ALTRUISME DITINJAU DARI EMPATI PADA SISWA SMK. Mochammad Bagus Setiawan Lucia Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALTRUISME DITINJAU DARI EMPATI PADA SISWA SMK. Mochammad Bagus Setiawan Lucia Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang."

Transkripsi

1 ALTRUISME DITINJAU DARI EMPATI PADA SISWA SMK Mochammad Bagus Setiawan Lucia Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara empati dengan altruisme pada siswa SMK. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 96 siswa, yang terdiri atas 34 orang siswa kelas X Multimedia, 32 siswa kelas X Persiapan, dan 30 siswa XII Persiapan SMK Negeri 11 Semarang, serta berusia tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster random sampling. Penelitian ini menggunakan Skala Altruisme dan Skala Empati dalam pengambilan data. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan teknik statistik yang dipakai adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara empati dengan altruisme pada siswa SMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara altruisme pada siswa SMK dengan empati dengan nilai r xy = 0,314 dan (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci : altruisme siswa, empati ALTRUISM REVIEW OF EMPATHY ON VOCATIONAL SCHOOL STUDENTS Abstract This research aims to find out empirically the relationship between empathy and altruism in the students of SMK. The hypothesis put forward is there a positive relationship researcher between empathy with altruism on the students. The bigger empathy the large also altruism in students, and vice versa. Subjects in this study amounted to 96 students, consisting of 34 students of class X Multimedia, 32 students of class X Foundation, and 30 students Preparation XII SMK Negeri 11 Semarang, aged years. Sampling technique used was cluster random sampling techniques. This research uses the Altruism Scale and the Scale of Empathy in data retrieval. The method of analysis was quantitative method with a statistical technique used the correlation technique of Karl Pearson Product Moment aimed to determine the relationship between empathy and altruism on the students of SMK. The results showed that there was positive relationship between altruism in students of SMK with empathy with the value rxy = 0,314 and (p < 0.01), so the hypothesis in this study was accepted. Keywords: altruism, empathy students 39

2 PENDAHULUAN Individu adalah makhluk sosial, yang selalu berhubungan dengan orang lain dalam berbagai situasi, sehingga sejak dilahirkan senantiasa membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhankebutuhan hidupnya seperti makanan, minuman dan sebagainya. Individu dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari kehidupan saling tolong menolong, setinggi apapun kemandirian individu namun pada saat-saat tertentu akan membutuhkan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, maka tindakan-tindakannya juga sering menjurus kepada kepentingan-kepentingan masyarakat (Walgito, 2002: 21). Perkembangan jaman membuat pola hidup bersama dan bermasyarakat tersebut telah berubah menjadi pola hidup masyarakat modern disertai dengan kemajuan teknologi dalam pembangunan. Kehidupan modernisasi ini membuat nilai budaya masyarakat mengalami perubahan. Modernisasi membawa dampak pada terjadinya masalah disorganisasi, yaitu proses berpudarnya atau melemahnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena adanya perubahan (Soekanto, 2002: 347). Salah satu contoh perubahan yaitu, terjadi perubahan ciri kehidupan masyarakat desa yang tadinya memiliki nilai-nilai gotong royong menjadi individual. Individu tidak ubahnya seperti mesin yang melakukan suatu tindakan dengan berpijak pada prinsip perhitungan atau norma timbal balik, yang akan mengantarkan individu pada kehidupan yang mementingkan diri sendiri dan menipisnya kesetiakawanan sosial. Hal ini membawa akibat dalam kehidupan individu yaitu berkurangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Individu lebih mementingkan urusannya sendiri sehingga timbullah sifat egois pada dirinya. Individu cenderung tidak peduli terhadap orang lain yang sedang dalam keadaan kesulitan, misalnya seorang pemuda yang membiarkan orangtua yang berdiri dalam bus yang penuh sesak, sementara dirinya dapat duduk dengan nyaman sebagai cerminan semakin pudarnya nilai-nilai altruisme. Myers (dalam Sarwono, 2002: 328) menyatakan bahwa altruisme sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri. Altruisme dapat ditunjukkan individu karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang suka menolong (altruis). Sears, dkk (1994: 47) mendefinisikan altruisme sebagai tindakan sukarela yang dilakukan individu atau sekelompok individu untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Suatu perilaku dikatakan altruistik tergantung pada tujuan si penolong. Keterikatan antar individu diharapkan dapat menumbuhkan kesediaan untuk memberikan bantuan kepada orang lain kapanpun dan tanpa mengharapkan imbal balik dari orang maupun keluarga yang ditolongnya. 40

3 Munculnya kesediaan untuk menolong karena individu sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan bantuan dan tidak dapat hidup secara terpisah tanpa peran orang lain, sehingga menumbuhkan kesediaan untuk memberikan bantuan. Begitu juga halnya dengan siswa, diharapkan dapat menjalin suatu ikatan kebersamaan baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Studi yang dilakukan Urgel-Semin tentang perilaku prososial (dalam Hakam, 2008: 22) menunjukkan bahwa perilaku mementingkan diri sendiri (selfish) semakin berkurang sesuai dengan perkembangan usia. Pada usia 12 tahun perilaku selfish sudah benar-benar ditinggalkan. Hal tersebut menarik perhatian peneliti mengingat saat ini masih terdapat remaja yang kesulitan dalam menunjukkan altruisme. Masalah paling banyak yang dihadapi orangtua ketika anaknya beranjak remaja adalah anak menjadi susah diatur dan selalu ingin memberontak. Semua bentuk perubahan dalam struktur sosial sangat memengaruhi pola hidup individu dalam masyarakat dan dampak paling besar adalah pengaruhnya terhadap kaum remaja. Perubahan sosial tersebut menjiwai masyarakat saat ini dan secara eksplisit terdapat ideologi yang mengutamakan kepentingan dan interest individual (Kartono, 2011: 75-75). Altruisme dalam penelitian ini adalah altruisme pada siswa SMK. Peneliti memfokuskan penelitian pada siswa SMK karena siswa SMK kurang dapat menunjukkan altruisme. Selain itu siswa SMK yang rata-rata adalah laki-laki kemungkinan kurang dapat menunjukkan nilai-nilai altruisme dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Karmakar dan Ghosh (2012: 47) tentang perilaku altruisme pada remaja, diketahui bahwa altruisme pada remaja awal lebih rendah dibandingkan nilai altruisme pada remaja pertengahan. Remaja perempuan lebih dapat menunjukkan altruisme dibandingkan remaja laki-laki. Hasil penelitian yang dilakukan Purnamasari, dkk (2004: 38) tentang perilaku prososial pada siswa SMU Negeri di Yogyakarta menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial antara siswa lakilaki dan perempuan. Ajaran tentang sikap tolong-menolong, silaturahmi, berderma pada kaum dhuafa, zakat, shodaqoh, kerjasama sesama umat, saling toleransi, rendah hati, murah hati, dan perilaku prososial yang lain juga sering diberikan di dalam pengajian di sekolah sehingga akan menambah pemahaman siswa tentang ajaran agama terutama perilaku prososial. Berdasarkan hasil analisis observasi pada tanggal 09 dan 16 Juni 2012 pada siswa SMK Negeri 11 Semarang, diketahui bahwa siswa SMK kurang dapat menunjukkan altruisme. Berdasarkan observasi diketahui bahwa dua orang siswa SMK tersebut enggan membantu 41

4 teman yang kesusahan dan meringankan pekerjaan orang lain. Ketika ada tukang sapu yang sedang bekerja membersihkan jalanan supaya bersih dari sampah-sampah, siswa SMK yang kebetulan ada di sana justru membuang sampah ke jalanan secara sembarangan padahal di dekat remaja tersebut sedang berkumpul ada tempat sampah. Dua orang siswa SMK yang diobservasi tersebut juga enggan memberikan sedekah kepada pengemis yang berhenti di depannya dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap kehadiran pengemis tersebut. Kondisi tersebut ditunjang dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Juni 2012 terhadap tiga orang siswa SMK yang menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan mengenai kurangnya perilaku altruistik. Kurangnya altruisme terlihat dari pernyataan siswa yang menunjukkan bahwa siswa enggan memberikan bantuan berupa penjelasan ketika ada teman yang mengalami kesulitan dalam suatu pelajaran. Siswa juga kurang dapat menujukkan kepedulian terhadap penderitaan yang dialami orang lain, seperti halnya ketika ada pengumpulan dana untuk korban bencana, masih terdapat siswa yang enggan memberikan sejumlah uang untuk membantu. Hasil penelitian yang dilakukan Pareek dan Jain (2012: 140) tentang hubungan kesejahteraan subjektif dengan altruisme dan permintaaan maaf pada remaja, diketahui bahwa altruisme mampu meningkatkan kesejahteraan subjektif individu dengan cara yang lebih efektif dan berbeda dengan orang lain. Kesediaan untuk menunjukkan altruisme pada remaja akan menjadikan remaja merasakan kebahagiaan tersendiri atas tindakan yang dilakukan dengan menolong orang lain. Batson (dalam Bierhoff, 2002: 111) menyatakan bahwa empati merupakan perasaan yang berorientasi pada perhatian, kasih sayang, kelembutan, yang terjadi sebagai akibat dari menyaksikan penderitaan orang lain. Altruisme dapat muncul ketika seseorang melihat kondisi orang lain yang kurang menguntungkan dan berusaha menolong individu lain tersebut tanpa memperdulikan motif-motif si penolong, timbul karena adanya penderitaan yang dialami oleh orang lain yang meliputi saling membantu, saling menghibur, persahabatan, penyelamatan, pengorbanan, kemurahan hati, dan saling membagi. Perilaku altruisme juga merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku altruisme adalah tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa mempedulikan motif-motif si penolong. Baron dan Byrne (2005: ) menjelaskan beberapa faktor yang memengaruhi altruisme, salah satunya adalah empati. Faturochman (2006: 75-79) mengungkapkan bahwa altruisme erat kaitannya dengan empati. Ada hubungan 42

5 antara besarnya empati dengan kecenderungan menolong. Empati berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengekspresikan emosinya, oleh karena itu empati seseorang dapat diukur melalui wawasan emosionalnya, ekspresi emosional, dan kemampuan seseorang dalam mengambil peran dari individu lainnya. Analisis terhadap hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Juni 2012 terhadap tiga orang siswa di salah satu SMK yang ada di Semarang, diketahui bahwa siswa telah dapat menunjukkan empati ketika ada teman yang sedang mengalami kesulitan. Siswa berusaha membina hubungan yang baik dengan teman lainnya, saling bertegur sapa dengan teman, merasa iba ketika melihat teman kesulitan dalam suatu pelajaran yang diikuti dengan kesediaannya memberikan penjelasan. Hal ini dikarenakan siswa mampu merasakan apabila dirinya kesulitan dan membutuhkan bantuan dari teman lainnya. Empati digambarkan sebagai proses memahami pengalaman subyektif seseorang melalui perwakilan berbagi pengalaman itu dengan tetap menjaga sikap waspada (Ioannidou dan Konstantikaki, 2008: ). Perasaan kasihan terhadap orang lain dapat meningkatkan kesediaan siswa SMK untuk bekerja sama dan mau berbagi memberikan sumbangan yang berarti kepada orang lain. Siswa SMK yang mampu berempati akan bersikap hangat kepada orang lain, bekerjasama dan mendorong siswa untuk senantiasa siap ketika ada orang lain yang membutuhkan bantuannya. Hasil penelitian yang dilakukan Asih dan Pratiwi (2010: 41) tentang perilaku prososial ditinjau dari empati dan kematangan emosi, menunjukkan bahwa empati berkorelasi positif terhadap pemberian pertolongan. Batson (dalam Farsides, 2007: 475) menyatakan bahwa empati menjadi penentu altruisme yang ditunjukkan individu. Empati yang mendasari munculnya altruisme dikarenakan adanya perasaan simpatik, keprihatinan, serta adanya kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Empati akan menjadikan siswa SMK bersedia menunjukkan altruisme ketika ada orang yang membutuhkan sebagai bentuk kemampuan dalam merasakan penderitaan orang lain. Kenyataannya, siswa SMK masih kesulitan dalam menunjukkan altruisme ketika menjumpai orang yang membutuhkan bantuan. Altruisme Batson, dkk (dalam Snyder dan Lopez, 2002: 485) menyatakan bahwa altruisme mengacu pada bentuk spesifik dari motivasi memberikan manfaat pada organisme, biasanya manusia. Altruisme merupakan bentuk khusus dari motivasi dan istilah membantu untuk merujuk pada perilaku yang bermanfaat bagi orang lain. Sarwono (2002: ) menyatakan bahwa terdapat tiga macam norma sosial yang dijadikan pedoman untuk menolong, yaitu norma timbal balik, 43

6 norma tanggung jawab, dan norma keseimbangan. Batson (1943: 6) menyatakan bahwa altruisme adalah keadaan termotivasi yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan orang lain. Bartal, dkk (dalam Desmita, 2010: 243) mendefinisikan altruisme sebagai tahap dimana individu melakukan tindakan menolong secara sukarela. Tindakannya semata-mata hanya bertujuan menolong dan menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan hadiah dari luar. Tindakan menolong dilakukan karena pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsipprinsip moral. Sepanjang menyangkut keselamatan orang lain, individu dapat menilai kebutuhan orang lain, simpati kepada orang lain yang menderita dan membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan keuntungan timbal balik untuk tindakannya. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa altruisme merupakan perilaku dan tindakan menolong yang memberi manfaat positif bagi yang ditolong, tidak mementingkan diri sendiri dan tanpa pamrih. Baron dan Byrne (2005: 186) menyatakan bahwa altruisme mencakup beberapa aspek tindakan, antara lain berbagi, membantu orang lain, baik hati, dan kerja sama. Pillavin dan Charng (1990: 30) menyatakan bahwa aspek-aspek altruisme adalah: a. Menguntungkan orang lain b. Dilakukan secara sukarela c. Dilakukan secara sengaja d. Tujuan yang ingin dicapai harus bermanfaat e. Dilakukan tanpa mengharapkan imbalan apapun Lead (dalam Desmita, 2010: ) menambahkan bahwa terdapat tiga kriteria dari tingkah laku altruistik, yaitu: a. Tindakan yang bertujuan khusus menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan reward eksternal. b. Tindakan yang dilakukan dengan sukarela. c. Tindakan yang menghasilkan sesuatu yang baik. Peneliti akan menggunakan pendapat yang diutarakan oleh Baron dan Byrne (2005: 186) menyatakan bahwa altruisme mencakup beberapa aspek tindakan, antara lain berbagi, membantu orang lain, baik hati, dan kerja sama. Empati Empati pada awalnya didefinisikan sebagai pengalaman indrawi dan emosional secara bersama (Eisenberg dan Strayer, 1987: 219). Empati merupakan respons emosional yang berorientasi pada kesejahteraan yang dirasakan orang lain. Terdapat beberapa konsep yang menggambarkan empati, yaitu mengetahui keadaan internal orang lain memiliki asumsi terhadap konsep yang diamati, dapat merasa menjadi orang lain, memproyeksikan diri ke 44

7 dalam situasi lain, membayangkan bagaimana perasaan orang lain, membayangkan bagaimana seseorang akan berpikir dan merasa di tempat lain, serta merasakan kekecewaan terhadap penderitaan orang lain (Snyder dan Lopez, 2002: ). Empati memiliki komponen kognitif yaitu kemampuan untuk melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain atau apa yang disebut sebagai mengambil perspektif orang lain (Santrock, 2003: 453). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa empati adalah kemampuan untuk mengerti dan menghargai perasaan orang lain dengan cara memahami perasaan dan emosi orang lain serta memandang situasi dari sudut pandang orang lain. Eisenberg dan Strayer (1987: 235) menyatakan bahwa aspek-aspek empati, antara lain: a. Kognitif Menilai perspektif berdasarkan keterlibatan pemikiran. b. Afektif Perspektif terhadap kepedulian dan kesulitan pribadi dalam menanggapi emosi orang lain. Baron dan Byrne (2005: ) menyatakan bahwa dalam empati juga terdapat aspek-aspek, yaitu: a. Kognitif Individu yang memiliki kemampuan empati dapat memahami apa yang orang lain rasakan dan mengapa hal tersebut dapat terjadi pada orang tersebut. b. Afektif Individu yang berempati merasakan apa yang orang lain rasakan. Batson, dkk (dalam Decety, 2012: 60) menyatakan bahwa aspek yang terkandung dalam empati, antara lain: a. Simpati b. Iba c. Kehangatan d. Kelembutan Peneliti akan menggunakan pendapat yang diutarakan oleh Batson, dkk (dalam Decety, 2012: 60) bahwa aspek-aspek empati adalah simpati, iba, kehangatan dan kelembutan. METODE PENELITIAN Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah: a. Siswa-siswi SMK Negeri 11 Semarang b. Berusia tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Altruisme dan Skala Empati. 45

8 PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang diutarakan oleh Baron dan Byrne (2005: ) yang menjelaskan beberapa faktor yang memengaruhi altruisme, salah satunya adalah empati. Faturochman (2006: 75-79) mengungkapkan bahwa altruisme erat kaitannya dengan empati. Ada hubungan antara besarnya empati dengan kecenderungan menolong. Empati berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengekspresikan emosinya, oleh karena itu empati seseorang dapat diukur melalui wawasan emosionalnya, ekspresi emosional, dan kemampuan seseorang dalam mengambil peran dari individu lainnya. Batson (dalam Bierhoff, 2002: 111) menyatakan bahwa empati merupakan perasaan yang berorientasi pada perhatian, kasih sayang, kelembutan, yang terjadi sebagai akibat dari menyaksikan penderitaan orang lain. Kemampuan siswa dalam menumbuhkan empati akan menjadikan siswa mampu merasakan setiap kesulitan yang dialami orang lain, sehingga dapat tergerak untuk menunjukkan altruisme. Empati yang dimiliki siswa akan dapat menjadikan siswa bersedia menunjukkan altruisme karena adanya kemampuan menempatkan diri dalam perspektif orang lain yang sedang mengalami kesulitan. Siswa akan bersedia untuk memberikan bantuan secara langsung tanpa mengharapkan imbal balik atas perilaku altruistik yang ditunjukkannya. Empati merupakan respons emosional yang berorientasi pada kesejahteraan yang dirasakan orang lain. Terdapat beberapa konsep yang menggambarkan empati, yaitu mengetahui keadaan internal orang lain memiliki asumsi terhadap konsep yang diamati, dapat merasa menjadi orang lain, memproyeksikan diri ke dalam situasi lain, membayangkan bagaimana perasaan orang lain, membayangkan bagaimana seseorang akan berpikir dan merasa di tempat lain, serta merasakan kekecewaan terhadap penderitaan orang lain (Snyder dan Lopez, 2002: ). dengan empati yang tinggi akan dapat merasakan penderitaan orang lain dengan berusaha menempatkan dirinya pada penderitaan tersebut. Siswa akan terlibat secara perasaan sehingga berusaha untuk memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan sebagai bentuk altruismenya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Krebbs (1971: 413) menunjukkan bahwa terdapat tiga percobaan mendukung gagasan bahwa reaksi empatik dapat memediasi respon altruistik. Kemampuan dalam merasakan penderitaan orang lain sebagai wujud dari empati akan dapat mendorong individu memberikan 46

9 bantuan guna meringankan penderitaan yang dialami orang lain. Empati dalam diri siswa SMK akan dapat menunjang perilaku altruisme yang ditunjukkan siswa ketika menjumpai individu lain yang sedang membutuhkan bantuan. Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel altruisme diperoleh Mean Empirik sebesar 38,31, Mean Hipotetiknya sebesar 40,5 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 13,5. Mean Empirik variabel altruisme pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. Hal ini mengindikasikan bahwa altruisme berada pada kategori sedang mengarah rendah, bahwa siswa SMK Negeri 11 Semarang cukup dapat menunjukkan altruisme atau kesediaan untuk memberikan bantuan kepada orang lain yang menunjukkan. Bartal, dkk (dalam Desmita, 2010: 243) mendefinisikan altruisme sebagai tahap dimana individu melakukan tindakan menolong secara sukarela. Tindakannya semata-mata hanya bertujuan menolong dan menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan hadiah dari luar. Tindakan menolong dilakukan karena pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsipprinsip moral. Sepanjang menyangkut keselamatan orang lain, individu dapat menilai kebutuhan orang lain, simpati kepada orang lain yang menderita dan membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan keuntungan timbal balik untuk tindakannya. Altruisme siswa SMK yang berada pada kategori sedang mengarah rendah berarti bahwa siswa kurang dapat tergerak untuk memberikan bantuan kepada orang lain yang sedang kesulitan. Pada variabel empati diperoleh Mean Empirik sebesar 58,04, Mean Hipotetiknya sebesar 50 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 10. Mean Empirik variabel empati pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. dari Mean Hipotetiknya. Hal ini mengindikasikan bahwa empati tergolong pada kategori sedang mengarah tinggi. Hal ini berarti siswa SMK Negeri 11 Semarang cukup dapat merasakan penderitaan yang dirasakan oleh orang lain serta memahami kesulitan yang sedang dialami oleh orang lain. Sumbangan efektif variabel empati terhadap altruisme 9,8%. Sisanya sebesar 90,2% dari variabel lain seperti faktor internal, meliputi kepribadian, suasana hati, rasa bersalah, distres diri, perasaan, tahapan moral, orientasi seksual, jenis kelamin, mempercayai dunia yang adil, kemampuan, kognitif, arousal, mood, locus of control, serta egosentrisme rendah dan faktor eksternal, meliputi situasi, agama, tanggung jawab sosial, karakteristik orang yang terlibat, serta norma. Sumbangan efektif yang diberikan variabel empati terhadap variabel altruisme tergolong kecil dikarenakan terdapat faktor lain yang kemungkinan memberikan peran penting dalam altruisme yang ditunjukkan siswa seperti halnya dengan modeling yang dilakukan siswa terhadap orang lain yang ada di lingkungannya. 47

10 Kelemahan dalam penelitian ini adalah pada saat dilaksanakannya penelitian yang bertepatan dengan jam pelajaran yang dapat mengganggu konsentrasi subjek dalam pengisian skala penelitian. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, peneliti memastikan agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan oleh subjek dan memberikan kesempatan kepada subjek untuk menanyakan kepada peneliti. Kelemahan lain dalam penelitian ini adalah metode analisis data yang seharusnya juga membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk mengetahui altruisme siswa dari jenis kelamin yang berbeda. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. DAFTAR PUSTAKA Asih, G. Y., dan Pratiwi, M.M.S Perilaku Prososial ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. Vol. 1. No. 1. Hal Baron and Byrne Psikologi Sosial 1. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Batson, C. D The Altruism Question: Toward a Social Psychological Answer. USA: Lawrence Erlbaum Associate, Inc. Bierhoff, H. W Prosocial Behavior. USA: Taylor and Francis Inc. Decety, J Empathy. Massachussetts Institute of Technology. Desmita Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Eisenberg, N., dan Strayer, J Empathy and Its Development. New York: Press Syndicate of the University Cambridge. Farsides, T The Psychology of Altruism. The Psychologist. Vol. 20. No. 8. Hal (Rabu, 24 Oktober 2012). Faturochman Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pinus. Hakam, K.A Membina Sikap Prososial Melalui Pendidikan. Fasilitator. Edisi 2. Ioannidou, F dan Konstantikaki, V Empathy and Emotional Intelligence: What Is It Really About? International Journal of Caring Sciences. Vol 1 Issue 3. issue3/vol1_issue3_03_ioannidou. (Rabu, 07 November 2012). Karmakar, R., dan Ghosh, A Altruistic Behavior of Adolescents of Different Regions of India. Journal of The Indian Academy of Applied Psychology. Vol. 38. Hal Psyinsight, IJJP. Kartono, K Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Krebbs, D Infrahuman Altruism. Psychological Bulletin. Vol. 76. No. 6. pp Harvard University. Pareek, S., dan Jain, M Subjective Well- Being in Relation to Altruism and Forgiveness Among School Going Adolescents. Vol. 2. No. 5. Page

11 International Journal of Psychology and Behavioral Sciences. Pillavin, J. A., Charng, H. W Altrusim: A Review of Recent Theory and Research. University of Wisconsin, Madison, Winconsin. Diakses pada tanggal 19 November Purnamasari, A., Endang, E., Fadhila, A Perbedaan Intensi Prososial Siswa SMUN dan MAN di Yogyakarta. Humanitas. Vol. 1. No. 1. Hal Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Sarwono, S. W Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sears, D.O, Fredman, J. L., dan Peplau, L.A Psikologi Sosial. Jilid II. Alih Bahasa: Michael Ardiyanto. Jakarta: Erlangga. Snyder, C. R., dan Lopes, S. J Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press. Soekanto, S Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Walgito. B Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset. 49

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perilaku prososial

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY. Oleh: SUPARJO ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY. Oleh: SUPARJO ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY Oleh: SUPARJO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan perilaku prososial pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 Roy Silitonga, Sri Hartati *) Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Sejak jaman dahulu manusia hidup bergotongroyong, sesuai dengan pepatah

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: SATRIA ANDROMEDA F 100 090 041 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Lebih terperinci

PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI EMPATI DAN KEMATANGAN EMOSI

PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI EMPATI DAN KEMATANGAN EMOSI PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI EMPATI DAN KEMATANGAN EMOSI Gusti Yuli Asih Margaretha Maria Shinta Pratiwi 1 2 Abstract This recearched was aimed to realize the relation between empathy and emotional

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

PERILAKU PROSOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP NEGERI 20 PADANG ARTIKEL

PERILAKU PROSOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP NEGERI 20 PADANG ARTIKEL PERILAKU PROSOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP NEGERI 20 PADANG ARTIKEL Oleh: BUNGA AFASLI NPM: 12060238 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. komunitas Save Street Child yang ikut mengajar anak-anak jalanan atau

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. komunitas Save Street Child yang ikut mengajar anak-anak jalanan atau BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini sebesar 48 subyek yakni relawan komunitas Save Street Child yang ikut mengajar anak-anak jalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan dengan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual. Manusia tidak akan mampu hidup sendiri

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menolong merupakan perbuatan yang mulia, sejauh pertolongan itu dibutuhkan sehingga bermanfaat. Namun terkadang pertolongan justru tidak datang saat dibutuhkan. Banyak

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU ALTRUISTIK

TINGKAH LAKU ALTRUISTIK 6 TINGKAH LAKU ALTRUISTIK Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Chaplin dalam bukunya Dictionary of Psychology yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior)

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL Erick Wibowo Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi perlu dilakukan dalam menganalisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan korelasi Product Moment. Uji

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Sosial positif ini didasarkan atas

Lebih terperinci

Lidwina Evaria. Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Abstrak. Abstract

Lidwina Evaria. Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Abstrak. Abstract ALTRUISME DITINJAU DARI KECERDASAN INTERPERSONAL PADA KARYAWAN PT. ASABRI SEMARANG (Altruism Reviewed from InterpersonalIntelligence Among PT. Asabri Semarang Employee) Lidwina Evaria Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak.

KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak. KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak kelebihan dibandingkan makhluk lain. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki tersebut antara lain

Lebih terperinci

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : IKA IRYANA F.100110078 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program studi

Lebih terperinci

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Abstract This study aims to determine whether there is a relationship between the density (density) in a boarding house with student learning

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG Soraya Prabanjana Damayanti, Dinie Ratri Desiningrum* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Sorayadamayanti88@gmail.com

Lebih terperinci

SELF-COMPASSION DAN ALTRUISME PADA PERAWAT RAWAT INAP RSUD KOTA SALATIGA

SELF-COMPASSION DAN ALTRUISME PADA PERAWAT RAWAT INAP RSUD KOTA SALATIGA SELF-COMPASSION DAN ALTRUISME PADA PERAWAT RAWAT INAP RSUD KOTA SALATIGA Syarifah Rahma Dewi 1, Farida Hidayati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG Inggit Kartika Sari, Siswati Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain di sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, kepedulian orang terhadap orang lain maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain di sekitarnya. Dalam kehidupannya, manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu mahluk yang membutuhkan orang lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia hidup dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN Alvindi Ayu Agasni 1, Endang Sri Indrawati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan rela untuk berbuat sesuatu untuk orang lain, tanpa berharap mendapatkan imbalan apa pun, sebaliknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Nur Asia F 100 020 212 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Perososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan dengan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual. Sebagai makhluk sosial hendaknya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial terhadap siswa berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA 1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030

Lebih terperinci

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGADIROJO TAHUN AJARAN 2014/ 2015

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGADIROJO TAHUN AJARAN 2014/ 2015 KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGADIROJO TAHUN AJARAN 2014/ 2015 JURNAL Oleh: RETNO WULANDARI K3110057 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN ALTRUISME. Naskah Publikasi

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN ALTRUISME. Naskah Publikasi HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN ALTRUISME Naskah Publikasi Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: DEVID ARI PRADANA F100 090 042 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu adanya hubungan yang baik antar sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial dan

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS Ilham Prayogo, Hastaning Sakti* iprayogo@rocketmail.com, sakti.hasta@gmail.com Ilham Prayogo M2A607052

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Prososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Menurut Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku prososial yang menguntungkan dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak masih zaman Yunani kuno. Para filsuf klasik berpandangan bahwa bagian

BAB I PENDAHULUAN. sejak masih zaman Yunani kuno. Para filsuf klasik berpandangan bahwa bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandangan bahwa manusia sebagai individu merupakan satu kesatuan dari aspek fisik atau jasmani dan psikis atau rohani atau jiwa yang tidak dapat dipisahkan, sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia

Lebih terperinci

c. Pengalaman dan suasana hati.

c. Pengalaman dan suasana hati. PERILAKU PROSOSIAL Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981) membatasi perilaku prososial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang merupakan singkatan dari Praja Muda Karana yang mempunyai arti orang-orang yang berjiwa muda dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan remaja di perkotaan saat ini menunjukkan rendahnya kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya kepedulian remaja tergambar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, manusia juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai makhluk sosial, itu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN EMPATI NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN EMPATI NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN EMPATI NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh:

Lebih terperinci

INTUISI 8 (3) (2016) INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI.

INTUISI 8 (3) (2016) INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI. INTUISI 8 (3) (2016) INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi PERILAKU PRO-SOSIAL DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT (Studi pada Mahasiswa Psikologi

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU PROSOSIAL

TINGKAH LAKU PROSOSIAL TINGKAH LAKU PROSOSIAL Modul ke: Fakultas Psikologi Dasar tingkah pro-sosial; Tahap-tahap perilaku menolong; Respons terhadap keadaan darurat; Pengaruh internal dan eksternal dalam menolong; Komitmen jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial menurut Asih dan Pratiwi (2010) merupakan salah suatu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Remaja pada dasarnya dalam proses perkembangannya membutuhkan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Remaja juga mulai belajar serta mengenal pola-pola sosial salah satunya adalah perilaku

Lebih terperinci

EMPATI ANAK PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM PERMATA IMAN 3 SUKUN MALANG. Nur Cahyati

EMPATI ANAK PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM PERMATA IMAN 3 SUKUN MALANG. Nur Cahyati EMPATI ANAK PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM PERMATA IMAN 3 SUKUN MALANG Nur Cahyati Fakultas Psikologi Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN Tindakan bullying yang dilakukan oleh anak,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia sejak dulu dikenal oleh dunia karena masyarakatnya yang hidup dengan rukun, saling tolong menolong, saling mensejahterakan dan penuh keramahan. Namun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG Lucky Rianatha 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : Pudyastuti Widhasari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA. HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent)

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) MILDA REYNA Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP METODE PEMBELAJARAN GURU DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI GISIKDRONO 02 DAN 04 SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP METODE PEMBELAJARAN GURU DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI GISIKDRONO 02 DAN 04 SEMARANG HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP METODE PEMBELAJARAN GURU DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI GISIKDRONO 02 DAN 04 SEMARANG Noviyani Dwi Wulandari 1, Diana Rusmawati 2 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A 1 HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A Rohmatul Ummah, Anita Listiara* Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satupun darinya yang dapat hidup tanpa sedikitpun bantuan dari orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. satupun darinya yang dapat hidup tanpa sedikitpun bantuan dari orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia disebut sebagai makhluk sosial sebab mereka tidak bisa lepas antara satu dengan yang lainnya, melainkan ada ketergantungan. Mereka membutuhkan manusia lain

Lebih terperinci

PROFIL PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 RAO KECAMATAN RAO INDUK KABUPATEN PASAMAN TIMUR E-JURNAL

PROFIL PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 RAO KECAMATAN RAO INDUK KABUPATEN PASAMAN TIMUR E-JURNAL PROFIL PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 RAO KECAMATAN RAO INDUK KABUPATEN PASAMAN TIMUR E-JURNAL YULIA HERMIKA 10060053 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari hubungan dengan manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan keramahtamahannya serta budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL ATAS KEJADIAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA PADA MAHASISW UMSIDA

KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL ATAS KEJADIAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA PADA MAHASISW UMSIDA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL ATAS KEJADIAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA PADA MAHASISW UMSIDA Danang Kurniawan, Nur Habibah Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan (goal oriented) dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA PENALARAN...(Dyan Lestari, Partini) ISSN: 0854-2880 HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA Dyan Lestari 1, Partini 2 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu. membutuhkan individu lain dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu. membutuhkan individu lain dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan individu lain dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Manusia tidak dapat melepaskan diri

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Dewina Pratitis Lybertha, Dinie Ratri Desiningrum Fakultas Psikologi,Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam mencapai kebahagiaan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA REMAJA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN LAPAS ANAK KELAS II A KUTOARJO

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA REMAJA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN LAPAS ANAK KELAS II A KUTOARJO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA REMAJA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN LAPAS ANAK KELAS II A KUTOARJO Fonda Desiana Pertiwi, Achmad Mujab Masykur* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan

Lebih terperinci