BAB V ANALISA HASIL. membandingkan jumlah kecacatan produk proses produksi Lightening Day Cream

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS AKHIR USULAN PERBAIKAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI PRODUK KOSMETIK UNTUK MEMINIMALISIR BIAYA REWORK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

ABSTRAK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat. Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN METODE STATISTIK PADA PRODUK KACA LEMBARAN DI PT. MULIA GALSS FLOAT DIVISION

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah perusahaan yang bergerak di industry

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perusahaan telah menetapkan standar kualitas dan telah melaksanakan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGURANGAN DEFECT

Analisa Pengendalian Kwalitas Produk Untuk Meningkatkan Produkstivitas dan Efesiensi Dengan Menggunakan Metode SPC

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

BAB 3 METODE PENELITIAN

ANALISA CACAT PADA KEMASAN GARAM MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCESS CONTROL

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK BAKERY BOX MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (STUDI KASUS PT. X)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. KATA PENGANTAR ii. DAFTAR ISI..iv. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR.ix. DAFTAR LAMPIRAN..x. 1.1 Latar Belakang Masalah..

BAB V ANALISA PEMBAHASAN. metode peta kendali P di atas, maka diperoleh hasil dari data yang telah diproses

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK KAIN BERMOTIF DI PT RAGAM WARNA UTAMA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEVEN TOOLS. Jurnal. Oleh: M. LUTFI

BAB I PENDAHULUAN. atau kualitas. Dalam dunia industri, kualitas barang yang dihasilkan merupakan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB V HASIL DAN ANALISA

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM UPAYA MENURUNKAN TINGKAT KEGAGALAN PRODUK JADI

Analisis Pengendalian Kualitas Coca-Cola Kaleng Menggunakan Statistical Process Control pada PT CCAI Central Java

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI POMPA MINYAK MENGGUNAKAN METODE DMAIC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA

MATERI V TEKNIK KENDALI MUTU. By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK ABSTRAK. Kata Kunci : Pengendalian Kualitas, Peta kendali P, Histogram, Pareto, diagram sebab- akibat. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada cepatnya perubahan selera konsumen terhadap suatu produk. Oleh sebab

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) PADA PT. NGK

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB I PENDAHULUAN. pengimplementasian Manajemen Operasi yang tepat guna dan terencana serta

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Agronesia Divisi Industri Plastik

UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PRODUK KAIN KATUN TIPE PADA PROSES PENCELUPAN DI PT ARGO PANTES,TBK. DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA DAN HASIL. Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis hasil pengamatan proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

BAB I PENDAHULUAN. mencegah dan berupaya memperbaiki faktor-faktor penyebab kerusakan. menemui atau mendapati produk yang rusak.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. produksi dinilai baik, maka jumlah reject pada proses produksi juga akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasar nasional negara lain. Dalam menjaga konsistensinya perusahaan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB V HASIL DAN ANALISA

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Penelitian Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka Pemikiran 6

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pada dasarnya bertujuan mendapatkan keuntungan yang

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK MADU MERK SBA DI PT. INTI KIAT ALAM DENGAN MENGGUNAKAN PETA X DAN R

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS BAHAN AGGREGATE DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DI PT.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Transkripsi:

BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Histogram Histogram pada tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi peluang cacat, membandingkan jumlah kecacatan produk proses produksi Lightening Day Cream 30gr dan Lightening Night Cream 30gr sehingga dapat dilihat pada proses produksi item manakah yang menghasilkan produk cacat tertinggi. Sesuai dengan fungsinya Histogram dalam (Muhammad, 2015) adalah grafik representasi data numerik yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana sering setiap nilai yang berbeda dalam satu set data terjadi. Histogram digunakan untuk menentukan bentuk kumpulan data. Maka dapat dilihat plotting data produksi PT Paragon Technology and Innovation sebagai berikut: 53

56 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Histogram Kecacatan Produk Lightening Day Cream dan Lightening Night Cream 35250 13715 26463 17421 LDC Step 1 LDC Step 2 LNC Step 1 LNC Step 2 Gambar 1 Histogram Kecacatan Produk Histogram yang telah ditunjukkan pada gambar diatas, dapat dilihat jumlah produksi selama pengamatan sebesar 1.938.262 pieces dan kecacatan yang terjadi pada Lightening Day Cream Step 1 30gr sebesar 35.250 pieces, Lightening Day Cream Step 2 30gr sebesar 13.715 pieces, Lightening Night Cream Step 1 30gr sebanyak 26.463 pieces dan Lightening Night Cream Step 2 30gr sebanyak 17.421 pieces dan perusahaan mengalami kerugian terbanyak pada item Lightening Day Cream Step 1 30gr. 5.2 Analisa Check Sheet Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada histogram, jumlah produk reject terbesar akibat kontaminasi terjadi pada item Lightening Day ream Step 1 30gr. Maka tahap selanjutnya yaitu mengembangkan solusi dengan check sheet. Check Sheet dalam (Muhammad, 2015) adalah alat penting yang digunakan untuk mengumpulkan data dan merekam proses yang terjadi membutuhkan waktu yang banyak. Karena laporan perusahaan masih belum fokus pada cacat produk, maka

57 dengan adanya check sheet mempermudah saya dalam meringkas data rework yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan melalui check sheet dapat digunakan dalam alatalat kualitas selanjutnya antara lain seperti diagram pareto dan histogram. Berikut hasil pengolahan data dengan menggunakan lembar check sheet, untuk menghitung persentase cacat adalah :

58 Tabel 1 Check Sheet Pengolahan Produk Cacat Pengamatan Jumlah Produksi LDC Step 1 Jumlah Cacat LDC Step 2 LNC Step 1 LNC Step 2 Persentase Cacat 1 40652 718 269 100 34 2,76% 2 29573 564 40 2 158 2,58% 3 65626 821 389 2 8 1,86% 4 78702 236 609 128 355 1,69% 5 21482 86 12 132 40 1,26% 6 28807 1268 43 84 60 5,05% 7 42436 842 62 86 4 2,34% 8 41733 3003 4 158 180 8,02% 9 17378 2 485 5 47 3,10% 10 25517 8 855 233 45 4,47% 11 44811 398 30 796 126 3,01% 12 76870 387 380 1854 965 4,67% 13 88336 1620 1303 1665 527 5,79% 14 61656 1589 3 10549 7 19,70% 15 35470 729 80 240 635 4,75% 16 97701 104 55 40 571 0,79% 17 192626 836 1235 426 3976 3,36% 18 250942 1105 1608 8117 3101 5,55% 19 30714 2491 5 18 8 8,21% 20 167192 14714 524 33 2786 10,80% 21 51212 270 160 28 600 2,07% 22 64877 541 2011 105 201 4,41% 23 112619 244 1004 309 599 1,91% 24 45999 12 1235 159 370 3,86% 25 47798 252 143 832 366 3,33% 26 51150 899 581 41 340 3,64% 27 36694 359 111 9 58 1,46% 28 38904 935 16 267 763 5,09% 29 3425 29 446 15 29 15,15% 30 47360 188 17 30 462 1,47% Total 1938262 35250 13715 26463 17421 142,15% Rata-rata 64608,73333 1175 457,16667 882,1 580,7 4,74% Berdasarkan check sheet maka dapat diketahui bahwa penyebab kontaminasi terbanyak ada di pengamatan ke-14 (bulan April 2015 sebanyak 19,70%

59 produk cacat), ke-20 (bulan Oktober sebanyak 10,80% produk cacat), dan ke-29 (bulan Juli 2016 sebanyak 15,15% produk cacat). Sangat disayangkan jika produk yang seharusnya mendapatkan keuntungan, namun terbuang begitu saja dan tidak juga diperbaiki akar masalahnya. 5.3 Analisa Control Chart Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada check sheet, maka tahap selanjutnya yaitu mengimplementasikan solusi dengan control chart. Control chart pada tahap ini digunakan untuk mengetahui apakah jumlah cacat produk pada proses produksi Lightening Day Cream dan Lightening Night Cream masih masuk standar reject atau tidak setiap bulannya. Fungsi Peta Kendali C dalam (Hafid & Harbintoro, 2013) melihat perubahan data dari waktu ke waktu, menunjukkan penyimpangan batas atas Vs batas bawah, dan menemukan persoalan. Peta kendali kegunaannya adalah untuk mendeteksi adanya ketidak wajaran dalam suatu proses. Berdasarkan peta kendali c Lightening Day Cream Step 1 dapat dihitung sebagai berikut: Hitung nilai rata-rata c: Batas kendali atas UCL : c + 3 = 1175 + 3 = 1277,83 Batas kendali bawah LCL : c - 3 = 1175-3 = 1072,17

60 Peta Kendali C Lightening Day Cream Step 1 1277,83 1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Gambar 2 Peta Kendali C Lightening Day Cream Step 1 Peta Kendali C yang telah ditunjukkan pada gambar diatas, dapat dilihat ada beberapa bulan yang jumlah rejectnya selama pengamatan melebihi standar atas reject, yaitu pada pengamatan ke 8 dengan reject product 3003 pieces (Oktober 2014), 13 dengan reject product 1620 pieces (Maret 2015), 14 dengan reject productnya 1589 pieces (April 2015), 19 dengan reject productnya 2491 pieces (September 2015) dan 20 dengan reject productnya 14714 pieces (Oktober 2015). Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada Peta Kendali C Lightening Day Cream Step 1, selanjutnya akan menjabarkan Peta Kendali C Lightening Day Cream Step 2. Berdasarkan peta kendali c, Lightening Day Cream Step 2 dapat dihitung sebagai berikut: Hitung nilai rata-rata c: Batas kendali atas UCL : c + 3 = 457,17 + 3 = 521,31 Batas kendali bawah LCL : c - 3 = 457,17-3 = 393,03

61 Peta Kendali c Lightening Day Cream Step 2 521,31 1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Gambar 3 Peta Kendali C Lightening Day Cream Step 2 Peta Kendali C yang telah ditunjukkan pada gambar diatas, dapat dilihat ada beberapa bulan yang jumlah rejectnya selama pengamatan melebihi standar atas reject, yaitu pada pengamatan ke 4 dengan reject product 609 pieces (Juni 2014), 10 dengan reject product 855 pieces (Desember 2014), 13 dengan reject productnya 1303 pieces (Maret 2015), 17 dengan reject productnya 1235 pieces (Juli 2015), 18 dengan reject productnya 1608 pieces (Agustus 2015), 20 dengan reject productnya 524 pieces (Oktober 2015), 22 dengan reject productnya 2011 pieces (Desember 2015), 23 dengan reject productnya 1004 pieces (Januari 2016), 24 dengan reject productnya 1235 pieces (Februari 2016), dan 26 dengan reject productnya 521 pieces (April 2016). Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada Peta Kendali C Lightening Day Cream Step 2, selanjutnya akan menjabarkan Peta Kendali C Lightening Night Cream Step 1. Berdasarkan peta kendali c, Lightening Night Cream Step 1 dapat dihitung sebagai berikut:

62 Hitung nilai rata-rata c: Batas kendali atas UCL : c + 3 = 882,1 + 3 = 971,2 Batas kendali bawah LCL : c - 3 = 882,1-3 = 793 Peta Kendali C Lightening Night Cream Step 1 971,2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930 Gambar 4 Peta Kendali C Lightening Night Cream Step 1 Peta Kendali C yang telah ditunjukkan pada gambar diatas, dapat dilihat ada beberapa bulan yang jumlah rejectnya selama pengamatan melebihi standar atas reject, yaitu pada pengamatan ke 12 dengan reject product 1854 pieces (Februari 2015), 13 dengan reject product 1665 pieces (Maret 2015), 14 dengan reject productnya 10549 pieces (April 2015), dan 18 dengan reject productnya 8117 pieces (Agustus 2015). Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada Peta Kendali C Lightening Night Cream Step 1, selanjutnya akan menjabarkan Peta Kendali C Lightening Night Cream Step 2. Berdasarkan peta kendali c, Lightening Night Cream Step 2 dapat dihitung sebagai berikut:

63 Hitung nilai rata-rata c: Batas kendali atas UCL : c + 3 = 580,7 + 3 = 652,99 Batas kendali bawah LCL : c - 3 = 580,7-3 = 508,41 Peta Kendali c Lightening Night Cream Step 2 652,9 B a 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930 Gambar 5 Peta Kendali C Lightening Night Cream Step 2 Peta Kendali C yang telah ditunjukkan pada gambar diatas, dapat dilihat ada beberapa bulan yang jumlah rejectnya selama pengamatan melebihi standar atas reject, yaitu pada pengamatan ke 12 dengan reject product 965 pieces (Februari 2015), 17 dengan reject product 3976 pieces (Juli 2015), 18 dengan reject productnya 3101 pieces (Agustus 2015), 20 dengan reject productnya 2786 pieces (Oktober 2015) dan 28 dengan reject productnya 763 pieces (Juli 2016). Banyaknya data yang outlier pada peta kendali c disebabkan oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah kelalaian operator saat menutup plug pada saat proses produksi berlangsung, dan tidak adanya pantauan khusus terkait masalah kontaminasi akibat udara dalam ruangan.

64 5.4 Analisa Diagram Pareto Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan oleh peta kendali c, jumlah produk reject terbanyak yang melewati batas atas akibat kontaminasi terjadi pada item Lightening Day Cream Step 2. Tahap selanjutnya yaitu mengevaluasi hasil dengan diagram pareto. Diagram Pareto pada tahap ini digunakan untuk mengetahui apakah jumlah produksi pada proses produksi Lightening Day Cream dan Lightening Night Cream memiliki hubungan dengan persentase cacat produksi Lightening Day Cream dan Lightening Night Cream. Fungsi Diagram pareto dalam (Magar & Shinde, 2014) adalah alat yang mengatur item dalam urutan besarnya kontribusi mereka, sehingga mengidentifikasi beberapa item untuk mengerahkan pengaruh maksimal. Alat ini digunakan di Seven Tools dan peningkatan kualitas untuk memprioritaskan proyek-proyek untuk perbaikan, memprioritaskan pembentukan tim tindakan korektif untuk memecahkan masalah, mengidentifikasi produk yang paling keluhan yang diterima, mengidentifikasi sifat keluhan terjadi paling sering, mengidentifikasi paling sering penyebab penolakan atau untuk tujuan lain yang sejenis. Tabel dibawah ini menunjukkan jumlah kecacatan dan nilai persentase kumulatif yang akan digunakan untuk membuat diagram pareto Tabel 2 Perhitungan Persentase dan Persentase Kumulatif No Item Jumlah Persentase Persentase Kumulatif 1 LDC Step 1 35250 37,96% 37,96% 2 LDC Step 2 13715 14,77% 52,74% 3 LNC Step 1 26463 28,50% 81,24% 4 LNC Step 2 17421 18,76% 100,00% Total 92849 100,00%

berikut : Berdasarkan data diatas maka dapat dibuat sebuah diagram pareto sebagai 65 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% LDC Step 1 Diagram Pareto Kecacatan Produk LNC Step 1 LNC Step 2 LDC Step 2 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Jumlah Persentase Kumulatif Gambar 6 Diagram Pareto Kecacatan Produk Berdasarkan diagram diatas, maka dapat diketahui jumlah produk reject akibat kontaminasi produk yang paling sering terjadi pada proses produksi kosmetik ini yaitu pada item Lightening Day Cream Step 1. Sedangkan jumlah produk reject akibat kontaminasi produk yang paling kecil terjadi pada proses produksi kosmetik ini yaitu pada item Lightening Day Cream Step 2. 5.5 Analisa Fishbone Diagram Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada diagram pareto maka tahap selanjutnya yaitu merencanakan perbaikan berdasarkan diagram sebab akibat. Fungsi Diagram sebab dan akibat dalam (Muhammad, 2015) adalah alat yang penting digunakan untuk mencari tahu akar penyebab masalah. Dalam teknik ini semua kemungkinan penyebab masalah diperhitungkan dan untuk mencari tahu alasan setiap penyebab yang membuat masalah itu terjadi. Setelah melakukan observasi ke

66 lapangan, maka diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi produk sehingga menyebabkan produk cacat dan tidak bisa dijual. Dengan menggunakan diagram fishbone dapat diketahui penyebabnya sebagai berikut : Gambar 7 Kontaminasi Bintik Hitam

67 Manusia Tidak menggunakan APD Adanya sanksi jika tidak menggunakan APD Metode Penyimpanan Packaging di Internal Standar area penyimpanan bersih Produk cacat Adanya celah udara Pemberian saringan Material Komponen Packaging tidak bersih Mesin Kesepakatan dengan supplier Mesin tidak bersih Pemeriksaan dengan QC Gambar 8 Diagram Sebab Akibat Produk Cacat

68 1. Faktor Manusia Menurut peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK. 03.42.06.10.4556 dalam (Aspan & Wahyu, 2010) personil yang bekerja di area produksi hendaklah memakai pakaian kerja, badan yang bersih, penutup rambut, kacamata, penutup telinga, alas kaki yang sesuai dan memakai sarung tangan serta masker apabila diperlukan untuk melindungi produk dari pencemaran dan menjamin keamanan diri personil. Jenis kontaminasi yang terjadi jika tidak menggunakan APD dengan benar yaitu adanya bulu, mikroorganisme dan rambut. Dari penelitian (Ilankizhai et al, 2016) yang pernah dilakukan, produk kosmetik beresiko tinggi untuk kontaminasi mikroba dari berbagai sumber seperti sebagai lingkungan, tangan konsumen, keringat tubuh, cara penggunaan yang kurang baik dan penggunaan bahan kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama. Akibat dari kontaminasi tersebut, dapat menyebabkan perubahan warna, kondisi, bahkan jangka waktu pakai kosmetik. Usulan untuk mencegah agar tidak terjadi kontaminasi kembali yaitu diperlukan sanksi untuk yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) dan penambahan job desc kepada superior untuk pengawasan ketat kepada operator agar lebih tertib lagi dalam mengenakan APD sehingga produk lebih bersih. 2. Faktor Metode Tempat penyimpanan packaging perusahaan kurang steril. Jenis kontaminasi yang terjadi jika tempat penyimpanan packaging kurang steril yaitu adanya serpihan karbox pada bulk. Dari penelitian (Ilankizhai et al, 2016) yang pernah dilakukan, produk kosmetik beresiko tinggi untuk kontaminasi

69 mikroba dari berbagai sumber seperti sebagai lingkungan, tangan konsumen, keringat tubuh, cara penggunaan yang kurang baik dan penggunaan bahan kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama. Packaging yang sudah dibuka oleh departemen unboxing tidak memakai tutup, sehingga menambah kontaminasi pada packaging yang belum digunakan. Usulan untuk mencegah agar tidak terjadi kontaminasi kembali yaitu dibutuhkan kesepakatan dan standar area tempat penyimpanan bersih dan penambahan jadwal pembersihan ruangan yang awalnya 2x sehari menjadi 3x sehari. 3. Faktor Material Komponen packaging yang tidak bersih dari supplier. Jenis kontaminasi yang terjadi jika komponen packaging tidak bersih yaitu adanya noda pada plug dan pot sehingga penampilan produk tidak oke. Dari penelitian (Ilankizhai et al, 2016) yang pernah dilakukan, produk kosmetik beresiko tinggi untuk kontaminasi mikroba dari berbagai sumber seperti sebagai lingkungan, tangan konsumen, keringat tubuh, cara penggunaan yang kurang baik dan penggunaan bahan kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama. Komponen packaging yang tidak bersih tersebut bisa saja terjadi pada saat proses pengemasan packaging di supplier, atau saat proses perjalanan dari supplier menuju perusahaan. Usulan untuk mencegah agar tidak terjadinya kontaminasi kembali yaitu mengulangi perjanjian dari awal dengan supplier bahwa kebersihan packaging wajib, bila ditemukan kembali, pihak supplier harus mengganti packaging kotor tersebut dengan yang baru.

70 Dan jika dalam 3x pemesanan selalu ditemukan packaging kotor, perusahaan berhak untuk tidak bekerja sama kembali dengan supplier tersebut. 4. Faktor Mesin Adanya celah udara diarea pengisian bulk. Jenis kontaminasi yang terjadi jika adanya celah udara diarea pengisisan bulk yaitu bintik hitam atau debu pada bulk. Dari penelitian (Ilankizhai et al, 2016) yang pernah dilakukan, produk kosmetik beresiko tinggi untuk kontaminasi mikroba dari berbagai sumber seperti sebagai lingkungan, tangan konsumen, keringat tubuh, cara penggunaan yang kurang baik dan penggunaan bahan kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama. Celah udara diarea pengisian bulk tersebut untuk sirkulasi udara luar masuk ke area tersebut agar suhu diarea tersebut tetap sejuk dan tidak panas. Namun terkadang udara yang masuk disertai dengan debu yang ada yang ada diluar ruangan. Usulan untuk mencegah agar tidak terjadinya kontaminasi kembali yaitu ditambahkannya filter untuk pensterilan udara yang masuk kedalam area pengisian bulk. Selain penambahan filter pada celah udara, penambahan proses periksa filter rutin agar produk tetap terjaga kebersihannya dan tidak ditemukan kontaminasi kembali. Mesin tidak dalam keadaan bersih. Jenis kontaminasi yang terjadi jika mesin tidak dalam keadaan bersih yaitu adanya salur warna hitam pada bulk. Dari penelitian (Ilankizhai et al, 2016) yang pernah dilakukan, produk kosmetik beresiko tinggi untuk kontaminasi

71 mikroba dari berbagai sumber seperti sebagai lingkungan, tangan konsumen, keringat tubuh, cara penggunaan yang kurang baik dan penggunaan bahan kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama. Kontaminasi yang terjadi akibat mesin tidak dalam keadaan bersih yaitu karena tidak adanya prosedur mengecek kondisi mesin sebelum kerja. Salur warna hitam tersebut berasal dari seal mesin yang kotor atau bahkan lepas dari tempatnya. Biasanya ini terjadi ketika mesin tidak dipakai beberapa hari. Oleh karena itu, usulan untuk mencegah agar tidak terjadinya kontaminasi kembali yaitu, penambahan prosedur pengecekan mesin kepada operator dan selalu mengecek keadaan mesin serta diawasi oleh quality control untuk cek sebelum produksi dimulai, agar kondisi mesin tetap bersih dan produk tidak terkontaminasi kembali. 5.6 Analisa Biaya Rework Setelah melihat apa yang sudah dijabarkan pada diagram sebab akibat, ditemukan empat faktor penyebab yang menyebabkan kontaminasi produk yang paling sering terjadi pada proses produksi kosmetik. Keempat faktor yang menyebabkan produk cacat antara lain faktor manusia, faktor mesin, faktor metode atau cara, dan faktor material/bahan baku. Setelah diagram sebab akibat maka tahap selanjutnya yaitu, menganalisa biaya rework mengikuti jurnal (Haryono et al, 2016) sebagai berikut :

72 Tabel 3 Analisa Biaya Rework Cacat Rata-rata 4.79% Biaya perbaikan rework rata-rata mencapai 60% dari biaya proses (Haryono et al, 2016) Harga Rp Terjual/Unit 42,000 Jumlah Total Penjualan Rp 42.000 X 1.938.262 Rp81,407,004,000 Biaya Material + Work + OH Rp 25.200 + Rp 9.200 + Rp 4.600 Rp39,000 Total Biaya Rp 39.000 X 1.938.282 Rp75,592,218,000 Biaya Rework 60% X (Rp 9.200 + Rp 4.600) Rp8,280 Total Biaya Rework Rp 8.280 X 92.849 Rp768,789,720 Rework/bulan Rp 768.789.720 / 30 bulan Rp25,626,324 Berdasarkan tabel diatas, kerugian untuk proses biaya rework disebabkan oleh kontaminasi sebanyak Rp 25.626.324/bulannya, dan kerugian yang dialami perusahaan selama 30 bulan sebanyak Rp 768.789.720. Oleh karena itu, jika tidak ditangani secara serius bisa saja kerugian bertambah karena persentase cacat yang terus meningkat dan masih banyak produk cacat yang tidak bisa dijual karena akibat yang lain selain kontaminasi.