SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS"

Transkripsi

1 SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS ENDANG S THOHARI Direktur Pembiayaan, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup strategis dalam pembangunan dan pemulihan ekonomi selama berlangsung krisis ekonomi, terutama dalam produksi pangan, pertumbuhan GDP, substitusi impor, penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Dalam pembangunan sektor pertanian antara lain dilaksanakan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralistis serta mencakup baik aspek hulu, budidaya dan aspek hilir, maupun komponen pendukungnya. Salah satu aspek pendukung bergeraknya usaha agribisnis tersebut adalah adanya dukungan permodalan, antara lain melalui skim-skim kredit perbankan dan non perbankan. Adanya UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, maka: (1) pemerintah tidak lagi menyediakan KLBI, (2) pola penyaluran kredit tidak lagi channeling tetapi executing, dan (3) resiko kredit 100% ditanggung oleh perbankan. Pada masa transisi masih diperlukan skim kredit yang fleksibel, luwes dan sederhana tetapi ada rambu-rambu yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan atau penyelewengan, sehingga kredit tersebut dapat mencapai sasaran baik dari segi jumlah, waktu maupun penerima kredit. Skim kredit tersebut adalah Skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang dimulai efektif pada bulan Oktober tahun Pelaksanaan penyaluran kredit dengan pola executing, lembaga keuangan perbankan dan non perbankan cenderung hati-hati dan menerapkan prinsip prudential banking dengan 5 C (Collateral, Capital, Character, Capacity, Condition), sehingga realisasi penyaluran kredit relatif kecil dan lambat. Hal ini antara lain disebabkan adanya trauma kredit macet seperti masa lalu, dimana beberapa bank menerapkan agunan tambahan seperti sertifikat tanah, tidak adanya lembaga penjamin/avalis dan beberapa pelaku usaha tidak layak menerima kredit, antara lain masih adanya tunggakan KUT. Skim kredit untuk sektor pertanian selama ini terfokus pada usaha budidaya (on-farm) dengan komoditas terbatas, misalnya seperti KUT dan KKP. Padahal usaha agribisnis hulu dan hilir juga memerlukan dukungan pembiayaan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Untuk itu, Departemen Pertanian memandang perlu adanya skim kredit yang dapat digunakan untuk membiayai usaha pada aspek hulu, on-farm dan hilir serta pendukungnya dan untuk berbagai komoditas, yaitu Skim Kredit Agribisnis (SKA). Sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan agribisnis antara lain adalah: Kredit Taskin, Modal Ventura, Pemanfaatan Laba BUMN, Pegadaian, Kredit Komersial perbankan, (Kupedes dari BRI, Swamitra dari Bank Bukopin, Kredit Usaha Kecil dari : BNI, Bank Danamon, BII, Bank Mandiri, Kredit BCA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) dari Bank Niaga, Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga), dan pemanfaatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di pedesaan. 36

2 SKIM KREDIT AGRIBISNIS (SKA) Skim Kredit Agribisnis (SKA) mencakup tidak saja usaha on-farm, tetapi juga untuk usaha agribisnis hulu dan hilirnya. Komoditas yang akan dibiayai meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang merupakan komoditas unggulan (high value commodities). SKA disusun untuk mendukung pengembangan agribisnis sektor hulu, on-farm dan hilir. Prinsip SKA adalah (a) dapat merubah image petani untuk tidak mengandalkan sumber pembiayaan dengan bunga murah, (b) pengelolaan penggunaan kredit yang transparan, (c) sistem pengembalian kredit dengan pola reward dan punishment, (d) fleksibel baik dalam besarnya kredit, pola kredit, jangka pengembalian dan pelayanan, serta (e) prosedur dan mekanisme pengajuan, penyaluran dan pengembalian kredit yang sederhana. Menindaklanjuti MoU antara Gubernur Bank Indonesia dan Menko Kesra tentang penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan dan pembangunan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka perbankan akan menyalurkan kredit kepada UMKM pada tahun 2003 sebesar Rp. 42,4 Trilyun. Untuk sektor agribisnis telah disepakati sebesar Rp. 12,4 Trilyun melalui SKA. Dalam rangka peluncuran SKA telah dilaksanakan penandatanganan MoU tentang pemanfaatan portofolio kredit untuk UMKM sektor pertanian antara Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian dengan 9 (sembilan) Perbankan terkemuka yang disaksikan oleh Menteri Pertanian, yaitu: PT Bank Mandiri, PT Bank BRI, PT Bank BNI, PT Bank Danamon, PT Bank Bukopin, Bank Niaga, Bank BCA, Bank BII, Bank Agro Niaga. SKA yang masih dalam proses ini mempunyai ketentuan sebagai berikut: Pola penyaluran kredit dilakukan melalui pola executing dengan resiko kredit ditanggung sepenuhnya oleh perbankan. Sumber pendanaan berasal dari perbankan sehingga keputusan akhir penyaluran kredit berada di perbankan. Kegiatan yang dibiayai meliputi agribisnis hulu seperti industri perbenihan/pembibitan, industri agrokimia dan industri agro-otomotif, on-farm yaitu untuk budidaya tanaman, serta hilir yaitu untuk kegiatan pengolahan dan pemasaran. Debitor yang dibiayai adalah usaha individu, usaha kelompok, maupun usaha agribisnis yang dilakukan oleh UMKM. Jenis kredit yang dibiayai adalah kredit modal kerja dan atau kredit investasi. Jangka waktu kredit adalah 1-2 tahun untuk kredit modal kerja. Total kebutuhan kredit yang diperlukan untuk mendukung SKA adalah sebesar Rp. 12,439 trilyun yang terdiri dari: (a). agribisnis hulu sebesar Rp. 4,750 trilyun; (b). agribisnis on-farm sebesar Rp. 5,448 trilyun; (c). agribisnis hilir sebesar Rp. 2,240 trilyun. Saat ini SKA berlaku bunga komersial sebesar 18%. Departemen Pertanian mengusulkan agar suku bunga SKA diharapkan dapat disubsidi oleh pemerintah sebesar 5%. Secara rinci disampaikan dukungan SKA untuk masing-masing sub sektor dari hulu, on-farm dan hilir. 37

3 Subsektor peternakan Subsistem hulu : peralatan inseminasi buatan (IB), alat pencacah pakan ternak, alat ummb, alat press jerami, alat mesin tetas telur Subsistem budidaya : sapi potong, kambing/domba, ayam ras pedaging, ayam petelur dan itik Subsistem hilir : mesin pellet, mesin penggilling jagung, tangki susu, cooling unit, milk can, pencabut bulu ayam dan alat pengangkut ayam Subsektor perkebunan Subsistem hulu : pembangunan sumber benih, alat penyemprot hama bertekanan, tiang rambat lada, alat angkut perkebunan Subsistem budidaya : karet, kelapa sawit, kakao, kapas, tebu, tembakau, lada, jambu mete, rami, nilam, abaca, kelapa dan panili. Subsistem hilir : alat sangrai, penggiling kopi dan kakao Subsektor tanaman pangan Subsistem hulu : benih tanaman, pengadaan benih, peralatan (traktor roda dua, pompa air), kios saprodi Subsistem budidaya : kacang tanah, kacang hijau, padi, jagung Subsistem hilir : penggilingan padi, alat perontok, pengering serba guna, pengadaan pangan Subsektor hortikultura Subsistem hulu : peralatan pompa air irigasi, irigasi tetes, kios saprodi Subsistem budidaya : cabai merah, bawang merah, bawang putih, kentang, tomat, kubis, nenas, mangga, jeruk, salak Subsistem hilir : alat pengolah (bawang merah, kripik kentang, kripik pisang, selai nenas) Guna mendorong realisasi bussiness plan perbankan ke sektor produktif (termasuk agribisnis), maka Bank Indonesia bersama Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) akan memberdayakan adanya konsultan keuangan mitra bank (KKMB). Peran KKMB dalam merealisasikan business plan perbankan tersebut digunakan untuk pendampingan penyusunan proposal, pemantauan, identifikasi UMKM dan pendampingan UMKM dalam menjalankan usahanya. Di masyarakat cukup banyak jenis dan aneka ragam konsultan/pendamping, baik yang dibina oleh Instansi/ Departemen Teknis (PPS/PPL untuk Deptan, PSL-Depsos, BDS-Kantor Meneg Koperasi dll), Swasta Konsultan (Inkindo, Iwapi, Kadin dan konsultan lainnya), LPSM (Bina Swadaya, LP3ES, dll) maupun lembaga penelitian (perguruan tinggi dan swasta). KKMB ini direncanakan berasal dari konsultan/pendamping tersebut di atas dengan persyaratan tertentu yang selanjutnya akan diberdayakan kompetensinya dalam aspek keuangan/perbankan untuk dapat berfungsi sebagai 38

4 intermediasi antara UMKM dan perbankan. Departemen Pertanian sedang berusaha untuk dapat menyiapkan KKMB dalam pelaksanaan SKA. Peluncuran SKA diperlukan dukungan dari berbagai pihak yaitu dari: 1. Lembaga Legislatif-DPR sebagai mitra pemerintah dalam rangka persetujuan subsidi suku bunga. 2. Pemerintah melalui Departemen Keuangan dalam hal penyediaan subsidi suku bunga sebesar 5%. 3. Lembaga penjamin agar perbankan lebih yakin dalam menyalurkan kredit. 4. Pemerintah daerah terutama dalam hal pemilihan petani/peternak/pekebun yang layak untuk dibiayai, dan pembagian resiko kredit, serta ikut membantu kelancaran pengembalian kredit. Langkah-langkah operasional SKA meliputi : 1. Sebagai tahap awal, pemerintah harus memprioritaskan beberapa bank yang mempunyai kompetensi di sektor agribisnis untuk dapat menyalurkan kredit agribisnis. 2. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan pendidikan perkreditan sektor agribisnis untuk mendidik tenaga-tenaga perbankan agar mempunyai kompetensi yang memadai dalam bidang kredit agribisnis. 3. Perbankan harus meningkatkan kerjasama dengan Lembaga Asuransi untuk memperkecil risiko kredit agribisnis antara lain kerjasama dengan PT. Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha sebagai penjamin kredit agribisnis. 4. Perbankan lebih memberikan kelonggaran persyaratan kredit untuk kredit agribisnis antara lain dengan kelonggaran syarat audit laporan keuangan maupun syarat penilaian aset. 5. Perbankan melakukan kerjasama dengan instansi terkait seperti Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Ikatan Akuntansi Indonesia. SUMBER PEMBIAYAAN LAINNYA UNTUK USAHA AGRIBISNIS Sumber-sumber pembiayaan lainnya untuk mendukung pengembangan agribisnis antara lain sebagai berikut: Kredit ketahanan pangan (KKP) KKP adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, kelompok (tani dan peternak) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, budi daya tebu, peternakan sapi potong, sapi perah, ayam buras, itik, usaha penangkapan ikan dan pengadaan pangan gabah, jagung dan kedelai. Dengan demikian untuk komoditas perkebunan yang lain tidak dapat dibiayai dari skim KKP. Pola penyaluran KKP melalui pola executing, dengan sumber dana 100% berasal dari dana perbankan dan resiko sepenuhnya ditanggung oleh perbankan. Namun demikian, pemerintah masih menyediakan subsidi suku bunga. 39

5 Pelaksanaan penyaluran KKP diperpanjang selama 2 (dua) tahun lagi, sehingga ketentuan batas jatuh tempo terakhir pengembalian KKP semula tidak melebihi 31 Desember 2003 berubah menjadi 31 Desember Dengan adanya penyesuaian tingkat bunga kredit bank, maka dalam rangka pendanaan KKP besarnya subsidi bunga dan tingkat bunga yang dikenakan petani mengalami perubahan seperti pada Tabel 1. Ketentuan subsidi bunga dan tingkat suku bunga penerima KKP tersebut berlaku mulai 1 Mei Kebutuhan indikatif KKP yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 399/Kpts/BM.530/8/2000 mencakup biaya sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), biaya garapan dan biaya panen dan pasca panen adalah seperti pada Tabel 2. Tabel 1. Suku bunga dan subsidi bunga KKP Uraian Semula Menjadi Subsidi bunga - KKP intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar. - KKP perikanan, peternakan, budidaya tebu dan pengadaan pangan 10% 6% 9% 5% Tingkat suku bunga kepada penerima KKP - KKP intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar - KKP perikanan, peternakan, budidaya tebu dan pengadaan pangan. 11% 15% 9% 13% Tabel 2. Kebutuhan indikatif KKP No. Komoditas Juta Rp. A B C. 1. Intensifikasi tanaman pangan Padi sawah Padi Lebak/Pasang surut Jagung Komposit Jagung Hibrida Kedelai Ubi kayu Ubi jalar Peternakan Ayam buras Itik Sapi potong Sapi perah Perkebunan Tebu Per Ha 2,625 2,410 2,620 3,600 2,550 2,140 2,605 Per peternak 5 7, Per Ha 7,5 40

6 Besarnya plafon dana KKP secara nasional yang disediakan oleh perbankan untuk sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, pengadaan pangan dan perikanan adalah Rp. 2,082 trilyun. Total realisasi penyaluran KKP posisi 1 Juli 2003 mencapai Rp. 1,268 trilyun atau 60,93% dari plafon sebesar Rp. 2,082 trilyun. Realisasi KKP tersebut disalurkan untuk: Intensifikasi Tanaman Pangan sebesar Rp. 183,364 milyar (23,35% dari plafon) Budidaya Tanaman Tebu sebesar Rp. 873,824 milyar (93,9% terhadap plafon 2001/2002 dan 76,9% terhadap plafon 2002/2003) Peternakan sebesar Rp. 134,584 milyar (47,69% dari plafon) Usaha Penangkapan Ikan sebesar Rp. 8,224 milyar (18,89% dari plafon) Pengadaan Pangan sebesar Rp. 68,768 milyar (23,32% dari plafon). Adapun lima besar Bank Umum yang telah menyalurkan KKP adalah: Bank BRI sebesar Rp. 578,215 milyar (85,94% dari plafon). Bank Agro Niaga sebesar Rp. 309,684 milyar (98,7% dari plafon 2001/2002 dan 76,7% dari plafon 2002/2003). Bank BNI sebesar Rp. 71,949 milyar (38,48% dari plafon). Bank Bukopin sebesar Rp. 62,489 milyar (19,50% dari plafon). Bank Mandiri sebesar Rp. 55,248 milyar (28,87% dari plafon). Lima besar Bank Pembangunan Daerah yang telah menyalurkan KKP adalah: BPD Jatim sebesar Rp. 50,283 milyar (88,22% dari plafon). BPD Bali sebesar Rp. 42,021 milyar (42,02% dari plafon). BPD Jabar sebesar Rp. 8,872 milyar (35,49% dari plafon). BPD Sumsel sebesar Rp. 3,598 milyar (35,98% dari plafon). BPD Jateng sebesar Rp. 1,501 milyar (5,29% dari plafon). Realisasi penyaluran KKP tersebut diatas sebesar Rp. 1,268 trilyun (60,93% dari plafon) masih dianggap belum optimal. Secara rinci realisasi KKP posisi 1 Juli 2003 per Bank Pelaksana, per Propinsi dan per Kegiatan Usaha disajikan pada Lampiran-1 dan Lampiran-2. Realisasi penyaluran KKP masih dirasakan belum optimal, hal ini antara lain disebabkan: a. Adanya kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan KKP mengingat trauma tunggakan KUT yang cukup besar. b. Beberapa Bank Pelaksana masih memerlukan agunan tambahan berupa sertifikat tanah sebagai persyaratan kredit. c. Masih terbatasnya lembaga penjaminan dan avalis. d. Adanya sumber dana di daerah yang berasal dari APBD dengan bunga rendah. 41

7 Upaya tindak lanjut agar dana KKP dapat dimanfaatkan secara optimal adalah dilakukan melalui Pola Kerjasama Kemitraan antara Perbankan, Konsorsium Sarana Produksi/Sarana Peternakan, Perusahaan Swasta lainnya dan Pemerintah Daerah seperti dilakukan pada komoditi padi, jagung dan peternakan yang telah dikembangkan di beberapa daerah. Kredit Taskin Agribisnis Kredit Taskin Agribisnis merupakan kredit berbunga murah yang ditujukan untuk meningkatkan investasi agribisnis skala kecil/rumah tangga sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan di daerah. Kredit ini bersumber dari Yayasan Dakap dan Yayasan Mandiri. Beberapa ketentuan Kredit Taskin Agribisnis adalah sebagai berikut: Penerima Kredit : Kelompok tani Taskin (keluarga pra sejahtera dan sejahtera I). Plafon Kredit Suku Bunga Jangka waktu Jaminan : Untuk kelompok maksimun Rp. 50 juta dan untuk anggota kelompok sebesar Rp. 2 juta. : 12% per tahun : 1 sampai dengan 3 tahun. : Kelayakan usaha Bank Pelaksana : Bank BPD Modal Ventura Modal ventura merupakan salah satu sumber pembiayaan non perbankan yang dipergunakan untuk semua sektor usaha produktif melalui kerjasama antara Perusahaan Modal Ventura dengan Pengusaha Kecil/Menengah. Beberapa ketentuan tentang Modal Ventura adalah sebagai berikut : Penerima kredit : Pengusaha kecil dan menengah. Plafon kredit : - Perusahaan Modal Ventura daerah Rp. 100 juta. - PT.Bahana Artha Ventura maksimun Rp. 500 juta. Pola pembiayaan : Pola penyertaan langsung dan bagi hasil. Jangka Waktu Pelaksana : 3 sampai 6 tahun : PT. Bahana Artha Ventura dan Perusahaan Modal ventura Daerah. Dana laba BUMN Dana Laba BUMN merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi pengusaha kecil dan menengah dengan suku bunga yang sangat rendah. Beberapa ketentuan tentang Dana Laba BUMN adalah sebagai berikut : Penerima kredit : Pengusaha kecil dan koperasi Plafon kredit : maksimal Rp. 25 juta 42

8 Suku bunga : 6% per tahun Jangka waktu : 2 tahun Sumber dana : BUMN setempat Pegadaian Perum Pegadaian telah melaksanakan uji coba gadai gabah di Kabupaten Indramayu bekerjasama dengan Ditjen Bina Sarana Pertanian dengan hasil cukup baik. Perum Pegadaian merencanakan pengembangan sistem tunda jual di beberapa propinsi sentra produksi padi, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan sebagainya. Prinsipnya petani dapat memperoleh kredit dari pegadaian dengan jaminan gabah, terutama pada saat panen raya pada saat harga gabah turun. Dengan demikian Perum Pegadaian juga merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan untuk pengembangan alsintan. Namun suku bunga gadai cukup tinggi, yaitu 1,75% per 15 hari maksimum 4 bulan, karena sumber dana yang digunakan berasal dari kredit komersial. Skim kredit komersial Skim Kredit Komersial merupakan sumber permodalan dengan suku bunga komersial dan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara garis besar skim kredit komersial antara lain adalah: KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan) dari BRI KUPEDES merupakan sumber permodalan di pedesaan yang disalurkan oleh BRI Unit kepada masyarakat pedesaan untuk sektor pertanian, industri dan jasa. Beberapa ketentuan tentang KUPEDES adalah sebagai berikut: Penerima kredit : Perorangan/perusahaan yang layak Sektor usaha : Sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa Plafon : Rp. 50 ribu sampai dengan Rp. 50 juta Suku bunga : komersial Jaminan : Agunan berupa benda bergerak dan tidak bergerak SWAMITRA dari Bank Bukopin Penerima kredit : Pengusaha/perorangan anggota dan non anggota Sektor usaha : Semua usaha produktif Plafon : Rp. 1 juta s/d Rp. 50 juta Suku bunga : 30% per tahun (berubah sesuai kondisi pasar) Jangka waktu : 1 s/d 3 tahun Jaminan : Agunan barang bergerak dan tidak bergerak 43

9 Kredit Usaha Kecil dari BNI Penerima kredit : Pengusaha kecil Plafond kredit : Rp. 50 Juta s/d Rp. 350 Juta (melampirkan NPWP) Suku bunga : Komersial Jangka waktu : Maksimum 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), untuk Kredit Investasi disesuaikan dengan jenis investasi yang dibiayai Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Usaha Kecil dari Bank Danamon Penerima kredit Plafond kredit Suku bunga : Pengusaha kecil : 1. KUK mikro : s/d Rp. 50 juta 2. KUK dasar: Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta 3. KUK prima: Rp. 100 juta s/d Rp.350 juta : Komersial yang berlaku di pasar Jangka waktu : Maksimum 1 tahun (untuk kredit modal kerja), untuk kredit investasi 5 tahun Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit BCA Penerima kredit : Pengusaha produktif Syarat : Telah menjadi nasabah BCA Selama 3 Bulan, Prudential Banking (5C) Plafond kredit : Sesuai kebutuhan debitur Suku bunga : Komersial sesuai ketentuan BCA Jangka Waktu : Maksimum 1 tahun dapat diperpanjang Jaminan : Agunan barang bergerak atau tidak bergerak Kredit Usaha Kecil dari Bank Mandiri Penerima kredit : Pengusaha kecil Plafond kredit : Maksimum s/d Rp. 350 Juta Suku bunga : Komersial sesuai ketentuan Bank Mandiri Jangka waktu : Maksimum 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), dan 10 tahun (untuk Kredit Investasi) 44

10 Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Usaha Kecil dari BII Penerima Kredit Sektor Usaha Plafond Kredit Suku Bunga Jangka Waktu Jaminan : Pelaku usaha perusahaan atau perorangan : Semua usaha produktif (modal kerja dan investasi) : Maksimum s/d Rp. 350 Juta : Komersial sesuai ketentuan BII : 1. Kredit Modal Kerja: Maksimal 1 Tahun 2. Kredit Investasi: Maksimal 10 tahun : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro dari Bank Niaga Penerima kredit : Pengusaha mikro dan kecil perseorangan ataupun perusahaan Sektor Usaha : Semua usaha produktif Suku Bunga : Komersial sesuai ketentuan Bank Niaga Jangka waktu : 1 Tahun Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga Penerima kredit : Usaha perorangan/perusahaan yang memiliki ijin usaha Sektor usaha : Semua usaha produktif Suku bunga : Komersial sesuai ketentuan Bank Agro Niaga Jangka waktu : Data tidak tersedia Jaminan : sertifikat tanah dan bangunan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Untuk mengantisipasi kondisi kebijakan perbankan yang bersifat branch banking system maka dari aspek pembiayaan, Departemen Pertanian mempunyai kebijakan untuk mengembangkan dan memberdayakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dapat menjadi sumber pembiayaan dan mudah diakses oleh petani. Kebijakan pengembangan LKM untuk Agribisnis ini didasari atas pertimbangan teknis sebagai berikut: (1) LKM umumnya berada di lokasi yang mudah diakses oleh petani, (2) Kultur petani kecil, cenderung akan lebih menyukai proses yang singkat, tanpa banyak prosedur dan memerlukan kredit yang tepat dalam jumlah yang kecil (sesuai kebutuhan), dan (3) dengan menggunakan LKM yang umumnya mempunyai keterikatan socio-historical dengan daerah, 45

11 (dengan petani di sekitarnya) maka diasumsikan akan mengurangi masalah moral hazard dalam pengembalian kredit. Untuk mewujudkan program Departemen Pertanian tersebut maka Direktorat Jenderal Bina Sarana telah mendapatkan bantuan/grant dari pemerintah Perancis melalui Asian Development Bank dengan tujuan pengembangan keuangan mikro pedesaan untuk agribisnis melalui 2(dua) pendekatan yaitu: Departemen Pertanian akan menggunakan LKM yang sudah ada, berkembang dan mengakar sesuai dengan kultur masyarakat setempat sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit mikro agribisnis. LKM ini diharapkan dapat menjadi jejaringan (networking) Departemen Pertanian dalam menyediakan fasilitas kredit bagi petani atau berfungsi sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit. Kategori LKM yang berpotensi untuk dijadikan jejaring LKM Agribisnis adalah BPR di pedesaan, LDKP, Credit Union, BMT dan Koperasi Simpan Pinjam. Departemen Pertanian juga akan mendorong tumbuhnya LKM Agribisnis yang berasal dari embrio LKM sebagai tindak lanjut dari program pengembangan kelompok dana bergulir di Departemen Pertanian. Program-progam yang dapat dikategorikan embrio LKM pertanian antara lain : Kel. Delivery, P4K, PKP, UPKD, Koptan dll. Kebijakan untuk mendorong penumbuhan LKM yang berasal dari embrio LKM merupakan peningkatan konsep pemberdayaan kelompok sehingga menjadi melembaga melalui capacity building atau dalam bentuk training pendampingan sampai pada titik penguatan modal kerja. PENUTUP Departemen Pertanian sedang mengusulkan SKA yang dapat dimanfaatkan untuk usaha agribisnis hulu, budidaya dan hilir untuk komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Skim kredit tersebut kiranya dapat dimanfaatkan dengan kombinasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan adalah KKP, Kredit Taskin Agribisnis, Modal Ventura, Laba BUMN, Kredit Komersial dari Perbankan seperti Kredit Usaha Kecil dari BNI, Bank Danamon, BII, Bank Mandiri, Kredit BCA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) dari Bank Niaga, kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga, dan pemanfaatan LKM di pedesaan. SKA sebesar Rp. 12,4 trilyun berlaku bunga komersial sebagai komitmen perbankan untuk pengembangan agribisnis. Departemen sedang mengusulkan adanya subsidi bunga oleh pemerintah sebesar 5%. Guna mendorong realisasi bussiness plan perbankan ke sektor produktif (termasuk agribisnis), maka Bank Indonesia bersama Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) akan memberdayakan adanya Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). KKMB ini direncanakan berasal dari konsultan/pendamping yang ada di masyarakat dengan persyaratan tertentu yang selanjutnya akan diberdayakan kompetensinya dalam aspek keuangan/perbankan untuk dapat berfungsi sebagai intermediasi antara UMKM dan perbankan. Departemen Pertanian sedang berusaha untuk dapat menyiapkan KKMB dalam pelaksanaan SKA. Departemen Pertanian terus berupaya dapat mengusulkan kepada pengelola moneter (Bank Indonesia) agar suku bunga kredit terus dapat ditekan serendah mungkin, seperti yang terjadi di negara Asia maupun Eropa. Harapannya sektor pertanian dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat dan dapat bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dalam jangka panjang Departemen Pertanian berupaya untuk memprakarsai didirikannya Bank Pertanian seperti yang ada di beberapa negara 46

12 tetangga ASEAN, sehingga bank tersebut dapat menyesuaikan dengan kultur-budaya sektor pertanian setempat. Lampiran 1. Realisasi penyaluran KKP (kumulatif) posisi 1 Juli 2003 Bank pelaksana Plafon (Rp. Juta) Realisasi (Rp. Juta) % THDP Plafon Bank Umum ,59 Bank BRI ,94 Bank BNI ,48 Bank Mandiri ,87 Bank Bukopin ,50 Bank BCA ,42 Bank Agro Niaga ,25 Bank BII ,06 Bank Niaga ,03 Bank Danamon ,33 Bank Pembangunan Daerah ,52 BPD DKI Jakarta ,00 BPD Jawa Barat ,49 BPD Jawa Tengah ,29 BPD DI Yogyakarta ,27 BPD Jawa Timur ,22 BPD Sumatera Utara ,10 BPD Riau ,60 BPD Sumatera Barat ,85 BPD Sumatera Selatan ,98 BPD Lampung ,73 BPD Bali ,02 BPD Kalimantan Barat S 9,70 BPD Kalimantan Tengah ,13 BPD Kalimantan Selatan ,13 BPD Kalimantan Timur BPD Sulawesi Tengah ,00 BPD Sulawesi Selatan ,53 BPD Sulawesi Utara ,00 BPD Maluku ,00 BPD Papua ,60 Total ,93 47

13 Lampiran 2. Realisasi KKP menurut kegiatan per propinsi posisi 1 Juli 2003 Propinsi Tanaman pangan (Rp. juta) Budidaya tebu (Rp. juta) Peternakan (Rp. juta) Perikanan (Rp. juta) Pengadaan pangan (Rp. juta) Total (Rp. juta) N. Aceh D Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Total Plafon % terhadap plafon 23,35 129,17 47,69 18,89 23,32 60,93 Realisasi Tebu sebesar Rp milyar adalah: Realisasi MTT 2001/ ,90% dari plafon dan Realisasi MTT 2002/ ,9% dari plafon. 48

14 Lampiran 3. Kelayakan usaha beberapa usaha agribisnis Jenis usaha Kelayakan usaha R/C IRR (%) Alat inseminasi buatan 39 Alat pencacah 139 Alat UMBB 152 Alat press jerami 34 Kacang tanah 1.77 Kacang hijau 1.98 Kelapa Integrasi sapi potong padi 3.2 Integrasi sapi perah padi 1.84 Integrasi ternak sapi di perkebunan Kelapa sawit Kakao Mesin pelet 36 Alat penggiling jagung 67 Alat tangki susu 34 Alat cooling unit 38 Alat milk can 27 Alat pencabut bulu ayam 159 Alat angkut ayam 118 Keterangan Diolah dari berbagai sumber DISKUSI Pertanyaan: 1. Informasi tentang sumber-sumber pembiayaan pada subsektor peternakan sangat diperlukan bagi para pelaku usaha, utamanya adalah para petani/peternak skala kecil-menengah. Bagaimana hal tersebut bisa sampai kepada mereka, apakah Dit. Pembiayaan Ditjen Bina Sarana Pertanian mempunyai publikasi yang bersifat reguler (buletin, majalah, koran, etc) yang dapat diakses oleh petani, dan bagaimana caranya? 2. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa realisasi kredit subsektor peternakan lebih dapat dimanfaatkan oleh pengusaha/industri bukan para petani/peternak/pekebun. Melalui program kemitraan yang menjadi salah satu syarat dalam mengajukan KKP, pada kenyataannya petani/peternak sebagai plasma hanya bersifat superficial, karena pembuatan plasma tersebut bersifat instant. Apakah mungkin untuk diciptakan mekanisme kredit secara langsung yang dapat diterima oleh petani tanpa melalui tuntutan agunan yang relatif besar? Jawaban: 1. Dit. Pembiayaan Ditjen Bina Sarana Pertanian tidak mengeluarkan publikasi secara reguler tentang sumber-sumber pembiayaan tersebut. Namun beberapa terbitan tentang hal tersebut 49

15 telah dikeluarkan oleh Ditjen Bina Sarana Pertanian. Hal tersebut seperti: Pedoman umum dan teknis SKA, KKP, LKM, Taskin, dlsb. disertai dengan buku analisis kelayakan komoditas unggulan. Memang buku-buku tersebut tidak dapat diakses langsung oleh para petani, namun melalui instansi di daerah baik Dinas terkait maupun BPTP harapannya informasi tersebut dapat sampai ke petani. 2. Lembaga Perbankan memang sulit untuk dapat memberikan kreditnya kepada petani/peternak/pekebun secara langsung, karena prinsip 5 C dipegang betul oleh pihak perbankan. Prinsip tersebut meliputi collateral (agunan), capital, character, capacity dan condition. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan 2 C yang lain, yakni connection dan commision, dimana sangat sulit bagi petani untuk memperolehnya. Sehingga harapannya ke depan Indonesia dapat memiliki lembaga keuangan pertanian, dengan fokus utama pada pemberian kredit langsung bagi para petani dengan tingkat bunga yang layak. 50

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Tahun 2006 I. PENDAHULUAN Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum memerlukan sarana produksi pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

PETUNJUK TEKNIS KKP-E PETUNJUK TEKNIS KKP-E I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan didasari pengalaman dalam pelaksanaan penyaluran kredit usaha pertanian, sejak Tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian tahun 1996-2000 merupakan kelanjutan dari seri publikasi sebelumnya, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setiap tahunnya. Mulai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional.walaupun demikian, sektor pertanian masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012 No. 67 /12/63/Th.XV, 3 Desember 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN NOPEMBER 2012 NAIK 0,19

Lebih terperinci

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR [ Senin, 25 Februari 2013 09:41:20 Oleh : Administrasi] TANYA JAWAB TENTANG KUR 1. Apakah Kredit Usaha Rakyat itu? Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan Modal Kerja

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 No. 9/02/63/Th.XIX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2015 NAIK 1,32

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/KU.340/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/KU.340/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/KU.340/2/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014 No. 04/01/Th.IX, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Desember 2014 tercatat 99,63 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Oleh: DR. Syarief Hasan, MM. MBA. Menteri Negara Koperasi dan UKM Pada Rapimnas Kadin Yogyakarta, 3 4 Oktober 2012 UMKM DALAM

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 No. 08/02/63/Th.XX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,01

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015 No. 27/05/63/Th.XIX, 4 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 1,01 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015 No. 04/01/Th.X, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Desember 2015 tercatat 101,01 atau mengalami kenaikan sebesar 0,36

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41 No. 32/06/34/Th.XIX, 2 Juni 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2017, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 No. 31/06/Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Mei 2017 tercatat 94,95 atau mengalami kenaikan sebesar 0,05 persen dibanding

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/SR.230/6/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT USAHA RAKYAT DI SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/SR.230/6/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT USAHA RAKYAT DI SEKTOR PERTANIAN - 603 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/SR.230/6/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT USAHA RAKYAT DI SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22 No. 07/02/34/Th.XIX, 1 Februari 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Januari 2017, NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 No. 65/12/Th.X, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada November 2016 tercatat 98,95 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

KREDIT USAHA RAKYAT. Disampaikan dalam Pembukaan Pembekalan PPB MU KP Tahun 2017 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI

KREDIT USAHA RAKYAT. Disampaikan dalam Pembukaan Pembekalan PPB MU KP Tahun 2017 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI KREDIT USAHA RAKYAT Disampaikan dalam Pembukaan Pembekalan PPB MU KP Tahun 2017 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Jakarta, 6 Februari 2017 I. Evaluasi Pelaksanaan KUR 2016 A. KINERJA PENYALURAN

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 No. 67/12/34/Th.XVIII, 1 Desember 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2016,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017 BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA No. 35/07/Th.XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Juni 2017 tercatat 94,38 atau mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015 No. 04/12/Th.IX, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada November 2015 tercatat 100,64 atau mengalami kenaikan sebesar

Lebih terperinci

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 PERKEMBANGAN SERAPAN ANGGARAN DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 No. 50 /09/63/Th.XV, 3 September 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN AGUSTUS 2012 TURUN 0,35

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR No. 36/07/34/Th.XIX, 3 Juli 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR 102.59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2017, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014 No. 37/07/63/Th.XVIII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,23 PERSEN Pada Juni NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015 No. 04/11/Th.IX, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Oktober 2015 tercatat 100,63 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 No. 32/06/34/Th.XVIII, 1 Juni 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2016, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta September No. 55/10/34/Th.XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Nilai Tukar Petani & Harga Produsen Gabah Daerah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 28/05/52/Th.IX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 No. Urut: 9 Seri: D KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PROGRAM BIMAS INTENSIFIKASI PADI, JAGUNG, KEDELAI, HORTIKULTURA,

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 No. 32 /06/63/Th.XV, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN MEI 2012 SEBESAR 108,29 ATAU

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 20/03/52/Th.VIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN FEBRUARI 2015 Penghitungan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 No. 24/05/34/Th.XVIII, 2 Mei 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

DITJEN PPHP KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

DITJEN PPHP KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEMAPARAN PROGRAM PRIORITAS PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN DITJEN PPHP KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Oleh Oleh:: Kepala Bagian Perencaan POKOK BAHASAN I PROGRAM PRIORITAS PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 37/06/52/Th.IX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 23/04/52/Th.IX, 1 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN MARET 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57 No. 20/04/34/Th.XVIII, 1 April 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 No. 55/10/Th.X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada September 2016 tercatat 100,15 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Disampaikan dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2016 No. 04/08/Th.X, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Juli 2016 tercatat 100,64 atau mengalami penurunan sebesar 0,01 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 11/02/52/Th.VIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2015 Penghitungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2015 No. 53/09/63/Th.XIX, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,03 PERSEN Pada

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2017 SEBESAR 101,64

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2017 SEBESAR 101,64 No. 22/05/34/Th.XIX, 2 Mei 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2017 SEBESAR 101,64 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2017, NTP Daerah

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 05/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2014, NTP BALI TURUN SEBESAR 2,04 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Desember

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2013 No. 43/08/63/Th.XVII, 1 Agustus 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JULI 2013 TURUN 0,96 PERSEN

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26 No. 59/11/34/Th.XVIII, 1 November 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2016,

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2017 SEBESAR 101,32

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2017 SEBESAR 101,32 No. 18/04/34/Th.XIX, 3 April 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2017 SEBESAR 101,32 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2017, NTP Daerah

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 31/05/52/Th.VIII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2015 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 43/07/52/Th.IX, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN JUNI 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 No. 04/05/Th.X, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada April 2016 tercatat 98,62 atau mengalami penurunan sebesar 0,69 persen

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Powerpoint Templates

DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Powerpoint Templates DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Powerpoint Templates RANCANGAN KOMODITAS DUKUNGAN PSP 1. Sub Sektor Tanaman Pangan: Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Lainnya Diutamakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR F No. 49/09/34/Th.XIX, 4 September 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR 102.87 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 No. 04/04/Th.X, 1 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Maret 2016 tercatat 99,31 atau mengalami penurunan sebesar 0,56 persen

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47 No. 50/09/34/Th.XVIII, 1 September 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Agustus 2016,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 No. 18/04/Th.XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Maret 2017 tercatat 96,16 atau mengalami penurunan sebesar 1,13 persen

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN. Kepala Biro Perencanaan

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN. Kepala Biro Perencanaan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Kepala Biro Perencanaan Disampaikan pada Sosialisasi Peta dan Workshop Master Plan dan Action Plan Grand Mega Resort and Spa, Bali 13 15 Februari 2018 ATLAS PETA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2014 No. 25/05/63/Th.XVIII, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 0,50 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

Dr. Ir. Kemas Danial, MM Direktur Utama

Dr. Ir. Kemas Danial, MM Direktur Utama Dr. Ir. Kemas Danial, MM Direktur Utama KONDISI KOPERASI 1. Total Koperasi : 209.488 Unit 2. Koperasi Aktif : 147.249 Unit (NIK) dan didalamnya telah RAT sebanyak 80.000 Unit 3. Koperasi Tidak Aktif :

Lebih terperinci

Bidang Tanaman Pangan

Bidang Tanaman Pangan Bidang Tanaman Pangan SASARAN Dinas Tan. Pangan, Horti. & Peternakan Kalimantan Tengah 1 Meningkatkan Jumlah Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; 2 Meningkatkan Jumlah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 61/09/52/Th.VIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2015 Penghitungan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 11/02/51/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,01 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2015 No. 18/04/63/Th.XIX, 1 April PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET NAIK 0,25 PERSEN Pada Maret NTP

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Oleh : Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Nur K. Agustin Julia F.

Lebih terperinci