BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Transkripsi

1 BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Hasil Data Dari pengolahan data pada bab sebelumnya diperoleh hasil mengenai jumlah produk, jumlah produk cacat, dan jenis cacat yang ada antara lain : gosong, kotor, dempet, sambungan terbuka dan kecil, serta lengkap persentase cacatnya dalam diagram pareto. Dalam proses pengolahan data terdapat dua macam situasi perbaikan kualitas dengan menggunakan peta kendali yaitu: situasi yang pertama adalah peta kendali yang dibuat untuk mengetahui apakah kondisi ada yang diluar batas kendali, yang terjadi karena sebab khusus (sebab yang paling sering terjadi), penyebab dapat dilihat melalui diagram pareto dan kondisi yang kedua adalah berkaitan dengan pengujian untuk mengambil keputusan apakah total produk cacat masih dalam batas kendali dan masih bisa dikatakan terkontrol. Di bawah ini adalah hasil akhir dari data yang telah diolah yaitu: Hasil Peta Kendali dari Pengujian Total Produk Cacat Garis Pusat = 0,0187

2 Rata-rata Proporsi Cacat = 1,85% Rata-rata Batas Kendali Atas (BKA/UCL) = 0,0265 = 2,65% Rata-rata Batas Kendali Bawah (BKB/LCL) = 0,0105 = 1,05% Dari hasil data yang diperoleh proporsi cacat yang ada masih dalam batas kendali Ucl dan Lcl, akan tetapi dalam deretnya terdapat (tujuh) titik berturutturut pada peta kendali yang selalu berada di bawah garis tengah secara berurutan, hal ini menunjukan bahwa proses yang berlangsung tidak baik (proses tidak terkontrol). Hal ini terlihat produk cacat yang dihasilkan masih cukup tinngi, keadaan ini disebabkan oleh Penyebab khusus. Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendaliakn proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab-khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya yang disesbabkan oleh variasi penyebabumum. Maka dari itu perlu diteliti dengan menggunakan metode sebab-akibat untuk mengetahui penyebab dan yang berpotensi dalam terjadinya variasi penyebab-khusus ini Analisa Diagram Sebab Akibat Setelah melakukan observasi ke lapangan, wawancara dengan pihak yang bersangkutan secara langsung dan mengolah data yang didapat (memperhatikan flow chart dan SOP), maka diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya produk cacat pada produk roti manis. Dengan menggunakan diagram fishbone atau diagram sebab akibat dapat membantu memecahkan masalah dengan

3 mengidentifikasikan klasifikasi atau kategori yang lebih fokus dengan sebabsebab yang mempengaruhi suatu karakteristik kualitas tertentu. Dari hasil analisa jenis produk cacat pada tabel jenis cacat menunjukkan bahwa Cacat Bentuk ; Sambungan terbuka 36,34%, Dempet 24,11%, Kecil 11,83% dengan tingkat kecacatan yang cukup besar, akan tetapi penulis mengambil jenis cacat yang persentasenya cukup besar untuk dianalisa dengan diagram sebab-akibat, yaitu Cacat Sambungan Terbuka dan Cacat Dempet yang merupakan cacat dominan dengan demikian perlu mendapatkan perhatian khusus Diagram Sebab Akibat untuk jenis cacat SBK (Sambungan Terbuka) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya produk cacat SBK (Sambungan Terbuka) dengan persentase yang cukup besar yaitu 36,34% jenis cacat yang paling dominan yang perlu diatasi segera dan mendapat perhatian khusus. Manusia Mesin/Alat Kurang teliti Adonan keras Tidak disiplin sesuai SOP Adonan berminyak Tradional /sederhana Metode kerja manual Kurangnya penerangan Permukaan meja tdk rata SBK (Sambungan terbuka) Material Metode Lingkungan Gambar 5.1. Diagram Sebab Akibat untuk SBK (Sambungan Terbuka)

4 Diagram Sebab Akibat untuk DPT (Dempet) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya produk cacat DPT (Dempet) dengan persentase 24,11% yaitu cacat yang paling dominan ke-dua yang perlu diatasi segera dan mendapat perhatian khusus. Manusia Mesin/Alat Kurang Teliti menempatkan adonan Adonan terlalu ngembang Material Ceroboh saat pemindahan loyang Loyang rusak/ tidak rata Jarak penyimpanan sulit dilihat Metode Lantai miring Loyang licin terlalu berminyak Lingkungan DPT (Dempet) Temperatur tinggi, adonan cepat ngembang Gambar 5.2. Diagram Sebab Akibat (Fish bone) untuk DPT (Dempet) 5.3 Faktor-Faktor Penanggulangan Masalah Langkah - langkah yang di ambil untuk penanggulangan masalah adalah dengan menggunakan metode 5W + 1H. Metode ini merupakan langkah-langkah atau tindakan-tindakan untuk meminimalkan terjadinya produk yang cacat ataupun kerugian yang dari produk cacat. Berikut ini adalah rencana perbaikan produk cacat, yang ditemukan dalam kegiatan proses produksi dapat dilihat pada Tabel 5.1.

5 Cacat Dominan Sambungan Terbuka Dempet Tabel 5.1. Analisa 5W + 1H untuk Cacat Sambungan Terbuka dan Dempet. What Why Who Where When How Kondisi roti yang dihasilkan cacat sambungannya terbuka/tidak merekat. Roti yang dihasilkan menyatu /dempet satu dengan lainya. - Operator tidak menyimpan sambungan dibagian bawah. - Meja pembentukan tidak rata. -Adonan keras dan berminyak. -Metode manual. -Kurang pencahayaan -Operator kurang teliti menyimpan adonan diloyang. -Loyang berminyak /licin, tidak rata/rusak. -Adonan terlalu mengembang. -Tidak ada tanda jarak penyimpanan. -Lantai tidak rata. -Operator -mesin -mataerial -metode -lingkungan -Operator -mesin -material -metode -lingkungan Pada proses pembentukan roti di CV. MS Bakery Pada proses pembentukan roti di CV. MS Bakery Oktober 2010 Oktober Operator harus mendapatkan teguran agar lebih teliti, saat menyimpan adonan roti. -Memperbaiki meja pembentukan agar tidak menghambat kinerja karyawan yang akhirnya menurunkan kualitas yang dihasilkan. -Tekstur adonan harus pas dan tidak berminyak. -Perbaiki metode untuk mempermudah kinerja karyawan. - Menambah lampu penerangan agar mata karyawan tidak cepat lelah. -Operator harus mendapatkan teguran agar lebih teliti, saat menyimpan adonan roti. -Mengurangi penggunaan minyak pada loyang dan mengganti loyang rusak/tidak layak pakai. -Melakukan pengcekkan adonan agar tak lewat mengembang. -Memberi tahukan karyawan mengenai jarak ideal penyimpanan adonan dan pemberian minyak pada loyang. -Meratakan lantai penyimpanan loyang, agar adonan diloyang tidak bergeser.

6 5.4 Analisa Usulan Perbaikan Usulan Perbaikan untuk Mengurangi Cacat SBK (Sambunngan Terbuka) Dari diagram pareto di atas dapat dilihat cacat dengan persentase terbesar adalah jenis cacat Sambungan Terbuka (SBK), tingkat kecacatan yang paling besar merupakan masalah yang menjadi prioritas untuk dipecahkan terlebih dahulu dengan menggunakan metode fishbone atau diagram sebab akibat, agar perusahaaan mengetahui sebab-sebab dan potensi yang berpeluang dalam terjadinya jenis cacat sambungan terbuka sehingga dapat mencari solusi terbaik untuk menangani tingkat kecacatan ini dengan lebih cepat. Agar lebih maksimal dalam menangani permasalahan tingkat kecacatan pada produk, secara berkelanjutan dapat dilakukan beberapa usulan perbaikan : Faktor Manusia 1. Melakukan brefing tentang instruksi kerja sebelum proses produksi dimulai. 2. Melakukan analisa hasil kerja setelah produksi selesai, dengan tujuan agar proses produksi dapat terus dipantau secara terus menurus sehingga jika terjadi ketidak sesuaian proses, dapat diketahui secepatnya. 3. SOP (Standar Operation Procedure) atau Job Desk wajib terpasang pada stasiun kerja masing-masing. 4. Menanamkan rasa peduli terhadap lingkungan kerja, peralatan produksi dan bahan baku pada setiap karyawan untuk menghasilkan produk terbaik.

7 5. Memberikan tanggung jawab kepada setiap karyawan, dan pemberian bonus dan sangsi kerja. 6. Menganalisa dan mendokumentasikan suatu produk cacat, penyebabnya, cara penanggulangannya dan masalah-masalah lainnya pada proses guna dilakukan tindakan perbaikan sehingga masalah tersebut dapat dicegah agar tidak terulang kembali. 7. Dokumentasi mengenai masalah-masalah, cara pencegahan dan perbaikan kemudian dibuat menjadi SOP sebagai upaya tindak lanjut. 8. Melakukan gugus kendali mutu yaitu operator aktif memberikan usulan-usulan perbaikan pada proses. 9. Mengadakan training untuk meningkatkan keterampilan pekerja secara kontinu sehingga pada akhirnya tercapai SDM yang berkualitas. Faktor Mesin 1. Mesin-mesin harus diperiksa secara berkala, perwatan rutin. 2. Apabila hendak mengoperasikan mesin harus dipastikan tidak ada benda yang dapat mengganggu kinerja mesin untuk mencegah kerusakan dan mengoptimalkan kinerja mesin, kondisi mesin harus selalu dalam keadaan bersih. 3. Mengganti alat sederhana yang kinerjanya sudah tidak maksimal (contoh : sarung tangan, kape untuk potong adonan dll).

8 Faktor Material 1. Memilih bahan baku tepung terigu yang berkualitas, mengawasi kebersihan tempat penyimpanan cara penyimpananya. 2. Perhatikan waktu penyimpananya sebab terlalu lama penyimpanan tentu akan berdampak pada kualiatas dan masa kadaluarsa bahan baku. 3. Memakai bahan sesuai komposisi yang di anjurkan, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Faktor Metode 1. Melakukan evaluasi, perbaikan atau penambahan SOP yang lebih baik dan mudah dipahami oleh operator (meminta pendapat dari karyawan mengenai SOP yang telah ada). 2. Bahasa yang digunakan jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh karyawan. 3. Menempatkan SOP pada lokasi yang mudah dibaca diarea proses produksi agar operator selalu senantiasa mengikuti dan mengingat SOP yang telah dibuat. 4. Memasang papan atau dokumen khusus yang menggambarkan tingkat perubahan jumlah produk cacat per harinya dengan grafik sehingga semua operator bisa mengetahui. Atau laporan khusus untuk operator yang melakukan kesalahan per harinya, sehingga operator mengetahui tingkat ketelitian yang ia lakukan.

9 Faktor Environment (Lingkungan) 1. Mengatur tata letak peralatan dan mesin-mesin dalam keadaan yang nyaman dan dapat mempermudah pekerjaan karyawan. 2. Meinimalkan lingkungan kerja yang kurang nyaman yaitu karena faktor mesin, suhu panas dan sebagainya yang dapat mengakibatkan konsentrasi operator/pekerja menurun sehingga terjadi kesalahan. 3. Memberikan penerangan ekstra ditempat-tempat yang memerlukan ketelitian lebih agar mata tidak cepat lelah. 4. Menjaga kebersihan lingkungan kerja, agar tidak mengganggu pekerjaan, kebersihan produk dan kesehatan karyawan Usulan Perbaikan untuk Mengurangi Cacat DPT (Dempet) Faktor Manusia 1. Melakukan brefing tentang instruksi kerja yang berkaitan dengan penanganan cacat dempet yang terjadi sebelum proses produksi dimulai. 2. Melakukan analisa hasil kerja setelah produksi selesai, dengan tujuan agar proses produksi dapat terus dipantau secara terus menurus sehingga jika terjadi ketidak sesuaian proses, dapat diketahui secepatnya. 3. SOP (Standar Operation Procedure) atau Job Desk wajib terpasang pada stasiun kerja masing-masing.

10 4. Menanamkan rasa peduli terhadap lingkungan kerja, peralatan produksi dan bahan baku pada setiap karyawan untuk menghasilkan produk terbaik. 5. Memberikan tanggung jawab kepada setiap karyawan, dan pemberian bonus dan sangsi kerja. 6. Menganalisa dan mendokumentasikan suatu produk cacat, penyebabnya, cara penanggulangannya dan masalah-masalah lainnya pada proses guna dilakukan tindakan perbaikan sehingga masalah tersebut dapat dicegah agar tidak terulang kembali. 7. Dokumentasi mengenai masalah-masalah, cara pencegahan dan perbaikan kemudian dibuat menjadi SOP sebagai upaya tindak lanjut. 8. Melakukan gugus kendali mutu yaitu operator aktif memberikan usulan-usulan perbaikan pada proses. 9. Mengadakan training untuk meningkatkan keterampilan pekerja secara kontinu sehingga pada akhirnya tercapai SDM yang berkualitas. Faktor Mesin 1. Mesin-mesin harus diperiksa secara berkala, perwatan rutin. 2. Apabila hendak mengoperasikan mesin harus dipastikan tidak ada benda yang dapat mengganggu kinerja mesin untuk mencegah kerusakan dan mengoptimalkan kinerja mesin, kondisi mesin harus selalu dalam keadaan bersih. 3. Mengganti alat sederhana yang kinerjanya sudah tidak maksimal (contoh : sarung tangan, kape untuk potong adonan, loyang dll).

11 4. Loyang yang digunakan tidak boleh terlalu beminyak, karena adonan dapat bergeser dari posisi awal dan dempet satu dengan lainnya. Faktor Material 1. Memilih bahan baku tepung terigu yang berkualitas, mengawasi kebersihan tempat penyimpanan cara penyimpananya. 2. Perhatikan waktu penyimpananya sebab terlalu lama penyimpanan tentu akan berdampak pada kualiatas dan masa kadaluarsa bahan baku. 3. Memakai bahan sesuai komposisi yang di anjurkan, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. 4. Pemakaian minyak dalam mengolesi loyang harus dikurangi, bahkan di tiadakan pun tak apa kecuali loyang tersebut lengket. Faktor Metode 1. Melakukan evaluasi tentang penggunaan minyak pada loyang karena membuat adonan mudah begeser dan dempet satu dengan yang lainnya, perbaikan atau penambahan SOP yang lebih baik dan mudah dipahami oleh operator (meminta pendapat dari karyawan mengenai SOP yang telah ada). 2. Bahasa yang digunakan jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh karyawan. 3. Menempatkan SOP pada lokasi yang mudah dibaca diarea proses produksi agar operator selalu senantiasa mengikuti dan mengingat SOP yang telah dibuat.

12 4. Memasang papan atau dokumen khusus yang menggambarkan tingkat perubahan jumlah produk cacat per harinya dengan grafik sehingga semua operator bisa mengetahui. Atau laporan khusus untuk operator yang melakukan kesalahan per harinya, sehingga operator mengetahui tingkat ketelitian yang lakukan. Faktor Environment (Lingkungan) 1. Mengatur tata letak peralatan dan mesin-mesin dalam keadaan yang nyaman dan dapat mempermudah pekerjaan karyawan. 2. Meinimalkan lingkungan kerja yang kurang nyaman yaitu karena faktor mesin, suhu panas dan sebagainya yang dapat mengakibatkan konsentrasi operator/pekerja menurun sehingga terjadi kesalahan. 3. Meratakan permukaan lantai tempat loyang disimpan agar tidak miring dan mencegah pergeseran adonan dalam Loyang tersebut. 4. Menjaga kebersihan lingkungan kerja, agar tidak mengganggu pekerjaan, kebersihan produk dan kesehatan karyawan.