Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan"

Transkripsi

1

2 Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan. KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk: Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil. Informasi dan Order: KSK ini terbit pada bulan September 2013 dan didasarkan pada data dan informasi per Juni 2013, kecuali dinyatakan lain. Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain. Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia: Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Kebijakan MakroPrudensial Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia

3 Kajian Stabilitas Keuangan ( No.21, September 2013) Departemen Kebijakan Makroprudensial

4 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Bab 1 Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan 5

5 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan halaman ini sengaja dikosongkan 6

6 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Bab 1 Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Secara umum ketahanan sektor keuangan Indonesia selama semester I 2013 masih relatif terjaga meskipun terdapat peningkatan risiko dalam bentuk tekanan di pasar keuangan di penghujung semester.adanya isu tapering, ketidakpastian mengenai pemulihan ekonomi dunia dan kondisi defisit transaksi berjalan Indonesia menyebabkan meningkatnya potensi risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar. Walaupun risiko secara keseluruhan masih terkendali, kondisi tersebut perlu terus dipantau untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di masa yang akan datang. Di penghujung semester I 2013, tekanan di pasar keuangan meningkat, namun dengan stabilitas institusi keuangan yang masih terjaga dengan cukup baik sehingga kombinasi dari pengaruh tekanan tersebut menjadi terbatas. Peningkatan tekanan pada semester I 2013 tercermin dari kondisi Indeks Stabilitas Sistem Keuangan. Berdasarkan hasil kajian, meskipun ISSK pada semester I 2013 masih berada pada kondisi normal, namun perkembangan ISSK pada Agustus 2013 perlu diwaspadai. Grafik 1.1 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) Agregasi M M M M M M M M M M M M M M06 Sumber : Bank Indonesia 2007M M M M M M M M M M M M M M07 Disagregasi ISSK menunjukkan arah perkembangan ISSK tersebut dipicu oleh tekanan di pasar keuangan, sedangkan kondisi Institusi Keuangan masih berada pada kondisi terjaga normal. Tekanan pada pasar keuangan disebabkan oleh ekspektasi kebijakan tapering dari Federal Reserve Bank (FRB) AS dan ditunjukkan oleh nilai tukar Rp terhadap USD yang melemah. Isu tapering ini secara lebih detil disampaikan dalam Boks 1.1. Sementara itu, terdapat juga peningkatan tekanan pada pasar obligasi (yield obligasi) dan pasar saham (IHSG) serta peningkatan risiko likuiditas pasar (PUAB). Investor asing menilai sinyal tapering dari FRB sebagai upaya AS untuk mulai mengurangi stimulus ekonomi yang dilaksanakan untuk pemulihan perekonomian AS melalui pembelian obligasi pemerintah AS. Sinyal ini dianggap investor global sebagai penilaian FRB bahwa kondisi perekonomian AS sudah membaik, sehingga investor kembali memburu mata uang dan portofolio dalam dollar AS serta menarik portofolionya di emerging market termasuk Indonesia. Aksi investor global ini 7

7 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan mengakibatkan peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah, indeks pasar saham dan yield obligasi pemerintah sehingga pasar keuangan secara umum mengalami tekanan. Dalam hal ini, pasar saham menunjukkan kinerja yang terburuk. Setelah mencatat rekor tertinggi pada 20 Mei 2013 sebesar 5.214,98 dengan peningkatan y-t-d sebesar 20,81%, IHSG kemudian turun mencapai 4.082,73 di akhir Agustus 2013 dan memotong return y-t-d menjadi -4,79% (atau kerugian). Nilai tukar sampai dengan akhir Agustus 2013 mengalami depresiasi sebesar 13,16% (y-t-d). Obligasi pemerintah yang mendominasi pasar obligasi mengalami peningkatan yield terutama sejak bulan Mei Beberapa indikator pasar yang merepresentasikan tekanan di pasar keuangan diilustrasikan dalam beberapa gambar di bawah ini. 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Sumber: Bloomberg (diolah) 2,5 2,0 1,5 1, M M08 Grafik1.2 Spread Yield Obligasi Pemerintah 2012M M M M M11 Sumber: Bloomberg (diolah) Grafik1.3 Volatilitas 5 Hari IHSG 2012M M M M M M M M M M M M M M M M M M M08 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 2012M M M10 Sumber: Bank Indonesia 2012M M M M M03 Isu tapering bukan satu-satunya penyebab pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan.kondisi defisit transaksi berjalan yang persisten sebagai akibat berkurangnya ekspor dan masih tingginya impor, meningkatnya inflasi sebagai akibat gejolak harga bahan pangan, pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah, serta ekspektasi perlambatan perekonomian Indonesia juga menurunkan kepercayaan investor asing pada perekonomian Indonesia. Tekanan di pasar keuangan juga tercermin dari perkembangan harga Credit Default Swap (CDS).Seperti terlihat di Boks 1.2, pada saat meningkatnya tekanan di pasar keuangan domestik sebagaimana diuraikan di atas, harga CDS Indonesia merupakan yang tertinggi diantara ke-6 negara Asia. Grafik1.4 Risiko Likuiditas Pasar Secara keseluruhan, industri perbankan masih memegang peranan dalam sistem keuangan Indonesia. Pangsa pasar industri perbankan semester I 2013 sebesar 77,9%, menurun tipis dibandingkan dengan pangsa semester II 2012 sebesar 78,3%. Penurunan pangsa ini terjadi terutama karena meningkatnya aset lembaga keuangan non bank seperti perusahaan pembiayaan, asuransi, perusahaan modalventura dan pegadaian. Peningkatan pangsa perusahaan pembiayaan antara lain disebabkan masih meningkatnya permintaan masyarakat terhadap kredit kepemilikan kendaraan 2013M M M M M08 8

8 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan bermotor yang diajukan melalui perusahaan pembiayaan. Ke depan, peran lembaga keuangan bukan bank di Indonesia diharapkan dapat semakin meningkat melalui upaya financial deepening serta semakin meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap produk-produk keuangan di luar produk perbankan. Peningkatan aktivitas usaha lembaga keuangan lain dan perbankan serta keterkaitannya perlu dipantau dalam konteks risiko sistemik. Jumlah aset perbankan yang relatif besar serta keterkaitannya dengan institusi keuangan lain seperti Perusahaan Pembiayaan harus dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Grafik 1.5 Komposisi Aset Lembaga Keuangan Dalam survei yang dilakukan oleh Financial Stability Board (FSB) [FSB 2012], Bank Indonesia turut berkontribusi untuk memberikan data Indonesia walaupun eksposur sistem keuangan Indonesia terhadap shadow banking 1 masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negaranegara anggota G-20 serta negara-negara peserta survei lainnya, keterkaitan antara shadow banking dan sistem perbankan di Indonesia cukup tinggi karena adanya survei FSB (2012) menyebutkan bahwa keterkaitan shadow banking dan sistem perbankan di Indonesia cukup tinggi, tercermin dari ketergantungan sumber dana yang tinggi dari entitas shadow banking kepada perbankan dan penempatan dana yang tinggi oleh entitas shadow banking pada perbankan. 10.8% 1.3% 0.1% 6.8% 2.8% 0.1% 0.1% 0.6% Perbankan BPR Asuransi Dana Pensiun Masih tingginya dominasi sistem perbankan dalam sistem keuangan Indonesia inilah yang menyebabkan stabilitas institusi perbankan menjadi bagian yang sangat penting dalam penilaian stabilitas sistem keuangan secara Perusahaan Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura keseluruhan. Perusahaan Penjamin 77.9% Manager Investasi Pegadaian Tabel 1.1 Jumlah Lembaga Keuangan Komposisi Aset LK *) Data per Juni 13, kecuali dinyatakan lain Lembaga Keuangan Jumlah Lembaga Keuangan Perbankan 120 BPR 1,640 Asuransi Dana Pensiun Perusahaam Pembiayaan 197 Perusahaan Modal Ventura 2 89 Perusahaan penjamin 1 7 Manager Investasi 3 73 Pegadaian per Maret per Pebruari per Desember per Mei ) FSB mendefinisikan shadow banking sebagai intermediasi kredit yang melibatkan entitas dan aktivitas di luar sistem perbankan yang biasa.[financial Stability Board 2012] Global Shadow Banking Monitoring Report 2012, November Sumber: Bank Indonesia dan OJK 9

9 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Boks 1.1 Tapering Off Federal Reserve Diluar dugaan kalkulasi dan ekpektasi mayoritas pengamat pasar keuangan, ekonom serta pelaku ekonomi, Federal Reserve (Fed) pada 18 September 2013 secara mengejutkan memutuskan untuk tetap melanjutkan program unconventional monetary policies(menunda tapering-off) berupa quantitative easing (QE1; 2 dan 3) untuk mendukung recovery ekonomi dan stabilitas pasar keuangan pasca krisis sub-prime mortgages tahun Terkait QE3, Fed melakukan pembelian sebesar USD85 miliar/bulan surat berharga AS berupa US Treasuries USD45 milyar dan Mortgage Back Securities USD40 miliar. Respon positif atas keputusan tersebut mewarnai seluruh pasar keuangan emerging dengan menguatnya saham, obligasi serta mata uang negara-negara tersebut. Kedepan, dunia tetap meyakini Fed akan melakukan tapering off yang akan dimulai Desember tahun ini dan berakhir pertengahan tahun depan. berupa pengurangan pembelian sekitar USD10-15 milyar/bulan. Kesimpulan ini merebak dengan cepat pasca pernyataan mengejutkan Fed Chairman, Ben Bernanke pada 22 Mei lalu yang mengindikasikan akan mempertimbangkan pengurangan jumlah QE jika beberapa indikator makro ekonomi menunjukkan perbaikan. Dampak langsung pernyataan ini mengakibatkan berbagai tekanan dan reaksi negatif dari hampir seluruh pasar keuangan dunia antara lain pasar saham, nilai tukar, khususnya emerging economies. Yield US Treasury 10 tahun naik (harga turun) 100bps. Grafik Boks Nilai Tukar Beberapa Negara Pra dan Pasca Wacana Tapering-Off Grafik Boks Indeks Saham Beberapa Negara Pra dan Pasca Wacana Tapering-Off ,000 7,000 6,000 5,000 30,000 25,000 20, /1/2012 5/1/2012 6/1/2012 7/1/2012 8/1/2012 Apresiasi/(Depresiasi) Nilai Tukar Tanggal Rupiah Indonesia 23 Mei % 19-Sep % 9/1/ /1/ /1/ /1/2012 1/1/2013 2/1/2013 3/1/2013 4/1/2013 Bath Ringgit Peso Yen Thailand Malaysia Philippina Jepang -0.00% -0.38% -1.16% -0.64% 0.73% 2.62% 1.09% 1.20% 5/1/2013 6/1/2013 7/1/2013 8/1/2013 9/1/2013 Bath Thailand Ringgit Malaysia Peso Philippina Rupiah Indonesia (Skala Kanan) Yen Jepang (Skala Kanan) 70 4,000 3,000 2,000 1,000 15,000 10,000 5,000 Keterangan: nilai tukar beberapa mata uang pada tabel di atas disajikan dalam bentuk skala untuk mempermudah visualisasi. Mata uang Rupiah disajikan dalam bentuk ribu rupiah per dolar, sedangkan ringgit Malaysia disajikan dalam bentuk Ringgit per sepuluh dolar. 4/1/2012 5/1/2012 6/1/2012 7/1/2012 8/1/2012 9/1/ /1/ /1/ /1/2012 1/1/2013 2/1/2013 3/1/2013 4/1/2013 5/1/2013 6/1/2013 7/1/2013 8/1/2013 9/1/2013 Sumber: Bloomberg Database Pertumbuhan Indeks IHSG Thailand Tanggal IHSG Thailand Malaysia Philippina Nikkei Hang-Seng Malaysia Philippina 23 Mei % -1.46% -0.61% -0.96% -7.32% -2.54% DOW Jones (Skala Kanan) Nikkei (Skala Kanan) 19-Sep % 3.47% 1.21% 2.81% 1.80% 1.67% Hang-Seng (Skala Kanan) Sumber: Bloomberg Database Hasil analisis, riset dan diskusi yang menyimpulkan bahwa tapering off akan diputuskan Fed pada Federal Open Market Committee (FOMC) September ini, Keputusan Fed ini menjadi anti-klimaks dari derasnya gejolak pasar di emerging market, sejak pernyataan Bernanke Mei lalu. Anti-klimaks terhadap persiapan/antisipasi tapering-off dari investor keuangan global yang seolah-olah saling berlomba menarik investasi mereka pada higher yield 10

10 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan instruments. Pembalikan investasi berupa out-flow reversal ini pada dasarnya dapat dimaklumi sebagai bagian dari strategi repatriasi dana investasi pasca pelaksanaan QE yang menggelembungkan neraca Fed hingga USD3,7 triliun, dimana sebagian mengalir ke emerging market. The Economic Times mengasumsikan sekitar 35% dari jumlah QE diinvestasikan diluar perekonomian AS. Dari pernyataan resmi FOMC dan press conference terlihat nada pesimistis (dovish tone) atas perkembangan fundamental ekonomi AS dan Fed, antara lain: Fundamental Ekonomi : Tampaknya Fed masih ragu atas kesinambungan economic recovery AS. Kinerja tenaga kerja yang belum sepenuhnya membaik seperti yang diharapkan, terutama dalam setahun terakhir sejak kebijakan QE3.Pertumbuhan ekonomi AS relatif masih terbatas dengan tingkat inflasi yang relatif rendah. Berbagai analisis mengungkapkan bahwa proyeksi besaran makro ekonomi yang selama ini disusun Fed cenderung optimistis (hawkish estimate). Terkait hal ini, Fed memandang perlu untuk merevisi turun proyeksi dimaksud seperti revisi turun GDP 2013 menjadi 1,8-2,4% dari 2,0-2,6%; GDP 2014 menjadi 2,2-3,3% dari 3,3-3,6%; Inflasi 2013 dibawah 1,2% Persen (%) Sumber: IFS, IMF Grafik Boks Inflasi Amerika Serikat: Persentase Perubahan CPI YoY dan akan naik perlahan hingga 2% tahun 2016; Tingkat pengangguran telah mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding saat krisis (10%) ke level 7.3% namun masih jauh dari target awal yang sebesar 5.5%. Demikian pula halnya dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang masih sangat kecil (0.54% yoy) yang diikuti pula dengan menurunnya tingkat partisipasi selama 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa: (i) adanya permasalahan dalam penyerapan tenaga kerja baru dan (ii) indikasi terbatasnya tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai oleh perekonomian Amerika Serikat (Tabel Boks 1.1.1). 2010M1 2010M3 2010M5 2010M7 2010M9 2010M M1 2011M3 2011M5 2011M7 2011M9 2011M M1 2012M3 2012M5 CPI % CHANGE 2012M7 2012M9 2012M11 Target Inflasi 2013M1 2013M3 2013M5 Ukuran Ketenagakerjaan Jumlah Orang M (Ribu Jiwa) Sumber: IFS IMF, US Bureau of Labour Statistic Tabel Boks Profil Ketenagakerjaan Amerika Serikat Rate 2008 M6 Actual Vs Target Rate 2012 M8 Pertumbuhan Rate 2013 M8 Target YoY M8 YTD M8 Bekerja 144, % 91.57% 92.76% 94.5% 1.41% 0.59% Pengangguran 11, % 8.10% 7.30% 5.5% -9.35% -8.24% Total Tenaga Kerja 155, % 100% 100% N/A 0.54% -0.11% Partisipasi 66.10% 63.8% 3.5% N/A -0.47% -0.63% 11

11 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Fed juga khawatir atas peningkatan gejolak risiko pasar keuangan(financial instability), baik domestik AS maupun global dalam beberapa bulan terakhir serta peningkatan tingkat bunga pada sektor perumahan dan keuangan AS. perdebatan fiskal antara Pemerintah dan Kongres pada akhir September 2013 terkait budget dan debt ceiling juga menjadi perhatian Fed yang dapat berpotensi kepada government shut-down (tidak lagi mampu membiayai seluruh biaya pemerintah). Lemahnya pasar kredit pemilikan rumah (mortgage). Merespon wacana tapering-off yang dikeluarkan oleh Fed, jumlah pinjaman mortgage terus mengalami penurunan. Wacana tapering-off telah mempengaruhi pasar obligasi sehingga long-term borrowing costs mengalami peningkatan. Secara umum, suku bunga pinjaman perumahan telah mengalami penurunan signifikan sejak Q3/08 yaitu dari sekitar 6% hingga dibawah 3,5% pada Q3/12, namun kembali naik sejak bulan Juni 2013 (pasca wacana tapering-off), dimana suku bunga mortgage loan ditransaksikan pada 4.07%. Sementara perkembangan jumlah pinjaman perumahan yang disalurkan hanya mengalami penurunan yang gradual (relatif mampu mencegah penurunan yang masif pasca-krisis sub-prime mortgages tahun 2008). Bagi Indonesia, penundaan tapering off ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja eksternal melalui kebijakan pemerintah sehingga dapat memperbaiki current account deficit serta mengundang investor global khususnya yang berorientasi pada sektor riil. Hal ini penting mengingat saat ini pemerintah Jepang juga sangat agresif untuk 2003Q1 2003Q3 2004Q1 Grafik Boks Mortgage Loan (USD Juta) dan Suku Bunga Mortgage (%) ,000,000 15,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 9,000, ,000, ,000, ,000, Q3 2005Q1 2005Q3 2006Q1 Mortagage Rate Sumber: federalreserve.gov 2006Q3 2007Q1 2007Q3 2008Q1 2008Q3 mengeluarkan berbagai paket kebijakan stimulus fiskal maupun moneter demi menopang pertumbuhan ekonomi mereka. Hal ini secara tidak langsung juga berdampak positif kepada potensi peningkatan ekspor ke negara tersebut serta aliran dana investasi (inflows) ke pasar keuangan emerging countries, termasuk Indonesia. Saat ini neraca Bank of Japan membengkak menjadi lebih dari USD2 triliun dan diperkirakan tahun depan mencapai USD3 triliun. 2009Q1 2009Q3 DAFTAR REFERENSI [1] idusbre98i07b [2] [3] org/2013/07/03/latest-mortgage-applicationsdata/ [4] Bloomberg Database dan News [5] [6] International Financial Statistics, IMF [7] [8] com/ /news/ _1_emergingeconomies-crisis-liquidity [9] Global Counterpart Bank Indonesia 2010Q1 2010Q3 2011Q1 2011Q3 2012Q1 Total Mortagage 2012Q3 2013Q1 12

12 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Boks 1.2 Analisis Perkembangan Pasar Credit Default Swap (CDS) Indonesia 2013 Credit Default Swap (CDS) suatu negara seringkali dijadikan indikator yang meresahkan baik bagi negara yang bersangkutan maupun investor, khususnya dikala tingginya ketidakpastian. Dinamisnya interaksi pelaku pasar keuangan dengan berbagai kompleksitas instrumen, disatu sisi meningkatkan opsi, volume serta likuiditas pasar itu sendiri. Namun disisi lain, instrumen yang tersedia justru menambah kerancuan berbagai pihak atas fungsi serta peran yang melekat atas instrumen tersebut, antara lain CDS dan Non- Deliverable Forward (NDF). Pembentukan harga CDS dalam perkembangannya secara relatif tidak lagi dipengaruhi oleh parameter baku seperti tingkat rating maupun perhitungan matematis probability of default (PD) atas intrinsik value dari CDS itu sendiri. Fenomena pasar keuangan ini menjadi suatu kewajaran yang sangat dipahami dan dimaklumi oleh berbagai kalangan dengan kemasan adanya inefisiensi pasar keuangan, asymmetric information, perubahan riskappetite,credit event dan lainnya sehingga hal ini juga memicu berkembangnya motif spekulasi. Pada dasarnya CDS merupakan instrumen keuangan (derivatif) yang bertujuan sebagai salah satu opsi mitigasi risiko (hedging) atas kemungkinan terjadinya event of default(bankruptcy, failure to pay, restructuring, moratorium, obligation acceleration) seperti negara-negara Argentina, Rusia, Yunani serta lembaga-lembaga keuangan Fannie Mae, Freddie Mac, Lehman Brothers, Washington Mutual, Bank of Ireland. Dari berbagai definisi, CDS adalah kontrak derivatif (OTC-over the counter), dimana pembeli akan menerima pembayaran dari penjual CDS apabila issuer (penerbit surat utang) mengalami event-of-deault. Dalam hal ini, pihak pembeli harus membayar premi/ kupon secara periodik selama jangka waktu tertentu kepada penjual CDS. Total volume transaksi CDS secara global telah mencapai USD2 triliun, sementara rata-rata nilai transaksi per-minggu sekitar USD590 miliar. Pembentukan harga (pricing mechanism) CDS pada dasarnya bertumpu kepada perhitungan dari ekpektasi probability of default, disamping dipengaruhi oleh faktor lainnya (supply/demand, volume, volatility, ekpektasi perbaikan kondisi fundamental ekonomi dan pasar keuangan negara yang bersangkutan serta unsur spekulasi dan lainnya). Oleh karena itu, perkembangan harga CDS suatu negara tidak selalu seiring dengan kinerja rating negara yang bersangkutan secara relatif dibandingkan dengan negara lainnya. Dari analisis korelasi dan regresi atas pengamatan data harian sejak tahun diperoleh kesimpulan bahwa CDS Indonesia dipengaruhi oleh beberapa indikator pasar keuangan lainnya antara lain nilai Forward Rate Rupiah (NDF 1 bulan); pergerakan Index Dow Jones dan bursa IHSG; dan Implied Volatility dari option di Bursa Chicago Board Options Exchange (spread antara BI rate dan Fed Fund rate (UIRP) juga diuji, namun ditemukan tidak signifikan). Fluktuasi CDS dari 6 negara di Asia bergerak dengan pola yang serupa, dimana harga CDS Indonesia merupakan yang tertinggi diantara ke-6 negara Asia. Peningkatan fluktuasi CDS (terutama negara dengan current account defisit yang relatif besar) terjadi pasca pernyataan Fed Chairman, Ben Bernanke pada 22 Mei yang menyinggung kemungkinan Tapering Off atas kebijakan Quantitative Easing (QE), mengakibatkan pengetatan pada credit market. Negara-negara yang 13

13 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Tabel Boks Hasil Analisis Regresi Ordinary Least Square dengan kasi HAC Standard Errorand Covariance (Menggunakan Kernel dan Bandwidth Newey-West untuk mengatasi permasalahan Autokorelasi dan H Harian, 4 Januari Agustus 2013 l Depende l Independen CDS Indonesia 5 Tahun K s en t-st t Konstanta CDS Indonesia 5 Th (t-1) *** NDF ** IHSG *** DJIA (t-1) *** DJIA (t-2) *** Implied Volatility *** Implied Volatility(t-1) *** UIRP (t-2) Adjusted R- ed Info C on Schw C Sumber: Perhitungan Penulis memiliki current account defisit yang besar mendapat tekanan yang cukup dalam seperti India (naik 76 bps) dan Indonesia (naik 56 bps) pada akhir Juni. Sementara CDS Malaysia dan Cina naik sebesar 41 bps, Philipina dan Thailand naik 35 bps serta Korea naik hanya 19 bps. Sejak awal tahun 2013 perilaku pergerakan harga CDS Indonesia mulai menunjukkan pola yang melebar Harga (Bps) Grafik Boks Perbandingan CDS Indonesia dan Regional dari negara Asia lainnya (divergence pattern) (Grafik 1/1/2011 2/1/2011 3/1/2011 4/1/2011 5/1/2011 6/1/2011 7/1/2011 8/1/2011 9/1/ /1/ /1/ /1/2011 1/1/2012 2/1/2012 3/1/2012 4/1/2012 5/1/2012 6/1/2012 7/1/2012 8/1/2012 9/1/ /1/ /1/ /1/2012 1/1/2013 2/1/2013 3/1/2013 4/1/2013 5/1/2013 6/1/2013 7/1/2013 8/1/2013 Boks 1.2.1). CDS Indonesia CDS China CDS Thailand CDS Malaysia CDS Philipines CDS Korea Dari sisi volatilitas (annualized), harga CDS Indonesia merupakan kedua tertinggi setelah Cina, dimana tingginya volatilitas CDS Cina juga disebabkan oleh adanya cash/credit squeeze pada 7 Juni mengakibatkan bunga O/N Shibor naik secara signifikan. Sumber: Bloomberg Peningkatan tekanan serta volatilitas CDS negara Asia dalam beberapa bulan terakhir sangat dipengaruhi oleh kekhawatiran menurunnya kinerja ekonomi negara Asia disatu sisi dan membaiknya beberapa 14

14 Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan data ekonomi serta pasar keuangan US dan Eropa di sisi lain. Intensitas tekanan ini berlanjut terkait semakin tingginya ekspektasi pasar atas kebijakan Tapering Off the Fed pada 18 September Terdapat indikasi bahwa Eksposur foreign investor juga merupakan faktor yang mempengaruhi harga CDS, dimana komposisi kepemilikan asing untuk obligasi di Malaysia (42%) dan Indonesia (30%) yang relatif tinggi. Sementara negara lain seperti Srilanka, Korea dan Thailand memiliki komposisi masing-masing sebesar 13%, 15% dan 17%. Harga CDS suatu negara juga tidak selalu sejalan dengan kinerja sovereign rating negara tersebut, misalnya CDS Philipina yang memiliki rating Standard and Poor (BB-) lebih rendah, dari Indonesia (BB+), namun pembentukan harga CDS negara tersebut relatif lebih baik (CDS Philipina 117 bps; CDS Indonesia 242 bps) (Tabel Boks 1.2.2). Menurut salah satu counterpart Bank Indonesia, yang merupakan global investment bank, beberapa alasan mengapa pembentukan harga CDS Philipina lebih baik dari negara lainnya di Asia diantaranya: asset domestik(hanya di kisaran 2-3% dari total asset domestik); Kinerja external balance-sheet seperti current account surplus sejak tahun 2003 dan balance of payment sejak 2005, disamping akumulasi kecukupan cadangan devisa yang cukup signifikan; beberapa tahun terakhir dengan debt to GDP yang terus turun hingga hanya sekitar 41%. DAFTAR REFERENSI [1] [2] Bloomberg Database dan News [3] International Financial Statistics, IMF [4] Citibank Singapore & Citibank Hong Kong [5] Global Counterpart Bank Indonesia Tabel Boks Hasil Analisis Regresi Harga CDS 9/19/2013 (Bps) Volume Transaksi Current Account cit ng Negara Bid Ask Spread USD Juta Nilai (USD Juta) Periode S&P Indonesia (5,270.10) 2013Q1 BB+ Phillipina , Q1 BB- Thailand Q4 BB+ Malaysia , Q4 A- Cina , Q4 AA- Korea , Q1 A+ Sumber: Perhitungan Penulis 15

15 halaman ini sengaja dikosongkan

16 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Bab 2 Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga 17

17 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga halaman ini sengaja dikosongkan 18

18 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Bab 2 Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Secara umum kondisi korporasi dan rumah tangga masih menunjukkan perkembangan yang positif. Kegiatan usaha masih menunjukkan perbaikan, didukung oleh optimisme peningkatan kegiatan usaha dengan tingkat risiko yang terjaga. Indikator profitabilitas, solvabilitas serta hasil survey mendukung adanya perkembangan yang terus meningkat. Namun demikian, perbaikan tersebut perlu dicermati mengingat berbagai risiko yang bersumber dari ekonomi dunia dan domestik.risiko pelemahan ekonomi dari eksternal terutama akibat penurunan permintaan global, sehingga harga komoditas ekspor menurun. Sementara dari internal dalam negeri, dihadapkan pada peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan penyesuaian Upah Minimum Regional (UMR) pada beberapa daerah di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dan TTL, disamping berdampak pada meningkatnya biaya produksi perusahaan, bagi rumah tangga dapat menyebabkan turunnya daya beli masyarakat SEKTOR KORPORASI Kegiatan usaha secara umum masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan ekspansi kegiatan usaha triwulan II 2013 yang meningkat dari triwulan sebelumnya, dicerminkan dengan SBT (Saldo Bersih Tertimbang) sebesar 18,62% (Grafik 2.1). Peningkatan tersebut dipicu oleh peningkatan konsumsi domestik yang meningkatkan penjualan dan berdampak pada membaiknya kinerja keuangan korporasi. Ekspansi kegiatan usaha diperkirakan masih terus meningkat pada triwulan III 2013, terkonfirmasi dari kenaikan SBT menjadi 23,89%. Sektor ekonomi yang diperkirakan mengalami ekspansi terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang didorong oleh musim liburan. Sementara untuk sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan yang dipengaruhi oleh faktor musiman, dimana puncak musim panen komoditas perkebunan umumnya akan terjadi pada triwulan III. Seiring dengan peningkatan ekspansi bisnis, situasi bisnis dirasakan semakin membaik dan makin kondusif pada 6 bulan mendatang. Kinerja keuangan korporasi sedikit membaik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang dicerminkan dari peningkatan profitabilitas. Ditengah ancaman belum membaiknya kondisi ekonomi global, menurunnya ekspor dan menurunnya beberapa harga komoditas, kinerja keuangan korporasi masih menunjukkan perbaikan.masih kuatnya 19

19 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Grafik 2.1 Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Dunia Usaha %,SBT Dalam hal pembiayaan, sektor korporasi publik masih relatif berhati-hati dalam menggunakan dana pinjaman untuk mendukung peningkatan usahanya. Indikator rasio utang korporasi go public bahkan cenderung menurun. Hal ini terlihat dari rasio Debt to Equity Ratio (DER) pada Triwulan I 2013 sebesar 0,87 dibandingkan dengan Triwulan IV 2012 sebesar 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Sumber: SKDU, Bank Indonesia, Triwulan II-2013 konsumsi domestik menjadi faktor utama peningkatan kegiatan usaha yang berdampak pada membaiknya kinerja keuangan korporasi. Indikator profitabilitas korporasi yang dicerminkan dari ROA pada Triwulan I 2013 sebesar 2,01% atau meningkat dibandingkan dengan Triwulan I 2013 sebesar 1,82%. Dengan demikian, terjadi pertumbuhan sebesar 10,56% (Grafik 2.2). Peningkatan ROA juga diiringi dengan peningkatan ROE dari 3,66% pada Triwulan I 2013 menjadi 3,76% pada Triwulan I 2013 atau menunjukkan peningkatan sebesar 2,8%. Membaiknya kinerja profitabilitas juga didukung oleh beberapa indikator operasional seperti menurunnya collection period dari 43 hari (Triwulan I 2013) menjadi 20 hari (Triwulan I 2013).Hal ini mencerminkan waktu penerimaan cash menjadi lebih cepat.semakin cepat korporasi memperoleh cash dari hasil penjualan, semakin cepat korporasi menggunakan kembali dananya tersebut untuk modal kerja dan investasi yang mendukung perkembangan usahanya. Grafik 2.2 Pertumbuhan ROA dan ROE KorporasiNon-Financial yang Go Public % y-o-y Tw I Tw II ROA(skala kiri) ROE(skala kanan) 2011 Tw III Tw IV Tw I Tw II 2012 Tw III Tw IV % y-o-y 50 (9.78) Tw I ,91, sedangkan rasio solvabilitas (total liabilities terhadap total aset) relatif stabil sebesar 0,46 (Triwulan I 2013) (Grafik 2.3). Menurunnya rasio DER dan solvabilitas terutama dipicu oleh meningkatnya modal perusahaan sebesar 4% dan menurunnya kewajiban perusahaan sebesar 0,6% dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 2.3 Perkembangan DER dan TL/TA KorporasiNon-Financial yang Go Public 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 DER Sumber: Bloomberg TL/TA Tw I Tw III Tw I Tw III Tw I Tw III Tw I Tw III Tw I Tw III Tw I Tw III Tw I Tw III Tw I Secara umum tidak ada aturan threshold baku untuk rasio DER. Terdapat pemahaman umum bahwa, semakin tinggi rasio DER, semakin tinggi risiko perusahaan dalam membayar kembali utangnya. Namun, rasio yang rendah juga dapat diartikan bahwa perusahaan belum memanfaatkan sumber dana eksternal secara optimal untuk mendukung modal bagi ekspansi usaha. Rasio DER biasanya dibandingkan dengan standar atau ratarata yang berlaku di masing-masing industri. Studi yang dilakukan oleh sebuah lembaga analisa keuangan di Amerika Serikat, mengatakan rata-rata DER untuk industri manufaktur 1,77, retail 1,80, transportasi 2,0, konstruksi Tw III Tw I 0,87 0,46 20 Sumber: Bloomberg, diolah

20 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga 1,78, dan jasa asuransi keuangan 0,84. Sementara limit rasio DER untuk usaha kecil maksimal 2. Secara keseluruhan perkembangan indikator kinerja korporasi tercermin dalam grafik 2.4. Grafik 2.4 Indikator Kunci Keuangan Korporasi DER Collection Period Sumber: Bloomberg, diolah Current Ratio Inventory Turn Over Ratio ROA ROE 2012:Q1 2013:Q1 Ditengah perkembangan usaha yang cukup kondusif, risiko kredit masih berada pada tingkat yang relatif rendah. Berdasarkan perhitungan probability of default (PoD) terdapat perusahaan non financial yang go public mengalami peningkatan potensi default. Probability of default Triwulan I 2013 menjadi sebesar 2,01% sedikit meningkat dari periode sebelumnya sebesar 1,91% (Triwulan IV 2012), Tabel 2.1. Kenaikan probability of default disebabkan peningkatan risiko yang terjadi di sektor industri lain-lain,yang didominasi oleh industri tekstil dan otomotif, serta sektor perdagangan yang didominasi oleh industri retail, wholesale dan restoran, hotel dan tour. Hal ini diperkirakan sebagai dampak meningkatnya biaya produksi. Peningkatan PoD di sektor perdagangan khususnya industri retail makanan dan minuman serta restoran diperkirakan dipicu oleh meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan TTL serta kenaikan harga beberapa bahan baku makanan yang sempat mengalami kelangkaan pasokan pada Februari 2013 karena pembatasan impor antara lain produk-produk hortikultura dan bawang. Sebagian besar kredit perbankan yang disalurkan kepada korporasi dalam bentuk modal kerja dan investasi. Sebagian besar kredit kepada korporasi dalam bentuk modal kerja mencapai 64,3% (Tabel 2.2). Dari total kredit yang disalurkan kepada korporasi sebesar Rp1.660,5 triliun, dimanfaatkan untuk keperluan modal kerja sebesar Rp1.068,5 triliun,kegiatan investasi sebesar Rp550,0 triliun dan keperluan konsumsi sebesar Rp42,1 triliun. Sedangkan apabila dilihat dari sektor ekonomi, kredit korporasi lebih banyak digunakan antara lain di sektor Perindustrian (27,1%), sektor jasa-jasa (24,6%) dan sektor Perdagangan, hotel, restoran (17,6%), Tabel 2.3. Sumber: Bloomberg, diolah Tabel 2.1 Probability of Default Korporasi berdasarkan Sektor Ekonomi SEKTOR 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 2012Q1 2012Q2 2012Q3 2012Q4 2013Q1 Pertanian 2,37% 2,01% 0,00% 2,12% 0,16% 0,23% 0,27% 0,28% 0,05% Industri Bahan Dasar 1,70% 0,89% 2,49% 1,96% 1,97% 1,31% 0,88% 1,75% 1,69% Industri Bahan Konsumsi 1,15% 0,62% 0,89% 0,61% 0,70% 0,89% 0,50% 1,28% 0.94% Infrastruktur 0,96% 0,79% 0,25% 1,26% 0,54% 0,51% 0,61% 1,72% 1,13% Industri lain-lain 2,18% 6,23% 6,63% 6,96% 7,67% 8,89% 5,51% 5,41% 6.34% Pertambangan 1,72% 0,77% 1,38% 1,30% 1,21% 1,18% 3,13% 1,52% 1.36% Properti 1,70% 0,88% 0,00% 2,68% 3,12% 3,40% 1,98% 1,50% 0.90% Perdagangan 4,88% 2,84% 2,78% 3,26% 2,50% 1,90% 2,40% 2,17% 3.44% Agregrate (Keseluruhan korporasi) 2,38% 1,78% 2,44% 2,55% 2,23% 2,16% 1,82% 1,91% 2.01% *) Perhitungan Probability of default menggunakan Metode Contingent Claim Analysis **) Perhitungan periode TW.I-2013 hanya diwakili oleh 195 perusahaan 21

21 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Tabel 2.2 Fasilitas Kredit yang diberikan kepada Korporasi menurut Jenis Kredit Jenis Kredit Sumber: Sistem Informasi Debitur (SID), Agustus 2013* *Sementara Korporasi Baki Debet % thdp Baki (Triliun Rp) Debet Kredit Modal Kerja 1.068,5 64,3% Kredit Investasi 550,0 33,1% Kredit Konsumsi 42,1 2,5% TOTAL 1.660,5 100,0% Tabel 2.3 Kredit yang diberikan kepada Korporasi menurut Sektor Ekonomi SektorEkonomi Sumber: Sistem Informasi Debitur (SID), Agustus 2013* *Sementara Korporasi Baki Debet (triliun Rp) % thd Baki Debet Pertanian, perburuan, dan sarana pertanian 123,5 7,4% Pertambangan 95,0 5,7% Perindustrian 449,7 27,1% Listrik, Gas, dan a ir 71, 1 4,3% Konstruksi 92,2 5,6% Perdagangan, restoran dan hotel 293,0 17,6% Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi 122,2 7,4% Jasa-jasa 407, 9 24,6% Lain-lain 6, 0 0,4% TOTAL 1.660,5 100% Ditengah perkembangan dunia usaha yang terjaga, terdapat beberapa risiko yang perlu mendapat perhatian. Perkembangan korporasi Indonesia sejak awal tahun 2013 masih dibayangi ancaman eksternal penurunan permintaan global, yang disertai penurunan harga komoditas. Rencana The Fed yang akan melakukan kebijakan tapering off juga telah berdampak aliran modal keluar sehingga terjadi fluktuasi nilai tukar. Selain menghadapi kondisi ekternal yang kurang baik, kinerja korporasi juga dihadapkan pada peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan penyesuaian Upah Minimum Regional (UMR) pada beberapa daerah di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dan TTL, disamping berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk perusahaan, juga meningkatkan biaya produksi perusahaan. Pasca kenaikan harga BBM (Juni 2013), BPS mencatat inflasi IHK pada Juli mencapai 3,29% (mtm) atau 8,61% (yoy). Sementara itu, ancaman perlambatan ekonomi global berpotensi pada kinerja korporasi yang bergerak pada kegiatan ekspor terutama pada produk ekspor berbasis sumber daya alam antara lain batu bara, karet, dan crude palm oil (CPO). Untuk melihat sejauh mana ketahanan korporasi akibat pelemahan nilai tukar dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan, telah dilakukan asesmen terhadap kondisi aset dan kewajiban korporasi yang mempunyai komponen dalam bentuk valas. Korporasi dengan kondisi keuangan yang memiliki kewajiban valas lebih besar dibandingkan dengan aset valasnya lebih rentan terjadi penurunan kinerja keuangan saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut pada gilirannya akan berpengaruh pada kemampuan bayar korporasi atas kewajiban-kewajiban keuangannya yang semakin meningkat. Pengamatan dilakukan terhadap 196 perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Secara umum, kondisi keuangan korporasi masih cukup tahan terhadap depresiasi rupiah. Sehingga dampak lanjutan terhadap NPL dan CAR perbankan masih relatif minimal. Stress test dilakukan terhadap beberapa perusahaan yang insolvent ketika simulasi nilai tukar rupiah melemah sampai dengan Rp Hasil stress-test dengan level depresiasi rupiah sampai dengan Rp menunjukkan terjadinya peningkatan NPL industri perbankan menjadi 2,02% dari semula sebesar 1,87%, sementara itu CAR perbankan tidak berubah yaitu masih tetap berada pada 17,95%. 22

22 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Asesmen ketahanan korporasi tersebut diatas menjadi salah satu bagian dari asesmen secara lebih lengkap untuk melihat dampak terhadap stabilitas sistem keuangan. Keterkaitan tersebut terutama karena pembiayaan kegiatan usaha korporasi sebagian besar bersumber dari lembaga keuangan terutama bank Kondisi Sektor Rumah Tangga Sejalan dengan masih tumbuhnya dunia usaha, indeks keyakinan konsumen juga meningkat. Konsumsi rumah tangga masih mengalami peningkatan sehingga menjadi penggerak perekonomian dalam negeri. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2013 setelah tiga bulan sebelumnya mengalami penurunan. IKK meningkat 5,4 poin menjadi 117,1 yang disebabkan oleh kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar 5,6 poin dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 5,1 poin (Grafik 2.5). Pendorong utama meningkatnya keyakinan konsumen adalah meningkatnya indeks keyakinan akan ketersediaan lapangan kerja sebesar 9,9 poin dari 97 menjadi 106,9. Grafik 2.5 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Tahun Baru. Prediksi berkurangnya permintaan pasca hari raya Idul Fitri telah sedikit menurunkan tekanan harga pada 3 bulan mendatang. Hal tersebut diindikasikan dengan penurunan indeks ekspektasi harga kelompok bahan makanan (-2,4 poin). Hal serupa juga terjadi pada indeks ekspektasi harga kelompok transportasi, komunikasi serta jasa keuangan (-2,4 poin). Sebaliknya, perkiraan tekanan kenaikan harga terutama terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (3,9) poin. Sementara itu, tekanan harga pada 6 bulan yang akan datang (Desember 2013) diprediksi meningkat. Hal ini dindikasikan oleh kenaikan indeks 0,3 poin yang disebabkan oleh pengaruh musiman yakni natal dan tahun baru (Grafik 2.6). Grafik 2.6 Indeks Ekspektasi Harga Pada Enam Bulan Yang Akan Datang (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 200 Inflasi Kumulatif Selama 6 bulan - BPS (sb. kanan) Indeks Ekspetasi Harga 6 Bulan yad (sb. kiri) (%) 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) Sumber: Survei Konsumen, DSM, Bank Indonesia PESIMIS OPTIMIS Rencana Kenaik an Harga BBM Efek Kenaikan Krisis Ekonomi TDL IndeksKondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Global IndeksEkspektasi Konsumen (IEK) IndeksKeyakinan Konsumen (IKK) Sumber: Survei Konsumen, DSM, Bank Indonesia Tekanan kenaikan harga pada 3 bulan ke depan (September 2013) diperkirakan sedikit melemah setelah permintaan kembali normal pasca Hari Raya Idul Fitri. Sebaliknya, tekanan harga pada 6 bulan mendatang (Desember 2013) menjadi cukup besar seiring dengan pengaruh musiman menjelang Natal Kredit rumah tangga masih mengalami trend pertumbuhan, meskipun dalam beberapa bulan terakhir cenderung melambat. Tingkat NPL masih stabil pada level aman. Berbeda dengan korporasi yang menggunakan sebagian besar kredit untuk modal kerja, rumah tangga lebih dominan menggunakan kredit untuk keperluan konsumsi (70,1%). Posisi Juni 2013 kredit sektor rumah tangga adalah sebesar Rp646,8 triliun atau tumbuh 9,41% yoy. Namun pertumbuhan kredit rumah tangga sampai dengansemester I 2013 ini melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 31,59% (Juni 2012). 23

23 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Sementara itu, non performing loans (NPL) kredit sempat mengalami sedikit peningkatan pada awal tahun Dalam perkembangan sampai pada akhir semester I cenderung menurun dengan rasio relatif rendah yaitu 1,54% (Grafik 2.7). Grafik 2.7 Perkembangan Kredit dan NPL ke Sektor Rumah Tangga dan peralatanrumah tangga lainnya) yaitu dari 50,76% menjadi -50,97%. Meski secara umum kredit rumah tangga mengalami perlambatan pertumbuhan, rasio NPL seluruh jenis kredit sektor RT masih stabil pada level yang rendah, yaitu perumahan 2,33%, kendaraan 0,93%, peralatan RT 0,93%, multiguna 0,87% dan kredit RT lainnya sebesar 1,48% ,80 Triliun (Rp) Kredit RT (Kiri) NPL RT (Kanan) 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 NPL (%) Grafik 2.9 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Growth (yoy) 100% 80% Jan -12 Feb -12 Mar -12 Apr -12 Mei -12 Jun -12 Jul -12 Agust -12 Sep -12 Okt -12 Nov -12 Des -12 Jan -13 Feb -13 Mar -13 Apr -13 Mei -13 Jun % 40% Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit kepada sektor rumah tangga bertujuan untuk kredit perumahan, diikuti oleh kredit multiguna, dan kredit kendaraan (Grafik 2.8). Grafik 2.8 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya (per Juni 2013) Multiguna 37,15% RT Lainnya 3,77% Perumahan 43,64% 20% 0% -20% -40% -60% Perumahan Kendaraan Peralatan RT Multiguna RT Lainnya Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah Grafik 2.10 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya NPL 3,50% 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% Peralatan RT 0,22% Kendaraan 15,22% Perumahan Kendaraan Peralatan RT Multiguna RT Lainnya Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah Perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh jenis kredit rumah tangga, bahkan pertumbuhan negatif terjadi pada kredit kendaraan (dari 15,81% menjadi -8,17%) dan kredit pembelian peralatan rumah tangga (seperti furnitur, televisi, alat elektronik, komputer, alat komunikasi 24

24 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Boks 2.1 Pengendalian Risiko di Sektor Properti Pangsa kredit konsumsi terhadap total kredit perbankan di Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat. Pangsa kredit konsumsi sampai dengan bulan Juni 2013 mencapai 28,8% meningkat dari 21,6% pada akhir tahun Di antara kredit konsumsi tersebut kredit dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Multiguna mempunyai pangsa dominan. Dalam rangka menghindari penyaluran kredit yang berlebihan pada sektor tertentu serta untuk meningkatkan kehatihatian perbankan, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan Down Payment (DP) minimum bagi KKB dan Loan to Value (LTV) maksimal bagi KPR yang berlaku sejak 15 Juni Sejak penerapan ketentuan tersebut pertumbuhan KKB menurun dan Non Performing Loan (NPL) nominal juga berkurang. Namun demikian, pertumbuhan KPR tipe > 70 dan kredit untuk flat/apartment (KPA) >70 masih tinggi masing-masing mencapai 24,1% dan 62,3% pada periode Juni Tingginya pertumbuhan KPR/KPA ini dibarengi dengan tingginya kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) sebesar 11,0% pada Triwulan I 2013 dan 12,1% pada Triwulan II Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi sejak survei diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Dari sisi ukuran bangunan, kenaikan tertinggi terjadi pada harga rumah kecil (luas<36m2). Bila melihat masing-masing lokasi proyek diproperti, kenaikan harga properti per tahun dapat sangat bervariasi. Kenaikan harga yang tinggi didorong oleh tingginya permintaan terhadap perumahan, baik untuk rumah tinggal maupun untuk investasi. Kenaikan harga perumahan residensial ini tidak hanya terjadi di beberapa wilayah tertentu tapi menyebar ke berbagai wilayah. Hal ini dikhawatirkan dapat menjadikan harga rumah semakin mahal dan sulit terjangkau, khususnya oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Selain itu, tingginya harga rumah, yang memiliki konsekuensi pengambilan KPR dalam nilai yang lebih besar bila dilakukan dengan pembiayaan perbankan, berpotensi menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi gagal bayar. Perhatian terhadap pertumbuhan harga properti dan pertumbuhan KPR ini diperkuat dengan tambahan informasi bahwa di lapangan terdapat pembelian Tabel Boks Debitur dengan lebih dari satu fasilitas KPR No Jumlah KPR Jumlah Debitur Pangsa Jumlah Debitur Jumlah Rumah Total Plafon (Rp Miliar) Pangsa Total Plafon Total Baki Debet (Rp Miliar) NPL (Rp Miliar) %NPL ,9% ,1% ,6% ,3% ,8% ,9% ,7% ,3% ,3% 4 > ,1% ,8% 573-0,0% Total ,0% ,0% ,3% Total KPR April ,4% 12,4% 6,8% 25

25 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Tabel Boks Jumlah Debitur dengan KPR lebih dari satu No Tahun Jumlah KPR Pangsa (%) Baki Debet (Rp miliar) Baki Debet(%) Plafon (Rp miliar) Plafon (%) 1 < % % % % % % % % % % % % (s.d. Apr 13) % % % Total % % % properti secara bulk (lebih dari 1 bahkan 10 unit sekaligus), baik menggunakan KPR ataupun secara cash / cash bertahap. Data Sistem Informasi Debitur (SID) per April 2013 menunjukkan adanya debitur yang memiliki KPR lebih dari satu sebanyak debitur (sekitar 4,6% dari total debitur KPR), dengan nilai baki debet Rp 31,8 T(12,4% dari total Baki debet KPR posisi April 2013 sebesar Rp 257,6 T). Dengan perilaku demikian, maka permintaan terhadap perumahan diperkirakan akan terus meningkat dan dikhawatirkan terus mendorong kenaikan harga rumah. Sekitar 50% debitur dengan lebih dari satu KPR tersebut memperoleh fasilitas pembiayaan dalam 3 tahun terakhir.sejak tahun 2010 hingga data bulan April 2013, jumlah debitur yang memiliki KPR lebih dari satu cenderung meningkat. Tingginya pertumbuhan KPR tersebut diatas didukung oleh preferensi properti sebagai investasi masyarakat yang ditangkap melalui survei. Beberapa kesimpulan penting dalam survei Bank Indonesia yang dilaksanakan pada Mei 2013 adalah sebagai berikut: - Dalam 1 tahun terakhir 42,5% responden memilih untuk berinvestasi atau membeli properti dibandingkan emas, saham/reksadana dan deposito. - Permintaan properti 1 tahun ke depan diperkirakan juga tetap kuat. Hal ini ditunjukkan bahwa 64% responden memilih berinvestasi di properti di banding pilihan lainnya untuk periode 1 tahun ke depan. - 81,1% responden menyatakan bahwa alasan membeli properti adalah adanya ekspektasi kenaikan harga. - Tidak seluruh properti yang mendapatkan KPR/KPA pertama dipergunakan untuk ditinggali. 13,9% responden menggunakan KPR/KPA pertama sebagai sarana investasi atau disewakan. - Semakin banyak rumah/kpr/kpa yang dimiliki, semakin besar kemungkinan digunakan sebagai alat investasi. Survei menunjukkan 65% KPR/KPA kedua digunakan untuk investasi dan 100% KPR/ KPA ketiga digunakan untuk investasi. Kredit yang terkait properti terdiri dari KPR/ KPA, kredit konstruksi dan kredit real estate, dengan informasi tambahan bahwa sebagaian dari kredit multiguna digunakan juga untuk pembelian properti. Hal ini didasarkan survei Bank Indonesia pada bulan Mei 2013 bahwa 5% responden menggunakan kredit multiguna untuk pembelian atau tambahan pembelian properti. 26

26 Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Untuk melihat dampak risiko kredit properti, dilakukan stress test dengan asumsi terjadi default dari kredit terkait properti di atas sebesar 10%, maka akan terdapat beberapa bank yang mengalami NPL di atas 5%. Namun demikian, dampak terhadap permodalan bank relatif minimal.hasil stress test menunjukkan tidak terdapat bank dengan rasio CAR di bawah 8% sesuai treshold yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan perbankan dianggap masih cukup untuk menyerap potensi kerugian yang mungkin muncul jika terjadi default kredit terkait properti sebesar 10%. Hasil stress test yang menunjukkan penurunan kinerja perbankan dari indikator NPL pada beberapa bank, perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Oleh karenanya, untuk menjaga stabilitas keuangan dipandang perlu untuk meningkatkan tingkat kehatihatian bank untuk menghindari risiko yang lebih tinggi. Selain itu, peningkatan ketentuan kehati-hatian juga diharapkan dapat mengendalikan penggunaan kredit atau pembiayaan perbankan untuk pembelian properti yang tidak ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan primer. Kebijakan Bank Indonesia dimaksud selanjutnya dituangkan dalam pengaturan LTV lebih lanjut dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut: - Pengaturan LTV yang lebih rendah untuk KPR/ KPA kedua, ketiga dan seterusnya. - Pengenaan LTV untuk rumah tinggal dengan tipe 22-70m2 untuk KPR kedua, ketiga dan seterusnya. - Pengenaan LTV untuk KPA pertama tipe 22-70m2 - Memberlakukan ketentuan LTV bagi kredit konsumsi beragun properti (di luar skim KPR/ KPA), misalnya adalah kredit multiguna beragun properti. - Mengatur LTV untuk kredit/pembiayaan Ruko dan Rukan kedua dan seterusnya. - Melarang pemberian kredit/pembiayaan tambahan untuk uang muka pembelian properti - Suami dan istri dianggap sebagai satu debitur. Dengan demikian, bila debitur yang masih memiliki KPR/KPA/Kredit konsumsi beragun properti yang belum lunas mengajukan KPR/KPA lagi atas nama suami/istri, maka akan dikenakan ketentuan LTV yang lebih rendah karena merupakan KPR/KPA kedua. Hal ini dikecualikan jika suami istri memiliki perjanjian pisah harta yang disahkan notaris. - Kredit Pemilikan Ruko dan Rukan kedua dan seterusnya dikenakan ketentuan LTV. Secara ringkas ketentuan LTV untuk fasilitas kredit kedua, ketiga dan seterusnya adalah sebagai berikut: Selain pengaturan LTV tersebut, guna perluasan faktor mitigasi risiko dan perlindungan konsumen, penyaluran fasilitas kredit/pembiayaan properti kedua dan seterusnya hanya dapat dilakukan bila properti yang dibiayai sudah dalam keadaan selesai dibangun sesuai yang diperjanjikan dan siap untuk diserahterimakan kepada pembeli. Namun, untuk pemberian fasilitas kredit/pembiayaan properti pertama, properti yang dibiayai masih diperbolehkan belum dibangun (inden) namun pencairan kredit / pembiayaan oleh bank harus disesuaikan dengan progres pembangunan unit properti yang dibiayai. Tidak semua konsumen membeli properti dengan menggunakan kredit. Sebagian pembeli properti melakukan pembayaran secara cash/cash bertahap tanpa harus meminta KPR/KPA. Disadari bahwa ketentuan Bank Indonesia hanya dapat mempengaruhi permintaan properti yang menggunakan kredit, namun 27

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA PASCA BREXIT. Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Vol. 2. Pendahuluan. Pertumbuhan Ekonomi

OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA PASCA BREXIT. Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Vol. 2. Pendahuluan. Pertumbuhan Ekonomi OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN 2016 Vol. 2 INDONESIA PASCA BREXIT Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pendahuluan T ahun 2016 disambut dengan penuh optimisme dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi mencapai dan memelihara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA April 2015 Tim Riset SPMD Overview The Fed siap menaikan suku bunga acuan kapan saja yang berpotensi menarik dana tiba-tiba (sudden reversal) dari emerging market termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00 SURVEI KONSUMEN Juli - 2010 Indeks 150.00 125.00 100.00 75.00 optimis pesimis 50.00 25.00 0.00 periode krisis ekonomi global 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 1 2 3 4 5 6 7 2007 2008 2009 2010 Indeks Keyakinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

SURVEI PERBANKAN * perkiraan SURVEI PERBANKAN TRIWULAN IV-217 PERTUMBUHAN KREDIT TAHUN 218 DIPERKIRAKAN MENINGKAT Hasil Survei Perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru pada triwulan IV- 217 secara triwulanan (qtq) meningkat.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

i

i i 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Indeks 250 200 150 100 50 0 Indeks SPE Growth mtm (%) Growth yoy (%)

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

INBOX 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH

INBOX 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH Krisis Keuangan Global Krisis keuangan yang diawali oleh krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat, dimana penyaluran kredit perumahan (mortgage)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% SURVEI PERBANKAN Y jg brg dia TRIWULAN I-2015 PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat.

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Survei Konsumen Mei 2015 (hal. 1) Survei Penjualan Eceran April 2015 (hal. 13) PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 Alamat Redaksi :

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

MARKET OUTLOOK Pengaruh Pengurangan Stimulus The Fed Pada Ekonomi Global

MARKET OUTLOOK Pengaruh Pengurangan Stimulus The Fed Pada Ekonomi Global MARKET OUTLOOK Pengaruh Pengurangan Stimulus The Fed Pada Ekonomi Global Bulan Mei 2013 lalu market dikejutkan oleh pernyataan dari ketua The Fed Ben Bernanke, mengenai kelangsungan dari program quantitative

Lebih terperinci

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi Akhir semester I 2009 Inflasi sebesar 0,11% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,10 terjadi pada penghujung Jun. Inflasi

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %)

Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %) Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %) 1 (Miliar Rp) Grafik 2. Realisasi Penyaluran Kredit Januari-November 2013 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 KPR/KPA KKB-Mobil KKB-Sepeda Motor KTA + Multiguna

Lebih terperinci

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

Mempertahankan Soliditas

Mempertahankan Soliditas Hasil Kinerja Semester I 2017 Mempertahankan Soliditas Public Expose 2017 PT Bank Central Asia Tbk Jakarta, 9 Agustus 2017 Daftar Isi Tinjauan Makro Ekonomi halaman Kondisi makro ekonomi 4 Ikhtisar kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kas perusahaan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kas perusahaan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kinerja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja yang dicapai, laporan keuangan, kas perusahaan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kinerja sehingga memberikan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% RD Pasar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

Manulife Investor Sentiment Index Study Q Indonesia. Februari 2016

Manulife Investor Sentiment Index Study Q Indonesia. Februari 2016 Manulife Investor Sentiment Index Study Q4 2015 Indonesia Februari 2016 1 TENTANG MANULIFE INVESTOR SENTIMENT INDEX (MISI) Apakah Manulife Investor Sentiment Index (MISI)? Kelas aset utama Dana tunai/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report 1 Februari 1 ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report RESEARCH Data Pasar Hari Kerja Sebelumnya Perubahan Tingkat Suku Bunga dan Kurs Acuan BI Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Utama Dunia Keterangan Hari

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100.00% Deposito

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN Februari 2015 SURVEI PENJUALAN ECERAN Survei Penjualan Eceran mengindikasikan bahwa secara tahunan penjualan eceran pada Februari 2015 mengalami akselerasi. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil

Lebih terperinci

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Surabaya 21 Desember 2016 OUTLINE 2 Perekonomian Global Perekonomian Nasional Kebijakan

Lebih terperinci

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang 31-Jan-17 NAV: 1,355.077 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Harga dari sekuritas menunjukkan informasi yang penting bagi investor dalam berinvestasi di saham tertentu. Salah satu pengumuman yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap 31-Jan-17 NAV: 1,494.165 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks ini mencakup pergerakan seluruh

Lebih terperinci

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap 31-Jan-17 NAV: 2,098.321 CENTURY PRO Adalah gabungan dari produk asuransi seumur hidup (whole life) dan investasi dimana Pemegang Polis mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi global pada tahun 1998 yang tidak hanya melanda di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebuah kredit bersifat konsumtif yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan jaminan atau agunan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I SURVEI PERBANKAN Triwulan I-007 Target pemberian kredit baru pada triwulan II-007 dan tahun 007 diperkirakan masih akan meningkat Hanya 4,0% responden yang menyatakan realisasi kredit baru dalam triwulan

Lebih terperinci