Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean"

Transkripsi

1 Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean Square Percent Error), clan U (Theil's Inequality Coefficient), semakin kecil. Nilai U berkisar antara no1 dan satu, dan jika U ssma dengan no1 maka pendugaan model adalah sempurna, dan bila U sama dengan satu maka pendugaan model adalah sangat buruk (Theil, 1965, dan 1966; Klein, 1983; Naylor, 1971). Adapun validasi model secara historik untuk tahun analisis 1969 hingga tahun 1991 adalah seperti terlihat pada Tabel 7.l. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari 21 peubah endogen sebagai persamaan perilaku hanya a& satu yang mempunyai nilai WSPE yang lebih besar dari 50 persen yaitu peubah areal perkebunan negara wilayah Jawa (APNJt). Semua peubah endogen mempunyai nilai U lebih kecil dari 1.00, tetapi ada tiga peubah endogen yang nilai U lebih besar dari 0.30 yaitu peubah areal perkebunan negara di wilayah Jawa (APNJt), ekspor karet alam Indone- sia (EXKIt), dan harga karet alam di pasar domestik (HKDNt). Dari besarnya nilai RMSE, RMSPE, dan U yang dipero- leh, model yang diduga dapat digunakan untuk evaluasi kebijakan ekonomi. Secara grafis gambaran simulasi peubah endogen dugaan dan aktual dapat dilihat secara lengkap

2 pa& Lampiran Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa grafik nilai dugaan dan grafik nilai aktual peubah yang disimulasi secara historik memgunyai arah yang relatif sama sepanjang tabu analisis. Tabel 7.1 Validasi Model Industri Karet di Indonesia No. peubahll) RMSE RMSPE U 1. APRST 2. APRJT 3. APRKT 4. APBST 5. APBJT 6. APBKT 7. APNST APNJT PVRST PVRJT PVRKT PVBST PVBJT PVBKT PVNST PVNJT EXKIT Exlcm! EXKTT HKAWT XXDNT Dafiniri wing-ueing paubph dapat dilihat pa& bab 5 dan lampiran 10

3 Simulasi kebijakan bertujuan untuk menganalisis alternatif kebijakan dengan cara mengubah nilai-nilai peubah kebijakan maupun peubah non kebijakan seperti perubahan pengurangan subsidi pupuk, perubahan suku bunga uang, perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, perubahan tingkat upah, dll. Adapun simulasi historik model yang dibangun ini adalah simulasi untuk mengevaluasi arah dan besarnya perubahan berbagai indikator yang diinginkan seperti luas areal, produktivitas, produksi, tingkat harga dan penawaran ekspor komoditas karet Indonesia khususnya. Dampak kebijakan devaluasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar 10 persen pengaruhnya hanya terlihat terhadap luas areal tanaman karet perkebunan rakyat di wilayah Jawa, jumlah ekspor karet alam Indonesia, dan harga karet alam di pasar domestik (Lampiran 24). Dengan adanya kenaikan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing sebesar 10 persen hanya mendorong perluasan areal perkebu- nan rakyat di Jawa sebesar 0.01 persen. Sedangkan untuk wilayah lainnya tidak ada dampaknya terhadap luas areal, produktivitas maupun produksi.

4 Kebijakan devaluasi sebesar 10 persen, memberi dampak yang beaar pa& peningkatan eksgor karet Indonesia. Dengan devaluasi sebesar 10 persem terjadi peningkatan eksgor karet alam sebesar ton atau 3.53 persen per tahun. Selain mendorong peningkatan jumlah ekspor karet, slam Indonesia, devaluasi mata uang rupiah terhadap valuta asing juga mendorong peningkatan harga karet di pasar domestik. Dengan devaluasi 10 persen mendorong pening- katan harga karet alam di domestik sebesar 6.46 persen. Kebi j aksanaan pengurangan subsidi pupuk dengan jalan menaikkan harga pupuk sebesar 10 persen tampaknya tidak berdampak apa-apa terhadap luas areal tanam, produk- tivi tas, produksi, volume ekspor maupun tingkat harga (Lampiran 25). Dengan demikian kebijakan penurunan subsidi pupuk tidak berdampak negatif terhadap perkembangan luas areal, produktivitas, produksi maupun ekspor karet alam Indone- sia. Hal ini mungkin dapat terjadi akibat tidak respon- sifnya permintaan pupuk terhadap perubahan harga pupuk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberian subsidi harga pupuk dalam rangka usaha pening-

5 Pa& umumnya auatu gendugaan model dikatakan valid j ika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean Square Percent Error), clan U (Theilgs Inequality Coefficient), semakin kecil. Nilai U berkiaar antara no1 dan satu, dan jika U asma dengan no1 maka gendugaan rnodel adalah sanpurna, dan bila U sama dengan satu maka pendugaan model adalah sangat buruk (Theil, 1965, clan 1966; Klein, 1983; Naylor, 1971). Adapun validasi model secara historik untuk tahun analisis 1969 hingga tahun 1991 adalah seperti terlihat pada Tabel 7.1. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari 21 peubah endogen sebagai persamaan perilaku hanya a& satu yang mempunyai nilai RMSPE yang lebih besar dari 50 persen yaitu peubah areal perkebunan negara wilayah Jawa (APNJt). Semua peubah endogen mempunyai nilai U lebih kecil dari 1.00, tetapi ada tiga peubah endogen yang nilai U lebih besar dari 0.30 yaitu peubah areal perkebunan negara di wilayah Jawa (APNJt), ekspor karet alam Indone- sia (EXKIt), dan harga karet alam di pasar domestik (HKDNt). Dari besarnya nilai RMSE, RMSPE, dan U yang dipero- leh, model yang diduga dapat digunakan untuk evaluasi kebi jakan ekonomi. Secara graf is gambaran simulasi peubah endogen dugaan dan aktual dapat dilihat secara lengkap

6 Kebijakan menaikkan auku bunga uang berdampak sangat luas. Kenaikkan suku bunga uang sebesar 10 persen menyebabkan turunnya luaa areal perkebunan rakyat di Sumatera sebesar 0.07 persen, dan areal perkebunan besar di Jawa sebesar peraen per tahun. Terhadap produktivitas, kenaikan suku bunga uang sebesar 10 persen akan menyebabkan berkurangnya produktivitas tanaman karet perkebunan swasta di wilayah Sumatera sebesar 0.69 persen, perkebunan besar swasta di wilayah Jawa sebesar 0.06 persen, perkebunan besar swasta di wilayah Kalimantan sebesar 0.84 persen, dan produktivitas perkebunan negara di wilayah Sumatera dan wilayah Jawa masing-masing sebesar 1.19 persen dan 0.65 persen. Kebijakan menaikkan suku bunga uang berdampak negatif terhadap produksi perkebunan besar swasta untuk ketiga wilayah dan terhadap produksi perkebunan negara untuk wilayah Sumatera. Kebijakan menaikkan suku bunga uang juga berdampak negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia dan Indonesia dan terhadap harga karet alam di pasar domestik. Kebijakan menaikkan suku bunga tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga dapat berdampak posi tif. Terhadap luas areal tanaman karet perkebunan rakyat di

7 wilayah Jawa dan wilayah Xalimantan, perkebunan besar swasta di wilayah Sumatera clan Xalimrrntan, dan perkebu- nan negara Sumatera dan Jawa kebijakan ini memberikan danqpak positif. Kebijakan menaikkan auku bunga wag juga akan mendorong peningkatan produktivitas dart produksi tanaman karet perkebunan rakyat di ketiga wilayah produksi. Dengan kebi jakan menaikkan suku bunga sebesar 10 persen terjadi peningkatan produksi karet di wilayah Sumatera sebesar 0.68 persen atau 5.6 ribu ton, di wilayah Jawa sebesar 0.22 persen atau 205 ton, dan di wilayah Kalimantan sebesar 3.04 persen atau 5.8 ribu ton (Lampiran 26). Dari hasil informasi di atas &pat ditarik kesimpulan bahwa naiknya suku bunga uang tidak selalu berdampak negatif terhadap luas areal tanam, produktivitas, maupun produksi karet Indonesia. Kebijakan menaikkan upah tenaga kerja sebesar 10 persen tidak memberikan dampak terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, jumlah ekspor dan tingkat harga karet alam (Lampiran 27). Artinya kebijakan merubah upah tenaga kerja di bidang perkebunan tidak menyebabkan dampak terhadap luas areal tanam karet, produktivitas, produksi,

8 ekspor maupun harga karet di pasar damestik maupun di pasar internasional. e, Pa jak Ekspor Karet Alam Kebijakan menaikkan pajak eksgor karet Indonesia sebesar 10 persen tidak memberikan dampak terhadsp luas areal tanaman, produktivitas, volume ekspor maupun tingkat harga harga karet alam Indonesia (Lampiran 25)- Artinya, bahwa kebijakan menaikkan pajak ekspor tidak akan berpengaruh terhadap luas areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor, dan harga karet alam di paaar damestik maupun di pasar internaaional. f, Stok Xaret Alam Indonesia dan Stok met Alar Dunia Kebijakan menaikkan stok karet alam Indonesia sebesar 10 persen sama artinya dengan pembatasan volume ekspor, kebijakan ini hanya memberikan dam.pak yang cukup besar terhadap perubahan harga karet alam di pasar domestik. Dengan kebi j akan menaikkan s tok karet alam sebesar 10 persen, berdampak turunnya harga karet alam di pasar domestik sebesar 7.51 persen (Lampiran 29), Sedangkan terhadap peubah terhadap luas areal tanam, produktivitas, produksi dan jumlah ekspor, dampak kebi j akan ini sangat kecil atau dapat dikatakan tidak ada.

9 Dengan adanya kebijakan peningkatan stok karet alam domestik, akibatnya akan sama dengan menggeser kurva pennintaan karet di pasar domestik. Pa& akhirnya kebija- kan peningkatan stok karet alam Indonesia ini akan menyebabkan menurunnya harga di gaaar domeatik. Kebijakan peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan berdantpak terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor, dan harga karet alam di pasar domestik, dan juga terhadap harga karet alam di pasar internasional. Dampak terbesar dari peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan terjadi terhadap harga karet di pasar internasional. Dampak kebijakan peningkatan stok karet alam dunia di pasar internasional adalah naiknya harga karet alam sebesar (Lampiran 30). g. Ekspor Karet Alan Indonesia, Malaysia dan Thailand Kebijakan penurunan volume ekspor karet alam Indonesia, tidak memberikan dampak yang berarti terhadap perubahan areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor maupun harga karet alam di pasar domestik msupun pasar internasional (Lampiran 31). Demikian juga halnya dengan kebi j akan penurunan ekspor karet alam Indonesia, Malaysia dan Thailand secara serentak sebesar 10 persen, tidak memberikan dampak yang berarti terhadap perubahan luas

10 areal tanaman karet, produktivi tas, produksi, volume ekspor maupun harga karet di pasar domestik dan di pasar internasional (Lampiran 33). Dengan demikian, uaaha meningkatkan harga karet di gasar internasional melalui pengurangan atau pembatasan ekspor dari ketiga negara produsen karet terbesar secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama adalah tidak ef ektif. Kebijakan peningkatan suku bunga uang tidak selalu berdampak negati f terhadap luas areal tanaman, produktivitas maupun produksi karet Indonesia. Dampak kebijakan kenaikan suku bunga uang sebesar 10 persen adalah berkurang 0.7 persen atau hektar luas areal tanaman karet perkebunan rakyat Sumatera, dan berkurangnya areal perkebunan besar swasta sebesar 1.6 persen atau 900 hektar di wilayah Jawa, serta penurunan produksi dan produktivitas tanaman karet perkebunan besar swasta dan perkebunan negara di semua wilayah adalah antara 0.06 persen hingga 1.2 persen. Kebijakan peningkatan suku bunga uang juga menyebabkan turunnya produks i total tanaman karet perkebunan besar swasta sebesar 0.7 persen atau 75 ton. Dari sepuluh alterna tif kebi j akan yang dikemukakan, hanya kebijakan devaluasi yang dapat meningkatkan harga

11 karet alam di pasar domestik dan meningkatkan ekspor karet alam Indonesia. Kebijakan penurunan suku bunga uang, peningkatan stok karet alam Indonesia dan peningkatan stok karet alam dunia mas ing-mas ing sebesar 10 persen, akan mengakibatkan turunnya harga karet di paaar domestik masing-masing sebesar 0.12 persen, 7.51 persen, dan 0.06 persen (Lampiran 35). Kebijakan menaikkan suku bunga, pajak ekspor, dan stok karet alam dunia masing-masing sebesar 10 persen akan menyebabkan turunnya volume ekspor karet alam Indonesia masing-masing sebesar 0.29 persen, 0.03 persen, &n 0.01 persen. Dengan demikian, kebi j akan menaikkan suku bunga, pa jak ekspor dan kebi jakan pembatasan ekspor hanya menyebabkan dampak menurunnya volume ekspor karet alam Indonesia dalam jumlah relatif kecil. Kebijakan devaluasi mata uang rupiah terhadap mata uang asing akan mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia dan harga karet alam di pasar domestik. Dengan melakukan kebijakan devaluasi sebesar 10 persen mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia sebesar 3.53 persen atau sama dengan 22 ribu ton dan menaikkan harga di pasar domestik sebesar 6.46 persen atau sama dengan Rp per ton. Sedangkan untuk areal tan- karet,

12 produktivitas Qn produksi karet alam Indonesia, kebijakan devaluasi tidak memberikan dampak yang berarti. Kebijakan peningkatan pajak ekspor karet alam Indonesia sebesar 10 persen hanya berdampak terhadap penvolume ekspor karet slam Indonesia aebesar 0.03 pers- atau 150 ton. Terhadap areal tanaman, produktivitas, produksi, maupun terhadap tingkat harga karet alam di pasar domestik atau pasar internasional, dampak kebi jakan peningkatan pajak ekspor karet alam sebesar 10 persen relatif tidak ada. Rebijakan penurunan harga pupuk sebesar 10 persen tidak akan mengakibatkan dampak yang berarti terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, ekspor, maupun harga karet alam di pasar domestik maupun di pasar interns- sional. Keadaan yang sama juga ditemui terhadap adanya kebijakan peningkatan upah tenaga kerja sebesar 10 persen, pembatasan ekspor karet slam Indonesia aebesar 10 persen, maupun penurunan ekspor karet alam dunia sebesar 10 per- sen. Artinya, bahwa kebijakan tersebut di atas tidak ef ekti f un tuk digunakan mempengaruhi areal tanam, produktivitas, produksi, maupun harga karet alam di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kebi j akan peningkatan s tok karet alam Indonesia sebesar 10 persen berdampak turrrnnya harga karet alam di pasar domestik sebesar 7.5 persen. Sedangkan terhadap

13 areal tanam, produktivi tas, produksi, clan ekspor karet alam Indonesia. Kebijakan peningkatan stok karet alam dunia memberikan dampak yang terbesar terhadap peningkatan harga karet alam di gasar internasional hingga 16.5 persen. Sedangkan kebijakan peningkatan stok karet alam Indonesia sebesar 10 persen tidak memberikan dampak yang berarti terhadap luas areal, produktivitas, produksi, ekspor, harga karet di pasar domes tik, pengaruh kebi jakan peningkatan stok ini relatif sangat kecil. Dari hasil yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi dapat dikemukakan ringkasan hasil berikut: 1. Dampak simulasi kebijakan devaluasi sebesar 10 persen mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia sebesar 3.5 persen atau 22 ribu ton, dan menaikkan harga karet alam di pasar dalam negeri sebesar 6.5 persen atau Rp per ton. Dampak devaluasi terhadap luas areal tanam, produk tivitas dan pro- duksi karet alan Indonesia relatif sangat kecil. 2. Simulasi kebijakan penurunan suku bunga uang, peningkatan stok karet alam Indonesia atau peningkatan stok karet alam dunia masing-masing sebesar 10 persen, akan mengakibatkan turunnya harga karet alam di pasar domestik masing-masing sebesar 0.12 persen,

14 7.51 persen dan 0.06 gersen. Dampak peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan meningkatnya harga karet alam di pasar internasional sebesar 16 persen. Kenaikan suku bunga uang sebeaar 10 geraen berdsmpak negatif terhadap produktivitas maupun produksi karet perkebunan besar swasta dan perkebunan negara di semua wilayah produksi, tetapi menaikkan produktivitas clan groduksi untuk perkebunan rakyat di semua wilayah produksi. 3. Dampak kebijakan kenaikkan pajak ekspor karet alam Indonesia sebesar 10 persen terhadap luas areal tanam, produktivi tas, produksi, volume ekspor, maupun harga karet alam di pasar domestik relatif sangat kecil. Dengan perkataan lain, kebijakan menaikkan pajak ekspor karet slam Indonesia sebesar 10 persen tidak akan banyak mempengaruhi produksi karet maupun penerimaan devisa Indonesia yang berasal dari ekspor karet.

Seperti telah diungkapkan di bagian depan dari

Seperti telah diungkapkan di bagian depan dari Seperti telah diungkapkan di bagian depan dari tuliaan ini bahwa analisis keragaan luas areal tanam dan produktivitas tanaman karet Indonesia didasarkan atas tiga kelompok wilayah produksi dan tiga jenis

Lebih terperinci

permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan

permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan S tudi terdahulu yang menganalisis penawaran dan permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan jenis pnogusahaan masih sangat terbatas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia Model merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang terjadi. Dengan penyederhanaan itu,

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA 233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi,

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN PENINGKATAN EKSPOR MANGGIS INDONESIA POLICIES SIMULATION ANALYSIS TO INCREASE INDONESIAN MANGOSTEEN EXPORT

ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN PENINGKATAN EKSPOR MANGGIS INDONESIA POLICIES SIMULATION ANALYSIS TO INCREASE INDONESIAN MANGOSTEEN EXPORT Habitat Volume XXVI, No. 1, Bulan April 2015, Hal. 61-70 ISSN: 0853-5167 ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN PENINGKATAN EKSPOR MANGGIS INDONESIA POLICIES SIMULATION ANALYSIS TO INCREASE INDONESIAN MANGOSTEEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN 6.1 Validasi Model Simulasi Awal. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan simulasi model, validasi model dilakukan untuk melihat apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. V. EVALUASI MODEL BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. Pembahasan dibedakan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah seiring dengan peningkatan pembangunan, untuk itu ekspor harus

BAB I PENDAHULUAN. bertambah seiring dengan peningkatan pembangunan, untuk itu ekspor harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (The Impacts of Government s Policies on Cassava Economic Stockhorders Welfare In Lampung Provience) Septaria

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Model dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dari fenomena nyata sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Suatu model merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

%d /fj' MODEL EKON~MI MAKRO DAN KETERKWITAN SENTOR PERTANfdN Dl INDONESI& 33 B= 9'3. Oleh BAAHMANTIO ISDIJOSO EPN 88010

%d /fj' MODEL EKON~MI MAKRO DAN KETERKWITAN SENTOR PERTANfdN Dl INDONESI& 33 B= 9'3. Oleh BAAHMANTIO ISDIJOSO EPN 88010 d 33 B= 9'3 %d /fj' E MODEL EKON~MI MAKRO DAN KETERKWITAN SENTOR PERTANfdN Dl INDONESI& Oleh BAAHMANTIO ISDIJOSO EPN 88010 FAKULTAS PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1992 RINGKASAN BRAHMANTIO ISDIJOSO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan perekonomian di negara lain dan dunia secara umum, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah

Lebih terperinci

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan.

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara sedang berkembang yang menganut perekonomian terbuka, Indonesia berperan serta dalam perdaganagan internasional. Indonesia kian giat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK Judul Nama : Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu 1994-2013 : I Kadek Edi Wirya Berata Nim : 1206105079 ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan 300 VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan peramalan tentang dampak kebijakan migrasi terhadap pasar kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia sektor perdagangan internasional mempunyai peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada sektor perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL

ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL Oleb DWI WINDU SURYONO FAKULTAS PASCASARJANA INSTITUT PERTANAN BOGOR B O G O R 1991 RINGKASAN DWI WINDU SURYONO. Analisis Perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL

ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL Oleb DWI WINDU SURYONO FAKULTAS PASCASARJANA INSTITUT PERTANAN BOGOR B O G O R 1991 RINGKASAN DWI WINDU SURYONO. Analisis Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=73776&lokasi=lokal

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 138 VI. PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 2011-2015 6.1. Hasil Validasi Model Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) atau nilai kedekatan

Lebih terperinci

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi Validasi Harga Harga Biji kakao = 374 US$ tiap ton Hipotesa untuk uji validasi ini, yaitu: H : μ d = μ (tidak ada perbedaan data) H 1 : μ d μ (terdapat perbedaan data) Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

Lebih terperinci

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Spesifikasi Model Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi tabun 1997, perekonomian Indonesia

BABI PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi tabun 1997, perekonomian Indonesia BABl PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Helakang Pennasalahan Sejak terjadinya krisis ekonomi tabun 1997, perekonomian Indonesia mengalami banyak perubahan dalam berbagai aspek. Salah satu indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia (+ 3,4 juta hektar pada tahun 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 12 1.3. Tujuan Penelitian... 14 1.4.

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia

Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia AGRISE Volume VIII No. 2 Bulan Mei 2008 ISSN: 1412-1425 Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia (IMPACT OF PALM OIL AREAL EXTENTION PROGRAM TO INDONESIAN PALM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan Ekonomi Indonesia didominasi sektor pertanian dan perkebunan yang lebih dikenal dengan istilah negara agraris. Sejak dari proklamasi kemerdekaan, hingga dikeluarkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk tanaman perkebunan pada umumnya berorientasi ekspor dan diperdagangkan pada pasar internasional, sebagai sumber devisa. Disamping sebagai sumber devisa, beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dan Kementrian Keuangan. Data yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia ini melakukan perdagangan antar bangsa atau yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun

Lebih terperinci