KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ATAS ALJABAR SUPERTROPICAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 ALJABAR MAX-PLUS. beberapa sifat khusus yang selanjutnya akan dibuktikan bahwa sifat-sifat tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR SM 1330 GRUP ALTERNATING A. FARIS UBAIDILLAH NRP Dosen Pembimbing Dr. Subiono, MS.

SISTEM LINEAR DALAM ALJABAR MAKS-PLUS

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS TERREDUKSI DALAM ALJABAR MAKS-PLUS BESERTA APLIKASINYA

PERMANEN DAN DOMINAN SUATU MATRIKS ATAS ALJABAR MAX-PLUS INTERVAL

KEBEBASAN LINEAR GONDRAN-MINOUX DAN REGULARITAS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA SISI DALAM ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN FUZZY

ANALISIS EIGENPROBLEM MATRIKS SIRKULAN DALAM ALJABAR MAX-PLUS

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya

Diagonalisasi Matriks Segitiga Atas Ring komutatif Dengan Elemen Satuan

POLINOMIAL KARAKTERISTIK MATRIKS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 7

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks atas Ring Komutatif

Invers Tergeneralisasi Matriks atas Z p

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3.

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS PLUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika

Semi Modul Interval [0,1] Atas Semi Ring Matriks Fuzzy Persegi

BASIS RUANG VEKTOR EIGEN SUATU MATRIKS ATAS ALJABAR MAX-PLUS

SISTEM MAKS-LINEAR DUA SISI ATAS ALJABAR MAKS-PLUS 1. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di

Nilai Eigen dan Vektor Eigen Universal Matriks Interval Atas Aljabar Max-Plus

PENENTUAN WAKTU PRODUKSI TERCEPAT PADA SISTEM MESIN PRODUKSI JAMU DI PT. PUTRO KINASIH DENGAN ALJABAR MAX-PLUS

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

BAB I PENDAHULUAN. 3) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan invers matriks. 4) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan determinan matriks

A-7 KEBEBASAN LINEAR DALAM ALJABAR MAX-PLUS INTERVAL

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

8 MATRIKS DAN DETERMINAN

ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

Part III DETERMINAN. Oleh: Yeni Susanti

HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN DOSEN YUNOR

PENERAPAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ITERATIF MAKS-PLUS PADA MASALAH LINTASAN TERPANJANG

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Modul 2.2 Matriks dan Sistem Persamaan Linear (Topik 3) A. Pendahuluan Matriks dan Sistem Persamaan Linear

MENENTUKAN EIGEN PROBLEM ALJABAR MAX-PLUS

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF

DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

OPERASI MODIFIKASI ARITMATIKA INTERVAL TERHADAP INVERS MATRIKS INTERVAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas tentang semiring, Aljabar Max-Plus, sifat-sifat

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisktik Elemen Satuan Pada Semiring Pseudo-Ternary Matriks Atas Bilangan Bulat Negatif

MATRIKS. a A mxn = 21 a 22 a 2n a m1 a m2 a mn a ij disebut elemen dari A yang terletak pada baris i dan kolom j.

ALJABAR LINIER DAN MATRIKS

STRUKTUR ALJABAR 1. Winita Sulandari FMIPA UNS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

MASALAH VEKTOR EIGEN MATRIKS INVERS MONGE DI ALJABAR MAX-PLUS

PENJADWALAN PEMANDU WISATA DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN ALJABAR MAX-PLUS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

Course of Calculus MATRIKS. Oleh : Hanung N. Prasetyo. Information system Departement Telkom Politechnic Bandung

Diktat Kuliah. Oleh:

Part II SPL Homogen Matriks

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

Pertemuan 8 Aljabar Linear & Matriks

PENENTUAN JADWAL PRODUKSI PADA SISTEM PRODUKSI TIPE ASSEMBLY DI PERUSAHAAN ROTI GANEP SOLO MENGGUNAKAN ALJABAR MAKS-PLUS

MENENTUKAN NILPOTENT ORDE 4 PADA MATRIKS SINGULAR MENGGUNAKAN TEOREMA CAYLEY HAMILTON TUGAS AKHIR

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse

R maupun. Berikut diberikan definisi ruang vektor umum, yang secara eksplisit

POLINOMIAL KARAKTERISTIK MATRIKS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan. Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015

Matematika Teknik INVERS MATRIKS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275

SATUAN PERKULIAHAN. 10 menit -apersepsi -motivasi Diberikan dalam bahasa Inggris 100% 2 Kegiatan inti:

MASALAH NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN YANG DIPERUMUM MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

IDEAL PRIMA FUZZY DI SEMIGRUP

Trihastuti Agustinah

APLIKASI ALJABAR MAKS-PLUS PADA SISTEM PENJADWALAN KERETA REL LISTRIK (KRL) JABODETABEK

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif

BAB II LANDASAN TEORI

Produk Cartesius Semipgrup Smarandache

MENENTUKAN PERPANGKATAN MATRIKS TANPA MENGGUNAKAN EIGENVALUE

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan

POLINOMIAL ATAS ALJABAR MAX-PLUS INTERVAL

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING

MATRIKS Matematika Industri I

Transkripsi:

TESIS SM 142501 KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ATAS ALJABAR SUPERTROPICAL Dian Yuliati NRP. 1214 201 002 DOSEN PEMBIMBING Dr. Subiono, M.S. PROGRAM MAGISTER JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016

THESIS SM 142501 CHARACTERIZATION OF THE SOLUTIONS OF SYSTEM OF LINEAR EQUATIONS OVER SUPERTROPICAL ALGEBRA Dian Yuliati NRP. 1214 201 002 SUPERVISOR Dr. Subiono, M.S. MASTER S DEGREE DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2016

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Batasan Masalah... 3 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI... 5 2.1 Penelitian Terdahulu... 5 2.2 Semiring... 6 2.3 Aljabar Max-Plus... 8 2.3.1 Matriks atas Aljabar Max-Plus... 10 2.3.2 Penjumlahan Matriks... 10 2.3.3 Perkalian Matriks... 11 2.3.4 Perpangkatan Matriks... 12 2.3.5 Transpose Matriks... 13 2.3.6 Matriks Identitas... 13 2.4 Aljabar Tropical... 13 2.5 Perluasan Aljabar Tropical... 14 2.6 Aljabar Supertropical... 16 2.6.1 Semiring dengan Ghost... 16 2.6.2 Semiring Supertropical... 16 2.6.3 Relasi Ghost Surpass... 17 2.7 Matriks atas semiring Supertropical... 18 2.7.1 Penjumlahan Matriks... 18 2.7.2 Perkalian Matriks... 19 ix

2.7.3 Perpangkatan Matriks... 20 2.7.4 Transpose Matriks... 21 2.7.5 Determinan... 22 2.7.6 Minor dan Adjoint... 22 2.7.7 Matriks Non Singular dan Singular... 23 2.7.8 Matriks Pseudo-Zero... 24 2.7.9 Matriks Identitas... 25 2.7.10 Pseudo-Invers Matriks... 25 2.7.11 Matriks Invertibel... 28 2.8 Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Max-Plus... 29 2.8.1 Sistem Persamaan Linear Aljabar Max-Plus... 29 2.8.2 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Max-Plus... 34 2.9 Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Supertropical... 43 BAB 3 METODE PENELITIAN... 45 BAB 4 PEMBAHASAN... 47 4.1 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Tak Homogen atas Aljabar Supertropical... 47 4.2 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Homogen atas Aljabar Supertropical... 71 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN... 81 5.1 Simpulan... 81 5.2 Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA... 83 x

DAFTAR NOTASI R max : Aljabar Max-plus : Akhir Contoh : Akhir Definisi : Akhir Teorema dan Lemma : Anggota 1 R : Elemen identitas pada semiring R 0 R : Elemen nol pada semiring R : Gabungan R : Himpunan bilangan real M n (R) : Himpunan matriks ukuran n n dengan entri matriks anggota R R v T G G 0 a v v R : Himpunan dengan anggotanya elemen ghost pada extended semiring tropical : Himpunan dengan anggotanya elemen tangible pada aljabar supertropical : Himpunan dengan anggotanya elemen ghost pada aljabar supertropical : Ideal ghost : Nilai a pada pemetaan ghost : Pemetaan ghost : Relasi ghost surpass pada R : Semiring supertropical : Operasi max : Operasi plus : Untuk setiap xi

KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya, serta junjungan Beliau Rasulullah SAW atas suri teladan yang dibawanya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Atas Aljabar Supertropical ini tepat pada waktunya. Tesis ini merupakan sebagian persyaratan kelulusan dalam memperoleh gelar Magister di Program Studi Magister Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Penyusunan Tesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan moral maupun spiritual dari banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu, Bapak, beserta keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi agar penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. 2. Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D. selaku Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 3. Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 4. Dr. Imam Mukhlash, M.T., selaku Ketua Jurusan Matematika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 5. Dr. Subiono, M.S., selaku Koordinator Program Studi Pascasarjana Matematika dan juga dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan mendorong penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. 6. Dr. Haryanto, M.Si., selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan selama penulis menempuh kuliah. 7. Bapak / Ibu Dosen penguji yang telah memberikan masukan dan juga motivasi bagi penulis sehingga Tesis ini dapat selesai tepat waktu. vii

8. Seluruh dosen Matematika yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan serta staf administrasi Program Studi Magister Matematika atas segala bantuannya. 9. Sahabat penulis lainnya atas semua bantuan, semangat, dan dukungannya selama proses penulisan Tesis ini. 10. Keluarga besar Pascasarjana Matematika ITS 2014, dan semua pihak yang telah membantu proses penulisan Tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan anugerah dan karunia-nya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya. Kritik dan saran bisa dikirim melalui email penulis dian.yuliati2014@gmail.com. Akhirnya semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya, Januari 2016 Penulis viii

KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ATAS ALJABAR SUPERTROPICAL Nama Mahasiswa : Dian Yuliati NRP : 1214 201 002 Dosen Pembimbing : Dr. Subiono, M.S. ABSTRAK Aljabar tropical adalah semiring idempotent sekaligus semifield. Salah satu contoh dari aljabar tropical yang memiliki struktur semiring idempoten sekaligus semifield yaitu aljabar max-plus. Aljabar max-plus didefinisikan sebagai R max = (R ε,, ), dimana R ε = R { } dengan R adalah semua bilangan real, ε, a b max{a, b} dan a b a + b untuk setiap a, b R ε. Berbeda dengan aljabar linear biasa, aljabar max-plus tidak mempunyai elemen invers terhadap operasi. Hal ini yang menyulitkan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear A x = b di R max. Oleh karena itu dikonstruksikan struktur baru yang merupakan perluasan dari R max yang disebut extended semiring tropical yang dinotasikan sebagai T = R { } R v v dimana R = R v { } disebut v ideal dari T, v T R disebut pemetaan ghost yang memenuhi v(a) = a, a v R dan v(a) = a v, a R. Secara lebih umum perluasan dari aljabar tropical dinamakan aljabar supertropical. Oleh karena itu dapat digeneralisasikan penyelesaian sistem persamaan linear menggunakan relasi ghost surpass. Dengan relasi ghost surpass penyelesaian sistem persamaan A x = b akan diperlemah menjadi A x b. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sistem persamaan linear tak homogen A x b atas aljabar supertropical mempunyai solusi n tangible yang tunggal jika dan hanya jika A T dan (adj(a) b) T 0, serta mempunyai penyelesaian tidak tunggal jika dan hanya jika A G 0 ε atau n (adj(a) b) T 0. Sedangkan sistem persamaan linear homogen A x ε atas aljabar supertropical mempunyai penyelesaian trivial jika dan hanya jika A T dan mempunyai penyelesaian tak trivial jika dan hanya jika A G 0 ε. Kata kunci : aljabar tropical, aljabar supertropical, sistem persamaan linear. iii

CHARACTERIZATION OF THE SOLUTION OF SYSTEM OF LINEAR EQUATIONS OVER SUPERTROPICAL ALGEBRA Name : Dian Yuliati Student Identity Number : 1214 201 002 Supervisor : Dr. Subiono, M.S. ABSTRACT Tropical algebra is idempotent semirings and semifields. Max-plus algebra is one of many idempotent semirings and semifields. Max-plus algebra is defined as R max = (R ε,, ), where R ε = R { } with R is the set of real numbers, ε, a b max{a, b} and a b a + b for every a, b R ε. In contrast to conventional linear algebra, there are no inverse elements with respect to in R max. It also causes difficulty when solving linear systems of equations A x = b. Therefore a new structure that generalizes max-plus algebra is constructed and it is called extended tropical semiring, denoted as T = R { } R v where v R = R v { } v is called ideal of T, v T R is called the ghost map satisfying v(a) = a, a R v and v 2 (a) = v(a), a T. Generally, the extension of tropical algebra is called supertropical algebra. Therefore we can generalize the method to solve system of linear equations using ghost surpass relation, then system of linear equations A x = b will be weakened A x b. Based on the results of the study showed that characterization of the solution of n n non-homogeneous system of linear equations A x b over supertropical algebra has a unique n solution if only if A T and (adj(a) b) T 0. Moreover, it has an infinite n numbers of solutions if only if A G 0 ε or (adj(a) b) T 0. While for characterization of the solution of n n system homogeneous of linear equations A x ε over supertropical algebra has a trivial solution if and only if A T and a non-trivial solution if and only if A G 0 ε. Keywords : tropical algebra, supertropical algebra, system of linear equations. v

END BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aljabar tropical merupakan salah satu bidang dalam matematika yang telah berkembang selama satu dekade terakhir. Aljabar tropical dipelopori oleh ahli matematika dan komputer Imre Simon, seorang peneliti dari Brazil pada tahun 1980an [1]. Aljabar tropical adalah semiring idempotent sekaligus semifield. Salah satu contoh dari aljabar tropical yang memiliki struktur semiring idempoten sekaligus semifield yaitu aljabar max-plus [2]. Dalam papernya, Izhakian (2009) memperkenalkan struktur baru yang merupakan perluasan dari aljabar max-plus yang disebut extended semiring tropical [3]. Perluasan tersebut muncul untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari polinomial atas aljabar max-plus sehingga dibutuhkan struktur baru yang lebih luas yang mencakup aljabar max-plus. Secara lebih umum perluasan dari aljabar tropical dinamakan aljabar supertropical. Karena aljabar supertropical merupakan kajian yang relatif baru, maka berbagai penelitian mengenai aljabar supertropical terus dilakukan. Pada tahun 2010, Izhakian dan Rowen dalam penelitian yang berjudul Supertropical Algebra membahas tentang faktorisasi polinomial atas aljabar supertropical, penelitian ini menjelaskan bahwa setiap polinomial dapat difaktorkan dalam bentuk linier maupun kuadrat [4]. Pada tahun yang sama, Izhakian dkk dalam penelitian berjudul Supertropical Linear Algebra membahas tentang dasar teori atas aljabar supertropical yang sifat-sifatnya didapatkan dari aljabar linier dengan memanfaatkan relasi ghost surpasses [5]. Masih pada tahun yang sama, Izhakian dan Rowen dalam penelitian Supertropical Polynomial and Resultant membahas mengenai polinomial relatif prima atas aljabar supertropical [6]. Pada tahun 2011, Izhakian dan Rowen melakukan penelitian yang berjudul Supertropical Matrix Algebra, penelitian tersebut membahas tentang teori matriks atas semiring supertropical yaitu jika A dan B keduanya tangible maka 1

A B = A B [7]. Kemudian penelitian berlanjut pada Supertropical Matrix Algebra II yang membahas eksistensi adj A dari matriks non singular sehingga didapatkan pseudo-invers kanan dan pseudo-invers kiri yang tunggal sehubungan dengan matriks pseudo-identitas yang bersesuaian dengan A, selain itu juga dibahas sifat adjoint dan penerapannya untuk menghitung vektor eigen atas aljabar supertropical [8]. Pada tahun yang sama, penelitian berlanjut pada Supertropical Matrix Algebra III: Powers of Matrices and Their Supertropical Eigenvalues yang membahas mengenai teori matriks atas aljabar supertropical, polinomial karakteristik serta dekomposisi Jordan dan nilai eigen dari matriks atas aljabar supertropical [9]. Masih pada tahun yang sama, Izhakian dkk mengembangkan penelitian pada teori valuasi atas aljabar supertropical diantaranya berjudul Supertropical Semirings and Supervaluations, Dominance and Transmissions in Supertropical Valuation Theory, Monoid Valuations and Value Ordered Supervaluations dan A Glimpse on Supertropical Valuation Theory. Pada tahun 2012, Izhakian dkk dalam penelitian yang berjudul Dual Spaces and Bilinear Forms in Supertropical Linear Algebra membahas tentang ruang dual dan bentuk bilinear atas aljabar supertropical [10]. Pada tahun yang sama, Adi Niv melakukan penelitian berjudul Factorization of Supertropical Matrices yang membahas mengenai faktorisasi matriks atas aljabar supertropical, didapatkan bahwa tidak semua matriks non singular atas aljabar supertropical bisa difaktorkan menjadi matriks-matriks elementer [11]. Pada tahun 2013, Izhakian dkk melakukan penelitian yang berjudul Supertropical Monoids : Basics and Canonical Factorization membahas mengenai monoid supertropical dan valuasi yang digunakan dalam teori matriks dan geometri tropical [12]. Selanjutnya, pada tahun 2014 Adi Niv dalam penelitian berjudul Characteristic Polynomial of Supertropical Matrices membahas mengenai polinomial karakteristik serta nilai eigen atas aljabar supertropical [13]. Pada tahun 2015, Izhakian dkk melakukan penelitian Supertropical Quadratic Forms I yang menjelaskan mengenai bentuk kuadratik pada modul atas semiring supertropical [14], kemudian penelitian tersebut berlanjut pada Supertropical Quadratic Forms II [15]. Pada tahun yang sama, Adi Niv dalam 2

salah satu bagian disertasinya yang berjudul On Pseudo-Inverses of Matrices and Their Characteristic Polynomials in Supertropical Algebra membahas mengenai matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical, polinomial karakteristik dan nilai eigen dari matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical [16], akan tetapi dalam penelitian tersebut belum dibahas pengembangannya pada sistem persamaan linear. Sistem persamaan linear merupakan salah satu permasalahan penting dalam matematika karena sebagian besar masalah matematika yang dijumpai dalam aplikasi ilmiah maupun industri melibatkan penyelesaian sistem persamaan linear. Dalam aljabar linear telah diketahui bahwa sistem persamaan linear terbagi menjadi sistem persamaan linear homogen dan tak homogen. Suatu sistem persamaan linear dalam keterkaitannya dengan solusi, mempunyai tiga kemungkinan diantaranya mempunyai solusi tunggal, solusi banyak dan tidak mempunyai solusi. Keberadaan solusi ini sangat tergantung dari sistem persamaan linear itu sendiri. Sebagai pengembangan dari teori matriks aljabar supertropical maka pada penelitian ini akan dilakukan pembahasan mengenai karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen dan sistem persamaan linear homogen atas aljabar supertropical. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimana karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen atas aljabar supertropical? 2. Bagaimana karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear homogen atas aljabar supertropical? 1.3 Batasan Masalah Agar permasalahan dalam penelitian ini dapat terfokus dan sesuai dengan waktu yang direncanakan, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Batasan yang diberikan dalam penelitian ini adalah matriks yang dibahas adalah matriks persegi. 3

1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen atas aljabar supertropical. 2. Menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear homogen atas aljabar supertropical. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai salah satu referensi bagi peneliti yang berminat mengembangkan penelitian khususnya mengenai sistem persamaan linear atas aljabar supertropical. 2. Sebagai pengembangan ilmu aljabar khususnya aljabar supertropical. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Pada bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka dan landasan teori yang berkaitan dengan penelitian. Kajian pustaka dan landasan teori tersebut meliputi definisi yang menjadi dasar dalam pembahasan pada bab selanjutnya. Pada definisidefinisi tersebut akan diberikan contoh untuk mempertegas maksud dari definisi tersebut. Bagian pertama pada bab ini akan dibahas mengenai penelitian terdahulu, selanjutnya akan dibahas mengenai semiring, aljabar max-plus, aljabar tropical, aljabar supertropical, matriks atas semiring supertropical dan sistem persamaan linear atas aljabar supertropical. 1.1 Penelitian Terdahulu Aljabar max-plus merupakan suatu struktur aljabar (R ε, ) yang tidak mempunyai elemen invers terhadap operasi. Dengan kata lain jika a R ε maka tidak ada b R ε sehingga a b = b a = ε, kecuali jika a = ε dengan ε adalah elemen nol. Selanjutnya, Izhakian (2009) dalam jurnal Communications in Algebra melakukan penelitian yang berjudul Tropical Arithmetic and Matrix Algebra, penelitian tersebut secara khusus memperkenalkan struktur baru yang merupakan perluasan dari aljabar max-plus yang disebut extended semiring tropical [3]. Selanjutnya, perluasan dari aljabar tropical secara umum dinamakan aljabar supertropical. Aljabar supertropical merupakan teori yang relatif baru. Sampai saat ini penelitian mengenai aljabar supertropical telah mengalami perkembangan. Berikut beberapa penelitian mengenai aljabar supertropical diantaranya Izhakian dan Rowen (2010) dalam Advances in Mathematics meneliti tentang Supertropical Algebra. Jurnal tersebut menjelaskan dasar-dasar teori atas aljabar supertropical serta faktorisasi polinomial atas aljabar supertropical yaitu setiap polinomial atas aljabar supertropical dapat difaktorkan baik dalam bentuk linier maupun kuadrat [4]. 5

Selanjutnya Izhakian dan Rowen (2011) dalam Israel Journal Mathematics melakukan penelitian yang berjudul Supertropical Matrix Algebra. Jurnal tersebut membahas mengenai teori matriks atas aljabar supertropical yaitu jika A dan B keduanya tangible maka A B = A B, selain itu A adalah elemen ghost jika baris atau kolom dari A bergantung linier [7]. Masih pada tahun 2011, Izhakian dan Rowen dalam Supertropical Matrix Algebra II, Israel Journal Mathematics secara khusus membahas mengenai eksistensi adj A dari matriks non singular sehingga didapatkan pseudo-invers kanan dan pseudo-invers kiri yang tunggal sehubungan dengan matriks pseudo-identitas yang bersesuaian dengan A. Selain itu juga dibahas sifat adjoint dan penerapannya untuk menghitung vektor eigen atas aljabar supertropical [8]. Selanjutnya peneliti lain yaitu Adi Niv (2015) dalam Journal Linear Algebra and Its Applications melakukan penelitian yang berjudul On Pseudo-Inverses of Matrices and Their Characteristic Polynomials in Supertropical Algebra. Jurnal tersebut membahas mengenai matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical, selain itu juga membahas polinomial karakteristik dan nilai eigen dari matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical [16]. 1.2 Semiring Definisi 2.1. [17]. Semiring (S, +, ) adalah suatu himpunan tak kosong S disertai dengan dua operasi biner + yang mempunyai makna penjumlahan dan yang mempunyai makna perkalian yang memenuhi aksioma berikut : 1. (S, +) adalah semigrup komutatif dengan elemen netral 0, yaitu a, b, c S memenuhi : a + b = b + a (a + b) + c = a + (b + c) a + 0 = 0 + a = a 2. (S, ) adalah semigrup dengan elemen satuan 1, yaitu a, b, c S memenuhi: (a b) c = a (b c) a 1 = 1 a = a 3. Sifat penyerapan elemen netral 0 terhadap operasi, yaitu a S memenuhi : 6

a 0 = 0 a = 0 4. Operasi distributif terhadap +, yaitu a, b, c S berlaku : (a + b) c = (a c) + (b c) a (b + c) = (a b) + (a c) Definisi 2.2. [17]. Suatu semiring (S, +, ) disebut semiring komutatif jika terhadap operasi bersifat komutatif, yaitu a, b S maka a b = b a. Definisi 2.3. [17]. Semiring idempoten adalah suatu semiring (S, +, ) dimana pada operasi penjumlahannya berlaku a + a = a, a S. Definisi 2.4. [17]. Suatu semiring (S, +, ) dikatakan semifield jika setiap elemen a di S {0} mempunyai invers terhadap operasi, yaitu untuk setiap a di S {0} terdapat a 1 sedemikian hingga a a 1 = a 1 a = 1. Contoh 2.1. Diberikan himpunan R ε = R {ε} dengan R adalah himpunan semua bilangan real dan ε beserta operasi biner dan yang didefinisikan sebagai berikut : a b = max {a, b} dan a b = a + b, a, b R ε. Dapat ditunjukkan bahwa (R ε,, ) merupakan semiring idempoten sekaligus semifield dengan elemen netral ε = dan elemen satuan e = 0. Maka untuk a, b, c R ε berlaku : i. (R ε, ) adalah semigrup komutatif a b = b a (a b) c = a (b c) a ε = ε a = a ii. (R ε, ) adalah semigrup komutatif a b = b a (a b) c = a (b c) a e = e a = a 7

iii. iv. Elemen netral ε merupakan elemen penyerap terhadap operasi perkalian a ε = ε a = ε Distributif operasi perkalian terhadap penjumlahan (a b) c = (a c) (b c) a (b c) = (a b) (a c) Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa (R ε,, ) merupakan semiring komutatif dan idempoten. Untuk setiap a, b R ε maka berlaku a b = b a dan a a = max {a, a} = a. Selain itu aljabar (R ε,, ) juga merupakan semifield, sebab untuk setiap a R terdapat a sehingga a ( a) = a + ( a) = 0. Selanjutnya, untuk lebih ringkasnya maka penulisan semiring (S, +, ) dituliskan sebagai S. Definisi 2.5. Diberikan semiring R dan S. Pemetaan f R S dikatakan homomorfisma jika a, b R berlaku : f(a + b) = f(a) + f(b) f(a b) = f(a) f(b) Perlu diperhatikan bahwa operasi biner + pada a + b pada umumnya tidak sama pada f(a) + f(b) begitu juga operasi biner pada a b pada umumnya tidak sama pada f(a) f(b). Homomorfisma f dinamakan idempoten bila f 2 = f. 1.3 Aljabar Max-Plus Pada bagian ini akan dibahas beberapa definisi dasar dari aljabar max-plus. Definisi 2.6. [18]. Aljabar max-plus adalah suatu himpunan tidak kosong R ε = R {ε} dengan R adalah himpunan semua bilangan real dan ε disertai dua operasi biner yang didefinisikan sebagai berikut : a b max {a, b} dan a b a + b, a, b R ε 8

Selanjutnya, aljabar max-plus (R ε,, ) cukup dituliskan dengan R max. Berikut ini adalah sifat-sifat yang berlaku dalam aljabar max-plus. Untuk a, b, c R max berlaku : 1. Assosiatif (a b) c = a (b c) (a b) c = a (b c) 2. Komutatif a b = b a dan a b = b a 3. Distributif terhadap a (b c) = (a b) (a c) 4. Eksistensi elemen nol, yaitu ε a ε = ε a = a 5. Eksistensi elemen satuan, yaitu e a e = e a = a 6. Idempoten terhadap a a = a 7. Sifat penyerapan elemen nol ε terhadap operasi a e = e a = a. Aljabar max-plus R max merupakan semiring komutatif dan idempotent, sebab untuk setiap a, b R ε maka berlaku a b = b a dan a a = max {a, a} = a. Selain itu aljabar max-plus R max juga merupakan semifield, sebab untuk setiap a R terdapat a sehingga a ( a) = a + ( a) = 0. Untuk bilangan bulat tak negatif n, pangkat dari x R max dalam aljabar max-plus dinyatakan sebagai berikut : sehingga dapat dituliskan e, untuk n = 0 x n = { x x x, untuk n > 0 n x n = x x x n = n x 9

Contoh 2.2. Berikut ini diberikan contoh operasi dan dalam aljabar max-plus. Misal diambil a = 9, b = 8, c = 1 3 dengan a, b, c R max, maka 1. a b = 9 8 = max {9,8} = 9. 2. a b = 9 8 = 9 + 8 = 17. 3. a b = 9 8 = 8 9 = 72. 4. a c = 9 1 3 = 1 9 = 3. 3 1.3.1 Matriks atas Aljabar Max-Plus Himpunan semua matriks berukuran m n atas aljabar max-plus m n dinotasikan sebagai R max yaitu suatu matriks berukuran m n dengan entri-entri matriks merupakan anggota R max. Untuk m, n N dengan m 0 dan n 0. m n Operasi penjumlahan dan perkalian pada matriks R max merupakan perluasan operasi biner dan pada R max. 1.3.2 Penjumlahan Matriks Penjumlahan matriks A, B R m n max dinotasikan sebagai A B didefinisikan oleh : [A B] i,j = [a i,j b i,j ] = max {a i,j, b i,j } untuk i m dan j n, dengan m = {1, 2,, m} dan n = {1, 2,, n}. Contoh 2.3. 1 2 5 5 2 7 n n Diberikan matriks A = [ 8 3 8] dan B = [ 6 1 3] dimana A, B R max 4 7 2 2 4 1 maka [A B] 1,1 = 1 5 = 5 [A B] 1,2 = 2 2 = 2 [A B] 1,3 = 5 7 = 7 [A B] 2,1 = 8 6 = 8 [A B] 2,2 = 3 1 = 3 10

[A B] 2,3 = 8 3 = 8 [A B] 3,1 = 4 2 = 4 [A B] 3,2 = 7 4 = 7 [A B] 3,3 = 2 1 = 2 dengan menggunakan notasi matriks didapat 1.3.3 Perkalian Matriks 5 2 7 A B = [ 8 3 8] 4 7 2 m n Untuk sebarang matriks A R max dan skalar λ R max maka perkalian λ A didefinisikan sebagai [λ A] i,j = λ a i,j untuk i m dan j n, dengan m = {1, 2,, m} dan n = {1, 2,, n}. Untuk sebarang matriks A R m p max didefinisikan sebagai : p n dan B R max perkalian matriks A B [A B] i,j = a i,k b k,j untuk i m dan j n, dengan m = {1, 2,, m} dan n = {1, 2,, n}. Contoh 2.4. 5 3 7 Diberikan matriks A = [ 8 4 3] dan skalar λ = 5 dimana R max, λ R max 5 8 9 maka λ a 1,1 = 5 5 = 10 λ a 1,2 = 5 3 = 8 λ a 1,3 = 5 7 = 12 λ a 2,1 = 5 8 = 13 λ a 2,2 = 5 4 = 9 p k=1 11

λ a 2,3 = 5 3 = 8 λ a 3,1 = 5 5 = 10 λ a 3,2 = 5 8 = 13 λ a 3,3 = 5 9 = 14 dengan menggunakan notasi matriks didapat 1.3.4 Perpangkatan Matriks 10 8 12 λ A = [ 13 9 8 ] 10 13 14 n n Untuk sebarang matriks persegi A R max dan k bilangan bulat positif, pangkat ke- k dari A dinotasikan sebagai : A k = A A A A k untuk k N dengan k 0 dan A 0 = I n. Contoh 2.5. 1 9 5 Diberikan matriks A = [ 7 4 n n 2] dimana A R max 5 8 9 maka 1 9 5 1 9 5 A 2 = A A = [ 7 4 2] [ 7 4 2] 5 8 9 5 8 9 [A A] 1,1 = (1 1) (9 7) (5 5) = 2 16 10 = 16 [A A] 1,2 = (1 9) (9 4) (5 8) = 10 13 13 = 13 [A A] 1,3 = (1 5) (9 2) (5 9) = 6 11 14 = 14 [A A] 2,1 = (7 1) (4 7) (2 5) = 8 11 7 = 11 [A A] 2,2 = (7 9) (4 4) (2 8) = 16 8 10 = 16 [A A] 2,3 = (7 5) (4 2) (2 9) = 12 6 11 = 12 [A A] 3,1 = (5 1) (8 7) (9 5) = 6 15 14 = 15 [A A] 3,2 = (5 9) (8 4) (9 8) = 14 12 17 = 17 [A A] 3,3 = (5 5) (8 2) (9 9) = 10 10 18 = 18 dengan menggunakan notasi matriks didapat 12

1.3.5 Transpose Matriks 16 13 14 A 2 = [ 11 16 12] 15 17 18 m n Transpose dari matriks A R max dinotasikan dengan A T, didefinisikan sebagai [A T ] i,j = [a j,i ] untuk i m dan j n, dengan m = {1, 2,, m} dan n = {1, 2,, n}. Contoh 2.6. 1 2 8 Diberikan matriks A = [ 2 4 n n 2] dimana A R max 5 6 1 maka transpose dari matriks A : 1 2 5 A T = [ 2 4 6]. 8 2 1 1.3.6 Matriks Identitas Matriks identitas I merupakan matriks persegi n n yang didefinisikan sebagai berikut : [I] i,j = { e, ε, untuk i n dan j n, dengan n = {1, 2,, n}. untuk i = j lainnya 1.4 Aljabar Tropical Definisi 2.7. [2]. Aljabar tropical adalah suatu semiring idempotent sekaligus semifield. Contoh 2.3. Diberikan aljabar max-plus R max = (R ε,, ) dimana R ε = R {ε} dengan R adalah himpunan semua bilangan real dan ε beserta operasi biner dan yang didefinisikan sebagai berikut : a b = max {a, b} a b = a + b, a, b R ε. 13

Berdasarkan Definisi 2.6 aljabar max-plus R max merupakan semiring idempoten sekaligus semifield. Dengan demikian aljabar max-plus R max adalah aljabar tropical. 1.5 Perluasan Aljabar Tropical Berikut ini akan dijelaskan perluasan dari aljabar tropical dengan mengambil kasus khusus dari aljabar tropical yaitu aljabar maxplus. Aljabar max-plus R max merupakan struktur aljabar yang tidak mempunyai elemen invers terhadap operasi. Dengan kata lain jika a R ε maka tidak ada b R ε sehingga b = b a = ε, kecuali jika a = ε dengan ε adalah elemen nol. Teorema 2.1. [17]. Diberikan semiring R max = (R ε,, ). Idempoten dari berakibat bahwa elemen invers terhadap operasi tidak ada. Bukti : Misalkan bahwa a ε mempunyai suatu invers terhadap yaitu b, didapat a b = ε tambahkan a pada kedua ruas persamaan, didapat a (a b) = a ε (a a) b = a ε dengan sifat idempoten, persamaan menjadi a b = a hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa a b = ε dan a ε. Selanjutnya, aljabar max-plus dikembangkan menjadi struktur semiring yang lebih luas yang disebut extended semiring tropical dengan memunculkan elemen baru yaitu elemen ghost. Definisi 2.8. [4]. Extended semiring tropical dinotasikan sebagai (T,, ) dengan T = R { } R v, dimana R adalah himpunan semua bilangan real dan R v = {a v : a R}. Elemen netral pada T adalah ε dan elemen satuan e 0. 14

v Dalam hal ini R = R v { } merupakan ideal dari T disebut ideal ghost. v v Sedangkan pemetaan v T R disebut pemetaan ghost. Untuk setiap x R maka v(x) = x merupakan pemetaan identitas dan untuk setiap a R maka v(a) = a v. Definisi 2.9. [3]. Diberikan Extended semiring tropical T. Didefinisikan relasi urutan parsial pada T sebagai berikut : Untuk a, b R, a v, b v R v dan x, y T berlaku : 1. x, x T \ { }. 2. Untuk setiap bilangan real a b maka a b, a b v, a v b, dan a v b v. 3. a a v untuk setiap a R. Aksioma 2.1. [3]. Diberikan Extended semiring tropical T. Notasi max adalah maksimum pada urutan. Operasi biner dan pada T memenuhi aksioma sebagai berikut. Untuk a, b R, a v, b v R v dan x, y T maka 1. x = x = x untuk setiap x T. 2. x y = max {x, y} kecuali x = y. 3. a a = a v a v = a a v = a v a = a v. 4. x = x = untuk setiap x T. 5. a b = a + b untuk semua a, b R. 6. a v b = a b v = a v b v = (a + b) v. Contoh 2.7. Berikut ini diberikan contoh operasi biner dan yang berlaku dalam extended semiring tropical T. 1. 5 = 5 = 5 2. 2 5 = max {2,5} = 5 3. 2 2 = 2 v 2 v = 2 2 v = 2 v 2 = 2 v 4. 5 = 5 = 5. 8 6 = 8 + 6 = 14 6. 5 v 4 = 5 4 v = 5 v 4 v = (5 + 4) v = 9 v 1.6 Aljabar Supertropical 15

Perluasan dari aljabar tropical secara umum dinamakan aljabar supertropical. Struktur dari semiring supertropical merupakan perumuman dari T. Diberikan semiring R T { } G dan suatu ideal G 0 G { } disebut ideal ghost yang merupakan ideal dari semiring R. Pemetaan v R G 0 disebut pemetaan ghost, pemetaan v merupakan pemetaan homomorfisma idempoten yang memenuhi v(x) = x x, x R dan v 2 (x) = v(x). Dalam hal ini T = R G 0 adalah himpunan yang anggotanya elemen tangible. Sedangkan G adalah himpunan yang anggotanya merupakan elemen ghost. 1.6.1 Semiring dengan Ghost Definisi 2.10. [19]. Semiring dengan ghost (R, G 0, v) adalah semiring R (dengan elemen netral 0 R dan elemen satuan 1 R ), G 0 = G 0 R disebut ideal ghost, sedangkan v R G 0 disebut pemetaan ghost yang memenuhi : v(x) = x x, x R Untuk x G 0, pemetaan ghost merupakan pemetaan identitas yang memenuhi v(x) = x, x G 0 Pemetaan ghost merupakan pemetaan homomorfisma idempoten yang memenuhi v 2 (x) = v(x), x R 1.6.2 Semiring Supertropical Definisi 2.11. [19]. Semiring supertropical merupakan semiring dengan ghost (R, G 0, v) yang memenuhi beberapa sifat tambahan yaitu a, b R berlaku : jika a v = b v maka a b = a v dan jika a b maka a b {a, b} Contoh 2.8 Diberikan Extended semiring tropical dinotasikan (T,, ) dengan T = R { } R v, dimana R adalah himpunan semua bilangan real dan R v = {a v : a R}. Elemen netral pada T adalah ε dan elemen satuan e 0. v Dalam hal ini R = R v { } merupakan ideal dari T disebut ideal ghost. 16

v v Sedangkan v T R disebut pemetaan ghost, untuk setiap x R maka v(x) = x merupakan pemetaan identitas dan untuk setiap a R maka v(a) = a v. Dalam hal ini himpunan R diidentifikasi sebagai T yaitu himpunan yang anggotanya merupakan elemen tangible, R v diidentifikasi sebagai G yaitu himpunan yang anggotanya merupakan elemen ghost dan extended semiring tropical T diidentifikasi sebagai R. Dengan demikian extended semiring tropical T adalah kasus khusus dari semiring supertropical R. Kasus khusus dari semiring supertropical yang akan digunakan untuk pembahasan pada Bab IV adalah extended semiring tropical T yang akan dituliskan sebagai R. 1.6.3 Relasi Ghost Surpass Pada semiring supertropical R, untuk setiap a R maka a a = hanya berlaku untuk a = sedangkan untuk setiap a T maka a a = a v dan untuk setiap a G maka a a = a. Selanjutnya akan diperkenalkan suatu relasi ghost surpass pada R berikut ini. Definisi 2.12. [8]. Diberikan semiring supertropical R. Relasi merupakan relasi ghost surpass pada R yang didefinisikan sebagai berikut : a b jika a = b c untuk beberapa c G 0 Berikut diberikan beberapa sifat relasi ghost surpass pada R. Untuk setiap a, b, c R berlaku : 1. Sifat antisimetri jika a b dan b a, maka a = b. 2. Sifat transitif jika a b dan c d, maka a c b d dan a c b d 3. Sifat tidak simetri untuk setiap a T, a v a akan tetapi a a v. Contoh 2.9. Berikut ini diberikan contoh sifat relasi ghost surpass pada R. 17

Untuk setiap a, b, c R berlaku : 1. Untuk a = b = 8 maka a b dan b a berlaku sifat antisimetri. 2. Untuk 6 v 5 v dan 9 9 berlaku sifat transitif karena 6 v 9 5 v 9 9 9 dan 6 v 9 5 v 9 15 v 14 v. 3. Untuk 4 T maka 4 v 4 akan tetapi 4 4 v berlaku sifat tidak simetri. Selanjutnya, pada himpunan R akan digunakan relasi ghost surpass sebagai pengganti dari relasi " =. 1.7 Matriks atas Semiring Supertropical Matriks persegi atas semiring supertropical dinotasikan sebagai M n (R) yaitu suatu matriks berukuran n n dengan entri-entri matriks merupakan anggota R. Operasi penjumlahan dan perkalian pada matriks M n (R) merupakan perluasan operasi biner dan pada R. Selanjutnya, relasi ghost surpass pada R juga dapat diperluas pada matriks M n (R). Jika A B maka a i,j b i,j untuk setiap i dan j. 1.7.1 Penjumlahan Matriks Penjumlahan matriks A, B M m n (R) dinotasikan sebagai A B didefinisikan oleh : [A B] i,j = [a i,j b i,j ] untuk i m dan j n. Contoh 2.10. 1 2 5 5 3 6 Diberikan matriks A = [ 7 4 2] dan B = [ 8 2 3] dimana A, B M n (R) 5 8 9 6 4 1 maka [A B] 1,1 = 1 5 = 5 [A B] 1,2 = 2 3 = 3 [A B] 1,3 = 5 6 = 6 [A B] 2,1 = 7 8 = 8 [A B] 2,2 = 4 2 = 4 18

[A B] 2,3 = 2 3 = 3 [A B] 3,1 = 5 6 = 6 [A B] 3,2 = 8 4 = 8 [A B] 3,3 = 9 1 = 9 dengan menggunakan notasi matriks didapat 5 3 6 A B = [ 8 4 3] 6 8 9 1.7.2 Perkalian Matriks Untuk sebarang matriks A M m n (R) dan skalar λ R maka perkalian λ A didefinisikan sebagai : [λ A] i,j = λ a i,j untuk i m dan j n. Untuk sebarang matriks A M m p (R) dan B M p n (R) perkalian matriks A B didefinisikan sebagai : untuk i m dan j n. [A B] i,j = a i,k b k,j p k=1 Contoh 2.11. 5 3 7 Diberikan matriks A = [ 8 4 3] dan skalar λ = 2 dimana A M n (R), λ R 5 8 9 maka λ a 1,1 = 2 5 = 7 λ a 1,2 = 2 3 = 5 λ a 1,3 = 2 7 = 9 λ a 2,1 = 2 8 = 10 λ a 2,2 = 2 4 = 6 λ a 2,3 = 2 3 = 5 λ a 3,1 = 2 5 = 7 19

λ a 3,2 = 2 8 = 10 λ a 3,3 = 2 9 = 11 dengan menggunakan notasi matriks didapat 7 5 9 λ A = [ 10 6 5 ] 7 10 11 Contoh 2.12. 1 2 5 3 2 5 Diberikan matriks A = [ 7 4 2] dan B = [ 7 4 2] dimana A, B M n (R) 5 8 9 5 8 9 maka [A B] 1,1 = (1 3) (2 7) (5 5) = 4 9 10 = 10 [A B] 1,2 = (1 2) (2 4) (5 8) = 3 6 13 = 13 [A B] 1,3 = (1 5) (2 2) (5 9) = 6 4 14 = 14 [A B] 2,1 = (7 3) (4 7) (2 5) = 10 11 7 = 11 [A B] 2,2 = (7 2) (4 4) (2 8) = 9 8 10 = 10 [A B] 2,3 = (7 5) (4 2) (2 9) = 12 6 11 = 12 [A B] 3,1 = (5 3) (8 7) (9 5) = 8 15 14 = 15 [A B] 3,2 = (5 2) (8 4) (9 8) = 7 12 17 = 17 [A B] 3,3 = (5 5) (8 2) (9 9) = 10 10 18 = 18 dengan menggunakan notasi matriks didapat 10 13 14 A B = [ 11 10 12] 15 17 18 1.7.3 Perpangkatan Matriks Untuk sebarang matriks persegi A M n (R) dan k bilangan bulat positif, pangkat ke-k dari A dinotasikan sebagai : A k = A A A A k untuk k N dengan k 0 dan A 0 = I n. 20

Contoh 2.13. 1 2 5 Diberikan matriks A = [ 7 4 2] dimana A M n (R) 5 8 9 maka 1 2 5 1 2 5 A 2 = A A = [ 7 4 2] [ 7 4 2] 5 8 9 5 8 9 [A A] 1,1 = (1 1) (2 7) (5 5) = 2 9 10 = 10 [A A] 1,2 = (1 2) (2 4) (5 8) = 3 6 13 = 13 [A A] 1,3 = (1 5) (2 2) (5 9) = 6 4 14 = 14 [A A] 2,1 = (7 1) (4 7) (2 5) = 8 11 7 = 11 [A A] 2,2 = (7 2) (4 4) (2 8) = 9 8 10 = 10 [A A] 2,3 = (7 5) (4 2) (2 9) = 12 6 11 = 12 [A A] 3,1 = (5 1) (8 7) (9 5) = 6 15 14 = 15 [A A] 3,2 = (5 2) (8 4) (9 8) = 7 12 17 = 17 [A A] 3,3 = (5 5) (8 2) (9 9) = 10 10 18 = 18 dengan menggunakan notasi matriks didapat 10 13 14 A 2 = [ 11 10 12] 15 17 18 1.7.4 Transpose Matriks Transpose dari matriks A M n (R) dinotasikan dengan A T, didefinisikan sebagai [A T ] i,j = [a j,i ] untuk i n dan j n. Contoh 2.14. 1 2 3 v Diberikan matriks A = [ 2 4 2 ] dimana A M n (R) 5 6 1 maka transpose dari matriks A : 1 2 5 A T = [ 2 4 6]. 3 v 2 1 21

1.7.5 Determinan Definisi 2.13. [8]. Determinan supertropical dari matriks A M n (R) didefinisikan sebagai : A = a 1,σ(1) a 2,σ(2) a n,σ(n) σ S n dimana σ S n dengan S n adalah himpunan semua permutasi {1,2,, n}. Dalam hal ini determinan supertropical disebut juga dengan permanen. Contoh 2.15. 1 2 3 v Diberikan matriks A = [ 2 4 2 ] dimana A M n (R). 5 6 1 Banyaknya permutasi dari {1, 2, 3} adalah 3! = 6 permutasi dari {1, 2, 3} adalah (1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1) maka A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 4 1) (1 2 6) (2 2 1) (2 2 5) (3 v 2 6) (3 v 4 5) A = 6 9 5 9 11 v 12 v = 12 v. 1.7.6 Minor dan Adjoint Definisi 2.14. Diberikan matriks A M n (R), minor entri a i,j dinyatakan dengan M i,j dan didefinisikan sebagai determinan dari matriks setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan dari A. Sedangkan kofaktor dari a i,j dituliskan sebagai cof i,j = cof 11 cof 1n M i,j. Matriks kofaktor dari A ditulis sebagai Cof(A) = [ ]. cof n1 cof nn Sedangkan adjoin A dinyatakan sebagai adj(a) = (Cof(A)) T 22

Determinan dari A dapat dihitung menggunakan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i atau sepanjang kolom ke j sebagai berikut : 1. Ekspansi baris ke i 2. Ekspansi kolom ke j Contoh 2.16. n A = a ij cof i,j (A) j=1 n A = a ij cof i,j (A) 2 3 1 Diberikan matriks A = [ 4 1 3] dimana A M n (R) 2 5 1 8 5 v 9 Cof(A) = [ 6 3 v 7] 6 5 v 7 determinan A dengan ekspansi kofaktor sepanjang baris pertama n i=1 A = a ij cof i,j (A) A = a 11 cof 11 a 12 cof 12 a 13 cof 13 A = (2 8) (3 5 v ) (1 9) A = 10 8 v 10 = 10 v. determinan A dengan ekspansi kofaktor sepanjang kolom kedua j=1 n A = a ij cof i,j (A) i=1 A = a 12 cof 12 a 22 cof 22 a 32 cof 32 A = (3 5 v ) (1 5 v ) (5 5 v ) A = 8 v 6 v 10 v = 10 v. 1.7.7 Matriks Non Singular dan Singular Definisi 2.15. [19]. Suatu matriks persegi A M n (R) atas aljabar supertropical disebut non singular jika A T dan singular jika A G 0. 23

Contoh 2.17. 1 5 2 Diberikan matriks A = [ 1 1 2] dimana A M n (R) 3 1 3 permutasi dari {1, 2, 3} adalah (1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1) maka A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 1 3) (1 2 1) (5 1 3) (5 2 3) (2 1 1) (2 1 3) A = 5 4 9 10 4 6 = 10 T. Karena A T sehingga matriks A non singular. Contoh 2.18. 1 5 2 Diberikan matriks A = [ 1 1 2] dimana A M n (R 0 2 1 permutasi dari {1, 2, 3} adalah (1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1) Maka A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 1 1) (1 2 2) (5 1 1) (5 2 0) (2 2) (2 1 0) A = 3 5 7 7 5 3 = 7 v G 0. Karena A G 0 sehingga matriks A singular. 1.7.8 Matriks Pseudo-Zero Definisi 2.16. [16]. Matriks pseudo-zero Z G atas aljabar supertropical merupakan matriks persegi n n yang didefinisikan sebagai berikut : 24

[Z G ] i,j = { ε, untuk i = j ε atau a v G 0, lainnya untuk i n dan j n, dengan n {1, 2,, n}. 1.7.9 Matriks Identitas Definisi 2.17. [16]. Matriks identitas I merupakan matriks persegi n n yang didefinisikan sebagai berikut : [I] i,j = { e, ε, untuk i = j lainnya untuk i n dan j n, dengan n {1, 2,, n}. Definisi 2.18. [16]. Matriks pseudo-identitas I G atas aljabar supertropical merupakan matriks persegi n n yang didefinisikan sebagai berikut : e, untuk i = j [I G ] i,j = { ε atau a v G 0, lainnya untuk i n dan j n. Dalam hal ini I G sama dengan I Z G. Definisi 2.19. [16]. Matriks pseudo-identitas ghost I G atas aljabar supertropical merupakan matriks persegi n n yang didefinisikan sebagai berikut [ I G ] i,j = { ev, untuk i = j ε atau a v G 0, lainnya untuk i n dan j n. Dalam hal ini I G sama dengan I v Z G. 1.7.10 Pseudo-Invers Matriks Definisi 2.20. [16]. Diberikan matriks A M n (R), pseudo-invers A dari A atas aljabar supertropical didefinisikan sebagai : jika A T jika A G 0 dengan A ε. A = 1 R A adj(a) A = ( 1 R A ) v adj(a) 25

Contoh 2.19. 1 5 2 Diberikan matriks A = [ 1 1 2] dimana A M n (R) 3 1 3 permutasi dari {1, 2, 3} adalah (1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1) maka A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 1 3) (1 2 1) (5 1 3) (5 2 3) (2 1 1) (2 1 3) A = 5 4 9 10 4 6 = 10. karena A = 10 T matriks A non singular. maka pseudo-invers dari A dan 4 5 4 Cof(A) = [ 8 5 8] 7 3 v 6 4 8 7 adj(a) = [ 5 5 3 v ] 4 8 6 A = 1 R A adj(a) A = 1 4 8 7 R 10 [ 5 5 3 v ] 4 8 6 4 8 7 A = 10 [ 5 5 3 v ] 4 8 6 6 2 3 A = [ 5 5 7 v ] 6 2 4 1 5 2 6 2 3 0 0 v 2 v A A = [ 1 1 2] [ 5 5 7 v ] = [ 4 v 0 2 v ] = I G 3 1 3 6 2 4 3 v 1 v 0 Berdasarkan Contoh 2.19 didapatkan perkalian A A = I G menghasilkan pseudo-identitas. 26

Contoh 2.20. 1 5 2 Diberikan matriks A = [ 1 1 2] dimana A M n (R 0 2 1 grup permutasi dari {1, 2, 3} adalah (1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1) maka A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 1 1) (1 2 2) (5 1 1) (5 2 0) (2 1 2) (2 1 0) A = 3 5 7 7 5 3 = 7 v. karena A = 7 v G 0 matriks A singular. maka pseudo-invers dari A dan 4 2 v 3 Cof(A) = [ 6 2 v 5] 7 3 v 6 4 6 7 adj(a) = [ 2 v 2 v 3 v ] 3 5 6 A = ( 1 R A ) v adj(a) A = ( 1 v 4 6 7 R 7 ) [ 2 v 2 v 3 v ] 3 5 6 4 6 7 A = ( 7) v [ 2 v 2 v 3 v ] 3 5 6 3 v 1 v 0 v A = [ 5 v 5 v 4 v ] 4 v 2 v 1 v 1 5 2 3 v 1 v 0 v 0 v 0 v 1 v A A = [ 1 1 2] [ 5 v 5 v 4 v ] = [ 2 v 0 v 1 v ] = I 0 2 1 4 v 2 v 1 v 3 v 1 v 0 v Berdasarkan Contoh 2.20 didapatkan perkalian A A = I G menghasilkan pseudo-identitas ghost. G 27

1.7.11 Matriks Invertibel Definisi 2.21. [16]. Suatu matriks A M n (R) invertibel jika terdapat matriks B M n (R) sedemikian hingga berlaku A B = B A = I. Definisi 2.22. [7]. Suatu matriks persegi A M n (R) pseudo-invertibel atas aljabar supertropical jika terdapat matriks persegi B M n (R) sedemikian hingga A B dan B A adalah pseudo-identitas. Jika A pseudo-invertibel maka B adalah pseudo-invers dari A. Contoh 2.21. 1 5 2 6 2 3 Diberikan matriks A = [ 1 1 2] dan B = [ 5 5 7 v ], dimana 3 1 3 6 2 4 A, B M n (R) maka 1 5 2 6 2 3 0 0 v 2 v A B = [ 1 1 2] [ 5 5 7 v ] = [ 4 v 0 2 v ] = I G 3 1 3 6 2 4 3 v 1 v 0 dalam hal ini matriks B disebut pseudo-invers kanan dari A, sedangkan I G merupakan pseudo-identitas kanan dari A 6 2 3 1 5 2 0 1 v 0 v B A = [ 5 5 7 v ] [ 1 1 2] = [ 4 v 0 3 v ] = I G 6 2 4 3 1 3 1 v 1 v 0 dalam hal ini matriks B disebut pseudo-invers kiri dari A, sedangkan I G merupakan pseudo-identitas kiri dari A. Contoh 2.22. 1 5 2 3 v 1 v 0 v Diberikan matriks A = [ 1 1 2] dan B = [ 5 v 5 v 4 v ], dimana A, B 0 2 1 4 v 2 v 1 v M n (R) maka 1 5 2 3 v 1 v 0 v 0 v 0 v 1 v A B = [ 1 1 2] [ 5 v 5 v 4 v ] = [ 2 v 0 v 1 v ] = I G 0 2 1 4 v 2 v 1 v 3 v 1 v 0 v 28

dalam hal ini matriks B disebut pseudo-invers kanan dari A, sedangkan I G merupakan pseudo-identitas ghost kanan dari A 3 v 1 v 0 v 1 5 2 0 v 2 v 1 v B A = [ 5 v 5 v 4 v ] [ 1 1 2] = [ 4 v 0 v 3 v ] = I G 4 v 2 v 1 v 0 2 1 1 v 1 v 0 v dalam hal ini matriks B disebut pseudo-invers kiri dari A, sedangkan I G merupakan pseudo-identitas ghost kiri dari A. 1.8 Sistem Persamaan Linear Atas Aljabar Max-Plus Berikut diberikan penjelasan mengenai sistem persamaan linear aljabar max-plus dan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear atas aljabar max-plus. 1.8.1 Sistem persamaan Linear Aljabar Max-Plus Sistem persamaan linear max-plus A x = b tidak selalu mempunyai penyelesaian. Sebagai contoh : Contoh 2.23. Selesaikan A x = b di R max, jika 0 10 2 A = [ 4 3 ], x = [ x 2 ] dan, b = [ 6] 0 x 3 2 dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai : sistem diatas ekuivalen dengan x 1 x 1 0 10 2 [ 4 3 ] [ x 2 ] = [ 6] 0 x 3 2 (0 x 1 ) (10 x 2 ) ( x 3 ) = 2 ( x 1 ) (4 x 2 ) (3 x 3 ) = 6 ( x 1 ) ( x 2 ) (0 x 3 ) = 2 sistem persamaan A x = b tersebut tidak punya penyelesaian, sebab bila punya x 1 penyelesaian berarti ada x = [ x 2 ] sehingga x 3 didapat x 1 0 10 2 [ 4 3 ] [ x 2 ] = [ 6] 0 x 3 2 29

( x 1 ) ( x 2 ) (0 x 3 ) = 2 (0 x 3 ) = 2 x 3 = 2 ( x 1 ) (4 x 2 ) (3 x 3 ) = 6 (4 x 2 ) 5 = 6 x 2 = 2 (0 x 1 ) (10 x 2 ) ( x 3 ) = 2 x 1 12 = 2 terlihat bahwa tidak akan ada x 1 R max sehingga x 1 12 = 2 max{x 1, 12} = 2. Jadi A x = b tidak punya penyelesaian. Contoh tersebut menjelaskan bahwa A x = b di R max belum tentu mempunyai penyelesaian. Sedangkan A x b selalu punya penyelesaian. Untuk itulah masalah penyelesaian A x = b diperlemah dengan mendefinisikan konsep subpenyelesaian berikut ini. m n Definisi 2.23. [20]. Diberikan A R max dan b R m max. Vektor x n R max disebut suatu sub-penyelesaian sistem persamaan linear A x = b jika vektor x tersebut memenuhi A x b. Sub-penyelesaian sistem persamaan A x = b selalu ada karena untuk x = ε didapat A x = ε b. Definisi 2.24. [20]. Suatu subpenyelesaian x dari sistem sistem A x = b disebut sub-penyelesaian terbesar sistem A x = b jika x x untuk setiap subpenyelesaian x dari sistem A x = b. m n Teorema 2.2. [20]. Diberikan A R max dengan unsur-unsur setiap kolomnya tidak semuanya sama dengan ε dan b R m max. Sub-penyelesaian terbesar A x = b ada dan diberikan oleh x dengan x j = max( b i + A ij ) i untuk setiap i = 1, 2, 3,, m dan j = 1, 2, 3,, n. Bukti : A 11 x 1 A 12 x 2 A 1n x n b 1 A A x b { 21 x 1 A 22 x 2 A 2n x n b 2 A m1 x 1 A m2 x 2 A mn x n b n 30

n ( (A ij x j ) b i, i) j=1 (A ij x j ) b i, i, j (A ij + x j ) b i, i, j karena unsur setiap kolom dari matriks A tidak semuanya sama dengan ε, maka untuk setiap j selalu ada i sehingga A ij ε yang berarti A ij ada. Mengingat untuk setiap a R max berlaku a ε = ε dan a ε = a maka koefisien-koefisien A ij = ε tidak akan berpengaruh pada nilai A x, sehingga berlaku : (A ij + x j ) b i, i, j (A ij + x j b i, i, j dengan A ij ε) (x j b i A ij, i, j dengan A ij ε) (x j min(b i A ij ), j dengan A ij ε) i ( x j max( b i + A ij ), j) i Jadi sub-penyelesaian sistem A x = b di atas adalah setiap vektor x yang setiap komponen-komponennya memenuhi x j = max( b i + A ij ), j. i Jika vektor x = [x 1, x 2,, x n] T didefinisikan dengan x j = max( b i + A ij ) i untuk setiap j = 1, 2,, n, maka diperoleh : ( x j = max( b i + A ij ) j) (x j = min(b i A ij ), j dengan A ij ε) i i (x j (b i A ij ), i, j dengan A ij ε) n ( (A ij x j) b i, i) j=1 (A ij x j b) Jadi vektor x tersebut merupakan sub-penyelesaian sistem A x = b. Karena x j max( b i + A ij ) = x j, j maka x j x j, j. Akibatnya x x. Jadi i vektor x tersebut merupakan sub-penyelesaian terbesar sistem A x = b. 31

Dengan demikian, maka diketahui cara untuk menyelesaikan sistem persamaan A x = b. Langkah pertama terlebih dahulu dihitung sub-penyelesaian terbesarnya, kemudian diperiksa sub-penyelesaian terbesar tersebut memenuhi sistem persamaan atau tidak. Untuk menghitung sub-penyelesaian terbesar sistem persamaan A x = b, dapat diperhatikan bahwa : x 1 x 2 x = [ ] = x n max( b i + A i1 ) i ( b i + A i2 ) max i [ max( b i + A im ) ] max(a i1 b i ) i max(a i2 b i ) = i [ max(a im b i ) ] i A 11 ( b 1 ) A 21 ( b 2 ) A m1 ( b m ) A = [ 12 ( b 1 ) A 22 ( b 2 ) A m2 ( b m ) ] = A T ( b) A 1n ( b 1 ) A 2n ( b 2 ) A mn ( b m ) Sub-penyelesaian terbesar A x = b dapat ditentukan dengan langkah pertama menghitung x = A T ( b) atau x = (A T ( b)). i Contoh 2.24. Selesaikan A x = b di R max, jika 1 2 6 x 1 5 A = [ 2 3 1 ], x = [ x 2 ], b = [ 4] 4 1 2 x 3 3 dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai 1 2 6 x 1 5 [ 2 3 1 ] [ x 2 ] = [ 4] 4 1 2 x 3 3 akan ditentukan penyelesaian terbesar sistem persamaan tersebut dengan terlebih dahulu menentukan sub-penyelesaian terbesarnya. Pertama dihitung x = A T ( b) 1 2 4 5 1 x = A T ( b) = [ 2 3 1 ] [ 4] = [ 1] 6 1 2 3 1 32

1 x = [ 1 ] 1 1 2 6 1 5 1 karena [ 2 3 1 ] [ 1 ] = [ 4], maka [ 1 ] merupakan penyelesaian sistem. 4 1 2 1 3 1 Selanjutnya akan diberikan contoh sistem persamaan linear aljabar max-plus yang mempunyai sub-penyelesaian terbesar akan tetapi tidak mempunyai penyelesaian sebagai berikut. Contoh 2.25. Selesaikan A x = b di R max, jika x 1 2 2 1 2 A = [ 2 1 3], x = [ x 2 ], b = [ 6] 3 2 5 x 3 4 dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai x 1 2 2 1 2 [ 2 1 3] [ x 2 ] = [ 6] 3 2 5 x 3 4 akan ditentukan penyelesaian terbesar sistem persamaan tersebut dengan terlebih dahulu menentukan sub-penyelesaian terbesarnya. 2 2 3 2 0 x = A T ( b) = [ 2 1 2] [ 6] = [ 0] 1 3 5 4 1 0 x = [ 0 ] 1 2 2 1 0 2 2 0 Karena [ 2 1 3] [ 0 ] = [ 2] [ 6], maka [ 0 ] bukan merupakan penyelesaian 3 2 5 1 4 4 1 sistem. Akan tetapi persamaan linear tersebut memiliki sub-penyelesaian terbesar yang bukan merupakan penyelesaian. 1.8.2 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Max-Plus 33

Berdasarkan [17] telah dijelaskan mengenai karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear atas aljabar max-plus sebagai berikut : R max Diberikan sistem persamaan A x = b dengan A R m n max, x n dan b R m max. Sistem persamaan A x = b yang terdiri dari n persamaan dan n peubah dapat ditulis dalam bentuk perkalian matriks sebagai berikut A x = b atau a 11 a 12 a 1n x 1 b 1 a 21 a 22 a 2n x 2 b [ ] [ ] = [ 2 ] a n1 a n2 a nn x n b n (a 11 x 1 ) (a 12 x 2 ) (a 1n x n ) = b 1 (a 21 x 1 ) (a 22 x 2 ) (a 2n x n ) = b 2 (a n1 x 1 ) (a n2 x 2 ) (a nn x n ) = b n Kasus yang pertama dibahas ada suatu penyelesaian dan beberapa elemen dari b adalah ε. Tanpa menghilangkan keumumannya, persamaan dapat disusun ulang sehingga elemen-elemen yang berhingga disusun dengan urutan yang pertama, didapat : dapat dituliskan sebagai : b 1 a 1,1 a 1,2 a 1,n x 1 a 2,1 a 2,2 a 2,n x 2 [ ] [ ] b = k a n,1 a n,2 a n,n x n [ ] (a 1,1 x 1 ) (a 1,2 x 2 ) (a 1,n x n ) = b 1 (a k,1 x 1 ) (a k,2 x 2 ) (a k,n x n ) = b k (a k+1,1 x 1 ) (a k+1,2 x 2 ) (a k+1,n x n ) = (a n,1 x 1 ) (a n,2 x 2 ) (a n,n x n ) = Lakukan penomoran ulang pada peubah untuk j sehingga a k+1,j,, a n,j = ε 34

terjadi pertama, didapatkan A 1 A 2 [ ] A 3 [ dengan matriks A 1 berukuran k l. Misalkan : x 1 x l x l+1 x n ] b 1 x 1 b = [ ] dan x = [ ] b k x l b 1 b = k [ ] Catatan bahwa : A x = b mempunyai penyelesaian, maka x l+1,, x n = dan A 1 x = b. Jadi A x = b mempunyai penyelesaian bila dan hanya bila x adalah penyelesaian dari A 1 x = b dan penyelesaian dari A x = b adalah x x = [ ] Oleh karena itu, penyelesaian dari A x = b dengan beberapa elemen b takhingga dapat direduksi ke bentuk A 1 x = b dengan semua elemen dari b berhingga. Jadi pembahasan persamaan A x = b dapat ditekankan pada semua elemen b berhingga. Bila A x = b mempunyai penyelesaian, maka : a ij x j b i, i n, j n jika dituliskan secara terpisah untuk setiap i didapat didapat a i1 + x 1 b 1 atau x 1 b 1 a i1 x 1 b 1 a 11 x 1 b 2 a 21 x 1 b n a n1 atau x 1 min{(b 1 a 11 ), (b 2 a 21 ),, (b n a n1 ) } Jadi, jika sistem mempunyai penyelesaian maka harus memenuhi x 1 min{(b 1 a 11 ), (b 2 a 21 ),, (b n a n1 ) } 35

dengan demikian penyelesaian x yang mungkin memenuhi x 1 min{(b 1 a 11 ), (b 2 a 21 ),, (b n a n1 ) } x 2 min{(b 1 a 12 ), (b 2 a 22 ),, (b n a n2 ) } x n min{(b 1 a 1n ), (b 2 a 2n ),, (b n a nn ) } Jadi calon penyelesaian dari A x = b yang dinotasikan dengan x adalah dengan x 1 x 2 x = [ ], x 1 = min{(b 1 a 11 ), (b 2 a 21 ),, (b n a n1 ) } x 2 = min{(b 1 a 12 ), (b 2 a 22 ),, (b n a n2 ) } x n = min{(b 1 a 1n ), (b 2 a 2n ),, (b n a nn ) } Selanjutnya didefinisikan matriks discrepancy (ketidaksesuaian) dinotasikan D A,b dengan x n b 1 a 11 b 1 a 12 b 1 a 1n b D A,b = [ 2 a 21 b 2 a 22 b 2 a 2n ] b n a n1 b n a n2 b n a nn minimum dari setiap kolom D A,b adalah elemen dari x. Selanjutnya didefinisikan matriks tereduksi ketaksesuaian R A,b sebagai berikut : dengan R A,b = [r i,j ] r i,j = { 1, jika d i,j = minimum dari kolom ke j 0, yang lainnya Dalam hal ini matriks D A,b dan R A,b dapat digunakan untuk menentukan perilaku penyelesaian dari sistem persamaan A x = b. Dengan demikian dapat diketahui kekonsistenan dan ketunggalan dari penyelesaian A x = b. Berikut diberikan contoh kasus penyelesaian sistem persamaan A x = b. Contoh 2.26 Kasus A x = b mempunyai penyelesaian tunggal 36

Selesaikan A x = b, jika 1 9 4 1 A = [ 4 18 8], x = [ x 2 ] dan, b = [ 6] 2 1 4 x 3 3 didapatkan matriks D A,b dan R A,b sebagai berikut : 0 10 3 0 0 1 D A,b = [ 2 24 2 ] dan R A,b = [ 0 1 0] 5 4 1 1 0 0 terlihat bahwa setiap kolom matriks R A,b hanya terdapat tepat satu elemen bernilai 1. Hal ini menandakan bahwa A x = b hanya mempunyai tepat satu penyelesaian x dengan elemen-elemennya adalah minimum dari setiap kolom matriks D A,b yaitu 5 x = [ 24] 3 hal ini bisa di cek sebagai berikut : 1 9 4 5 max( 4, 33,1) 1 A x = [ 4 18 8] [ 24] = [ max( 9, 6, 11) ] = [ 6] = b. 2 1 4 3 max( 3, 23, 7) 3 Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Pada baris pertama nilai maksimum dicapai hanya satu kali, dengan demikian persamaan baris pertama menetapkan elemen x 3 = 3. Pada baris kedua nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris kedua menetapkan elemen x 2 = 24. Pada baris ketiga didapatkan nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris ketiga menetapkan elemen x 1 = 5. Setiap elemen-elemen yang sudah dipilih ini tidak bisa diubah, bila diubah yang lain maka akan membentuk pertaksamaan. Karena pada keseluruhan baris nilai maksimum hanya dicapai satu kali, maka hanya terdapat satu cara untuk mencapai persamaan pada semua baris yaitu dengan menetapkan elemen x 1 = 5, x 2 = 24, x 3 = 3. Dengan demikian persamaan A x = b memiliki penyelesaian tunggal. x 1 Contoh 2.27 Kasus A x = b mempunyai penyelesaian tak hingga banyak 37

Selesaikan A x = b, jika 1 9 4 2 A = [ 4 18 8], x = [ x 2 ] dan, b = [ 1] 2 1 4 x 3 3 didapatkan matriks D A,b dan R A,b sebagai berikut : 1 11 2 1 0 1 D A,b = [ 5 17 9 ] dan R A,b = [ 0 1 0] 1 2 7 1 0 0 terlihat bahwa setiap kolom matriks R A,b terdapat setidaknya satu elemen bernilai 1, sedangkan pada baris ke-1 terdapat nilai 1 lebih dari satu. Hal tersebut menandakan bahwa A x = b mempunyai banyak penyelesaian x. Elemenelemen minimum dari setiap kolom matriks D A,b yaitu 1 x = [ 17] 2 Hal ini bisa di cek sebagai berikut : 1 9 4 1 max(2, 26, 2) 2 A x = [ 4 18 8] [ 17] = [ max( 3, 1, 10) ] = [ 1] = b. 2 1 4 2 max(3, 16, 6) 3 dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Pada baris pertama nilai maksimum dicapai dua kali yaitu pada saat elemen x 1 = 1 dan elemen x 3 = 2. Pada baris kedua nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris kedua menetapkan elemen x 2 = 17. Pada baris ketiga nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris ketiga menetapkan elemen x 1 = 1. Elemen-elemen yang sudah dipilih yaitu x 2 = 17 dan x 1 = 1 tidak bisa diubah, bila diubah yang lain maka baris kedua dan ketiga akan membentuk pertaksamaan. Karena persamaan baris ketiga telah menetapkan x 1 = 1, maka dengan menetapkan elemen x 3 < 2 pada baris pertama tetap membentuk persamaan dan tidak akan mengubah persamaan pada baris lain. Sehingga persamaan pada semua baris akan tercapai dengan menetapkan elemen x 1 = 1, x 2 = 17, x 3 < 2. Dengan demikian A x = b memiliki penyelesaian tak hingga banyak yaitu x 1 38

1 x = [ 17] untuk setiap p 3 < 2 p 3 Contoh 2.28. Kasus A x = b tidak mempunyai penyelesaian Selesaikan A x = b, jika 1 9 4 1 A = [ 4 18 8], x = [ x 2 ] dan, b = [ 2] 2 1 4 x 3 3 didapatkan matriks D A,b dan R A,b sebagai berikut : 0 10 3 1 0 1 D A,b = [ 6 16 10] dan R A,b = [ 0 1 0] 1 2 7 0 0 0 Terlihat bahwa tidak semua kolom matriks R A,b setidaknya memuat satu elemen bernilai 1, yaitu pada baris ke-3 semua elemennya bernilai 0. Hal tersebut menandakan bahwa A x = b tidak mempunyai penyelesaian. Elemen-elemen minimum dari setiap kolom matriks D A,b yaitu 0 x = [ 16] 3 Selanjutnya bisa di cek bahwa : 1 9 4 0 max(1, 25, 1) 1 1 A x = [ 4 18 8] [ 16] = [ max( 4, 2, 11) ] = [ 2] < [ 2] = b. 2 1 4 3 max(2, 15, 7) 2 3 Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Pada baris pertama nilai maksimum dicapai dua kali yaitu pada saat elemen x 1 = 0 dan elemen x 3 = 3. Pada baris kedua nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris kedua menetapkan elemen x 2 = 17. Pada baris ketiga tidak terdapat elemen yang dapat mencapai nilai maksimum yang bisa membentuk persamaan, sehingga baris ketiga membentuk pertaksamaan. Oleh karena itu persamaan pada baris ketiga tidak tercapai. Dengan demikian A x = b tidak mempunyai penyelesaian. x 1 39

Berdasarkan Contoh 2.26 sampai 2.28 didapatkan matriks R A,b untuk penyelesaian tunggal, tak hingga banyak dan tidak mempunyai penyelesaian sebagai berikut : Solusi tunggal Solusi tak hingga banyak Tidak mempunyai penyelesaian 0 10 3 1 11 2 0 10 3 D A,b = [ 2 24 2 ] D A,b = [ 5 17 9 ] D A,b = [ 6 16 10] 5 4 1 1 2 7 1 2 7 0 0 1 1 0 1 0 1 0 R A,b = [ 0 1 0] R A,b = [ 0 1 0] R A,b = [ 1 0 1] 1 0 0 1 0 0 0 0 0 Berikut diberikan Teorema mengenai beberapa hal yang telah dibahas. Teorema 2.3 [17]. Diberikan persamaan A x = b dengan A R m n max, x n dan b R m max. Bila suatu baris dari matriks R A,b semua elemennya bernilai R max 0, maka persamaan A x = b tidak punya penyelesaian. Bila setidaknya pada setiap baris matriks R A,b paling sedikit memuat sebuah elemen bernilai 1, maka A x = b mempunyai penyelesaian. Bukti. Tanpa menghilangkan keumuman, misalkan baris ke-k dari R A,b semua elemennya bernilai 0 dan andaikan bahwa x adalah suatu penyelesian dari persamaan A x = b, maka : Jadi x j min{b l a l,j } < (b k a k,j ), l n. x j + a k,j < b k untuk semua j. Dengan demikian x tidak memenuhi persamaan ke- k. Hal ini bertentangan dengan x adalah suatu penyelesaian dari A x = b. Jadi x bukan penyelesaian dari A x = b sehingga A x = b tidak punya penyelesaian. Berikutnya, andaikan x bukan penyelesaian dari A x = b maka x j < b k a k,j untuk semua k, j. Jadi : max{a k,j + x j} b k, j n dan bila x bukan penyelesaian dari A x = b, maka ada suatu k dengan karena max{a k,j + x j} < b k, j n x j = min{b l a l,j } untuk beberapa l 40

maka tidak ada elemen di baris ke- k pada matriks R A,b yang bernilai 1. Hal ini bertentangan bahwa setiap baris dari matriks R A,b setidaknya memuat elemen yang bernilai 1. Jadi haruslah x adalah suatu penyelesaian dari A x = b. Teorema 2.3 tersebut menjelaskan eksistensi dari penyelesaian A x = b. Eksistensi tersebut belum menjelaskan bilamana A x = b memiliki penyelesaiaan tunggal dan tidak tunggal. Untuk hal tersebut diperlukan definisi sebagai berikut : Definisi 2.25 [17]. Elemen bernilai 1 pada suatu baris R A,b dinamakan elemen peubah tetap bila nilai 1 hanya muncul sekali pada baris tersebut atau bila nilai 1 berada pada kolom yang sama seperti halnya nilai 1 hanya satu-satunya pada baris tersebut. Sedangkan sisa nilai 1 lainnya dinamakan elemen slack. Berikut ini diberikan matriks R A,b yang didapat dari Contoh 2.26 dan 2.27 untuk mempertegas Definisi 2.25 mengenai elemen peubah tetap dan elemen slack. Solusi tunggal Solusi tak hingga banyak 0 0 1 1 0 1 R A,b = [ 0 1 0] R A,b = [ 0 1 0] 1 0 0 1 0 0 Dari tabel tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : Berdasarkan Contoh 2.26 didapat matriks 0 10 3 0 0 1 D A,b = [ 2 24 2 ] dan R A,b = [ 0 1 0] 5 4 1 1 0 0 semua elemen 1 adalah peubah tetap. Persamaan baris pertama menetapkan elemen x 3 = 3, Persamaan baris kedua menetapkan elemen x 2 = 24, dan Persamaan baris ketiga menetapkan elemen x 1 = 5. Setiap elemen-elemen yang sudah dipilih tidak bisa diubah, bila diubah maka tidak akan memenuhi A x = b. Berdasarkan Contoh 2.27 didapat matriks 41

1 11 2 1 0 1 D A,b = [ 5 17 9 ] dan R A,b = [ 0 1 0] 1 2 7 1 0 0 semua elemen 1 adalah peubah tetap. Sedangkan sisa nilai 1 lainnya dinamakan elemen slack. Pada Contoh 2.26 terdapat satu elemen slack. Pada baris pertama terdapat dua kemungkinan yaitu menetapkan elemen x 1 atau x 3. Persamaan baris kedua menetapkan elemen x 2, dan persamaan baris ketiga telah menetapkan elemen x 1. Karena elemen x 1 tidak bisa dirubah, maka pada baris pertama dengan menetapkan elemen x 3 < 2 akan membentuk persamaan karena maksimum hanya dicapai satu kali dan tidak akan mengubah persamaan lain. Dengan demikian, dengan menetapkan x 1 = 1, x 2 = 17 dan x 3 < v 2 persamaan semua baris selalu benar. Berikut ini diberikan penjelasan mengenai hal yang telah dibahas. Teorema 2.4 [17]. Diberikan persamaan A x = b dengan A R m n max, x n m R max dan b R max dan diasumsikan A x = b mempunyai penyelesaian. Bila setiap baris dari matriks R A,b hanya ada satu anggota yang bernilai 1, maka persamaan A x = b mempunyai penyelesaian tunggal. Bila ada elemen slack pada matriks R A,b maka A x = b mempunyai penyelesaian tidak tunggal. Bukti. Bila disetiap baris R A,b hanya ada satu elemen bernilai 1, maka disetiap baris R A,b ada suatu elemen peubah tetap dan tidak ada elemen slack. Dengan demikian semua elemen x tetap, jadi penyelesaian tunggal. Selanjutnya, misalkan r i,j adalah satu elemen slack pada R A,b dan x adalah penyelesaian dari A x = b. Karena r i,j bukan elemen peubah tetap, maka tidak ada elemen peubah tetap pada kolom ke- j dari matriks R A,b. Jadi persamaan bisa dicapai tanpa menggunakan elemen x j. Dengan demikian walaupun x j menunjukkan nilai maksimum yang mungkin untuk elemen ini, akan tetapi untuk setiap nilai yang lebih kecil atau samadengan x j tidak akan mempengaruhi eksistensi persamaan baris yang telah ditetapkan. 1.9 Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Supertropical 42

Sebagaimana dalam aljabar linear biasa, sistem persamaan linear atas aljabar supertropical terbagi menjadi sistem persamaan tak homogen dan sistem persamaan homogen. Dalam aljabar supertropical, akan digunakan relasi ghost surpass pada R sebagai pengganti dari relasi =. Sistem persamaan tak homogen atas aljabar supertropical dinyatakan sebagai A x b. Sedangkan bila semua entri dari b = ε, maka sistem persamaan A x ε disebut sistem persamaan homogen atas aljabar supertropical. 43

BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini diuraikan beberapa metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. 1. Studi Literatur. Pada tahap ini, dikaji dan diuraikan teori-teori yang mendukung proses penelitian. Diantaranya penelitian terdahulu, semiring, aljabar max-plus, aljabar tropical, perluasan aljabar tropical, aljabar supertropical dan sistem persamaan linear atas aljabar max-plus dan aljabar supertropical. 2. Menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen atas aljabar supertropical. Berdasarkan kajian teori dan pengamatan pada beberapa definisi, teorema dan contoh pada kasus-kasus tertentu, maka pada tahap ini dilakukan karakterisasi terhadap penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen atas aljabar supertropical. Karakterisasi terhadap penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen adalah memiliki penyelesaian tunggal atau tidak tunggal. 3. Menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear homogen atas aljabar supertropical. Berdasarkan kajian teori dan pengamatan pada beberapa definisi, teorema dan contoh pada kasus-kasus tertentu, maka pada tahap ini dilakukan karakterisasi terhadap penyelesaian sistem persamaan linear homogen atas aljabar supertropical. Karakterisasi terhadap penyelesaian sistem persamaan linear homogen adalah memiliki penyelesaian trivial atau tak trivial. 4. Membuat Simpulan Berdasarkan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen maupun homogen atas aljabar supertropical, dilakukan proses pembuatan simpulan. Simpulan dibuat untuk menjawab rumusan masalah. 45

BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan pembahasan mengenai karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear atas aljabar supertropical. Pembahasan diawali dengan menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen yang kemudian dilanjutkan pada sistem persamaan linear homogen. Adapun karakterisasi penyelesaian yang dibahas pada sistem persamaan linear tak homogen adalah mempunyai penyelesaian tunggal atau tidak tunggal. Sedangkan karakterisasi penyelesaian yang dibahas pada sistem persamaan linear homogen adalah mempunyai penyelesaian trivial atau tak trivial. 4.1 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Tak Homogen atas Aljabar Supertropical Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa aljabar max-plus merupakan suatu struktur aljabar (R ε,, ) yang tidak mempunyai elemen invers terhadap operasi. Dengan kata lain, jika a R ε maka tidak ada b R ε sehingga a b = ε, kecuali jika a = ε dengan ε adalah elemen nol. Hal ini yang menyulitkan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear A x = b di R max. Sebagai motivasi dari pembahasan sistem persamaan linear tak homogen, akan diberikan sistem persamaan tak homogen di R max sebagai berikut. Selesaikan A x = b di R max, jika 0 10 2 A = [ 4 3 ], x = [ x 2 ] dan, b = [ 6] 0 x 3 2 dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai : x 1 x 1 0 10 2 [ 4 3 ] [ x 2 ] = [ 6] 0 x 3 2 sistem diatas ekuivalen dengan (0 x 1 ) (10 x 2 ) ( x 3 ) = 2 47

( x 1 ) (4 x 2 ) (3 x 3 ) = 6 ( x 1 ) ( x 2 ) (0 x 3 ) = 2 sistem persamaan A x = b tersebut tidak punya penyelesaian, sebab bila punya x 1 penyelesaian berarti ada x = [ x 2 ] sehingga x 3 didapat x 1 0 10 2 [ 4 3 ] [ x 2 ] = [ 6] 0 x 3 2 ( x 1 ) ( x 2 ) (0 x 3 ) = 2 (0 x 3 ) = 2 x 3 = 2 ( x 1 ) (4 x 2 ) (3 x 3 ) = 6 (4 x 2 ) 5 = 6 x 2 = 2 (0 x 1 ) (10 x 2 ) ( x 3 ) = 2 x 1 12 = 2 terlihat bahwa tidak akan ada x 1 R max sehingga Jadi A x = b tidak punya penyelesaian. x 1 12 = 2 max{x 1, 12} = 2. (4.1) Oleh karena itu dikonstruksikan suatu semiring khusus yang merupakan perluasan dari R max sedemikian hingga semua persamaan yang berbentuk persamaan (4.1) mempunyai penyelesaian. Semiring yang merupakan perluasan dari R max disebut extended semiring tropical yang merupakan kasus khusus dari aljabar supertropical. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengkonstruksian R yang merupakan perluasan dari R max. Dengan struktur semiring yang baru ini maka dapat digeneralisasikan suatu penyelesaian sistem persamaan linear menggunakan relasi ghost surpass pada R. Pada pembahasan selanjutnya akan digunakan relasi ghost surpass sebagai pengganti relasi =. Dengan relasi ghost surpass penyelesaian sistem persamaan A x = b akan diperlemah menjadi A x b. Diantara kemungkinan penyelesaian A x b yang ada, dapat diklasifikasikan ke dalam penyelesaian tangible, ghost dan nol (ε ). Selanjutnya, pembahasan akan difokuskan pada penyelesaian tangible dan nol (x T 0 n ) dari sistem persamaan A x b. Sistem persamaan A x b mempunyai penyelesaian tunggal yang dapat diperoleh dengan menggunakan aturan Cramer. 48

Berikut diberikan penjelasan mengenai relasi ghost surpass pada R. Definisi 4.1. [8]. Diberikan a, b R, maka Definisi 4.2. [8]. Diberikan a R, b T maka a b a = b c untuk beberapa c G 0 dan a b a b G 0 a ε a G 0 Definisi 4.3. [5]. Diberikan a, b T maka a b a = b Definisi 4.4. [8]. Diberikan a G 0, dan b R maka a b a v b Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai himpunan penyelesaian dari suatu persamaan dengan menggunakan relasi ghost surpass pada R. Diberikan a T dan x R. Jika diasumsikan persamaan dalam relasi ghost surpass dinyatakan sebagai : 1. x a maka himpunan penyelesaian dari x adalah {a} {b v b T dan b v a } 2. x a v maka himpunan penyelesaian dari x adalah {b v b T dan b v a } 3. x ε maka himpunan penyelesaian dari x adalah {ε} {b v b T } 49

Contoh 4.1. Diberikan persamaan dalam relasi ghost surpass sebagai berikut : 1. x 2 himpunan penyelesaian dari x adalah {2} {b v b T dan b v 2 } 2. x 8 v himpunan penyelesaian dari x adalah {b v b T dan b v 8 } 3. x 4 3 himpunan penyelesaian dari x adalah {4} {b v b T dan b v 4 } 4. x 2 v 5 himpunan penyelesaian dari x adalah {5} {b v b T dan b v 5 } 5. x 6 v 3 himpunan penyelesaian dari x adalah {b b T dan b v 6 } {d v d T } Lemma 4.1. Diberikan a T dan b R. Untuk setiap x R berlaku a x b jika dan hanya jika x a 1 b. Bukti : i. Kasus yang pertama : akan ditinjau untuk a T dan b T untuk setiap a T terdapat a 1 = a T sehingga a 1 b T jika x a 1 b akan dibuktikan a x b a x b (a (a 1 b)) b (a a 1 b) b (a a 1 ) b b e b b b b untuk setiap a T dan b T terbukti jika x a 1 b maka a x b. 50

ii. Kasus yang kedua : akan ditinjau untuk a T dan b G. untuk setiap a T terdapat a 1 = a T sehingga a 1 b G jika x a 1 b akan dibuktikan a x b a x b (a (a 1 b)) b (a a 1 b) b (a a 1 ) b b e b b b b untuk setiap a T dan b G terbukti jika x a 1 b maka a x b. Teorema 4.1. [21]. Jika a T dan b T. Untuk x T maka x = a 1 b adalah penyelesaian tunggal dari persamaan a x b. Bukti : Berdasarkan lemma 4.1 diketahui bahwa : a x b x a 1 b. Untuk a T dan b T berlaku a 1 b T. Berdasarkan Definisi 4.3, maka diperoleh jika x a 1 b dengan x T dan a 1 b T maka x = a 1 b. Akan dibuktikan bahwa x = a 1 b merupakan penyelesaian tunggal dari persamaan a x b. Misalkan y T juga merupakan penyelesaian dari a x b, maka a y b y a 1 b diketahui bahwa x a 1 b merupakan penyelesaian dari a x b sehingga didapat { x a 1 b y a 1 b karena x T, y T maka berdasarkan Definisi 4.3 didapat bahwa x y x = y. Jadi terbukti bahwa jika y merupakan penyelesaian yang lain dari a x b maka pastilah y = x = a 1 b. Dengan kata lain, penyelesaian dari persamaan a x b adalah tunggal yaitu x = a 1 b. 51

Teorema 4.2. [21]. Diberikan a T dan b T. Solusi dari persamaan dengan relasi ghost surpass a x b secara umum dapat ditulis sebagai : x t = x t v dengan beberapa t v G 0. Bukti : Berdasarkan Definisi 4.2 diketahui bahwa : a x b a x b ε a x b G 0 Berdasarkan Teorema 4.1 diperoleh x = a 1 b adalah solusi tunggal dari persamaan a x b. Untuk semua t T dengan jelas dapat diperoleh a t v ε karena a t v G 0 dengan menambahkan persamaan a t v ε pada a x b ε didapat (a t v ) (a x) b ε a (x t v ) b ε sehingga diperoleh penyelesaiannya (a x) (a t v ) b ε (a x) (a t v ) b a (x t v ) b kalikan kedua ruas dengan a 1 dari sebelah kiri diperoleh a 1 a (x t v ) a 1 b e (x t v ) a 1 b (e x) (e t v ) a 1 b x t v a 1 b jika diasumsikan x t = x t v, maka diperoleh x t x berdasarkan Definisi 4.1 diperoleh x t x x t = x t v dengan beberapa t v G 0. Jika t v x maka x t = t v. Oleh karena itu secara umum penyelesaian dari relasi ghost surpass a x b dapat dituliskan sebagai x t = x t v dengan beberapa t v G 0. Persamaan a x b dalam aljabar supertropical menggunakan relasi ghost surpass selalu mempunyai penyelesaian di R. Oleh karena itu R dikatakan sebagai penutup dari R max. 52

Relasi ghost surpass pada R dapat diperluas untuk kasus vektor. Selanjutnya akan diberikan beberapa definisi terkait hal tersebut. Definisi 4.5. [8]. Diberikan u R n n dan w T 0, maka (n) u w u w G 0 ekuivalen dengan u i w i u i w i G 0 untuk setiap i n Berdasarkan Definisi 4.5 dapat ditunjukkan bahwa : n 1. Jika u T 0 maka u i w i u i = w i untuk setiap i n. 2. Jika u G (n) 0 maka u i w i u i v w i untuk setiap i n. Definisi 4.6. Diberikan A M n (R), x R n n dan b T 0, maka sistem persamaan A x b A x b G (n) 0. Jika diasumsikan A = [a ij ], maka n p i = a ij x j j=1 diperoleh p i b i p i b i G 0 untuk setiap i n Berdasarkan Definisi 4.6 dapat ditunjukkan bahwa : n 1. Jika p T 0 maka p i b i p i = b i untuk setiap i n. 2. Jika p G (n) 0 maka p i b i p i v b i untuk setiap i n. Selanjutnya akan dibahas mengenai penyelesaian sistem persamaan A x b dalam aljabar supertropical dengan menggunakan aturan Cramer. Sebelumnya akan diberikan beberapa Lemma terkait aturan Cramer. Lemma 4.2. [8]. Diberikan A M n (R), maka berlaku : A adj(a) A I A Bukti : Akan dibuktikan A adj(a) A I A. 53

Berdasarkan Definisi 4.2 mengenai relasi ghost surpass, maka untuk membuktikan A adj(a) A I A sama juga dengan membuktikan bahwa : (n) (A adj(a)) ( A I A ) G 0 didapat (A adj(a)) ( A I A ) = [A i,j ] [Cof j,i (A)] A I A = ( A I A ) ( A I A ) G 0 (n) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa A adj(a) = A I A. Lemma 4.3. Diberikan A M n (R) dengan partisi dari matriks A yaitu F adalah matriks berukuran (n 1) (n 1) dari A H adalah matriks berukuran 1 (n 1) dari A G adalah matriks berukuran (n 1) 1 dari A dan a n,n adalah elemen tangible dari matriks A sehingga A = [ F G H a ] n,n maka berlaku : A = F G H a = ( F a n,n ) (H adj(f) G) n,n Berikut diberikan formula Cramer dalam aljabar supertropical. n Teorema 4.3. [8]. Diberikan A M n (R) dan b T 0. Untuk setiap penyelesaian x R n dari sistem persamaan A x b (4.2) memenuhi : A x adj(a) b (4.3) maka penyelesaian x = A 1 (adj(a) b). Bukti : Akan ditunjukkan bahwa x = A 1 adj(a) b merupakan penyelesaian dari sistem persamaan A x b. Berdasarkan Lemma 4.2 didapat : 54

A adj(a) A I A (4.4) Asumsikan A T, kalikan kedua ruas dari persamaan (4.4) dengan A 1 b dari sebelah kanan didapat (A adj(a)) ( A 1 b ) ( A I A ) ( A 1 b ) A (adj(a) A 1 b) ( A A 1 ) (I A b ) A ( A 1 adj(a) b) (I A b ) A x b. dapat dilihat bahwa x = A 1 adj(a) b merupakan penyelesaian dari sistem persamaan A x b. n Teorema 4.4. [8]. Diberikan A M n (R) dan b T 0. n Jika diasumsikan (adj(a) b) T 0 dan A T, maka x = A 1 (adj(a) b) adalah solusi tunggal dari A x b. Bukti : Akan ditunjukkan bahwa x = A 1 (adj(a) b) merupakan solusi tunggal dari A x b. ketunggalan solusi dari persamaan A x b akan dibuktikan dengan menggunakan induksi matematika. untuk n = 1 jelas, sebab berdasarkan Teorema 4.1 diperoleh a x b x = a 1 b diasumsikan benar untuk n = k 1 akan dibuktikan benar untuk n = k n n Jika diasumsikan partisi dari A M n (R), b T 0 dan x T 0 sebagai berikut : A = [ H a 1,n F G ], b = [b 1 B ], x = [ X ] x n dengan H matriks berukuran 1 (n 1) dari A F matriks berukuran (n 1) (n 1) dari A G matriks berukuran (n 1) 1 dari A B matriks berukuran (n 1) 1 dari b 55

X matriks berukuran (n 1) 1 dari x a 1,n adalah elemen tangible dari matriks A b 1 adalah elemen tangible dari vektor b dan x n adalah elemen tangible dari vektor x sehingga persamaan dapat ditulis sebagai dari Lemma 4.2 diketahui bahwa : A x b [ H a 1,n F G ] [ X x n ] [ b 1 B ] A x b { (H X) (a 1,n x n ) b 1 (4.5) (F X) (G x n ) B (4.6) sehingga A adj(a) = A I A A = (adj(a)) 1 A I A A = A (adj(a)) 1 I A A 1 = ( A (adj(a)) 1 I A ) 1 A 1 = A 1 adj(a) (I A ) 1 A 1 = A 1 adj(a) berdasakan Definisi 2.20, maka didapat A = A 1 adj(a) dari persamaan (4.6) diperoleh (F X) B (G x n ) kalikan kedua ruas dengan F dari sebelah kiri, diperoleh F (F X) F (B (G x n )) (F F X) (F B) (F G x n ) X (F B) (F G x n ) X F (B (G x n )) X ( F 1 adj(f)) (B (G x n )) (4.7) substitusikan persamaan (4.7) pada persamaan (4.5), diperoleh 56

(H X) (a 1,n x n ) b 1 H ( F 1 adj(f)) (B (G x n )) (a 1,n x n ) b 1 ( F 1 H adj(f)) (B (G x n )) (a 1,n x n ) b 1 ( F 1 H adj(f) B) ( F 1 H adj(f) (G x n )) (a 1,n x n ) b 1 (4.8) kalikan persamaan (4.8) dengan F dari sebelah kiri, diperoleh (H adj(f) B) (H adj(f) (G x n )) F (a 1,n x n ) F b 1 F (a 1,n x n ) (H adj(f) (G x n )) ( F b 1 ) (H adj(f) B) x n (( F a 1,n ) (H adj(f) G)) ( F b 1 ) (H adj(f) B) x n ( F b 1 ) (H adj(f) B) (( F a 1,n ) (H adj(f) G)) dari Lemma 4.3, diperoleh dan sehingga diperoleh A = (( F a 1,n ) (H adj(f) G)) (adj(a) b) n = ( F b 1 ) (H adj(f) B) x n (adj(a) b) n A x n A 1 (adj(a) b) n n n karena (adj(a) b) T 0 dan A T didapat x n T 0 untuk setiap n. Jadi terbukti bahwa : x = A 1 (adj(a) b) merupakan solusi tunggal. 57

Dengan kata lain, jika diasumsikan D xi adalah determinan dari matriks yang diperoleh dengan cara mengganti kolom ke-i dari matriks A dengan b sehingga (adj(a) b) i = D xi dan diasumsikan D = A maka persamaan 4.2 : A x adj(a) b menjadi D x adj(a) b x adj(a) b D 1 x i (adj(a) b) i D 1 x i D xi D 1 x i = D 1 D xi n jika D xi T dan D T maka dihasilkan x i T 0 untuk setiap i n, sehingga dengan menggunakan sifat relasi ghost surpass diperoleh x i = D 1 D xi Hal ini sesuai dengan formula Cramer pada aljabar klasik. Berdasarkan Teorema yang telah dibahas, didapatkan syarat perlu dan syarat cukup sistem persamaan A x b atas aljabar supertropical mempunyai penyelesaian tunggal yang tangible yaitu jika dan hanya jika A T dan n (adj(a) b) T 0. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka sistem persamaan A x b mempunyai penyelesaian tidak tunggal. Berikut ini diberikan contoh kasus sistem persamaan A x b mempunyai penyelesaian tunggal dan tidak tunggal. 4.1.1 Penyelesaian A x b dimana A T dalam Aljabar Supertropical Contoh 4.2. Kasus A x b mempunyai penyelesaian tunggal Selesaikan A x b, jika 1 9 4 1 A = [ 4 18 8], x = [ x 2 ] dan, b = [ 6] 2 1 4 x 3 3 penyelesaian A x b dengan menggunakan aturan Cramer D = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) x 1 58

D = (1 18 4) (1 8 1) ( 9 4 4) ( 9 8 2) (4 4 1) (4 18 2) D = 15 6 17 15 1 24 = 24 T. 1 9 4 D 1 = 6 18 8 3 1 4 D 1 = (1 18 4) (1 8 1) ( 9 6 4) ( 9 8 3) (4 6 1) (4 18 3) D 1 = 15 6 19 20 1 19 = 19 T. 1 1 4 D 2 = 4 6 8 2 3 4 D 2 = (1 6 4) (1 8 3) (1 4 4) (1 8 2) (4 4 3) (4 6 2) D 2 = 9 10 9 5 3 0 = 0 T. 1 9 1 D 3 = 4 18 6 2 1 3 D 3 = (1 18 3) (1 6 1) ( 9 4 3) ( 9 6 2) (1 4 1) (1 18 2) D 3 = 16 4 16 13 2 21 = 21 T. sehingga diperoleh D 1 19 n adj(a) b = [ D 2 ] = [ 0 ] T 0 D 3 1 penyelesaian dari persamaan tersebut adalah hal ini bisa di cek sebagai berikut : x 1 = D 1 D = 19 = 24 19 = 5 24 x 2 = D 2 D = 0 = 24 0 = 24 24 x 3 = D 1 D = 21 = 24 21 = 3 24 1 9 4 5 max( 4, 33,1) 1 A x = [ 4 18 8] [ 24] = [ max( 9, 6, 11) ] = [ 6] = b. 2 1 4 3 max( 3, 23, 7) 3 59

karena D T dan D xi T untuk setiap i, maka persamaan A x b dalam aljabar supertropical R mempunyai penyelesaian tunggal. Dengan demikian penyelesaian tersebut merupakan penyelesaian tunggal di R max. Contoh 4.3. Kasus A x b mempunyai penyelesaian tidak tunggal Selesaikan A x b, jika 1 9 4 2 A = [ 4 18 8], x = [ x 2 ] dan, b = [ 1] 2 1 4 x 3 3 penyelesaian A x b dengan menggunakan aturan Cramer D = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) D = (1 18 4) (1 8 1) ( 9 4 4) ( 9 8 2) (4 4 1) (4 18 2) D = 15 6 17 15 1 24 = 24 T. 2 9 4 D 1 = 1 18 8 3 1 4 D 1 = (2 18 4) (2 8 1) ( 9 1 4) ( 9 8 3) (4 1 1) (4 18 3) D 1 = 16 5 12 14 6 25 = 25 T. 1 2 4 D 2 = 4 1 8 2 3 4 D 2 = (1 1 4) (1 8 3) (2 4 4) (2 8 2) (4 4 3) (4 1 2) D 2 = 2 4 6 4 3 7 = 7 T. 1 9 2 D 3 = 4 18 1 2 1 3 D 3 = (1 18 3) (1 1 1) ( 9 4 3) ( 9 1 2) (2 4 1) (2 18 2) D 3 = 22 3 10 6 1 22 = 22 v G 0. sehingga diperoleh x 1 60

D 1 25 adj(a) b = [ D 2 ] = [ 7 ] T 0 D 3 22 v penyelesaian dari persamaan tersebut adalah hal ini bisa di cek sebagai berikut : x 1 = D 1 D = 25 = 24 25 = 1 24 x 2 = D 2 D = 7 = 24 7 = 17 24 x 3 = D 1 D = 22v 24 = 24 22v = 2 v 1 9 4 1 max(2, 26,2) 2 v 2 A x = [ 4 18 8] [ 17] = [ max( 3,1, 10) ] = [ 1 ] [ 1] = b. 2 1 4 2 v max(3, 16, 6 v ) 3 3 karena D T dan terdapat D xi G untuk beberapa i, maka persamaan A x b dalam aljabar supertropical R mempunyai penyelesaian tidak tunggal. penyelesaian tangible dengan k 3 T adalah 1 x = [ 17] untuk setiap k 3 v 2. k 3 n Proposisi 4.1. [8] Diberikan A M n (R) dimana A G 0 ε, b T 0 n dan x T 0 n maka sistem persamaan A x b mempunyai penyelesaian k x R n dengan x adalah kolom ke-i yang tangible dari adj(a) untuk beberapa i n dan k T. 4.2.1 Penyelesaian A x b dimana A G 0 ε dalam Aljabar Supertropical Contoh 4.4. Kasus A x b mempunyai penyelesaian tidak tunggal Selesaikan A x b, jika x 1 1 2 3 1 A = [ 4 1 5], x = [ x 2 ] dan b = [ 1] 2 2 2 x 3 4 61

A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 1 2) (1 5 2) (2 4 2) (2 5 2) (3 4 2) (3 1 2) A = 4 8 8 9 9 6 = 9 v G 0. Penyelesaian dari A x b adalah 7 5 7 adj(a) = [ 7 5 7] 6 4 6 penyelesaian x merupakan kolom ke-i yang tangible dari adj(a) yaitu kolom ke-1, kolom ke-2 dan kolom ke- 3. jika x adalah kolom ke-1 dan kolom ke-3 dari Adj (A), maka hal ini bisa di cek sebagai berikut : 7 x = [ 7] 6 1 2 3 7 9 v 1 A x = [ 4 1 5] [ 7] = [ 11 v ] [ 1] 2 2 2 6 9 v 4 jika x adalah kolom ke-2 dari Adj (A), maka hal ini bisa di cek sebagai berikut : 5 x = [ 5] 4 1 2 3 5 7 v 1 A x = [ 4 1 5] [ 5] = [ 9 v ] [ 1] 2 2 2 4 7 v 4 penyelesaian lain dari A x b adalah p 1 x = k [ p 2 ] p 3 dengan p 1 = 7, p 2 = 7, p 3 = 6 atau p 1 = 5, p 2 = 5, p 3 = 4. Untuk setiap k T yang besar sedemikian hingga memenuhi A x b. 62

Dalam hal ini A ε bukan merupakan syarat perlu dari sistem A x b dalam aljabar supertropical R agar memiliki solusi untuk semua nilai b. Contoh 4.5. Diberikan e e ε A = [ e e ε] e e ε A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (e e ε) (e ε e) (e e ε) (e ε e) (ε e e) (ε e e) D = ε ε ε ε ε ε = ε. Ambil t T dan b i v t untuk semua nilai i, dan x = [t t ε] T maka diperoleh e e ε t max(t, t, ε) t v A x = [ e e ε] [ t] = [ max(t, t, ε) ] = [ t v ]. e e ε ε max(t, t, ε) t v t Dari yang diketahui bahwa b i v t untuk semua nilai i berarti b i v [ t] t berdasarkan perhitungan, maka didapatkan bahwa : meskipun A = ε dapat ditemukan nilai x sehingga memenuhi A x b dengan x = [t t ε] T. Berikut diberikan contoh penyelesaian sistem persamaan linear A x = b dalam aljabar supertropical. Contoh 4.6. Selesaikan A x = b, jika 4 0 2 5 A = [ 1 2 5], x = [ x 2 ] dan, b = [ 1] 1 2 2 x 3 2 Penyelesaian A x = b dengan menggunakan matriks D A,b dan R A,b didapatkan matriks D A,b dan R A,b sebagai berikut : x 1 63

1 5 7 1 0 0 D A,b = [ 2 3 6] dan R A,b = [ 0 1 0] 3 4 4 0 0 1 terlihat bahwa setiap kolom matriks R A,b hanya terdapat tepat satu elemen bernilai 1. Hal ini menandakan bahwa A x = b hanya mempunyai tepat satu penyelesaian x dengan elemen-elemennya adalah minimum dari setiap kolom matriks D A,b yaitu 1 x = [ 3] 4 hal ini bisa di cek sebagai berikut : 4 0 2 1 max(5,3,2) 5 A x = [ 1 2 5] [ 3] = [ max(0,1, 1) ] = [ 1] = b. 1 2 2 4 max(0,1,2) 2 Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Pada baris pertama nilai maksimum dicapai hanya satu kali, dengan demikian persamaan baris pertama menetapkan elemen x 1 = 1. Pada baris kedua nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris kedua menetapkan elemen x 2 = 3. Pada baris ketiga didapatkan nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris ketiga menetapkan elemen x 3 = 4. Setiap elemen-elemen yang sudah dipilih ini tidak bisa diubah, bila diubah yang lain maka akan membentuk pertaksamaan. Karena pada keseluruhan baris, nilai maksimum hanya dicapai satu kali, maka hanya terdapat satu cara untuk mencapai persamaan pada semua baris yaitu dengan menetapkan elemen x 1 = 1, x 2 = 3, x 3 = 4. Dengan demikian persamaan A x = b memiliki penyelesaian tunggal. Selanjutnya, persamaan A x = b akan diselesaikan dengan menggunakan aturan Cramer dalam aljabar supertropical sebagai berikut D = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) D = (4 2 2) (4 5 2) (0 1 2) 64

(0 5 1) ( 2 1 2) ( 2 2 1) D = 0 3 3 6 5 5 = 0 T. 5 0 2 D 1 = [ 1 2 5] 2 2 2 D 1 = (5 2 2) (5 5 2) (0 1 2) (0 5 2) ( 2 1 2) ( 2 2 2) D 1 = 1 2 1 3 3 2 = 1 T. 4 5 2 D 2 = [ 1 1 5] 1 2 2 D 2 = (4 1 2) (4 5 2) (5 1 2) (5 5 1) ( 2 1 2) ( 2 1 1) D 2 = 3 1 2 1 1 2 = 3 T. 4 0 5 D 3 = [ 1 2 1] 1 2 2 D 3 = (4 2 2) (4 1 2) (0 1 2) (0 1 1) (5 1 2) (5 2 1) D 3 = 4 3 1 0 2 2 = 4 T. sehingga diperoleh D 1 1 n adj(a) b = [ D 2 ] = [ 3] T 0 D 3 4 penyelesaian dari persamaan tersebut adalah hal ini bisa di cek sebagai berikut : x 1 = D 1 D = 1 0 = 0 1 = 1 x 2 = D 2 D = 3 0 = 0 3 = 3 x 3 = D 1 D = 4 0 = 0 4 = 4 4 0 2 1 max(5,3,2) 5 A x = [ 1 2 5] [ 3] = [ max(0,1, 1) ] = [ 1] = b 1 2 2 4 max(0,1,2) 2 65

karena D T dan D xi T untuk setiap i, maka penyelesaian tersebut merupakan penyelesaian tunggal di R max. Selanjutnya, akan diberikan contoh penyelesaian sistem persamaaan linear A x = b dengan A m n (R) adalah matriks berukuran m n dengan entri matriks anggota R. b R n adalah vektor tangible, dan x R m. Contoh 4.7. (Banyak persamaan kurang dari banyak peubah) Selesaikan A x = b, jika A = [ 2 5 1 x 1 3 8 2 ], x = [ x 2 ], b = [ 7 x 10 ] 3 A T A x = A T b 2 3 [ 5 8] [ 2 5 1 x 1 2 3 3 8 2 ] [ x 2 ] = [ 5 8] [ 7 1 2 x 10 ] 3 1 2 6 11 5 x 1 13 [ 11 16 10] [ x 2 ] = [ 18] 5 10 4 x 3 12 Penyelesaian A x = b dengan menggunakan matriks D A,b dan R A,b didapatkan matriks D A,b dan R A,b sebagai berikut : 7 2 8 1 1 1 D A,b = [ 7 2 8] dan R A,b = [ 1 1 1] 7 2 8 1 1 1 terlihat bahwa setiap kolom matriks R A,b terdapat setidaknya satu elemen bernilai 1, sedangkan pada setiap baris terdapat nilai 1 lebih dari satu. Hal tersebut menandakan bahwa A x = b mempunyai banyak penyelesaian x. Elemenelemen minimum dari setiap kolom matriks D A,b yaitu 7 x = [ 2] 8 Hal ini bisa di cek sebagai berikut : 6 11 5 7 13 v [ 11 16 10] [ 2] = [ 18 v ]. 5 10 4 8 12 v dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : 66

Pada setiap baris nilai maksimum dicapai lebih dari satu kali. Sehingga persamaan pada semua baris akan tercapai dengan menetapkan x 1 = 7, x 2 < 2, x 3 < 8 atau x 1 < 7, x 2 = 2, x 3 < 8 atau x 1 < 7, x 2 < 2, x 3 = 8. Dengan demikian persamaan A x = b memiliki penyelesaian tak hingga banyak yaitu 7 x = [ k 2 ] untuk setiap k 2 < 2 dan k 3 < 8 k 3 k 1 x = [ 2 ] untuk setiap k 1 < 7 dan k 3 < 8 k 3 k 1 x = [ k 2 ] untuk setiap k 1 < 7 dan k 2 < 2 8 Selanjutnya, persamaan A x = b akan diselesaikan dengan menggunakan aturan Cramer dalam aljabar supertropical sebagai berikut. D = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) D = (6 16 4) (6 10 10) (11 11 4) (11 10 5) (5 11 10) (5 16 5) D = 26 26 26 26 26 26 = 26 v G 0. 13 11 5 D 1 = [ 18 16 10] 12 10 4 D 1 = (13 16 4) (13 10 10) (11 18 4) (11 10 12) (5 18 10) (5 16 12) D 1 = 33 33 33 33 33 33 = 33 v G 0. 6 13 5 D 2 = [ 11 18 10] 5 12 4 D 2 = (6 18 4) (6 10 12) (13 11 4) (13 10 5) (5 11 12) (5 18 5) D 2 = 28 28 28 28 28 28 = 28 v G 0. 6 11 13 D 3 = [ 11 16 18] 5 10 12 67

D 3 = (6 16 12) (6 18 10) (11 11 12) (11 18 5) (13 11 10) (13 11 10) D 3 = 34 34 34 34 34 34 = 34 v G 0. sehingga diperoleh D 1 33 v adj(a) b = [ D 2 ] = [ 28 v ] T 0 D 3 34 v penyelesaian dari persamaan tersebut adalah hal ini bisa di cek sebagai berikut x 1 = D 1 D = 33v 26 v = 26v 33 v = 7 v x 2 = D 2 D = 28v 26 v = 26v 28 v = 2 v x 3 = D 1 D = 34v 26 v = 26v 34 v = 8 v 6 11 5 7 13 v [ 11 16 10] [ 2] = [ 18 v ] 5 10 4 8 12 v penyelesaian tangible lain dengan k T adalah 7 x = [ k 2 ] untuk setiap k 2 < 2 dan k 3 < 8 k 3 k 1 x = [ 2 ] untuk setiap k 1 < 7 dan k 3 < 8 k 3 n k 1 x = [ k 2 ] untuk setiap k 1 < 7 dan k 2 < 2 8 karena D G 0 dan D xi G 0 untuk setiap i, maka persamaan A x = b mempunyai penyelesaian tidak tunggal. Contoh 4.8. (Banyak persamaan lebih dari banyak peubah) 1 2 Selesaikan A x = b, jika A = [ 3 4], x = [ x 3 1 x ], b = [ 6] 2 9 2 7 A T A x = A T b 68

[ 1 3 9 1 2 2 4 2 ] [ 3 4] [ x 1 x ] = [ 1 3 9 3 2 2 4 2 ] [ 6] 9 2 7 18 11 [ 11 8 ] [x 1 x ] = [ 16 2 9 ] Penyelesaian A x = b dengan menggunakan matriks D A,b dan R A,b didapatkan matriks D A,b dan R A,b sebagai berikut : D A,b = [ 2 5 2 1 ] dan R A,b = [ 1 0 1 1 ] terlihat bahwa setiap kolom matriks R A,b terdapat setidaknya satu elemen bernilai 1. Sedangkan setiap baris ke-2 matriks R A,b terdapat nilai 1 lebih dari satu. Hal tersebut menandakan bahwa A x = b mempunyai banyak penyelesaian x. Elemen-elemen minimum dari setiap kolom matriks D A,b yaitu hal ini bisa di cek sebagai berikut : x = [ 2 1 ] 18 11 [ 11 8 ] [ 2 12) ] = [max(16, 1 max(9, 9) ] = [16 v ] b. 9 Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Pada baris pertama nilai maksimum dicapai hanya satu kali, dengan demikian persamaan baris pertama menetapkan elemen x 1 = 2. Pada baris kedua nilai maksimum dicapai lebih dari satu kali yaitu pada saat elemen x 1 = 2 dan x 2 = 1. Elemen-elemen yang sudah dipilih yaitu x 1 = 2 tidak bisa diubah, bila diubah yang lain maka baris pertama akan membentuk pertaksamaan. Karena persamaan baris pertama telah menetapkan x 1 = 2, maka dengan menetapkan x 2 < 1 pada baris pertama tetap membentuk persamaan dan tidak akan mengubah persamaan pada baris lain. Sehingga persamaan pada semua baris akan tercapai dengan menetapkan elemen x 1 = 2, x 2 < 1. Dengan demikian A x = b memiliki penyelesaian tak hingga banyak yaitu x = [ 2 k 2 ] untuk setiap k 2 < 1 69

Selanjutnya, persamaan A x = b akan diselesaikan dengan menggunakan aturan Cramer dalam aljabar supertropical sebagai berikut. D = (a 11 a 22 ) (a 12 a 21 ) D = (18 8) (11 11) D = 26 22 = 26 T. 16 11 D 1 = [ 9 8 ] D 1 = (16 8) (11 9) D 1 = 24 20 = 24 T. 18 16 D 2 = [ 11 9 ] D 2 = (18 9) (16 11) D 2 = 27 27 = 27 v G 0. sehingga diperoleh [ D 1 D 2 ] = [ 24 27 v] T 0 n penyelesaian dari persamaan tersebut adalah hal ini dapat dicek sebagai berikut x 1 = D 1 D = 24 = 26 24 = 2 26 x 2 = D 2 D = 27v 26 = 26 27v = 1 v 18 11 [ 11 8 ] [ 2 12) ] = [max(16, 1 max(9, 9) ] = [16 9 v ] penyelesaian tangible lain dengan k T adalah x = [ 2 k 2 ] untuk setiap k 2 < 1 karena D T dan D xi G 0 untuk beberapa i, maka persamaan A x = b mempunyai penyelesaian tidak tunggal. 70

4.2 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Homogen atas Aljabar Supertropical Pada bagian ini akan dibahas mengenai sistem persamaan linear homogen. Sebagai motivasi dari pembahasan sistem persamaan linear homogen, akan diberikan sistem persamaan homogen di R max sebagai berikut. Selesaikan A x = ε di R max, jika x 1 0 5 A = [ 2 7 8 ], x = [ x 2 ] 0 x 3 dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai : sistem diatas ekuivalen dengan x 1 0 5 [ 2 7 8 ] [ x 2 ] = [ ] 0 x 3 (0 x 1 ) (5 x 2 ) ( x 3 ) = (2 x 1 ) (7 x 2 ) (8 x 3 ) = ( x 1 ) ( x 2 ) (0 x 3 ) = sistem persamaan A x = ε diatas tidak mempunyai penyelesaian tak trivial, x 1 sebab bila punya penyelesaian tak trivial berarti ada x = [ x 2 ] tidak semuanya sama x 3 dengan ε sehingga didapat x 1 0 5 [ 2 7 8 ] [ x 2 ] = [ ] 0 x 3 ( x 1 ) ( x 2 ) (0 x 3 ) = x 3 = (0 x 1 ) (5 x 2 ) ( x 3 ) = x 1 (5 x 2 ) = terlihat bahwa tidak akan ada x 1, x 2 R max sehingga x 1 (5 x 2 ) =, maka satu-satunya penyelesaian dari sistem tersebut adalah x 1 [ x 2 ] = [ ] x 3 jadi persamaan A x = ε hanya mempunyai penyelesaian trivial dan tidak mempunyai penyelesaian tak trivial. 71

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa dapat dikonstruksikan suatu semiring khusus yang merupakan perluasan dari R max. Sedemikian hingga penyelesaian sistem persamaan linear dapat digeneralisasikan dengan menggunakan relasi ghost surpass di R. Sejalan dengan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dengan menggunakan relasi ghost surpass penyelesaian sistem persamaan A x = ε akan diperlemah menjadi A x ε. Berikut diberikan penjelasan mengenai relasi ghost surpass dalam aljabar supertropical pada persamaan homogen. Definisi 4.7. [5]. Diberikan a R, maka a ε a = ε c untuk beberapa c G 0 Definisi 4.8. [5]. Diberikan a R, maka a ε a G 0 Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai himpunan penyelesaian dari suatu persamaan homogen dengan menggunakan relasi ghost surpass pada R. himpunan penyelesaian dari x adalah x ε {ε} {b v b T } Lemma 4.4. [8]. Jika a T dan x T 0 maka persamaan a x G 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial x = ε. Bukti : Berdasarkan Definisi 4.8 diketahui bahwa : diperoleh a ε a G 0 a x ε a x G 0 jika a T maka untuk setiap x T 0 hanya terdapat penyelesaian trivial x = ε sehingga memenuhi a x G 0. Selanjutnya, relasi ghost surpass dari persamaan linear homogen atas aljabar supertropical akan diperluas untuk kasus vektor. 72

Definisi 4.9. Diberikan u R n, maka (n) u ε u G 0 ekuivalen dengan u i ε u i G 0 untuk setiap i n Definisi 4.10. Diberikan A M n (R), x R n, maka sistem persamaan (n) A x ε A x G 0 Berikut ini diberikan beberapa definisi terkait penyelesaian A x G (n) 0. Definisi 4.11. [19]. Suatu himpunan vektor V = {v 1, v 2,.., v n } R (n) dikatakan bebas supertropical, jika n α i v i G 0 (n) i=1 mengakibatkan α i = ε untuk setiap i n. Definisi 4.12. [19]. Suatu himpunan vektor V = {v 1, v 2,.., v n } R (n) dikatakan bergantung supertropical, jika terdapat skalar α 1,, α n T 0 dimana tidak semua α i = ε sehingga n α i v i G 0 (n) i=1 dengan T 0 T { } dan i n. Contoh-contoh berikut menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan Definisi 4.11 dan 4.12. Contoh 4.9. 0 10 Diberikan V = {v 1, v 2, v 3 } di R 3, dengan v 1 = [ ], v 2 = [ 4 ], v 3 = [ 3 ] 0 vektor v 1, v 2 dan v 3 adalah bebas supertropical. Untuk membuktikan hal tersebut maka harus ditunjukkan bahwa satu-satunya cara agar 73

0 10 (3) α 1 [ ] α 2 [ 4 ] α 3 [ 3 ] G 0 0 yaitu jika semua skalar α 1, α 2, α 3 adalah. Persamaan di atas dapat ditulis sebagai suatu sistem linear dengan peubah-peubah α 1, α 2, α 3 sebagai berikut : (0 α 1 ) (10 α 2 ) ( α 3 ) G 0 ( α 1 ) (4 α 2 ) (3 α 3 ) G 0 ( α 1 ) ( α 2 ) (0 α 3 ) G 0 dalam bentuk perkalian matriks dituliskan sebagai Pada baris ketiga didapat α 1 0 10 [ 4 3 ] [ α 2 ] G 0 0 α 3 ( α 1 ) ( α 2 ) (0 α 3 ) G 0 α 3 G 0 α 3 =. Pada baris kedua didapat ( α 1 ) (4 α 2 ) (3 ) G 0 (α 2 4) G 0 α 2 =. Pada baris pertama didapat (0 α 1 ) (10 ) ( α 3 ) α 1 =. dengan demikian satu-satunya penyelesaian dari sistem ini adalah (3) α 1 =, α 2 = dan α 3 =. Dari contoh tersebut terlihat bahwa matriks koefisien dari sistem ini adalah non singular. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut : akan dicari determinan dari V 0 10 V = [ 4 3 ] 0 V = (v 11 v 22 v 33 ) (v 11 v 23 v 32 ) (v 12 v 21 v 33 ) (v 12 v 23 v 31 ) (v 13 v 21 v 32 ) (v 13 v 22 v 31 ) V = (0 4 0) (0 3 ) (10 0) (10 3 ) ( ) ( 4 ) V = 4 = 4 T karena V = 4 T, maka V matriks non singular. 74

Contoh 4.10. 0 2 Diberikan V = {v 1, v 2, v 3 } di R 3, dengan v 1 = [ ], v 2 = [ 4 ], v 3 = [ 2 ] 0 0 vektor v 1, v 2 dan v 3 adalah bergantung supertropical. Untuk membuktikan hal tersebut maka harus ditunjukkan bahwa terdapat skalar α 1, α 2, α 3 T 0 dimana tidak semua α i = ε dengan i = 1,2,3 sehingga 0 2 (3) α 1 [ ] α 2 [ 4 ] α 3 [ 2 ] G 0 0 0 persamaan di atas dapat ditulis sebagai suatu sistem linear dengan peubah-peubah α 1, α 2, α 3 sebagai berikut : (0 α 1 ) (2 α 2 ) ( α 3 ) G 0 ( α 1 ) (4 α 2 ) (2 α 3 ) G 0 (0 α 1 ) ( α 2 ) (0 α 3 ) G 0 dalam bentuk perkalian matriks dituliskan sebagai pada baris ketiga didapat α 1 0 2 [ 4 2 ] [ α 2 ] G 0 0 0 α 3 (0 α 1 ) ( α 2 ) (0 α 3 ) α 1 α 3 G 0 α 1 = α 3. terlihat bahwa dapat ditemukan skalar α 1 = α 3, sehingga untuk setiap skalar α 1, α 3 T 0 dimana α 1 = α 3 akan memenuhi persamaan tersebut, dengan demikian sistem ini mempunyai penyelesaian tak trivial. Dari contoh tersebut terlihat bahwa matriks koefisien dari sistem ini adalah singular. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut : akan dicari determinan dari V 0 2 V = [ 4 2 ] 0 0 V = (v 11 v 22 v 33 ) (v 11 v 23 v 32 ) (v 12 v 21 v 33 ) (v 12 v 23 v 31 ) (v 13 v 21 v 32 ) (v 13 v 22 v 31 ) V = (0 4 0) (0 2 ) (2 0) (2 2 0) ( 2 0) ( 4 0) V = 4 4 = 4 v G 0 (3) 75

karena V = 4 v G 0, maka V matriks singular. Berikut diberikan penjelasan mengenai beberapa hal yang telah dibahas. Vektor-vektor a i dengan i = 1,2,, n dalam ruang vektor V bebas supertropical, ekuivalen dengan (n) x 1 a 1 x 2 a 2 x n a n G 0 dipenuhi hanya untuk x 1 = x 2 = = x n = ε. Bila V = R n maka vektor-vektor a i dengan i = 1,2,, n dalam ruang vektor V atas R bebas supertropical memiliki arti bahwa sistem persamaan linear homogen (n) x 1 a 1 x 2 a 2 x n a n G 0 mempunyai penyelesaian trivial yaitu x i = ε dengan i = 1,2,, n. Bila persamaan homogen ini mempunyai penyelesaian tak trivial, yaitu x i ε untuk beberapa i dengan x i T 0. Hal ini berarti bahwa vektor-vektor a i tersebut tidak bebas supertropical atau bergantung supertropical. Berikut diberikan Teorema mengenai eksistensi dan ketunggalan dari penyelesaian A x ε atas aljabar supertropical. Teorema 4.5. Diberikan A M n (R) maka sistem persamaan A x ε mempunyai penyelesaian tak trivial jika dan hanya jika A G 0 ε. Teorema 4.6. Diberikan A M n (R) maka sistem persamaan A x ε mempunyai penyelesaian trivial jika dan hanya jika A T. Selanjutnya, diberikan penjelasan terkait penyelesaian tak trivial dari persamaan A x ε dalam aljabar supertropical. n Proposisi 4.2. [8]. Diberikan A M n (R) dimana A G 0 ε dan x T 0 maka sistem persamaan A x ε mempunyai penyelesaian k x R n dengan x adalah kolom ke-i dari adj(a) untuk beberapa i n dan k T. 76

4.4.1 Penyelesaian A x ε dimana A T dalam Aljabar Supertropical Contoh 4.13. 1 4 1 Selesaikan A x ε, jika A = [ 1 0 6 ], x = [ x 2 ] 3 1 3 x 3 sistem persamaan A x ε A x G 0 (3) x 1 1 4 1 [ 1 0 6 ] [ x 2 ] G 0 3 1 3 x 3 ekuivalen dengan (1 x 1 ) (4 x 2 ) ( 1 x 3 ) G 0 (1 x 1 ) (0 x 2 ) (6 x 3 ) G 0 (3 x 1 ) (1 x 2 ) (3 x 3 ) G 0 determinan dari A A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 0 3) (1 6 1) (4 1 3) (4 6 3) ( 1 1 1) ( 1 0 3) A = 4 8 8 13 1 2 = 13 T. x 1 (3) A = 13 T, maka penyelesaian dari A x G 0 (3) adalah hal ini bisa di cek sebagai berikut : x 1 ε [ x 2 ] = [ ε] x 3 ε 1 4 1 ε ε (3) [ 1 0 6 ] [ ε] = [ ε] G 0 3 1 3 ε ε karena A T maka persamaan A x ε dalam aljabar supertropical R mempunyai penyelesaian trivial. Dengan demikian penyelesaian tersebut merupakan penyelesaian trivial di R max. 77

4.4.2 Penyelesaian A x ε dimana A G 0 ε dalam Aljabar Supertropical Contoh 4.14. 1 2 3 Selesaikan A x ε, jika A = [ 4 1 5], x = [ x 2 ] 2 2 2 x 3 sistem persamaan A x ε A x G 0 (3) x 1 x 1 1 2 3 [ 4 1 5] [ x 2 ] G 0 2 2 2 x 3 ekuivalen dengan (1 x 1 ) (2 x 2 ) (3 x 3 ) G 0 (4 x 1 ) (1 x 2 ) (5 x 3 ) G 0 (2 x 1 ) (2 x 2 ) (2 x 3 ) G 0 determinan dari A A = (a 11 a 22 a 33 ) (a 11 a 23 a 32 ) (a 12 a 21 a 33 ) (a 12 a 23 a 31 ) (a 13 a 21 a 32 ) (a 13 a 22 a 31 ) A = (1 1 2) (1 5 2) (2 4 2) (2 5 2) (3 4 2) (3 1 2) A = 4 8 8 9 9 6 = 9 v G 0. A = 9 v G 0, maka penyelesaian dari A x G (3) 0 adalah 7 5 7 adj(a) = [ 7 5 7] 6 4 6 penyelesaian x merupakan kolom ke-i dari adj(a) yaitu kolom ke-1, 2 dan 3. jika x adalah kolom ke-1 dan kolom ke-3 dari Adj (A), maka 7 x = [ 7] 6 hal ini bisa di cek sebagai berikut : (3) 1 2 3 7 9 v A x = [ 4 1 5] [ 7] = [ 11 v ] G 0 2 2 2 6 9 v (3) 78

jika x adalah kolom ke-2 dari Adj (A), maka 5 x = [ 5] 4 hal ini bisa di cek sebagai berikut : 1 2 3 5 7 v A x = [ 4 1 5] [ 5] = [ 9 v ] G 0 2 2 2 4 7 v penyelesaian lain dari A x G 0 (3) adalah (3) p 1 x = k [ p 2 ] p 3 untuk setiap k T dengan p 1 = 7, p 2 = 7, p 3 = 6 atau p 1 = 5, p 2 = 5, p 3 = 4. 79

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diberikan, dapat dibuat simpulan serta saran untuk pengembangan dan perbaikan penelitian selanjutnya. 5.1 Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diberikan adalah sebagai berikut : 1. Penyelesaian sistem persamaan A x b atas aljabar supertropical n dengan A M n (R), b T 0 dan x R n terbagi menjadi penyelesaian tangible, ghost, dan nol. 2. Sistem persamaan tak homogen A x b atas aljabar supertropical n dengan A M n (R), b T 0 dan x R n mempunyai penyelesaian tangible yang tunggal jika dan hanya jika A T dan (adj(a) b) n T 0. Serta mempunyai penyelesaian tangible yang tidak tunggal jika dan n hanya jika A G 0 ε atau (adj(a) b) T 0. 3. Sistem persamaan homogen A x ε atas aljabar supertropical dengan A M n (R), dan x R n mempunyai penyelesaian trivial jika dan hanya jika A T. Serta mempunyai penyelesaian tak trivial jika dan hanya jika A G 0 ε. 5.2 Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah a. Metode yang digunakan untuk menentukan penyelesaian sistem persamaan linear A x b atas aljabar supertropical bisa digunakan metode lain selain aturan Cramer dan matriks A tidak persegi. b. Untuk sistem persamaan A x b dengan A M n (R) dapat dibuat program untuk menghitung nilai determinan pada aturan Cramer, sehingga dapat mempermudah penyelesaiannya. 81

DAFTAR PUSTAKA [1] History of Tropical Algebra, (tanggal akses : 1 Mei 2015), (http:\\ en.m.wikipedia.org/wiki/tropical_geometry). [2] Litvinov, G. L., (2005), The Maslov Dequantization, Idempotent and Tropical Mathematics : a Very Brief Introduction, arxiv : 0507014v1. [3] Izhakian, Z., (2009), Tropical Arithmetic and Matrix Algebra, Communications in Algebra, 37 : 4, hal. 1445-1468. [4] Izhakian, Z., dan Rowen, L., (2010a), Supertropical Algebra, Advances in Mathematics, 225, hal. 2222-2286. [5] Izhakian, Z., Knebush, M., dan Rowen, L., (2010b), Supertropical Linear Algebra, Mathematisches Forschungsinstitut Oberwolfach, ISSN 1864-7596. [6] Izhakian, Z., dan Rowen, L., (2010c), Supertropical Polynomials and Resultants, Journal of Algebra, 324, hal. 1860-1886. [7] Izhakian, Z., dan Rowen, L.,(2011a), Supertropical Matrix Algebra, Israel Journal Mathematics, 182, hal. 383-424. [8] Izhakian, Z., dan Rowen, L.,(2011b), Supertropical Matrix Algebra II : Solving Tropical Equations, Israel Journal Mathematics, 186, hal. 69-97. [9] Izhakian, Z., dan Rowen, L.,(2011c), Supertropical Matrix Algebra III : Power of Matrices and Their Supertropical Eigenvalues, Journal of Algebra, 341, hal. 25-149. [10] Izhakian, Z., Knebush, M., dan Rowen, L., (2012), Dual Space and Bilinear Forms in Supertropical Linear Algebra, Journal Linear and Multilinear Algebra, 60 : 7, hal. 865-883. [11] Niv, Adi., (2012), Factorization of Supertropical Matrices, arxiv : 1202.3615v1. 83

[12] Izhakian, Z., Knebush, M., dan Rowen, L., (2013), Supertropical Monoids : Basics and Canonical Factorization, Journal of Pure and Applied Algebra, 217, hal. 2135-2162. [13] Niv, Adi., (2014), Characteristic Polynomials of Supertropical Matrices, Communications in Algebra, 42, hal. 528-539. [14] Izhakian, Z., Knebush, M., dan Rowen, L., (2015a), Supertropical Quadratic Forms I, Journal of Pure and Applied Algebra, article in press. [15] Izhakian, Z., Knebush, M., dan Rowen, L., (2015b), Supertropical Quadratic Forms II, arxiv : 1506.03404v1. [16] Niv, Adi., (2015), On Pseudo-Inverses of Matrices and Their Characteristic Polynomials in Supertropical Algebra, Linear Algebra and Its Applications, 471, hal. 264-290. [17] Subiono, (2015), Aljabar Min-Max Plus dan Terapannya Versi 3.0.0, Jurusan Matematika, ITS, Surabaya. [18] Baccelli, F., Cohen, G., Olsder, G.J., dan Quadrat, J.P., (2001), Synchronization and Linearity, John Wiley & Sons, New York. [19] Izhakian, Z., Rhodes, J., dan Rowen, L., (2011), Supertropical Algebra and Representation, Join work. [20] Rudhito, Andy., (2003), Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant, Tesis : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [21] Gaubert, S., (1992), Theorie des Systemes Lineaires dans les Dioides, Ph.D Theses, Ecole des Mines de Paris, Perancis. 84

BIODATA PENULIS Penulis yang memiliki nama lengkap Dian Yuliati lahir di Madiun, 14 Juli 1987. Penulis telah menempuh pendidikan formal mulai dari SD Negeri 1 Sebayi, SMP Negeri 1 Saradan, dan SMA Negeri 1 Mejayan Madiun. Setelah lulus dari SMA, penulis melanjutkan studi S1 di Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya. Penulis lulus sarjana dengan tujuh semester dengan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Penulis melanjutkan studi S2 di Jurusan Matematika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun 2014 dengan NRP. 1214 201 002. Untuk membentuk jaringan atau membutuhkan informasi yang berhubungan dengan Tesis ini, penulis dapat dihubungi melalui email : dian.yuliati2014@gmail.com. 85