IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati kadar air keseimbangan. Pada Lampiran 17 disajikan gambar mahkota dewa setelah dikeringkan. Data kadar air awal dan kadar air akhir bahan hasil dari penelitian ini pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan udara disajikan pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 berikut ini. Tabel 2. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) Tabel 3. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit)

2 Tabel 4. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) Tabel 5. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) Berdasarkan Tabel 2 sampai dengan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa pada kondisi pengeringan dengan suhu dan tingkat RH yang berbeda menghasilkan penurunan kadar air yang berbeda pula. Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan ini adalah suhu pengering, RH pengering, kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kecepatan udara pengering (Brooker, 1974). Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari bagian permukaan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Dari Tabel 2 sampai dengan 5 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu udara pengering, maka semakin cepat pula pengeringan yang dilakukan. Begitu pula dengan nilai RH, jika RH yang terukur rendah maka pengeringan yang dilakukan lebih cepat dan juga jika nilai RH yang terukur tinggi maka pengeringan yang dilakukan berlangsung lebih lambat. 24

3 Pada percobaan kali ini terjadi sedikit penyimpangan, yaitu pada beberapa kondisi buah mahkota dewa terjadi proses pengeringan yang lebih cepat. Pada Tabel 2, perlakuan suhu 45 C proses pengeringan terjadi sedikit lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan suhu 4 C. Kemudian pada Tabel 3, perlakuan suhu 5 C waktu pengeringan yang terjadi cenderung sama dibandingkan dengan perlakuan suhu 45 C. Hal ini disebabkan oleh kadar air awal, kualitas bahan, dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. Data lengkap hasil pengukuran dan perhitungan penelitian ini disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 16. Pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 1 berikut ini disajikan kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan udara pengering. Kadar Air (%bb) Waktu (menit) Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt. 25

4 Kadar Air (%bb) Waktu (menit) Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt. Kadar Air (% bb) Waktu (menit) Gambar 9. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt. 26

5 Kadar Air (% bb) Waktu (menit) Gambar 1. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt. Berdasarkan Gambar 7 sampai dengan Gambar 1 dapat dilihat bahwa penurunan kadar air (%bb) berlangsung setahap demi setahap hingga mencapai keadaan setimbang. Dari grafik di atas dapat kita lihat pula bahwa pada awal proses pengeringan cenderung mengalami penurunan kadar air (%bb) lebih cepat dan pada menjelang akhir proses pengeringan kadar air (%bb) cenderung semakin lambat. Dari grafik tersebut juga bisa kita analisis bahwa jika suhu pengeringan semakin tinggi diberikan maka semakin cepat pula buah mahkota dewa yang dikeringkan untuk mencapai keadaan seimbang. Seperti terlihat pada Gambar 7, durasi waktu pengeringan cenderung lebih lambat dibandingkan dengan durasi waktu pengeringan yang terlihat pada Gambar 8. Hal ini dikarenakan kualitas bahan dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. 2. Laju Pengeringan terhadap Waktu Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan memiliki arti penting, dimana laju pengeringan akan menggambarkan cepat atau lambatnya suatu proses pengeringan. Penguapan massa air dari permukaan bahan akan bertambah cepat dengan adanya kenaikan suhu dalam proses 27

6 pengeringan. Data laju pengeringan rata-rata selama proses pengeringan buah mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Laju pengeringan rata-rata buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu ( C) RH (%) Laju Pengeringan Rata rata (%bk/menit) Dari data laju pengeringan di atas dapat dilihat bahwa jika semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin naik laju rata-rata pengeringan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena penguapan air akan berlangsung semakin cepat seiring dengan bertambahnya suhu. Berdasarkan data Tabel 6 di atas dapat dianalisis bahwa suhu pengeringan berbanding lurus dengan laju pengeringan rata-rata. Pada Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 disajikan kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara pengering. 28

7 Laju Pengeringan (%bk/menit) Waktu (menit) Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt. Laju Pengeringan (%bk/menit) Waktu (menit) Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt. 29

8 Laju Pengeringan (%bk/menit) Waktu (menit) Gambar 13. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt. Laju Pengeringan (%bk/menit) Waktu (menit) Gambar 14. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt. Berdasarkan Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 dapat dilihat bahwa laju pengeringan menjadi tinggi jika suhu pengeringan juga tinggi. Pada awal-awal proses pengeringan laju pengeringan yang terjadi cenderung cepat kemudian mendekati keseimbangan laju pengeringan menjadi lambat. Laju pengeringan menjadi semakin rendah bila kadar air bahan mendekati kadar air keseimbangan. Menurut Hall (1957), bahwa suatu bahan dapat dikatakan kering jika laju air yang keluar dari bahan sama 3

9 dengan udara sekelilingnya. Pada proses pengeringan ini pada laju pengeringan terjadi sedikit penyimpangan. Pada Gambar 11 laju pengeringan dengan menggunakan perlakuan suhu 4 C terjadi sedikit lebih cepat pada awal proses dibandingkan dengan perlakuan suhu 45 C. Kemudian pada Gambar 12 laju pengeringan pada awal proses dengan menggunakan perlakuan suhu 45 C sedikit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu 5 C. Begitu pula yang terjadi pada Gambar 12, laju pengeringan pada awal proses dengan menggunakan perlakuan suhu 35 C terjadi sedikit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu 4 C. Hal ini dikarenakan kualitas bahan dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. Pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18 berikut ini disajikan kurva laju pengeringan mahkota dewa terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dan berbagai kecepatan udara. Laju Pengeringan (%bk/menit) Kadar Air (% bb) Gambar 15. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt. 31

10 Laju Pengeringan (%bk/menit) Kadar Air (% bb) Gambar 16. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt. Laju Pengeringan (%bk/menit) Kadar Air (% bb) Gambar 17. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt. 32

11 Laju Pengeringan (%bk/menit) Kadar Air (% bb) Gambar 18. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt. B. Kadar Air Keseimbangan dan Konstanta Pengeringan Buah Mahkota Dewa 1. Kadar Air Keseimbangan (Me) Buah Mahkota Dewa Kadar air keseimbangan adalah kadar air yang pada prosesnya tidak terjadi perpindahan uap dari dan ke dalam. Pada proses pengeringan, kadar air keseimbangan memiliki arti penting karena dapat menentukan kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses tersebut. Pada penyimpanan, kadar air keseimbangan berguna untuk menjaga agar produk tidak mengalami adsorpsi uap air selama penyimpanan berlangsung. Kadar air keseimbangan berhubungan erat dengan tekanan uap dalam buah mahkota dewa. Pada kadar air tertentu tiap bahan mempunyai karakteristik tekanan uap pula. Bila tekanan uap di dalam bahan lebih besar daripada tekanan uap udara lingkungannya, akan terjadi desorpsi uap ke udara. Bila tekanan uap di bahan lebih kecil, akan terjadi desorpsi uap air di udara ke dalam bahan. Kadar air keseimbangan akan tercapai bila tekanan uap di dalam dan di luar bahan sama besarnya. Nilai kadar air keseimbangan (Me) buah mahkota dewa dari tiaptiap perlakuan disajikan dalam Tabel 7 berikut ini. 33

12 Tabel 7. Kadar air keseimbangan (Me) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu ( C) RH (%) Me (%bk) Nilai Me yang ditetapkan pada Tabel 7 di atas merupakan hasil koefisien determinasi (R 2 ) terbaik. Dari data yang disajikan dalam bentuk Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa jika semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin rendah nilai kadar air keseimbangan (Me) yang diperoleh. Nilai Me yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh RH pengering, sedangkan perbedaan kadar air tidak berpengaruh. Berdasarkan Tabel 7 di atas, jika RH yang diperoleh semakin tinggi maka semakin tinggi pula nilai Me yang diperoleh. Pada Tabel 8 berikut ini adalah pemodelan Me setelah dilakukan analisis menggunakan persamaan Henderson dan Perry. Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 21 disajikan nilai uji Me berdasarkan pemodelan pada Tabel 8 dengan berbagai kondisi suhu, RH, dan kecepatan udara pengering. 34

13 Tabel 8. Pendugaan pemodelan Me menggunakan persamaan Henderson dan Perry No Kecepatan Udara (m/dt) Pemodelan Me Me = [-ln (1-RH)/T] Me = [-ln (1-RH)/T] Me = [-ln (1-RH)/T] Me = [-ln (1-RH)/T] Konstanta Pengeringan (k) Buah Mahkota Dewa Konstanta pengeringan merupakan koefisien yang berkaitan dengan nilai difusivitas (D) dan faktor geometris bahan (A), sehingga nilai konstanta pengeringan berbeda untuk setiap model pengeringan lapisan tipis. Nilai konstanta pengeringan diperoleh bersamaan dengan nilai kadar air keseimbangan menggunakan metode grafik. Pada Tabel 9 berikut ini disajikan nilai konstanta pengeringan (k) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara. Hasil regresi linear untuk mencari nilai k dan A pada berbagai kecepatan udara pengering disajikan pada Lampiran 22 sampai dengan Lampiran

14 Tabel 9. Konstanta pengeringan (k) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu ( C) RH (%) k Berdasarkan data Tabel 9 di atas dapat dianalisis bahwa jika nilai k hanya dipengaruhi oleh suhu udara pengering. Jika suhu udara pengering semakin tinggi, maka nilai k yang diperoleh juga semakin tinggi. Pada Tabel 1 berikut ini adalah pemodelan k setelah dilakukan analisis menggunakan persamaan Arrhenius. 36

15 Tabel 1. Pendugaan pemodelan k menggunakan persamaan Arrhenius No Kecepatan Udara (m/dt) Pemodelan k k = exp [(.24/T)-1.464] 2 1 k = exp [(.51/T)-1.55] 3.5 k = exp [(.13/T)-1.262] 4.1 k = exp [(.63/T)-1.411] C. Uji Ketepatan Model Pengujian model nilai Me dan nilai k dilakukan dengan menggunakan metode uji error pada pemodelan tersebut. Jika error yang diperoleh kecil, maka pemodelan tersebut bisa digunakan untuk menduga nilai Me dan k buah mahkota dewa. Pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut ini disajikan perbandingan nilai Me antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error - nya. Tabel 11. Perbandingan nilai Me antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error nya No Kecepatan Suhu RH Me Me Error Udara (m/dt) ( C) (%) Percobaan Pendugaan

16 Tabel 12. Perbandingan nilai k antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error nya No Kecepatan Suhu RH k k Error Udara (m/dt) ( C) (%) Percobaan Pendugaan Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa nilai error pada pengujian nilai Me dan k cenderung bernilai kecil. Dalam hal ini berarti model persamaan semi teoritis Henderson dan Perry dan juga persamaan Arrhenius dapat diterima serta dapat digunakan untuk menduga nilai penurunan kadar air buah mahkota dewa. 38

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar 44 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler, dengan penampil data informasi sistem

Lebih terperinci

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI SKRIPSI oleh Rakhma Daniar NIM 061710201042 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA SKRIPSI MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) OLEH : HADI AZIS PRATAMA F14102102

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA Pendahuluan Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari dalam bahan secara termal untuk menghasilkan produk kering. Pengeringan sudah dikenal sejak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KADAR AIR SAMPEL Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

PROSES PERPINDAHAN MASSA DAN PERUBAHAN WARNA AMPAS TAHU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PEMANAS HALOGEN

PROSES PERPINDAHAN MASSA DAN PERUBAHAN WARNA AMPAS TAHU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PEMANAS HALOGEN PROSES PERPINDAHAN MASSA DAN PERUBAHAN WARNA AMPAS TAHU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PEMANAS HALOGEN SKRIPSI Oleh Erlisa Nur Septia NIM 091710201013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI oleh DEWAN PRASETYO HADI NIM 051710201053 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) Dwi Santoso 1, Djunaedi Muhidong 2, dan Mursalim 2 1 Program Studi Agroteknologi,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Pengamatan Praktikum pengeringan jagung dengan menggunakan rotary dryer dilakukan mengunakan variabel suhu dan waktu perendaman. Variabel suhu operasi yang berbeda,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK. Nama :... Tanggal :...

Lampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK. Nama :... Tanggal :... 73 Lampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK Nama :... Tanggal :... Petunjuk : Di hadapan Anda terdapat 2 contoh beras pratanak (parboiled rice), Anda diminta untuk

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGAJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) ) ISHAK (G4 9 274) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Perbedaan pola penurunan kadar air pada pengeringan lapis tipis cengkeh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mahkota Dewa Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) bisa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

Determination of Thin Layer Drying Characteristic of Globefish (Rastrelliger sp.)

Determination of Thin Layer Drying Characteristic of Globefish (Rastrelliger sp.) Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 1 No. 3 (Desember 29) 153-161 PENENTUAN KARAKTERISTIK TIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) Determination of Thin Layer Drying Characteristic of

Lebih terperinci

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL Oleh Elita Suryani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2) Abstract The research was to estimate the shelf

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYIMPANAN KOPI Penyimpanan kopi dilakukan selama 36 hari. Penyimpanan ini digunakan sebagai verifikasi dari model program simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Teknologi dan Pangan ISBN : 979-498-467-1 PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Asep Nurhikmat & Yuniar Khasanah UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia -

Lebih terperinci

SKRIPSI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SKRIPSI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENENTUAN MODEL KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTAA PENGERINGANN KAPULAGA (Amomum m cardamomum Willd) DENGANN METODE DINAMIS RINALDI ARI PRABOWO F14052949 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Temu Putih Penyortiran Basah Pencucian Pengupasan Tiriskan Simpan dalam lemari pendingin (5-10 o C) hingga digunakan Pengirisan, 3-5 mm Timbang, ± 200 g Pengukuran Kadar

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS

BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS 3.1 PENDAHULUAN 3.1.1 Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia, beras menjadi komoditas yang sangat

Lebih terperinci

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 14 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30 o C, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0 C dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977)

Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977) II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TEMU PUTIH Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) cukup dikenal di kalangan masyarakat untuk bahan jamu. Kepopuleran tanaman obat ini digunakan untuk mengobati penyakit

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura HUMAIDILLAH KURNIADI WARDANA 1) Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy Ari. Jl. Irian Jaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Dalam proses pertumbuhannya tumbuhan memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Kadar air

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PENGERI NGAN GENGKEH Y lpe " GROSS - FLOW "

MODEL SIMULASI PENGERI NGAN GENGKEH Y lpe  GROSS - FLOW ,, F -," /*a J / ;.:!,~? \ /o(,(/o, /., MODEL SIMULASI PENGERI NGAN GENGKEH Y lpe " GROSS - FLOW " Oleh NANlK SRI HARTANI F 23. 0705 1 9 9 1 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN; INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK -, EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK Oleh KUSNI BINTARI F. 29 1492 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOCOR BOCOR Kusni Bintari. F 29 1492. EVALUASI

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN 33 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN Untuk mengeringkan jahe perlu diturunkan kandungan airnya hingga 5-10%. Alat pengering yang akan direncanakan menampung 0.5 kg jahe

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penurunan Berat selama Pengeringan Bahan pangan yang dikeringkan pada kondisi vakum mengalami penurunan berat pada selang waktu tertentu. Penurunan berat ini disebabkan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * ISBN 978-62-97387--4 PROSIDING Seminar Nasional Perteta 21 PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * Hanim Z. Amanah 1), Ana Andriani 2), Sri Rahayoe 1) 1) Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Hanim Z. Amanah 1), Sri Rahayoe 1), Sukma Pribadi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur

Lebih terperinci

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK -, EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK Oleh KUSNI BINTARI F. 29 1492 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOCOR BOCOR Kusni Bintari. F 29 1492. EVALUASI

Lebih terperinci

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA 3.1. PENDAHULUAN 3.1.1. Latar Belakang Rancang bangun pengering diperlukan untuk mendapatkan performansi pengeringan yang sesuai

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL Berkala Ilmiah Teknik Kimia Vol 1, No 1, April 01 MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL Puguh Setyopratomo Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik - Universitas Surabaya Jalan Raya Kalirungkut,

Lebih terperinci

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER Disusun oleh : Kristina Dwi yanti Nia Maulia 2308 100 537 2308 100 542 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Susianto, DEA Prof.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL Puguh Setyopratomo : Model Matematik Pengeringan Lapis Tipis Wortel 54 MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL Puguh Setyopratomo Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik - Universitas Surabaya Jalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SINGKONG Singkong merupakan umbi akar dari tanaman pangan berupa perdu yang dikenal dengan nama lain ubi kayu, ketela pohon atau cassava. Singkong berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

Campuran udara uap air

Campuran udara uap air Campuran udara uap air dan hubungannya Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan tentang campuran udara-uap air dan hubungannya membaca grafik psikrometrik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN i IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Variasi Putaran Pengaduk Pada Disolusi Triklorofenol (TCP) dalam Air Pada Konsentrasi Awal Tetap Nilai konsentrasi terlarut dari disolusi TCP dalam air

Lebih terperinci

Lampiran 1. Beras aruk substitusi kacang merah sebelum dan setelah pemasakan

Lampiran 1. Beras aruk substitusi kacang merah sebelum dan setelah pemasakan LMPIRN 43 Lampiran 1. Beras aruk substitusi kacang merah sebelum dan setelah pemasakan Perlakuan Singkong Formula 100 Singkong : tepung kacang merah 95:5 Singkong : tepung kacang merah 90:10 Singkong :

Lebih terperinci

Bab 10 Kinetika Kimia

Bab 10 Kinetika Kimia D e p a r t e m e n K i m i a F M I P A I P B Bab 0 Kinetika Kimia http://chem.fmipa.ipb.ac.id Ikhtisar 2 3 Laju Reaksi Teori dalam Kinetika Kimia 4 Mekanisme Reaksi 5 46 Faktor Penentu Laju Reaksi Enzim

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umbi porang merupakan bahan baku glukomanan yang saat ini banyak dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di kawasan hutan dan lereng

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di Laboratorium Teknik Sumber Daya Air Universitas Lampung B. Alat dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN. Kalibrasi Termokopel Pada tahap awal penelitian dilakukan kalibrasi terhadap termokopel yang akan digunakan. Kalibrasi termokopel bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut

Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut 1) Dewi Maya Maharani, 2) Budi Rahardjo, 2) Sri Rahayoe 1) Jurusan Keteknikan Pertanian, FTP - Universitas Brawijaya,

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) MAKALAH SEMINAR UMUM ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) Disusun Oleh: MAHFUD NIM: 10/297477/PN/11918 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Prapto Yudhono, M.Sc. JURUSAN

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015 PENGERINGAN BIJI KEMIRI PADA ALAT PENGERING TIPE BATCH MODEL TUNGKU BERBASIS BAHAN BAKAR CANGKANG KEMIRI Drying of Pecan Seed using Batch Type dryer with Pecan Sheel Fuel Oleh: Murad 1, Sukmawaty 1, Rahmat

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP Muhardityah 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer Seminar Skripsi Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer LABORATORIUM PERPINDAHAN ` PANAS DAN MASSA Jurusan Teknik Kimia FTI - ITS Disusun oleh : Argatha Febriansyah

Lebih terperinci

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS Andriani Lubis 1*) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111 *) andriani_loebis@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel

4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel 4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk wortel pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Gambar 4.13 4.16 berikut. Gambar

Lebih terperinci

DIFUSIVITAS AIR PADA WORTEL SELAMA PENGGORENGAN HAMPA UDARA

DIFUSIVITAS AIR PADA WORTEL SELAMA PENGGORENGAN HAMPA UDARA DIFUSIVITAS AIR PADA WORTEL SELAMA PENGGORENGAN HAMPA UDARA Moisture Diffusivity of arrot during Deep Fat Vacuum Frying Sutarsi 1, Budi Rahardjo, Pudji Hastuti 1 Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Densitas Densitas atau kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

DARl KELAPA KMINA-1, KHINA-2 DAN KHINA-3

DARl KELAPA KMINA-1, KHINA-2 DAN KHINA-3 PENENTUAN SORPSI IISOTERM1 r* J " I r KELAPA PARUT KERlHG (DESICCATED COCONUT] DARl KELAPA KMINA-1, KHINA-2 DAN KHINA-3 Oleh MARllNA RISWATI SIRAIT F 23 1174 1992 FAKULTAS f EKNOLOGl PERTANlAN lnstltut

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Faisal Amir 1, Jumadi 2 Prodi Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENCERINGAN BUAH NENAS (Anartns conzoslrs L. Merr) VARIETAS QUEEN

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENCERINGAN BUAH NENAS (Anartns conzoslrs L. Merr) VARIETAS QUEEN -3.* < ;.*,.,., :,. L, MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENCERINGAN BUAH NENAS (Anartns conzoslrs L. Merr) VARIETAS QUEEN ASEP IMAN INDRA PERMANA F 28.1673 1995 FAKLJLTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci