Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Hasil Konstruksi Kolom Adsorpsi Berdasarkan rancangan dari kolom adsorpsi pada gambar III.1., maka berikut ini adalah gambar hasil konstruksi kolom adsorpsi : Tinggi =1,5 m Diameter = 2¼ in Gambar IV.1. Kolom adsorpsi Kolom adsorpsi tersebut terdiri dari enam bagian utama, yaitu tabung silinder untuk pemanas IPA, waterbath, pompa, kolom adsorpsi, kondensor, dan tabung gas untuk meregenerasi adsorben. Kolom adsorpsi tersebut juga dilengkapi dengan termokopel dan termokontrol untuk mengendalikan temperatur. Pengendali temperatur tersebut berfungsi untuk mengendalikan temperatur di tabung pemanas umpan IPA dan temperatur di pemanas air (waterbath). Temperatur diset pada 83 o C. Setelah dilakukan percobaan terhadap kolom tersebut, ternyata kolom adsorpsi tersebut berfungsi dengan baik untuk menjalankan proses adsorpsi. Tetapi, dalam proses desorpsi adsorben, kolom tersebut memiliki kendala. Kendalanya yaitu bahwa sebenarnya, proses desorpsi dirancang dilakukan di dalam kolom dengan menggunakan gas nitrogen, artinya tidak ada proses pengeluaran adsorben. Gas nitrogen yang digunakan sebagai gas pengering dialirkan dan dikontakkan dengan adsorben di dalam kolom. 25

2 Regenerasi molecular sieve membutuhkan temperatur tinggi yaitu o C. Dalam proses konstruksinya, ternyata sistem perpipaan dan pompanya tidak kuat untuk menahan temperatur tersebut. Akibatnya, regenerasi harus dilakukan dengan mengeluarkan adsorben dari kolom untuk diregenerasi di oven pemanas. Oleh karena itu, pipa dan pompa pada kolom sebaiknya diganti dengan pipa dan pompa yang tahan pada temperatur tersebut. Berikut adalah gambar beberapa bagian detail dari kolom adsorpsi. Gambar IV.2 Tabung silinder untuk pemanas IPA Tabung silinder IPA berfungsi untuk mengubah IPA cair menjadi uap. Tabung silinder ini dilengkapi dengan peralatan keselamatan proses seperti safety valve dan barometer. Safety valve berfungsi untuk membuang gas secara otomatis bila tekanan di dalam tabung terlalu tinggi. Barometer berfungsi untuk mengetahui tekanan pada tabung pemanas IPA. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan elemen listrik yang dipasang di bagian bawah dalam kolom. Temperatur dijaga dengan termokontrol. Termokopel dimasukkan melalui lubang tersumbat yang dipasang di bagian atas kolom. 26

3 Gambar IV.3. Waterbath Fluida pemanas yang digunakan di dalam penelitian ini adalah air. Air dipanaskan di dalam waterbath menggunakan elemen listrik. Temperatur diset pada 84 o C. Temperatur kolom diatur menggunakan termokontrol yang terhubung dengan termokopel. Air yang telah panas kemudian dialirkan ke silinder luar dari kolom adsorpsi yang menyelubungi silinder utama. IV.2. Hasil Penelitian IV.2.1 Hasil yang diperoleh dari proses adsorpsi Penelitian yang dilakukan terdiri dari 12 run yang terbagi menjadi 4 variasi laju alir saat adsorpsi (700 ml/jam, 1000 ml/jam, 1200 ml/jam,dan 1600 ml/jam) serta 3 variasi waktu desorpsi (3 jam, 2 jam, 1 jam). Dari proses adsorpsi yang telah dilakukan, diperoleh hasil berupa kurva breakthrough. Berikut ini adalah kurva breakthrough yang diperoleh dari keseluruhan run yang telah dilakukan. Dimana gambar IV.4 sampai IV.6 menunjukkan pengaruh laju alir terhadap kurva breakthrough, dan gambar IV.7 sampai IV.10 menunjukkan pengaruh waktu desorpsi terhadap kurva breahthrough. 27

4 C/Co Waktu (menit ke-) Laju alir 738 ml/jam Laju alir 1000 ml/jam Laju alir 1200 ml/jam Laju alir 1667 ml/jam Gambar IV.4. Kurva breakthrough pada laju alir yang berbeda untuk waktu desorpsi 3 jam C/Co Waktu (menit ke-) Laju alir 733 ml/jam Laju alir 1000 ml/jam Laju alir 1200 ml/jam Laju alir 1625 ml/jam Gambar IV.5 Kurva breakthrough pada laju alir yang berbeda untuk waktu desorpsi 2 jam 28

5 C/Co Waktu (menit ke-) Laju alir 750 ml/jam Laju alir 1000 ml/jam Laju alir 1286 ml/jam Laju alir 1667 ml/jam Gambar IV.6 Kurva breakthrough pada laju alir yang berbeda untuk waktu desorpsi 1 jam C/Co Waktu (menit ke-) Waktu desorpsi 3 jam Waktu desorpsi 2 jam Waktu desorpsi 1 jam Gambar IV.7 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir 700 ml/jam 29

6 C/Co Waktu (menit ke-) Waktu desorpsi 3 jam Waktu desorpsi 2 jam Waktu desorpsi 1 jam Gambar IV.8 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir 1000 ml/jam C/Co Waktu desorpsi 3 jam Waktu desorpsi 2 jam Waktu desorpsi 1 jam Waktu (menit ke-) Gambar IV.9 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir 1200 ml/jam 30

7 C/Co Waktu (menit ke-) Waktu desorpsi 3 jam Waktu desorpsi 2 jam Waktu desorpsi 1 jam Gambar IV.10 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir 1600 ml/jam Secara teori, kurva breakthrough merupakan kurva yang digunakan untuk menunjukkan profil konsentrasi terhadap waktu untuk fluida yang keluar dari kolom. Fluida yang dimaksud adalah air. Pada awal proses, adsorben segar tidak mengandung adsorbat, ketika fluida pertama kali dikontakkan dengan adsorben, adsorben cenderung akan menyerap semua air yang terkandung dalam IPA sehingga konsentrasi air yang keluar dari kolom adsorpsi praktis nol, konsentrasi air yang keluar dari kolom akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Bila konsentrasi telah mencapai nilai batas yang diizinkan, atau titik tembus (break point), aliran dapat dihentikan, tetapi jika aliran diteruskan sampai melewati break point, konsentrasi akan meningkat dengan cepat sampai kira-kira 0,5 dan kemudian agak lambat sampai 1,0. Hal ini berarti konsentrasi air yang diserap oleh adsorben semakin lama akan semakin menurun karena adsorben semakin lama semakin jenuh. Gambar IV.4 sampai IV.10 merupakan kurva breakthrough dari proses adsorpsi yang dilakukan untuk laju alir 700 ml/jam,1000 ml/jam, 1200 ml.jam, dan 1600 ml/jam dengan waktu desorpsi masing-masing 3 jam, 2 jam, dan 1 jam. Absis adalah waktu (menit) dan ordinat adalah C/Co dimana C adalah konsentrasi air di dalam produk tiap waktu dan Co adalah konsentrasi air pada umpan. Dari gambar- 31

8 gambar tersebut, dapat dilihat bahwa konsentrasi air yang terdapat di dalam produk semakin lama semakin meningkat. Pada awal proses adsorpsi, perbandingan antara konsentrasi air yang keluar sebagai produk dengan konsentrasi air dalam umpan adalah nol, hal ini berarti adsorben menyerap semua air yang terkandung di dalam IPA umpan, dan berarti konsentrasi IPA adalah 100%. Nilai C/Co ini makin lama makin meningkat, hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi air yang terserap oleh adsorben semakin menurun, dan akibatnya konsentrasi air dalam produk semakin meningkat dan konsentrasi IPA semkin menurun. Sampai pada suatu saat, nilai C/Co ini telah mencapai nilai batas yang diizinkan, atau titik tembus (break point). Batas yang diizinkan adalah pada saat konsentrasi IPA 99,8%. Saat itu, konsentrasi air (C) adalah 0,2 %. Dimana konsentrasi IPA umpan 95% dan konsentrasi air (Co) 5%, maka break pointnya adalah 0,04. Ketika aliran diteruskan sampai melewati break point, konsentrasi akan meningkat dengan cepat sampai kira-kira 0,5. Gambar IV.4 sampai IV.6 menunjukkan pengaruh laju alir terhadap kurva breakthrough. Dari gambar-gambar tersebut, dapat dilihat bahwa laju alir berpengaruh terhadap waktu breakthrough. Semakin besar laju alir, semakin cepat waktu breakthrough. Hal ini berarti semakin besar laju alir, semakin cepat proses tersebut mencapai nilai batas yang diizinkan. Di dalam kolom adsorpsi, terjadi kontak antara adsorben(molecular sieve) dan fluida. Molekul air dapat terikat kuat dengan molecular sieve, sedangkan molekul IPA tidak dapat terikat dengan molecular sieve. Semakin lambat laju alirnya, semakin lama waktu kontak antara fluida dan molecular sieve, akibatnya semakin banyak pula air yang dapat diserap oleh molecular sieve. Dari gambar IV.3 untuk waktu desorpsi 3 jam diperoleh bahwa pada laju alir yang paling kecil yaitu 738 ml/jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu pada menit ke-330. Pada gambar IV.4 dapat dilihat untuk waktu desorpsi 2 jam diperoleh bahwa pada laju alir yang paling kecil yaitu 733 ml/jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu pada menit ke-210. Dari gambar IV.5 dapat dilihat untuk waktu desorpsi 1 jam diperoleh bahwa pada laju alir yang 32

9 paling kecil yaitu 750 ml/jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu pada menit ke-75. Namun, waktu breakthrough yang lama berarti laju alirnya kecil. Oleh karena itu, jika proses dihentikan pada waktu tertentu, volume yang dihasilkan oleh laju alir yang lebih kecil tentu saja lebih sedikit dibandingkan yang diproduksi oleh laju alir yang lebih besar. Sehingga, perlu diketahui laju alir mana yang paling efektif. Efektifitas tersebut dapat diketahui dari seberapa banyak volume IPA yang bisa dihasilkan dalam satu hari operasi pabrik. Gambar IV.7 sampai IV.10 menunjukkan pengaruh waktu desorpsi terhadap kurva breakthrough. Dari gambar-gambar tersebut, dapat dilihat bahwa waktu desorpsi berpengaruh terhadap waktu breakthrough. Semakin lama waktu desorpsi, semakin lama pula waktu breakthroughnya. Hal ini berarti semakin lama waktu desorpsi, semakin lama pula proses adsorpsi mencapai nilai batas yang diizinkan. Selama proses desorpsi, air yang terikat di dalam molecular sieve akan terlepas dan berpindah ke medium pengering, dalam penelitian ini pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada temperatur 200 C. Makin lama proses desorpsi yang dilakukan, makin banyak pula jumlah air yang terikat di dalam molecular sieve yang dapat dihilangkan. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada kadar air awal yang terkandung di dalam molecular sieve saat akan digunakan akan digunakan proses adsorpsi selanjutnya. Semakin lama proses desorpsi, semakin baik kondisi adsorben yang digunakan untuk proses adsorpsi selanjutnya. Dari gambar IV.6 untuk laju alir 700 ml/jam diperoleh bahwa pada waktu desorpsi 3 jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu pada menit ke Pada gambar IV.7 untuk laju alir 1000 ml/jam diperoleh waktu breakthrough yang paling lama tercapai pada saat waktu desorpsinya 3 jam, waktu breakhthroughnya yaitu pada menit ke-210. Pada gambar IV.8 untuk laju alir 1200 ml/jam diperoleh, waktu breakthrough yang paling lama tercapai pada saat waktu desorpsinya 3 jam yaitu pada menit ke-135. Pada gambar IV.9 untuk laju alir 1600mL/jam diperoleh, waktu breakthrough yang paling lama tercapai pada saat waktu desorpsinya 3 jam, waktu breakthroughnya yaitu pada menit ke

10 Jadi dari keseluruhan run yang dijalankan diperoleh bahwa kondisi operasi yang paling lama mencapai waktu breakthrough adalah pada saat laju alir 738 ml/jam dengan waktu desorpsi 3 jam. IV.2.2 Analisis Laju Alir Adsorpsi dan Waktu Desorpsi yang Paling Optimal Kondisi operasi yang paling optimal dapat ditinjau dari volume produk tertinggi yang dihasilkan dalam satu hari oleh suatu variasi. Kurva breakthrough dari tiap variasi proses adsorpsi dan variasi proses desorpsi dapat digunakan untuk mengetahui produktivitas yang dihasilkan per hari. Sesuai dengan persamaan III.1., maka dapat diketahui waktu siklus, dimana waktu adsorpsi setiap run berbeda-beda, bergantung pada waktu breakthrough-nya. Waktu loading dan unloading untuk semua run sama, yaitu diasumsikan 30 menit. Sedangkan asumsi waktu yang dibutuhkan untuk start-up untuk semua run adalah 1 jam. Dari persamaan III.2 dapat diperoleh volume produk yang dihasilkan dalam 1 hari untuk tiap run,seperti tabel IV.1 dan gambar jelasnya seperti gambar IV.11 laju alir (ml/jam) Tabel IV.1 Tabel Volume Produk yang dihasilkan per hari waktu breakthrough (menit) Volume kumulatif / siklus (ml) volume produk/ hari (ml/hari) waktu Desorpsi(jam) siklus(jam) , , , , , , , , , , , , , , , , ,75 937, , , ,25 964, , ,

11 Volume Produk (ml/hari) Waktu siklus (jam) Gambar IV.11 Gambar volume produk (IPA) yang dihasilkan per hari dari berbagai variasi proses yang dilakukan Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan untuk keseluruhan rangkaian proses adsorpsi dan desorpsi yang terdiri dari dari waktu regenerasi adsorben (desorpsi), waktu loading, waktu start-up, waktu adsorpsi (hingga breakthrough), dan waktu unloading. Waktu loading, waktu start-up, dan waktu unloading untuk setiap proses operasi adalah tetap, sehingga waktu siklus bergantung pada waktu desorpsi dan waktu adsorpsi. Sedangkan waktu adsorpsi dipengaruhi oleh laju alir dan waktu desorpsi itu sendiri. Dari hasil penelitian yang dilakukan, lamanya waktu desorpsi cukup berpengaruh terhadap lamanya proses adsorpsi, waktu desorpsi yang pendek berdampak pada pendeknya waktu adsorpsi, sehingga waktu siklus pun pendek, dan sebaliknya waktu desorpsi yang panjang berdampak pada waktu adsorpsi yang panjang pula, sehingga waktu siklusnya pun panjang. Namun, panjang pendeknya satu siklus belum dapat memberikan penjelasan mengenai proses mana yang paling optimal. Sebab, di satu sisi, frekuensi untuk mengulang siklus pada siklus yang pendek lebih besar dibandingkan dengan frekuensi untuk mengulang siklus yang panjang. Di sisi lain, siklus yang panjang memberikan kesempatan untuk berproduksi secara maksimal pada waktu satu siklus tersebut. 35

12 Sehingga parameter yang akan digunakan untuk mengoptimasi kinerja proses adalah volume produk yang dapat dihasilkan. Gambar IV.10 menunjukkan bahwa siklus yang pendek cenderung memberikan produktivitas yang rendah. Siklus yang semakin panjang, produktivitasnya justru cenderung meningkat, hingga mencapai titik optimum pada waktu siklus tertentu. Dari gambar IV.11 diperoleh 2 titik optimum, yaitu pada run kedua (kondisi laju alir adsorpsi 1000 ml/jam dan waktu desorpsi 3 jam) diperoleh bahwa dengan waktu siklus 7 jam, volume kumulatif produk yang diperoleh sebesar 3500 ml/siklus, serta volume produk per hari yaitu ml/hari dan pada run keempat (kondisi laju alir adsorpsi 1667 ml/jam dan waktu desorpsi 3 jam) diperoleh bahwa dengan waktu siklus 5 jam, volume kumulatif produk yang dihasilkan yaitu sebesar 2500,50 ml/siklus, serta volume produk per hari yaitu sebesar ml/hari. Dari kedua run tersebut, dapat dibandingkan bahwa pada run keempat, produktivitas yang dihasilkan per hari sedikit lebih tinggi dibandingkan run kedua, tetapi untuk produktivitas yang dihasilkan per siklus, run kedua jauh lebih tinggi, selisih volume produk yang dihasilkan per siklus yaitu sebesar 1000 ml/siklusnya. Produktivitas per hari pada run keempat sedikit lebih tinggi disebabkan karena pada run keempat,dengan waktu siklus 5 jam, memungkinkan untuk mengulang keseluruhan proses lebih banyak dibandingkan dengan run kedua yang memerlukan waktu siklus lebih lama. Dalam penggunaan molecular sieve, permasalahan umum yang biasa dijumpai, yaitu penggunaannya sebagai adsorben memerlukan energi yang tinggi dalam proses regenerasinya. Dalam penelitian ini, proses regenerasi berlangsung di dalam oven pada temperatur 200 o C. Sehingga apabila proses adsorpsi dijalankan sehari penuh maka waktu desorpsi yang dibutuhkan pada run keempat adalah sekitar 15 jam. Sedangkan untuk run kedua, waktu yang dibutuhkan khusus untuk proses desorpsi adalah sekitar 9 jam. Selisih waktu untuk desorpsi tersebut, menunjukkan energi yang digunakan selama proses desorpsi pada run keempat 36

13 lebih banyak daripada energi yang digunakan pada run kedua. Besarnya energi yang digunakan tersebut mengakibatkan biaya operasional yang dibutuhkan juga lebih besar. Selain biaya operasional, kebutuhan akan tenaga manusia juga perlu menjadi pertimbangan. Setiap kegiatan yang dilakukan dalam satu siklus (proses loading, start-up,adsorpsi, unloading, dan desorpsi) memerlukan tenaga dalam hal ini yaitu tenaga manusia. Total siklus dalam satu hari pada run kedua yaitu sekitar 3-4 kali, sedangkan total siklus dalam satu hari pada run keempat yaitu sekitar 5 kali. Dari pertimbangan tersebut, dapat dikatakan bahwa tenaga manusia yang diperlukan untuk run keempat lebih banyak daripada run kedua. Dari pertimbangan-pertimbangan di atas dapat disimpulkan bahwa keoptimalan proses bukan hanya ditentukan oleh panjang waktu siklus, berapa banyak volume yang dihasilkan dalam satu siklus, atau seberapa sering suatu siklus tersebut diulang. Tetapi juga berkaitan dengan faktor-faktor lain, terutama biaya dan tenaga. Sehingga dengan biaya dan tenaga yang sekecil mungkin, dapat dihasilkan produk yang sebesar mungkin. Jadi, dari hasil penelitian ini, dengan mempertimbangkan faktor biaya dan tenaga, dapat disimpulkan bahwa kondisi yang paling optimal adalah pada laju alir adsorpsi 1000 ml/jam dan waktu desorpsi 3 jam. IV.2.3 Isoterm Adsorpsi Analisis Isoterm Adsorpsi dilakukan untuk mengetahui hubungan keseimbangan antara konsentrasi dalam fasa fluida (c) dan konsentrasi di dalam partikel adsorben (q) pada temperatur tertentu. Analisis ini dilakukan dengan cara menguji data dengan tipe-tipe isotherm yang ada (isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich). Untuk menentukan nilai c dan q, digunakan persamaan (III.4) dan (III.5). Berikut ini adalah hasil plot data dari nilai c dan q pada kondisi yang paling optimal (laju alir adsorpsi 1000 ml/jam) 37

14 q Laju alir 1000 ml/jam, t desorpsi 3jam c Gambar IV.12. Plot data c Vs q pada 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam Kemudian plot data tersebut diuji dengan menggunakan persamaan-persamaan isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich. Pengujian dilakukan dengan cara melinearkan masing-masing persamaan isoterm adsorpsi. Tipe isoterm yang cocok dengan data ditentukan dari hasil linearisasi tersebut. Persamaan II.3 yang merupakan persamaan isoterm Langmuir, dapat dilinearkan sebagai berikut. 1 K + c = (IV.1) q qo. c 1 k 1 1 = + (IV.2) q q c o q o Dengan memplot kan data 1/q Vs 1/c, diperoleh slop = K/q o dan intersep =1/q o, dan diperoleh hasil seperti gambar IV.13 38

15 25 (1/q) y = x R 2 = Laju alir 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam) Linear (Laju alir 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam)) (1/c) Gambar IV.13. Plot data 1/c Vs 1/q pada 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam Dari hasil plot data 1/c Vs 1/q diperoleh bahwa data tidak membentuk garis lurus, hal ini dibuktikan dengan nilai R 2 yang cukup jauh dari 1, hal ini berarti dengan plot 1/c Vs 1/q data tidak cukup linear. Sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh tidak cocok dengan isoterm Langmuir. Selain isoterm Langmuir, tipe isoterm lainnya yaitu isoterm Freundlich. Persamaan II.2 yang merupakan persamaan isoterm Freundlich dapat dilinearkan dengan cara sebagai berikut. Log q = Loq K + Log c n (IV.3) Log q = Loq K + n Log c (IV.4) Log q = n Log c + Loq K (IV.5) Dengan memplotkan data Log q Vs. Log c, diperoleh slop (n) dan intersep ( log K), diperoleh hasil seperti pada gambar IV

16 Log q y = x R 2 = Log c Laju alir 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam) Linear (Laju alir 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam)) Gambar IV.14. Plot data Log c Vs Log q pada 1000 ml/jam, t desorpsi 3 jam Dari hasil plot data log c Vs log q diperoleh bahwa data mendekati linear, ini dibuktikan dengan nilai R 2 yang hampir mendekati 1 dibandingkan dengan R 2 yang diperoleh dari isoterm Langmuir. Dari hasil diatas dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh cenderung cocok dengan isoterm Freundlich. Dari hasil tersebut, diperoleh garis lurus dengan slop adalah -1,1172 dan garis perpotongannya adalah 1,5103, sehingga persamaannya menjadi q = 1,5103 c -1,1172 (IV.6) Secara teori, isoterm Freundlich mengasumsikan bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. IV.2.4 Pengujian RON Pengujian RON dilakukan berdasarkan pada prosedur yang terdapat dalam ASTM D Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari pengujian RON : Tabel IV.2 Tabel Hasil Pengujian RON Sample No %-v IPA % -v Premium RON A ,7 B ,3 C ,3 D

17 Dari hasil pengujian RON, diperoleh bahwa angka RON yang diperoleh semakin meningkat dengan penambahan IPA. Jika dibandingkan dengan premium murni tanpa penambahan IPA, peningkatan RON cukup signifikan. Secara teori, angka oktan menyatakan kandungan molekul iso oktan yang bercampur dengan n-heptan yang terdapat pada bahan bakar bensin. Iso oktan mampu mencegah ketukan. RON diukur dengan cara menguji mesin saat berkecepatan rendah atau biasanya pada saat berkendaraan di dalam kota. Semakin besar angka RON, semakin baik kualitas bahan bakar yang dihasilkan. Apabila dihubungkan dengan penelitian yang dihasilkan, maka dapat dikatakan bahwa kualitas bahan bakar yang dihasilkan dengan penambahan IPA jauh lebih baik daripada tanpa penambahan IPA, dan kualitasnya semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi IPA dalam bahan bakar. IV.2.5. Pengujian Emisi Gas Kadar emisi gas diuji dengan menggunakan alat uji emisi. Berikut ini adalah hasil uji emisi pengaruh pencampuran IPA pada mobil Kijang Tabel IV.3 Tabel Pengaruh pencampuran IPA pada emisi mobil Kijang 1991 Sampel % IPA % Premium CO (%) Hidrokarbon (ppm) CO 2 (%) Lambda A , ,8 0,896 B , ,3 0,916 C , ,4 0,967 D , ,5 0, Komposisi gas-gas emisi Komposisi IPA (%-v) CO (%) Hidrokarbon (10^-2 ppm) CO2 (%) Gambar IV.15 Pengujian Emisi Gas 41

18 Dari hasil pengujian emisi di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan emisi gas yang cukup berarti dengan penambahan IPA di dalam bahan bakar premium. Kandungan CO dan hidrokarbon semakin menurun dengan semakin besarnya konsentrasi IPA di dalam bahan bakar. Kandungan CO 2 meningkat dengan semakin besarnya konsentrasi IPA di dalam bahan bakar, hal ini berarti pembakaran yang terjadi di dalam mesin semakin sempurna. 42

Bab III Rancangan Penelitian

Bab III Rancangan Penelitian Bab III Rancangan Penelitian III.1 Metodologi Secara Umum Dehidrasi iso propil alkohol dengan metode adsorpsi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh senyawa IPA dengan kadar minimal 99,8%-vol, yang

Lebih terperinci

DEHIDRASI ISO PROPIL ALKOHOL TESIS LELYANA OKTAVIANINGSIH ABADI NIM : Program Studi Teknik Kimia

DEHIDRASI ISO PROPIL ALKOHOL TESIS LELYANA OKTAVIANINGSIH ABADI NIM : Program Studi Teknik Kimia DEHIDRASI ISO PROPIL ALKOHOL TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: LELYANA OKTAVIANINGSIH ABADI NIM :23005002 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

UJI KINERJA KOLOM ADSORPSI UNTUK PEMURNIAN ETANOL SEBAGAI ADITIF BENSIN BERDASARKAN LAJU ALIR UMPAN DAN KONSENTRASI PRODUK

UJI KINERJA KOLOM ADSORPSI UNTUK PEMURNIAN ETANOL SEBAGAI ADITIF BENSIN BERDASARKAN LAJU ALIR UMPAN DAN KONSENTRASI PRODUK Draf Jurnal Ilmiah : ADIWIDIA UJI KINERJA KOLOM ADSORPSI UNTUK PEMURNIAN ETANOL SEBAGAI ADITIF BENSIN BERDASARKAN LAJU ALIR UMPAN DAN KONSENTRASI PRODUK Benyamin Tangaran 1, Rosalia Sira Sarungallo 2,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN Berikut merupakan hasil analisa β-karoten dengan konsentrasi awal β-karoten sebesar 552 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible).

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Dehidrasi Dehidrasi adalah penghilangan air dari suatu zat. Dehidrasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh zat dengan kemurnian yang lebih tinggi. Cara-cara dehidrasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Islam Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Islam Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Batch 4.1.1 Hasil Pengujian Awal Kadar Merkuri dan ph Sebelum Proses Adsorpsi Hasil awal pengujian ph dan kadar Hg dalam limbah laboratorium terpadu Universitas Islam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 PENURUNAN KADAR CO 2 DAN H 2 S PADA BIOGAS DENGAN METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM Anggreini Fajar PL, Wirakartika M, S.R.Juliastuti, dan Nuniek

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai 10 atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai 10 atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premium Premium terutama terdiri atas senyawa-senyawa hidrokarbon dengan 5 sampai 10 atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh langsung dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

Gambar 1 menunjukkan komponen-komponen yang menjalankan mobil kriogenik (cryocar) ini. Nitrogen cair yang sangat dingin disimpan dalam tangki

Gambar 1 menunjukkan komponen-komponen yang menjalankan mobil kriogenik (cryocar) ini. Nitrogen cair yang sangat dingin disimpan dalam tangki Mobil Hijau Mobil Hijau? Jangan salah sangka dulu! Mobil-mobil masa depan ini disebut Mobil Hijau bukan karena warnanya. Justru warna mobil-mobil ini bermacam-macam, bukan hanya hijau. Mobil ini disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif pengganti energi dari fosil sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan karena hidrogen termasuk energi yang dapat diperbarui

Lebih terperinci

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1 efisiensi sistem menurun seiring dengan kenaikan debit penguapan. Maka, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akan bekerja lebih baik pada debit operasi yang rendah. Gambar 4.20 Grafik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan BAB III METODOLOGI 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan April Juni 2011 di laboratorium Pindah Panas dan Massa dan laboratorium Surya, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA 3.1. Deskripsi Alat Adsorpsi Alat adsorpsi yang diuji memiliki beberapa komponan utama, yaitu: adsorber, evaporator, kondenser, dan reservoir (gbr. 3.1). Diantara

Lebih terperinci

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Unit penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida yang banyak di gunakan untuk operasi dan produksi dalam industri proses, seperti:

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Eksperimen dilakukan untuk mengetahui proses pembakaran spontan batubara menggunakan suatu sistem alat uji yang dapat menciptakan suatu kondisi yang mendukung terjadinya pembakaran

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET Suriansyah Sabaruddin 1)

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET Suriansyah Sabaruddin 1) Widya Teknika Vol.18 No.2; Oktober 2010 ISSN 1411 0660 : 50-54 PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET 1000 Suriansyah Sabaruddin

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian bahan bakar dan penghasil polusi udara terbesar saat ini. Pada 2005, jumlah kendaraan bermotor

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Misri Gozan 1, Said Zul Amraini 2 Alief Nasrullah Pramana 1 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. Dewasa ini, penurunan kualitas lingkungan menjadi bahan petimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh: SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I Kelas : 4 KB Kelompok Disusun Oleh: : II Ari Revitasari (0609 3040 0337) Eka Nurfitriani (0609 3040 0341) Kartika Meilinda Krisna (0609 3040 0346) M. Agus Budi Kusuma (0609

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Adsorpsi Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekulmolekul tadi mengembun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR

LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Menyelidiki peristiwa konveksi di dalam zat cair. II. ALAT DAN BAHAN Pembakar Spritus Statif 4 buah Korek api Tabung konveksi Serbuk teh Air

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LA.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Terhadap Daya Serap Tabel LA.1 Data percobaan pengaruh konsentrasi awal terhdap daya serap Konsentrasi Cd terserap () Pb terserap () 5 58,2 55,2

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Suriansyah Sabarudin 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008).

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 Adsorpsi 2.1.1 Pengertian Adsorpsi Adsopsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan (Nasruddin,2005). Adsorpsi adalah fenomena fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 44 3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Industri susu adalah perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mempunyai usaha di bidang industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat.

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis energi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh dunia maupun Indonesia. Kementerian Riset dan Teknologi mencatat bahwa produksi minyak Nasional 0,9

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K Adi Purwanto 1, Mustaqim 2, Siswiyanti 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang otomotif berkembang sangat pesat mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang otomotif berkembang sangat pesat mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi bidang otomotif berkembang sangat pesat mendorong manusia untuk selalu mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam dunia otomotif khususnya

Lebih terperinci

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto Wusana Agung Wibowo Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Herri Susanto Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 20 Oktober 2009 Gasifikasi biomassa Permasalahan Kondensasi tar Kelarutan sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas buang motor bensin mengandung nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO 2 ) (NO 2 dalam

Lebih terperinci

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB III PERBAIKAN ALAT L e = Kapasitas kalor spesifik laten[j/kg] m = Massa zat [kg] [3] 2.7.3 Kalor Sensibel Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT ZULTINIAR, DESI HELTINA Jurusan Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 ABSTRAK Konsentrasi fenol yang relatif meningkat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL PROSES PENGOLAHAN GAS ALAM CAIR (Liquifed Natural Gas) Gas alam cair atau LNG adalah gas alam (metana terutama, CH4) yang telah diubah sementara untuk bentuk cair untuk kemudahan penyimpanan atau transportasi.

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1.Fluida Fluida dipergunakan untuk menyebut zat yang mudah berubah bentuk tergantung pada wadah yang ditempati. Termasuk di dalam definisi ini adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan Lampiran 1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong, dibubut dan dikikir bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI. I. TUJUAN Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlich bagi proses adsorbsi asam asetat pada arang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI. I. TUJUAN Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlich bagi proses adsorbsi asam asetat pada arang LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI I. TUJUAN Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlich bagi proses adsorbsi asam asetat pada arang II. DASAR TEORI Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin cepat mendorong manusia untuk selalu mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi (Daryanto, 1999 : 1). Sepeda motor, seperti juga

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN 4.1. KONDENSOR Penggunaan kondensor tipe shell and coil condenser sangat efektif untuk meminimalisir kebocoran karena kondensor model ini mudah untuk dimanufaktur dan terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan akan sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

PENGAMBILAN AIR DARI SISTEM ISOPROPIL ALKOHOL AIR DENGAN DISTILASI ADSORPTIF MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM DAN SILIKA GEL

PENGAMBILAN AIR DARI SISTEM ISOPROPIL ALKOHOL AIR DENGAN DISTILASI ADSORPTIF MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM DAN SILIKA GEL 1 PENGAMBILAN AIR DARI SISTEM ISOPROPIL ALKOHOL AIR DENGAN DISTILASI ADSORPTIF MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM DAN SILIKA GEL Mona Silvia (L2C004248) dan Ragil Darmawan SAC (L2C004264) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PEMANAS AIR KAMAR MANDI MENGGUNAKAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PEMANAS AIR KAMAR MANDI MENGGUNAKAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA REKAYASA LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PEMANAS AIR KAMAR MANDI MENGGUNAKAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA Oleh : Ir. Sartono Putro, M.T. Ir. Jatmiko, M.T. DIBIAYAI DIREKTORAT

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan laju penemuan cadangan minyak bumi baru. Menurut jenis energinya,

I. PENDAHULUAN. dengan laju penemuan cadangan minyak bumi baru. Menurut jenis energinya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Data & Informasi Energi Sumber Daya Mineral (2010) menyatakan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia cenderung menurun. Penurunan cadangan minyak bumi diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Terpadu Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan-Sumatera Utara dengan sampel yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN BAB III METODOLOGI PENGUJIAN Dalam melakukan penelitian dan pengujian, maka dibutuhkan tahapantahapan yang harus dijalani agar percobaan dan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dengan

Lebih terperinci

BAB IV UJI MINYAK BUMI DAN PRODUKNYA

BAB IV UJI MINYAK BUMI DAN PRODUKNYA BAB IV UJI MINYAK BUMI DAN PRODUKNYA 1. Densitas, berat jenis, dan Grafitas API Densitas minyak adalah massa minyak per satuan volume pada suhu tertentu. Berat jenis adalah perbandingan antara rapat minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pemurnian Etanol dengan Menggunakan Alat Sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pemurnian Etanol dengan Menggunakan Alat Sistem BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pemurnian Etanol dengan Menggunakan Alat Sistem Evaporator dan Destilator Ganda Proses pemurnian etanol kasar menjadi etanol teknis dan etanol absolut dengan menggunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya kelangkaan serta tiadanya jaminan ketersediaan pasokan minyak dan gas (Migas) di negeri sendiri, merupakan kenyataan dari sebuah negeri yang kaya sumber energi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. uji yang digunakan adalah sebagai berikut.

III. METODOLOGI PENELITIAN. uji yang digunakan adalah sebagai berikut. III. METODOLOGI PENELITIAN 3. Alat dan Bahan Pengujian. Motor bensin 4-langkah 50 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 50 cc, dengan merk Yamaha Vixion. Adapun

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM LAMPIRAN 56 57 LAMPIRAN Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) 1. Preparasi Adsorben Raw Sludge Powder (RSP) Mempersiapkan lumpur PDAM Membilas lumpur menggunakan air bersih

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci