I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan. manusia Indonesia seutuhnya serta pernbangunan seluwh rnasyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan. manusia Indonesia seutuhnya serta pernbangunan seluwh rnasyarakat"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Bekkang Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya serta pernbangunan seluwh rnasyarakat Indonesia. Realisasi dari pembangunan itu tertuang dalam program pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan secara bertahap don berkesinambungan melalui tahapan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Adapun tujuan dari setiap tahapan pembangunan adalah untuk rneningkatkan taraf hidup don kesejahteraan seluruh rakyat serta meletakkan landasan yang kuat untuk tahapan berikutnya, seperti tertuang dalam GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam pembangunan nasional Indonesia, manusia diletakkan sebagai faktor pelaku don penggerak pernbangunan. don sekaligus menjadi fokus dalam tujuan pernbangunan, yaitu dalam rangka mewujudkan kualitas manusia Indonesia yang maju don mandiri, sejahtera lahir batin. Pembangunan Nasional adalah pembangunan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pernbangunan dari rakyat berarti rakyat sebagai faktor dominan diberikan peran sentral dalam menggerakkan pembangunan, don perlu ditingkatkan kernarnpuannya untuk berproduksi dengan lebih baik melalui investasi di bidang sumberdaya manusia. Pembangunan untuk rakyat berarti menjarnin bahwa setiap kemajuan yang diperoleh sebagai hasil dari programprogram pernbangunan dipergunakan semata-mata untuk meningkatkan kesejahteroon rakyat banyak (Nota Keuangan dpn RAPBN, 1995).

2 Rentang waktu duo puluh limo tahun pembangunan nasional yang telah berlalu telah rnenghasilkan berbagai kemajuan ditunjukan oleh tejadinya kenaikan pendapatan perkapita. Pendapatan per kapita selama duo puluh limo tahun tenebut, telah rneningkat dari US $ 70 perkapita pada awal repelita I (tahun 1969) menjadi sekitar US $700 perkapita pada akhir Repelita V (akhir PJPT I). Diukur dengan produksi nasional pada harga konstan, selarna 25 tahun tersebut perekonomian lndonesia telah tumbuh dengan rata-rota lebih dari 6 penen setiap tahun (Presiden RI, 1993 dan Nota Keuangan don RAPBN, 1995). Tabel 1. Rata-rata Laju Perturnbuhan Ekonomi Indonesia, tahun Tahun Rata-rota Laju Pertumbuhan Ekonomi (penen per tahun) Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN, BPS 1995 * Angka Sementara ** Annual Report, 1995, AD6 (Angka proyeksi) (tahun dasar 1993) 8.07* (tahun dasar 1993) 7.8 ** 7.7 ** Perturnbuhan ekonomi pada tahun 1994 dengan menggunakan tahun dasar 1983 rnencapai 6.8 penen. Dengan menggunakan tahun dasar 1993,

3 rnaka pada tahun 1995 perturnbuhan ekonorni nasional mencapai 8.07 penen naik dibanding tahun 1994 yang rnencapai 7.48 penen (BPS dan BI. 1995). Bank Dunia rnernasukkan Indonesia sebagai salah satu don delapan negara Asia yang rnernpunyai perturnbuhan ekonorni paling pesat di dunia (High Performing Asian EconomicslHPAEsj di rnana kurun waktu pertumbuhan rota-rota per tahun mencapai 5.5 penen (Bank Dunia, 1993). Tabel 2. Produk Dornestik Bruto Indonesia Dalam Berbagai Kriteria (Atas Dasar Harga Konstan 1993) tahun Perincian Tahun Perfum buhan ( rnilyar rupiah) (%I (%I PDB Migas PDB tanpa Migas PDB tanpa Migas don tanpo Pertanian PDB tanpa Migas tanpa tanarnan khan Makanan PDB (Produk Dornestik Bwto) PNB (Produk Nasional Bwto) PDB perkapita (ribu Rp) PNB perkapita (ribu Rp) PDB perkapita (US dollar) PNB perkapita (US dollar) Surnber : BPS, 1995 *) Angka Sementara

4 Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 1994 don tahun 1995, maka pendapatan per kapita juga rnengalami peningkatan, Produk Domestik Bruto perkapita (US $) mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2.14 penen don 2.30 penen pada tahun 1994 don tahun1995 (tabel 2). Berdasarkan harga berlaku, PDB per kapita (US $) akan mengalami kenaikan dari US $920 perkapita pada tahun 1994 mennjadi US $ per kapita pada tahun 1995 (BPS, 1995). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang tinggi tahun 1994 don tahun 1995 disebabkan rneningkatnya konsumsi masyarakat serta kegiatan investasi baik PMDN rnaupun PMA. Konsumsi masyarakat pada tahun 1994 meningkat 5.4 penen dan pembentukan modal tetap meningkat 12.6 penen. Bila dihitung pungsa terhadap pertumbuhan PDB, maka konsumsi masyarakat memiliki pangsa 44.0 penen don pembentukan modal tetap 45.1 penen (laporan tahunan Bank Indonesia, 1995). Kontribusi sektor pertanian pada pertumbuhan PDB 1994 sebesar 0.1 penen sedangkan kontribusi di luar sektor pertanian 7.38 penen. Narnun demikian pada tahun 1994, kontribusi tanarnan bahan makanan mengalami penurunan 0.21 penen. Pada tahun 1995 kontribusi sektor pertanian pada pertumbuhan PDB mencapai 0.66 penen don kontribusi di luar sektor pertanian 7.41 penen. Sektor tanaman bahan makanan mernberikan kontribusi 0.40 penen (BPS, 1995). Peningkatan kontribusi sektor pertanian dan sektor tanarnan bahan makanan pada tahun 1995 disebabkan karena pada tahun sebelumnya produksi tanaman bahan makanan mengalami penurunan sebesar 2.14 penen, sernentara pada tahun 1995

5 mengalami peningkatan 4.46 penen. Penurunan produksi tanaman bahan makanan terjadi pada tanaman padi don hampir seluruh tanaman palawija kecuali jagung, disebabkan oleh kekeringan pada tahun 1994 (BPS. 1994). Tejadi fenomena menorik dari pergeseran pola pertumbuhan ekonomi lndonesia yaitu tumbuhnya sektor manufaktur dan konstruksi yang menggeser peranan sektor pertanian dan pertambangan. Pada tahun 1983, perekonomian lndonesia masih sangat agraris dimana peran sektor pertanian mencapai 23 penen bobot dari produk domestik bruto (PDB) sementara sektor pertambangan mencapai 20.8 penen sehingga gabungan keduanya 43.8 penen. Sementara sektor industri peranannya mencapai hanya 12.7 persen. Kecendrungan ini berubah, dimulai sejak tahun dimana keadaan menjadi terbalik. Pada tahun 1993 peran sektor industri terhadap produk domestik bruto rnencapai persen don pada tahun 1994 mencapai penen. Seboliknya sektor pertanian pada tahun 1993 peranannya tulun menjadi 17,88 persen dari PDB dan pada tahun 1994 menjadi penen dari PDB, sementara sektor pertambangan pada tahun 1994 tuwn menjadi 8.32 persen dari PDB (BPS, 1994). Hingga akhir 1980, struktur ekspor lndonesia di dominasi oleh minyak. Penurunan harga minyak dunia tahun1980 don menguatnya mata uang dotlar (akhir 1985) mengakhiri masa "oil boom". Ketergantungan yang tinggi pada pendapatan ekspor migas, menyebabkan perekonomian lndonesia rentan terhadap fluktuasi don goncangan eksfernal, sehingga mulai awal perekonomian Indonesia melakukan transformasi dari ekonomi yang berbasis

6 pada ekspor minyak kearah divenifikasi ekspor non migas. Dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah dibidang perdagangan internasional, peningkatan ekspor non migas dan pengembangan industri dalam negeri, sejak 1 Januari 1989 dilakukan penyempurnaan buku tarif bea masuk Indonesia (Nota Keuangan dan RAPBN, 1994/1995). Upaya mendorong pengembangan ekspor non migas tews berlanjut dengan digulirkan paket 6 Juli 1992 (melonggarkan tataniaga don penghapusan bea masuk tambahan barang impor). Paket 23 Oktober 1993 yaitu deregulasi dibidang ekspor impor dan tarif serta tataniaga impor, antara lain mencakup penurunan bea masuk sebesnr 5 sampai 15 penen terhadap 198 pos tan'f dan penghapusan 92 pos tarif. Paket 23 Mei 1995 mencakup 5 kebijakan yaitu penurunan tarif bea masuk dan bea masuk tambahan, tataniaga impor, kawasan benkat, penanaman modal don perizinan serta restrukturisasi usaha. Penuwnan tarif bea masuk mencakup pos tarif (64.16 penen). Kebijakan tenebut dimaksudkan untuk mengurangi perlindungan nontarif menjadi perlindungan melalui tarif. dalam rangka mengefisienkan sektor-sektor produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing di pasar internasional. Penerimaan pajak ekspor dalam tahun pertama Repelita 1 (1969/1970) mencapai 7.4 milyar rupiah, meningkat menjadi milyar rupiah pada tahun pertama Repelita V (1989/1990). Namun demikian sejak tahun 1990/1991 hingga tahun anggaran 1992/1993 penenmaan pajak ekspor berturut-brut mencapai sebesar 44.2 milyar rupiah, 18.8 milyar pia ah don 8.5 milyar rupiah. Penuwnan penerimaan pajak ekspor tenebut terutama disebabkan oleh adanya kebijakan

7 untuk mendorong ekspor non rnigas. sehingga sebagian besar komoditas ekspor dibebaskan dari pajak. Sernentara itu salah satu komoditas ekspor yang dikenakan pajak ekspor cukup tinggi adalah kayu gergajian dan kayu olahan serta minyak sawit (GPO). Kebijakan tersebut adalah sebagai upaya agar pemanfaatan hutan tropis dapat lebih efisien (rnenjaga kelestarian alam don lingkungan), disamping untuk rneningkatkan ekspor barang jadi dan melindungi konsumen dalam negeri (Nota Keuangan don RAPBN, 1994/1995) Perumuran Maralah Ekspor sebagai sumber penerimaan negara rnengalami peningkatan yang cukup berarti (nominal) walaupun dalarn penentase terhadap PDB peningkatannya relatif kecil. Peran ekspor terhadap PDB pada tahun 1989 rnencapai penen ( milyar rupiah), pada tahun 1993 mencapai persen ( rnilyar rupiah] atas dasar harga berlaku. Serneniara impor meningkat mengikuti perkernbangan ekspor, dirnana pada tahun 1989 mencapai penen ( rnilyar rupiah) rnenjadi penen ( milyar pi ah) pada tahun Pada tahun 1968, ekspor Indonesia di dorninasi oleh limo komoditas utarna yaitu karet, kopi, tirnah, kopra, don tebu. Maka pada tahun 1989/1990 kornoditas ekspor utama adalah kayu lapis. tekstil. hasil-hasil tambang, udang don ikon. Mulai tahun , kayu rne~pakan penghasil devisa terbesar dalam ekspor non migas. Pada tahun ekspor kayu lapis harnpir

8 kayu lapis mengalami peningkatan 24.4 penen dibandingkan tahun Kenaikan ekspor kayu lapis disebabkan meningkatnya perrnintaan dari Jepang dan kenaikan harga dunia, serta adanya kebijakan membatasi ekspor kayu bulat pada awal pelita IV tahun Ekspor tekstil don pakaian jadi mengalami peningkatan 41.8 penen pada tahun 1989/1990 dibandingkan tahun Kenaikan terutama disebabkan peningkatan kuota ekspor pakaian jadi ke negara MEE, AS don Kanada. Ekspor karet mengalami penurunan 4.8 penen pertahun selama Pelita IV, tetapi pada tahun nilai don volume ekspor karet mengalami penurunan masing-masing sebesar 21.5 penen don 0.3 penen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan nilai ekspor karet disebabkan penurunan harga di pasaran dunia. Sementara nilai ekspor kopi pada tahun 1989/1990 mencapai US $ juta, mengalami penurunan 12.5 penen dibondingkan dengan tahun sebelumnya. diiebabkon terjadinya kelebihan pasokan kopi dunia sehingga harga dunia mengalami penurunan. Secara umum pertumbuhan produk primer pertanian Indonesian don produk non primer pertanian Indonesia (Agroindustri) tercantum dalam tabel 3. Dari tabel tenebut terlihat bahwa peran produk primer pertanian dalam pertumbuhan PDB semakin menurun di loin pihak peran produk agroindustri semakin meningkat menunjukkan telah terjadi perubahan sintktural dalam perekonomian Indonesia. Penwvnan produk primer pertanion yang lebih cepat daripada peningkatan produk agroindustri, merupakan indikasi bahwa daya serap sektor agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah masih relotif terbatas.

9 Konsumsi ataupun ekspor produk pertanian sebagian besar masih merupakan produk primer. 1. Pelita I Tabel 3. Kineja Produk Primer Pertonian don Produk Non Primer Pertanian (Agroindustri) Indonesia, Pelita 1 ( ) - Pelita V(1989/1990). Uraian Pangsa terhadap Pangsa terhadap Pangsa terhadap Perturnbuhon PDB Nilai Ekspor PDB (%) (%I (%I a. Primer Pertanian b. Agroindustri Pelita II a. Primer Pertanian b. Agroindustri Pelita I11 a. Primer Pertanian b. Agroindustri Pelita IV a. Primer Pertanian b. Agroindustri Pelita V a. Primer Pertanian b. Agroindustri Sumber : BPS dalam Wahyudi, 1996; diolah. Peranan ekspor primer pertanian rnengalami kecendrungan penurunan yang tajam, karena perkernbangan ekspor absolufnya relatif sangat lambot dan cenderung berfluktuasi. Sernentara ekspor agroindustri mengalami kenaikan yang cukup tinggi diiebabkan semakin meningkatnya peranan ekspor kayu olahan. Walaupun demikian mengingat kayu olahan merupakan hasil

10 eksploitasi hutan yang tingkat pemulihan kelestariannya rendah, maka untuk mempertahankan tingkat ekspor dimasa yang akan datang perlu penanganan yang terencana (Wahyudi, 1996). Peningkatan nilai ekspor Indonesia dari tahun rate rata mencapai penen pertahun. Peningkatan tenebut terutama disebabkan oleh meningkatnya nilai ekspor non migas, dengan kenaikan rota-rota pertahun sebesar penen. Sedangkan ekspor migas mengalami penurunan pertahun sebesar 2.30 penen. Dari sektor non migas, rata-rota pertumbuhan ekspor per tahun tertinggi dicapai oleh sektor lainnya yaitu penen, diikuti oleh sektor pertambangan penen, sektor industri penen don terakhir sektor pertanian 7.96 penen. Jika dilihat berdasarkan nilainya (F.0.8) menurut golongan barang SlTC tahun , ekspor hasil industri menempati posisi kedua, ekspor bahan makanan dan binatang hidup pada posisi ketiga don posisi terbawah ditempati oleh ekspor minvman don tembakau serta barang & transaksi khusus lainnya. Pada tahun 1995 total nilai impor komoditas non migas mencapai juta dollar AS dengan pertumbuhan tidak lebih dari penen. Sedangkan nilai ekspor komoditas non migas hanya mencapai juta dollar AS. Berarti tejadi defisit neraca perdagangan juta dollar AS di sektor non migas. Pertumbuhan nilai impor barang konsumsi periode Januari - Desember 1995 mencapai penen atau dari juta dollar AS pada tahun 1994 menjadi juta dollar AS. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya impor barang konsumsi untuk rurnahtangga yang sudah diolah sebesar penen yaitu don juta

11 dollar AS menjadi juta dollar AS tahun 1994, menjadi juta dollar AS tahun 1995 atau meningkat persen. Sementara impor bahan baku dan penolong mengalami kenaikan persen yaitu dari juta dollar AS menjadi juta dollar AS pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa industri hilir masih tergantung pada bahan baku dari luar negeri. (BPS, 1995) Ekspor benih (balance of trade) tedihat mengalami stagnasi selama limo pelita, disebabkan laju kenaikan impor rata-rata lebih besar daripada laju kenaikan ekspor. Dominasi impor oleh bahan baku penolong don barang modal memperlihatkan bohwa struktur produk dari industri masih memiliki kandungan impor yang tinggi dan mencerminkan masih bejalannya kebijakan subtitusi impor di Indonesia. Peningkatan impor bahan baku don barang modal untuk sektor pertanian berupa pupuk, pestisida don alat-alat pertanian. Kenaikan nilai impor barang-barang konsumsi don impor bahan baku don penolong yang cukup besar, disamping kenaikan impor barang-barang modal (17.14 penen) menyebabkan surplus neraca perdagangan akan mengalami penurunan dari juta dollar AS [tahun 1994) menjadi juta dollar AS pada tahun 1W5 [BPS. 1995). Penurunan surplus neraca perdagangan mempengaruhi posisi neraca transaksi berjalan Indonesia, dimana terjadi kenaikan defisii tronsaksi berjalan dari juta dollar AS (tahun 1994) menjadi juta dollar AS (tahun 1995). Kenaikan defisit transaksi berjalan ini juga disebabkan oleh kenaikan pembayaran jasa neto dari juta dollar AS menjadi juta dollar AS tahun Pembayaran

12 jasa neto tenebut sekitar 75 penen adalah transfer neto keluar negeri atas keuntungan investasi don biaya angkutan pengapalan (Nota Keuangan don RAPBN, ). Kegiatan produksi barang dan jasa, baik untuk rnemenuhi permintaan domestik maupun irnpor, memerlukan input dalarn proses produksinya. Penggunaan faktor produksi oleh perusahaan memberikan balas jasa kepada pemilik faktor produksi (rumahtangga) berupa pendapatan. Ditribusi pendapatan rnenggambarkan distribusi atau pola pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan faktor produksi don rumahtangga. Secara umum tenaga keja Indonesia pada tahun 1990 masih rnenerima upah don gaji yang relatif rendah yaitu rota-rota sebesar Rp ribu per tahun. Penerima upah dan gaji di kota (profesional, teknisi dan manajer) menerima upah don gaji yang tertinggi. Sedangkan penerima upah terendah adalah tenaga kerja produksi, operator dan buruh kasar di pedesaan. Sektor bank don asuransi merupakan lapangan usaha yang memberikan upah don gaji yang paling tinggi. Lapangan usaha jasa peneorangan, jasa rumahtangga memberikan upah don gaji terendah. Total pendapatan tenaga keja secara nominal cenderung meningkat selama periode , tetapi terdapat beberapa golongan dirnana total pendapatan tenaga keja cenderung menurun. Penentase total pendapatan tenaga kerja yang cenderung menurun adalah pada tenaga keja perlanian bukan penerima upah dan gaji, tenaga keja produksi, operator alat angkut dan buruh kasar. Pendapatan tenaga kerja yang cenderung rneningkat tejadi

13 pada tenaga keja tata usaha, penjualan don jasa. Hal ini disebabkan karena jumlah ekivalen tenaga keqa golongan tenebut cendentng meningkat lebih banyak. Kelompok tenaga kerja ini juga merupakan penampungan tenaga keja pertanian yang bekeja di luar sektor pertanian karena ingin memperoleh tambahan pendapatan (SNSE, 1994). Pendapatan kapital adalah pendapatan faktor produksi di luar tenaga keja don tanah yang ditetima oleh pelaku-pelaku ekonomi dalam bentuk keuntungan, deviden, bunga, sewa rumah sebagai bolas jasa kapital dalam proses produksi. Sektor pertambangan batu bara don bijih logam, pertambangan migas merupakan sektor yang memberikan pendapatan kapital tertinggi secara total. Sedangkan sektor perhotelan mewpakan sektor yang memberikan pendapatan kapital terendah. Hal tenebut memperlihatkan bahwa pendapatan kapital yang tertinggi diperoleh oleh modal swasta dalam negeri sedangkan yang terendah oleh modal pemerintah (SNSE, 1994). Pangsa pendapatan tenaga keja terhadap PDB sebesar penen sedangkan poni pendapatan kapital sebesar penen pada tahun Komposisi ini pada tahun 1990 berubah menjadi sebesar penen dan penen. Perubahan ini terutama disebabkan karena peningkatan pendapatan nominal tenaga keja tidak dibayar yang meningkat relatif besar selama periode akibat peningkatan ekivalen tenga keja tidak dibayar. Pendapatan rumahtangga benumber don pendapatan tenaga keja, pendapatan kapital don penerimaan transfer. Pendapatan rumahtangga terbesar diperoleh dari upah don gaji (59.31 penen). Dari total pendapatan

14 yang diterirna penen digunakan untuk konsumsi don persen ditabung. Rata-rata pendapatan perkapita pertahun pada tahun 1990 adalah sebesar Rp ribu. Golongan rumahtangga dengan pendapatan kapita terendah adalah golongan rurnahtangga buruh tani, sedangkan pendapatan perkapita tedinggi adalah golongan rumahtanggo bukon pertanian (golongan atas) di kota. Hasil tenebut rnernperlihatkan bahwa wrnahtangga termiskin dalam ukuran relatif pada tahun 1990 adalah golongan rurnahtangga buruh tani. Kesenjangan pendapatan antar rumahtangga dapat ditunjukkan oleh rasio perbandingan pendapatan rumahtangga antar golongan. Hasil perhitungan rnenunjukkan rasio perbedaan rata-rata pendapatan terendah dengan yang te rtinggi pada tahun 1975 sebesar 1 : 6.47 tuwn rnenjadi 1 : 5.28 pada tahun 1980, tuwn kem boli rnenjadi 1 : 3.81 pada tahun Tetapi pada tahun 1990 naik rnenjadi 1 : 4.29 sehinga memperiihatkan tejadinya kenaikan kesenjangan pendapatan. Perubahan pangsa pendapatan golongan rumahtangga menujukkan bahwa pada tahun te jadi pergeseran dalam polo penerimaan pendapatan Indonesia, yaitu dari rumahtangga berpendapatan tinggi kepada rumahtangga berpendapatan rendah yang mencerminkan perbaikan pada pola pembagian pendapatan nasional. Tetapi polo tenebut cenderung rnemburuk kembali pada tahun Sebagai contoh pada tahun 1985 rurnahtangga buruh tani yang bejumlah 7.01 persen dari total penduduk Indonesia rnenerirna sekitar 4.06 penen pendapatan nasional don 8.41 penen penduduk kayo rnenerima penen pendapatan nasional. Pada tahun 1990 polo tenebut berubah dirnana 8.73 persen

15 penduduk rniskin menerima 4.40 penen pendapatan nasional don penen penduduk kayo menerima penen pendapatan nasional. Pendapatan golongan wmahtangga petani berdasarkan luas pemilikan lahan rnemperlihatkan bahwa pendapatan perkapita untuk semua golongan cenderung rneningkat, tetapi pendapatan petani dari usahatani cenderung rnenurun sernentara pendapatan di luar usahatani cenderung meningkat. Pado golongan nrmahtangga petani gurem pendapatan di luar usahatani pada tahun 1975 dan 1990 masing-masing 37.8 penen dan 47.1 penen. Pendopatan di luar usahatani untuk wrnahtangga petani dengan pernilikan lahan hektar, pada tahun 1975 don 1990 masing-masing sebesar 22.6 penen dan 39.5 penen. Hasil ini rnenunjukkan penguasaan lahan pertanian relatif sempit don golongan wrnahtangga pernilik lahan sernpit semakin bertambah. Sernentara untuk rumahtangga petani pemilik lahan lebih dari satu hektar upaya untuk rnemperoleh pendapatan dari luar usahatani baru dirasakan pada tahun 1990, mengindikasikan nilai tukar sektor pertanian relatif menurun. Terjadinya penurunan peran sektor pertanian terhadap PDB, defisit neraca perdagongan non migas don turunnya surplus perdagangan Indonesia yang berpengaruh terhadap distribusi pendapatan, perlu segera diantisipasi dengan upaya rnendorong ekspor don menekan impor. Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang semakin terbuka yang ditandai dengan diratifikasinya kesepakatan GATT (General Agreement on Tanifs and Trade) - Putaran Uruguay, Deklarasi Bogor APEC (Asia Pasific Economic Cooperation),

16 CEPT don AFlA [Asean Free Tarde Area), rnaka upaya mendorong ekspor perlu rnengantisipasi perkernbangan pasar dunia. Kondisi ekonomi dunia yang lebih bebas diiamping mernbuka peluang usaha don ekspor yang lebih luas, juga mernperlihatkan tejadinya penaingan di pasar dornestik rnaupun pasar dunia yang sernakin rneningkat. Bagi lndonesia ha1 tenebut berarti upaya peningkatan ekspor harus te~s diikuti upaya peningkatan daya saing rnelalui peningkatan ef~iensi. Hasil penelitian terdahulu mernperlihatkan bahwa besarnya manfaat yang bisa diiaih oleh suatu negara dalarn pasar dunia yang lebih bebas. tergantung kepada akses pasar yang disediakan oleh patner dagang dan juga terutarna kepada tingkat keterbukaan dan reformasi ekonorni dari negara yang benangkutan (Anderson dan Tyen, 1990; Stephenson dan E~widodo, 1995). Bagi lndonesia yang perlu diantiiipasi adalah adanya biaya penyesuaian akibat dari ketimpangan distribusi rnanfaat ekanornis tenebut dimana sebagian sektor ekonomi. khususnya pertanian don faktor produksi akan menderita kewgian dengan adanya penaingan yang semakin meningkat (Stephenson don Erwidodo, 1995). Langkah deregulasi sektor riil don perdagangan di lndonesia harus dipercepat agar dapat rnernanfaatkan peluang dari liberalisasi dan globalisasi ekonomi (Pangestu, 1995: Nasution don James, 1 995; Stephenson. 1995). Deregulasi yang sarnpai saat ini dilakukan oleh pernerintah lndonesia lewat berbagai paket deregulasi dipandang masih terlalu lambat don sering tidak menyentuh akar permasalahan. Kendala investasi dan rintangan non- tariff masih mewamai perekonomian Indonesia, sehingga rnendorong te~s

17 berlangsungnya praktek rnonopoli yang rendah daya saingnya don menuntut proteksi pernerintah terus-menerus untuk benaing di pasar dunia. Kondisi "Ekonomi Biaya Tinggi" akan terus rnewarnai perekonornian lndonesia jka pemerintah tidak segera rnelakukan langkah deregulasi yang lebih kongkrit don dipercepat, sehingga dikuatirkan lndonesia akan semakin ketinggalan dalam upaya memanfaatkan peluang terbukanya pasar dunia. Stephenson (1995) rnenyatakan bahwa tingkat proteksi di lndonesia telah menurun seiring dengan berbagai paket deregulasi yang telah dilakukan pemerintah, meskipun masih cukup banyak industri yang menikmati tingkat proteksi yang sangat tinggi sarnpai saaf ini. Di negara berkembang, intervensi pernerintah cenderung rnemihak kepada konsurnen dengan rnenerapkan pajak terhadap produsen di sektor pertanian. Untuk mengurangi distoni pada perdagangan komoditas pertanian, kesepakatan GATT dalam bidang pertanian merumuskan tiga pokok kesepakatan yaitu (Erwidodo, 1995: Asean Secretariat, 1995) : 1. Peningkatan Akses Pasar Kesepakatan GATT dalarn peningkatan akses pasar mencakup beberapa ha1 berikut : (1) konveni restriksi impor non-tarif menjadi ekuivalen tarif (tarifikasi), (2) penurunan tarif 36 penen selama 6 tahun untuk negara rnaju dan 24 penen selarna 10 tahun untuk negara berkembang, (3) penurunan minimal 15 penen untuk negara maju don 10 penen untuk negara berkernbang untuk setiap tariffline, (4) rnembuka akses pasar bagi produk yang selama ini dikenakan iarangan

18 impor, yakni sebesar tiga penen dari total konsumsi domestik don selanjutnya menjadi limo persen pada akhir tahun keenam. Dengan kesepakatan ini, proteksi menjadi transparan dan secara berangsur akan berkurang. Meskipun demikian timbul kekuatiran bahwa penurunan proteksi yang akan terjadi dengan kesepukatan GATl menjadi tidak berarti sebagai akibat praktek tarifikasi yang berlebihan (dirty tariffication). 2. Penurunan Subsidi Domestik Kesepakatan GAll mewajibkan negara anggota untuk menuwnkan subsidi aggregat sektor pertanian (Aggregate Measure of Support-AMS), yakni 20 penen selama enam tahun untuk negara maju don 13 penen selama 10 tahun untuk negara berkembang. Kebijaksanaan subsidi yang mempunyai dampak minimum terhadap perdagangan dikecualikan dari ketentuan penuwnan ini. Pengecualian ini dikategorikan ke dalam "kotak hijau" yang terdiri dun pembiayaan pemerintah untuk beberapa program, antara lain : (1) penelitian don pengembangan. (2) pencegahan hama don penyakit. (3) konservasi dan proteksi lingkungan. (4) pengadaan stok pangan dalam rangka ketahanan pangan, (5) bantuan pangan, (6) asuransi tanaman. (7) penanggulangan bencanc alam. (8) bantuan pembangunan daerah. Damikian juga subsidi langsung bagi petani dalam bentuk pembayaran defsiensi dan kompensasi tidak termasuk dalam kategori AMS, sehingga tidak perlu diturunkan selama subsidi ini terkait dengan program pembatasan ekspansi produksi.

19 3. Penurunan Subsidi Ekspor Kesepakatan GATT mewajibkan negara anggota untuk menurunkan nilai (volume) subsidi ekspor sebesar 36 penen (24 penen) selama enam tahun untuk negara maju don 21 penen (14 persen) selama 10 tahun untuk negara berkembang. Ketentuan ini berlaku untuk produk atau kelompok produk tertentu. Diiamping itu, semua negara anggota sepakat untuk tidak menerapkan subsidi ekspor bagi semua produk yang selama ini tidak menerima subsidi ekspor. Sebagian ekonom memperkirakan bahwa lebiialisasi perdagangan komoditas pertanian akan bejalan sangat lambat, tewtama dalam realisasi penurunan restriksi impor dan subsidi domestik. Untuk menganfiipasi era perdagangan bebas dan dalam upaya meningkatkan ekspor non rnigas, Indonesia telah mengeluarkan serangkaian kebijakan deregulasi yang meliputi penurunan tarii bea masuk produk industri don pertanian (Paket 23 Mei 1995) don 20 persen menjadi sekitar lima penen pada tahun Kebijakan Mei 1995 dalam upaya rnendorong ekspor don meningkatkan daya saing diikuti oleh deregulasi 4 Juni 1996 yang antara lain berisikan : (1) Kelanjutan penjadwalan penurunan tarif bea masuk: (2) Pe~bahan tarif bea rnasuk barang modal; (3) Penghapusan bea masuk tambahan; (4) Penyederhanaan tataniaga impor don (5) kemudahan ekspor. Unfuk menganalisis dampak penurunan tarif impor don pajak ekspor terhadap perekonomian Indonesia, dirumuskan beberapa perrnasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

20 1. Apakah penurunan tarif impor don pajak ekspor memperbaiki kineja perekonomian lndonesia? 2. Apakah penurunan tarif impor don pajak ekspor meningkatkan kineja pertanion Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah di bidang tarif impor don pajak ekspor terhadap distribusi pendapatan dari faktor produksi don rumahtangga? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Pendman Berdasarkan permasolahan yang dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis dampak penurunan tarif impor don pajak ekspor terhadap kineja perekonomian Indonesia. 2. Menganalisis dampak penurunan tarif impor don pajak ekspor terhadap kineja sektoc pertanian Indonesia. 3. Menganalisis dampak penurunan tarif impor don pajak ekspor terhadap distribusi pendapatan faktor produksi don rumahtangga. 4. Mengevaluasi alternatif kebijakan pemerintah dolam penurunan tarif impor don pajak ekspor terhadap indikator ekonomi makro. Hasil analisis terhadap kebijakan tarif impor don pajak ekspor, mernberikan indikator makro ekonomi Indonesia sebogai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukan oleh perubahan nil GDP, nilai tambah, kenaikan investasi don surplus neraca perdogangan.

21 2. Pemerataan hasil-hasil pembangunan ditunjukkan oleh kenaikan don distribusi pendapatan dari faktor produksi don rumahtangga. 3. Stabilitas ekonomi yang ditunjukan oleh perubahan tingkat harga domestik ( inflasi) don perubahan nilai tukar rupiah. lndikator makro ekonomi tenebut berguna sebagai dasar evaluasi dan menetapkan pilihan alternatif kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah. Hasili analisis berupa distribusi pendapatan dapat dipergunakan oleh perumus kebijakan untuk mengetahui lebih mendalam menganai siapa yang memperoleh manfaat dari pilihan alternatif kebijakan yang dijalankan. Dbamping itu keterkaitan antara ketiga indikator makro ekonomi di atas, dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap don menyeluruh dari dampak pelaksanaan kebijakan penurunan tarif irnpor dan pajak ekspor bagi perekonomian Indonesia Ruang Ungkup dan Keterbataran Penelftian Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengembangan model CGE Lewis dengan penekanan pada sektor pertanian yang dibagi menjadi lebih terperinci don faktor produksi serta rumahtangga yang mencoba mengakomodasi pemilikan tanah di sektor pertanian. Model merupakan model statik dimana stok modal sektoral adalah tetap. Hal tersebut berimplikasi bahwa hinggo input modal dimasukkan dalam periode berikutnya, barangbarang investasi baru hanya menggambarkan kategori permintaan akhii. Penutup makro [Macro closure) yang digunakan dalam model CGE ini adalah :

22 1. Pasar pertukaran luar negeri dimana keseimbangan dalarn perdagangan (keseimbangan transoksi berjalan) ditentukan tetap secara eksogenous dan nilai tukar adalah variabel penyeimbong. 2. lnvestasi - Tabungan, yaitu model mengadopsi penutup neoklasik bahwo investasi agregat ditentukan oleh tabungan agregat. 3. Pemerintah, dimana pengeluaran real pemeritah adalah tetap secara eksogenous dun defisit pemerintah ditentukan sebagai residual. Analisis dampak penurunan pajak ekspor dan tarif impor terhadap kineja perekonomian Indonesia ditunjukkan oleh perubahan nilai Real Gross Domestic Product (RGDP), nilai tukar wpiah (EXR), Pewbahan tingkat harga (PINDOM). transaksi be jalan (CURACT) don investasi. Analisis terhadap kineja sektor pertanian ditunjukkan oleh pewbahan nilai ekspor, impor dan defisit perdagangan masing-masing sektor. Sedangkan analisis terhadap faktor produksi don rumahtangga ditunjukkan oleh pewbahan pendapatan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi don rumahtangga. Analisis mengenai pilihan alternatif kebijakan berdasarkan pada indikator : 1. Perturnbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh perubahan nil GDP, nilai tambah, kenaikan investasi don surplus neraca perdagangan. 2. Pemerataan hasil-hasil pembangunan dituniukkan oleh kenaikan don diitribusi pendapatan dari faktor produksi don rumahtangga. 3. Stabilitas ekonomi yang ditunjukkan oleh perubahan tingkat harga dornestik (inflasi) dan pe~bahanilai tukar rupiah.

23 Dengan menggunakan model CGE, pertanyaan mengenai siapa yang paling merasakan dampak dari kebijakan penurunan tarif impor dan pajak ekspor. upaya rnenurunkan hambatan perdogangan melalui penurunan tarif, dapat dijawab dengan lebih baik melalui analisis perubahan distribusi pendapatan faktor produksi dan rumahtangga. Keterbatasan model CGE dalarn penelitian ini adalah, tidak memasukkan pasar finansial dan faktor lingkungan dalam pemodelannya. Data yang digunakan merupakan data Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 1990 yang diterbitkan oleh BPS pada bulan Nopember Pendugaan nilainilai parameter elastisitas dilakukan dengan menggunakan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan hasil studi literatur. Model merupakan model CGE statik don analisis berlaku untuk jangka pendek dengan stok modal sektoral adalah tetap. Pasar finansial yang tidak tergambarkan secara eksplisit pada model, mernbowa konsekuensi bahwa perubahan dalam kebijakan moneter tidak tergambarkan dengan baik pada hasil analuis data. Walaupun demikian karena model lebih menekankan pada sektor nil don model bekerja pada jangka pendek dimana stok modal sektoral tetap, maka perubahan pada pasar finansial diharapkan tidak akan berpengaruh nyata terhadap hasil analisis data yang dihasilkan. Sementara tidak rnasuknya faktor lingkungan ke dalam model terutarna disebabkan kesulitan di dalam pengukuran (valuasi) dari eksternalitas. Pengaruh terhadap hail analisis secara rata-rata diharapkan akan membenkan bias yang mendekati nol, karena analisis benifat agregasi

24 sehingga ekstemalitas negatif don eksternolitas positif diharapkan akan soling meniadakan. Pengelompokan-pengelompokan sektor ke dalarn 14 sektor analisis berkaitan dengan tujuan analisis yang menitikberatkan pada sektor pertanian dan sektor industri lainnya. Untuk dapat menangkap dengan lebih baik sektorsektor unggulan maka pengelompokan sektor dapat diperluas.

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang VII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl 7.1. Keslmpulan 1. Penurunan tarif impor meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang dihasilkan, penghapusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan

I. PENDAHULUAN. Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan indikator makroekonomi yang menjadi target untuk dicapai tahun berjalan. Indikator makroekonomi

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1998 rasio ekspor terhadap

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN Peningkatan produktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA SISTEM EKONOMI INDONESIA Suatu sistem ekonomi mencakup nilai nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma norma, peraturanperaturan yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

8. KESlMPUlAN DAN SARAN

8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8.f Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesirnpulan sebagai berikut. 1. Secara umum model yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup baik dan mampu

Lebih terperinci

Perekonimian Indonesia

Perekonimian Indonesia Perekonimian Indonesia Sumber : 2. Presentasi Husnul Khatimah 3. Laporan Bank Indonesia 4. Buku Aris Budi Setyawan 5. Sumber lain yg relevan (Pertemuan 1-11) Peraturan Perkuliahan Hadir dengan berpakaian

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA Tujuan dari simulasi model adalah untuk mengilustrasikan model ECM yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang harus dilakukan oleh suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan RINGKASAN ANNA SITI NURDJANAH DASRIL. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971-1990. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, MANGARA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi Pengantar Makro Ekonomi Pengantar Ilmu Ekonomi Makroekonomi Mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan Bertujuan memahami peristiwa ekonomi dan memperbaiki kebijakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2006 2009 Nomor Katalog BPS : 9302008.1118 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vi + 60 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci