAHAAN NEGARA TAMBANG BATUBARA DAN KONTRAKTOR SWASTA

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Laporan Keuangan Munawir (2010; 96) menjelaskan bahwa salah satu ciri dari kegiatan perusahaan yaitu adanya transaksi-transaksi. Transaksi- transaksi tersebut dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi. Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Setiap entitas selalu berusaha agar entitas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang bagi perusahaan. Mengingat bahwa tujuan dari pengadaan

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang bagi perusahaan. Mengingat bahwa tujuan dari pengadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktiva tetap merupakan sesuatu yang penting bagi perusahaan, selain digunakan sebagai modal kerja, aktiva tetap biasanya juga digunakan sebagai alat investasi

Lebih terperinci

Akuntansi Keuangan Koperasi

Akuntansi Keuangan Koperasi Akuntansi Keuangan Koperasi Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 04/Per/M.KUKM/VII/2012 MENIMBANG : (d). Bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

Laporan Keuangan. Laporan Laba/ Rugi. Laporan Perubahan Modal. Neraca. Laporan Arus Kas

Laporan Keuangan. Laporan Laba/ Rugi. Laporan Perubahan Modal. Neraca. Laporan Arus Kas MATERI K.D 1.5 Kompetensi Dasar : 1.5 Menyusun Laporan Keuangan Perusahaan Dagang Kegiatan akhir dari proses akuntansi perusahaan dagang di antaranya adalah membuat laporan keuangan. Secara umum komponen

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan LAPORAN KEUANGAN. Bentuk Bentuk Laporan Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

Manajemen Keuangan LAPORAN KEUANGAN. Bentuk Bentuk Laporan Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Modul ke: 02 Manajemen Keuangan LAPORAN KEUANGAN Bentuk Bentuk Laporan Keuangan Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Idik Sodikin,SE,MBA,MM Pendahuluan Apa yang yang dimaksud Laporan Keuangan

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK

STANDAR AKUNTANSI ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK STANDAR AKUNTANSI ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK Ruang Lingkup Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum(general purpose financial statemanet) bagi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG Pajak penghasilan tangguhan timbul akibat perbedaan temporer

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 Suatu perjanjian dari bentuk legalnya mungkin bukan merupakan perjanjian sewa, namun secara substansi dapat mengandung sewa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi bahwa, Undang Undang No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyatakan Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM ATAS PT MMS. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan

BAB III GAMBARAN UMUM ATAS PT MMS. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan BAB III GAMBARAN UMUM ATAS PT MMS III.1 Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan PT MMS didirikan di Jakarta berdasarkan Akta No.14 tanggal 4 Oktober 1989 dari Notaris Winnie Hadiprojo, SH., notaris

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 50 AKUNTANSI INVESTASI EFEK TERTENTU

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 50 AKUNTANSI INVESTASI EFEK TERTENTU 0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 0 AKUNTANSI INVESTASI EFEK TERTENTU Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Jasa

Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Jasa Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Jasa Perusahaan Jasa Perusahaan Jasa (Service Company) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan jasa keahlian. Contoh perusahaan jasa seperti kantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang

BAB I PENDAHULUAN. Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pemakai barang modal). Lessor memberikan hak kepada lessee

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009), laporan keuangan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009), laporan keuangan adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruk, Konsep, dan Variabel Penelitian 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009), laporan keuangan adalah suatu penyajian

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70

AKUNTANSI PERPAJAKAN DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70 AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70 Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan a. Pengertian Laporan keuangan adalah laporan yang berisikan informasi yang berguna bagi pihak internal dan eksternal perusahaan. Laporan

Lebih terperinci