KEMAMPUAN KOLOM GELEMBUNG PANCARAN (JET BUBBLE COLUMN) UNTUK MEREDUKSI KANDUNGAN GAS CO 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMAMPUAN KOLOM GELEMBUNG PANCARAN (JET BUBBLE COLUMN) UNTUK MEREDUKSI KANDUNGAN GAS CO 2"

Transkripsi

1 KEMAMPUAN KOLOM GELEMBUNG PANCARAN (JET BUBBLE COLUMN) UNTUK MEREDUKSI KANDUNGAN GAS CO 2 Setiadi, Hantizen, Nita Tania H., Bambang Heru S., Dijan Supramono Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI, Depok 16424, setiadi@che.ui..edu Abstrak Kolom gelembung pancaran merupakan salah satu alat peralatan kontak antar fasa gas dan cair, dapat diaplikasikan untuk membantu menurunkan emisi gas CO 2. Penelitian ini bermaksud mempelajari studi hidrodinamika dan laju reaksi penyerapan untuk menentukan kinerja jet bubble column. Desain alat yang digunakan berupa kolom adsorber dan serangkain kolom absorber (Jet Bubble Column) dengan masing-masing tinggi kolom sebesar 100cm dan diameter kolom sebesar 11cm berisi larutan KOH 0,05M sebanyak 8 liter. Sampel gas CO 2 dianalisa dengan menggunakan Kromatograpi Gas(GC). Berbagai variabel: ukuran diameter nozzle(dn=7,2mm; 9,3mm; dan 12,1mm) dan laju alir volumetrik cairan(q L ): 13,25-25,8 L/min. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin besar laju alir volumetrik cairan dan laju alir volumetrik gas menghasilkan konstanta kinetika reaksi dan luas kontak antar fasa gas-cair yang semakin besar. Penggunaan Dn = 12.1 mm dengan Q L = L/det didapatkan harga laju konstanta laju absorpsi, k = 1.4x10-1 dan luas kontak antar fasa a = m 2 /m 3, sedangkan Dn = 9.3 mm dengan Q L = L/det didapatkan harga k = 2.98x10-1 dan a = m 2 /m 3. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju aliran cairan, distribusi gelembung pada kolom absorpsi akan semakin mengarah pada ukuran gelembung yang semakin besar pada penggunaan diameter nozzle yang sama. Penggunaan ukuran diameter nozzle yang sama memberikan pola distribusi gelembung dengan puncak persentasi populasi yang sama pula. 1. Pendahuluan Pengembangan peralatan proses untuk membersihkan udara dalam ruang yang mengandung zat-zat polusi udara dan untuk mengurangi kekurangan yang dimiliki kolom adsorpsi, maka dilakukan penggabungan dengan teknologi absorpsi yang menggunakan jet bubble column. Proses absorpsi menggunakan jet bubble column sangat efisien untuk alat kontak antara fasa gas dan cair. Hal ini ditunjukkan dari besarnya luas kontak yang dimiliki jet ejector (1000~7000 m 2 /m 3 ) jika dibandingkan dengan kolom gelembung (~20 m 2 /m 3 ), spray column (10~100 m 2 /m 3 ), packed column (~200 m 2 /m 3 ), tangki berpengaduk mekanik (~200 m 2 /m 3 ), dan bahkan plate column (100~400 m 2 /m 3 ). Dan dari nilai koefisien perpindahan massa yang tercapai, untuk jet ejector nilai koefisien perpindahan massanya sebesar 4 ~ 6 /detik yang jauh melampui bubble column (0.04 ~ 0.06 /detik) serta tangki berpengaduk (0.10 ~ 0.15 /detik). Keuntungan kolom gelembung pancaran diantaranya adalah sederhana dalam perancangan, mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, volume reaktor yang dibutuhkan kecil,

2 ukuran diameter gelembung yang terdispersi kedalam cairan kecil, luas area spesik antar fasa besar, serta dapat memperoleh koefisien perpindahan massa yang sangat besar apabila dibandingkan dengan jenis kolom gelembung konvensional lainnya (Ide, 2001; Lee and Tsui, 1998). Selain itu pencampuran yang terjadi antar fasa gas cair diperoleh sendiri dari gerakan tumbukan cairan yang menumbuk cairan stagnan yang terdapat didalam kolom, tumbukan tersebut akan membentuk lubang seperti terompet serta gas akan terhisap dan akan terperangkap diantara celah lubang tersebut. Tumbukan tersebut dapat membentuk pusaran eddy (Ito, 2000; Havelka, 2000], sehingga demikian tidak diperlukan lagi alat pengaduk. Kemampuan pusaran eddy ini tergantung pula pada diameter kolom downcomer yang akan didisain. Pada Tabel 1 ditampilkan perbandingan khas harga dari kla, ε G, V R (volume kontaktor) dan ε V (Energi yang hilang per satuan volume) pada beberapa jenis alat kontak cair gas [Lee &Tsui, 1998]. Tabel 1. Berbagai alat kontak gas cair secara umum (Lee & Tsui, 1998) Contactor Bubble column excluding jet (loop) Jet (loop) Tubular/venturi ejector & motionless mixer k L a,* a, ε G V R ε v 1/s m 2 /m 3 m 3 3 kw/m ~20 < > Spray column Packed column, counter current 0.02 ~200 > Plate column > Pipe/tube , Mechanically agitated tank < ,000 < ,000-7,000 ~0.5 < Bentuk alat kontak jenis Jet (loop) memiliki harga koefisien perpindahan massa (kla) berada pada rentang 0,01 2,2 s -1, luas area spesifik antarfasa (a) m 2 /m 3, holdup fasa gas < 0,5, volume kontaktor (V R ) berada pada rentang 0, m 3, serta energi yang hilang persatuan volume (ε V ) berada pada renatng kw/m 3. Sedangkan rentang nilai koefisien perpindahan massa untuk jenis Tubular/venturi dan jenis Jet memiliki nilai yang tinggi apabila dibandingkan dengan jenis alat kontak lainnya. Apabila harga kla pada alat jenis Jet dibandingkan dengan jenis Tubular/venturi ejector akan memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan, tetapi apabila kita membandingkan dari segi energi yang hilang persatuan volume maka alat jet akan memiliki keunggulan dari pada jenis Tubular. Adapun keunggulan tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Apalagi dibandingkan dengan bubble column tanpa dilengkapi dengan jet loop, maka rentang nilai peralatan kontak jet sangat jauh bedanya terutama dilihat dari harga koefisien perpindahan massa maupun luas kontak antarfasanya. Untuk itulah pada essensinya penelitian ini meredesain kombinasi antara

3 jet dengan bubble column dengan desain dan fenomena/konsep baru yang disebut dengan jet bubble column atau kolom gelembung berpancaran. Fenomena tenaga dorong jatuhnya air secara vertikal menuju permukaan air akan membawa gelembung udara kecil kedalam medium reaktor. Momentum (tumbukan) dari aliran cairan dapat cukup membawa gelembung berikutnya secara lengkap ke dasar vessel. Aliran air yang jatuh menuju satu level permukaan cairan tersebut akan menarik udara sekelilingnya sepanjang alirannya. Ini akan memancing permukaan cairan untuk membentuk terompet. Jika kecepatan aliran cukup tinggi, gelembung gelembung udara akan tertarik ke bawah, yaitu mengikuti gerakan cairan dan kemudian akan naik kepermukaan cairan tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan dua alasan : Udara yang terperangkap antara batas aliran jatuh dan profil permukaan berbentuk terompet adalah yang terbawa di bawah permukaan. Turbulensi permukaan dari aliran jatuh akan bercampur dengan udara dalam pusaran eddy (eddy current) dan terbawah jauh di bawah permukaan. Jumlah gas/udara yang terbawa pada setiap aliran dapat dilihat jika mereka dibiarkan jatuh pada permukaan air yang tenang. Aliran cairan yang pelan tidak akan membentuk populasi gelembung gelembung yang signifikan, tetapi aliran yang lebih cepat (liquid jet) akan membentuk gelembung gelembung yang dapat menimbulkan awan gelembung. Pada fenomena tersebut akan terjadinya suatu proses perpindahan massa, dimana akan terjadinya perpindahan massa gas kedalam fasa cair. Dalam melihat kinerja operasi kolom gelembung pancaran, diperlukan pemahaman yang baik mengenai aspek kinetika serta aspek hidrodinamika. Keduanya aspek tersebut harus sikron, terutama dalam aspek kinetika sangat penting untuk melihat seberapa effisien dari segi waktu desain peralatan dapat dicapai. Dalam membahas kinetika kolom gelembung yang melibatkan reaksi kimia, masalah yang perlu diteliti adalah menentukan konstanta/tetapan laju reaksi, model matematika atau pola kurva kinetika (Levenspiel, 1982). Penentuan berbagai konstanta konstanta atau pola kurva pada berbagai kondisi operasi alat kontak dipertimbangkan sudah cukup memadai sebagai indikator parameter output untuk melihat kinerja peralatan. Disisi lainnya aspek hidrodinamika sangat penting untuk melihat kinerja jet bubble column, karena menentukan berbgai kelayakan operasi dengan melihat berbagai hidrodinamika terutama adalah gas holdup, gas entrainment, luas kontak area maupun pressure drop-nya. Berbagai variabel yang termasuk dalam variabel desain yaitu diameter kolom dan downcomer, bentuk downcomer, bentuk nozzle, diameter nozzle, jarak nozzle dengan permukaan air, konfigurasi/penempatan aliran jet sangat menentukan kinerja alat kontak ini [Ide, 2001; Ito, 2000, Yamagiwa, 1989]. Begitu juga variabel proses seperti laju alir cairan, tekanan dan pengaturan aliran juga sangat menentukan rentang kinerja peralatan kontak ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh laju alir volumetrik cairan (Q L ) terhadap laju alir volumetrik gas yang terhisap (Q G ) pada panjang pipa downcomer yang tercelup (Z) yang konstan, menghitung holdup fasa gas, serta kinetika reaksi absorpsi gas CO 2. Dilihat dari betapa pentingnya luas kontak antar fasa gas-cair dari sistem jet bubble column ini, maka penentuan luas kontak juga dilakukan untuk evaluasi kinerja alat dengan sistem jet bubble column.

4 2. Bahan dan metode Absorben yang digunakan dalam kolom absorpsi dengan jet bubble column ini adalah larutan KOH, karena reaksi antara KOH dengan CO 2 termasuk reaksi cepat sekali. Digunakan metode kimia dalam absorpsi CO 2 untuk pepentuan luas kontak, dan metode fotografi untuk distribusi gelembung. Untuk menguji kelayakan operasi dilakukan studi hidrodinamika berdasarkan parameter-parameter holdup fasa gas (ε G ) dan gas entrainment (Q G ). Untuk pengukuran diameter gelembung, digunakan kolom flat segi empat karena dengan menggunakan kolom ini daerah dispersi/penyebaran gelembung menjadi lebih luas dan mudah diamati. Adapun skema peralatan bisa dilihat pada gambar 1 berikut ini. Kolom flat Gambar 1 Skema rangkaian peralatan kolom gelembung pancaran dengan kolom flat. Untuk studi hidrodinamika, dilakukan variasi diameter nozzle pada 6, 7.2, 9.3, dan 12.1 mm, dan laju alir volumetrik cairan (Q L ) dengan mengatur bukaan valve-3 dengan fasa cair. Sedangkan untuk percobaan absorpsi CO 2 dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan KOH pada 0.01, 0.02, 0.03, 0.04, dan 0.05 M, dan diameter nozzle pada 9.3 mm (Q L = dan L/det) dan 12.1 mm (Q L = dan L/det).Analisa sampel gas 1 (y i ) dan analisa sampel gas 2 (y o ) diuji dengan menggunakan gas chromatography. Holdup fasa gas. Persamaan yang digunakan untuk menghitung holdup fasa gas didasarkan pada gambar 2, sehingga diperoleh persamaan akhirnya adalah: h f ε g = 1 (1) H f (a) (b) Gambar 2 Skema presentasi dari kesetimbangan tekanan statik pada kolom gelembung pancaran.

5 Perhitungan Luas Kontak dengan Metode Kimia Perhitungan luas area spesifik (interfacial area) didasarkan pada absorpsi gas yang diikuti dengan reaksi kimia. Penentuan luas area spesifik dengan metode kimia dihitung dengan korelasi persamaan yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya (Meikap et al., 2001). Luas area spesifik dihitung dari laju absorpsi fisik CO 2 (A) dengan larutan KOH (B) dan kinetika reaksi, sehingga persamaan akhir untuk perhitungan luas kontak adalah, Dimana k LR = D..[ ] A k KOH 0. Untuk perhitungan luas area spesifik seperti di atas, sebelumnya perlu juga dilakukan perhitungan untuk difusivitas CO 2 dan konstanta Henry sebagai berikut: Nilai difusivitas CO 2 dalam larutan (D A ), yang dihasilkan dengan persamaan, (3) (2) Konstanta Henry (H e ) log ( SS ) = hi (4) dimana: S w = w solubilitas CO dalam air (gmol/l.atm) 2 2 S = solubilitas CO dalam larutan (gmol/l.atm) I = ionic product 1140 log Sw = 5.30 (5) T 1 2 I = cz (6) 2 i i dimana : c = konsentrasi larutan ; z = ion valensi i h= h + h + h + G i (7) 1 He = L.atm/gmol (8) S Untuk nilai konstanta kinetika reaksi (k) dihitung dengan menggunakan metode regresi linier berganda dari persamaan, m n r = kc.. C (9) KOH KOH CO2 Sehingga, log( rkoh ) = log k + mlog[ KOH] + nlog[ CO2 ](10) y = a + m. x + n. x (11) o Hasil dan Pembahasan Gas entrainment adalah banyaknya gas yang terbawa masuk atau tersedot oleh cairan yang masuk ke dalam kolom gelembung. Data menentukan kecepatan pancaran cairan dan didapat profil laju gas yang terhisap terhadap kecepatan pancaran cairan yang berbeda pada ukuran

6 diameter nozzle (gambar 3). Data laju gas yang terhisap diperoleh dari alat ukur flowmeter. Profil laju gas yang terhisap dapat memperlihatkan hubungan yang linier terhadap kecepatan pancaran cairan. Dari gambar 4, dapat terlihat nilai rata rata koefisien determinasi (R 2 ) sebesar (hampir mendekati 1) untuk ukuran diameter nozzle 12,1 mm. Q G (m 3 /det) Dn = 12.1 mm Linear (Dn = 12.1 mm) y = 9E-06x - 3E-06 R² = v (m/det) Gambar 3 Hubungan antara laju gas entrainment (Q G ) terhadap kecepatan pancaran cairan (v) pada ukuran diameter nozzle yang tetap. Untuk semua profil tersebut, laju gas yang terhisap semakin besar untuk kecepatan pancaran cairan yang semakin tinggi. Hal ini diakibatkan adanya energi momentum yang masuk semakin besar dengan adanya penambahan kecepatan pancaran cairan, sehingga menghasilkan kedalaman tumbukan yang semakin besar didalam pipa downcomer. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan arus pusaran menjadi semakin intensif yang dapat menyebabkan gas yang terhisap kedalam pipa downcomer semakin besar. Holdup Fasa Gas Holdup fasa gas dihitung dari data tekanan statik yang berupa tinggi cairan aerasi (H f ) dan tinggi cairan (h f ), dimana tinggi cairan diperoleh dari pembacaan pada kolom kapiler tambahan. Gambar 4 adalah profil holdup fasa gas untuk kecepatan pancaran cairan pada ukuran diameter nozzle yang berbeda. Terlihat profil holdup fasa gas akan semakin besar untuk kecepatan pancaran cairan yang semakin tinggi pada ukuran nozzle yang tetap. Begitupun juga dengan semakin besarnya ukuran diameter nozzle, maka akan menghasilkan holdup fasa gas yang semakin besar pula. Hal ini diakibatkan adanya energi yang menumbuk cairan dalam pipa downcomer semakin besar, sehingga mengakibatkan tekanan statik pada kedalaman cairan semakin besar (tumbukan semakin dalam). Begitupun juga dengan semakin besarnya ukuran diameter nozzle akan berpengaruh terhadap ukuran pancaran cairan. Dengan semakin besarnya ukuran pancaran cairan maka akan menghasilkan kedalaman tumbukan semakin besar dan meningkatkan arus pusaran (eddy current) menjadi semakin intensif. ε g Dn = 6 mm Dn = 7.2 mm Dn = 9.3 mm Dn = 12.1 mm v (m/det) Gambar 4 Hubungan antara holdup fasa gas ( ε g ) terhadap kecepatan pancaran cairan (v) pada ukuran diameter nozzle yang berbeda (D n ). Konstanta Kinetika Reaksi (k)

7 Harga k ditentukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Pada gambar 5 dan 6, dapat dilihat bahwa grafik hasil dari metode regresi menghasilkan garis yang linier dengan harga R 2 lebih besar dari 0.9 (mendekati 1), hal ini berarti harga k, m, dan n dapat digunakan. Pada penelitian ini, larutan KOH yang digunakan berkadar rendah (sangat encer), sehingga reaksinya berlangsung sangat cepat untuk habis bereaksi. Waktu reaksi yang didapatkan untuk hampir keseluruhan kondisi operasi berada dibawah lima menit dan kadar KOH dianggap homogen diseluruh kolom karena adanya pengadukan dari sirkulasi pompa. Oleh karena itu, reaksi yang terjadi dapat dipandang sebagai laju reaksi awal penurunan KOH, sehingga untuk persamaan laju reaksi digunakan konsentrasi awal KOH dan CO 2 (initial rate of reaction). y-m.x y = x R 2 = y = x R 2 = Dn=12.1 mm; QL= L/det Dn=12.1 mm; QL= L/det Linear (Dn=12.1 mm; QL= L/det) Linear (Dn=12.1 mm; QL= L/det) x 2 Gambar 5 Grafik linierisasi dari metode regresi linier berganda pada Dn = 12.1 mm. 0 y-m.x y = x R² = y = x R² = Dn=9.3 mm; QL= L/det Dn=9.3 mm; QL= L/det Linear (Dn=9.3 mm; QL= L/det) Linear (Dn=9.3 mm; QL= L/det) x 2 Gambar 6 Grafik linierisasi dari metode regresi linier berganda pada Dn = 9.3 mm. Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa konstanta kinetika reaksi pada diameter nozzle tetap akan semakin besar dengan semakin besarnya laju alir volumetrik cairan (Q L ) dan laju alir volumetrik gas (Q G ). Hal ini diakibatkan karena semakin besarnya laju alir volumetrik cairan dan laju alir volumetrik gas, maka kedalaman tumbukan pancaran cairan dan gas entrainment Tabel 2. Hasil Perhitungan Konstanta Kinetika Reaksi Q L Dn (mm) (L/det) Q G(L/det) k E E E E-01

8 yang terhisap ke dalam kolom akan semakin besar dan itu berarti energi tumbukan akan semakin besar. Jika energi tumbukan semakin besar, maka faktor tumbukan akan semakin besar, dengan semakin besarnya faktor tumbukan maka harga k pun akan semakin besar. Luas kontak (a) Hasil perhitungan luas kontak pada absorpsi CO 2 ini dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel 3, pada diameter nozzle yang tetap dapat dilihat bahwa dengan semakin besarnya konstanta kinetika reaksi, maka akan semakin besar nilai luas kontak, dan dengan semakin besarnya holdup fasa gas, maka akan semakin besar pula luas kontaknya. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya luas kontak antarfasa, maka luas permukaan sebagai tempat terjadinya reaksi antara fasa cair (larutan KOH) dengan fasa gas (CO 2 ) akan semakin besar dan banyak kesempatan untuk terjadi kontak antarfasa, sehingga reaksi akan terjadi dengan lebih cepat dan konstanta kinetika reaksi pun akan semakin besar. Holdup fasa gas merupakan fraksi gas yang mengisi ruang dilarutan pada kolom dengan bentuk gelembung. Dengan semakin besarnya nilai holdup fasa gas, maka gelembunggelembung yang terjadi didalam larutan pada kolom semakin banyak, sehingga luas kontaknya pun akan semakin besar pula. Hal ini dapat terlihat pada tabel 2, dimana luas kontak pada diameter nozzle yang tetap nilainya semakin besar seiring dengan semakin besarnya holdup fasa gas. Tabel 3. Hasil Perhitungan Luas Kontak Dn (mm) Q L (L/det) Q G(L/det) k ε G a (m 2 /m 3 ) E E E E Penyebaran Distribusi Gelembung dengan Metode Fotografi Distribusi gelembung dalam proses absorpsi dilakukan dengan pengambilan gambar pada kolom flat dengan kondisi operasi yang sama pada saat melakukan absorpsi dengan sistem jet bubble column. Pengukuran gelembung dengan menggunakan kolom flat dapat dianggap mewakili gelembung-gelembung yang terbentuk pada kolom absorpsi karena kondisi operasi pada kolom flat dibuat sama dengan kondisi operasi pada kolom absorpsi, contohnya adalah jarak antara nozzle dengan permukaan air di dalam kolom dimana tinggi air dalam kolom adalah 69 cm. Dalam hal ini, distribusi gelembung dimaksudkan sebagai penyebaran jumlah gelembung dan banyaknya gelembung yang terbentuk dari tiap diameter pada satu kolom dan pada masing-masing kondisi operasi yang dilakukan. Distribusi gelembung-gelembung yang terjadi pada setiap kondisi dapat dilihat pada gambar 8. Terlihat bahwa pola kurva persentase populasi ukuran gelembung untuk rentang tertentu dari masing-masing kondisi operasi tidak jauh berbeda, yakni terbentuk titik maksimum jumlah pupulasi gelembung pada rentang diameter tertentu. Pada diameter nozzle yang sama terjadi

9 pergeseran titik maksimum kearah kanan atau dengan interval diameter gelembung yang semakin besar, dengan semakin besarnya laju aliran cairan. Untuk penggunaan diameter nozzle (Dn)= 9,3 mm, titik puncak % populasi untuk laju alir 0,33711 L/det pada rentang rentang ukuran diameter 0, m. Hal yang sama juga terjadi pergeseran titik puncak untuk penggunaan Dn = 12, 1 mm, dimana titik puncak terjadi pada rentang ukuran diameter tersebut dengan laju aliran cairan sebesar 0,3526 L/det. Sehingga bisa disimpulkan bahwa untuk membentuk populasi gelembung dengan diameter gelembung dengan rentang ukuran diameter yang lebih kecil perlu mengoperasikan laju cairan pada renatng yang lebih kecil. Idealnya pola kurva distribusi yang baik mengarah pada daerah rentang ukuran gelembung yang sekecil-kecilnya dengan populasi yang sebesar-besarnya, karena akan menghasilkan luas kontak yang sebesar-besarnya pula. Oleh karenanya posisi kurva distribusi dengan operasi diameter nozzle 9.3 mm dan Q L L/det menghasilkan luas kontak yang paling tinggi, seperti terlihat pada Tabel 4. Oleh karena itu, kondisi operasi pada diameter nozzle 9.3 mm dan Q L L/det merupakan kondisi operasi dengan distribusi gelembung paling baik. % jumlah gelembung Interval Diameter Gelembung (m) Dn=12.1 mm; QL= L/det Dn=12.1 mm; QL= L/det Dn=9.3 mm; QL= L/det Dn=9.3 mm; QL= L/det Gambar 7 Persentasi populasl gelembung untuk tiap interval diameter gelembungnya. Tabel 4. Rangkuman dari Perhitungan Luas Kontak dan Distribusi Gelembung Dn (mm) Q L (L/det) Q G (L/det) k ε G a (m 2 /m 3 ) % jumlah gelembung E E E E Pada prinsipnya kinerja operasi peralatan kontak jet bubble column haruslah mampu menciptakan populasi gelembung yang setinggi-tingginya (kuantitas) dengan rentang ukuran gelembung-gelembung yang sekecil mungkin (microbubble) untuk menciptakan luas kontak yang setinggi-tingginya. Dengan luas kontak yang tinggi akan membuat proses perpindahan massa ataupun kinetika yang sangat efisien dan terakselerasi dengan baik. Hal ini sejalan dengan temuan yang didapatkan tersajikan dalam seperti dapat dilihat rangkumannya pada tabel 4. Terlihat bahwa dengan semakin tingginya persentase jumlah gelembung, luas kontak dan konstanta kinetika reaksi pun akan semakin besar. Dengan semakin besarnya konstanta kinetika reaksi maka reaksi akan berlangsung dengan lebih cepat. Maka dari itu dapat

10 dikatakan dengan tingginya distribusi gelembung atau semakin banyaknya gelembung yang terbentuk dalam kolom, kinerja dari peralatan absorpsi dengan sistem jet bubble column ini akan semakin efektif. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: Kemampuan kolom gelembung pancaran (Jet Bubble Column) yang telah didesain, layak beroperasi baik dari aspek hidrodinamika maupun uji kinetikanya untuk absorpsi CO 2. Semakin besar laju alir volumetrik cairan dan laju alir volumetrik gas pada diameter tetap akan menghasilkan konstanta kinetika reaksi dan luas kontak antar fasa gas-cair yang semakin besar. Penggunaan diameter nozzle Dn = 12.1 mm dengan laju aliran cairan Q L = L/det didaptkan harga laju konstanta laju absorpsi,k = 1.4x10-1 dan luas kontak antar fasa a = m 2 /m 3, sedangkan pada Dn = 9.3 mm dengan Q L = L/det didapatkan harga k = 2.98x10-1 dan a = m 2 /m 3. Semakin besar laju aliran cairan, distribusi gelembung pada kolom absorpsi akan semakin mengarah pada ukuran gelembung yang semakin besar pada penggunaan diameter nozzle yang sama. Tetapi penggunaan ukuran diameter nozzle yang sama memberikan pola distribusi gelembung dengan puncak persentasi populasi yang sama pula. 5. Ucapan Terima kasih Kami mengucapkan terima kasih terutama kepada pihak DP2M (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Departmen Pendidikan Nasional-RI, yang telah memberi amanah kepada kami berupa dukungan alokasi pendanaan melalui Penelitian Hibah Bersaing XVI Anggaran Dan atas segala pihak khususnya para mahasiswa dibawah bimbingan kami dengan tekun dan ulet telah mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini. 6. Pustaka Acuan Danckwerts P.V. (1970), Gas-Liquid Reactor, Mc-Graw Hill Company, New York, pp Evans G. M. (1990), A Study Of A Plunging Jet Bubble Column, PhD thesis, Department of Chemical Engineering, The University of Newcastle. Havelka, P. et al.(2000).hydrodynamic and mass transfer characteristics of ejector loop reactors", Chem. Eng. Sci., 55, Ide, Mitsuharu et al. (2001). Mass transfer characteristics in gas bubble dispersed phase generated by plunging jet containing small solute bubbles. Chem. Eng. Sci., 56, Ito Akira, et al. (2000). Maximum Penetration Dept of Air Bubbles Entrained by vertical Liquid Jet. J.Chem.Eng. Japan, 33 (6), hal

11 Lee Sheng-Yi, Pang Tsui Y. (1998). Succeed at Gas/Liquid Contacting. J.Am.Inst.of Chem. Eng. Levenspiel, O.(1982), Chemical Reaction Engineering, 2 nd. Wiley Int., New York. Meikap B.C., Kundu G., Biswas M.N. (2001). Prediction of The Interfacial Area of Contact in A Variable-Area Multistage Bubble Column. Ind. Eng. Chem. Res., 40, Yamagiwa, Kazuaki, Ohkawa, A. (1989). Technique for Measuring Gas Holdup in a Downflow Bubble Column with Gas Entrainment by a Liquid Jet. J. ferm. Bio-eng., 68 (2), ooo

STUDI ABSORPSI CO2 MENGGUNAKAN KOLOM GELEMBUNG BERPANCARAN JET (JET BUBBLE COLUMN)

STUDI ABSORPSI CO2 MENGGUNAKAN KOLOM GELEMBUNG BERPANCARAN JET (JET BUBBLE COLUMN) Seminar Sebumi Kerjasama Universitas Indonesia dan Universiti Kebangsaan Malaysia, Kampus UI Depok, 24-25 Juni 28 STUDI ABSORPSI CO2 MENGGUNAKAN KOLOM GELEMBUNG BERPANCARAN JET (JET BUBBLE COLUMN) Setiadi,

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAMPURAN BALIK PADA KOLOM BERPENGADUK MULTIPERINGKAT

KAJIAN PENCAMPURAN BALIK PADA KOLOM BERPENGADUK MULTIPERINGKAT PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 KAJIAN PENCAMPURAN BALIK PADA KOLOM BERPENGADUK MULTIPERINGKAT Zuhrina Masyithah Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh: SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I Kelas : 4 KB Kelompok Disusun Oleh: : II Ari Revitasari (0609 3040 0337) Eka Nurfitriani (0609 3040 0341) Kartika Meilinda Krisna (0609 3040 0346) M. Agus Budi Kusuma (0609

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

PROSES DESORPSI GAS KHLOR DALAM LARUTAN SODIUM HYPOKHLORIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR TRICKLE BED

PROSES DESORPSI GAS KHLOR DALAM LARUTAN SODIUM HYPOKHLORIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR TRICKLE BED INFO TEKNIK Volume 6 No.2, Desember 2005 (79-83) PROSES DESORPSI GAS KHLOR DALAM LARUTAN SODIUM HYPOKHLORIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR TRICKLE BED Isna Syauqiah 1 Abstract - Chlorine elimination from aqueous

Lebih terperinci

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI Disusun Oleh : Kelompok II Salam Ali 09220140004 Sri Dewi Anggrayani 09220140010 Andi Nabilla Musriah 09220140014 Syahrizal Sukara 09220140015 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3.Manfaat Percobaan 1. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh variabel laju alir gas terhadap hold up gas (ε).

BAB I PENDAHULUAN. 1.3.Manfaat Percobaan 1. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh variabel laju alir gas terhadap hold up gas (ε). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk proses kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor dapat diklasifikasikan atas dasar

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.01 ABSORPSI Oleh : Fatah Sulaiman, ST., MT. LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.01 ABSORPSI I. Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN

KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN Disusun Oleh : Evi Fitriyah Khanifah Ayu Savitri Wulansari 2311 106 009 2311 106 020 Prof.Dr.Ir

Lebih terperinci

Kajian Hidrodinamika Proses Absorbsi pada Valve Tray dengan Meninjau Viskositas Cairan

Kajian Hidrodinamika Proses Absorbsi pada Valve Tray dengan Meninjau Viskositas Cairan 1 Kajian Hidrodinamika Proses Absorbsi pada Valve Tray dengan Meninjau Viskositas Cairan Evi Fitriyah Khanifah, Ayu Savitri Wulansari, Ali Altway dan Siti Nurkhamidah, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

B T A CH C H R EAC EA T C OR

B T A CH C H R EAC EA T C OR BATCH REACTOR PENDAHULUAN Dalam teknik kimia, Reaktor adalah suatu jantung dari suatu proses kimia. Reaktor kimia merupakan suatu bejana tempat berlangsungnya reaksi kimia. Rancangan dari reaktor ini tergantung

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN berikut ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Faktor utama yang mempengaruhi penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi adalah jumlah fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran gelembung. Ukuran

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia?

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? Aplikasi dasar-dasar ilmu pengetahuan alam yang dirangkai dengan dasar ekonomi dan hubungan masyarakat pada bidang yang berkaitan Iangsung dengan proses dan

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI BIOREAKTOR AIRLIFT UNTUK PRODUKSI VAKSIN

PEMODELAN DAN SIMULASI BIOREAKTOR AIRLIFT UNTUK PRODUKSI VAKSIN PEMODELAN DAN SIMULASI BIOREAKTOR AIRLIFT UNTUK PRODUKSI VAKSIN Evi Lutfiani 1, Widodo W. Purwanto 2, Yuswan Muharam 3 1 Program Studi Teknologi Bioproses, 123 Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN NURUL ANGGRAHENY D NRP 2308100505, DESSY WULANSARI NRP 2308100541, Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Ali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hampir semua reaksi kimia yang diterapkan dalam industri kimia melibatkan bahan baku yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas maupun cairan. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER PMD D3 Sperisa Distantina ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER Silabi D3 Teknik Kimia: 1. Prinsip dasar alat transfer massa absorber dan stripper. 2. Variabel-variabel proses alat absorber dan stripper.

Lebih terperinci

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium A. Strategi perancangan bioreaktor Kinerja bioreaktor ditentukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL.

STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL. No. Urut : 108 / S2-TL / RPL / 1998 STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL Testis Magister Okb: ANTUN HIDAYAT

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto Wusana Agung Wibowo Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Herri Susanto Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 20 Oktober 2009 Gasifikasi biomassa Permasalahan Kondensasi tar Kelarutan sebagian

Lebih terperinci

TRANSFER MASSA ANTAR FASE. Kode Mata Kuliah :

TRANSFER MASSA ANTAR FASE. Kode Mata Kuliah : TRANSFER MASSA ANTAR FASE Kode Mata Kuliah : 2045330 Bobot : 3 SKS ALAT-ALAT TRANSFER MASSA Perancangan alat transfer massa W A = W A = N A A jumlah A yang ditransfer waktu N A : Fluks molar atau massa

Lebih terperinci

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Latar Belakang CO 2 mengurangi nilai kalor menimbulkan pembekuan pada

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. : Prak. Teknologi Kimia Industri

LEMBAR PENGESAHAN. : Prak. Teknologi Kimia Industri LEMBAR PENGESAHAN Judul Praktikum : Aliran Fluida Mata kuliah : Prak. Teknologi Kimia Industri Nama : Zusry Augtry Veliany Nim : 100413013 Kelas/ Semester : 3 TKI/ VI( Enam) Dosen Pembimbing : Ir. Sariadi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PERCOBAAN 1. Variabel Penyerapan CO 2 memerlukan suatu kondisi optimal. Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa variasi untuk mencari kondisi ideal dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 3. Pengenceran Proses pengenceran dilakukan dengan menambahkan 0,5-1 ml akuades secara terus menerus setiap interval waktu tertentu hingga mencapai nilai transmisi yang stabil (pengenceran hingga penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Air adalah salah satu komponen utama penunjang kehidupan seluruh makhluk hidup. Pencemaran dan penurunan kualitas air karena peningkatan aktivitas manusia akan berdampak

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir.

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir. PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir. Winarsih Oleh : Maeka Dita Puspa S. 2306 100 030 Pritta Aprilia M. 2306

Lebih terperinci

(Ahmadi, 2008) Pada larutan K2CO 3 ditambahkan promotor asam borat, mekanisme yang terjadi sebagai berikut:

(Ahmadi, 2008) Pada larutan K2CO 3 ditambahkan promotor asam borat, mekanisme yang terjadi sebagai berikut: MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR ASAM BORAT PADA PACKED COLUMN Fanny Anastasia (2308.100.607) Eka Yeni Rahayu (2308.100.609) Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Ali Altway,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran multifase merupakan salah satu fenomena penting yang banyak ditemukan dalam kegiatan industri. Kita bisa menemukannya di dalam berbagai bidang industri seperti

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA I. TUJUAN

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Area Ratio dan Throat Ratio Terhadap Kinerja Liquid Jet Gas Pump

Studi Eksperimen Pengaruh Area Ratio dan Throat Ratio Terhadap Kinerja Liquid Jet Gas Pump Studi Eksperimen Pengaruh Area Ratio dan Throat Ratio Terhadap Kinerja Liquid Jet Gas Pump Dandung Rudy Hartana 1, Nizam Effendi 2 Jurusan Teknik Mesin STTNAS Yogyakartai 1,2 dandungrudyhartana@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian

Bab III. Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1. Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian potensi pemanfatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral sebagai alternatif

Lebih terperinci

Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair

Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair A.1 Deskripsi Perangkat Percobaan Perangkat percobaan Kontaktor Gas Cair ini diarahkan untuk pelaksanaan percobaaan yang melibatkan kontak udara-air

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KECEPATAN REAKSI Disusun Oleh : 1. Achmad Zaimul Khaqqi (132500030) 2. Dinda Kharisma Asmara (132500014) 3. Icha Restu Maulidiah (132500033) 4. Jauharatul Lailiyah (132500053)

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KINETIKA KIMIA Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penentuan parameter..., Nita Anggreani, FT UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Penentuan parameter..., Nita Anggreani, FT UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin maju perkembangan dunia, berbagai permasalahan bermunculan. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah polusi baik di udara, tanah dan air

Lebih terperinci

PENGARUH POLUTAN ORGANIK TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA VOLUMETRIK OKSIGEN AIR PADA KOLOM GELEMBUNG

PENGARUH POLUTAN ORGANIK TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA VOLUMETRIK OKSIGEN AIR PADA KOLOM GELEMBUNG PENGARUH POLUTAN ORGANIK TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA VOLUMETRIK OKSIGEN AIR PADA KOLOM GELEMBUNG Firra Rosariawari Staf Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan/UPN Veteran Jatim ABSTRACT Mass Transfer

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Misri Gozan 1, Said Zul Amraini 2 Alief Nasrullah Pramana 1 1 Departemen

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI T. Ikhsan Azmi, Sapta Raharja, Prayoga Suryadarma, Ani Suryani PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI THE INHIBITION PROCESS ON SUCROSE

Lebih terperinci

PACKED BED ABSORBER. Dr.-Ing. Suherman, ST, MT Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Edisi : Juni 2009

PACKED BED ABSORBER. Dr.-Ing. Suherman, ST, MT Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Edisi : Juni 2009 PACKED BED ABSORBER Dr.-Ing. Suherman, ST, MT Teknik Kimia Universitas Diponegoro Edisi : Juni 009 Packed Bed Absorber. Pendahuluan Bagian packed bed absorber Problem Umum. Menghitung Tinggi Penurunan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE)

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE) EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN Dapat menerapkan prinsip perpindahan massa pada operasi pemisahan secara ekstraksi dan memahami konsep perpindahan massa pada operasi stage dalam kolom berpacking. II. III.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT PROSES ABSORBER. Oleh : KELOMPOK 17

PERANCANGAN ALAT PROSES ABSORBER. Oleh : KELOMPOK 17 PERANCANGAN ALAT PROSES ABSORBER Oleh : KELOMPOK 17 M Riska Juliansyah P (03121403010) Abraham Otkapian (03121403044) Christian King Halim (03121403054) TERMINOLOGI Absorber adalah suatu alat yang digunakan

Lebih terperinci

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil WUJUD ZAT (GAS) SP-Pertemuan 2 Gas : Jarak antar partikel jauh > ukuran partikel Sifat Gas Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil Laju-nya selalu berubah-ubah karena adanya tumbukan dengan wadah

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 2, Desember 2008 ( )

INFO TEKNIK Volume 9 No. 2, Desember 2008 ( ) INFO TEKNIK Volume 9 No. 2, Desember 2008 (112-116) Pengaruh Isian Jenis Bola Kaca terhadap Dinamika Tetes dan Koefisien Pindah Massa Ekstraksi Cair-Cair dalam Kolom Isian Agus Mirwan 1, Doni Rahmat Wicakso

Lebih terperinci

Gambar 1 Open Kettle or Pan

Gambar 1 Open Kettle or Pan JENIS-JENIS EVAPORATOR 1. Open kettle or pan Prinsip kerja: Bentuk evaporator yang paling sederhana adalah bejana/ketel terbuka dimana larutan didihkan. Sebagai pemanas biasanya steam yang mengembun dalam

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGAJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu)

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) KINETIKA DAN KATALISIS / SEMESTER PENDEK 2009-2010 PRODI TEKNIK KIMIA FTI UPN VETERAN YOGYAKARTA Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) Senin, 19 Juli 2010 / Siti Diyar Kholisoh, ST, MT

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR

POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR 57 POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR Agus Dwi Korawan Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu Keywords :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan akan sumber

Lebih terperinci

Pengaruh Sekat pada Suction Chamber Liquid-Gas Ejector Terhadap Debit Suction Flow

Pengaruh Sekat pada Suction Chamber Liquid-Gas Ejector Terhadap Debit Suction Flow Pengaruh Sekat pada Suction Chamber Liquid-Gas Ejector Terhadap Debit Suction Flow Daru Sugati 1, Dandung Rudy Hartana 2 Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 1,2 daru.tm@sttnas.ac.id

Lebih terperinci

PERANCANGAN PACKED TOWER. Asep Muhamad Samsudin

PERANCANGAN PACKED TOWER. Asep Muhamad Samsudin PERANCANGAN PACKED TOWER PERANCANGAN ALAT PROSES Asep Muhamad Samsudin Ruang Lingkup 1. Perhitungan Tinggi Kolom Packing 2. Perhitungan Diameter Kolom Perhitungan Tinggi Kolom Packing Tinggi kolom packing

Lebih terperinci

BAB I DISTILASI BATCH

BAB I DISTILASI BATCH BAB I DISTILASI BATCH I. TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Dapat melakukan percobaan distilasi batch dengan system refluk. 2. Tujuan Instrusional Khusus Dapat mengkaji pengaruh perbandingan refluk (R)

Lebih terperinci

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama Fugasitas Oleh : Samuel Edo Pratama - 1106070741 Pengertian Dalam termodinamika, fugasitas dari gas nyata adalah nilai dari tekanan efektif yang menggantukan nilai tekanan mekanis sebenarnya dalam perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,,

Lebih terperinci

BAB 6 ANALISIS 6.2. Analisis Perhitungan dan Hasil Perhitungan Absorpsi CO2 dengan Air Menggunakan Analisis Gas

BAB 6 ANALISIS 6.2. Analisis Perhitungan dan Hasil Perhitungan Absorpsi CO2 dengan Air Menggunakan Analisis Gas BAB 6 ANALISIS 6.2. Analisis Perhitungan dan Hasil Perhitungan 6.2.1. Absorpsi CO 2 dengan Air Menggunakan Analisis Gas Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah laju alir volumetrik (air 0.05 L/s,

Lebih terperinci

SOAL TRY OUT FISIKA 2

SOAL TRY OUT FISIKA 2 SOAL TRY OUT FISIKA 2 1. Dua benda bermassa m 1 dan m 2 berjarak r satu sama lain. Bila jarak r diubah-ubah maka grafik yang menyatakan hubungan gaya interaksi kedua benda adalah A. B. C. D. E. 2. Sebuah

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

KONVERSI KATALITIK GLYCEROL MENJADI ACETOL (HYDROXI-2 PROPANON) Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA

KONVERSI KATALITIK GLYCEROL MENJADI ACETOL (HYDROXI-2 PROPANON) Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA KONVERSI KATALITIK GLYCEROL MENJADI ACETOL (HYDROXI-2 PROPANON) Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA Presentasi Tesis 1 Pebruari 2010 Oleh : Abdul Chalim (NRP. 2307 201 008) Program Magister Jurusan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Hasil Konstruksi Kolom Adsorpsi Berdasarkan rancangan dari kolom adsorpsi pada gambar III.1., maka berikut ini adalah gambar hasil konstruksi kolom adsorpsi : Tinggi =1,5

Lebih terperinci

KINETIKA STERILISASI (STR)

KINETIKA STERILISASI (STR) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA KINETIKA STERILISASI (STR) Disusun oleh: Kevin Yonathan Prof. Dr. Tjandra Setiadi Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN

Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN SISTEM/ JARINGAN REAKTOR 1 Rancangan Kuliah Section 2 1. Dasar dasar Penggunaan CHEMCAD/HYSYS 2. Perancangan Sistem/jaringan Reaktor 3. Tugas 1 dan Pembahasannya 4.

Lebih terperinci

Lebih Jauh tentang Absorpsi Gas dan Pembahasan CONTOH: Soal #2

Lebih Jauh tentang Absorpsi Gas dan Pembahasan CONTOH: Soal #2 Kuliah #3: Lebih Jauh tentang Absorpsi Gas dan Pembahasan CONTOH: Soal #2 Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. DTK-FTUI, 27 Oktober 2015 Beberapa Model Kolom Absorpsi A. Kolom Talam (Tray-type Plate Columns)

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisik KI-3141

Laporan Kimia Fisik KI-3141 Laporan Kimia Fisik KI-3141 PERCOBAAN M-2 PENENTUAN LAJU REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 2 Tanggal Percobaan : 2 November 2012 Tanggal Laporan : 9 November

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium Kimia Anorganik Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (K. Chunnanond S. Aphornratana, 2003)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (K. Chunnanond S. Aphornratana, 2003) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Refrigerasi ejektor tampaknya menjadi sistem yang paling sesuai untuk pendinginan skala besar pada situasi krisis energi seperti sekarang ini. Karena refregerasi ejector

Lebih terperinci

BAB V. CONTINUOUS CONTACT

BAB V. CONTINUOUS CONTACT BAB V. CONTINUOUS CONTACT Operasi pemisahan continuous contact secara prinsip berbeda dengan stage wise contact. Pada operasi pemisahan ini, kecepatan perpindahan massa berlangsung saat kedua fasa tersebut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN DI SUSUN OLEH KELOMPOK : VI (enam) Ivan sidabutar (1107035727) Rahmat kamarullah (1107035706) Rita purianim (1107035609) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin (FDM) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3.2.Alat penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Program Studi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Program Studi 34 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Program Studi Magister Kimia Terapan Universitas Udayana. 4.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C Nama : Ayu Elvana dan Herviani Sari Tanggal : 19 Desember 2012 Jam : 12.00-15.00 WIB Tujuan : 1. Praktikan dapat menentukan kadar vitamin C menggunakan

Lebih terperinci

DINAMIKA PROSES TANGKI [DPT]

DINAMIKA PROSES TANGKI [DPT] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA DINAMIKA PROSES TANGKI [DPT] Disusun oleh: Moch. Syahrir Isdiawan B. Raissa Alistia Dr. Tri Partono Adhi Dr. Winny Wulandari Dr. Ardiyan Harimawan

Lebih terperinci

Purwanti Widhy H, M.Pd. Laju Reaksi

Purwanti Widhy H, M.Pd. Laju Reaksi Purwanti Widhy H, M.Pd Laju Reaksi SK, KD dan Indikator Kemolaran Konsep Laju Reaksi Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Evaluasi Referensi Selesai Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar & Indikator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ejector adalah salah satu jenis mesin fluida yang banyak digunakan untuk mendukung salah satu proses pada industri, antara lain: proses vacuum destilation, pompa untuk

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 18 3. METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan pekerjaan penelitian yang akan dilakukan mulai dari persiapan alat dan bahan, bahan dan alat uji yang digunakan serta pengolahan data. 3.1 Rancangan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa

Lebih terperinci

ABSORPSI GAS CO2 BERPROMOTOR MSG DALAM LARUTAN

ABSORPSI GAS CO2 BERPROMOTOR MSG DALAM LARUTAN ABSORPSI GAS CO2 BERPROMOTOR MSG DALAM LARUTAN K2CO3 Erlinda Ningsih 1), Abas Sato 2), Mochammad Alfan Nafiuddin 3), Wisnu Setyo Putranto 4) 1),2),3 )4) Teknik Kimia, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Lebih terperinci

A KOLOM SEMBUR UNTUK PENYISIHAN TOLUEN SEBAGAI MODEL TAR DALAM ALIRAN GAS

A KOLOM SEMBUR UNTUK PENYISIHAN TOLUEN SEBAGAI MODEL TAR DALAM ALIRAN GAS NILAI K L A KOLOM SEMBUR UNTUK PENYISIHAN TOLUEN SEBAGAI MODEL TAR DALAM ALIRAN GAS PERFORMANCE EVALUATION OF SPRAY COLUMN FOR TOLUENE REMOVAL AS A TAR MODEL FROM A GAS FLOW Suharto UPT Balai Pengolahan

Lebih terperinci

ANALISIS VISUALISASI DAN REAKSI DALAM PENINGKATAN KONVERSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) PADA KOLOM PANCARAN DENGAN CIRCULAR JET

ANALISIS VISUALISASI DAN REAKSI DALAM PENINGKATAN KONVERSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) PADA KOLOM PANCARAN DENGAN CIRCULAR JET UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS VISUALISASI DAN REAKSI DALAM PENINGKATAN KONVERSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) PADA KOLOM PANCARAN DENGAN CIRCULAR JET SKRIPSI ICHWAN AGUSTA ELFAJRIE 0806333120

Lebih terperinci

Rekayasa Bioproses. Deskripsi. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Strategi Perancangan Bioreaktor: Pertemuan Ke-6 Dasar Perancangan Bioreaktor

Rekayasa Bioproses. Deskripsi. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Strategi Perancangan Bioreaktor: Pertemuan Ke-6 Dasar Perancangan Bioreaktor Rekayasa Bioproses (Kode MKA: 114151462) Pertemuan Ke-6 Dasar Perancangan Bioreaktor Dosen: Ir. Sri Sumarsih, MP. E-mail: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Deskripsi Dasar perancangan

Lebih terperinci