LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Oleh : Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Nur K. Agustin Julia F. Sinuraya PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006

2 RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN 1. Daerah Pedesaan dan sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan sektor pertanian akan menimbulkan perubahan sosial dan ekonomi pada sebagian besar penduduk Indonesia yang umumnya tinggal di daerah pedesaan. 2. Dalam rangka memantau dinamika kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terutama rumah tangga tani sejak tahun 1983 dilakukan penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS) yang dilakukan secara berkesinambungan dengan interval waktu tertentu, tergantung aspek yang dikaji. Penelitian PATANAS dirancang untuk mengkaji berbagai perubahan aspek ekonomi dan sosial pada rumah tangga di pedesaan, khususnya yang berkaitan dengan isu-isu pembangunan yang berkembang. Informasi tersebut sangat berguna dalam rangka mempertajam kebijakan pembangunan yang bersifat spesifik daerah dan spesifik komoditas. 3. Penelitian PATANAS sebagai instrumen monitoring dinamika pedesaan yang telah dilakukan selama periode belum terancang dengan baik disebabkan oleh keterbatasan anggaran penelitian yang tidak sebanding dengan volume kegiatan yang dilaksanakan. Beberapa kelemahan tersebut yaitu: 1) desa-desa contoh yang dipilih belum mencerminkan variasi pedesaan menurut geografis meskipun telah mencerminkan variasi tipe agroekosistem yang dibedakan atas agroekosistem lahan sawah dan lahan kering, 2) perbandingan antara waktu sebagai pendekatan untuk mengkaji aspek-aspek sosial ekonomi tertentu tidak dilaksanakan pada interval waktu yang sama sehingga dampak kebijakan pembangunan selama periode tertentu tidak dapat diperbandingkan menurut aspek yang dikaji, 3) aspek yang dikaji terfokus pada tiga isu pembangunan yaitu pendapatan rumah tangga, masalah tenaga kerja dan penguasaan lahan, padahal isu-isu pembangunan yang berkembang akhir-akhir ini memiliki spektrum yang lebih luas. 4. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil penelitian maka kegiatan penelitian PATANAS perlu disempurnakan. Penyempurnaan yang dimaksud sedikitnya meliputi tiga hal yaitu: 1) sampling desa dari rumah tangga contoh, 2) aspek sosial ekonomi yang dikaji, dan 3) metode analisis perubahan aspek-aspek yang dikaji. TUJUAN DAN KELUARAN 5. Penelitian ini ditujukan untuk memahami berbagai perubahan sosial ekonomi yang terjadi di pedesaan dengan tipe agroekosistem yang berbeda. Dari kegiatan penelitian tersebut diharapkan akan diperoleh keluaran berupa data dan informasi yang berkaitan dengan dinamika sosial ekonomi pedesaan pada tipe agroekosistem yang berbeda. Untuk dapat menangkap perubahan-perubahan tersebut maka penelitian ini dirancang untuk dilaksanakan selama lima tahun yaitu pada tahu Aspek sosial ekonomi yang dikaji meliputi: 1) sumberdaya lahan, 2) tenaga kerja pedesaan, 3) pendapatan rumahtangga, 4) kemiskinan, 5) konsumsi pangan rumahtangga, 6) dinamika harga dan upah, 7) nilai tukar petani, 8) penerapan teknologi pertanian, 9) profil desa dan kelembagaan agribisnis. Pada tahun pertama (2006) penelitian akan difokuskan pada sampling desa lokasi penelitian dan analisis kelembagaan agribisnis. Aspek-aspek lainnya akan dilakukan pada tahun-tahun berikutnya melalui kegiatan survey dan re-survey rumahtangga contoh. xxxiv

3 METODE PENELITIAN 6. Untuk dapat mencerminkan representasi petani nasional, pemilihan desa contoh dilakukan dengan analisis tipologi desa menggunakan dua variabel yaitu tipe lahan pertanian dan jenis komoditas basis yang diusahakan petani. Berdasarkan analisis tersebut akan diperoleh kelompok-kelompok desa dengan basis lahan pertanian dan basis komoditas pertanian tertentu. Tipe lahan pertanian meliputi lahan kering, lahan sawah irigasi, dan lahan sawah non irigasi. Sedangkan komoditas basis meliputi padi, palawija, sayuran, buah, perkebunan, dan peternakan. Penentuan basis lahan dan basis komoditas pertanian disetiap desa dilakukan dengan cara yang sama yaitu dengan menggunakan koefisien LQ (Location Quotient). 7. Berdasarkan analisis dan perhitungan koefisien LQ untuk sumberdaya lahan dan basis komoditas maka akan dihasilkan tipe-tipe desa dengan lahan pertanian dan basis komoditas tertentu. Dalam penelitian ini akan dipilih sejumlah desa contoh untuk setiap tipe desa tersebut. Jumlah desa contoh untuk setiap tipe desa ditentukan secara proporsional dengan luas tanam setiap komoditas pada tingkat nasional. Total desa yang akan dipilih sebagai calon desa PATANAS sekitar 200 desa. 8. Desa contoh dengan basis komoditas tertentu dipilih di provinsi-provinsi dan kabupaten-kabupaten sentra produksi. Disuatu kabupaten tertentu dapat diwakili oleh beberapa tipe desa dengan basis komoditas yang berbeda, tergantung pada peranan kabupaten yang bersangkutan dalam menghasilkan komoditas tersebut. Pemilihan desa contoh untuk setiap tipe desa dengan basis komoditas tertentu dilakukan dengan memperhitungkan peranan desa tersebut dalam menghasilkan komoditas yang bersangkutan dan luas tanam yang dimiliki desa tersebut lebih besar dari ratarata luas tanam komoditas per desa pada tingkat provinsi dan nasional. Dengan kata lain, desa contoh merupakan desa sentra produksi. 9. Disamping kriteria luas tanam, pemilihan desa contoh dilakukan pula dengan mempertimbangkan kriteria lain sebagai berikut: a. Desa contoh bukan merupakan kelurahan atau desa ibukota kecamatan. b. Desa contoh bukan termasuk ke dalam wilayah rencana pengembangan/ perluasan kota atau pengembangan infrastruktur publik lainnya. c. Desa contoh berbasis lahan kering tidak termasuk ke dalam wilayah yang direncanakan akan dibangun jaringan irigasi. d. Untuk Jawa, dalam satu kecamatan tertentu dapat dipilih paling banyak dua desa contoh dengan tipe lahan dan komoditas yang sama, sedangkan untuk luar Jawa paling banyak tiga desa contoh. Selain itu, desa yang dipilih tersebut tidak berdampingan. e. Dalam setiap kabupaten tertentu tidak dipilih hanya satu desa contoh. Kriteria ini digunakan agar lokasi desa-desa contoh tidak terlalu berjauhan sehingga akan tercapai efisiensi dalam pengumpulan data lapangan. f. Desa Patanas lama dengan tipe lahan dan basis komoditas tertentu mendapat prioritas untuk dipilih kembali jika memenuhi kriteria sampling yang digunakan. 10. Penelitian Patanas Tahun 2006 difokuskan pada analisis profil desa contoh dan analisis kelembagaan agribisnis. Beberapa informasi yang dikumpulkan dalam analisis profil desa adalah: (1) struktur ekonomi desa, (2) ketersediaan infrastruktur pertanian dan ekonomi, (3) pola produksi pertanaman, (4) ketersediaan industri pertanian, (5) aksesibilitas terhadap pusat-pusat pasar, (6) ketersediaan peralatan pertanian, dan (7) perubahan tata guna lahan yang tersedia. Sedangkan kelembagaan yang terkait dengan kegiatan pertanian (agribisnis) di pedesaan meliputi antara lain penguasaan lahan pertanian, transaksi upah tenaga kerja, xxxv

4 pemasaran hasil pertanian, transaksi sarana produksi pertanian, transaksi modal, organisasi petani dan pengelolaan kolektif infrastruktur pertanian. Metode pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD). Sepanjang data potensi desa yang tersedia memiliki kualitas yang memadai, maka sebagian data profil desa dapat dikumpulkan dari dokumen yang ada (BPS, 2003). 11. Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasikan 207 desa sebagai desa contoh penelitian PATANAS. Desa-desa ini tersebar di 13 provinsi dan 27 kabupaten kombinasi basis komoditas dan sumberdaya lahan serta satu kategori khusus rawan pangan dengan rincian: (1) padi (67 desa) terdiri dari lahan kering 1 desa, sawah irigasi 45 desa, dan sawah non irigasi 21 desa, (2) palawija (38 desa) terdiri dari jagung 14 desa, kedelai 6 desa, kacang tanah 8 desa, dan ubikayu 10 desa, (3) buahbuahan (17 desa) terdiri dari jeruk 6 desa, mangga 4 desa, pepaya 1 desa, nenas 1 desa, dan semangka/melon 5 desa, (4) sayuran (15 desa) terdiri dari sayuran dataran rendah 5 desa dan dataran tinggi 10 desa, (5) perkebunan (54 desa) terdiri dari kakao 3 desa, karet 13 desa, kelapa sawit 14 desa, kelapa 8 desa, kopi 7 desa, lada 3 desa, tebu 3 desa, dan teh 3 desa, (6) peternakan (12 desa) terdiri dari sapi perah 3 desa, ayam ras 6 desa, dan itik 3 desa, (7) rawan pangan (4 desa). PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sektor Pertanian 12. Dirinci menurut subsektor, tanaman pangan masih menempati urutan teratas dalam sumbangannya terhadap PDB sektor pertanian yang mencapai rata-rata 64,06 persen per tahun pada periode , diikuti subsektor perkebunan (19,94%) dan peternakan (16,07%). Selama periode tersebut angka pertumbuhan PDB sektor pertanian dari tahun ke tahun relatif meningkat dibandingkan periode , menurun pertumbuhannnya sangat fluktuatif. 13. Dalam penelitian ini komoditas primer hasil pertanian yang dipilih dapat dikelompokkan menjadi a) tanaman pangan (padi dan palawija yang terdiri dari jagung, ubikayu, kedelai, dan kacang tanah), b) tanaman hortikultura (sayuran dan buah), c) tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, tebu, kakao, teh, kelapa,dan lada), serta d) peternakan (sapi perah, ayam ras dan itik). 14. Provinsi sentra produksi masing-masing komoditas pertanian yang sesuai dengan luas tanaman dan kontribusinya adalah sebagai berikut: a) padi (Jateng, Jatim, Jabar, Sulsel, Sumsel, Sumut, dan Kalsel), b) palawija (Jatim, Jateng, NTT, Lampung, Sulsel, Jabar, Sumut dan NTB); jagung (Jatim, Jateng, NTT, Lampung, Sulsel, dan Sumut); kedelai (Jatim, Jateng, dan NTB); ubikayu (Jatim, Jateng, Lampung, NTT, dan Jabar); serta kacang tanah (Jatim, Jateng, Sulsel, dan Jabar), c) sayuran (Jateng, Jatim, Jabar, Sumut, dan Sulsel); sayuran dataran tinggi (Jateng, Jabar, Sumut, Jatim, dan Sulsel); sayuran dataran rendah (Jatim, Jateng, dan Jabar), d) buah (Jatim, Jateng, Jabar, Sumut, Sulsel, NTT, dan Bali); jeruk (Bali, Jatim, Sulsel, Sumut, dan NTT); mangga (Jatim dan Jateng); pepaya ( Jatim, Bali, NTT, dan Jateng); semangka/melon (Jatim dan Jateng), d) perkebunan (Sumsel, Sumut, Riau, Jambi, Kalbar, Sulsel, Jatim dan Lampung); kelapa sawit (Sumut, Riau, Sumsel, Kalbar, dan Jambi); karet (Sumsel, Jambi, Sumut, Kalbar, dan Riau); kopi (Sumsel, Lampung, Bengkulu, NAD, Sulsel, Sumut, dan Jatim); tebu ( Jatim, Jateng, dan Lampung); kakao (Sulsel, Sultra, dan Sulteng); teh (Jabar, Jateng, dan Sumut); kelapa (Riau, Sulteng, Sulut, Sumut, Jambi, Jatim, dan Sulsel), e) peternakan meliputi sapi perah (Jatim, Jateng, Jabar, Bali, NTT, dan Sumut); ayam ras (Jabar, Jatim, Jateng, Sumut, Bali, Sulsel, dan Kaltim); itik (Jabar dan Kalsel). xxxvi

5 B. Analisis Tipologi Desa 15. Hasil analisis tipologi desa berdasarkan basis sumberdaya lahan menunjukkan sebanyak 8761 desa (14,4%) tidak memenuhi kriteria basis sumberdaya lahan yang digunakan secara nasional luas lahan kering (73,21 juta hektar) jauh lebih tinggi dibandingkan lahan sawah (10,27 juta hektar). Namun jumlah desa berbasis lahan sawah (28470 desa atau 47,3%) lebih banyak dibanding desa berbasis lahan kering ( desa atau 38,3%). Kontradiksi ini terjadi karena luas lahan pertanian di desa berbasis lahan kering (rata-rata 2630 hektar per desa) jauh lebih tinggi daripada luas lahan pertanian di desa berbasis lahan sawah (rata-rata 544 hektar per desa). Sebagian besar desa berbasis lahan sawah terdapat di Jawa sedangkan desa berbasis lahan kering umumnya terdapat di Luar Jawa. Pada umumnya desa berbasis lahan kering maupun berbasis lahan sawah (irigasi dan non irigasi) terdapat di daerah dengan ketinggian kurang dari 500 m dpl. Namun terdapat kecenderungan bahwa desa berbasis lahan kering (33.0%) lebih banyak yang terdapat di daerah dengan ketinggian di atas 500 m dpl daripada desa berbasis lahan sawah (18.3%). Dari seluruh desa berbasis lahan sawah tersebut sebanyak 32.0 persen desa berbasis lahan sawah irigasi dan 15.3 persen desa berbasis lahan sawah non irigasi. 16. Hasil identifikasi tipe desa berdasarkan komoditas yang terbagi dalam lima kelompok komoditas yaitu: a) padi, b) palawija, c) sayuran, d) buah-buahan dan e) perkebunan (perkebunan rakyat), menunjukkan bahwa desa berbasis padi merupakan tipe desa yang memiliki jumlah desa terbesar, yaitu desa (33.6%), sedangkan jumlah desa yang paling sedikit adalah tipe desa berbasis buah-buahan sebesar desa (10.7%). Struktur tanaman menurut jenis komoditas padi umumnya didominasi oleh komoditas utama yang berkisar 61.2 hingga 86.9 persen, kecuali untuk hortikultura, untuk komoditas buah-buahan 44.3 persen dan sayuran 17.1 persen. Namun pangsa luas komoditas sayuran tersebut relatif sangat tinggi jika dibandingkan dengan pangsa luas sayuran pada tingkat nasional yang hanya sebesar 2.2 persen atau tingkat provinsi yang berkisar persen. Berdasarkan luas areal tanaman maka areal tanaman perkebunan rakyat memiliki hamparan yang paling luas, disusul padi, palawija, buah-buahan dan paling rendah areal tanam sayuran. 17. Hasil analisis tipologi desa berdasarkan basis sumberdaya lahan dan tipologi desa berdasarkan basis komoditas sebagai kombinasi dari kedua analisis menunjukkan bahwa desa berbasis lahan kering merupakan bagian terbesar yaitu desa (44.49%), disusul oleh desa berbasis lahan sawah irigasi desa (37.5%) dan desa berbasis lahan sawah non irigasi desa (17.91%). Desa berbasis lahan sawah irigasi dan komoditas paling banyak dijumpai di lima provinsi yaitu NAD, Sumut, Jabar, Jateng dan Jatim. Sedangkan untuk desa berbasis lahan sawah non irigasi dan komoditas padi selain di kelima provinsi tersebut juga banyak dijumpai di Sumsel, Banten, Kalbar, Kalsel dan Sulsel. Sedangkan tipe desa lahan kering perkebunan sangat sedikit terdapat di Jawa dan umumnya terdapat di Sumatera dan Sulawesi. 18. Kriteria yang digunakan dalam memilih desa contoh adalah besarnya peranan desa contoh tersebut pada tingkat provinsi dan nasional, baik dalam ketersediaan sumberdaya lahan maupun luas tanam komoditas. Desa yang memiliki nilai rasio lebih besar dari satu pada tingkat provinsi dan tingkat nasional dianggap sebagai desa yang dapat dipilih sebagai desa contoh untuk tipe sumberdaya lahan dan tipe komoditas tertentu. Perhitungan nilai rasio tersebut dilakukan untuk tiga variabel yaitu: a) luas sumberdaya lahan tertentu, b) luas kelompok/gugus komoditas tertentu, dan c) luas jenis tanaman pada kelompok/gugus komoditas tertentu. 19. Dari total desa berbasis padi ( desa) hanya sekitar desa (27.2%) yang memenuhi kriteria sampling yang terdiri dari desa padi lahan kering 205 desa, desa padi sawah non irigasi desa dan desa padi sawah irigasi desa. Untuk xxxvii

6 desa berbasis palawija (8 721 desa) hanya desa (15.98%) yang memenuhi kriteria sampling, dengan rincian sebagai berikut: a) desa berbasis jagung 660 desa (LK 400 desa, SWNoIr 126 desa dan SWIr 134 desa), b) desa berbasis kedele 174 desa (LK 70 desa dan SWNoIr 104 desa), c) dea berbasis kacang tanah 225 desa (LK 174 dan SWNoIr 51 desa), dan d) desa berbasis ubikayu 317 desa (LK 269 desa dan SWNoIr 48 desa). Untuk desa berbasis sayuran, dari desa hanya desa (19.13%) yang memenuhi kriteria sampling dengan rincian sebagai berikut: a) desa sayuran dataran tinggi 643 desa (LK 453 desa, SWNoIr 53 desa dan SWIr 137 desa), serta b) desa sayuran dataran rendah desa (LK 400 desa, SWNoIr 219 desa dan SWIr 391 desa). Untuk desa berbasis buah-buahan desa hanya 433 desa (9.35%) yang memenuhi kriteria sampling dengan rincian sebagai berikut: a) desa berbasis jeruk 79 desa (LK 48 desa, SWNoIr 12 desa dan SWIr 19 desa), b) desa berbasis mangga 77 desa (LK 17 desa, SWNoIr 20 desa dan SWIr 40 desa), c) desa berbasis nenas 44 desa (LK 32 desa, SWNoIr 6 desa dan SWIr 6 desa), d) desa berbasis pepaya 37 desa (LK 18 desa, SWNoIr 3 desa dan SWIr 16 desa), e) desa berbasis pisang 169 desa (LK 81 desa, SWNoIr 33 desa dan SWIr 55 desa), serta f) desa berbasis semangka/melon 27 desa (LK 5 desa, SWNoIr 8 desa dan SWIr 14 desa). 20. Secara keseluruhan provinsi calon lokasi desa contoh berbasis komoditas adalah sebagai berikut: 1) padi terdiri dari desa padi lahan kering (Sumut dan Sumsel), padi sawah non irigasi (Sumut, Sumsel, Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel, dan Sulsel), sedangkan padi sawah irigasi (Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, dan Sulsel), 2) palawija meliputi jagung (Sumut, Lampung, Jateng, Jatim, NTT, dan Sulsel), kedelai (NAD, Jabar, Jateng, Jatim, dan NTB), kacang tanah (NAD, Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, NTT, Sulsel, Sultra, dan Papua), serta ubikayu (Sumut, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTT, Maluku, dan Papua), 3) sayuran meliputi sayuran dataran tinggi (Jateng, Jabar, dan Sumatera Utara) dan sayuran dataran rendah (Jatim, Jateng, Jabar, dan Sumatera Utara), 4) buah meliputi jeruk (Sumut, Jatim, dan Sulsel), mangga (Jatim, Jateng, dan Sulsel), nenas (Jatim, Sumut, Sumsel, Riau, Bali, dan NTT), pepaya (Jatim dan NTT), semangka/melon (Jatim, Jateng, Jabar, dan Sumsel), 5) perkebunan meliputi kakao (Sulsel dan Sumut), karet (Sumut, Sumsel, Jambi, dan Kalbar), kelapa sawit (Sumut, Sumsel, Riau, Jambi, dan Kalbar), kelapa (Sumut, Riau, Sulsel, Kalbar, dan Jambi), kopi (Sumsel, Lampung, Sulsel, Sumut, dan Jatim), lada (Lampung dan Sulsel), tebu (Jatim dan Jateng), dan terakhir teh (Jateng dan Jabar). Jumlah desa yang memenuhi kriteria paling tinggi adalah desa berbasis kelapa disusul karet dan kopi dan kriteria paling rendah adalah desa teh. Sedangkan komoditas ternak, yang terdiri dari sapi perah (Jabar dan Jatim), unggas (Jabar dan Jateng) serta itik (Jabar dan Kalsel). 21. Provinsi terpilih berjumlah 13 provinsi. Provinsi yang paling banyak mempunyai calon desa contoh berturut-turut adalah Jateng (41 desa), Jatim (40 desa), Jabar (29 desa), Sumut ( 25 desa), Sulsel (23 desa), Sumsel (11 desa), Lampung (8 desa), Jambi, Kalbar, NTT masing-masing 6 desa, Riau dan Kalsel masing-masing 5 desa dan NTB 3 desa. Sedangkan berdasarkan komoditas padi paling banyak yaitu 67 desa (LK 1 desa, sawah irigasi 45 desa, dan sawah non irigasi 21 desa) disusul perkebunan 53 desa (karet 13 desa, kelapa sawit 13 desa, kelapa 8 desa, kopi 7 desa, lada, tebu, kakao, dan teh masing-masing 3 desa), palawija (jagung 14 desa, kedelai 6 desa, kacang tanah 8 desa, dan ubikayu 10 desa), buah 17 desa (jeruk 6 desa, mangga 4 desa, pepaya dan nenas 1 desa, dan semangka/melon 5 desa), sayuran 15 desa dan ternak (sapi 3 desa, ayam ras 6 desa, dan itik 3 desa), serta desa rawan pangan 5 desa. xxxviii

7 C. Profil Desa Contoh Desa berbasis padi 22. Hampir seluruh desa berbasis padi merupakan desa bukan pantai dengan ketinggian m dpl. Ketinggian desa berbasis padi lahan kering maksimum 129 m dpl, sedangkan desa berbasis padi sawah 700 m dpl. Jarak desa ke kota kecamatan berkisar 7,7 12,2 km. Dibandingkan dengan desa berbasis padi sawah, jarak dari desa berbasis lahan kering ke kota kabupaten maupun kota kabupaten terdekat paling jauh. Pada umumnya lalu lintas antar desa menggunakan jalan darat, kecuali satu desa berbasis sawah non irigasi menggunakan jalan air. Jenis permukaan jalan umum telah diaspal dan diperkeras. Jenis jalan tanah dominan di desa berbasis padi lahan kering dan sedikit dijumpai di desa berbasis padi sawah. Angkutan utama masuk desa adalah roda-4 dan ojek sepeda motor, kecuali ada sebagian desa berbasis padi sawah yang menggunakan becak. Jumlah TV di desa berbasis padi sawah irigasi terbanyak dan paling sedikit di desa berbasis padi lahan kering. Sebagian besar desa dilintasi sungai. Di desa berbasis padi sawah sungai digunakan untuk keperluan irigasi. 23. Luas desa berbasis padi lahan kering paling luas demikian juga halnya dengan luas lahan sawah yang tidak diusahakan. Di desa berbasis padi sawah non irigasi dijumpai lahan sawah beririgasi, sebaliknya di desa berbasis padi sawah irigasi juga dijumpai lahan sawah tidak berpengairan. Konversi lahan pertanian untuk non pertanian sangat menonjol di lahan sawah dibandingkan lahan kering. Lahan tidak diusahakan (terlantar) paling luas di desa berbasis padi lahan kering. Namun di desa berbasis padi lahan kering terjadi konversi hutan menjadi lahan pertanian bukan sawah yang relatif luas. 24. Jumlah penduduk desa berbasis padi sawah irigasi paling tinggi sedangkan persentase keluarga paling tinggi ada di desa berbasis padi sawah non irigasi diikuti desa berbasis padi lahan kering. Disamping itu kasus HO pada balita dan selain balita dijumpai di desa berbasis padi sawah irigasi sedang di desa berbasis padi sawah non irigasi hanya kasus HO pada balita. Fasilitas pendidikan di desa berbasis padi lahan kering relatif kurang lengkap dibanding desa lainnya, demikian juga untuk melanjutkan sekolah ke tingkat lanjutan jumlahnya relatif lebih jauh. Dibeberapa desa berbasis padi sawah dijumpai juga pondok pesantren. 25. Mata pencaharian utama di desa berbasis padi lahan kering dan desa berbasis padi sawah non irigasi seluruhnya dari pertanian sedangkan di desa berbasis padi sawah irigasi sebagian kecil menggantungkan diri pada perdagangan dan jasa. Di desa berbasis padi sawah non irigasi seluruhnya menggantungkan pada sub sektor tanaman pangan, di desa berbasis padi sawah irigasi selain tanaman pangan juga perikanan, sedangkan di desa berbasis padi lahan kering selain tanaman pangan adalah perkebunan. Jumlah keluarga tanaman pangan terbanyak di desa berbasis padi sawah irigasi. Keluarga perkebunan dan peternakan (besar/kecil) terbanyak di desa berbasis padi sawah (irigasi dan non irigasi). 26. Persentase pemilik penggarap paling tinggi di desa berbasis padi sawah non irigasi sedangkan persentase buruh tani paling tinggi di desa berbasis padi sawah non irigasi. Secara umum fasilitas alsintan di desa berbasis padi sawah relatif lebih lengkap dibanding desa berbasis padi lahan kering. Disebagian besar desa tidak ada pasar. Jumlah pasar di desa berbasis padi sawah irigasi relatif lebih banyak dibanding desa lainnya. Hampir disemua desa tidak ada KUD maupun non KUD, demikian juga halnya dengan bank umum dan BPR. Fasilitas KKP lebih dominan di desa berbasis padi sawah irigasi. Beberapa desa berbasis padi sawah (irigasi dan non irigasi) mendapat kredit TRI. Lembaga penunjang usahatani di agroekosistem sawah lebih lengkap dibanding di agroekosistem lahan kering. xxxix

8 Desa berbasis palawija 27. Sebagian besar desa terutama desa berbasis ubikayu merupakan desa bukan pantai. Ketinggian tempat berkisar m dpl, rata-rata ketinggian tempat desa berbasis ubikayu merupakan paling tinggi disusul jagung, kacang tanah, dan kedelai. Jarak rata-rata ke kota kecamatan berkisar 5,7 14,2 km. Desa berbasis ubikayu merupakan desa yang relatif paling jauh ke kota kecamatan disusul desa berbasis jagung, kacang tanah, dan kedelai. Desa berbasis kedelai merupakan desa yang paling dekat ke kota kabupaten maupun ke kota kabupaten terdekat. Jenis permukaan jalan terluas adalah jalan diperkeras disusul aspal. Di desa berbasis kedelai tidak ada jalan tanah sebaliknya di desa berbasis ubikayu tidak ada jalan aspal/beton. 28. Pada umumnya jalan tersebut dapat dilalui motor kecuali di desa berbasis ubikayu pada umumnya tidak dapat dilalui. Sarana transportasi yanga dominan di desa berbasis jagung dan ubikayu adalah ojek sepeda, sedangkan ojek sepeda motor di desa berbasis kacang tanah dan kedelai. Untuk menuju desa angkutan utama adalah kendaraan roda-4. Desa berbasis kedelai memiliki TV paling banyak sedangkan di desa berbasis jagung paling sedikit. Sebagian besar dilintasi sungai. Sebagian sungai digunakan untuk irigasi. Lahan kritis lebih banyak di desa berbasis ubikayu dibanding desa lainnya, namun lahan kritis yang paling luas ada di desa berbasis jagung. Jumlah keluarga yang tinggal di lahan kritis di desa berbasis ubikayu adalah paling banyak. 29. Desa berbasis jagung merupakan desa yang paling luas sedangkan yang paling sempit adalah desa berbasis kedelai. Di desa berbasis kedelai luas lahan sawah lebih dominan dibanding lahan kering, namun di desa ini tidak ada lahan perkebunan dan hutan. Di desa berbasis ubikayu lahan yang tidak diusahakan relatif sangat luas (176,79 ha) sedangkan yang paling rendah di desa berbasis kedelai yang hanya 0,5 hektar. Pada desa berbasis palawija ada tanah desa dan tanah kas desa. Tanah desa dan kas desa yang paling luas ada di desa berbasis kedelai dan ubikayu. Persentase tanah yang tidak bersertifikat paling tinggi ada di desa berbasis kedelai, disusul desa berbasis kacang tanah. Konversi lahan sawah ke lahan pertanian bukan sawah dominan di desa berbasis kacang tanah sedangkan konversi lahan pertanian ke non pertanian relatif sangat sempit. 30. Jumlah penduduk desa berbasis kedelai paling besar dan paling kecil desa berbasis ubikayu. Pada umumnya jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Jumlah keluarga pertanian pada umumnya berada diatas 80 persen, dengan jumlah KK pertanian paling tinggi ada di desa berbasis ubikayu. Jumlah keluarga pra sejahtera dan SSI paling banyak di desa berbasis jagung dan paling sedikit di desa berbasis kedelai. Sedangkan kasus HO pada balita dijumpai di desa berbasis jagung dan kacang tanah, sedangkan pada selain balita banyak dijumpai di desa berbasis kedelai dan ubikayu. 31. Sarana pendidikan di desa berbasis palawija terbatas pada tingkat SD dan SLTP. Jarak ke SLTP dan SLTA di luar desa berkisar 3 20 km. Selain pendidikan umum, dibeberapa desa berbasis jagung, kacang tanah, dan ubikayu terdapat pesantren. Hampir diseluruh desa sumber penghasilan bersumber dari pertanian. Terutama dari sub sektor tanaman pangan khususnya padi/palawija. Disamping itu dalam struktur penguasaan lahan, jumlah persentase pemilik penggarap paling tinggi di desa berbasis jagung disertai dengan rendahnya jumlah buruh tani dan jumlah persentase penggarap yang terrendah di desa berbasis kedelai disertai tingginya jumlah buruh tani. Dilain pihak jumlah KK tanaman pangan yang lebih dominan ada di desa berbasis kedelai sedangkan KK perkebunan dominan di desa berbasis jagung. Jumlah peternak yang paling kecil ada di desa berbasis kedelai dan paling besar di xl

9 desa berbasis kacang tanah. Di desa berbasis jagung terdapat perusahaan peternakan. 32. Pemilikan alsintan paling rendah terdapat di desa berbasis ubikayu sedang yang relatif tinggi adalah desa berbasis kedelai. Disemua tipe desa dijumpai warung, pasar permanen, dan pasar non permanen. Kredit KKP dijumpai terutama di desa berbasis kacang tanah, sedangkan di desa berbasis ubikayu tidak ada samasekali. KUK dijumpai disemua tipe desa sedangkan kredit TRI hanya ada di desa berbasis kacang tanah. Di desa berbasis jagung dan ubikayu tidak dijumpai KUD, namun terdapat koperasi non KUD lainnya. Lembaga penunjang yang paling berperan adalah kelompok tani dan penyuluh pertanian. Disemua tipe desa dijumpai kelompok usaha ternak. Desa berbasis sayuran 33. Type desa berbasis sayuran dibagi dua kelompok yaitu desa berbasis sayuran dataran rendah dan dataran tinggi. Rata-rata jarak desa ke kota kecamatan, kota kabupaten maupun kota kabupaten terdekat untuk kedua tipe desa relatif tidak terlalu berbeda, meskipun ke desa dataran tinggi dari kota kabupaten relatif lebih jauh. Lalu lintas antar desa seluruhnya melalui darat. Jenis permukaan jalan umumnya telah diaspal dan sebagian jalan diperkeras, sehingga dapat dilalui motor. Alat lalu lintas yang dominan di desa adalah ojeg sepeda motor dan kendaraan roda-4. Penggunaan beca dan pedati dijumpai di desa dataran rendah. Seluruh desa dilintasi sungai. Seluruh sungai di dataran rendah digunakan untuk irigasi sedangkan di dataran tinggi hanya sekitar 40 persen. Lahan kritis dijumpai di beberapa desa dataran tinggi, sedangkan di desa dataran rendah tidak ada. Di desa dataran rendah lahan sawah lebih luas daripada lahan kering, sebaliknya di dataran tinggi lahan kering sangat dominan. Di desa berbasis sayuran pada umumnya ada tanah desa dan tanah kas desa. Titisara di dataran rendah lebih luas daripada di desa dataran tinggi. Luas desa dataran rendah relatif lebih luas, namun persentase lahan milik perorangan yang bersertifikat lebih sempit dibandingkan dengan desa dataran tinggi. Konversi lahan pertanian ke non pertanian, terutama untuk perumahan relatif sempit. Di desa dataran tinggi terjadi konversi lahan dari lahan sawah menjadi lahan pertanian bukan sawah seluas 9 hektar. 34. Jumlah penduduk desa, KK dan keluarga pertanian dan jumlah keluarga prasejahtera dan SSI lebih tinggi di desa dataran rendah daripada di desa dataran tinggi. Kasus HO pada balita dan selain balita dijumpai di desa dataran tinggi sedangkan di desa dataran rendah tidak ada. Sarana pendidikan di desa dataran tinggi relatif lebih lengkap. Di desa dataran rendah peranan swasta relatif cukup dominan terutama pada tingkat SLTP. Di kedua tipe desa berbasis sayuran juga dijumpai pondok pesantren. Sektor pertanian merupakan sumber penghasilan utama. Selain hortikultura, di desa dataran rendah subsektor padi/palawija juga sangat dominan. Usahatani perkebunan lebih dominan di desa dataran tinggi. Di desa dataran rendah tidak ada peternakan unggas. Persentase pemilik penggarap lebih tinggi di dataran tinggi, sebaliknya di desa dataran rendah persentasenya lebih tinggi adalah penggarap dan buruh tani. 35. Fasilitas alsintan di desa dataran rendah lebih banyak dan lebih lengkap dibanding desa dataran tinggi. Di desa dataran tinggi tidak dijumpai mesin pengolah padi. Pada umumnya di desa sayuran mempunyai warung/kios maupun pasar permanen. Industri kecil di desa sayuran tidak menggunakan tenaga anak, tapi hanya menggunakan tenaga kerja wanita. Di desa berbasis sayuran belum ada bank umum. Fasilitas kredit yang diterima petani terdiri dari dari KKP, KUK, dan kredit lainnya. KKP dominan di desa dataran rendah sedangkan fasilitas kredit lainnya lebih dominan di desa dataran xli

10 tinggi. Di desa berbasis sayuran tidak ada KUD yang ada koperasi non KUD. Kelembagaan penunjang usahatani yang dominan di desa berbasis sayuran terutama kelompok tani dan penyuluhan pertanian. P3A dan kelompok usahatani lebih dominan di dataran rendah daripada di desa dataran tinggi. Desa berbasis buah-buahan 36. Pada umumnya desa berbasis buah merupakan desa bukan pantai. Desa pantai dijumpai pada sebagian kecil desa berbasis mangga dan semangka/melon. Pada umumnya tanaman buah ditanam pada topografi dataran, kecuali ada desa berbasis jeruk yang diusahakan didaerah pegunungan/berbukit. Jarak desa berbasis pepaya ke kota kecamatan, kota kabupaten dan kota kabupaten terdekat adalah yang paling dekat. Desa yang paling jauh ke kota kabupaten maupun ke kota kabupaten terdekat adalah desa berbasis jeruk dan desa berbasis mangga. Seluruh lalulintas antar desa menggunakan fasilitas darat. Jenis permukaan jalan dominan adalah aspal dan diperkeras. Permukaan jalan di desa berbasis nenas masih tanah. Jalan tanah masih dijumpai di desa berbasis jeruk dan mangga. Seluruh fasilitas jalan dapat dilalui motor. Jalan eks logging ada di desa berbasis mangga dan jeruk. Ojeg sepeda ada di desa berbasis jeruk dan melon. Di desa berbasis buah ojeg sepeda motor dan kendaraan roda-4 merupakan alat angkutan utama. Penggunaan becak dan pedati ada dibeberapa desa berbasis jeruk dan mangga. Penggunaan gerobak/pedati sangat dominan di desa berbasis melon. 37. Sebagian besar desa berbasis buah dilintasi sungai. Sungai banyak digunakan untuk untuk irigasi terutama di desa berbasis melon dan juga desa berbasis jeruk. Lahan kritis terluas dijumpai di desa berbasis jeruk, disusul di desa berbasis nenas. Areal desa yang paling luas adalah desa berbasis nenas dan desa berbasis jeruk. Lahan sawah di desa berbasis semangka lebih luas daripada lahan kering. Luas sawah paling sempit ada di desa berbasis nenas. Peruntukan lahan di desa berbasis jeruk sangat beragam daripada desa lainnya. Pada umumnya di desa berbasis buah ada tanah desa dan kas desa. Tanah desa/titisara paling luas ada di desa berbasis nenas, sedangkan tanah kas desa ada di desa berbasis semangka. Tanah milik perorangan bersertifikat lebih dominan di desa berbasis semangka. Konversi lahan di desa berbasis buah hanya terjadi di desa berbasis jeruk. Di desa berbasis jeruk konversi lahan terjadi pada lahan sawah, lahan kering maupun hutan. Konversi lahan sawah dan lahan kering untuk keperluan non pertanian lebih luas dibanding untuk keperluan pertanian. Konversi hutan terutama dominan untuk keperluan perkebunan. 38. Desa berbasis nenas mempunyai penduduk paling banyak. Jumlah penduduk perempuan pada umumnya lebih kecil dibanding laki-laki, kecuali di desa berbasis jeruk. Jumlah keluarga pertanian berkisar 80-91,3 persen, dan yang tertinggi di desa berbasis jeruk dan pepaya. Persentase terbesar jumlah keluarga pra sejahtera dan SSI ada di desa berbasis pepaya dibanding desa berbasis nenas. Kasus HO banyak ditemui pada selain balita yaitu di desa berbasis mangga, nenas, dan pepaya. Sarana pendidikan dari tingkat SD sampai SLTA relatif tersedia. Di desa berbasis buah peranan swasta dalam pendidikan relatif menonjol. Di desa berbasis pepaya meskipun tidak ada sarana pendidikan SLTP, tapi terdapat SLTA swasta dan SMK Negeri. Untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTP dan SLTA jarak yang harus ditempuh relatif dekat (0-9,5 km). Di desa berbasis buah juga dijumpai pondok pesantren, kecuali di desa berbasis pepaya. Sumber penghasilan utama di desa berbasis buah adalah pertanian. Di desa berbasis buah sumber penghasilan selain dari hortikultura adalah dari padi/palawija terutama di desa berbasis jeruk dan melon. Di desa berbasis buah juga sumber penghasilan ada yang berasal dari perkebunan sedangkan di desa berbasis mangga dari kehutanan. xlii

11 39. Keluarga tanaman pangan sangat dominan di desa berbasis pepaya dan berbasis jeruk, sedangkan keluarga tanaman perkebunan dominan di desa berbasis mangga. Peternakan ternak besar dominan di desa berbasis nenas demikian juga ternak unggas. Perusahaan ternak selain di desa berbasis nenas juga terdapat di desa berbasis jeruk. Pemilik penggarap dominan di desa berbasis jeruk dan nenas sedangkan buruh tani dominan di desa berbasis pepaya dan mangga, sehingga di desa ini kelihatan paling timpang. Ketersediaan alsintan di desa berbasis semangka dan mangga relatif lengkap, sebaliknya di desa nenas dan pepaya fasilitas alsintan relatif terbatas. Namun pada umumnya di desa buah terdapat mesin pengolah padi. 40. Di desa berbasis buah umumnya mempunyai warung/kios maupun pasar permanen. Jumlah kios terbanyak ada di desa berbasis nenas dan mangga. Industri kecil yang ada menggunakan pekerja anak dan juga tenaga kerja wanita terdapat di desa berbasis mangga dan nenas. KKP hanya ada di desa berbasis jeruk dan mangga, KUK ada desa jeruk, semangka, dan pepaya. Kredit TRI hanya ada di desa berbasis jeruk. Di desa berbasis pepaya tidak ada KUD maupun non KUD. Kelembagaan penunjang pertanian yang dominan adalah penyuluh pertanian disusul P3A dan kelompok tanam, KTNA dan kelompok tanam tidak ada di desa berbasis nenas, tapi terdapat taruna tani. Desa berbasis perkebunan 41. Hampir seluruh desa berbasis perkebunan merupakan desa bukan pantai, kecuali desa-desa berbasis kelapa dan satu desa berbasis kakao. Sebagian besar desa-desa berada pada dataran. Desa berbasis teh dan kopi dominan berada pada topografi berbukit-bukit. Jarak desa ke kota kecamatan berkisar 6-15km. Desa terjauh dari kecamatan adalah desa berbasis karet. Jarak ke kabupaten berkisar km, sedangkan ke kota kabupaten terdekat berkisar 6-123km. Desa terjauh dari kota kabupaten maupun kota kabupaten terdekat adalah desa berbasis kopi, sedangkan desa lain umumnya beragam. Seluruh lalu lintas antar desa menggunakan jalan darat. Permukaan jalan umumnya aspal dan diperkeras. Jalan tanah masih banyak dijumpai di desa berbasis kelapa sawit, karet, kelapa, dan kopi, sehingga ada yang tidak dapat dilalui motor terutama di desa berbasis kelapa sawit, karet, dan kelapa. Di desa berbasis kakao, lada, dan tebu tidak ada ojeg sepeda motor. Angkutan utama adalah kendaraan roda-4. jumlah TV terbanyak ada di desa berbasis tebu dan paling sedikit di desa berbasis kakao. 42. Areal desa paling luas adalah desa berbasis karet dan kelapa sawit, sedangkan desa yang paling sempit adalah desa berbasis tebu. Luas lahan sawah berkisar 1-19 persen, lahan bukan sawah persen, sedangkan lahan perkebunan berkisar 13,2-85 persen. Lahan perkebunan terendah ada di desa berbasis tebu, tapi umumnya tebu ditanam di sawah atau di lahan kering. Pada umumnya di desa berbasis perkebunan ada tanah desa dan tanah kas desa, kecuali di desa berbasis kakao kedua jenis tanah tersebut tidak ada, sedangkan di desa berbasis lada hanya ada tanah kas desa. Tanah desa umumnya relatif sempit, kecuali di desa berbasis tebu tanah desa relatif sangat luas. Di desa berbasis tebu tanah milik perorangan bersertifikat persentasenya paling tinggi. Konversi lahan pertanian untuk keperluan non pertanian relatif lebih rendah dibandingkan untuk keperluan pertanian sendiri. Konversi hutan ke industri terjadi di desa berbasis kopi dan desa berbasis lada. Konversi lahan pertanian ke non pertanian terutama untuk perumahan seluruh desa berbasis perkebunan dan terluas terjadi di desa berbasis kopi. 43. Desa yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah desa berbasis tebu, namun disertai juga dengan tingginya keluarga pra sejahtera dan SSI. Jumlah keluarga pertanian berkisar 56,7 92,4 persen, terkecil desa berbasis teh dan xliii

12 terbesar desa berbasis kopi. Kasus HO pada balita dan selain balita ditemui sedikit di desa berbasis kopi dan teh, sedangkan di desa berbasis tebu hanya pada balita. 44. Prasarana pendidikan disebagian desa berbasis perkebunan telah relatif lengkap mulai dari tingkat SD-SLTA. Peranan swasta dalam pendidikan cukup dominan terutama di desa berbasis karet, kelapa, kopi, dan tebu. Di desa berbasis kopi sarana pendidikan relatif lebih lengkap. Pondok pesantren ditemui di desa berbasis tebu, karet, kelapa, dan teh. Sumber penghasilan utama hampir seluruhnya mengandalkan sektor pertanian, terutama perkebunan kecuali desa berbasis kakao yang mengandalkan hortikultura dan padi palawija. Selain mengandalkan subsektor perkebunan ada beberapa desa berbasis perkebunan yang mengandalkan padi/palawija, hortikultura, dan kehutanan. 45. Pada umumnya di desa berbasis perkebunan, KK perkebunan jumlahnya paling dominan kecuali di desa yang dominan adalah KK tanaman pangan, sedangkan di desa berbasis tebu yang dominan peternakan, diikuti tanaman pangan. Disemua desa, kecuali desa berbasis tebu, KK ternak unggas lebih banyak dibanding KK ternak (besar/kecil). Persentase pemilik penggarap di desa perkebunan berkisar 46,7-88,7 persen, tertinggi di desa berbasis kakao dan desa berbasis tebu, sehingga di desa tebu persentase buruh taninya paling tinggi. 46. Alat pertanian yang paling dominan dimiliki adalah sprayer, kecuali di desa berbasis tebu tidak ada. Di desa berbasis teh tidak dijumpai pengolah padi. Di desa berbasis perkebunan umumnya terdapat warung/kios. Di desa berbasis karet, kakao, lada, dan teh tidak dijumpai pasar permanen, tapi di desa-desa ini terdapat pasar tanpa bangunan permanen. Di desa berbasis perkebunan, kecuali desa berbasis lada dijumpai industri kecil makanan yang umumnya mempekerjakan wanita. Di beberapa desa, kecuali desa berbasis karet dan tebu ada yang mendapat KKP dan KUK. Desa berbasis tebu umumnya mendapat kredit TRI. KUD dan non KUD dijumpai di desa berbasis karet, kelapa, kelapa sawit, kakao, sedangkan di desa berbasis kopi, teh, dan tebu hanya non KUD, sedangkan di desa berbasis lada yang tidak ada keduanya. Kelembagaan penunjang usahatani yang paling menonjol adalah penyuluh pertanian dan kelompok tanam. Keberadaan KTNA sangat dominan di desa berbasis kelapa sawit dan kakao. Namun di lain sebagian besar desa kelapa sawit tidak dilengkapi dengan perangkat penyuluh pertanian. Desa berbasis ternak 47. Pada umumnya desa berbasis ternak merupakan desa bukan pantai dengan sebagian besar topografi datar, kecuali beberapa desa yang berbasis ternak ayam ras yang bertopografi berbukit-bukit. Jarak rata-rata dari ibu kota kecamatan, kabupaten dan kabupaten terdekat dari masing-masing tipe desa bervariasi. Konsentrasi usaha ternak selain mempunyai aksesibilitas terhadap wilayahnya sendiri, juga akses ke wilayah lainnya yang mampu mendukung perkembangan usahatani ternak. 48. Prasana jalan kurang mendukung pemafaatan sarana transportasi yang lebih bervariasi sesuai dengan berbagai jenis kendaraan yang ada. Dengan demikian akan mencerminkan bahwa dengan ketersediaan sarana dan prasrana transportasi yang cukup memadai akan meningkatkan assibilitas wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. 49. Sesuai dengan sifat komoditas ternak yang diusahakan oleh masyarakat, tidak saja menyebar pada wilayah dataran rendah, akan tetapi juga menyebar pada wilayah dataran tinggi. Keadaan penduduk dari masing-masing tipe desa mempunyai potensi sumberdaya manusia dengan jumlah yang berbeda. Jumlah penduduk baik jenis xliv

13 kelamin laki-laki dan perempuan dan jumlah KK di tipe desa ayam ras jumlahnya lebih besar dibanding tipwe desa lainnya. Hal ini sangat logis bahwa pada daerah yang subur akan menjadi daerah urbanisasi bagi daerah yang kurang subur untuk memperoleh sumber matapencaharian yang layak dibanding daerah asalnya. Namun demikian tidak ada perbedaan terhadap jumlah keluarga yang bekerja pada sektor pertanian yang lebih besar (diatas 76%) dari sektor non pertanian lainnya. 50. Kalau dilihat dari sumber matapencaharian, semua tipe desa berbasis ternak menggantungkan kepada sumber matapencaharian di pertanian, dan hanya sebagian kecil di industri pengolahan (tipe desa ayam ras). Peran sub-sektor yang mendukung sektor pertanian di masing-masing tipe desa masih didominasi oleh peran sub-sektor pertanian (tanaman pangan Padi/palawija), dan sebagian kecil di sub sector hortikultura seperti pada di tipe desa berbasis sapi perah (2 kasus). 51. Kelembagaan penunjang di tipe desa berbasis ternak, secara umum lebih banyak berorientasi pada kegiatan usahatani yang berbasis lahan, oleh karena kelembagaan yang menunjang kegiatan usahatani ternak yang dibentuk umumnya diselaraskan dengan kegiatan usahatani berbasis lahan. D. Kelembagaan Agribisnis dan Sosial Desa berbasis padi 52. Kelembagaan usaha agribisnis di desa berbasis padi yang sangat berperan berturut adalah penggilingan padi, jasa traktor/bajak, pedagang hasil pertanian dan kios sarana produksi, lembaga usaha agribisnis di desa padi sawah relatif lebih lengkap dibanding desa berbasis padi lahan kering dan sawah non irigasi. Sedangkan perkembangan kelembagaan usaha agribisnis antar wilayah, menunjukkan bahwa di Jawa relatif lebih berkembang daripada di Luar Jawa. 53. Kelembagaan sarana produksi yang mampu menyediakan ketersediaan saprodi yang paling lazim delakukan cara beli/sewa, terutama benih (berlabel), kemudian pupuk anorganik dan jasa traktor/bajak, dan pompa air. Jasa traktor/bajak dan pompa air karena menggunakan milik sendiri. Pengadaan benih produksi sangat dominan di agroekosistem lahan kering. Pada umumnya pengadaan saprodi lazim melalui pembayaran tunai. Selain itu cara pembayaran dengan cara yarnen lazim terjadi pada pengadaan pupuk anorganik, jasa traktor, dan pompa air. Sedangkan bagi hasil lazim pada pengadaan benih, pupuk anorganik, jasa traktor, dan pompa air. Sistem yarnen di desa padi lahan kering tidak ada. Bunga implisit dalam sistem yarnen dalam pengadaan saprodi, transaksi tanpa syarat relatif lebih besar daripada transaksi dengan syarat. Bunga implisit yarnen dalam pengadaan pupuk anorganik relatif lebih tinggi daripada yarnen dalam pengadaan benih, jasa traktor, dan jasa pompa. 54. Pola transaksi tenaga kerja yang sangat dominan adalah upah harian dan borongan. Sistem sambatan dominan pada kegiatan tanam dan cabut bibit, penyiangan, dan pengolahan tanah, sedangkan sistem kedokan dominan pada kegiatan penyiangan dan tanam/cabut bibit, pemupukan, dan pengendalian hama. Sistem kedokan lebih banyak terjadi di desa padi sawah irigasi daripada di desa berbasis padi sawah non irigasi. Pada sebagian besar kegiatan nilai upah harian maupun borongan di Luar Jawa lebih mahal daripada di Jawa. Pada kegiatan pemupukan tidak dikenal upah borongan. Semua sistem panen mulai tebasan, bawon, kedokan, dan panen sudah banyak dilakukan di desa berbasis padi sawah. Sebaliknya di desa berbasis padi lahan kering lebih dominan menggunakan tenaga keluarga sendiri. 55. Sistem penguasaan yang dominan berturut-turut adalah sewa, bagi hasil, dan gadai. Di desa berbasis padi lahan kering umumnya menggarap lahan milik sendiri. Di agroekosistem lahan kering, penyakap hanya menyediakan tenaga, hasil dibagi dua. xlv

14 Sedangkan di agroekosistem lahan sawah sebagian sarana produksi ditanggung penggarap dengan proporsi bagian hasil panen besarnya persen. Sistem sewa dengan uang dominan di desa lahan sawah. Cara pembayaran tunai dibelakang lebih dominan daripada bayar tunai dimuka. Periode sewa musiman dan tahunan. Sewa musiman dominan di lajan sawah irigasi, sedangkan di lahan sawah non irigasi sewa tahunan, sedangkan di desa berbasis padi lahan kering tidak ada sistem sewa. Di desa berbasis padi sawah nonirigasi nilai sewa tahunan lebih murah daripada sewa musiman, sebaliknya di desa berbasis padi sawah irigasi sewa tahunan lebih mahal. Hasil produksi dominan dijual kepada pedagang pengumpul dan pedagang luar desa, hasil padi lahan kering kebanyakan untuk dikonsumsi sendiri. 56. Lembaga permodalan yang dapat diakses petani yang dominan di dalam desa berbasis padi sawah irigasi adalah pedagang hasil usahatani, simpan pinjam komunitas, koperasi, pedagang saprodi, dan pelepas uang. Sedangkan di desa berbasis sawah non irigasi berturut-turut pelepas uang, pedagang saprodi, dan pedagang hasil usahatani. Sedangkan lembaga pembiayaan formal (bank umu dab BPR) lebih banyak yang berada di luar desa. Kebiasaan meminjam hampir tidak ada di desa padi lahan kering. Sedangkan kebiasaan meminjam modal di desa berbasis padi sawah irigasi lebih dominan daripada desa padi sawah non irigasi. Lembaga permodalan yang dapat diakses terutama di desa padi sawah non irigasi. Lembaga permodalan yang dapat diakses terutama di desa berbasis padi sawah berturut-turut adalah lembaga formal (bank umum, BPR, dan koperasi), sedangkan lembaga non formal pedagang hasil usahatani, simpan pinjam komunitas, pelepas uang, dan pedagang saprodi. Di desa berbasis padi sawah non irigasi peranan pelepas uang cukup dominan yang banyak datang dari luar desa. Pada umumnya untuk meminjam ke bank umum diperlukan agunan sebaliknya untuk lembaga non formal pada umumnya tidak diperlukan agunan. Tingkat suku bunga yang dikenakan pedagang relatif cukup tinggi. 57. Lembaga penunjang usahatani yang paling dominan berturut-turut adalah penyuluh, organisasi pemberantasan hama, pengatur air, dan organisasi petani, namun banyak yang sudah tidak aktif lagi terutama di desa berbasis padi sawah non irigasi, kecuali lumbung pangan masih ada beberapa yang aktif. Desa berbasis palawija 58. Lembaga usaha agribisnis yang sangat berperan adalah pedagang hasil panen, penggilingan padi, kios sarana produksi, dan jasa traktor/bajak. Adanya penggilingan padi disebagian besar desa menunjukkan padi merupakan tanaman yang tetap diusahakan untuk kebutuhan pangan. Kelembagaan usaha agribisnis di Jawa relatif berkembang daripada di Luar Jawa. Sebagian besar desa di Luar Jawa tidak mempunyai kios sarana produksi. Pengadaan benih yang lazim melalui cara beli dan produksi sendiri. Pengadaan pupuk anorganik melalui cara beli dan jasa traktor melalui sewa atau menggunakan milik sendiri. Pengadaan benih di agroekosistem lahan kering melalui produksi sendiri, sedangkan di agroekosistem lahan sawah non irigasi maupun sawah irigasi melalui cara beli. Jasa pompa air di lahan kering tidak ditemukan, justru telah banyak digunakan di agroekosistem lahan sawah. 59. Cara pembayaran sarana produksi yang dibeli umumnya dengan cara tunai disusul dengan cara yarnen. Cara yarnen tidak ditemui dalam pengadaan pupuk organik, jasa pompa air, dan jasa traktor, cara yarnen dominan pada pengadaan pupuk anorganik. Pada sistem sakap, benih, pupuk, dan jasa pompa air dilakukan dengan cara bagi hasil. Cara yarnen dikenakan bunga implisit dan umumnya tanpa syarat. Upah harian merupakan pola transaksi tenaga kerja yang paling dominan diterapkan pada semua kegiatan, disusul sistem borongan. Sistem borongan sangat dominan pada kegiatan xlvi

15 pengolahan tanah dan tanam. Upah harian di Luar Jawa relatif lebih mahal daripada di Jawa. Secara umum upah harian dan borongan pengolahan tanah di agroekosistem lahan sawah non irigasi lebih murah daripada diagroekosistem lahan kering dan lahan sawah irigasi. Sistem panen yang lazim dilakukan adalah panen sendiri, sistem panen tebasan hanya ditemui dibeberapa desa berbasis palawija lahan kering. 60. Sistem penguasaan lahan yang paling populer adalah sewa disusul bagi hasil dan gadai. Sistem sewa lebih dominan di lahan kering sedangkan bagi hasil di lahan sawah irigasi. Sistem sakap yang berlaku adalah martelu, hampir semua biaya sarana produksi dan tenaga kerja menjadi tanggungan penggarap. Di desa lahan kering pemilik lahan ikut patungan pada penyediaan bibit, pupuk, dan herbisida, di desa berbasis sawah non irigasi hanya pada penyediaan pupuk. Dalam sistem sakap ini pembiayaan patungan yang paling umum adalah biaya angkutan hasil panen. Pembayaran sistem sewa dengan tunai bayar dimuka periode sewa lahan tahunan. Sistem sewa lahan musiman tidak ditemui di desa berbasis sawah non irigasi. Nilai sewa lahan paling tinggi di agroekosistem sawah irigasi. Hasil produksi banyak dijual pedagang pengumpul desa dan pedagang luar desa. Peranan perusahaan inti dan pedagang mitra usaha tidak ada, koperasi berperan hanya di satu desa. 61. Lembaga permodalan yang paling menonjol membantu pembiayaan adalah pedagang hasil usahatani, pedagang sarana produksi, dan simpan pinjam komunitas. Pelepas uang hanya ditemui di agroekosistem lahan kering. Di desa berbasis lahan kering dan sawah non irigasi umumnya menggunakan modal sendiri. Bank umum dan BPR (lembaga pembiayaan formal) umumnya berada di luar desa. Pedagang hasil usahatani umumnya berdomisili di dalam desa, sedangkan koperasi relatif lebih banyak di dalam desa. Lembaga pembiayaan yang dominan adalah lembaga pembiayaan non formal dan lokasi tidak berada di dalam desa. Agunan diperlukan jika ingin melakukan pinjaman ke bank umum dan BPR, sedangkan koperasi ada yang tidak mensyaratkan agunan. Pinjaman ke lembaga pembiayaan non formal tidak memerlukan agunan, tapi tingkat suku bunganya relatif lebih tinggi. Lembaga penunjang yang paling menonjol adalah peyuluhan dan kelompok tani. Kegiatan penyuluhan yang paling aktif ada di agroekosistem sawah irigasi. Keberadaan kelompok tani hanya namanya karena kebanyakan sudah tidak aktif terutama di agroekosistem lahan kering. Desa berbasis sayuran 62. Lembaga usaha agribisnis yang sangat berperan di desa sayuran adalah pedagang hasil adan kios sarana produksi. Jasa pompa air dan penggilingan padi dijumpai di desa berbasis bawang merah dan cabai sedangkan di desa kentang hanya jasa pompa air. Kios sarana produksi paling banyak di desa berbasis kubis, disusul desa berbasis cabai dan desa berbasis bawang merah. Berdasarkan topografi jumlah kelembagaan usaha agribisnis lebih banyak di dataran rendah daripada dataran tinggi. Kios sarana produksi lebih banyak di dataran tinggi. Pengadaan sarana produksi yang paling lazim dilakukan melalui cara beli dan produksi sendiri untuk pengadaan benih dan pupuk organik. Cara tukar ganti dalam pengadaan benih dan jasa pompa air dijumpai disebagian desa dataran tinggi sedangkan di dataran rendah tidak ada. Penggunaan jasa traktor dan pompa air dominan digunakan didataran rendah. 63. Cara pembayaran yang lazim adalah tunai. Sistem bayar panen (yarnen) dibeberapa desa terjadi pada pengadaan pupuk anorganik, pestisida dan jasa traktor. Cara bayar melalui bagi hasil dominan di desa dataran rendah. Harga pupuk anorganik relatif xlvii

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Oleh: Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Julia F. Sinuraya Tri Bastuti Sunarsih Muahammad Iqbal Valeriana

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015 No. 27/05/63/Th.XIX, 4 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 1,01 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 05/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2014, NTP BALI TURUN SEBESAR 2,04 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Desember

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012 No. 67 /12/63/Th.XV, 3 Desember 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN NOPEMBER 2012 NAIK 0,19

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 No. 9/02/63/Th.XIX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2015 NAIK 1,32

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 No. 50 /09/63/Th.XV, 3 September 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN AGUSTUS 2012 TURUN 0,35

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2013 No. 43/08/63/Th.XVII, 1 Agustus 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JULI 2013 TURUN 0,96 PERSEN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 No. 32 /06/63/Th.XV, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN MEI 2012 SEBESAR 108,29 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 No. 08/02/63/Th.XX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,01

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 23/04/52/Th.IX, 1 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN MARET 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 No. 24/05/34/Th.XVIII, 2 Mei 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 No. 32/06/34/Th.XVIII, 1 Juni 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2016, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014 No. 37/07/63/Th.XVIII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,23 PERSEN Pada Juni NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 11/02/51/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,01 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2014 No. 25/05/63/Th.XVIII, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 0,50 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 No. 67/12/34/Th.XVIII, 1 Desember 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2016,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 28/05/52/Th.IX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian tahun 1996-2000 merupakan kelanjutan dari seri publikasi sebelumnya, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setiap tahunnya. Mulai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2015 No. 53/09/63/Th.XIX, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,03 PERSEN Pada

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57 No. 20/04/34/Th.XVIII, 1 April 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 31/05/52/Th.VIII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2015 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22 No. 07/02/34/Th.XIX, 1 Februari 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Januari 2017, NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP

Lebih terperinci

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166 INDEKS A adopsi teknologi 94, 100, 106, 111, 130, 171, 177 agregat 289, 295, 296, 301, 308, 309, 311, 313 agribisnis 112, 130, 214, 307, 308, 315, 318 agroekosistem 32, 34, 35, 42, 43, 52, 55, 56, 57,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/05/63/Th.XIX, 2 Mei NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,14 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47 No. 50/09/34/Th.XVIII, 1 September 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Agustus 2016,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 31/06/63/Th.XIX, 1 Juni NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,33 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 11/02/52/Th.VIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2015 Penghitungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2013 No. 25/05/63/Th.XVII, 1 Mei 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN APRIL 2013 TURUN 0,52 PERSEN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2015 No. 18/04/63/Th.XIX, 1 April PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET NAIK 0,25 PERSEN Pada Maret NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER 2016 NAIK 0,08 PERSEN No. 03/01/63/Th.XXI, 3 Januari

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26 No. 59/11/34/Th.XVIII, 1 November 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2016,

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 20/03/52/Th.VIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN FEBRUARI 2015 Penghitungan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 63/09/33/Th.X, 01 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2016 No. 30/05/33/Th.X, 02 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) APRIL 2016 SEBESAR 98,99

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 43/07/52/Th.IX, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN JUNI 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 37/06/52/Th.IX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015 No. 53/08/33/Th.IX, 03 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2015 SEBESAR 98,99

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2017 No. 53/08/33/Th.XI, 1 Agustus 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2017 SEBESAR 100,22

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA Bambang Irawan dan Sri Hastuti Suhartini PENDAHULUAN Kelembagaan memiliki pengertian yang sangat luas. Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan main yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2017 NAIK 0,40 PERSEN No. 08/02/63/Th.XXI, 1 Februari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016 No. 53/08/33/Th.X, 01 Agustus 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2016 SEBESAR 99,93

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015 No. 47/07/33/Th.IX, 01 Juli 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JUNI 2015 SEBESAR 98,49

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2016 No. 04/01/33/Th.XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016 No. 69/10/33/Th.X, 03 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEPTEMBER 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2017 SEBESAR 101,32

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2017 SEBESAR 101,32 No. 18/04/34/Th.XIX, 3 April 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2017 SEBESAR 101,32 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2017, NTP Daerah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 09/02/52/Th.X, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2017 Penghitungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2017 No. 63/09/33/Th.XI, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN NOVEMBER 2016 NAIK 0,25 PERSEN No. 66/12/63/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 No. 41/06/33/Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2017 SEBESAR 98,70 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2016 No. 10/02/33/Th.X, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JANUARI 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,33 PERSEN No. 16/03/63/Th.XXI, 1 Maret

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 61/09/52/Th.VIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2015 Penghitungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2015 No. 64/09/33/Th.IX, 01 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2015 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2016 NO. 40/06/33/TH.X, 01 JUNI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2016 SEBESAR 99,86 ATAU

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR No. 36/07/34/Th.XIX, 3 Juli 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR 102.59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2017, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN FEBRUARI 2017 No. 19/03/33/Th.XI, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN FEBRUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2016 No. 25/04/33/Th.X, 01 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2016 SEBESAR 99,40

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016 No. 84/12/33/Th.X, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) NOVEMBER 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2015 No. 09/02/33/Th.IX, 02 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JANUARI 2015 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41 No. 32/06/34/Th.XIX, 2 Juni 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2017, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015 No. 27/04/33/Th.IX, 01 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2015 SEBESAR 99,92

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR F No. 49/09/34/Th.XIX, 4 September 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR 102.87 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2017 No. 24/04/33/Th.XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2017 SEBESAR 97,50

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2015 No. 04/01/33/Th.X, 04 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2015 SEBESAR

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta September No. 55/10/34/Th.XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Nilai Tukar Petani & Harga Produsen Gabah Daerah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 65/10/52/Th.IX, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN SEPTEMBER 2016 Penghitungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2017 No. 30/05/33/Th.XI, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) APRIL 2017 SEBESAR 97,81

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 28/05/52/Th.X, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2017 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan I. PENDAHULUAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Wilayah daratan di Indonesia cukup luas, sekitar 188,2 juta ha, dengan keragaman jenis tanah, iklim, bahan induk, relief/topografi, dan elevasi di tiap wilayah. Secara umum, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN OKTOBER 2015 No. 75/11/33/Th.IX, 02 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN OKTOBER 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) OKTOBER 2015 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2017 SEBESAR 101,64

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2017 SEBESAR 101,64 No. 22/05/34/Th.XIX, 2 Mei 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2017 SEBESAR 101,64 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2017, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 No. 31/06/Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Mei 2017 tercatat 94,95 atau mengalami kenaikan sebesar 0,05 persen dibanding

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 39/06/52/Th.VIII, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2015 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS SEBESAR 95,82 ATAU NAIK 0,44 PERSEN No. 51/09/63/Th.XXI, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2013 No.54/09/33/Th.VII, 02 September 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2013 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci