KELAYAKAN PENGUSAHAAN PALA DI JAWA BARAT Bedy Sudjarmoko Balai Peneliian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Indusri Indonesian Spice and Indusrial Crop Research Insiue ABSTRAK Jawa Bara merupakan salah sau senra produksi pala nasional disamping Kepulauan Maluku, Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Uara, Sulawesi Selaan, dan Sumaera Bara. Mengeahui ingka kelayakan pengusahaan anaman pala di Jawa Bara pening dilakukan karena akan menjadi fakor penenu unuk invesasi guna pengembangan lebih lanju. Peneliian ini berujuan unuk menganalisis ingka kelayakan pengusahaan pala. Analisis daa menggunakan meode Discouned Cash Flow. Hasil peneliian menunjukkan bahwa pengusahaan pala di Jawa Bara memiliki ingka kelayakan yang sanga inggi, sehingga memiliki peluang unuk invesasi dan pengembangan anaman pala yang lebih besar lagi. Agar ingginya ingka kelayakan usaha pala ini dapa diimplemenasikan menjadi invesasi, maka dibuuhkan dukungan dari pemerinah daerah seempa. Dukungan ersebu berupa perbaikan infrasrukur, informasi pasar, penyediaan lembaga keuangan unuk sumber modal kerja peani, pembinaan kelembagaan, sera regulasi yang berpihak kepada peani pala. Kaa kunci: Myrisica fragrans Hou, finansial, analisis, Jawa Bara ABSTRACT Financial Feasibiliy of Numeg Farming in Wes Java Wes Java is one of he naional numeg producion ceners in addiion o he Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam, Norh Sulawesi, Souh Sulawesi and Wes Sumara. Analyzing he feasibiliy of numeg farming in Wes Java is necessary o provide reference o invesor o furher developmen. The research aims o analyze financial feasibiliy of numeg farming. Daa analyzed by Discouned Cash Flow. The resuls showed ha he numeg farming in Wes Java has high feasibiliy, so opporuniy o be developed. In order o he high feasibiliy can be implemened ino he invesmen, i needs suppor from local governmens like improvemens in infrasrucure, marke informaion, provision of financial insiuions for working capial sources, insiuional developmen, and pro numeg farmers regulaion. Keywords: Myrisica fragrans Hou, financial, analysis, Wes Java PENDAHULUAN Indonesia adalah salah sau negara penghasil pala (Myrisica fragrans Hou) erbesar di dunia selain Grenada, India, Sri Lanka dan Papua Nugini. Dalam perekonomian nasional dan daerah, konribusi komodias pala dalam pencipaan lapangan kerja di bidang perkebunan, perdagangan dan indusri sera peningkaan pendapaan peani sanga pening. Indonesia memasok sekiar 60% dari oal kebuuhan pasar pala dunia seiap ahunnya. Negara pesaing pala Indonesia yang erbesar adalah Grenada dan beberapa negara lain di benua Afrika (Dijenbun, 2008; Busaman, 2007). Pada ahun 2008, luas areal pengusahaan pala adalah 71.611 hekar dengan produksi sebesar 9.378 on dan raa raa produkivias anaman 242 kg/ha (Dijenbun, 2009). Sedangkan ekspor nasional secara umum mengalami ren peningkaan, baik dalam volume maupun nilai ekspor. Pada ahun 2006, oal ekspor pala Indonesia ke seluruh dunia berbenuk fuli ercaa sebesar 347.919 kg dengan nilai US$ 1.861.232 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010 217
dan biji pala sebesar 1.742.743 kg dengan nilai US$ 7.200.710 (Efnizon, 2007; Busaman, 2008). Pada ahun 2008, masing-masing meningka menjadi 511.452 kg dengan nilai US$ 3.108.476 (fuli) dan 3.548.654 kg dengan nilai US$ 9.465.430. Negara ujuan ekspor pala dalam benuk gelondongan (numeg in shell) adalah Malaysia, Singapura, Vienam, Hongkong; biji (numeg shelled) Vienam, Belanda, Singapura; fuli (mace) Singapura, Vienam dan Belanda. Jawa Bara merupakan salah sau daerah senra produksi pala disamping Maluku, Maluku Uara, Maluku Tengah, Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Uara, Sulawesi Selaan, dan Sumaera Bara. Pada ahun 2008, luas areal anaman pala di Jawa Bara ercaa 4.049 hekar dengan produksi 778 on dan raa-raa produkivias anaman 359 kg/hekar. Produkivias anaman pala di Jawa Bara ini lebih inggi dibanding produkivias anaman pala nasional. Kabupaen Sukabumi dan Bogor merupakan yang erbesar, baik dari segi produksi maupun luasan areal. Luas areal anaman pala di Kabupaen Sukabumi adalah sebesar 1 843 hekar dengan produksi 518 on, sedangkan Kabupaen Bogor menempai peringka kedua dengan luas areal sebesar 766 ha dan produksi sebesar 136 on (Disbun Jabar, 2009). Walaupun secara nasional luas areal anaman pala di daerah ini bukan yang erbesar, namun Jawa Bara eap dijadikan sebagai pusa pala nasional karena indusri pengolahan pala berkembang lebih pesa dibanding daerah lainnya. Dua produk uama yang dihasilkan dari komodias pala di Jawa Bara adalah minyak pala (asiri) dan manisan pala. Minyak pala umumnya diekspor oleh para eksporir, sedangkan manisan pala umumnya dijual sebagai buah angan khas dari daerah Jawa Bara, khususnya unuk kawasan Bogor, Sukabumi dan Cianjur (Bappeda Jabar, 2007). Menuru daa Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Bara, Kabupaen Sukabumi dan Bogor merupakan yang erbesar, baik dari segi produksi maupun luasan areal. Pada ahun 2008, luas areal pala di Kabupaen Sukabumi adalah sebesar 1.843 hekar dengan produksi sebanyak 518 on, sedangkan Kabupaen Bogor menempai peringka kedua dengan luas areal sebesar 766 ha dan produksi sebesar 136 on (Disbun Jabar, 2009). Unuk wilyah Kabupaen Bogor dan Sukabumi, seidaknya ada 10 produsen minyak pala yang berproduksi sejak puluhan ahun silam. Masyaraka sekiar secara urun emurun banyak yang mengusahakan anaman pala dan menjadikan usahaani pala sebagai ulang punggung perekonomian keluarga. Namun pengembangan pala masih eringgal jauh dari pengembangan komodias perkebunan lainnya. Secara umum masalah yang dihadapi oleh dua daerah ini adalah produkivias anaman yang masih rendah dibanding poensi yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh: 1) banyaknya anaman ua dan rusak akiba erserang hama penyaki; 2) sebagian besar peani pala belum mengaplikasikan eknik budidaya sesuai sandar eknis; 3) penerapan pengendalian hama erpadu belum opimal; 4) kelembagaan peani sebagai wadah yang dapa menampung aspirasi anggoa belum berkembang dengan baik; 5) posisi awar peani rendah dan kemiraan usaha belum erjalin secara opimal; 6) muu produk yang dihasilkan belum sesuai SNI (Sandar Nasional Indonesia) akiba pemanenan yang kurang selekif dan pengolahan yang masih bersifa radisional; 7) keadaan permodalan masih erbaas; dan 8) ranai aa niaga belum efisien yang 218 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010
mengakibakan harga yang dierima peani masih rendah (Hadad, e al., 2006; Busaman, 2007). Fakor uama yang menjadi penenu bagi peani dalam melakukan invesasi pengembangan usaha adalah keunungan usaha iu sendiri. Oleh karena iu, menganalisis ingka kelayakan pengusahaan anaman pala unuk dijadikan sebagai dasar pengembangan usaha anaman pala bagi peani. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Usaha perkebunan pada dasarnya dimulai dari kegiaan invesasi baik oleh peani perorangan aau, perusahaan. Kegiaan ersebu akan menggunakan sejumlah sumberdaya dan mengeluarkan sejumlah biaya (cos), dengan harapan unuk memperoleh hasil pada waku yang akan daang. Kegiaan ersebu merupakan kegiaan yang harus direncanakan dan dilaksanakan sebagai suau uni usaha. Perencanaan dan pelaksanaan kegiaan biasanya erdiri dari aspek eknis, adminisraif, organisasi, komersial, finansial, dan ekonomi. Sifa dasar dari usaha perkebunan adalah usaha jangka panjang. Dalam sebuah usaha jangka panjang seperi perkebunan pala, arus uang kas sudah dimulai pada saa invesasi dilakukan dalam benuk biaya invesasi. Semenara iu, arus penerimaan baru diperoleh beberapa ahun kemudian pada saa anaman sudah berproduksi. Karena arus kasi biaya dan penerimaan erjadi dalam waku yang berbeda, agar dapa dibandingkan maka pengaruh waku erhadap nilai uang harus diperhiungkan. Teknik yang digunakan adalah mencari nilai kini (presen value) dengan memperhiungkan ingka diskono (discoun facor). Teknik ini umum dilakukan unuk menilai invesasi di bidang perkebunan (Giinger, 1986; Square dan van der Tak; 1989; Sugden and Williams; 1996; Husnan dan Muhammad, 2000). Dalam menilai ingka kelayakan usaha, biasanya dilakukan dua macam analisis, yaiu analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, suau invesasi diliha dari sudu pandang sebuah badan aau perorangan yang melakukannya aau yang berkepeningan langsung dalam invesasi ersebu. Dalam analisis finansial, fakor erpening yang harus diperhaikan adalah hasil unuk modal yang dikeluarkan (equiy capial). Hasil finansial biasanya seringkali disebu sebagai privae reurns. Analisis finansial ini pening arinya dalam memperhiungkan rangsangan (incenive) bagi pelaksana invesasi. Sebab idak ada gunanya melaksanakan invesasi yang mengunungkan dari sudu perekonomian secara keseluruhan, bila pelaku yang invesasi idak merasakan manfaa aau keunungan apapun. Sedangkan dalam analisis ekonomi, invesasi diliha dari sudu perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis ekonomi yang diperhaikan adalah hasil oal, produkivias aau keunungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan, anpa meliha siapa yang menyediakan sumberdaya dan siapa yang menerima hasil invesasi ersebu. Hasil ini biasanya disebu sebagai social reurns aau economic reurns dari suau invesasi (Husnan dan Muhammad, 2000). Dalam hubungannya dengan pengusahaan dan pengembangan anaman pala, karena pelaku uamanya sebagian besar adalah peani secara perorangan aau sebuah badan usaha, maka analisis yang epa unuk Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010 219
dilakukan adalah analisis finansial. Hasil penilaian kelayakan usaha ersebu akan menjadi insenif bagi peani unuk melakukan pengembangan komodias pala di masa yang akan daang, baik bagi peani yang bersangkuan maupun bagi peani aau badan usaha lainnya yang bermaksud unuk mengusahakan anaman pala. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian dilakukan pada Mei Okober 2009 di Kabupaen Bogor dan Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan dengan perimbangan bahwa kedua daerah ersebu merupakan senra uama pala di Jawa Bara. Survei dilakukan erhadap peani pala dengan mewawancarai peani pala dengan banuan kuesioner yang elah disiapkan. Jumlah responden yang diwawancarai adalah 56 orang erdiri aas 36 orang di Kabupaen Bogor dan 20 orang di Kabupaen Sukabumi. Disamping iu, diambil juga sau uni pabrik pengolah minyak pala di Kabupaen Bogor sebagai responden peneliian. Jenis dan Sumber Daa Daa yang dikumpulkan erdiri aas daa primer dan daa sekunder. Daa primer diperoleh dari hasil wawancara dengan peani menggunakan kuesioner bersrukur yang elah disiapkan. Daa primer yang dikumpulkan erdiri aas idenias peani, biaya usahaani, penerimaan usahaani, keragaan usahaani, profil peani, sera daa pendukung usahaani lainnya. Daa sekunder (perkembangan luas areal anaman, produkifias anaman, dan harga produk) dikumpulkan dari beberapa insaansi, yaiu Dinas Kehuanan dan Perkebunan, Dinas Perindusrian dan Perdagangan, Bappeda seempa dan sumber-sumber lain yang. Analisis Daa Unuk menghiung ingka kelayakan finansial usaha pala, maka daa dianalisis menggunakan meode discouned cash flow. Meode ini pada dasarnya dilakukan dengan cara memperhiungkan pengaruh waku erhadap nilai uang. Beberapa asumsi yang digunakan sebagai dasar perhiungan adalah: 1) sesuai dengan keersediaan daa, periode analisis dilakukan unuk pengusahaan selama 10 ahun; 2) sandar luas lahan sau ha yang erdiri dari 100 anaman; 3) sandar harga produk dan inpu pada ahun 2008; 4) ingka bunga diskono sebesar 18%. a. Analisis Kelayakan Invesasi Berdasarkan meode ersebu, kelayakan pengusahaan anaman pala di Jawa Bara dihiung dengan menggunakan beberapa indikaor kelayakan invesasi. Krieria kelayakan invesasi yang digunakan yaiu Ne Presen Value (NPV), Inernal Rae of Reurn (IRR), Ne Benefi Cos Raio (Ne B/C Raio) dan masa pengembalian invesasi (Payback Period). NPV adalah selisih anara nilai kini (presen value) dari benefi/manfaa dengan nilai kini (presen value) dari coss/biaya (Persamaan 1): NPV = TR 1 1 1 TC...(1) dimana : NPV = nilai kini pendpaan bersih TR = oal pendapaan pada ahun ke- TC = oal biaya pada ahun ke- i = ingka diskono n = umur invesasi Invesasi dari usahaani dikaakan layak unuk dilaksanakan apabila NPV bernilai posiif. IRR adalah adalah suau ingka diskono (discoun rae) yang dapa membua besarnya NPV sama dengan 0, aau yang dapa 220 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010
membua besarnya nilai B/C-Raio sama dengan 1 (Persamaan 2): IRR = NPV 1 í x 1 i2 i1 NPV 1 NPV 2..(2) dimana : I 1 = ingka diskono yang menyebabkan NPV bernilai posiif i 2 = ingka diskono yang menyebabkan NPV bernilai negaif NPV 1 = NPV dengan ingka bunga i 1 NPV 2 = NPV dengan ingka bunga i 2 Jika IRR lebih besar dari ingka suku bunga yang berlaku, maka invesasi layak unuk dilaksanakan, dan sebaliknya. Ne B/C raio merupakan perbandingan anara jumlah nilai kini (presen value) arus manfaa bersih yang bernilai posiif dengan jumlah nilai kini arus manfaa bersih yang bernilai negaif (Persamaan 3). Ne B raio= k C k n 1 TR TR TC TC ( 1 i) '...(3) ' (1 ' i) dimana : TR = manfaa yang diperoleh iap ahun TC = biaya yang dikeluarkan iap ahun T = 1,2, n N = jumlah ahun I = ingka bunga (diskono) K = ahun akhir invesasi Jika Ne B/C raio lebih besar daripada sau maka invesasi layak unuk dilaksanakan dan sebaliknya. Masa pengembalian invesasi (payback period) dihiung sejak invesasi elah mulai menghasilkan sampai seluruh biaya eruup oleh ne cash inflow yang dierima (Persamaan 4) : PBP = n k TR k 1 TC TC n... (4) Invesasi layak unuk dilaksanakan bila PBP dapa dicapai dengan cepa. b. Analisis Sensiivias Semakin inggi resiko suau invesasi, maka akan semakin inggi juga ingka keunungan yang dimina oleh para pemilik modal yang akan melakukan invesasi. Resiko invesasi dapa erjadi akiba adanya perubahanperubahan aas sejumlah rencana yang elah dieapkan. Unuk mengukur besarnya resiko ersebu, biasanya dilakukan dengan meliha analisis sensiivias. Dalam peneliian ini, analisis sensiivias dilakukan dengan menggunakan dua macam perubahan, yaiu: 1) harga produk pala urun sebesar 10%, dan 2) produksi pala urun sebesar 10%. HASIL DAN PEMBAHASAN Biaya dan Penerimaan Usahaani Pala Biaya usahaani anaman pala diklasifikasikan menjadi biaya invesasi dan biaya operasional. Biaya invesasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh peani unuk biaya awal pengusahaan selama anaman belum menghasilkan hingga anaman menghasilkan. Komponen dari biaya invesasi ini melipui persiapan dan pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan anaman belum menghasilkan. Sedangkan biaya operasional merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemeliharaan anaman, pengolahan anaman menghasilkan dan pemasaran hasil. Berdasarkan komposisi ersebu di aas, maka biaya invesasi pala selama 4 ahun pengusahaan cenderung menurun sedangkan biaya operasional cenderung meningka (Tabel 1). Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010 221
Tabel 1. Biaya, Penerimaan dan Pendapaan Bersih Usahaani Pala di Jabar, 2009 Table 1. Cos, Revenue, and Ne Income of Numeg Farming in Wes Java, 2009 Tahun/ Years Biaya (Rp)/ Cos (Rp) Penerimaan (Rp)/ Revenue (Rp) 1 2.588.392 0 (2.588.391) 2 2.200.512 0 (2.200.511) 3 2.199.696 0 (2.199.696) 4 2.380.237 0 (2.380.236) 5 2.250.420 1.264.536 (985.883) 6 2.888.980 5.056.600 2.167.620 7 4.070.940 11.496.624 7.425.684 8 5.839.980 22.002.000 16.162.020 9 7.890.823 35.311.280 27.420.457 10 11.623.223 59.798.080 48.174.857 Pendapaan Bersih (Rp)/ Ne Income (Rp) Penerimaan usahaani pala dimulai pada ahun kelima, yaiu saa panen awal dan erus berlanju sampai dengan masa produkif anaman. Karena keerbaasan daa, maka penerimaan usahaani hanya dihiung selama 10 ahun periode pengusahaan. Penerimaan usahaani cenderung meningka. Pendapaan bersih yang diperoleh dari pengusahaan anaman pala unuk periode invesasi bernilai negaif sebesar biaya karena anaman belum menghasilkan. Analisis Finansial Pengusahaan Tanaman Pala Berdasarkan srukur biaya dan penerimaan usahaani pala ersebu, dengan menggunakan beberapa asumsi perhiungan yang elah dieapkan, maka hasil analisis menunjukkan bahwa pengusahaan pala di Jawa Bara secara finansial sanga layak unuk diusahakan (Tabel 2). Berdasarkan hasil analisis yang elah dilakukan, dalam periode pengusahaan selama sepuluh ahun, anaman pala memberikan nilai NPV sebesar Rp 13.149.670,46. Hal ini menunjukkan bahwa usahaani pala sanga layak unuk dilakukan karena memiliki nilai posiif sebagaimana yang disyarakan dalam menilai kelayakan finansial. Begiu juga dengan nilai Ne B/C Raio (2,07) dan IRR (42,27%). Masa pengembalian invesasi (PBP) ercapai pada ahun keenam, waku yang ergolong sanga singka bagi invesasi di bidang perkebunan. Dari uraian yang diunjukkan oleh beberapa indikaor di aas, pengusahaan anaman pala di Jawa Bara memiliki peluang yang sanga besar unuk dikembangkan menginga poensi keunungan yang dapa diperoleh. Apalagi jika dilakukan beberapa perbaikan-perbaikan seperi penyediaan inpu, pengolahan/pasca panen, perbaikan sisem pemasaran, sera pemanfaaan eknologi dalam budidaya pala oleh peani. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya diseminasi eknologi kepada peani pala sera pembinaan yang berkesinambungan oleh pihak-pihak yang berwenang sanga perlu unuk erus dilakukan. Analisis Sensiivias Pengusahaan Tanaman Pala Turunnya harga oupu dan produksi anaman yang dapa dicapai adalah resiko yang sering dihadapi dalam mengusahakan anaman perkebunan seperi pala. Bila dua benuk resiko ersebu erjadi dengan besaran masing-masing 10%, ernyaa hasil analisis memperlihakan bahwa 222 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010
usahaani pala eap layak unuk dilaksanakan (Tabel 3). Baik erjadinya penurunan harga produk maupun ingka produksi anaman, semua krieria analisis (NPV, Ne B/C Raio, IRR, dan PBP), menunjukkan bahwa invesasi pengusahaan anaman pala di Jawa Bara masih eap layak unuk dilaksanakan. Namun demikian dari indikaor ersebu dapa juga diliha bahwa urunnya harga jual produk memberikan dampak sensiivias yang lebih besar dibanding urunnya produksi anaman. Kelayakan Usaha dan Pengembangan Pala Berdasarkan hasil analisis dikeahui bahwa ingka kelayakan pengusahaan pala di Jawa Bara ergolong sanga inggi. Hal ini dicerminkan oleh semua indikaor yang dihasilkan dari semua krieria kelayakan yang digunakan. Dengan demikian, maka peluang peani pala di Jawa Bara unuk melakukan invesasi yang bersumber dari abungan hasil usahaaninya menjadi lebih besar. Invesasi merupakan fakor erpening sebagai moor pendorong perumbuhan ekonomi, eruama dalam periode jangka panjang. Begiu juga dalam program pengembangan pala, fungsi invesasi yang langsung dilakukan oleh peani pala sebagai pelaku uama menjadi sanga pening. Secara mikro, ada beberapa fakor yang menjadi penenu ingka ingka invesasi, yaiu: ingka keunungan usaha, ingka bunga, kemajuan eknologi, dan prediksi keadaan ekonomi di masa depan (Mankiew, 2000; Herlambang, e al. 2001). Sedangkan secara makro, Mankiew (2000) menambahkan ingka pendapaan nasional dan perubahanperubahannya sebagai fakor penenu invesasi. Akan eapi, mereka sepaka bahwa fakor uama yang menjadi penenu unuk melakukan invesasi adalah keunungan usaha iu sendiri. Masalahnya adalah mengapa dengan ingka keunungan usaha yang sanga inggi ersebu, idak mengundang mina peani unuk melakukan invesasi lebih lanju dalam rangka mengembangkan anaman pala. Bahkan erkesan pemerinah daerah juga kehilangan moivasi unuk memajukan peaninya melalui keunggulan ekonomi anaman pala di daerahnya. Hal ini dicerminkan oleh relaif sagnannya perumbuhan luas areal, produksi dan produkivias anaman pala. Semenara iu informasi yang disampaikan oleh para pelaku pasar lainnya, khususnya pabrik pengolah minyak pala, mereka sanga kekurangan bahan baku sehingga erpaksa harus mendaangkan dari daerah lain yang dampaknya akan menambah biaya produksi dan harga pokok produk. Bahkan upaya unuk mengalihkan sebagian nilai ambah pengolahan produk pala yang selama ini hanya dinikmai oleh segelinir pelaku kepada peani sebagai pelaku uama usahaani, erkesan idak berhasil. Tabel 2. Hasil Analisis Finansial Pengusahaan Tanaman Pala di Jawa Bara, 2009 Table 2. Finacial Analysis Resuls of Numeg Farming in Wes Java, 2009 Krieria/ Crieria Sauan/ Uni Nilai/ Value NPV Rp 13,149,670.46 Ne B/C-Raio - 2.07 IRR % 42.27 PBP ahun 6 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010 223
Tabel 3. Hasil Analisis Sensiivias Pengusahaan Tanaman Pala di Jawa Bara, 2009 Table 3. Sensiiviy Analysis Resuls of Numeg Farming in Wes Java, 2009 Krieria/ Crieria Sauan/ Uni Harga Produk Turun 10%/ Produc Price Decrease 10% Produksi Turun 10%/ Producion Decrease 10% NPV Rp 10,365,240.28 11,027,534.27 Ne B/C-Raio - 1.72 1.87 IRR % 31.43 36.52 PBP ahun 7 7 Oleh karena iu, agar ingka keunungan usahaani pala yang inggi ersebu dapa diimplemenasikan menjadi sumber riil penggerak invesasi dan menjadi moor penggerak perumbuhan ekonomi daerah, maka diperlukan beberapa syara yang harus dipenuhi, anara lain: 1. Pengusahaan pala harus mampu menghadapi erjadinya gejolak alam (perubahan iklim, eksplosi hama dan penyaki); sera gejolak ekonomi (flukuasi harga produk dan meningkanya harga inpu), sehingga mampu menjadi penopang uama (back bone) bagi perumbuhan perekonomian daerah 2. Usaha pala juga harus memiliki keunggulan komparaif dan kompeiif, berbasis pada kemampuan sumberdaya domesik dan oleran erhadap perubahanperubahan yang erjadi 3. Dapa umbuh secara berkelanjuan, berumpu pada perumbuhan produkifias oal fakor produksi (bukan peningkaan oal fakor produksi) agar idak menimbulkan efek negaif erhadap lingkungan 4. Memiliki keerkaian anar sekoral (dengan indusri makanan dan indusri minyak asiri) yang era dan luas sehingga dampak penggandanya (impac muliplier) besar dan ersebar secara luas (disperse). usahaani pala iu sendiri. Sedang unuk iga syara lainnya, maka dukungan konkri dari pemerinah daerah seempa sanga diperlukan. Dukungan ersebu dapa berupa perbaikan infrasrukur, informasi pasar, penyediaan lembaga keuangan unuk sumber modal kerja peani,pembinaan kelembagaan, sera regulasi yang berpihak kepada peani pala. KESIMPULAN DAN SARAN Pengusahaan pala di Jawa Bara memiliki kelayakan bagi peani unuk melakukan invesasi melalui abungan hasil usahaaninya, eapi peluang ersebu belum dapa dimanfaakan baik oleh peani maupun oleh pemerinah daerah seempa. Bagi peani, rendahnya mina melakukan invesasi diduga berkaian era dengan lemahnya kondisi sosial ekonomi, bukan karena rendahnya ingka keunungan usaha. Agar ingginya ingka keunungan usaha pala dapa diimplemenasikan menjadi sumber invesasi, maka dibuuhkan dukungan dari pemerinah daerah seempa. Dukungan ersebu berupa perbaikan infrasrukur, informasi pasar, penyediaan lembaga keuangan unuk sumber modal kerja peani, pembinaan kelembagaan, sera regulasi yang berpihak kepada peani pala. Unuk syara perama, secara endogenous relaif dapa dipenuhi secara inernal oleh sifa anaman dan 224 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010
DAFTAR PUSTAKA Bappeda Propinsi Jawa Bara. 2007. Profil Daerah Jawa Bara Tahun 2007. Bappeda Propinsi Jawa Bara, Bandung. Busaman, S. 2007. Prospek dan Sraegi Pengembangan Pala di Maluku. Perspekif Vol. No. 2, Desember 2007. Puslibangbun, hal. 68 74, Bogor. Busaman, S. 2008. Prospek Pengembangan Minyak Pala Banda Sebagai Komodias Ekspor Maluku. Jurnal Libang Peranian, 27(3), hal. 93 98, Bogor. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Bara. 2009. Rekapiulasi Luas, Produksi dan Produkivias Tanaman Perkebunan Provinsi Jawa Bara Menuru Kabupaen Tahun 2008. hp://www.disbun.jabarprov.go.id/i ndex.php/submenu/500. Diakses anggal 30 Desember 2009. Direkora Jenderal Perkebunan. 2009. Saisik Perkebunan: Pala. Direkora Jenderal Perkebunan, Jakara. Direkora Jenderal Perkebunan. 2008. Saisik Perkebunan: Pala. Direkora Jenderal Perkebunan, Jakara. Efnizon, 2007. Prospek Ekspor Pala Organik dan Pengembangannya di Dalam Negeri. Prosiding Seminar Nasional Rempah. Bogor, 21 Agusus 2007. Pusa Peneliian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Peneliian dan Pengembangan Peranian, Deparemen Peranian, Bogor. Giinger, J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Peranian (Terjemahan). Universias Indonesia Press, Jakara. Hadad, E.A., E. Randriani, dan N. Heryana. 2006. Saus Tenologi Tanaman Pala.. Prosiding Saus Tenologi Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Indusri, Sukabumi, 26 Sepember 2006. Pusa Peneliian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Peneliian dan Pengembangan Peranian, Deparemen Peranian, Bogor. Herlambang, T., Sugiaro, Basoro dan S, Kelana. 2001. Ekonomi Makro. Teori, Analisis dan Kebijakan. Gramedia Pusaka Uama. Jakara Husnan, S. dan S. Muhammad. 2000. Sudi Kelayakan Proyek. Edisi Keempa. UPP AMP YKPN, Yogyakara. Mankiew, N. G. 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi IV. Penerbi Erlangga. Jakara.. Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010 225
Square, L. dan H. G. van der Tak. 1989. Analisis ekonomi Proyek Proyek Pembangunan. The Inernaional Bank for Reconsrucion and Developmen. Washingon D. C. 20433. U.S.A. Sugden, R. and A. Williams. 1996. The Principles of Pracical Cos- Benefi Analysis. Oxford Universiy Press. 226 Bulein RISTRI Vol. 1 (5) 2010