BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis (TB),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis (TB),"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis (TB), suatu penyakit infeksi kronik (Boucau, 2008). Mikobakterium ini dibungkus oleh pembungkus sel yang mengandung tiga makromolekul yang berikatan satu sama lain secara kovalen (peptidoglikan, arabinogalaktan dan asam mikolat). Struktur asam mikolat memberikan kemampuan mikobakterium tahan terhadap asam. Mikobakterium ini tumbuh pada media kultur dengan kandungan lemak yang tinggi seperti media Lowenstein-Jensen (LJ) (Wani, 2013). Gambar 2.1 Koloni Mycobacterium tuberculosis ( ) dalam Media Lowenstein-Jensen (LJ) (Prathima et. al., 2015) Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam spesies mikobakterium patogen yang tumbuh dengan lambat, ditandai dengan laju pembelahan sel selama 12 sampai 24 jam dan periode kultur pada agar dapat mencapai waktu lebih dari 21 hari. Mikobakterium ini termasuk bakteri intaseluler fakultatif yang 7

2 8 memperbanyak diri di dalam sel fagosit, terutama pada makrofag dan monosit (Sakamoto, 2012). Penularan tuberkulosis terjadi karena adanya partikel M. tuberculosis yang dikeluarkan melalui sistem pernafasan menjadi droplet nuclei di udara. Partikel penginfeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Bila partikel penginfeksi ini terhirup oleh orang sehat, partikel tersebut akan menempel pada saluran pernafasan atau jaringan paru. Partikel penginfeksi ini dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 μm. M. tuberculosis akan dihadapi pertama kali oleh sistem pertahanan tubuh yaitu neutrofil kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakebronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila mikobakterium menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag maka mikobakterium dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya (Amin dan Bahar, 2009). 2.2 Multidrug Resistance Mycobacterium tuberculosis MDR-TB merupakan penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah resisten terhadap dua obat antituberkulosis yang paling efektif, isoniazid dan rifampisin. Akibatnya, MDR- TB harus diobati dengan obat lain, dikenal sebagai obat lini kedua. Pengobatan ini lebih lama, lebih mahal dan lebih rumit. Seperti bakteri lainnya, Mycobacterium tuberculosis dapat mengalami perubahan genetik (dikenal sebagai mutasi), yang

3 9 dapat membuat bakteri ini secara alami resisten terhadap obat antituberculosis. Dalam hal ini, pengobatan dengan 3 atau 4 obat dapat mencegah resistensi Mycobacterium tuberculosis (ELF, 2009). MDR-TB selalu terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia, misalnya ketika seseorang tidak menyelesaikan pengobatan rutinnya. Penyebab utama dari MDR-TB meliputi resep yang kurang tepat, efektivitas obat antituberculosis yang rendah, terhentinya pengobatan, tidak adanya program kontrol tuberculosis nasional, kurangnya pedoman standar, pengawasan yang tidak tepat oleh penyedia layanan kesehatan dan kegagalan dalam menyelesaikan pengobatan. Kegagalan dalam menduga atau mendeteksi MDR-TB akan memberikan waktu untuk resisten Mycobacterium tuberculosis menyebar ke individu lainnya (ELF, 2009). 2.3 Resistensi Isoniazid Isoniazid merupakan salah satu obat utama untuk pengobatan tuberculosis (Silva and Palomino, 2011). Isoniazid (INH) atau hidrazid asam isonikotinat adalah agen bakterisida sintetik yang pertama diproduksi di awal tahun 1900 tetapi tidak digunakan sebagai agen antituberculosis sampai tahun 1952 (Whitney and Wainberg, 2002). INH memiliki struktur yang sederhana terdiri dari sebuah cincin piridin dan sebuah gugus hidrazid, kedua komponen ini penting untuk aktivitas melawan Mycobacterium tuberculosis. Namun, strain Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis menunjukkan resisten terhadap INH pada marmut (Silva and Palomino, 2011). Mutasi dalam beberapa gen, meliputi katg, inha, ahpc, kasa dan ndh telah ditemukan dan berhubungan dengan resisten

4 10 terhadap INH dalam strain Mycobacterium tuberculosis. Prevalensi mutasi penyebab resistensi telah diuraikan dalam beberapa penelitian. Sekitar 50% mutasi pada katg yang ditemukan dalam isolat, antara 20 34% mutasi pada inha, dan antara 10 15% mutasi pada ahpc (Kaufmann and Hahn, 2003). Mutasi pada gen katg merupakan mekanisme utama pada resistensi INH (Hazbon et al., 2006). Mutasi gen katg S315T merupakan mutasi yang paling sering dijumpai pada strain klinis yang resisten terhadap INH dengan frekuensi sebesar % (Zhang et al., 2005; Hazbon et al., 2006). Resistensi terhadap INH juga dapat terjadi pada daerah promoter inha yang menyebabkan overekspresi inha atau mutasi pada sisi aktif inha yang akan menurunkan afinitas inha terhadap INH-NAD adduct (Zhang dan Yew, 2009). Mutasi yang umum terjadi pada daerah promoter inha adalah C-15T, G-24T, A-16G, T-8G/A, C-39T dan G-17T (Zhang et al., 2005; Caws et al., 2006; Whitney dan Wainberg, 2002; Johnson, 2007; Muller et al., 2011; Machado et al., 2013). Berdasarkan penelitian Hazbon et. al. (2006), 0 5% dari isolat Mycobacterium tuberculosis bermutasi juga pada inha open reading frame (ORF). inha merupakan gen pengkode enzim enoyl reductase (ER), enzim yang terlibat dalam biosintesis asam mikolat (asam lemak rantai panjang pada Mycobacterium tuberculosis) yang merupakan target kerja dari INH (Rozwarski et. al., 1998). Mutasi pada gen inha ataupun pada daerah promoter akan menyebabkan resistensi terhadap INH (Isoniazid) dan ETH (Ethionamid). Kedua antibiotik ini memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat biosintesis asam mikolat. ETH merupakan analog dari INH yang termasuk dalam OAT lini

5 11 kedua. Adanya kesamaan struktur dan adanya fenomena resistensi silang mengindikasikan bahwa kedua OAT ini memiliki target molekular yang sama (Morlock et. al., 2003). Selain mutasi pada gen katg dan inha, mutasi pada daerah promoter ahpc, juga bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi terhadap INH. ahpc merupakan substansi pengkode enzim alkyl hydroxy peroxidase reductase. Mutasi pada daerah promoter ahpc menyebabkan peningkatan ekspresi enzim alkyl hydroxy peroxidase reductase (AhpC). Tetapi overekspresi AhpC tidak bertanggung jawab secara signifikan terhadap terjadinya resistensi terhadap INH (Zhang and Yew, 2009). 2.4 KatG KatG adalah gen pengkode enzim katalase peroksidase, enzim yang terlibat dalam aktivasi INH menjadi senyawa beracun dalam sel bakteri. Senyawa beracun ini bekerja pada bagian intraseluler, yaitu biosintesis asam mikolat yang merupakan komponen penting pada dinding sel. Ketiadaan asam mikolat mengakibatkan sel kehilangan integritas selular dan akhirnya bakteri mati (Johnson, 2007). Berdasarkan penelitian Middlebrook (1954) menunjukkan bahwa hilangnya aktivitas katalase mengakibatkan resistensi INH. Mutasi pada gen katg merupakan mekanisme utama pada resistensi INH (Hazbon et al., 2006). Mutasi gen katg S315T merupakan mutasi yang paling sering dijumpai pada strain klinis yang resisten terhadap INH dengan frekuensi sebesar % (Zhang et al.,

6 ; Hazbon et al., 2006). Gen ini terletak di belakang gen fura yang merupakan gen pengkode homolog ferric uptake regulator (Fur) (Hahn, et. al., 2000). Letak gen katg ditunjukkan pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Regio fura - katg (Sala et. al., 2008) Keterangan gambar: (fura) gen pengkode homolog ferric uptake regulator (Fur); (PPS) Polypurine sequences; (katg) gen pengkode enzim katalase peroksidase. 2.5 InhA InhA merupakan gen pengkode enzim enoyl reduktase (ER), enzim yang terlibat dalam biosintesis asam mikolat (asam lemak rantai panjang pada Mycobacterium) yang merupakan target kerja dari INH (Rozwarski et. al., 1998). Gen inha adalah gen yang terdapat dalam operon maba-inha. Gen ini terletak di belakang gen maba yang merupakan pengkode 3-ketoasil-ACP reduktase (maba). Letak gen inha ditunjukkan pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Sistem operon maba - inha (Whitney and Wainberg, 2002) Keterangan gambar: (RBS) Ribosome binding site; (maba) gen pengkode 3-ketoasil-ACP reduktase (MabA); (inha) gen pengkode 2- trans-enoyl-acp reduktase (InhA).

7 13 2-trans-enoyl-ACP reduktase (InhA) merupakan enzim yang dikode oleh gen inha. 2-trans-enoyl-ACP reduktase (inha), 3-ketoasil-ACP reduktase (maba) dan β-ketoasil ACP sintase (kasa) adalah bagian dari FAS (Fatty Acid Synthesis) II yang berperan dalam sintesis asam mikolat pada mikobakterium. FAS II merupakan enzim monofungsional tersendiri yang bertanggung jawab dalam berbagai langkah pensintesisan asam mikolat (Whitney and Wainberg, 2002; Leung and Tung, 2006). Selain FAS II, mikobakterium juga memiliki sistem FAS I. Sistem FAS I berperan dalam biosintesis de novo asam lemak menghasilkan derivat enzim S-(C- 20) dan S-(C-26) yang diubah menjadi koenzim A (CoA) dan kemudian dilepaskan. InhA berperan krusial dalam pertahanan mikobakterium. Inaktivasi InhA memberikan pengaruh akut terhadap mikobakterium. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya akumulasi asam lemak jenuh (produk akhir FAS I) sehingga mikobakterium akan mati karena sel mengalami lisis (Leung and Tung, 2006; Khan et al., 2010). 2.6 Mutasi Gen Sekuen DNA dari gen menentukan sekuen asam amino dari protein yang dikode. Perubahan dalam sekuen asam amino kemungkinan akan mempengaruhi kemampuan protein dalam melakukan fungsinya. Perubahan dalam sekuen DNA terjadi karena adanya berbagai macam agen kimia dan fisika pada DNA yang akan menimbulkan kesalahan dalam replikasi DNA. Perubahan ini disebut dengan mutasi (Winter et al, 1998). Mutasi menyebabkan perubahan struktur protein yang

8 14 disandi atau penurunan bahkan hilangnya kemampuan ekspresi protein. Perubahan urutan DNA mempengaruhi semua salinan protein yang disandikan sehingga mutasi dapat merusak sel atau organisme (Lodish et al., 2000). Mutasi yang melibatkan perubahan basa yang ada pada posisi manapun dalam suatu gen disebut dengan mutasi titik. Mutasi yang terjadi pada situs aktif gen yang dapat menyebabkan perubahan terhadap protein. Tranversi adalah mutasi titik yang melibatkan penggantian basa purin menjadi pirimidin atau sebaliknya. Sedangkan transisi adalah penggantian yang melibatkan dua purin atau dua pirimidin (Winter et al., 1998). Mutasi titik adalah mutasi yang melibatkan perubahan basa yang ada pada posisi manapun dalam suatu gen. Hanya mutasi yang terjadi pada situs aktif gen yang dapat menyebabkan perubahan terhadap protein. Terdapat beberapa jenis mutasi titik, yaitu (Winter et al., 1998) : a. Missense mutations : mutasi yang terjadi pada basa pertama atau kedua dari suatu kodon dan selanjutnya mengakibatkan perubahan asam amino yang disandi. Gambar 2.4 Missense mutations (Winter et al., 1998) b. Nonsense mutations : mutasi yang disebabkan oleh perubahan suatu kodon untuk sebuah asam amino menjadi kodon terminasi (kodon stop) sehingga terjadi penghentian proses translasi mrna (messenger Ribonucleic Acid)

9 15 secara prematur dan pada akhirnya menghasilkan protein yang lebih pendek. Nonsense mutations ditunjukkan dengan Gambar 2.5. Gambar 2.5 Nonsense mutations (Winter et al., 1998) c. Frameshift mutations : mutasi akibat insersi basa tambahan atau delesi basa dengan jumlah tidak dalam kelipatan tiga sehingga menyebabkan perubahan reading frame dan akhirnya mengakibatkan perubahan ekspresi asam amino dari protein yang disandi. Gambar 2.6 Frameshift mutations (Winter et al., 1998) d. Silent mutations : mutasi yang terjadi pada basa ketiga suatu kodon, biasanya tidak menyebabkan perubahan asam amino sehingga tidak memiliki efek terhadap protein yang disandi dan tidak menghasilkan perubahan fenotip. Mutasi ini memiliki kecenderungan terakumulasi pada DNA organisme yang disebut sebagai polimorfisme. Gambar 2.7 Silent mutations (Winter et al., 1998)

10 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode biologi molekular yang baru dan terkenal untuk replikasi DNA secara enzimatik tanpa menggunakan makhluk hidup seperti E. coli atau yeast. Metode ini memungkinkan molekul DNA dalam jumlah kecil diperbanyak berulang ulang secara eksponensial. PCR umumnya digunakan pada penelitian skala laboraorium dalam bidang kesehatan dan biologi, seperti deteksi penyakit keturunan, identifikasi sidik jari genetik, diagnosa penyakit menular, kloning gen, pengujian paternitas dan komputasi DNA (Rahman et. al., 2013). Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. PCR menggunakan 2 oligonukleotida primer yang bertindak sebagai situs inisiasi sintesis DNA oleh DNA polimerase sehingga primer akan menentukan daerah dari templat DNA yang akan diamplifikasi (McPherson and Moller, 2006). Pada proses PCR dilengkapi dengan komponen komponen penyusun yaitu, templat DNA, primer yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat untuk membatasi daerah amplifikasi, dntps (deoxynucleotide triphosphates), buffer, dan enzim DNA polimerase termostabil (Crocker and Murray, 2003). Salah satu komponen terpenting dari metode PCR adalah primer dimana primer dapat menentukan keberhasilan dari metode ini. Adapun kriteria yang harus dipenuhi dalam pemilihan primer, antara lain :

11 17 a) Panjang primer Panjang primer yang umum digunakan berkisar antara basa. Primer dengan panjang kurang dari 18 basa akan menjadikan spesifisitas primer rendah. Untuk ukuran primer yang pendek memungkinkan terjadinya mispriming (penempelan primer pada tempat lain yang tidak diinginkan) tinggi, ini akan menyebabkan berkurangnya spesifisitas dari primer tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi proses PCR. Jika panjang primer lebih dari 30 basa tidak akan meningkatkan spesifisitas primer secara bermakna dan akan menyebabkan harga primer lebih mahal (Handoyo dan Rudiretna, 2001). b) Kandungan GC (% GC) : Kandungan GC (GC content) merupakan jumlah guanin dan sitosin pada primer dalam persentase dari total basa. Kandungan GC dalam primer sebaiknya berkisar antara 40-60%. Hal ini akan mempengaruhi Tm terkait dengan ikatan antara pasangan basa G-C yang lebih stabil dibandingkan pasangan basa A-T. c) Melting temperature (T m ) Nilai Tm dapat berkisar antara o C. Perbedaan nilai Tm yang masih dapat ditoleransi pada kedua primer adalah 10 o C. d) Dimer Dimer merupakan homologi antar primer yang dapat terjadi pada primer yang sama (self-dimerization) atau antara sepasang primer (inter-primer dimers). Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu homodimer dan heterodimer. Homodimer dibentuk oleh karena adanya hibridisasi spesies primer yang sama secara bersama-sama. Heterodimer adalah duplex dari 2 sekuen primer yang

12 18 berbeda mengalami hibridisasi bersama-sama. Hal tersebut mengakibatkan primer tidak akan efisien saat melakukan penempelan pada target. Dampak terburuk yang bisa terjadi adalah ujung 3 dari suatu primer akan membentuk pasangan basa dan ujung 5 akan mengalami overhang. Pada kejadian ini primer akan memperpanjang primer lain. Sehingga primer yang telah diperpanjang tidak akan mampu menempel dan memperpanjang templat yang diinginkan. Untuk mencegah hal ini maka dipilih pasangan primer yang menghasilkan pembentukan primerdimer yang minimal (Bartlett and Stirling, 2003). e) Stabilitas Stabilitas ujung 3 dapat diartikan sebagai kekuatan hibridisasi relatif dari ujung 3 primer. Jika primer mempunyai stabilitas yang rendah, hal tersebut akan menyebabkan primer tidak efisien dalam melakukan penempelan dan pemanjangan DNA. Namun, stabilitas yang lebih tinggi pada ujung 3 akan meningkatkan efisiensi mispriming. Tetapi stabilitas yang tinggi dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada spesifisitas PCR (Bartlett and Stirling, 2003). f) Run Primer dengan pengulangan basa tunggal sama yang terlalu panjang, harus dihindari karena dapat menyebabkan terjadinya mispriming. Sebagai contoh sekuen primer AGCGGGGGATG-GGG yang memiliki 5 dan 4 pengulangan basa tunggal G. Jumlah maksimum pengulangan basa tunggal sama yang dapat diterima adalah 4 pb (Borah, 2011).

13 19 g) Repeats Repeats adalah dinukleotida yang muncul berulang secara berurutan. Hal ini harus dihindari karena dapat menimbulkan terjadinya mispriming. Sebagai contoh sekuen primer dengan urutan ATATATAT. Jumlah maksimum repeats yang dapat diterima adalah 4 dinukleotida (Borah, 2011). h) Hairpins Hairpins adalah struktur yang dibentuk oleh DNA tunggal dimana terdapat suatu bagian tertentu dari DNA tersebut terhibridisasi pada bagian komplemen di dalam untai DNA yang sama. Struktur yang terbentuk menyerupai hairpin. Pembentukan struktur hairpin akan mempengaruhi kemampuan primer untuk berikatan dan memperpanjang untai DNA target. Struktur tersebut akan mengakibatkan pemanjangan oleh DNA polimerase terjadi di sepanjang primer. Sehingga terbentuk primer yang tidak berkomplemen terhadap templat. Untuk menghindari hal tersebut, maka primer yang harus dipilih adalah primer yang tidak memungkinkan terbentuknya struktur hairpin (Bartlett dan Stirling, 2003). i) False priming Kriteria ini menunjukkan terjadinya penempelan primer pada tempat yang tidak diinginkan dari templat. Kriteria ini harus dihindari dalam merancang primer yang baik.

14 Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) Secara Umum Adapun tahapan tahapan proses PCR sebagai berikut: a. Denaturasi (denaturation) Pada tahap denaturasi, fragmen DNA dipanaskan pada suhu tinggi (95 C) kurang lebih selama 1 menit untuk memutus ikatan double helix DNA menjadi untai tunggalnya. Karakteristik kondisi denaturasi yang optimal adalah 95 C selama 30 detik atau 97 C selama 15 detik, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat diterapkan pada target templat dengan konsentrasi G+C (G=Guanin ; C=Sitosin) yang tinggi. Kegagalan pada saat denaturasi DNA akan menyebabkan untai DNA mengalami snap back sehingga menurunkan perolehan produk yang dihasilkan. Sebaliknya proses denaturasi yang terlalu lama menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. Waktu paruh aktivitas Taq DNA polimerase adalah lebih dari 2 jam, 40 menit, dan 5 menit berturut-turut pada suhu 92,5 C, 95 C, dan 97,5 C (Erlich, 1989; Innis and Gelfand, 1990). b. Penempelan (annealing) Tahap penempelan (annealing) disebut juga dengan hibridisasi. Pada tahap ini suhu diturunkan hingga berada di kisaran C untuk menghasilkan perolehan produk yang optimal. Pada proses ini, salah satu primer akan menempel pada untai templat (5-3 ) sedangkan primer yang lain akan menempel pada untai komplemennya (3-5 ). Suhu dan lama waktu yang diperlukan untuk penempelan primer tergantung dari komposisi basa, panjang primer, dan konsentrasi primer. Suhu penempelan

15 21 yang diaplikasikan selama proses PCR adalah 5 C lebih rendah daripada Tm primer (Innis and Gelfand, 1990). c. Pemanjangan (extension) Pada tahap ini suhu kembali dinaikkan dalam kisaran C. Kisaran suhu ini memungkinkan Taq DNA polimerase untuk bekerja secara optimal dalam memperpanjang DNA dengan kecepatan pembentukan nukleotida 2000/menit. Pada umumnya suhu yang digunakan pada saat pemanjangan primer adalah 72 C. Waktu pemanjangan tergantung pada panjang dan konsentrasi sekuen target serta suhunya. Perkiraan kecepatan penggabungan nukleotida pada suhu 72 C bervariasi dari nukleotida/detik tergantung buffer, ph, konsentrasi garam, dan sifat templat DNA (Innis and Gelfand, 1990; Sambrook and Russel, 2001). Ketiga tahap utama di atas dapat diulang sekitar kali siklus, tergantung dari kebutuhan untuk amplifikasi yang spesifik (McPherson and Moller, 2006). Secara teoritis setiap siklus menggandakan jumlah fragmen target yang ingin disalin. Oleh karena itu terjadi peningkatan eksponensial pada fragmen gen yang diinginkan. Produk dari PCR nantinya akan dideteksi dengan metode elektroforesis untuk menentukan ukuran produk (Crocker and Murray, 2003) Multiplex PCR Multiplex PCR merupakan variasi PCR yang dapat mengamplifikasi dua atau lebih sekuens target secara simultan pada reaksi yang sama (Henegariu,

16 ). Multiplex PCR lebih efisien biaya dan waktu pengerjaan karena dapat mengamplifikasi dua atau lebih lokus secara simultan dengan satu kali reaksi PCR sehingga dapat menghemat alat dan reagen yang digunakan (Edwards and Gibbs, 1994). Metode ini dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit yang berbeda dalam sampel yang sama, serta mampu mendeteksi patogen yang berbeda dalam sampel tunggal, selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi urutan ekson dan intron dalam gen tertentu (Rodriguez and Ramirez, 2012). Multiplex PCR menitiberatkan pada pemilihan primer. Distribusi ukuran amplikon yang dihasilkan pada masing masing primer harus dapat dibedakan dengan menggunakan gel agarosa, yang mana perbedaan minimum peningkatan ukuran amplikon berkisar 20% antar band yang berdekatan (contohnya 200 bp, 240 bp, 290 bp dan seterusnya). Semua primer yang digunakan dan akan dicampurkan dalam sumur yang sama harus cocok dengan yang lainnya (kecocokan antar primer dapat dievaluasi selama pemilihan primer menggunakan software simulasi PCR), tidak memiliki daerah target overlapping dan idealnya harus memiliki suhu annealing yang sama (Johnson, 2000). 2.8 Sekuensing DNA Produk dari hasil PCR harus dimurnikan terlebih dahulu sebelum dilakukannya sekuensing. Tujuannya adalah untuk membersihkan produk hasil PCR dari sisa bufer maupun komponen-komponen reaksi lainnya sehingga diperoleh hasil sekuensing yang baik. Salah satu teknik pemurnian produk PCR adalah elektroforesis gel. Metode pemurnian ini menggunakan gel agarose untuk

17 23 memisahkan produk PCR berdasarkan ukurannya. Keuntungan menggunakan pemurnian gel adalah metode ini secara spesifik memisahkan fragmen target dari berbagai kontaminasi (Innis et. al.,1999). Prosedur sekuensing DNA berlangsung secara otomatis dengan menggunakan mesin sekuensing. Prosedur yang otomatis tersebut didasarkan pada metode terminasi rantai dideoksi ribonukleotida (dideoksi). Metode ini dikembangkan oleh ahli biokimia Inggris, Frederick Sanger. Dengan mengetahui sekuen dari sebuah gen, kita dapat membandingkan gen itu secara langsung dengan gen-gen dalam spesies lain. Jika dua gen dari spesies yang berbeda memiliki sekuen yang cukup mirip maka disimpulkan bahwa gennya melaksanakan fungsi yang serupa. Penerapan metode ini dilakukan terhadap sekuen-sekuen nukleotida dalam fragmen DNA hasil amplifikasi dengan panjang hingga 800 pb yang secara cepat disekuensing oleh mesin secara otomatis. Kemudian produk-produk reaksi berlabel akan dipisahkan berdasarkan panjangnya (Campbell et. al., 2010). Metode ini mensintesis untai DNA yang komplementer terhadap fragmen DNA awal. Setiap untai diawali oleh primer yang sama dan diakhiri sebuah dideoksi ribonukleotida (ddntp), yaitu nukleotida termodifikasi. Penggabungan ddntp (dideoksi ribonukleotida) memutus untai DNA yang sedang bertumbuh karena ddntp tidak memiliki gugus 3 -OH. Pada tahap pertama, DNA yang akan disekuensing didenaturasi menjadi untai-untai tunggal dan diinkubasi dalam tabung reaksi dengan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk sintesis DNA yaitu: primer yang dirancang untuk berpasangan basa dengan ujung 3 yang diketahui

18 24 dari untai templat, DNA polimerase, 4 jenis deoksi ribonukleotida (datp, dctp, dttp dan dgtp), 4 jenis dideoksi ribonukleotida (ddatp, ddctp, ddttp dan ddgtp) yang masing-masing dilabeli dengan molekul fluoresen spesifik. Sintesis setiap untai baru dimulai pada ujung 3 primer dan berlanjut hingga dideosiribonukleotida disisipkan secara acak (Campbell et. al., 2010). Hasil yang akan diperoleh adalah beberapa untai berlabel dengan panjang yang berbeda-beda, dengan warna label yang menunjukkan nukleotida terakhir dalam suatu sekuen. Untai-untai berlabel dalam campuran dipisahkan dengan cara dilewatkan melalui gel poliakrilamid yang berada di dalam tabung kapiler, dengan untai-untai pendek yang bergerak lebih cepat. Ukuran tabung yang kecil memungkinkan detektor fluoresensi untuk mendeteksi setiap label fluoresen ketika setiap untai lewat. Untai-untai yang panjangnya berbeda sebanyak satu nukleotida pun dapat dibedakan dari yang lain (Campbell et. al., 2010). Hasilnya akan tercetak sebagai kromatogram yang berisi informasi berupa puncak - puncak yang dapat dibedakan dengan 4 macam warna yaitu: hijau untuk A (Adenin); merah untuk T (Timin); hitam untuk G (Guanin); dan biru untuk C (Sitosin) (Wong, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang disebabkan oleh resistensi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) terhadap minimal dua jenis

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI FRAGMEN DAN IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER

AMPLIFIKASI FRAGMEN DAN IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER AMPLIFIKASI FRAGMEN DAN IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER inha, GEN inha DAN GEN katg PADA ISOLAT MULTIDRUG RESISTANCE Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) DENGAN METODE MULTIPLEX POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri intraseluler sebagai agen penyebab penyakit tuberkulosis pada manusia. Bakteri ini

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Luh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

ANALISIS PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI PROMOTER inha MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

ANALISIS PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI PROMOTER inha MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) ANALISIS PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI PROMOTER inha MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) I Gusti Ayu Agung Septiari 1 *, Putu Sanna Yustiantara 1,2, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun Bakteri Mtb termasuk ke dalam genus Mycobacterium dengan bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun Bakteri Mtb termasuk ke dalam genus Mycobacterium dengan bentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (Mtb) merupakan jenis bakteri yang menyebabkan penyakit TB. Mtb pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

APLIKASI METODE POLYMERASE CHAIN REACTION APLIKASI METODE POLYMERASE CHAIN REACTION-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (PCR-RFLP) UNTUK DETEKSI MUTASI PROMOTER inha PADA PASIEN MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) Skripsi

Lebih terperinci

APLIKASI METODE MULTIPLEX POLYMERASE CHAIN REACTION

APLIKASI METODE MULTIPLEX POLYMERASE CHAIN REACTION APLIKASI METODE MULTIPLEX POLYMERASE CHAIN REACTION UNTUK IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER inha, GEN inha DAN GEN katg PADA ISOLAT MULTIDRUG RESISTANCE Mycobacterium tuberculosis Skripsi LUH KETUT BUDI MAITRIANI

Lebih terperinci

Fakultas Biologi Unsoed

Fakultas Biologi Unsoed TEKMK PCR oleh Drs. Agus Hery Susanto, M.S. staf pengajar Pendahuluan Teknik PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk menggandakan fragmen DNA (urutan basa nukleotida) tertentu secara invitro melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri nonmotil

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri nonmotil BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri nonmotil penyebab tuberkulosis pada manusia. Bakteri ini berbentuk batang sehingga disebut

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29 PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) [General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction] Darmo Handoyo

Lebih terperinci

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: RINA BUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah DESAIN PRIMER LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler oleh : Dhaifan Diza A 1303790 Anisa Suci S 1300904 Novia Rahayu A 1302152 Riani Ulfah 1300952 Shabrina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resistensi bakteri Resistensi antibiotik menjadi masalah ketika antibiotik digunakan secara luas dengan tujuan pemusnahan bakteri, akan tetapi bakteri yang resisten terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK Mendel; belum terfikirkan ttg struktur, lokus, sifat kimiawi serta cara kerja gen. Sesudah Mendel barulah dipelajari ttg komposisi biokimiawi dari kromosom. Materi genetik

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

PROSES AMPLIFIKASI DAERAH PROMOTER inha PADAISOLAT P11Mycobacterium tuberculosis MULTIDRUG RESISTANCE DI BALI DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION

PROSES AMPLIFIKASI DAERAH PROMOTER inha PADAISOLAT P11Mycobacterium tuberculosis MULTIDRUG RESISTANCE DI BALI DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION Proses Amplifikasi Daerah Promoter inha pada Isolat P11 Mycobacterium tuberculosis Multidrug Resistance di Bali dengan Teknik Polymerase Chain Reaction (Asmara, A. A. R., Yustiantara, S., Yowani, S.C.)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mikobakterium adalah genus dari basil Gram positif yang menunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mikobakterium adalah genus dari basil Gram positif yang menunjukkan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Mikobakterium adalah genus dari basil Gram positif yang menunjukkan karakteristik pewarnaan dari tahan asam. Spesies yang paling penting adalah M. tuberculosis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari tahapan penelitian akan dijelaskan pada bab ini. Dimulai dengan amplifikasi gen katg, penentuan urutan nukleotida (sequencing), dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebab Kata kabab ( اب ) berasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti daging yang digoreng dan bukanlah daging yang dipanggang. Kata kabab dari bahasa Arab tersebut

Lebih terperinci

OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI

OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI Deniariasih, N.W. 1, Ratnayani, K. 2, Yowani, S.C. 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

19/10/2016. The Central Dogma

19/10/2016. The Central Dogma TRANSKRIPSI dr.syazili Mustofa M.Biomed DEPARTEMEN BIOKIMIA DAN BIOLOGI MOLEKULER FK UNILA The Central Dogma 1 The Central Dogma TRANSKRIPSI Transkripsi: Proses penyalinan kode-kode genetik yang ada pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen BIOTEKNOLOGI Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen Sekilas tentang Gen dan Kromosom 1882, Walther Flemming menemukan kromosom adalah bagian dari sel yang ditemukan oleh Mendel 1887, Edouard-Joseph-Louis-Marie

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DENGAN PRIMER PROMOTER inha DARI DNA METAGENOMIK SPUTUM PASIEN TUBERKULOSIS

DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DENGAN PRIMER PROMOTER inha DARI DNA METAGENOMIK SPUTUM PASIEN TUBERKULOSIS TESIS DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DENGAN PRIMER PROMOTER inha DARI DNA METAGENOMIK SPUTUM PASIEN TUBERKULOSIS NI MADE YUSTIKARINI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i TESIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

Ciri Khas Materi Genetik

Ciri Khas Materi Genetik KIMIA DARI GEN Ciri Khas Materi Genetik 1. Replikasi: digandakan, diturunkan kepada sel anak 2. Penyimpan informasi 3. Meng ekspresi kan informasi: Dimulai dengan transkripsi DNA sehingga dihasilkan RNA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

Skripsi MADE RAI DWITYA WIRADIPUTRA

Skripsi MADE RAI DWITYA WIRADIPUTRA DETEKSI MUTASI DAERAH RRDR GEN rpob PADA ISOLAT DNA SPUTUM PASIEN MULTIDRUG RESISTANTT Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) DENGANN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM

Lebih terperinci

Organisasi DNA dan kode genetik

Organisasi DNA dan kode genetik Organisasi DNA dan kode genetik Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila DNA terdiri dari dua untai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk industri padat karya. Pengusahaan tanaman

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi Oleh: Fatchiyah dan Estri Laras Arumingtyas Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Universitas Brawijaya Malang 2006 2.1.Pendahuluan Era penemuan materi

Lebih terperinci

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya SINTESIS PROTEIN Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya Sintesis Protein Proses dimana kode genetik yang dibawa oleh gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino SINTESIS PROTEIN EKSPRESI GEN Asam nukleat

Lebih terperinci

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde...

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde... http://apikdewefppundip201wordpress.com/2012/06/29/makalah-gene... 1 of 6 19/12/2012 23:43 APIKDEWEFPPUNDIP2011 Just another WordPress.com site MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) JUN 29

Lebih terperinci

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi.

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi. bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks. Dalam pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3 molekul RNA yang baru terbentuk. Misalnya nukleotida DNA cetakan A,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita 1. Replikasi 2. Transkripsi 3. Translasi TOPIK REPLIKASI Replikasi: Adalah proses perbanyakan bahan genetik. Replikasi bahan genetik dapat

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti EKSPRESI GEN Dyah Ayu Widyastuti Ekspresi Gen Gen sekuen DNA dengan panjang minimum tertentu yang mengkode urutan lengkap asam amino suatu polipeptida, atau RNA (mrna, trna, rrna) Ekspresi Gen Enam tahapan

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan membahas hasil PCR, hasil penentuan urutan nukleotida, analisa in silico dan posisi residu yang mengalami mutasi dengan menggunakan program Pymol. IV.1 PCR Multiplek

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH. Oleh

PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH. Oleh PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh ELLIWATI HASIBUAN, S.Si, M.Si NIP. 1962 1017 2000 03 2 001 Pranata Laboratorium Perguruann

Lebih terperinci

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan BAB I. PENDAHULUAN DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan hereditas. Penemu DNA adalah seorang ahli kimia asal Jerman Friederich Mieschier (1869), yang menyelidiki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,

Lebih terperinci

TEKNIK REKAYASA GENETIKA

TEKNIK REKAYASA GENETIKA TEKNIK REKAYASA GENETIKA 1. Jelaskan pengertian mengenai DNA sekuensing! Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci