PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)
|
|
- Liani Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata membawa dampak yang cukup besar dengan terhentinya sebagian besar kegiatan produksi dan usaha di subsektor peternakan yang menyebabkan antara lain terjadinya penurunan daya beli masyarakat maupun pemutusan hubungan kerja. Dalam mengatasi permasalahan yang timbul, berbagai reformasi kebijakan telah dilaksanakan pemerintah. Selama krisis ekonomi berlangsung, ternyata kegiatan usaha yang berorientasi pada penggunaan bahan baku di dalam negeri seperti usaha sektor pertanian masih mampu bertahan terhadap goncangan kriris. Pada tahun 1998 saat puncak krisis, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif sebesar -13,45 persen, sektor pertanian masih dapat tumbuh sebesar 0,43 persen. Bila dilihat kontribusi masing-masing subsektor di bidang pertanian, subsektor yang masih mengalami pertumbuhan positif adalah perkebunan, perikanan dan kehutanan masing-masing sebesar 6,55, 6,21, dan 2,01 persen, sedangkan subsektor yang mengalami pertumbuhan negatif adalah subsektor tanaman pangan dan peternakan masing-masing sebesar -1,15 dan -8,24 persen. Angka-angka pertumbuhan tersebut di atas, membuktikan bahwa subsektor yang mengalami pertumbuhan positif adalah kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya dalam negeri dan yang berorientasi ke pasar ekspor. Sedangkan subsektor yang mengalami pertumbuhan negatif disebabkan antara lain oleh ketergantungan yang relatif tinggi terhadap bahan baku impor seperti bahan baku pakan unggas persen berasal dari impor. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri telah ditempuh berbagai langkah upaya untuk membuka peluang investasi dan peluang pasar di subsektor peternakan sekaligus melalui pengembangan investasi nasional yaitu dengan meningkatkan peran swasta dalam kegiatan pembangunan peternakan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal. PERKEMBANGAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN Dalam lima tahun terakhir investasi di subsektor peternakan masih relatif sangat kurang jika dibandingkan dengan bidang lainnya. Perkembangan 1 Disampaikan pada pertemuan Pengembangan Usaha dan Investasi Subsektor Peternakan, tanggal 29 Oktober 2002 di Jakarta. PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 393
2 persetujuan penanaman modal di subsektor peternakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Keragaan Persetujuan PMDN dan PMA Subsektor Peternakan PMDN Tahun Investasi Proyek (Rp. milyar) Proyek , , , , , ,5 20 Sumber data: BKPM Juni 2000 dan Semester I tahun PMA Investasi (US$ juta) 86,0 1,8 15,4 48,3 15,0 1534,6 Kecilnya minat investasi di subsektor peternakan antara lain karena berbagai faktor seperti: (1) Tingkat resiko usaha yang lebih tinggi dibandingkan usaha di bidang lainnya; (2) Investasi yang dibutuhkan relatif besar; (3) Pengembalian modal yang cukup lama; (4) Pelaksanaan investasi dilakukan secara bertahap dan jangka waktunya lebih lama; (5) Lebih merupakan kegiatan rintisan bagi pengembangan suatu wilayah karena sarana dan prasarana ekonomi kurang tersedia secara mamadai, khususnya di luar Pulau Jawa; (6) Budidaya pertanian khususnya peternakan masih dilakukan secara tradisional, sehingga produktivitasnya masih relatif rendah; dan (7) Teknologi pasca panen yang belum cukup memadai. Berdasarkan data dari Menteri Negara/Kepala BKPM dan Pembinaan BUMN secara keseluruhan nilai realisasi investasi PMDN untuk subsektor peternakan cenderung berfluktuasi. Realisasi PMDN dan PMA dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Realisasi PMDN dan PMA Subsektor Peternakan Tahun * PMDN Investasi (Rp.milyar) 298,51 48, ,9 185,5 Sumber data: BKPM Keterangan: * Juni 2000 s/d September tahun PMA Proyek Investasi (US$ juta) Dari Tabel 2 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi investasi terendah terjadi pada tahun 1998 dengan nilai sebesar Rp 56,9 milyar, menurun AKP. Volume 2 No. 4, Desember 2004 :
3 hampir 91,97 persen bila dibandingkan dengan nilai realissi pada tahun 1997 yang mencapai Rp 709 milyar. Hal ini terjadi selain krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang masih berlanjut, juga keadaan politik Indonesia yang belum sepenuhnya stabil sehingga investor cenderung masih menunggu terhadap setiap kemungkinan yang terjadi. Realisasi investasi PMA untuk sektor pertanian dan industri makanan pada tahun cenderung berfluktuasi. Realisasi investasi terendah terjadi pada tahun 1998 dengan nilai sebesar Rp 63,7 milyar, menurun hampir 87 persen. Rencana Investasi Subsektor Peternakan Tahun Sasaran PDB, investasi dan penyerapan tenaga kerja subsektor peternakan dalam tahun dapat disajikan dalam Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rencana Investasi Subsektor Peternakan Tahun Uraian I. Proyek PDB Rendah 1. Milyar 2. Pertumbuhan II. Investasi (Rp.juta) 1. Sasaran rendah 2. Sasaran tinggi III. Tenaga kerja (000 orang) 1. Kesempatan kerja 2. Penambahan 7.676,7 1,69 433,3 535, ,6 49, ,5 2,30 601,1 742, ,9 53, ,0 2,91 777,1 950, ,1 57, ,7 3,52 967, , ,4 61, ,6 4, , , ,2 65, ,9 4,83-432,4-769, ,3 71,1 Kenaikan (%) 3,22 25,52 28,78 28,78 1,84 7,23 I. Proyeksi PBD Tinggi 1. Milyar 2. Pertumbuhan 8.385,0 1, ,8 2, ,0 3, ,9 5, ,2 6, ,8 6,39 4,34 36,21 II. Investasi (Rp.juta) 1. Sasaran rendah 2. Sasaran tinggi 541,2 668,5 614,7 759, , , , , , , , ,0 40,62 40,62 III. Tenaga kerja (000 orang) 1. Kesempatan kerja 2. Penambahan 3.320,3 93, ,0 92, ,4 90,4 Sumber: Ditjen. Bina Produksi Peternakan (2001) ,6 96, ,9 106, ,7 111,9 2,78 3,54 Realisasi Investasi Subsektor Peternakan Tahun Realisasi investasi subsektor peternakan dikelompokkan menjadi praproduksi, produksi dan pasca produksi sebagaimana Tabel 4 berikut ini. PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 395
4 Tabel 4. Realisasi Investasi Subsektor Peternakan Tahun (Rp.juta) Uraian 1. Pra produksi: - Target - Realisasi - Persentase (%) 2. Produksi: - Target - Realisasi - Persentase (%) 3. Pasca produksi: - Target - Realisasi - Persentase (%) 4. Jumlah total: - Target - Realisasi - Persentase (%) Keterangan: *) angka sementara; **) angka perkiraan Tahun Kenaikan %/th 1999 *) 2000 *) ( ) KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL Kemampuan sumber-sumber di dalam negeri saat ini sangat terbatas baik dari segi penyediaan dana, penguasaan teknologi maupun kemampuan memasuki pasar global. Demikian pula tentang tersedianya prasarana dan sarana untuk menunjang perkembangan investasi khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam perekonomian global, kegiatan ekonomi tidak lagi mengenal batas negara, sehingga negara yang paling siap dalam memberikan pelayanan maupun jaminan keamanan untuk tempat investasi tentu menjadi pilihan utama bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Untuk meningkatkan daya saing dan mengembalikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi, Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan berusaha untuk mendapatkan masukan dari berbagai forum seminar, temu usaha, dialog langsung dengan asosiasi dan pengusaha dalam negeri maupun asing. Masukan yang sangat berharga tersebut diperlukan dalam upaya memperbaiki iklim investasi di Indonesia agar lebih kondusif bagi masuknya PMA. Beberapa kondisi yang diinginkan oleh investor asing antara lain: (a) Perlakuan yang sama dalam hukum; (b) Konsistensi dalam pelaksanaan peraturan; (c) Adanya jaminan berinvestasi dan berusaha; (d) Kebijaksanaan yang transparan; dan (e) Kemudahan dan kesederhanaan prosedur perizinan. AKP. Volume 2 No. 4, Desember 2004 :
5 Untuk mengakomodasi kondisi yang diinginkan oleh para investor, berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya adalah penetapan kebijakan di bidang investasi melalui peraturan perundangan sebagai berikut: (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang mengatur antara lain: a) memperluas sumber pendanaan untuk sektor usaha kecil; b) meningkatkan akses permodalan; serta c) memberikan kemudahan dan memperkuat struktur permodalannya. (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang meliputi bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. (3) Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. (4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Ketentuan ini meruipakan petunjuk pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada prinsipnya kewenangan penanaman modal sesuai aturan ini berada pada kabupaten/kota. (5) Peraturan Pemerintah Nomor 148 Tahun 2000 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN Pengembangan usaha peternakan pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu peternakan rakyat dan perusahaan peternakan rakyat. Untuk memajukan pembangunan di bidang peternakan, maka diperlukan fasilitasi dari pihak pemerintah sehingga peternakan dapat berkembang. Peternakan Rakyat Pada umumnya sebagian besar (+ 90%) usaha peternakan di Indonesia masih dilaksanakan oleh peternakan rakyat. Usaha peternakan rakyat ini dicirikan dengan kondisi permodalan serta manajemen usaha terbatas, sangat sulit untuk berkembang apabila tidak ada dukungan kredit usaha dalam rangka meningkatkan skala usaha menuju pada skala usaha yang ekonomis. Perusahaan Peternakan Perusahaan peternakan pada saat ini sudah mulai tumbuh berkembang dibandingkan ketika terjadinya krisis ekonomi pada tahun Untuk PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 397
6 mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha peternakan perlu diambil langkah-langkah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif di bidang peternakan. Langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah untuk menumbuhkembangkan usaha peternakan telah dikeluarkan peraturan dan pedoman antara lain: (1) Keputusan Presiden RI Nomor 127 Tahun 2001 Keputusan Presiden RI Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar dengan Syarat Kemitraan. Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil adalah bidang/jenis usaha yang ditetapkan untuk usaha kecil yang perlu dilindungi, diberdayakan, dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pembangunan. Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil pada subsektor peternakan adalah peternakan ayam buras. Bidang/jenis usaha terbuka untuk usaha menengah dan usaha besar dengan syarat kemitraan pada subsektor peternakan tidak ada dan untuk usaha di subsektor peternakan kemitraan sepenuhnya diserahkan kepada perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. (2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/OT.210/6/2002 Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/OT.210/6/2002 tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan. Pedoman ini dimaksudkan memberikan pedoman bagi aparatur yang bertugas di bidang pelayanan perizinan, pembinaan dan pengawasan usaha peternakan di kabupaten/kota dengan tujuan untuk mempermudah dan memberikan kepastian usaha di subsektor peternakan. Pembiayaan Untuk Pengembangan Usaha Peternakan Selama ini subsektor peternakan banyak dibiayai oleh kredit program yang disalurkan oleh bank pelaksana, namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Letter of Intent antara Pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF), maka keberadaan kredit program dengan suku bunga rendah tersebut menjadi terbatas. Pada masa yang akan datang, petani maupun pengusaha peternakan akan lebih banyak mengandalkan kredit komersial. Ketersediaan modal dalam pembiayaan usaha peternakan memiliki peranan sangat penting. Adanya sumber pembiayaan yang mudah diakses petani/pengusaha dan memiliki persyaratan ringan akan mampu menggerakkan berbagai usaha di subsektor peternakan. Melihat kondisi tersebut maka untuk mendukung pembangunan subsektor peternakan diperlukan alternatif pembiayaan AKP. Volume 2 No. 4, Desember 2004 :
7 bagi para pelaku agribisnis, baik skim kredit perbankan maupun non perbankan yang perlu dioptimalkan pemanfaatannya untuk mendukung usaha peternakan. Kredit Perbankan Skim kredit untuk usaha peternakan melalui perbankan antara lain: a. KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) KKPA adalah kredit investasi atau modal kerja yang diberikan bank kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada anggotanya guna membiayai usaha yang produktif anggota koperasi termasuk sapi perah. b. KKP (Kredit Ketahanan Pangan) KKP adalah kredit investasi atau modal kerja yang diberikan bank pelaksana kepada peternak, kelompok peternak dalam rangka pembiayaan pengembangan budidaya peternakan sapi potong, ayam buras, itik dan usaha penggemukan sapi perah jantan untuk produksi daging. c. Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) KUPEDES adalah kredit usaha pedesaan yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada koperasi/peternak yang diteruskan kepada anggotanya guna membiayai usaha anggota yang telah dinilai layak untuk mendapat kredit. d. Kredit Umum Kecil (KUK) KUK adalah kredit investasi atau pembiayaan dari bank untuk investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam bentuk rupiah atau valuta asing dalam nasabah usaha kecil dalam rangka membiayai usaha produktif. e. Kredit Taskin Agribisnis Kredit Taskin Agribisnis adalah fasilitas kredit yang disediakan untuk membantu kelompok Taskin (keluarga pra sejahtera dan Sejahtera I) yang telah siap ditingkatkan menjadi koperasi ataupun usaha kecil yang formal, guna mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan teknologi tepat guna. f. Kredit Usaha Mikro (KUM) KUM adalah penyaluran kredit yang diberikan kepada golongan masyarakat sosial ekonomi lemah pelaku kegiatan usaha mikro yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dari Kelompok Simpan Pinjam (KSP) maupun Kelompok Usaha Mikro (KUM). Dalam hal KSP, kelompok harus sudah memiliki pengamanan mengelola kegiatan simpan pinjam diantara anggotanya. Kelompok yang sudah ada diseleksi dan harus memenuhi kriteria tertentu. Bagi pengusaha mikro dalam satu lingkungan ikatan pemersatu yang belum memiliki dan berminat untuk memperoleh layanan bank, dapat membentuk KPM yang berfungsi membantu bank dan para anggotanya dalam memobilisasi tabungan, menekan biaya transaksi dan resiko dalam pelayanan kredit. g. Jenis kredit lainnya yang dikeluarkan bank untuk pembangunan peternakan. PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 399
8 Kredit Non Perbankan Skim kredit untuk usaha peternakan melalui non perbankan antara lain: a. Modal Ventura Modal ventura adalah suatu jenis pembiayaan berupa penyertaan modal bersifat sementara oleh Perusahaan Modal Ventura (PMV) kepada Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) baik perorangan, kelompok maupun usaha berbadan hukum dengan pola pembiayaan keuntungan akan ditentukan oleh PMV dan PPU. b. Dana dari Bagian Laba BUMN Dana dari bagian laba BUMN adalah merupakan dana Pemerintah atas nama Departemen Keuangan, yang sepenuhnya digunakan untuk pembiayaan koperasi dan pengusaha kecil, sehingga BUMN mempunyai kewajiban untuk menanggungjawabkan kepada pemerintah dan dalam pelaksanaannya BUMN akan diperiksa oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). c. Dana dari Lembaga Keuangan Pedesaan (LKP) LKP adalah lembaga keuangan pedesaan yang didirikan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. d. Dana dari Lembaga Keuangan Non Perbankan lainnya yuang telah berkembang di masyarakat. PELUANG INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN Potensi pengembangan peternakan memiliki prospek yang cerah, karena Indonesia memiliki sumberdaya yang cukup besar. Dalam upaya pengembangannya pemerintah senantiasa berusaha untuk mengkaitkan dengan usaha kecil dan menengah melalui program kemitraan dengan berbagai pola yang dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan dan mutu hasil peternakan rakyat. Mengingat sumber pembiayaan pemerintah yang semakin terbatas, maka untuk menggerakkan usaha di subsektor peternakan diperlukan kebijakan pengembangan peternakan yang mendorong tumbuhnya peluang investasi dalam usaha agribisnis peternakan dan mendorong terciptanya peluang pasar/promosi potensi agribisnis peternakan. Peluang investasi di subsektor peternakan masih terbuka lebar bagi pra investor baik dari hulu, budidaya maupun industri hilir. Peluang investasi subsektor peternakan tersebut antara lain: Peluang Investasi Pengembangan Ternak Sapi Potong Peluang investasi untuk pengembangan sapi potong meliputi 19 provinsi yaitu Nanggore Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, AKP. Volume 2 No. 4, Desember 2004 :
9 Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Papua, Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara. Dengan daya dukung potensi wilayah yang cocok untuk pengembangan sapi potong, potensi sumberdaya yang cukup, ketersediaan pakan ternak dan transportasi yang lancar. Pada umumnya pemeliharaan peternakan sapi potong di 19 provinsi tersebut masih bersifat tradisional, dan para peternak masih kekurangan modal usaha. Pengembangan ternak sapi potong disamping untuk kebutuhan lokal, juga untuk mengantisipasi permintaan ekspor untuk negara-negara ASEAN yang pada saat ini belum terpenuhi. Apabila dilihat dari potensi dan daya dukung tersebut di atas, maka peternakan sapi potong cukup menjanjikan, oleh karena itu masih terbuka bagi para investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya. Dilihat dari potensi sumberdaya lokal yang dimiliki oleh provinsiprovinsi tersebut, terdapat peluang untuk mengintegrasikan pengembangan sapi potong dengan perkebunan kelapa sawit dan areal jagung sebagai berikut: Peluang Investasi Integrasi Ternak Sapi Potong dengan Kelapa Sawit Peluang investasi untuk pengembangan integrasi sapi potong dengan kelapa sawit terdiri dari 11 (sebelas) provinsi yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Papua, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Bengkulu. Peluang Investasi Integrasi Ternak Sapi dengan Jagung Peluang investasi untuk pengembangan sapi potong yang diintegrasikan pada areal tanaman jagung terdiri dari 8 (delapan) provinsi yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Peluang Investasi Pengembangan Ternak Kambing Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jambi dan Jawa Timur sangat berpotensi dalam pengembangan ternak kambing. Pengembangan ternak kambing selain untuk mencukupi kebutuhan lokal, juga untuk memenuhi permintaan ekspor untuk negara-negara ASEAN dan Timur Tengah. Permintaan daging segar sejumlah ton per tahun dan ekor per tahun pada saat ini belum terpenuhi. Pada umumnya peternakan kambing di ke-4 provinsi tersebut masih bersifat tradisional dan para peternak masih kekurangan modal usaha. Apabila dilihat dari potensi dan daya dukung di provinsi-provinsi tersebut di atas, maka prospek peternakan ternak kambing cukup menjanjikan, sehingga masih terbuka bagi para investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya. PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 401
10 Peluang Investasi Pengembangan Itik Alabio Di Provinsi Kalimantan Selatan terdapat ternak itik yang spesifik yaitu itik Alabio yang tersebar di 3 (tiga) kabupaten yaitu Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara. Prospek pemeliharaan itik Alabio sangat menggembirakan dikarenakan permintaan itik Alabio dari luar Provinsi Kalimantan Selatan terus menunjukkan peningkatan. Dalam rangka memenuhi permintaan itik Alabio baik untuk permintaan dari luar Provinsi Kalimantan Selatan maupun kemungkinan ekspor, maka diperlukan adanya investor dalam maupun luar negeri yang bersedia menanamkan modalnya untuk pengembangan itik Alabio. Peluang Investasi Pengembangan Ternak Babi Untuk mengantisipasi permintaan daging babi dalam memenuhi kebutuhan lokal dan ekspor, maka diperlukan adanya program pengembangan ternak babi. Lokasi pengembangan ternak babi terdapat di 4 (empat) provinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara. Disamping itu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menyediakan daging babi yang aman, sehat dan utuh serta untuk mengantisipasi permintaan daging untuk memenuhi permintaan pasar dari Filipina, Serawak dan Singapura, diperlukan adanya Rumah Pemotongan Babi yang sesuai dengan standar internasional. Mengingat sumber modal yang terbatas, maka dalam rangka pengembangan ternak babi sekaligus dengan Rumah Pemotongan Babi di ke-4 provinsi tersebut masih diperlukan adanya investasi dari dalam maupun dari luar negeri. Peluang Investasi Pembangunan Rumah Pemotongan Potong Dari data populasi yang ada dan dengan adanya permintaan daging ayam yang setiap tahunnya meningkat serta sumberdaya pakan lokal yang cukup tersedia, maka Provinsi Sumatera Utara dan Jambi memerlukan adanya Rumah Pemotongan Ayam yang memenuhi standar internasional. Rumah Pemotongan Ayam yang berstandar internasional ini diperlukan untuk mengantisipasi permintaan daging ayam yang aman, sehat, utuh dan halal untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun ekspor. Dalam mewujudkan peluang tersebut, diperlukan adanya investor baik dalam maupun luar negeri untuk bekerjasama dalam pembangunan Rumah Pemotongan Ayam tersebut. AKP. Volume 2 No. 4, Desember 2004 : PENUTUP Dengan berkembangnya usaha dan investasi subsektor peternakan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan membuka peluang pasar di subsektor peternakan serta meningkatkan peran swasta dalam kegiatan pembangunan peternakan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal.
Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus
Lebih terperinciFOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung
Lebih terperinciPERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN
PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan
Lebih terperinciV. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR
0 KATA PENGANTAR Kondisi usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat dan usaha pembibitan sapi belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha, maka diperlukan peran pemerintah untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,
Lebih terperinciRILIS HASIL AWAL PSPK2011
RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciOPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005
OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1993 TENTANG PERSYARATAN PEMILIKAN SAHAM DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1993 TENTANG PERSYARATAN PEMILIKAN SAHAM DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa dalam rangka penciptaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup
Lebih terperinciPERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN
PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN JENIS IZIN USAHA PERKEBUNAN Izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) diberikan kepada pelaku usaha dengan luasan 25 hektar atau lebih; Izin usaha perkebunan pengolahan
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciSensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik
Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI
LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja.
No.701, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciTUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL
5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT
V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun
Lebih terperinciTabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi
Boks 2 REALISASI INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU I. GAMBARAN UMUM Investasi merupakan salah satu pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1992 TENTANG PERSYARATAN PEMILIKAN SAHAM DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 1992 TENTANG PERSYARATAN PEMILIKAN SAHAM DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka penciptaan iklim usaha yang dapat lebih mendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara menginginkan negaranya memiliki suatu
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciPROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN
PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a)
Lebih terperinciKrisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 1999 kondisi perekonomian nasional terlihat berangsur membaik setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi dan moneter
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan
Lebih terperinciFormulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014
Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.
No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PETANIAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciNILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk
Lebih terperincid. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota.
PENGERTIAN DAN BATASAN a. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
Lebih terperinciKEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016
KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 PERKEMBANGAN SERAPAN ANGGARAN DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai
Lebih terperinciREVITALISASI PERTANIAN
REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan
Lebih terperinciDUKUNGAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA INTEGRASI SAPI KELAPA SAWIT
DUKUNGAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA INTEGRASI SAPI KELAPA SAWIT ALEXANDER F.H. ROEMOKOY Group Head Credit Recovery Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PENDAHULUAN Sektor usaha pertanian nasional
Lebih terperinciPEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo
1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang akan dilaksanakan. Demikian
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN
GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha
Lebih terperinciRealisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target
Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target Jakarta, 30 Januari 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempublikasikan data realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN
PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Tahun 2006 I. PENDAHULUAN Salah satu faktor
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016.
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No.81/10/21/Th. XI, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016. Pada September 2016 NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 97,02
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun
Lebih terperinciPROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN
PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN Oleh : Dr. Marsuki, SE., DEA. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan topic Sistem Pengendalian Manajemen Kemitraan Inti Plasma dalam Mendukung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkebunan telah lama diusahakan oleh masyarakat Sumatera Barat yang berkaitan langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dari aspek ekonomi, usaha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian
Lebih terperinci2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPe n g e m b a n g a n
Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinci2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1197, 2017 BKPM... Kinerja. Perubahan Kedua. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA
bab lima belas MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA Pendahuluan Di Indonesia, ternak domba diduga telah mulai dikenal sejak nenek moyang pertama bangsa Indonesia mendiami Indonesia. Adanya ternak
Lebih terperinci2012, No
2012,.1305 12 LAMPIRAN I PERATURAN DAFTAR PROVINSI DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DI BIDANG PENANAMAN MODAL YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi
L PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi pada Mei 1998 telah melumpuhkan pembangunan di Indonesia terutama yang berbasis bahan baku impor. Bersamaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk
Lebih terperinciKementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016
Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal
Lebih terperinci2013, No.1531
11 2013,.1531 LAMPIRAN I DAFTAR PROVINSI DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DI BIDANG PENANAMAN MODAL YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL
Lebih terperinci