BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum memerlukan sarana produksi pertanian. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia, alam tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu sehingga manusia mulai membudidayakan (farming) secara ekstensif berbagai tanaman, hewan dan ikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini kegiatan budidaya mulai menggunakan sarana produksi, dilakukan dalarn pertanian itu sendiri (on-farm) dan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri (home consumption). Tahap selanjutnya ditandai dengan spesialisasi dalam kegiatan budidaya sebagai akibat pengaruh perkembangan diluar sektor pertanian dan adanya perbedaan potensi sumberdaya alam (natural endowment) antar daerah, perbedaan ketrampilan (skill) dalam masyarakat serta terbentuknya hubungan lalulintas antar daerah. Pada tahap ini, selain dikonsumsi sendiri, hasil-hasil pertanian mulai dipasarkan dan diolah secara sederhana sebelum dijual. Perkembangan sektor pertanian selanjutnya dipacu oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat di sektor indutri (kimia dan mekanik) dan transportasi. Pertanian menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri produktivitas per hektar yang semakin tinggi berkat penggunaan sarana produksi pertanian yang dihasilkan oleh industri (pupuk dan pestisida). Kegiatan pertanian semakin terspesialisasi menurut komoditi dan kegiatannya. Namun, petani hanya melakukan kegiatan budidaya saja, sementara pengadaan sarana produksi pertanian didominasi oleh sektor industri Dipihak lain karena proses pengelolaan hasil-hasil pertanian untuk berbagai keperluan membutuhkan teknologi yang semakin canggih dan skala besar agar ekonomis, maka kegiatan ini pun didominasi oleh sektor industri pengolahan. Melalui proses pengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih beragam penggunaan dan pemasarannyapun menjadi semakin lebih mudah (storable and transportable) sehingga 1

2 dapat diekspor. Pada tahap ini pembagian kerja didalam kegiatan pertanian menjadi semakin jelas, yaitu : kegiatan budidaya (farming) sebagai kegiatan pertanian dalam ari sempit, kegiatan produksi sarana pertanian (farm supplies) sebagai industri hulu dan kegiatan pengolahan komoditi pertanian sebagai industri hilir. Spesialisasi fungsional dalam kegiatan pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi seluruh kegiatan usaha yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pertanian dan keseluruhannya disebut sistem Agribisnis. Keberhasilan agribisnis tergantung pada peranan manajemen agribisnis. Peranan manajemen dalam agribisnis sangat penting untuk memantau dan memperkirakan prestasi kerja yang akan dicapai. Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana dalam rangka memenuhi kebutuhan operasi onal maupun untuk mengembangkan perusahaan, begitupula dalam agribisnis, dana akan selalu dibutuhkan untuk operasional maupun pengembangan. Kebutuhan dana tersebut dapat berupa modal kerja maupun aktiva tetap. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut pelaku agribisnis harus mempu mencari sumber dana dengan komposisi yang menghasilkan beban biaya paling murah. Kedua hal tersebut harus bisa diupayakan oleh menajer keuangan. Dewasa ini manajer keuangan memegang peranan yang sangat penting. Seiring dengan perkembangannya tugas manajer keuangan tidak hanya mencatat, membuat laporan, mengendalikan posisi kas, membayar tagihan-tagihan, dan mencari dana. Akan tetapi, manajer keuangan juga harus mampu menginvestasikan dana, mengatur kombinasi sumber dana yang optimal serta pendistribusian keuntungan (pembagian deviden) dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan. 1.2 Pengertian Agribisnis Menurut asal muasalnya kata Agribsisnis berawal dari kata Agribusiness, dimana Agri = Agriculture artinya pertanian dan Business berarti usaha atau kegiatan yang berorientasi profit/keuntungan. Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) adalah usaha atau kegiatan pertanian serta apapun yang terkait dengan pertanian brorientasi profit. Istilah agribusiness untuk pertama kali dikenal oleh masyarakat Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika John H. Davis menggunakan istilah tersebut dalam 2

3 makalahnya yang disampaikan pada Boston Conference on Distribution. Kemudian john H. Davis dan Ray Goldberg kembali lebih memasyarakatkan agribisnis melalui buku merekan yang berjudul A Conception of Agribusiness yang terbit pada tahun 1957 di Harvard University. Ketika itu penulis bekerja sebagai guru besar pada Universitas tersebut. Tahun 1957 itulah dianggap oleh para pakar sebagai tahun kelahiran dari konsep agribisnis. Dalam buku tersebut, Davis dan Goldberg mendefinisikan agribisnis sebagai berikut : The sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies: Production operatiron on far : and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them. Berikut pengertian agribisnis sebagai suatu sistem menurut beberapa ahli : E. Paul Roy memandang agribisnis sebagai suatu proses koordinasi berbagai subsistem. Koordinasi merupakan fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sub-sistem menjadi sebuah sistem. Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. (Downey and Erickson, 1987) Pengertian Agribisnis menurut Cramer and Jansen, Agribisnis adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks, meliputi industri pertanian, industri pemasaran hasil pertanian dan hasil olahan produk pertanian, industri manufaktur dan distribusi bagi bahan pangan dan seratan-seratan kepada pengguna/konsumen. Menurut Austin, Agribisnis adalah kesatuan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan usaha tani, pengolahan bahan makanan, usaha sarana dan prasarana produksi pertanian, transportasi, perdagangan, kestabilan pangan dan kegiatankegiatan lainnya termasuk distribusi bahan pangan dan serat-seratan kepada konsumen. Arsyad dan kawan-kawan menyatakan Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, 3

4 pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oelh kegiatan pertanian. Wibowo (1994) mengartikan Agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Pengertian Agribisnis menurut Wikipedia adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik itu disektor hulu maupun hilir. Penyebutan hulu dan hilir mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Agribisnis dari cara pandang ekonomi ialah usaha penyediaan pangan. Pendekatan analisis makro memandang agribisnis sebagai unit sistem industri dan suatu komoditas tertentu, yang membentuk sektor mikro secara regional atau nasional. Sedangkan pendekatan analisis mikro memandang agribisnis sebagai suatu unit perusahaan yang bergerak baik dalam salah satu sub-sisten agribisnis, baik itu hanya satu atau lebih subsistem dalam satu lini komoditas atau lebih dari satu lini komoditas. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Dengan definisi ini dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang mencakup semua kegiatan pertanian yang dimulai dengan pengadaan penyaluran sarana produksi (the manufacture and distribution of farm supplies), produksi usaha tani (production on the farm) dan pemasaran (marketing) produk usaha tani ataupun olahannya. Ketiga kegiatan ini mempunya hubungan yang erat, sehingga gannguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam bisnis. Karenanya agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang terdiri dari tiga subsistem (Subsistem Agribisnis Hulu, Subsistem Produksi/Usaha tani/budidaya, Subsistem Agribisnis Hilir) dan satu subsistem tambahan lembaga penunjang. 4

5 Jadi secara konsepsional sistem Agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Sistem agribisnis merupakan suatu konsep yang menempatkan kegiatan pertanian sebagai suatu kegiatan yang utuh dan komprehensif sekaligus sebagai suatu konsep yang dapat menelaah dan menjawab berbagai masalah dan tantangan. BAB II SUBSISTEM DAN RUANG LINGKUP AGRIBISNIS 5

6 2.1 Subsistem Agribisnis 1. Subsistem Agribisnis hulu (upstream agribusiness) (off-farm) Kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian antara lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, lembaga kredit, bahan bakar serta peralatan produksi pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi. Betapa pentingnya subsistem ini mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis. Industri yang menyediakan sarana produksi pertanian disebut juga sebagai agroindustri hulu (upstream). 2. Subsistem Produksi/Usaha Tani/Budidaya (on-farm agribusiness) Kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Usaha subsistem ini menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil perkebunan, buah-buahan, tanaman obat, hortikultura, hasil tenak, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani, pengusaha ternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain. 3. Subsistem Agribisnis Hilir (down-stream agribusiness) (off-farm) Berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara(setengah jadi) maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan dipasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agribisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolaha makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain. Peranan subsistem ini amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan dengan cara menyerap/menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. 6

7 4. Subsistem Lembaga Penunjang Subsistem lembaga penunjang (supporting institution) adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan subsistem hulu, subsistem produksi/usaha tani/budidaya dan subsistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah lembaga penyuluhan, konsultan, lembaga keuangan, lembaga penelitian. Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. 2.2 Ruang Lingkup Agribisnis a. Pertanian Pertanian dalam arti luas adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budidaya (cultivation, atau untuk ternak : raising). Sedangkan dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai proses mengahasilkan bahan makanan. Pertanian terbagi dalam dua jenis : 1. Pertanian Lahan Basah atau Sawah Merupakan usaha tani yang dilasanakan pada hamparan yang sangat membutuhkan perairan. Perairan sawah biasanya dilakukan untuk komoditas padi, jagung dan kacang-kacangan. 2. Perairan Lahan Kering atau Ladang Merupakan pertanian yang tidak membutuhkan pengairan. Komoditas ladang biasanya berupa palawija, umbi-umbian dan hortikultura. b. Perkebunan Menurut undang-undang No.8 tahun 2004 tentang perkebunan, yang dimaksud perkebunan adalah segala kegiatan mengusahakan tanaman tertentu 7

8 pada tanah dan atau media tumbuh lainya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu sebagai peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. Perkebunan merupakan usaha tani diladang kering yang ditanami dengan tanaman industri yang laku di pasar, seperti karet, kelapa sawit, tebu, cengkeh dan lain-lain. c. Peternakan Peternakan merupakan usaha tani yang dilakukan dengan membudidayakan ternak. Usaha ternak dibedakan atas : Peternakan Unggas (ayam dan itik), Peternakan kecil ( kambing, domba, kelinci, babi dan lainlain) dan Ternak besar (Kerbau, Sapi dan Kuda). d. Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber hayati perairan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan sendiri terdiri dari : Perikanan tangkap, dapat dibedakan menjadi perikanan perairan (sungai dan danau) dan perikanan air laut. Perikanan budidaya, dapat dibedakan dalam perikanan kolam, perikanan rawa, perikanan empang dan perikanan tambak. e. Kehutanan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, definisi kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Prinsipnya adalah segala kegiatan pertanian 8

9 yang dilakukan untuk memproduksi atau memanfaatkan hasil hutan, baik yang tumbuh atau hidup secara alami maupun yang telah dibudidayakan. BAB III MODAL DAN PEMBIAYAAN AGRIBISNIS 3.1 Manajemen Keuangan Agribisnis 9

10 Aspek ini mempertimbangkan akibat dari seluruh keputusan terhadap penerimaan dan laba perusahaan dibidang agribisnis. Artinya manajer dalam hal ini harus mempertimbangkan seluruh sumber pembiayaan dari aspek penerimaan. Dalam bahasa yang umum bidang ini mempertimbangkan kesehatan perusahaan. Peralatan seperti neraca dan laporan laba rugi adalah perangkat yang umum digunakan sebagai alat analisis dalam menentukan kemampuan perusahaan. Dalam usaha agribisnis, pembiayaan dikelompokkan menjadi 2, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). 1. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang besarnya tidak berubah walaupun terjadi penambahan pada volume produksi. Termasuk dalam kelompok ini adalah: gaji dan tunjangan, biaya penyusutan (depreciation), biaya perawatan mesin dan gedung, bunga kredit, asuransi, pajak perusahaan, biaya tak terduga, dan lain-lain. 2. Biaya tidak tetap (variable cost), yaitu biaya yang besarnya berubah sesuai dengan penambahan dari volume produksi. Termasuk dalarn kelompok ini adalah: bahan baku, bahan penolong, pengepakan, bahan untuk laboratorium, bahan bakar dan pelumas, pajak penjualan, sales promotion dan biaya lembur. Disamping kedua kelompok pembiayaan di atas, dalam penerapannya masih terdapat pengeluaran pembiayaan lain seperti untuk pengadaan tanah, bangunan, peralatan, maupun pembiayaan lainnya. Sehingga apabila dikelompokkan, maka pembiayaan ini masuk ke dalam kelompok Modal Investasi dan Modal Kerja. a) Modal Investasi, yaitu modal yang dipergunakan untuk keperluan pengadaan atau pembelian fasilitas yang tidak langsung habis pakai, namun apabila akan digantipun perlu waktu relatif lama. Termasuk ke dalam kelompok modal investasi adalah: tanah, bangunan, mesin, peralatan pabrik, pembelian lisensi hak patent, perijinan, pengadaan alat-alat transportasi, peralatan kantor, perabot kantor, instalasi air dan listrik. Termasuk modal ketrampilan berupa palatihan pegawai, pembiayaan produksi percobaan, biaya perencanaan dan lain-lain. b) Modal Kerja, yaitu: modal yang dipergunakan untuk membiayai keseluruhan kegiatan usaha agar berjalan lancar sesuai dengan rencana setelah investasi 10

11 dianggap memadai. Termasuk dalam kelompok modal kerja antara lain : bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan bahan pelumas, bahan pembungkus (packing), bahan untuk pembersih air (zat kimia), gaji, lembur, biaya administrasi dan lain-lain. 3.2 Sumber Permodalan Untuk menjaga keberlangsungan suatu usaha diperlukan modal dalam jumlah yang cukup. Terdapat beberapa sumber permodalan yang dapat digunakan untuk menials dan mengembangkan agribisnis tanaman diantaranya adalah : Modal Sendiri, yakni uang yang dikumpulkan dari tabungan (bila bekerja) atau warisan yang diwariskan orang tua atau hibah pemberian dari orang lain. Dari barang yang digadaikan, yakni barang milik sendiri yang digadaikan baik ke lembaga formal (seperti Perum Pegadaian) atau informal. Melakukan peminjaman kepada Bank dan Lembaga Keuangan sejenis Bank, dengan rnembayar angsuran sesuai tingkat bunga yang ada. Mendapat modal dengan bermitra dengan pihak lain yang sering disebut sebagai kemitraan. Mendapat pinjaman dari lembaga non formal seperti LSM kemanusiaan dan lembaga pemberdayaan ekonomi lainnya. Modal dengan mengoptimalkan hubungan clengan supplier (pemasok), misalnya dengan kepercayaan tinggi mengambil barang dulu lalu bayar belakangan. Mendapatkan modal dengan melakukan Go Public ke pasar modal, tetapi memliki persyaratan bisnis yang ketat. MODAL SENDIRI MODAL PINJAMAN 11

12 KEUNTUNGAN a. Tidak ada beban bunga a. Beban bunga merupakan faktor pengurangan pendapatan dan keuntungan, sehingga pajak yang dibayar lebih kecil b. Modal dalam kondisi b. Jika realisasi laba lebih kecil, relatif permanen (jangka panjang) maka tingkat keuntungan per Rupiah penyertaan belum tentu lebih rendah daripada menggunakan modal sendiri c. Penambahan atau c. Jika tingkat bunga kredit pengurangan modal relatif lebih kecil daripada tingkat lebih fleksibel keuntungan yang dicapai, maka pemilik memperoleh tambahan keuntungan berupa selisih bunga antara kredit dan tingkat keuntungan tersebut d. Penambahan atau pengurangan modal dapat dilaksanakan dalam waktu relatif lebih cepat, tergantung keputusan bersama d. Akibat penggunaan modal pinjaman, maka kemungkinan untuk memperoleh kesempatan pada usaha lain masih terbuka MODAL SENDIRI MODAL PINJAMAN 12

13 KERUGIAN a. Jumlah pajak yang harus dibayarkan lebih besar karena tidak ada pengurangan beban bunga a. Terdapat beban bunga b. Keuntungan yang diharapkan ternyata lebih kecil, akibatnya keuntungan per rupiah penyertaan juga berkurang b. Kerugian akan terjadi jika terdapat kenaikan suku bunga karena berakibat langsung terhadap penurunan penghasilan c. Jika tingkat suku bunga lebih kecil daripada tingkat keuntungan yang dicapai, maka pemilik akan mengalami kerugian berupa selisih bunga kredit dan tingkat keuntungan tersebut d. Tidak ada kesempatan untuk melakukan investasi pada usaha yang lain c. Penambahan atau pengurangan modal relatif tidak fleksibel d. Penambahan atau pengurangan modal tidak dapat dilaksanakan dalam waktu relatif lebih cepat 3.3 Sumber-sumber Pembiayaan dalam Agribisnis Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup strategis dalam pengembangan dan pemulihan ekonomi selama berlangsung krisis ekonomi, terutama dalam produksi pangan. Dalam pembangunan sektor pertanian antara lain dilaksanakan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis berdaya saing, berkerakyatan, 13

14 berkelanjutan dan tersdesentralistis serta mencakup baik aspek hulu, budidaya dan aspek hilir, maupun komponen pendukungnya. Salah satu pendukung bergeraknya usaha agribisnis tersebut adalah dukungan permodalan, antara lain melalui skim-skim kredit perbankan. Skim kredit tersebut adalah Skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang dimulai efektif pada bulan Oktober Skim kredit untuk sektor pertanian selama ini terfokus pada usaha budidaya (onfarm) dengan komoditas terbatas, misalnya seperti KUT (Kredit Usaha Tani) dan KKP (Kredit Ketahanan Pangan). Padahal usaha agribisnis hulu dan hilir juga memerlukan dukungan pembiayaan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Untuk itu, Departemen Pertanian memandang perlu adanya skim kredit yang dapat digunakan untuk membiayai usaha pada aspek hulu, on-farm dan hilir serta pendukungnya dan untuk berbagai komoditas, yaitu Skim Kredit Agribisnis (SKA). Sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan usaha agribisnis antara lain adalah : kredit Taskin, Modal, Ventura, Pemanfaatan Laba BUMN, Pegadaian, Kredit Komersial perbankan (kupedes dari BRI, Swamitra dari bank Bukopin, Kredit Usaha Kecil dari : BNI, Bank Danamon, BII, Bank Mandiri, Kredit BCA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) danri Bank Niaga, Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga dll), dan pemanfaatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di pedesaan SKIM Kredit Agribisnis (SKA) Skim Kredit Agribisnis (SKA) tidak saja mencakup usaha on-farm, tetapi juga mencakup usaha agribisnis hulu dan hilir. Komoditas yang akan dibiayai meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang merupakan komoditas unggulan (high value commodities). SKA disusun untuk mendukung pengmbangan agribisnis disektor hulu, on-farm, dan hilir. Prinsip SKA adalah : a. Dapat merubah image petani untuk tidak mengandalkan sumber pembiayaan dengan suku bungan murah. b. Pengelolaan penggunaan kredit yang transparan. c. Sistem pengembalian kredit dengan pola reward dan punishment, 14

15 d. Fleksibel baik dalam besarnya kredit, pola kredit, jangka pengembalian dan pelayanan, e. Prosedur dan mekanisme pengajuan, penyaluran dan pengembalian kredit yang sederhana. Langkah-langkah operasional SKA meliputi : 1. Sebagai tahap awal, pemerintah harus memprioritaskan berupa bank yang mempunyai kompetensi di sektor agribisnis untuk dapat menyalurkan kredit agribisnis. 2. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan pendidikan perkreditan sektor usaha agribisnis untuk mendidik tenaga perbankan agar mempunyai kompetensi yang memadahi dalam bidang kredit agribisnis. 3. Perbankan harus meningkatkan kerjasama dengan Lembaga Asuransi untuk memperkecil resiko kredit agribisnis antara lain kerjasama dengan PT. Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha sebagai penjamin kredit agribisnis. 4. Perbankan lebih memberikan kelonggaran persyaratan kredit untuk kredit agribisnis antara lain dengan kelonggaran syarat audit laporan keuangan maupun syarat penilaian aset. 5. Perbankan melakukan kerjasama dengan instansi terkait seperti Kementrian Keuangan, Kementrian pertanian, Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan Ikatan Akuntansi Indonesia Sumber Pembiayaan Lainnya Untuk Usaha Agribisnis Sumber-sumber pembiayaan lainnya untuk mendukung pengembangan agribisnis antara lain sebagai berikut: A. Kredit ketahanan pangan (KKP) 15

16 KKP adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, kelompok (tani dan peternak) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, budi daya tebu, peternakan sapi potong, sapi perah, ayam buras, itik, usaha penangkapan ikan dan pengadaan pangan gabah, jagung dan kedelai. Dengan demikian untuk komoditas perkebunan yang lain tidak dapat dibiayai dari skim KKP. Pola penyaluran KKP melalui pola executing, dengan sumber dana 100% berasal dari dana perbankan dan resiko sepenuhnya ditanggung oleh perbankan. Namun demikian, pemerintah masih menyediakan subsidi suku bunga. Realisasi penyaluran KKP masih dirasakan belum optimal, hal ini antara lain disebabkan: a. Adanya kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan KKP mengingat trauma tunggakan KUT yang cukup besar. b. Beberapa Bank Pelaksana masih memerlukan agunan tambahan berupa sertifikat tanah sebagai persyaratan kredit. c. Masih terbatasnya lembaga penjaminan dan avalis. d. Adanya sumber dana di daerah yang berasal dari APBD dengan bunga rendah. Upaya tindak lanjut agar dana KKP dapat dimanfaatkan secara optimal adalah dilakukan melalui Pola Kerjasama Kemitraan antara Perbankan, Konsorsium Sarana Produksi/Sarana Peternakan, Perusahaan Swasta lainnya dan Pemerintah Daerah seperti dilakukan pada komoditi padi, jagung dan peternakan yang telah dikembangkan di beberapa daerah. B. Kredit Taskin Agribisnis Kredit Taskin Agribisnis merupakan kredit berbunga murah yang ditujukan untuk meningkatkan investasi agribisnis skala kecil/rumah tangga sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan di daerah. Kredit ini bersumber dari Yayasan Dakap dan Yayasan Mandiri. Beberapa ketentuan Kredit Taskin Agribisnis adalah sebagai berikut: 16

17 Penerima Kredit : Kelompok tani Taskin (keluarga pra sejahtera dan sejahtera ). Plafon Kredit : Untuk kelompok maksimum Rp dan untuk anggota kelompok sebesar Rp Suku Bunga : 12% per tahun Jangka waktu : 1 sampai dengan 3 tahun. Jaminan : Kelayakan usaha Bank Pelaksana : Bank BPD C. Modal Ventura Modal ventura merupakan salah satu sumber pembiayaan non perbankan yang dipergunakan untuk semua sektor usaha produktif melalui kerjasama antara Perusahaan Modal Ventura dengan Pengusaha Kecil/Menengah. Beberapa ketentuan tentang Modal Ventura adalah sebagai berikut : Penerima kredit : Pengusaha kecil dan menengah. Plafon kredit : - Perusahaan Modal Ventura daerah Rp PT.Bahana Artha Ventura maksimun Rp Pola pembiayaan : Pola penyertaan langsung dan bagi hasil. Jangka Waktu : 3 sampai 6 tahun Pelaksana : PT. Bahana Artha Ventura dan Perusahaan Modal ventura Daerah. D. Dana laba BUMN Dana Laba BUMN merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi pengusaha kecil dan menengah dengan suku bunga yang sangat rendah. Beberapa ketentuan tentang Dana Laba BUMN adalah sebagai berikut : Penerima kredit : Pengusaha kecil dan koperasi Plafon kredit : maksimal Rp Suku bunga : 6% per tahun Jangka waktu : 2 tahun Sumber dana : BUMN setempat E. Pegadaian 17

18 Perum Pegadaian telah melaksanakan uji coba gadai gabah di Kabupaten Indramayu bekerjasama dengan Ditjen Bina Sarana Pertanian dengan hasil cukup baik. Perum Pegadaian merencanakan pengembangan sistem tunda jual di beberapa propinsi sentra produksi padi, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan sebagainya. Prinsipnya petani dapat memperoleh kredit dari pegadaian dengan jaminan gabah, terutama pada saat panen raya pada saat harga gabah turun. Dengan demikian Perum Pegadaian juga merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan untuk pengembangan alsintan. Namun suku bunga gadai cukup tinggi, yaitu 1,75% per 15 hari maksimum 4 bulan, karena sumber dana yang digunakan berasal dari kredit komersial. F. Skim kredit komersial Skim Kredit Komersial merupakan sumber permodalan dengan suku bunga komersial dan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara garis besar skim kredit komersial antara lain adalah: KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan) dari BRI KUPEDES merupakan sumber permodalan di pedesaan yang disalurkan oleh BRI Unit kepada masyarakat pedesaan untuk sektor pertanian, industri dan jasa. Beberapa ketentuan tentang KUPEDES adalah sebagai berikut: Penerima kredit : Perorangan/perusahaan yang layak Sektor usaha : Sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa Plafon : Rp sampai dengan Rp Suku bunga : komersial Jaminan : Agunan berupa benda bergerak dan tidak bergerak SWAMITRA dari Bank Bukopin Penerima kredit : Pengusaha/perorangan anggota dan non anggota Sektor usaha : Semua usaha produktif Plafon : Rp s/d Rp Suku bunga : 30% per tahun (berubah sesuai kondisi pasar) Jangka waktu : 1 s/d 3 tahun Jaminan : Agunan barang bergerak dan tidak bergerak 18

19 Kredit Usaha Kecil dari BNI Penerima kredit : Pengusaha kecil Plafond kredit : Rp s/d Rp (melampirkan NPWP) Suku bunga : Komersial Jangka waktu : Maksimum 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), untuk Kredit Investasi disesuaikan dengan jenis investasi yang dibiayai Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Usaha Kecil dari Bank Danamon Penerima kredit : Pengusaha kecil Plafond kredit : 1. KUK mikro : s/d Rp KUK dasar: Rp s/d Rp KUK prima: Rp s/d Rp Suku bunga : Komersial yang berlaku di pasar Jangka waktu : Maksimum 1 tahun (untuk kredit modal kerja), untuk kredit investasi 5 tahun Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit BCA Penerima kredit : Pengusaha produktif Syarat : Telah menjadi nasabah BCA Selama 3 Bulan, Prudential Banking (5C) Plafond kredit : Sesuai kebutuhan debitur Suku bunga : Komersial sesuai ketentuan BCA Jangka Waktu : Maksimum 1 tahun dapat diperpanjang Jaminan : Agunan barang bergerak atau tidak bergerak Kredit Usaha Kecil dari Bank Mandiri Penerima kredit : Pengusaha kecil Plafond kredit : Maksimum s/d Rp Suku bunga : Komersial sesuai ketentuan Bank Mandiri Jangka waktu : Maksimum 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), dan 10 tahun (untuk Kredit Investasi) 19

20 Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Usaha Kecil dari BII Penerima Kredit : Pelaku usaha perusahaan atau perorangan Sektor Usaha : Semua usaha produktif (modal kerja dan investasi) Plafond Kredit : Maksimum s/d Rp Suku Bunga : Komersial sesuai ketentuan BII Jangka Waktu : 1. Kredit Modal Kerja: Maksimal 1 Tahun 2. Kredit Investasi: Maksimal 10 tahun Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro dari Bank Niaga Penerima kredit : Pengusaha mikro dan kecil perseorangan ataupun perusahaan Sektor Usaha : Semua usaha produktif Suku Bunga : Komersial sesuai ketentuan Bank Niaga Jangka waktu : 1 Tahun Jaminan : Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga Penerima kredit : Usaha perorangan/perusahaan yang memiliki ijin usaha Sektor usaha : Semua usaha produktif Suku bunga : Komersial sesuai ketentuan Bank Agro Niaga Jangka waktu : Data tidak tersedia Jaminan : sertifikat tanah dan bangunan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Untuk mengantisipasi kondisi kebijakan perbankan yang bersifat branch banking system maka dari aspek pembiayaan, Departemen Pertanian mempunyai kebijakan untuk mengembangkan dan memberdayakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dapat menjadi sumber pembiayaan dan mudah diakses oleh petani. Kebijakan pengembangan LKM untuk Agribisnis ini didasari atas pertimbangan teknis sebagai berikut: (1) LKM umumnya berada di lokasi yang mudah diakses oleh petani, 20

21 (2) Kultur petani kecil, cenderung akan lebih menyukai proses yang singkat, tanpa banyak prosedur dan memerlukan kredit yang tepat dalam jumlah yang kecil (sesuai kebutuhan), dan (3) Dengan menggunakan LKM yang umumnya mempunyai keterikatan sociohistorical dengan daerah, (dengan petani di sekitarnya) maka diasumsikan akan mengurangi masalah moral hazard dalam pengembalian kredit. Untuk mewujudkan program Departemen Pertanian tersebut maka Direktorat Jenderal Bina Sarana telah mendapatkan bantuan/grant dari pemerintah Perancis melalui Asian Development Bank dengan tujuan pengembangan keuangan mikro pedesaan untuk agribisnis melalui 2(dua) pendekatan yaitu: Departemen Pertanian akan menggunakan LKM yang sudah ada, berkembang dan mengakar sesuai dengan kultur masyarakat setempat sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit mikro agribisnis. LKM ini diharapkan dapat menjadi jejaringan (networking) Departemen Pertanian dalam menyediakan fasilitas kredit bagi petani atau berfungsi sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit. Kategori LKM yang berpotensi untuk dijadikan jejaring LKM Agribisnis adalah BPR di pedesaan, LDKP, Credit Union, BMT dan Koperasi Simpan Pinjam. Departemen Pertanian juga akan mendorong tumbuhnya LKM Agribisnis yang berasal dari embrio LKM sebagai tindak lanjut dari program pengembangan kelompok dana bergulir di Departemen Pertanian. Programprogam yang dapat dikategorikan embrio LKM pertanian antara lain : Kel. Delivery, P4K, PKP, UPKD, Koptan dll. Kebijakan untuk mendorong penumbuhan LKM yang berasal dari embrio LKM merupakan peningkatan konsep pemberdayaan kelompok sehingga menjadi melembaga melalui capacity building atau dalam bentuk training pendampingan sampai pada titik penguatan modal kerja. 3.4 KESIMPULAN 21

22 Sektor Agribisnis merupakan salah satu sektor yang cukup penting dalam menunjang perekonomian. Salah satu hambatan untuk mengembangkan usaha agribisnis adalah mendapatkan bantuan modal. Salah satu sumber permodalan bagi usaha agribisnis tanaman adalah kredit pinjaman yang berasal dari Bank. Hanya saja, Bank tidak dengan mudah mengucurkan kredit, khususnya bagi usaha pertanaman karena bidang usaha ini dianggap memiliki resiko tinggi. Untuk mendapat kucuran dana dari Bank, manajer harus menyelaraskan cara berpikir kita dengan logika perbankkan. Bank bukan lembaga nirlaba yang memberikan pinjaman curna-cuma. Tujuannya jelas, yaitu mendapatkan keuntungan dari pinjaman yang diberikan. Tentu saja Bank enggan memberikan pinjaman pada pihak yang dinilai memiliki kemampuan pengembalian pinjaman yang rendah. Oleh sebab itu manajer keuangan harus pandai melihat kondisi kesehatan perusahaan dan pandai memilih sumber permodalan perusahaan, baik dengan modal sendiri ataupun modal pinjaman. Jadi dalam menentukan komposisi pendanaan dengan melakukan pinjaman manajer harus mempertimbangkan biaya bunga dan ROE (Return of Equity) yang dihasilkan. Suatu unit usaha memutuskan untuk melakukan pinjaman untuk beberapa kondisi berikut : - Jika perusahaan benar-benar kekurangan dana untuk menjalankan atau memperluas usahanya - Mengambil kesempatan untuk melakukan investasi diusaha lain. 22

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS

SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS ENDANG S THOHARI Direktur Pembiayaan, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup strategis dalam

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Tahun 2006 I. PENDAHULUAN Salah satu faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama Introduction to Agribusiness Wisynu Ari Gutama introduction Agribusiness is the sum of the total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm supplies, production activities

Lebih terperinci

Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani)

Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani) SUB SISTEM ON FARM Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani) Unsur-unsur yang terlibat dalam subsistem produksi (usaha Tani) 1. Tanah (Hamparan Tanah) Lahan Usaha (Land) 2. Tenaga Kerja (Labour) 3.

Lebih terperinci

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Contents 1. Pertanian berwawasan agribisnis 2. Konsep Agribisnis 3. Unsur Sistem 4. Mata Rantai Agribisnis 5. Contoh Agribisnis Pertanian Moderen berwawasan Agribisnis

Lebih terperinci

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017 KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017 PERTANIAN MODEREN berwawasan Agribisnis CARA PANDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Sekilas Pandang Kondisi Makro Catatan: Sektor Primer: (1) Pertanian Kehutanan dan Perikanan; (2) Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri: Industri Pengolahan Sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

Wawasan Agribisnis Sudut Pandang Agribisnis. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

Wawasan Agribisnis Sudut Pandang Agribisnis. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ Wawasan Agribisnis Sudut Pandang Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ www.adamjulian.net Agribisnis Secara umum agribisnis dapat dipandang dari dua sudut, yaitu : 1. Sudut pandang makro, agribisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Efektivitas Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai keberhasilan dari program tersebut dalam pencapaian

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN

KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN AGROINDUSTRI TIK: Setelah mempelajari kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan agrobisnis dan agroindustri Catatan: Di akhir kuliah mohon dilengkapi 15 menit pemutan video Padamu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

Pembangunan Agribisnis di Indonesia

Pembangunan Agribisnis di Indonesia Pembangunan Agribisnis di Indonesia Dr. Antón Apriyantono Menteri Pertanian Republik Indonesia Sambutan kunci pada Coffee Morning Sofá Launching Agriculture Internacional Expo for Agribusinees Di Kampus

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

PETUNJUK TEKNIS KKP-E PETUNJUK TEKNIS KKP-E I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan didasari pengalaman dalam pelaksanaan penyaluran kredit usaha pertanian, sejak Tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional.walaupun demikian, sektor pertanian masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO Departemen SOSEK-Faperta IPB 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan dari beberapa sub-sistem yang saling terkait

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Selatan (Sul-Sel). Potensi komoditas padi tersebut tergolong

Lebih terperinci

MANAJEMEN AGRIBISNIS

MANAJEMEN AGRIBISNIS MANAJEMEN AGRIBISNIS Pokok Bahasan : DEFINISI DAN RUANG LINGKUP SISTEM AGRIBISNIS PERBEDAAN PERTANIAN DAN AGRIBISNIS TAHAPAN PERKEMBANGAN PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS SISTEM AGRIBISNIS KONSEP MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM Sistem agribisnis : Rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Sub-sistem agribisnis

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. investor selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pihak yang

I. PENDAHULUAN. investor selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pihak yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Modal merupakan suatu mekanisme pasar yang mempertemukan investor selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pihak yang membutuhkannya, baik untuk kebutuhan jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS Apa itu Agribisnis? So...What is Agribusiness? Agribisnis = perusahaan di bidang pertanian Pemahaman yang bersifat mikro, dan

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E)

Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) JURNAL ILMIAH Disusun Oleh: CHEVIENE CHARISMA PUTRIE NIM. 115020200111003 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PETANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci