BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN DAN SLIP TERHADAP PERFORMANSI PELUMASAN JOURNAL BEARING MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Thrust bearing [2]

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi

A. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING

BAB 5 DIFFERENSIASI NUMERIK

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH PERMUKAAN SLIP TEXTURE TERHADAP PERFORMANSI PELUMASAN PADA KONTAK SLIDING MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA

Solusi Analitik Model Perubahan Garis Pantai Menggunakan Transformasi Laplace

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Permeabilitas dan Rembesan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Olimpiade Sains Nasional Eksperimen Fisika Tingkat Sekolah Menengah Atas Agustus 2008 Waktu: 4 jam

BAB III INTEGRASI NUMERIK

BAB III METODE STRATIFIED RANDOM SAMPLING

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

untuk i = 0, 1, 2,..., n

TURUNAN FUNGSI. turun pada interval 1. x, maka nilai ab... 5

METODE BEDA HINGGA PADA KESTABILAN PERSAMA- AN DIFUSI KOMPLEKS DIMENSI SATU

AKAR PERSAMAAN Roots of Equations

ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA PITOT TUBE 0856MG

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

E-learning Matematika, GRATIS

Matematika ITB Tahun 1975

LEMBAR KERJA SISWA 1. : Menggunakan Konsep Limit Fungsi Dan Turunan Dalam Pemecahan Masalah

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

BAB 3 METODOLOGI. 40 Universitas Indonesia

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

ANALISA PENGARUH VARIASI POLA SLIP HETEROGEN PADA PELUMASAN HIDRODINAMIK DENGAN KONDISI KAVITASI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Jenis bearing: (a) sliding contact bearing (b) roller contact bearing [8]

Seri : Modul Diskusi Fakultas Ilmu Komputer. FAKULTAS ILMU KOMPUTER Sistem Komputer & Sistem Informasi HANDOUT : KALKULUS DASAR

Limit Fungsi. Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Menghitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

LONCAT AIR (HYDRAULICS JUMP) Terjadi apabila suatu aliran superkritis berubah menjadi aliran subkritis, akan terjadi pembuangan energi.

PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Setiap mahasiswa yang pernah mengambil kuliah kalkulus tentu masih ingat dengan turunan fungsi yang didefenisikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyelesaian Model Matematika Masalah yang Berkaitan dengan Ekstrim Fungsi dan Penafsirannya

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

IV STUDI KASUS. 3.2 Model Optimisasi Sistem Konvensional Model optimisasi sistem kogenerasi dapat diformulasikan sebagai berikut: Min:

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI

UNIVERSITAS DIPONEGORO OPTIMASI DAERAH SLIP PADA PERMUKAAN BERTEKSTUR PADA PELUMASAN MEMS (MICRO ELECTRO MECHANICAL SYSTEMS) TUGAS SARJANA

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ALINYEMEN VERTIKAL

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

TUMBUKAN LENTING SEBAGIAN

4 SIFAT-SIFAT STATISTIK DARI REGRESI KONTINUM

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN : 8

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. 8-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

ALIRAN BERUBAH BERATURAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

dapat dihampiri oleh:

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi

MENYELESAIKAN TURUNAN TINGKAT TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SELISIH ORDE PUSAT BERBANTUAN PROGRAM MATLAB

JURNAL. Oleh: ELVYN LELYANA ROSI MARANTIKA Dibimbing oleh : 1. Dian Devita Yohanie, M. Pd 2. Ika Santia, M. Pd

BAB FISIKA ATOM I. SOAL PILIHAN GANDA

Simulasi Numerik Aliran Pengkondisi Udara di Dalam Ruang Server

MATEMATIKA MODUL 4 TURUNAN FUNGSI KELAS : XI IPA SEMESTER : 2 (DUA)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Salah satu contoh MEMS: accelerometer silikon untuk aplikasi sensor pada otomotif [2]

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Matematika Lanjut 2 SISTIM INFORMASI FENI ANDRIANI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan akurasi penyelesaian

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa

Water Resources System

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 )

Disarikan dari Malatuni Topik Bahasan Penggunaan Konsep Limit Fungsi

Differensiasi Numerik

Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga

KALKULUS. Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah KALKULUS Dosen Pengampu : Ibu Kristina Eva Nuryani, M.Sc. Disusun Oleh :

BAB II DASAR TEORI. Gambar dapat direpresentasikan ke dalam dua macam bentuk yaitu bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Regularitas Operator Potensial Layer Tunggal

Transkripsi:

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dynamic atau CFD merupakan ilmu yang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindaan panas dan fenomena yang berubungan dengannya seperti reaksi kimia dengan menyelesaikan persamaan matematika dan menggunakan bantuan simulasi komputer. Persamaan-persamaan aliran fluida dapat dideskripsikan dengan persamaan differensial parsial yang tidak dapat dipecakan secara analitis kecuali dengan kasus yang spesial. Seinggadibutukan suatu metode pendekatan untuk menentukan suatu asil. Perbedaan tingkat akurasi eksperimen dengan CFD adala jika data eksperimen, tingkat akurasi akan bergantung pada alat yang digunakan. Sedangkan akurasi dari solusi numerik, dalam al ini adala CFD bergantung pada kualitas diskretisasi yang digunakan. CFD disusun berdasarkan algoritma numerik yang mampu untuk mengatasi masala aliran fluida. Komponenkomponen yang dibutukan dalam algoritma numerik adala model matematika dan metode diskretisasi [4]. Langka awal dalam menyusun algoritma numerik adala model matematika. Model matematika digunakan untuk mendeskripsikan aliran fluida dengan menentukan persamaan differensial parsial dan kondisi batas dari suatu prediksi aliran fluida. Persamaan umum dari aliran fluida yang merepresentasikan model matematika didapatkan dari tiga prinsip utama, yaitu [5]: 1. Hukum kekekalan massa (persamaan kontinuitas),. Hukum II Newton (persamaan momentum), 3. Hukum kekekalan energi (persamaan energi). Setela menentukan model matematika, arus dipili metode diskretisasi yang cocok dengan kata lain sebua metode dari pendekatan persamaan differensial dengan sistem persamaan aljabar. Untuk menentukan sebua solusi 33

34 pendekatan numerik, digunakan metode diskretisasi persamaan differensial dengan sistem persamaan aljabar yang dapat dipecakan dengan komputer. Ada beberapa metode pendekatan, yaitu finite difference metod, finite element metod, dan finite volume metod. Sala satu metode yang sering digunakan dalam analisa CFD adala finite volume metod. Metode volume ingga mula-mula dikembangkan dari formulasi special finite difference. Metode volume ingga menggunakan bentuk integral dari persamaan umum untuk dilakukan diskretisasi persamaan. Solusi dibagi ke dalam sejumla control volume yang beringga, dan persamaan umum yang tela didiskretisasi diaplikasikan pada tiap control volume. Titik pusat tiap control volume merupakan nodal komputasi pada variabel yang diitung [4]. Untuk kasus satu dimensi dapat digambarkan seperti Gambar 3.1 yang merepresentasikan pembagian domain ke dalam control volume yang beringga dan notasi yang biasa digunakan. Titik nodal diidentifikasikan dengan P. Dan titik nodal didekatnya di sebela barat dan timur diidentifikasi dengan W dan E. Titik permukaan control volume di sisi barat ditunjukkan dengan w dan di sisi timur dengan e. Jarak antara nodal W dan P, dan antara P dan E diidentifikasi dengan δx WP dan δx PE. Sedangkan jarak antara titik permukaan control volumew dengan titik nodal P, dan antara titik nodal P dengan titik permukaan control volumee dinotasikan dengan δx wp dan δx Pe. Panjang control volume adala δx we. (a) (b) Gambar 3.1(a) Pembagian control volume 1 dimensi, (b) Panjang control volume[5]

35 Kasus difusi aliran steady dianggap sebagai conto dari diskretisasi persamaan. Persamaan umum didapat dari persamaan penguba umum dari sifat memberikan: 0 div grad S Integral dari control volume merupakan kunci dari metode volume ingga yang membedakannya dari teknik CFD yang lain. Persamaan umum diintegralkan teradap control volume untuk mengasilkan persamaan diskretisasi titik nodal P. CV 0 div grad dv S dv CV d d d d dv SdV A A SV 0 dx dx dx dx (3.1) V V e w Disini A adala luas bidang normal dari permukaan control volume. Sedangkan adala rata-rata sumber S dari control volume. Persamaan (3.1) mendeskripsikan bawa flux difusi dari yang meninggalkan permukaan control volume timur dikurangi flux difusi dari yang memasuki permukaan control volume barat adala sama dengan pembangkitan dari keduanya,dengan kata lain, ini merupakan persamaan kesetimbangan dari seluru control volume. Untuk mengitung gradien pada permukaan control volume, digunakan pendekatan distribusi antara titik nodal yang digunakan. Pendekatan linear merupakan cara yang paling sederana untuk mengitung nilai pada permukaan control volume. d E P A eae dx e xpe (3.) d P W A waw dx w xwp (3.3)

36 Dalam situasi praktisnya, sumber S diberikan fungsi dari variabel yang dicari. Dalam kasus ini, metode volume ingga memperkirakan sumber dengan bentuk linier: SV Su SPP (3.4) Seingga dengan substitusi persamaan (3.), (3.3), dan (3.4) ke dalam persamaan (3.1) memberikan: E P P W eae waw Su SP P xpe xwp 0 (3.5) Dan persamaan (3.5) dapat disusun kembali menjadi: A A S A A S x x x x e w w e e w P P w W e E u PE WP WP PE (3.6) Persamaan (3.6) dapat disusun kembali dengan koefisien-koefisien dari W dan E adala a W dan a E, seingga persamaan (3.6) di atas menjadi: a a a S (3.7) P P W W E E u dimana, a E x e PE A e a W x w WP A w ap aw ae SP Persamaan (3.7) tersebut merupakan persamaan diskretisasi yang dapat dipakai pada tiap control volume[3]. Penggunaan metode dalam mendapatkan persamaan diskretisasi pada kasus 1 dimensi dapat dengan muda diperluas ke dalam kasus dimensi.control volume yang digunakan untuk pembagian grid seperti ditunjukkan pada Gambar 3.. Dalam tambaannya nodal yang

37 bersebelaan dengan titik nodal P tidak anya E dan W, akan tetapi juga mempunyai utara (N) dan selatan (S). N W P E Δy S Δx Gambar 3. Grid Dimensi [5] Sedangakan untuk kasus 3 dimensi sebua cell dan nodal yang bersebelaan digambarkan pada Gambar 3.3. Sebua cell berisi titik nodal P yang akan diidentifikasi dan memiliki 6 nodal yang bersebelaan yang diidentifikasi sebagai west, east, sout, nort, bottom dan top (W, E, S, N, B, T). Seperti sebelumnya notasi w, e, s, n, b, dan t digunakan untuk mengacu pada permukaan control volume sebela barat, timur, selatan, utara, bawa dan atas. T W P N E Δz z y S x B Δy Δx Gambar 3.3 Grid 3 Dimensi [5]

38 3. Formulasi Permasalaan 3..1 Kasus I Permukaan Smoot1 Dimensi No-Slip a. Formulasi permasalaan: Kontak sliding dimodelkan dengan infinite widt journal bearing yaitu lebar bearing diasumsikan tak ingga, seingga gradien kecepatan fluida dan tekanan anya berpengaru pada ara x. Journal bearing dimodelkan dalam ketebalan film pelumas yang sederana seperti pada Gambar 3.4, dimana dua permukaan membentuk sudut tertentu. Pada bearing ini ketebalan film memisakan dua permukaan.ketinggian fluida ini merupakan fungsi dari (Pers.3 dan Pers.4). Permukaan atas adala permukaan (ousing) yang merupakan permukaan yang diam. Sedangkan permukaan bawa adala permukaan 1 (saft) yaitu permukaan yang bergerak dengan kecepatan U 1. ousing z x Permukaan (ousing) r Permukaan 1 (saft) U1 R Gambar 3.4 Skema ketebalan filminfinite widt journal bearing b. Tujuan: Software FLUENT digunakan untuk menganalisa sistem pelumasan.selanjutnya dilakukan validasi asil peritungan software FLUENT dengan MATLAB.

39 c. Pendekatan solusi: Pemodelan matematis menggunakan persamaan Reynolds klasik (Pers..19) 1 dimensi yaitu 3 p 6U 1 x x x (3.8) 3.. Kasus II Permukaan Smoot Dimensi No-Slip(Reynolds Classic) a. Formulasi permasalaan: Disini lebar bearing mempunyai ukuran tertentu (tidak infinity) seingga ketebalan film pada ara y juga diperitungkan.gambar 3.5 menunjukan ketebalan film journal bearing dalam dimensi. ousing r Gambar 3.5 Ketebalan film journal bearing dalam dimensi b. Tujuan: Dengan menggunakan kondisi batas seperti yang tela diterangkan pada sub bab.4.e, maka bisa didapatkan perbedaan performansi pelumasan setiap kondisi batas seingga bisa diketaui kondisi batas mana yang cocok dengan kondisi aktual.

40 c. Pendekatan solusi: Pada kasus ini menggunakan Pers. Reynolds dua dimensi seperti pada Pers..19, dengan mengilangkan nilai U, persamaan maka didapatkan 3 p p 3 6U 1 x x y y x (3.9) 3..3 Kasus III Permukaan Smoot Dimensi dengan Slipdengan menggunakan Navier Slip Model a. Formulasi permasalaan: Sebua pola eterogen dari slip/no-slip diaplikasikan pada permukaan.pada area ini dipertimbangkan terjadinya slip. Efek yang diinginkan adala aliran fluida pertama mengalami slip kemudian keluar pada daera no-slip. Slip terjadi sepanjang daeralsdan ditunjukkan pada Gambar 3.6. ws seperti yang z Permukaan (ousing) x Permukaan 1 (saft) U1 R (a) (b) Gambar 3.6 (a) Film pelumas journal bearing (b) Pola slip/no-slip pada permukaan ousing

41 b. Tujuan: Dengan adanya pemberian polaslip/no-slip, ada beberapa al yang ingin diketaui antara lain: 1. Efek pemberian slip teradap performansi pelumasan. Aplikasi penempatan daera slip 3. Pengaru panjang daera slip c. Pendekatan solusi: Slip anya akan terjadi pada area dimana permukaan ousing ataupun poros (saft) yang tela diperlakukan. Ketikapersyaratan ini dipenui maka diasilkan kecepatan slip, dengan faktor proporsionalitas untuk ousing dan s untuk poros. Konstanta α disebut sebagai koefisien slip dan bernilai selalu positif. Kondisi batas yang digunakan adala: u v pada z 0, u U s ; v s z z 0 z z 0 u v pada z, u ; v z z z z Persamaan Reynold Isoviskos -D diturunkan dari bentuk sederana persamaan Navier-Stokes yang mengasumsikan sebua aliran laminar dengan mengabaikan efek inersia pada lapisan film: p u x z z p v y z z p 0 z (3.10) Langka pertama adala mengintegralkan persamaan (3.10) diatas sebanyak dua kali teradap z untuk mendapatkan persamaan kecepatan.

4 Untuk ara x u z 1 p x 1 p x u Z C1Z C u u z U U C C z 0 1s 1 s 1 u 1 p u z C1 U z x C 1 s 1 p U1 C1 x s s s p C U1 x s s Dengan memasukkan koefisien ke dalam persamaan kecepatan: 1 p U p x s x s 1 u z z U1 p s( ) x s s Solusi untuk penyelesaian v sangat mirip. Satu-satunya perbedaan yaitu nilai C s C1 karena tidak ada kecepatan dalam ara y. 1 p p s p v Z Z y y s y s

43 Kecepatan ini digunakan untuk mengitung debit aliran. Ketika dimasukkan ke dalam persamaan kontinuitas, persamaan Reynolds yang tela dimodifikasi didapatkan: q x q y x y 0 q x 1 x s 3 p 4 s 1 s u dz x1 x 0 s U q y 3 p 4 s 1 s vdz 1 y 0 s 3 p 4 s 1 s x1 x s 3 p 4 s 1 s y1 y s U 1 x s (3.11) Modifikasi persamaan Reynolds (3.11) adala persamaan yang mengatur untuk pelumasan sistem cairan. Jika koefisien slipsama dengan nol maka kondisi batas diatas menjadi kasus no-slipmaka persamaan (3.11) menjadi persamaan Reynolds klasik.

44 Didefinisikan variabel universal D dan F untuk menjelaskan fenomena kavitasi pada journal bearing di daera yang tidak aktif dimana tekanan yang terjadi konstan, yaitu D p, F 1 D 0 (3.1) Pada daera yang aktif (0-180 ). D r, F 0 D 0 (3.13) Pada daera yang tidak aktif. Dimana r didefinisikan sebagai / 0, adala densitas campuran pelumas-gas dan 0 minyak [1]. adala densitas 3..4 Kasus IV Permukaan Kasar Dimensi dengan Slip a. Formulasi permasalaan: Pemberian kekasaran permukaan atau permukaan bertekstur pada permukaan yang mengalami kontak secara eksperimen tela menunjukkan keuntungan yang bermanfaat []. Pada umumnya ada dua kemungkinan pemodelan untuk kekasaran permukaan, yaitu: 1. Pemodelan berdasarkan persamaan Reynolds. Model ini secara umum diaplikasikan pada permukaan bertekstur secara keseluruan dan permukaan bertekstur sebagian.. Pemodelan berdasarkan persamaan Navier-Stokes. Model ini digunakan ketika persamaan Reynolds pada kasus tertentu tidak valid untuk permodelan kontak yang bertekstur. Hal ini disebabkan karena pengaru gaya inersia dari kontak permukaan bertekstur sepenunya atau bertekstur sebagian.

45 Validitas persamaan Reynolds ditentukan ole beberapa parameter dari geometri kekasaran permukaan. Gambar 3.7 menjelaskan secara dasar bentuk dan geometri dari permukaan yang bertekstur. Gambar 3.7 Bentuk single texture pada permukaan yang kasar [] Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menentukan validitas persamaan Reynolds, T didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang dimple l dan panjang permukaan bertekstur D l C, panjang dimple relatif S didefinisikan sebagai perbandingan antara kedalaman dimple D dengan ketebalan film F, dan parameter terakir adala dimple aspect ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang dimple dengan kedalaman dimple D. Dobrica dan Fillon [6] mempelajari tentang validitas persamaan Reynolds dengan menggunakan l D T yang dijaga konstan sebesar 0.5 dan panjang dimple relatif S juga dijaga konstan sebesar 1.0. Nilai tersebut dipili karena sering digunakan dalam teori pembelajaran tentang permukaan yang bertekstur. Akurasi dari persamaan Reynolds dievaluasi menggunakan perbedaan relatif antara model persamaan Reynolds dengan model persamaan Navier-Stokes. Persamaan Reynolds valid ketika perbedaan relatif yang diasilkan kurang dari 10 persen. Perbedaan relatif sebagai fungsi bilangan Re dan ditunjukkan pada Gambar 3.8.

46 Gambar 3.8 Berbagai region validitas Reynolds teradap persamaan Navier- Stokes [6] Dari Gambar 3.8 menjelaskan adanya 3 region yang menjelaskan tentang karakteristik validitas persamaan Reynolds, sebagai berikut: (1) Region I, persamaan Reynolds tidak dapat diaplikasikan karena perbandingan ketebalan film dengan fitur panjangnya sangat kecil. Dan efek inersia kecil maka persamaan Stokes tepat pada daera ini. () Region II, dimana efek inersia sangat berpengaru dan dibutukan dalam peritungan. (3) Region III, dimana efek inersia sangat kecil. Seingga persamaan Reynolds valid digunakan pada daera ini. Pada kasus permukaan kasar dipili region III dimana persamaan Reynolds masi valid jika digunakan. Permukaan kasar diberikan pada permukaan yang diam (ousing). Gambar 3.9 menunjukan bentuk satu cell kekasaran permukaan (ara circumferensial). Dimensi dari kekasaran permukaan yaitu: a. Kedalaman dimple ara circumferensial (ara x) 0, 4cdan kedalaman dimple ara aksial (ara y) 0,4c. Dy Dx

47 b. Panjang dimple circumferensial l 00 aksial l 00. Dy Dy Dx Dx dan panjang dimple c. Panjang cell circumferensial l l dan panjang cell aksial x Dx l y l. Dy Seingga, x 0.5, y 0.5, λx 00 dan λ y 00. Gambar 3.9 Bentuk satu cell kekasaran permukaan (ara circumferensial) b. Tujuan: Dengan memberikan kekasaran buatan pada permukaan, ada beberapa al yang ingin diketaui antara lain: 1. Efek pemberian kekasaran teradap performansi pelumasan.. Perbandingan pengaru pemberian kekasaran dengan pemberian slip. c. Pendekatan solusi: Fungsi ketinggian film agar diasilkan kekasaran berbentuk persegi didekati menggunakan deret Fourier (pada ara x ataupun y) sebagai berikut Dx Dx x 1 3 x 1 95 x F sin sin sin ldx 3 ldx 95 l Dx (3.14)

48 Pendekatan deret fourier dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.10 Pendekatan deret Fourier [9] Pada studi ini digunakan suku penamba, A n sebanyak 48 yaitu mulai dari 1 x 1 3 x 1 95 x sin, sin sampai sin. Dasar pemilian suku ini l l l 1 Dx 3 Dx 95 Dx ditunjukkan pada Gambar 3.11, dari gambar simulasi terliat bawa dengan semakin banyak suku penamba maka akan membuat profil kekasaran semakin mendekati bentuk persegi. Profil kekasaran juga dipengarui ole jumla grid, semakin besar jumla grid maka akan diasilkan profil yang semakin mendekati persegi. Jumla grid yang digunakan pada Gambar 3.11 adala 80x80. a. An = 1 b. An = 4 c. An = 36 d. An = 48 Gambar 3.11 Pengaru suku penamba An teradap profil kekasaran

49 3.3 Diskretisasi Persamaan Umum Sebua formulasi control volume digunakan dalam diskretisasi persamaan umum. Untuk kasus infinite widt journal bearing, control volume diasumsikan sebagai kasus 1 Dimensi. Karena gradien P teradap ara y dan z sama dengan nol, dengan kata lain variabel tidak bergantung teradap ara y dan z. Dalam al ini, panjang grid tiap control volume adala seragam, yaitu sepanjang Δx. Control volume digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.1Control volume nodal P pada infinite widt journal bearing [4] Persamaan umum sesuai dengan persamaan yang didapat pada subbab sebelumnya, persamaan (3.8). Persamaan umum diintegralkan seluru control volume. e w p K dx 6U Cdx x x x e 1 w e w e 3 p dx 6U1 dx w x x x (3.16) Dimana K dan C adala variabel untuk menyederanakan persamaan (3.16) dan didefinisikan sebagai berikut: K 3 C

50 Seingga integral persamaan umum menjadi: p p K K 6U C C 1 e w xe x w p p p p K K 3U C C x x E P P W e w 1 E W p p p x x x P E W K K K K 3U C C e w e w 1 W E ap pp ae pe aw pw Sc (3.17) a E K K K E E P E x KE KP K a W K K K W W P W x KW KP K Sc 3U 1 C C W E (3.18) Karena nilai K merupakan fungsi dari x, maka untuk menjaga kontinuitas nilai K dari batas permukaan control volume dievaluasi berdasarkan armonic mean [7]. Persamaan 3.17 tersebut merupakan persamaan diskretisasi yang dapat dipakai pada tiap control volume untuk kasus infinite widt journal bearing.tabel 3.1 menunjukan diskretisasi persamaan umum untuk semua kasus.

51 Tabel 3.1 Diskretisasi persamaan umum semua kasus No Kasus Persamaan Matematis Diskretisasi Variabel diskretisasi 1 Permukaan Smoot 1 Dimensi No-Slip Permukaan Smoot Dimensi No-Slip (Reynolds Classic) 3 Permukaan Smootdan Kasar Dimensi dengan Slip dengan menggunakan Navier Slip Model 3 p 6U 1 x x x 3 p p 3 6U 1 x x y y x 3 p 4 s 1 s x1 x s 3 p 4 s 1 s y1 y s U x s 3 ap pp ae pe aw pw Sc K a p a p a p P P E E W W a p a p S N N S S c a p a p a p P P E E W W a p a p S N N S S c K C Sc 3U C C W E K 3 C Sc 3U C C y W E 4 1 s C s 3 s s Sc 3U C C y W E

5 3.4 Flowcart Pemrograman 3.4.1 FlowcartReynolds Klasik tanpa Kavitasi Mulai Membuat Grid Mengitung koefisien pada persamaan Reynolds Memasukkan kondisi batas awal TDMA semua baris dari awal sampai akir TDMA semua kolom dari awal sampai akir Tidak Konvergensi nilai tekanan Presidual 10-6 Ya Mengitung Parameter Performansi Selesai Gambar 3.13 Flowcart pemrograman untuk Reynolds classic

53 Gambar 3.13. menggambarkan langka-langka untuk pemogramannumerik untuk model yang digunakan adala Reynolds klasik tanpa kavitasi. Langka awal dalam pembuatan kode pemrograman adala dengan membuat grid, yaitu kasus dibagi menjadi beberapa nodal yang akan dilakukan komputasi. Langka selanjutnya adala mengitung koefisien persamaan Reynolds yang tela dilakukan diskretisasi sesuai dengan persamaan (3.18). Kemudian memasukkan kondisi batas awal untuk tekanan. Langka selanjutnya adala melakukan proses peritungan dalam al ini digunakan TDMA (Tri Diagonal Matrix Algoritm). TDMA yang dilakukan adala tiap baris dan kolom dari awal sampai akir. Seingga didapatkan nilai pada seluru nodal komputasi dalam al ini adala nilai tekanan.pada baris dan kolom TDMA inila dilakukan pendefinisian setiap kondisi batas, baik Full Sommerfeld, Half Sommerfeld dan Reynolds. TDMA akan berlangsung terus menerus sampai nilai tekanan mencapai nilai konvergensinya, yaitu P residual 10-6. Setela didapatkan nilai tekanan tiap nodal, maka langka selanjutnya adala mengitung parameter performansi. Langka ini merupakan langka terakir yang dilakukan dalam membuat kode pemrograman numerik.

54 3.4. Flowcart Navier Slip Model dengan Kavitasi Mulai Memasukkan ketebalan minimum awal Membuat Grid Mengitung koefisien pada persamaan Reynolds Memasukkan kondisi batas awal TDMA semua baris dari awal sampai akir TDMA semua kolom dari awal sampai akir Tidak Konvergensi nilai tekanan Presidual 10-6 Ya Menentukan daera kavitasi (F dan D) Tidak Konvergensi sebesar 0,5% dengan nilai beban acuan Ya Mengitung Performansi Pelumasan Selesai Gambar 3.14 Flowcart pemrograman untuk kondisi Navier Slip

55 Gambar 3.14. menggambarkan langka-langka untuk pemograman numerik untuk model slip yang digunakan adala Navier slip model dengan kavitasi. Langka awal dalam pembuatan kode pemrograman adala dengan membuat grid, yaitu kasus dibagi menjadi beberapa nodal yang akan dilakukan komputasi. Kemudian menentukan ketebalan film minimum awal.langka selanjutnya adala mengitung koefisien persamaan Reynolds modifikasi yang tela dilakukan diskretisasi sesuai dengan Tabel 3.1. Kemudian memasukkan kondisi batas awal untuk tekanan. Langka selanjutnya adala melakukan proses peritungan dalam al ini digunakan TDMA (Tri Diagonal Matrix Algoritm). TDMA yang dilakukan adala tiap baris dan kolom dari awal sampai akir dan diberikan kondisi batas Reynolds. Seingga didapatkan nilai pada seluru nodal komputasi dalam al ini adala nilai tekanan. TDMA akan berlangsung terus menerus sampai nilai tekanan mencapai nilai konvergensinya, yaitu P residual 10-6. Setela didapatkan nilai tekanan tiap nodal, maka langka selanjutnya adala menentukan daera kavitasi yaitu mencari nilai F dan D. Kemudian didapatkanla nilai load support asil iterasi yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai beban acuan. Iterasi akan berlangsung terus menerus sampai nilai load support yang diasilkan mencapai nilai konvergensinya, yaitu sebesar 0,5% dari beban acuan. Setela itu baru dilakukan peritungan performansi pelumasan.langka ini merupakan langka terakir yang dilakukan dalam membuat kode pemrograman numerik.