Simetri dan Kekekalan

dokumen-dokumen yang mirip
6. Mekanika Lagrange. as 2201 mekanika benda langit

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

Apa itu Atom? Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN)

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Gerak rotasi: besaran-besaran sudut

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

MEKANIKA NEWTONIAN. Persamaan gerak Newton. Hukum 1 Newton. System acuan inersia (diam)

Fisika Dasar I (FI-321)

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI

Fisika Dasar I (FI-321)

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

Pendahuluan. Bab Keadaan mikro dan keadaan makro. 1.2 Ruang Fase

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

BAB I PENDAHULUAN (1-1)

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

Momentum Linier. Hoga saragih. hogasaragih.wordpress.com

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

I. Nama Mata Kuliah : MEKANIKA II. Kode / SKS : MFF 1402 / 2 sks III. Prasarat

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

FISIKA XI SMA 3

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi 1, 2, 3, dan 4 Celah

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

KALKULUS MULTIVARIABEL II

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

KINEMATIKA STAF PENGAJAR FISIKA IPB

Satuan dari momen gaya atau torsi ini adalah N.m yang setara dengan joule.

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

1. a) Kesetimbangan silinder m: sejajar bidang miring. katrol licin. T f mg sin =0, (1) tegak lurus bidang miring. N mg cos =0, (13) lantai kasar

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6)

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange

2.2 kinematika Translasi

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus

KUANTISASI DIRAC PADA SISTEM KUANTUM TERKONSTRAIN

Tujuan. Untuk memahami: 1. Energi Potensial Listrik 2. Potensial Listrik 3. Permukaan Ekuipotensial 4. Tabung Sinar Katoda

Fisika Umum (MA-301) Hukum Gerak. Energi Gerak Rotasi Gravitasi

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Keseimbangan Benda Tegar dan Usaha

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

BAB IV OSILATOR HARMONIS

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Persamaan Diferensial

FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem /2017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :

Transkripsi:

Simetri dan Kekekalan Miftachul Hadi Disupervisi oleh: Unggul Pundjung Juswono, M.Sc Abdurrouf, S.Si Departemen Fisika FMIPA Universitas Brawijaya E-mail: itpm.id@gmail.com 9 Juni 2014

1 Supervisor I: Unggul Pundjung Juswono, M.Sc Supervisor II: Abdurrouf, S.Si Penguji I: Alamsyah Mohammad Juwono, M.Sc Penguji II: Dr.rer.nat. Muhammad Nurhuda Malang, 31 Juli 1997

Ringkasan Diyakini, alam memiliki sifat simetri. Dalam fisika, ide simetri ini menunjukkan invariansi suatu sistem fisis atau objek oleh aksi tertentu yang diterapkan terhadap sistem fisis atau objek tersebut. Hukum-hukum mekanika yang dinyatakan oleh persamaan kanonik Hamilton memiliki bentuk sederhana dan invarian dalam sembarang transformasi sistem koordinat peubahpeubah kanonik. Transformasi kanonik memberikan Hamiltonian sistem sebagai fungsi koordinat-koordinat kanonik baru sehingga persamaan kanonik Hamilton tetap berlaku untuk sistem koordinat baru tersebut. Invariansi Hamiltonian dalam transformasi translasi ruang memunculkan hukum kekekalan momentum linier. Invariansi Hamiltonian dalam transformasi translasi waktu memunculkan hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi merupakan hukum fundamental dan universal dalam fisika.

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Alam seringkali tampak dalam bentuknya yang simetri. Bila ditinjau objek berbentuk bola misalnya, maka ia tampak sama ketika dilihat dari arah manapun. Secara umum dikatakan bahwa objek bola tampak sama sebelum dan sesudah transformasi rotasi dengan sembarang sumbu melewati titik pusatnya [1]. Dalam fisika, ide simetri ini muncul berkaitan dengan adanya sistem fisis atau objek yang simetri terhadap transformasi. Suatu sistem fisis atau objek dikatakan simetri, jika setelah dilakukan transformasi tertentu padanya, sistem fisis tersebut tampak sama sebagaimana sebelumnya [2]. Secara umum, simetri suatu objek menunjukkan sifat invariansinya dalam transformasi [1]. Hal yang menarik dari gagasan simetri ini adalah adanya besaran kekal (kekekalan) bagi sistem fisis yang memiliki simetri tertentu terhadap transformasi [2]. 1.2 Perumusan Masalah Ditinjau transformasi translasi ruang dan transformasi translasi waktu terhadap sistem fisis, maka: 1

BAB 1. PENDAHULUAN 2 besaran kekal (kekekalan) apakah yang muncul dalam transformasi translasi ruang? besaran kekal (kekekalan) apakah yang muncul dalam transformasi translasi waktu? 1.3 Maksud dan Tujuan Dengan meninjau sistem fisis yang invarian terhadap transformasi, maka dapat diketahui adanya besaran kekal terkait sistem fisis tersebut. Secara khusus, akan dibuktikan keberadaan: kekekalan momentum linier bagi sistem fisis yang invarian terhadap transformasi translasi ruang; kekekalan energi bagi sistem fisis yang invarian terhadap transformasi translasi waktu.

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Asas Aksi Terkecil dan Aljabar Lagrangian Keadaan mekanis sistem secara lengkap didefinisikan ketika posisi dan kecepatan partikel ditentukan. Hal ini telah dilakukan dalam formulasi Lagrangian dengan cara mendefinisikan posisi dan kecepatan partikelnya [3]. Dalam formulasi Lagrangian, keadaan suatu partikel dalam suatu potensial V (x) ditentukan dengan cara: partikel terletak di x i dan x f pada waktu t i dan t f berturut-turut. Dari semua lintasan yang mungkin yang menghubungkan posisi partikel di x i pada saat t i dan posisi partikel di x f pada saat t f, ditentukan lintasan terpendek yang menghubungkan (x i, t i ) dan (x f, t f ). Lagrangian dari partikel tersebut didefinisikan sebagai L = T V, dimana T adalah energi kinetik dan V adalah energi potensial. Untuk selanjutnya, diasumsikan bahwa Lagrangian sistem tak gayut waktu, L = L(x, ẋ). Aksi, S[(t)] yang menghubungkan (x i, t i ) dan (x f, t f ) didefinisikan sebagai: S[(x)] = tf t i L(x, ẋ) dt dimana S dianggap sebagai fungsi keseluruhan lintasan [x(t)]. Lintasan aksi terkecil diperoleh sedemikian rupa sehingga S minimum, yakni taat asas aksi terkecil (lihat definisi asas aksi terkecil [4]). 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4 Dibuktikan dengan menggunakan asas aksi terkecil (Lampiran I), diperoleh persamaan Euler-Lagrange berikut: dengan T = 1 2 (mẋ2 ) dan V = V (x) diperoleh { L x(t) d [ ]} L = 0, t i t t f (2.1) dt ẋ(t) x cl(t) ( ) ( ) L T = = mẋ ẋ ẋ dan sehingga persamaan (2.1) menjadi ( ) ( ) L V = x x d (mẋ) = V dt x yakni, hukum kedua Newton [1], menggambarkan sebuah partikel bermassa m yang bergerak sepanjang sumbu x dalam suatu potensial V (x). Jika ditinjau sebuah sistem yang digambarkan oleh n koordinat Kartesian dengan menggunakan prosedur yang sama (cf. 2.1), diperoleh: Dengan demikian, jika dan d dt maka persamaan (2.2) menjadi ( ) L ẋ i = L x i, i = (1, 2, 3,..., n). (2.2) T = 1 2 Σn i=1m i ẋ 2 i V = V (x 1,..., x n ) yakni, hukum kedua Newton untuk sistem partikel. d dt (m iẋ i ) = V (2.3) x i

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5 2.2 Aljabar Lagrangian dan Aljabar Newtonian Keuntungan aljabar Lagrangian dibanding aljabar Newtonian [1]: Dalam Lagrangian disusun hubungan skalar T V dan seluruh persamaan gerak diperoleh dengan cara diferensiasi sederhana. Sedangkan Newtonian memperlakukannya sebagai besaran vektor [5]. Persamaan Euler-Lagrange (2.1) memiliki bentuk yang sama jika digunakan, sebagai ganti n koordinat Kartesian x 1,..., x n, sembarang himpunan n koordinat umum tak gayut q 1, q 2,..., q n, sehingga (2.2) dapat ditulis ulang sebagai: ( ) d L = L. (2.4) dt q i Persamaan (2.4) invarian terhadap sembarang perubahan koordinat. Bentuk invarian (2.4) berbeda dengan (2.3) yang menganggap x i adalah Kartesian. Jika x i diubah menjadi himpunan non Kartesian yang lain, misal q i, maka (2.3) memiliki bentuk yang berbeda (Lampiran II). Persamaan (2.4) sama dengan persamaan hukum kedua Newton jika didefinisikan sebuah besaran p i = L q i (2.5) yang disebut momentum kanonik konjugat terhadap koordinat umum q i dan besaran disebut gaya umum konjugat terhadap q i. F i = L (2.6) Hukum kekekalan dengan mudah diperoleh dalam aljabar Lagrangian. Suatu misal, anggaplah Lagrangian sistem gayut kecepatan tertentu q i namun tak gayut koordinat terkait q i. Koordinat q i tersebut dianggap sebagai koordinat siklis [4]. Momentum p i yang terkait adalah kekal, karena: [ ] d L dt q i = dp i dt = L = 0. (2.7)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 6 Dari (2.3), jika koordinat Kartesian x i adalah koordinat siklis, momentum yang berhubungan m i ẋ i bernilai kekal, namun bentuk (2.7) lebih umum. 2.3 Aljabar Hamiltonian Koordinat q i dan kecepatan q i adalah peubah-peubah tak gayut dalam aljabar Lagrangian. Momentum adalah besaran turunan yang didefinisikan sebagai: p i = L q i. (2.8) Dalam aljabar Hamiltonian, peran q ditukar dengan p: Lagrangian L(q, q) diganti oleh Hamiltonian H(q, p) yang membangkitkan persamaan gerak dengan q menjadi besaran turunan [1] q i = H p i (2.9) Dengan menggunakan transformasi Legendre (Lampiran III) [3], dapat didefinisikan Hamiltonian sebagai: H(q, p) = Σ n i=1p i q i L(q, q). (2.10) Ditinjau karena Catatan: H p i = p i (Σ j p j q j L) = q i + Σ j p j q j p i Σ j L q j q j p i = q i p j = L q j. (2.11) Tidak terdapat bentuk karena q dipertahankan konstan dalam L q j q j p i H p i

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 7 yakni, q dan p adalah peubah-peubah tak gayut [1]. Dengan cara sama dengan (cf.2.11) diperoleh Bila L H = Σ j p j q j L Σ j L q j q j = L diganti dengan ṗ i, diperoleh persamaan kanonik Hamilton: H p i = q i, (2.12) H = ṗ i (2.13) dimana q i (i = 1, 2,..., n) adalah koordinat umum dan p i (i = 1, 2,..., n) adalah momentum umum terkait (konjugat). Telah diasumsikan bahwa H = H(q, p), jika dicari turunan waktu totalnya maka diperoleh dh dt = H ( ) ( ) H H t + Σ q i + Σ ṗ i p i substitusikan q i dan ṗ i dari persamaan kanonik Hamilton (2.13). yakni hukum kekekalan energi [3]. dh dt = H t = 0 Sebagaimana L dapat ditafsirkan sebagai T V jika gaya adalah konservatif, maka bila ditinjau penjumlahan Σ i p i q i dan misalkan digunakan koordinat Kartesian, dimana dan diperoleh T = Σ n 1 i=1 2 (m iẋ 2 i ) p i = L ẋ i = T ẋ i = m i ẋ i Σ n i p i q i = Σ n i=1m i ẋ 2 i = 2T (2.14) H = Σ i p i ẋ i L = 2T (T V ) (2.15) = T + V

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 8 dimana T + V adalah energi total [6]. Persamaan (2.15) adalah hubungan skalar sehingga tak gayut koordinat yang digunakan untuk menyatakannya. Jika dibandingkan aljabar Lagrangian dan aljabar Hamiltonian [6]: 1. Aljabar Lagrangian: Keadaan sistem dengan n derajat kebebasan [4] digambarkan dengan n koordinat (q 1,..., q n ) dan n kecepatan ( q 1,..., q n ) atau (q, q). Keadaan sistem dapat diwakili oleh sebuah titik yang bergerak dengan kecepatan tertentu dalam sebuah ruang konfigurasi n dimensi. n koordinat menyusun menurut n persamaan orde kedua. Untuk sebuah L yang diberikan, beberapa lintasan boleh melewati sebuah titik yang diberikan dalam ruang konfigurasi gayut q. 2. Aljabar Hamiltonian: Keadaan sistem dengan n derajat kebebasan digambarkan dengan n koordinat dan n momentum (q 1,..., q n ; p 1,..., p n ) atau (q, p). Keadaan sistem dapat diwakili oleh sebuah titik dalam ruang fase [4] berdimensi 2n, dengan koordinat-koordinat (q 1,..., q n ; p 1,..., p n ). 2n koordinat dan momentum mematuhi 2n persamaan orde pertama. Untuk sebuah H yang diberikan, hanya terdapat satu lintasan yang melewati sebuah titik yang diberikan dalam ruang fase. 2.4 Koordinat Siklis dan Kurung Poisson Pendefinisian koordinat siklis dalam aljabar Hamiltonian memiliki arti yang sama dengan pendefinisiannya dalam aljabar Lagrangian. Jika koordinat q i diabaikan dalam H, maka: ṗ i = H = 0 (2.16)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 9 Jika ditinjau ω sebagai fungsi peubah-peubah keadaan q dan p sehingga ω = ω(q, p) dan tak gayut waktu secara eksplisit, maka turunan ω(q, p) terhadap waktu: [ dω ω dt = Σ i q i + ω ] ṗ i p i = Σ i [ ω H p i ω p i H ] (2.17) = {ω, H} dimana kurung Poisson antara dua peubah ω(q, p) dan λ(q, p) didefinisikan sebagai [3]: [ ω λ {ω, λ} Σ i ω ] λ. (2.18) p i p i Dari (2.17) diketahui, jika sembarang peubah, misalkan ω, terdapat dalam kurung Poisson dengan H lenyap {ω, H} = 0, maka peubah ω tersebut konstan terhadap waktu dω/dt = 0, yakni bernilai kekal. Secara khusus, H adalah konstanta gerak (diidentifikasi sebagai energi total) jika H tak gayut waktu. Hubungan peubah-peubah keadaan q dan p dapat dinyatakan dalam kurung Poisson sebagai berikut [1]: dan {q i, q j } = {p i, p j } = 0 (2.19) {q i, p j } = δ ij (2.20) dimana δ ij adalah fungsi delta Kronecker, didefinisikan memiliki sifat: δ ij = 1 jika i = j δ ij = 0 jika i j (2.21) Persamaan Hamilton jika dinyatakan dalam kurung Poisson dengan merujuk (2.17): q i = {q i, H} (2.22) dan dimana ω dalam (2.17) diganti dengan q i atau p i. ṗ i = {p i, H} (2.23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 10 2.5 Transformasi Kanonik Persamaan Euler-Lagrange invarian dalam sembarang perubahan koordinat dalam ruang konfigurasi [1]: dengan ringkas ditulis, q q(q). q i q i (q 1,..., q n ); (i = 1,..., n) (2.24) Respon kecepatan terhadap transformasi ini mengikuti (2.24): q i q i = q i = dq ( ) i dt = Σ qi j q j. (2.25) q j Sedangkan respon momentum kanonik diperoleh dengan cara menurunkan L(q, q) terhadap q: Sehingga, p i = L(q, q) q (2.26) ( ) qj p i = Σ j p j. (2.27) Bentuk fungsional Lagrangian berubah dan seharusnya digunakan dua simbol L(q, q) dan L(q, q). Namun, disetujui untuk menggunakan simbol Lagrangian yang tetap dalam seluruh sistem koordinat. Invariansi persamaan Euler-Lagrange dalam sembarang transformasi koordinat dalam ruang konfigurasi (q, q) (q, q) menunjukkan invariansi persamaan Hamilton dalam sembarang transformasi koordinat dalam ruang fase (q, p) (q, p) yaitu, (q, p) mematuhi q i = H p i ; ṗ i = H (2.28) dimana H = H(q, p) adalah Hamiltonian dalam bentuk q dan p. Invariansi persamaan Hamiltonian dalam sembarang perubahan koordinat dalam ruang fase dapat dibuktikan dengan meninjau Lagrangian sistem L(q, q), kemudian ditransformasi Legendre terhadapnya serta digunakan fakta bahwa q mematuhi persamaan Euler-Lagrange. Tinjau transformasi koordinat ruang fase berikut: q q(q, p) dan p p(q, p). (2.29)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 11 Jika (q, p) mematuhi persamaan kanonik (2.27) maka (q, p) adalah koordinat-koordinat kanonik, dan persamaan (2.29) mendefinisikan transformasi kanonik [4]. Sembarang himpunan koordinat (q i,..., q n ) dan momentum terkait dibangkitkan dalam aljabar Lagrangian (p i = L q i ) adalah koordinat-koordinat kanonik [1]. Apakah himpunan baru koordinat (q(q, p), p(q, p)), adalah koordinat kanonik jika diasumsikan (q, p) adalah kanonik? Dengan merujuk (2.17) untuk sembarang ω(x, p) maka: [ ω H ω = {ω, H} = Σ i ω ] H. (2.30) p i p i Jika metode di atas diterapkan terhadap terhadap q j (q, p) maka q j = { q j, H } [ qj H = Σ i q ] j H. (2.31) p i p i Jika H dipandang sebagai fungsi (q, p) dan digunakan aturan rantai, maka diperoleh: dan H(q, p) p i = H(q, p) p i = Σ k [ H q k q k p i + H p k p k p i ] (2.32) H(q, p) = H(q, p) = Σ k [ H q k q k + H p k p k Jika (2.32) dan (2.33) disubstitusikan ke (2.31) maka diperoleh: [ qj H q j = Σ i q ] j H p i p i q [ [ i qj H q = Σ i Σ k k + H ] p k q [ j H q Σ k k + H ]] p k q k p i p k p i p i q k p k q [ [ i H qj q = Σ i Σ k k q ] j q k + H [ qj p Σ k k q ]] j p k q k p i p i p k p i p i q [ [ i H qj q = Σ k Σ k i q ] j q k + H [ qj p Σ k k q ]] j p k q k p i p i p k p i p i q [ ] i H { } H { } = Σ k qj, q q k + qj, p k p k. k ]. (2.33) (2.34)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 12 Dengan cara yang sama diperoleh [ ] H { } H { } ṗ j = Σ k pj, q q k + pj, p k p k. (2.35) k Persamaan (2.34) dan (2.35) dapat diturunkan menjadi persamaan kanonik (2.28) untuk sembarang H(q, p) jika memenuhi syarat sebagai berikut: { qj, q k } = 0 = { pj, p k } { qj, p k } = δjk. (2.36) Syarat (2.36) adalah syarat bagi peubah-peubah baru agar menjadi peubah-peubah kanonik [1]. 2.6 Transformasi Aktif Tinjau transformasi berikut: q = q(q, p) dan p = p(q, p). Transformasi tersebut dapat dipandang sebagai transformasi pasif, (q, p) dan (q, p) merujuk pada titik yang sama dalam ruang fase yang digambarkan oleh dua sistem koordinat berbeda. Dalam transformasi (q, p) (q, p), nilai numerik dari seluruh peubah dinamis tak berubah (merujuk pada keadaan fisis yang sama), namun bentuk fungsionalnya berubah [1]. Jika ditinjau transformasi reguler yang mempertahankan pergeseran peubah-peubah; (q, p) dan (q, p) memiliki pergeseran yang sama. Transformasi reguler (q, p) (q, p) dapat ditafsirkan, sebagai ganti meninjau (q, p) sebagai titik ruang fase yang sama dalam sistem koordinat baru, hal itu dapat dipandang sebagai titik baru dalam sistem koordinat yang sama. Tinjau (q, p) sebagai titik baru dalam sistem koordinat yang sama berhubungan dengan transformasi aktif yang mengubah keadaan sistem. Dalam perubahan ini, nilai numerik sembarang peubah dinamis ω(q, p) pada umumnya berubah: ω(q, p) ω(q, p), meskipun kegayutan fungsionalnya tak berubah: ω(q, p) dan ω(q, p) adalah fungsi yang sama dievaluasi pada titik baru (q = q, p = p).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 13 Peubah dinamis ω invarian dalam transformasi reguler (q, p) (q, p) jika: ω(q, p) = ω(q, p). Transformasi (q, p) (q, p) dapat dipandang sebagai transformasi aktif atau transformasi pasif; keduanya adalah transformasi kanonik, jika (q, p) mematuhi (2.36). 2.7 Simetri dan Konsekuensinya Secara umum, simetri sebuah objek menunjukkan invariansinya dalam transformasi. Terdapat konsekuensi dinamis yang mengikuti sifat invariansi H(q, p) dalam transformasi kanonik (reguler) [1]. Jika H invarian dalam transformasi infinitesimal berikut: ( ) g q i q i = q i + ɛ q i + δq i p ( i ) (2.37) g p i p i = p i ɛ p i + δp i dimana g(q, p) adalah sembarang peubah dinamis, maka g adalah peubah dinamis yang bernilai kekal yaitu sebuah konstanta gerak (pembangkit transformasi). Jika H invarian dalam sembarang transformasi kanonik (q, p) (q, p), dan jika (q(t), p(t)) adalah solusi persamaan gerak, maka demikian juga trayektori tertransformasinya (Lampiran IV). Secara ekivalen, eksperimen dan versi tertransformasinya memberi hasil eksperimen yang sama jika transformasinya kanonik dan mempertahankan H invarian. Analisa kedua konsekuensi [1]: Konsekuensi 1: Sembarang peubah dinamis g bernilai kekal, jika H invarian dalam transformasi yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 14 dibangkitkannya H δh = Σ i δq i + H δp i p i = Σ H ( ɛ g ) + H p i p [ ] i H g = Σɛ ɛ p i = Σɛ {H, g} = Σ ɛ {g, H} = 0. ( ɛ g q ] i [ H p i g ) (2.38) Dari (2.17), jika ω(q, p) disubstitusi dengan g(q, p) maka diperoleh dg dt = {g, H}. (2.39) Konsekuensi (2.38) adalah {g, H} = 0 dan jika hasil ini disubstitusikan ke (2.39) diperoleh maka g bernilai kekal. dg dt = 0 Jika ditinjau sebuah partikel dalam satu dimensi yang tak dipengaruhi interaksi di luar dirinya dan untuk kasus ini misalkan g = p. Dari (2.37) diperoleh: δx = ɛ p p = ɛ ; δ = ɛ p x = 0. Persamaan di atas dikenal sebagai translasi infinitesimal. Tampak bahwa momentum linier, p adalah pembangkit translasi ruang dan kekal dalam invariansi translasi. ide fisisnya adalah karena p tak berubah dalam translasi maka T = p 2 /2m bernilai tetap dan V (x + ɛ) = V (x). Potensial yang tidak berubah dari titik ke titik menunjukkan bahwa tak ada gaya yang beraksi pada partikel dan dengan demikian p bernilai kekal [3]. Konsekuensi 2: Tinjau sebuah sistem dua partikel yang Hamiltoniannya invarian dalam translasi sistem keseluruhan, yakni sistem kedua partikel tersebut. Pengamat S A menyiapkan pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 15 t = 0 keadaan (x 0 1, x 0 2; p 0 1, p 0 2) yang berkembang sebagai (x 1 (t), x 2 (t); p 1 (t), p 2 (t)) untuk waktu sesaat dan berakhir dalam keadaan (x T 1, x T 2 ; p T 1, p T 2 ) pada waktu T. Misalkan keadaan akhir hasil eksperimen dihubungkan dengan pengamat S A. Untuk kasus lain, tinjau keadaan awal (x 0 1 + a, x 0 2 + a; p 0 1, p 0 2). Keadaan menengah dan akhir juga dipindah dengan pergeseran yang sama. Bagi pengamat S B, yang dipindah relatif terhadap S A dengan a, mengamati perubahan keadaan sistem kedua identik sebagaimana S A mengamati keadaan sistem pertama. Jika diasumsikan, S B telah menyiapkan sistem kedua, maka dpat dikatakan bahwa eksperimen yang dilakukan dalam keadaan sistem pertama dan versi tertransformasi translasinya dalam keadaan sistem kedua memberi hasil eksperimen yang sama (sebagaimana diamati oleh S A dan S B ) jika H invarian secara translasional [1]. Ide fisisnya adalah, invariansi translasi H menunjukkan invariansi V (x 1, x 2 ); akibatnya V (x 1, x 2 ) = V (x 1 x 2 ). Jadi, tiap-tiap partikel hanya mempedulikan posisi-posisi partikel lain relatif terhadap dirinya dan tidak mempedulikan posisi sistem secara keseluruhan berada dalam ruang. Konsekuensinya, hasil eksperimen tidak dipengaruhi oleh translasi sistem keseluruhan dalam ruang. Sifat homogenitas ruang: sifat-sifat mekanis sistem tertutup (sistem partikel yang hanya berinteraksi dengan dirinya sendiri dan tidak dengan benda lain) tak berubah dengan sembarang translasi paralel sistem keseluruhan dalam ruang [3].

Bab 3 Permasalahan Invariansi 3.1 Tinjauan Invariansi Translasi Ruang Dalam tinjauan kuantum, pendefinisian invariansi translasi terhadap suatu partikel dalam satu dimensi dilakukan dengan melibatkan nilai harap besaran fisis terkait yang berperan sebagaimana besaran fisis dalam tinjauan klasik [1]. Berikut, dapat dilihat kebersesuaian antara konsep mekanika klasik dan konsep mekanika kuantum berhubungan dengan invariansi translasi: Translasi: x x + ɛ, p p (Mekanika Klasik) x x + ɛ, p p (Mekanika Kuantum). Invariansi Translasi: H H (Mekanika Klasik) H H (Mekanika Kuantum). Hukum Kekekalan: ṗ = 0 (Mekanika Klasik) ṗ = 0 (Mekanika Kuantum). 16

BAB 3. PERMASALAHAN INVARIANSI 17 Tinjau transformasi translasi partikel dalam satu dimensi dengan melibatkan nilai harap posisi dan nilai harap momentum liniernya: x x + ɛ (3.1) p p. (3.2) Transformasi translasi infinitesimal di atas menyatakan bahwa keadaan mula-mula partikel yang dinyatakan oleh keadaan ψ diubah menuju keadaan tertranslasi ψ ɛ sebagai ψ ɛ x ψ ɛ = ψ x ψ + ɛ (3.3) ψ ɛ p ψ ɛ = ψ p ψ (3.4) Aksi operator translasi T (ɛ) mentranslasi keadaan kuantum menuju keadaan kuantum tertranslasi [7]. T (ɛ) ψ = ψ ɛ. (3.5) Bila (3.4) dinyatakan dengan menggunakan operator translasi T (ɛ) dengan mengingat (3.5) diperoleh ψ T (ɛ) + xt (ɛ) ψ = ψ x ψ + ɛ (3.6) ψ T (ɛ) + pt (ɛ) ψ = ψ p ψ (3.7) Secara fisis (3.6),(3.7) menyatakan bahwa keadaan sistem mula-mula ditranslasi sejauh ɛ ke kanan. Gambaran ini disebut transformasi aktif; yang berguna bila berhubungan dengan keadaan kuantum ψ yang berperan sebagai keadaan klasik (x, p) [1]. Tinjau aksi T (ɛ) terhadap ket posisi tertentu x sebagai [1]: T (ɛ) x = x + ɛ. (3.8) Makna fisis (3.8) adalah jika posisi partikel mula-mula berada di x maka setelah digeser sejauh pergeseran infinitesimal ɛ, maka posisi partikel berada di x + ɛ.

BAB 3. PERMASALAHAN INVARIANSI 18 Jika operasi dari T (ɛ) terhadap sebuah basis lengkap diketahui, maka operasi T (ɛ) terhadap sembarang ket ψ dapat dilakukan dengan meninjau ulang (3.5) [1]: ψ ɛ = T (ɛ) ψ = T (ɛ) = = x x ψ dx x + ɛ x ψ dx x x ɛ ψ dx ; (x = x + ɛ) (3.9) Dengan kata lain, jika x ψ = ψ(x) maka x T (ɛ) ψ = x ψ ɛ = ψ(x ɛ) (3.10) Persamaan (3.10) bermakna bahwa fungsi gelombang ψ ɛ (x) dapat diperoleh dengan mentranslasi fungsi gelombang ψ(x) dengan sejumlah pergeseran ɛ ke kanan tanpa perubahan bentuk (distorsi). 3.2 Tinjauan Invariansi Translasi Waktu Invariansi Hamiltonian dalam transformasi translasi ruang menunjukkan bahwa eksperimen yang sama jika diulang pada dua tempat yang berbeda memberi hasil eksperimen yang sama (sebagaimana dilihat oleh pengamat-pengamat setempat) [1]. Homogenitas ruang memastikan bahwa eksperimen yang sama yang dilakukan pada dua tempat berbeda memberi hasil yang sama, maka homogenitas waktu memastikan bahwa eksperimen yang sama yang diulang pada dua waktu berbeda memberi hasil eksperimen yang sama [1]. Sifat homogenitas waktu: Hamiltonian sistem tertutup tak gayut secara eksplisit terhadap waktu [3].

Bab 4 Analisa 4.1 Invariansi Translasi Ruang Invariansi Hamiltonian didefinisikan dalam translasi dengan persyaratan: ψ H ψ = ψ ɛ H ψ ɛ. (4.1) Karena ɛ = 0 berhubungan dengan tak adanya translasi, maka operator T (ɛ) dapat diekspansikan terhadap orde ɛ sebagai: T (ɛ) = I ( ) 1ɛ G (4.2) h Operator G disebut pembangkit translasi; bersifat hermitian dan i/ h adalah konstanta [1]. Operator G dicari dengan meninjau persamaan (3.10): x T (ɛ) ψ = ψ(x ɛ). Jika kedua sisi persamaan di atas diekspansikan terhadap orde ɛ maka diperoleh: x I ψ iɛ/ h x G ψ = ψ(x) (dψ/dx)ɛ sehingga x G ψ = i h(dψ/dx). 19

BAB 4. ANALISA 20 Operator G adalah operator momentum linier, G = p yang memiliki bentuk operasi i h(d/dx) terhadap besaran fisis yang ditulis di sebelah kanannya, sehingga T (ɛ) = I (iɛ/ h)p (4.3) Sebagaimana dalam mekanika klasik, momentum linier adalah pembangkit translasi (infinitesimal). Hukum kekekalan momentum linier sebagai konsekuensi invariansi Hamiltonian dalam translasi ruang sistem fisis diperoleh jika (3.10) di atas dikombinasikan dengan (4.3). ψ H ψ = ψ ɛ H ψ ɛ = T (ɛ)ψ H T (ɛ)ψ = ψ T (ɛ) + HT (ɛ) ψ = ψ (I + (iɛ/ h)ph(i (iɛ/ h)p ψ = ψ H ψ + iɛ/ h ψ [p, H] ψ + O(ɛ 2 ). Kesetaraan hubungan di atas diperoleh, jika ɛ = 0 sehingga (lihat Lampiran VI): ψ [p, H] ψ = 0 (4.4) Teorema Ehrenfest untuk operator Ω yang tak gayut waktu secara jelas adalah [1]: (d/dt) Ω = ( i/ h) ψ [Ω, H] ψ = ( i/ h) [Ω, H] (4.5) Dari (4.5), jika Ω disubstitusi dengan operator momentum linier p, dengan mengingat (4.4), maka: (d/dt) p = ( i/ h) ψ [p, H] ψ = ( i/ h) [p, H] = 0 sehingga (d/dt) p = 0 ṗ = 0 (4.6) yakni hukum kekekalan momentum linier.

BAB 4. ANALISA 21 4.2 Invariansi Translasi Waktu Jika dipersiapkan pada waktu t 1 sebuah sistem fisis dalam keadaan ψ 0 dan kemudian sistem tersebut berkembang selama selang waktu infinitesimal ɛ. Keadaan sistem pada waktu t 1 + ɛ menjadi [1]: ψ(t 1 + ɛ) = [I (iɛ/ h)h(t 1 )] ψ 0. (4.7) Jika eksperimen yang sama diulang pada waktu t 2 dan dimulai dari keadaan awal yang sama ψ 0, maka keadaan sistem pada waktu t 2 + ɛ menjadi ψ(t 2 + ɛ) = [I (iɛ/ h)h(t 2 )] ψ 0. (4.8) Keadaan sistem pada saat t 2 + ɛ dan t 1 + ɛ adalah sama, jika 0 = ψ(t 2 + ɛ) ψ(t 1 + ɛ) = ( iɛ/ h)[h(t 2 ) H(t 1 )] ψ 0. (4.9) Karena ψ 0 dapat dipilih sembarang, konsekuensinya H(t 2 ) = H(t 1 ). (4.10) Karena t 2 dan t 1 dapat bernilai sembarang maka H tak gayut waktu dh/dt = 0. (4.11) Invariansi Hamiltonian dalam translasi waktu menghendaki bahwa Hamiltonian sistem tak gayut waktu. Teorema Ehrenfest untuk sebuah operator Ω yang tak gayut waktu adalah [1] i h Ω = [Ω, H]. Jika Ω disubstitusi dengan operator energi total, H, maka hubungan di atas menjadi i h Ḣ = [H, H] = [HH HH] = 0

BAB 4. ANALISA 22 sehingga adalah hukum kekekalan energi. Ḣ = 0 (4.12)

Bab 5 Pembahasan 5.1 Tinjauan Klasik Dalam tinjauan mekanika klasik, gerak sistem mekanis ditentukan oleh asas aksi terkecil [4]. Menurut asas aksi terkecil gerak nyata suatu sistem dinamis yang konservatif dari suatu titik, misalnya yang dicirikan oleh koordinat (x i, t i ) ke titik lain (x f, t f ) terjadi dengan cara sedemikian rupa sehingga aksinya bernilai minimum terhadap semua lintasan yang mungkin terjadi antara titik (x i, t i ) dan titik (x f, t f ) untuk energi yang sama. Keadaan sistem mekanis dicirikan oleh koordinat umum dan kecepatan umum dalam bentuk Lagrangian. Persamaan gerak partikel ditunjukkan oleh persamaan Euler-Lagrange yang diturunkan dari asas aksi terkecil. Persamaan Euler-Lagrange merupakan bentuk umum persamaan gerak partikel dalam berbagai sistem koordinat, invarian dalam sembarang perubahan sistem koordinat dimana persamaan hukum kedua Newton dapat diturunkan darinya merupakan bentuk khusus yang berlaku dalam sistem kordinat Kartesian [1]. Keadaan mekanis sistem sebagai fungsi koordinat umum dan kecepatan umum ditransformasi Legendre ke keadaan mekanis sistem sebagai fungsi koordinat umum dan momentum umum dalam bentuk Hamiltonian sistem [3]. Invariansi persamaan Euler-Lagrange dalam sembarang perubahan sistem koordinat dalam ruang konfigurasi menunjukkan invariansi persamaan Hamilton dalam sembarang peru- 23

BAB 5. PEMBAHASAN 24 bahan sistem koordinat dalam ruang fase, sehingga persamaan Hamilton tetap berlaku bagi sistem koordinat baru tersebut dalam bentuk persamaan kanonik yang memiliki bentuk sederhana dan simetri [1]. 5.2 Dari Kuantum ke Klasik (Asas Kebersesuaian) Hubungan mekanika klasik dan mekanika kuantum dinyatakan oleh asas kebersesuaian (correspondence principle). Menurut asas ini, karena hukum-hukum fisika klasik mampu mendeskripsikan perilaku sistem makroskopis, maka asas-asas mekanika kuantum yang harus ditaati oleh sistem kuantum harus memberikan hasil yang sama dengan yang dihasilkan fisika klasik untuk sistem yang besar, misalnya yang melibatkan besaran-besaran nilai harap kuantum: persamaan yang berlaku untuk nilai harap kuantum seperangkat observabel harus sama dengan persamaan yang berlaku untuk observabel klasik yang bersesuaian [7]. Dengan kata lain, sebuah sistem dapat ditinjau sebagai sistem klasik, jika parameterparameter yang menggambarkannya dan memiliki dimensi aksi yang sama adalah pada skala besar dibandingkan dengan h dimana h = h/2π, h adalah konstanta Planck [8]. 5.3 Besaran Fisis Dalam mekanika klasik, jika posisi dan kecepatan atau momentum partikel diketahui pada saat t 0 maka kedudukan x(t) dan kecepatan ẋ(t) atau momentum p(t) pada sembarang saat t dapat ditentukan dengan tepat [7]. Yakni, posisi dan momentum partikel dapat ditentukan dengan pasti dan persamaan gerak menentukan nilai berikutnya dari posisi dan momentum sebagai fungsi waktu. Dalam mekanika kuantum adalah tak mungkin dengan sembarang pengukuran fisis yang diketahui, untuk menentukan secara bersamaan (simultan) posisi dan momentum partikel [8]. Hal ini adalah asas ketaktentuan Heisenberg yang secara kuantitatif dapat dinyatakan oleh hubungan x. p h/2 [9].

BAB 5. PEMBAHASAN 25 Informasi tentang besaran-besaran fisis (misal posisi, momentum) dalam mekanika kuantum dinyatakan dalam nilai harapnya [10]. Fungsi gelombang sebagai hasil solusi persamaan Schrodinger memberi semua informasi tentang partikel dalam suatu sistem fisis yang diijinkan oleh asas ketaktentuan. Informasi ini dinyatakan dalam bentuk peluang (kecuali untuk peubah yang terkuantisasi dalam kasus tertentu yakni nilai eigennya [9]). 5.4 Kesimetrian Persamaan kanonik Hamilton memiliki bentuk sederhana dan simetri, invarian dalam sembarang perubahan sistem koordinat peubah-peubah kanonik. Transformasi kanonik memberikan Hamiltonian sistem sebagai fungsi peubah-peubah kanonik baru sehingga persamaan kanonik Hamilton tetap berlaku dalam sistem koordinat baru tersebut. Dalam tinjauan kuantum, invariansi Hamiltonian dalam transformasi translasi ruang yang diwakili oleh operator translasi, mengakibatkan munculnya kekekalan momentum linier. Bentuk kekekalan momentum linier muncul dengan menggunakan teorema Ehrenfest untuk sebuah operator momentum linier yang diasumsikan tak gayut waktu dengan memasukkan persyaratan bahwa Hamiltonian sistem invarian dalam translasi ruang. Invariansi Hamiltonian dalam translasi waktu memiliki konsekuensi bahwa energi (total) sistem bernilai kekal. Bentuk kekekalan energi muncul bila digunakan teorema Ehrenfest untuk operator Hamiltonian yang diasumsikan tak gayut waktu dengan memasukkan persyaratan bahwa Hamiltonian sistem invarian dalam translasi waktu. Invariansi Hamiltonian dalam translasi waktu menghendaki bahwa Hamiltonian sistem tak gayut waktu. Hukum kekekalan momentum linier mengikuti sifat homogenitas ruang yakni sifat-sifat mekanis sistem tertutup tak berubah dengan sembarang pergeseran paralel sistem keseluruhan dalam ruang [3]. Hukum kekekalan energi mengikuti sifat homogenitas waktu yakni Hamiltonian sistem tertutup tak gayut waktu [3].

Bab 6 Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan Persamaan kanonik Hamilton berbentuk sederhana dan simetri, invarian dalam sembarang perubahan sistem koordinat. Asas kebersesuaian menghubungkan mekanika kuantum dengan mekanika klasik. Invariansi Hamiltonian dalam translasi ruang mengakibatkan kekekalan momentum linier. Invariansi Hamiltonian dalam translasi waktu mengakibatkan kekekalan energi. 6.2 Saran Ide simetri ini dapat diperluas dengan mencangkup beragam jenis transformasi terhadap sistem fisis, lalu tinjau bentuk kekekalan yang muncul: apakah selalu diperoleh bentuk kekekalan dalam setiap transformasi terhadap sistem fisis? 26

Bibliografi [1] R. Shankar, Principles of Quantum Mechanics, Plenum Press, New York, 1988. [2] A. Purwanto, Simetri: Pola Dasar Penciptaan, Paradigma, No.9, Th.VII, FMIPA Unibraw, Malang, 1995. [3] L.D. Landau and E.M. Lifshitz, Mechanics, Pergamon Press, New York, 1960. [4] L. Wilardjo, H.C. Yohannes, E.F. da Silva, Kamus Fisika: Mekanika, Balai Pustaka, Jakarta, 1989. [5] R.G. Takwale and P.S. Puranik, Introduction to Classical Mechanics, Tata McGraw Hill, New Delhi, 1989. [6] H. Goldstein, Classical Mechanics, 2nd ed., Addison-Wesley, Menlo Park: California, 1980. [7] Muslim, Pramudita, Kamus Fisika: Mekanika Kuantum, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta, 1992. [8] R.H. Dicke and J.P. Wittke, Introduction to Quantum Mechanics, Addison-Wesley, Singapore, 1978. [9] A. Beiser, Konsep Fisika Modern, alih bahasa: The Houw Liong, ed. 4, Erlangga, Jakarta, 1990. [10] S. Prawirasusanto, A. Susanto, D. Hadi, S.T. Suratman, Kamus Fisika: Fisika Atom, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta, 1993. 27

Bab 7 Lampiran 7.1 Lampiran I: Asas Aksi Terkecil Formulasi paling umum hukum yang menentukan gerak sistem mekanis adalah asas aksi terkecil atau asas Hamilton [3]. Menurut asas ini, setiap sistem mekanis dicirikan oleh sebuah fungsi tertentu L(q 1,..., q n, q 1,..., q n, t) atau L(q, q, t), dan gerak sistem adalah sedemikian hingga suatu kondisi tertentu dipenuhi. Selanjutnya L diasumsikan tak gayut waktu. Misalkan sistem berada pada waktu t 1 di q 1 dan pada saat t 2 di q 2. Sistem bergerak antara posisi-posisi ini dalam suatu cara sehingga integral S = tf t i L(q, q)dt (7.1) menempuh nilai paling kecil yang mungkin. Fungsi L disebut Lagrangian sistem dan integral (7.1) disebut aksi. Sebagai penyederhanaan, diasumsikan bahwa sistem hanya memiliki satu derajat kebebasan, sehingga hanya satu fungsi q(t) yang harus ditentukan. Asumsikan juga bahwa q = q(t) menjadi fungsi untuk S minimum. S bertambah ketika q(t) diganti dengan sembarang fungsi berbentuk: q(t) + δq(t) (7.2) dimana fungsi δq(t) bernilai kecil di setiap tempat dalam interval waktu dari t 1 ke t 2 ; δq(t) disebut variasi fungsi q(t). Untuk t = t 1 dan t = t 2, seluruh fungsi-fungsi (7.2) harus bernilai 28

BAB 7. LAMPIRAN 29 q 1 dan q 2 berturut-turut, maka: Perubahan S ketika q diganti dengan q + δq adalah: δq(t 1 ) = δq(t 2 ) = 0. (7.3) t2 t 1 L(q + δq, q + δ q)dt t2 t 1 L(q, q)dt. Agar nilai S minimum, maka bentuk-bentuk ini (variasi pertama atau variasi integral) harus bernilai nol. Jadi, asas aksi terkecil dapat ditulis sebagai: t2 δs = δ L(q, q)dt = 0. (7.4) t 1 Sebagai konsekuensi variasi δs = t2 t 1 [ ] L L δq + q q δ q dt = 0. (7.5) Karena δ q = (d/dt)δq maka bentuk kedua dalam kurung (7.5) dapat diintegrasikan bagian demi bagian, diperoleh [8]: t2 t 1 L t2 q δ qdt = t 1 L q = L q δq t 2 t1 karena variasi δq lenyap pada t 1 dan t 2, maka: t2 t 1 L t2 q δ qdt = t 1 d dt δqdt t2 dengan menggunakan pernyataan ini, (7.5) dapat ditulis δs = t2 t 1 [ L q d dt t 1 d dt d dt [ ] L δqdt q [ ] L δqdt q ( )] L δqdt = 0 (7.6) q Karena variasi δq diasumsikan bernilai sembarang, (7.6) dapat menjadi benar hanya jika pernyataan dalam kurung lenyap L q d dt ( ) L = 0 (7.7) q

BAB 7. LAMPIRAN 30 Ketika sistem memiliki lebih dari satu derajat kebebasan, n fungsi berbeda q i (t) harus diubah secara tak gayut dalam asas aksi terkecil, kemudian diperoleh n persamaan berbentuk [3]: ( ) d L L = 0, (i = 1, 2,.., n). (7.8) dt q i Persamaan ini mewakili himpunan persamaan diferensial yang menentukan fungsi q i (t) dalam suatu cara untuk meminimkan S dalam persamaan (7.1). Penurunan persamaan (7.8) dibentuk dengan asumsi q i dan q i adalah peubah-peubah tak gayut [8]. Persamaan diferensial ini dalam mekanika disebut persamaan Lagrange (dalam kalkulus variasi disebut persamaan Euler). Secara lengkap disebut persamaan Euler-Lagrange. 7.2 Lampiran II: Invariansi Persamaan Euler-Lagrange Jika ditinjau sebuah partikel yang bergerak pada sebuah bidang. Lagrangian dalam koordinat Kartesian adalah [1]: L = 1 2 m(ẋ2 + ẏ 2 ) V (x, y) = 1 (7.9) 2 mv.v V (x, y) dimana v adalah kecepatan partikel, dengan v = ṙ, r adalah vektor posisi. Persamaan gerak yang bersesuaian adalah: mẍ = V x mÿ = V y Persamaan ini identik dengan hukum kedua Newton. (7.10) (7.11) Jika dicari Lagrangian dalam koordinat bola untuk r dan θ, maka jarak yang ditempuh partikel dalam interval waktu dt adalah: ds = [dr 2 + (rdθ) 2 ] 1/2 sehingga besar kecepatan adalah: v = ds/dt = [ṙ 2 + r 2 θ2 ] 1/2

BAB 7. LAMPIRAN 31 dan L = 1 2 m(ṙ2 + r 2 θ2 ) V (r, θ) (7.12) (energi kinetik, T dalam hal ini dinyatakan oleh hubungan ṙ, θ, r; berbeda bila dinyatakan dalam koordinat Kartesian). Persamaan gerak yang dibangkitkan L ini adalah: d (mṙ) = V dt r + mr θ 2 (7.13) d V dt (mr2 θ) = θ (7.14) Dalam persamaan (7.14) momentum kanonik mr 2 θ adalah momentum anguler dan gaya umum V θ adalah torka; keduanya sepanjang sumbu z. Jika diinginkan bentuk hukum kedua Newton dalam sistem koordinat bola untuk r dan θ maka dapat diperoleh bentuk m r = V r + mr θ 2 (7.15) m θ = 1 r 2 V θ 2mṙ θ r (7.16) Persamaan (7.15), (7.16) pada satu sisi sama dengan (7.13),(7.14), namun berbeda dengan (7.10),(7.11) pada sisi lain. Dalam (7.15) muncul gaya sentrifugal (mr θ 2 ) dan di (7.16) muncul bentuk gaya Coriolis ( 2mṙ θ). 7.3 Lampiran III: Transfromasi Legendre Perubahan dari satu himpunan peubah tak gayut ke peubah tak gayut lain dapat dilakukan dengan menggunakan transformasi Legendre. Tinjau transformasi Legendre: diferensial total Lagrangian sebagai fungsi koordinat umum dan kecepatan umum ( ) ( ) L L dl(q, q) = Σ i dq i + Σ i d q i. q i Persamaan di atas dapat ditulis sebagai dl = Σ i ṗ i dq i + Σ i p i d q i (7.17)

BAB 7. LAMPIRAN 32 karena, L/ q i didefinisikan sebagai momentum umum, p i, dan L/ = ṗ i oleh persamaan Euler-Lagrange. Bentuk kedua (7.17) dapat ditulis Σ p i d q i = d(σ p i q i ) Σ q i dp i disubstitusi ke (7.17) diperoleh dl = Σ ṗ i dq i + d(σ p i q i ) Σ q i dp i Σ ṗ i dq i + Σ q i dp i = d(σ p i q i ) dl Σ ṗ i dq i + Σ q i dp i = d(σ p i q i L). Argumen diferensial adalah energi sistem; dinyatakan dalam koordinat dan momentum, disebut fungsi Hamilton atau Hamiltonian sistem H(q, p) = Σ i p i q i L(q, q) (7.18) 7.4 Lampiran IV: Bukti Konsekuensi II Tinjau trayektori (q(t), p(t)) dalam ruang fase yang memenuhi persamaan gerak Hamilton. Diasosiasikan dengannya trayektori bayangan, ( q(t), p(t)) yang diperoleh dengan mentransformasi kanonik reguler masing-masing titik (q, p) ke titik bayangan ( q, p). Apakah berlaku [1]: q j = H( q, p)/ p j ; p j = H( q, p)/ q j (7.19) jika H invarian dalam transformasi (q, p) ( q, p)? Tinjau q j (q, p), seperti sembarang peubah dinamis ω(q, p), mematuhi q j = { q j, H(q, p)} q,p. (7.20) Jika (q, p) ( q, p) adalah transformasi kanonik pasif (7.20) dapat ditulis (karena kurung Poisson invarian dalam transformasi kanonik tersebut) q j = { q j, H(q, p)} q,p = { q j, H( q, p)} q, p = H( q, p)/ p j.

BAB 7. LAMPIRAN 33 Ini adalah transformasi aktif [1]. Karena simetri H, yakni H(q, p) = H( q, p) dapat dituju langkah yang sama menuju (2.34) dari (2.31) dan buktikan hasilnya. Dengan alasan yang sama, diperoleh p j = H( q, p)/ q j (7.21) sehingga titik bayangan bergerak menurut persamaan Hamilton. 7.5 Lampiran V: Kesesuaian Tinjauan Klasik dan Tinjauan Kuantum dari Translasi Secara klasik, translasi dispesifikasi oleh dua hubungan tak gayut [1]: x x + ɛ p p. Dalam tinjauan kuantum, penerapan translasi terhadap bentuk awal (pada eigenket posisi), kemudian yang berikut secara otomatis mengikuti. Tinjauan ini berbasis ide fisis yakni partikel pada awalnya berada di x, kemudian berada di x + ɛ T (ɛ) x = x + ɛ (7.22) Hubungan (7.22) benar menurut intuisi, namun penerapannya tidaklah demikian. Sebagaimana dilihat, basis x tidak unik; diberikan basis x, maka dapat diperoleh basis lain x, dengan mengalikannya terhadap faktor fase yang tak mengubah norm dan juga tidak mengubah ortogonalitas; hasil umum yang konsisten dengan intuisi bukan (7.19), namun adalah [1] T (ɛ) x = e iɛg(x)/ h x + ɛ. (7.23) Jika ɛ 0, maka T (ɛ) x x. Jika g(x) diabaikan, maka diasumsikan analogi kuantum dari p p. Jika dimulai dengan (7.23) sebagai ganti (7.22): x x + ɛ (7.24)

BAB 7. LAMPIRAN 34 p p + ɛ f(x) (7.25) dimana f = g. Jika f dieliminasi dan g direduksi menjadi konstanta yang tak mengganggu (dapat dipilih = 0), maka diperoleh p p. Hal ini dapat dilakukan karena terdapat postulat yang memperkenankan kebebasan pilihan terhadap p, untuk menambah i hd/dx dengan sembarang fungsi x tanpa pengubahan komutator. Jika ditetapkan [1]: x x p i h(d/dx) + f(x) maka secara ekivalen memenuhi. Postulat tersebut berbunyi: Peubah-peubah tak gayut x dan p dari mekanika klasik sekarang menjadi operator-operator Hermitian x dan p yang didefinisikan oleh komutator kanonik [x, p] = i h. Peubah-peubah gayut ω(x, p) diberikan oleh operator-operator Ω = ω(x x, p p). 7.6 Lampiran VI: Komutasi [p, H] Hubungan komutasi [p, H] diperoleh jika dioperasikan terhadap fungsi gelombang ψ: [p, H]ψ = [ph Hp] ψ [ ( ) ( ) ] p 2 p 2 = p 2m + V (x) 2m + V (x) p ψ [ ] p 3 p3 = + pv (x) 2m 2m V (x)p ψ = [pv (x) V (x)p]ψ = i h ( (V (x)ψ) V (x) i h ) ψ x x [ ] = i h (V (x)ψ) V (x) x x ψ [ V (x) = i h x ψ + ψ ] V (x) V (x) ψ x x V (x) = i h x ψ.

BAB 7. LAMPIRAN 35 Sehingga diperoleh V (x) [p, H] = i h x. Bentuk umum asas kebersesuaian untuk p adalah d dt Jika diasumsikan p tak gayut waktu maka i p = [p, H] + h d i p = dt h i h dp. dt [ ] V (x) x V (x) = i 2 x V (x) = x Dalam tinjauan klasik, gaya (konservatif) adalah negatip gradien energi potensial.