BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA KELAS X KEP 3 SMK NEGERI 1 AMLAPURA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dimulai pada tanggal 7 Januari 2013 dan diawali dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. Nilai Rata-rata < Belum Tuntas 52, Tuntas Jumlah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan secara rinci mengenai hasil penelitian yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI PECAHAN DI KELAS IV SDN MAROMBUN UJUNG JAWI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Beji Kabupaten Pasuruan pada tanggal 11 Agustus Dalam observasi

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 15 BULUKUMBA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta. Lokasi cukup

X f fx Jumlah Nilai rata-rata 61 Keterangan :

BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

Tingkat kemampuan A B C D 1 Apersepsi 10 2 Motivasi 12 3 Revisi 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X. Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pembelajaran pada siklus I dilaksanakan sebanyak 1 x pertemuan, yaitu

Oleh: Ririne Kharismawati* ) Sehatta Saragih** ) Kartini*** ) ABSTRACT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini memberikan gambaran pada beberapa aspek meliputi

Dwi Ambarwati 1. PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Prasiklus Jumlah siswa Presentase (%) , ,33 JUMLAH

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. pengamat maupun dari peneliti sendiri berdasarkan fokus penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PENUGASAN PADA SISWA KELAS X1 SMA NEGERI 1 MARE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. umumnya disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Kunandar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Lia Agustin. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN TINDAKAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIC SMPN 3 PALOPO

Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Barisan dan Deret Bilangan Pada Siswa Kelas IX E SMPN 1 Kalidawir

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengurus surat izin penelitian dari

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. profil sekolah penelitian baik penelitian tindakan kelas maupun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bagian tumbuhan. Dalam pembelajaran IPA siswa belajar dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

siswa kurang memahami materi yang disampaikan guru,

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), gambar

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kelas V SDN Tatarandang Pada Materi FPB Dan KPK

PENGGUNAAN METODE DISKUSI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 349 TANJUNG KAPA MANDAILING NATAL

jumlah siswa sebanyak 423, maka jumlah kelas terbagi menjadi 12 kelas.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Deskripsi Kondisi Awal SMK Negeri 1 Amlapura terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan Karangasem, Bali. Sekolah ini merupakan sekolah kejuruan pertama di wilayah kota Amlapura yang baru dibangun pada tahun 2013. Ada tiga kompetensi keahlian yang dikembangkan yaitu Keperawatan (Kep.), Akomodasi Perhotelan (A.P.) dan Teknik Kendaraan Ringan (TKR). Letak sekolah sangat strategis karena berada di sebelah stadion sepakbola Kabupaten Karangasem dan lingkungan sekitarnya mengalami perkembangan pesat akibat pembangunan komplek perumahan. Lingkungan sekolah sangat mendukung proses pembelajaran karena di sekitarnya masih terdapat hamparan sawah yang cukup luas dan di sebelah utaranya terlihat Gunung Agung yang menjulang tinggi. Selama ini, proses pembelajaran dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan seperti kurangnya ruang kelas, sarana dan prasarana pembelajaran yang kurang memadai dan belum adanya pohon-pohon perindang menyebabkan suasana pembelajaran pada siang hari terasa lebih panas walau masih diimbangi dengan hembusan angin dari hamparan sawah yang terbuka. Kondisi ini ikut berpengaruh terhadap suasana pembelajaran yang akhirnya berpengaruh terhadap belum maksimalnya hasil belajar siswa. Peneliti (sekaligus guru matematika) di sekolah ini mendapat tugas mengajar di empat kelas yaitu kelas X Keperawatan 1, X Keperawatan 2, X Keperawatan 3 dan X Teknik Kendaraan Ringan. Dari laporan hasil belajar matematika pada semester I tahun pelajaran 2013/2014 diketahui bahwa nilai hasil belajar di kelas X Keperawatan 3 menunjukkan hasil yang paling rendah walau sudah berada pada kategori cukup. Hasil ini belum memuaskan walau sudah berada di atas KKM yaitu 6,80 namun hasil ini masih di bawah tuntutan kurikulum yaitu mencapai ketuntasan 75%. Masih rendahnya capaian kompetensi di kelas X Keperawatan 3 ini menjadi fokus penelitian, sehingga kelas ini ditetapkan sebagai subyek penelitian. 36

Berbagai kelemahan atau kendala pun dirasakan, yang selanjutnya perlu diupayakan perbaikan. Penerapan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center) dalam pembelajaran matematika selama ini belumlah efektif, karena dalam implementasinya lebih berfokus pada aktivitas belajar algoritmik, pada soal-soal rutin yang mengacu soal ujian nasional. Soal-soal tersebut mengukur kognitif level rendah yaitu pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Pembelajaran selama ini lebih diarahkan untuk mencapai tujuan kognitif, tanpa memberi pengalaman belajar untuk mengembangkan proses kognitif yaitu kemampuan merencanakan, mengontrol dan merefleksi secara sadar tentang proses kognitifnya sendiri. Akibatnya peserta didik sering berhasil memecahkan masalah matematika tertentu, tetapi gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah. Kondisi ini menunjukkan bahwa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembelajaran adalah aspek metakognitif. Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pengembangan kemampuan berpikir tingkat metakognitif menjadi penting dan esensial. Metakognitif merupakan pengetahuan tentang cara belajar pada diri sendiri. Melalui kegiatan metakognitif, peserta didik dapat memahami proses berpikir yang telah dilakukannya. Kegiatan metakognitif sangat penting karena dapat melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi serta mampu merencanakan, mengontrol dan merefleksi segala aktivitas berpikir yang telah dilakukan. Peserta didik dapat mengetahui dan menyadari kekurangan maupun kelebihan diri mereka sendiri. Penggunaan proses metakognitif selama pembelajaran, akan membantu peserta didik untuk lebih memahami segala langkah yang telah dilakukannya dalam pembelajaran dan mampu memperoleh pembelajaran yang bertahan lama dalam ingatan dan pemahaman peserta didik sehingga pembelajaran matematika menjadi bermakna. 4. 2 Hasil Penelitian Secara umum pelaksanaan pembelajaran di kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura selama penelitian ini telah berlangsung sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun sebagai implementasi model 37

pembelajaran metakognitif. Rincian materi pembelajaran pada setiap siklus disajikan pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.1 Rincian Materi Pelajaran pada Setiap Siklus Tahapan Materi Pembelajaran Banyak Pertemuan Siklus I Siklus II Membuat grafik himpunan penyelesaian pertidaksamaan linier satu variabel Membuat grafik himpunan penyelesaian pertidaksamaan linier dua variabel Membuat grafik himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan linier dua variabel Menentukan nilai optimum dari grafik himpunan penyelesaian yang diketahui Menentukan nilai optimum dari model matematika yang diketahui Menentukan nilai optimum dari masalah program linier yang disajikan dalam soal cerita 1 kali pertemuan 1 kali pertemuan 1 kali pertemuan 1 kali pertemuan 1 kali pertemuan 1 kali pertemuan Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dan data respon siswa terhadap implementasi model pembelajaran metakognitif. Data tersebut dikumpulkan dan dianalisis dengan metode yang sudah dijelaskan pada bab III. Deskripsi hasil penelitian pada masing-masing siklus dipaparkan sebagai berikut. 4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I Siklus I dilaksanakan selama empat kali pertemuan, yaitu tiga kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali pertemuan untuk pelaksanaan tes. Pada awal siklus I, peneliti mengelompokkan siswa menjadi 7 kelompok. Banyaknya subjek dalam penelitian ini adalah 29 orang, sehingga setiap kelompok terdiri atas 4-5 orang siswa. Kelompok ini dibentuk hanya sekali saja dan pada pembelajaran berikutnya siswa akan tetap berada pada kelompok yang sama. 4.1.1.1 Data Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Data hasil tes untuk mengetahui skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I disajikan pada lampiran 22. Dari hasil analisis 38

data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I dapat dilihat bahwa skor terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 10. Persentase siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi sangat kurang baik adalah 0%, siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi kurang baik adalah 10,34% (3 orang), siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi cukup baik adalah 44,83% (13 orang), siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi baik adalah 31,03% (9 orang), dan siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi sangat baik adalah 13,79% (4 orang). Sebaran data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I disajikan pada gambar 4.1 berikut. Gambar 4.1 Sebaran Data Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa pada Siklus I Berdasarkan analisis data siklus I diperoleh rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa sebesar 6,24. Jika dikategorikan berdasarkan kriteria penggolongan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa, maka kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I tergolong cukup baik. 4.1.1.2 Refleksi Siklus I Hal-hal yang perlu dicermati dalam implementasi model pembelajaran metakognitif yang telah dilaksanakan pada siklus I adalah mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Secara umum pembelajaran pada siklus I telah berlangsung cukup baik. Namun masih ditemukan beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran yang perlu dijadikan pertimbangan pada pelaksanaan 39

pembelajaran pada siklus berikutnya. Secara umum permasalahan yang muncul dapat dijabarkan sebagai berikut. (1) Pada pertemuan awal, siswa masih belum bisa beradaptasi dengan model pembelajaran yang diterapkan, siswa masih cenderung bingung dan kurang aktif melakukan kerja sama dengan teman kelompoknya untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru meningkatkan bimbingan dan pengawasan Kepada kelompok ataupun siswa yang membuat keributan di dalam kelompoknya. Selain itu, guru juga mengingatkan Kepada siswa untuk serius dan lebih berusaha keras lagi dalam mengikuti pembelajaran karena pada setiap akhir pembelajaran akan dilakukan penilaian berupa kuis. (2) Interaksi antar siswa dalam kelompok belum optimal. Beberapa kelompok masih individual tanpa memanfaatkan kesempatan berdiskusi yang diberikan guru dalam mengerjakan soal yang diberikan. Hal ini menyebabkan siswa yang berkemampuan kurang cenderung pasif karena tidak mendapat bantuan dari anggota yang lain. Untuk meminimalisir permasalahan ini, guru lebih intensif dan sesering mungkin mendekati kelompok untuk memberikan motivasi Kepada siswa untuk melakukan kerja sama antar kelompok untuk memperoleh hasil pekerjaan yang lebih sempurna. Selain itu guru mensiasati permasalahan tersebut dengan memberikan tugas-tugas kelompok agar setiap anggota kelompok memiliki kesadaran untuk mengerjakan tugas bersama-sama. (3) Keaktifan siswa masih rendah dalam proses diskusi kelompok. Hal ini terlihat dari minimnya siswa yang memberikan tanggapan ataupun sanggahan terhadap pekerjaan temannya. Siswa masih enggan dan malu untuk menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti, siswa cenderung menunggu guru untuk memberikan informasi. Untuk mengatasi hal tersebut, guru sesering mungkin memberikan kesempatan dan dorongan Kepada siswa yang telah paham memberikan bimbingan dan bantuan Kepada teman anggota kelompoknya yang belum paham. Untuk siswa yang enggan mengemukakan pertanyaan, guru mendekati siswa tersebut ke bangkunya agar mau mengungkapkan 40

permasalahan yang dialaminya. Guru juga memberikan motivasi dan penguatan berupa memberikan nilai atau poin bagi siswa yang bersedia memberikan pendapat, hal ini bertujuan untuk melatih keberanian siswa dalam mengemukakan pendapatnya. (4) Siswa belum terbiasa dalam mengerjakan soal tipe metakognitif yang tergolong baru bagi siswa. Siswa masih kesulitan dalam menyusun perencanaan, pemantauan, dan refleksi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Kemampuan siswa dalam memahami masalah yang diberikan masih kurang. Siswa banyak yang tidak mengerti dengan masalah tipe metakognitif, karena permasalahan yang biasa dihadapi siswa selama ini adalah masalah-masalah tipe kognitif dan masalah-masalah tersebut lebih sering berbentuk eksplisit. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami masalah, menyulitkan siswa dalam melaksanakan perencanaan pemecahan masalah, yang menyebabkan siswa sulit membiasakan diri dengan langkahlangkah dalam model pembelajaran yang dilakukan. Apalagi siswa yang berkemampuan kurang cenderung menyalin jawaban temannya. Untuk mengatasinya guru memfasilitasi siswa dengan memberikan bimbingan berupa informasi, petunjuk, dan pertanyaan-pertanyaan pancingan atau contoh untuk menyelesaikan soal tipe metakognitif agar siswa dapat mengarahkan proses berfikirnya pada jawaban yang benar dan bisa meminimalisir kecenderungan siswa menyalin jawaban temannya tanpa memahami maknanya. 4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus I, yaitu dengan melakukan beberapa tindakan perbaikan sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Pada siklus II dilaksanakan tiga kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran dan satu kali pertemuan untuk tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. 4.1.2.1 Data Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus II disajikan pada lampiran 23. Dari hasil analisis data kemampuan berpikir 41

matematis tingkat tinggi siswa pada siklus II dapat dilihat bahwa skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi adalah 12. Persentase siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi sangat kurang baik adalah 0%, siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi kurang baik adalah 0%, siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi cukup baik adalah 17,24% (5 orang), siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi baik adalah 58,62% (17 orang), dan siswa yang tergolong memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi sangat baik adalah 24,14% (7 orang). Adapun sebaran data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus II disajikan pada gambar 4.2 berikut. Gambar 4.2 Sebaran Data Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa pada Siklus II Berdasarkan analisis data siklus II diperoleh rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa sebesar 8,03. Jika dikategorikan berdasarkan kriteria penggolongan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa, maka kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus II termasuk kriteria baik. Persentase peningkatan dan penurunan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dari siklus I ke siklus II adalah sebagai berikut. Siswa yang mengalami peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi 26 100% 89, 66% 29 42

Siswa yang mengalami penurunan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi 1 29 100% 3, 45% Siswa yang kemampuan berpikir matematis tingkat tingginya tidak mengalami 2 perubahan 100% 6, 90% 29 4.1.2.2 Data Respons Siswa Pada akhir pertemuan siklus II, siswa diberi angket untuk mengetahui respons siswa terhadap implementasi model pembelajaran metakognitif (lampiran 21). Data respons siswa disajikan pada lampiran 24. Dari hasil analisis data respons siswa terlihat bahwa skor terendah adalah 48 dan skor tertinggi adalah 70. Distribusi respon siswa terhadap proses pembelajaran disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.2 Data Respons Siswa terhadap Pembelajaran Kategori Jumlah Siswa Persentase (Orang) (%) Sangat Positif 15 51,72 Positif 11 37,93 Cukup Positif 3 10,34 Kurang Positif 0 0 Sangat Kurang Positif 0 0 Jumlah 29 100 Berdasarkan tabel 4.2, rata-rata respon siswa diperoleh sebesar 60,14 dengan standar deviasi sebesar 5,79. Jika dikategorikan berdasarkan kriteria penggolongan respons siswa yang telah ditetapkan maka respons siswa terhadap implementasi model pembelajaran metakognitif termasuk dalam kategori sangat positif. Distribusi respon siswa terhadap proses pembelajaran disajikan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.3. 43

Gambar 4.3 Diagram Respon Siswa terhadap Proses Pembelajaran 4.1.2.3 Refleksi Siklus II Dengan dilakukannya perbaikan terhadap proses pembelajaran dan pelaksanaan penelitian tindakan siklus I, dalam siklus II telah menunjukkan peningkatan proses dan hasil pembelajaran. Berdasarkan refleksi siklus I dan disesuaikan dengan materi pelajaran, guru telah berusaha melakukan beberapa perbaikan pada tahap pembelajaran untuk membuat siswa lebih aktif dalam mendiskusikan penyelesaian masalah matematika. Siswa difasilitasi secara intensif agar terjadi diskusi aktif antara anggota kelompok untuk membahas materi yang dikaji dan berusaha memancing siswa agar dapat memecahkan masalah matematika dengan melakukan tahapan perencanaan, pemantauan, dan refleksi. Siswa lebih diberikan kesempatan yang merata untuk menjawab ataupun memberikan tanggapan dan pendapatnya terhapap jawaban yang dikemukakan oleh temannya. Siswa diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapat agar siswa lebih berani berbicara di depan guru dan siswa lain. Adapun temuan-temuan selama pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran yang berlangsung telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun. Suasana pembelajaran telah mengarah lebih kondusif, siswa telah dapat dikondisikan untuk fokus dan berkonsentrasi dalam konteks materi pelajaran yang dikaji. Siswa terlihat antusias dan aktif dalam memberikan tanggapan, jawaban, maupun pertanyaan serta dalam berinteraksi dengan guru dan siswa lain selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian 44

masih ada siswa yang terlihat ragu-ragu atau canggung mengeluarkan pendapat karena takut salah. Siswa yang seperti ini dimotivasi sehingga mereka menyadari bahwa kesalahan dalam belajar itu biasa, yang tidak diinginkan justru tidak mau. 2) Melalui pemberian bimbingan baik individual maupun kelompok, setiap anggota kelompok terlihat antusias dan berusaha berperan aktif dalam kegiatan diskusi kelompok, setiap anggota kelompok berusaha memposisikan diri bukan hanya sebagai pelengkap di kelompoknya, namun setiap anggota kelompok turut serta dalam melakukan perencanaan, pemantauan, maupun refleksi pada saat memecahkan masalah yang diberikan. 3) Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa juga mengalami peningkatan pada siklus II. Siswa telah mampu menyelesaikan masalah tipe metakognitif dengan baik. Hal ini disebabkan karena siswa mulai memanfaatkan bagaimana melakukan perencanaan, pemantauan, dan refleksi untuk mencari suatu alternatif solusi dari permasalahan yang diberikan. Walapun demikian, masih terlihat ada siswa yang tergolong cukup aktif, baru termotivasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. 4.1.3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Berikut disajikan ringkasan data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa selama penelitian. Tabel 4.3 Ringkasan Data Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa No. Kategori Siklus I Siklus II Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 1 Sangat Baik 4 13,79% 7 24,14% 2 Baik 9 31,03% 17 58,62% 3 Cukup Baik 13 44,83% 5 17,24% 4 Kurang Baik 3 10,34% 0 0% 5 Sangat Kurang Baik 0 0% 0 0% Rata-Rata 6,24 8,03 Kategori Cukup Baik Baik Dari tabel 4.3 di atas, secara umum terlihat bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa mengalami peningkatan. Adapun persentase 45

peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa ditinjau dari ratarata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dari siklus I ke siklus II adalah sebagai berikut. T 2 T1 8,03 6,24 1,79 PT 1 100% 100% 100% 28,73% T1 6,24 6,24 Jadi persentase peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 28,73% dari rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I. Peningkatan rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dari siklus I sampai siklus II dapat digambarkan dalam gambar 4.4 berikut. Gambar 4.4 Peningkatan Rata-Rata Skor Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Berdasarkan tabel 4.3 dan gambar 4.4 di atas terlihat rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi model pembelajaran metakognitif dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura. 4. 3 Pembahasan Hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama dua siklus menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa melalui implementasi model pembelajaran metakognitif. Berdasarkan analisis data kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I, rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa adalah 6,24 atau tergolong dalam kategori cukup baik. Sedangkan penelitian 46

dikatakan berhasil jika kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa mencapai kategori baik, sehingga untuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa belum memenuhi kriteria keberhasilan. Hal ini terjadi dikarenakan oleh beberapa kendala dan permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan siklus I seperti yang telah dipaparkan pada refleksi siklus I sebelumnya. Setelah dilakukan tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi pada akhir siklus I, terdapat beberapa temuan yang dapat diuraikan sebagai berikut. Permasalahan yang diberikan pada tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siklus I adalah sebagai berikut. Pilihlah sebuah bilangan yang Anda suka, misalkan bilangan itu adalah m. Gambarkanlah himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 2x + 3y = m untuk m bilangan yang Anda pilih. Gambar 4.5 Soal nomor 2 pada Siklus I Temuan hasil pekerjaan siswa terhadap soal level mencipta di atas disajikan pada gambar 4.6 di bawah ini. 47

Gambar 4.6 Contoh Penggalan Penyelesaian Siswa untuk Soal no. 2 Permasalahan berikutnya yang diberikan pada siklus I disajikan sebagai berikut. Suatu masalah program linier dapat disajikan ke dalam sistem pertidaksamaan linier sebagai berikut. 2x + y = 6; 2x + 3y = 12; x = 0; y = 0 Dengan penuh semangat Dipa dan Dapi mencoba menggambarkan grafik himpunan (daerah) penyelesaian dari masalah tersebut dan hasilnya sebagai berikut. Dipa Dapi Bagaimanakah pendapat Anda tentang grafik yang diperoleh Dipa dan Dapi? Jelaskan! Gambar 4.7 Soal Nomor 3 pada Siklus I Salah satu temuan hasil pekerjaan siswa untuk soal no. 3 di atas disajikan pada gambar 4.8 di bawah ini. Gambar 4.8 Contoh Pekerjaan Siswa terhadap Soal no. 3 Siklus I Dari gambar 4.6 terlihat bahwa siswa sudah memahami soal dengan menuliskan informasi-informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa sudah mampu membuat sebuah pertidaksamaan dan menyelesaikannya namun belum diperkuat dengan penjelasan yang menunjukkan jawaban yang benar. Dari gambar 4.8 terlihat bahwa siswa sudah mampu mengevaluasi grafik himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan linier. Siswa sudah mampu menunjukkan bukti matematis atau penyelesaian dengan benar, 48

namun pendapat atau penjelasan belum ditulis dengan baik. Siswa berpendapat bahwa Dipa benar dan Dapi salah namun mengapa Dipa benar dan apa yang menyebabkan Dapi salah tidak dijelaskan dengan baik. Selama pelaksanaan siklus I ditemui beberapa kendala, untuk mengatasi kendala-kendala dan permasalahan yang ditemui pada siklus I, dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan seperti yang telah dipaparkan pada refleksi siklus II. Berdasarkan perbaikan tindakan tersebut, pada siklus II diperoleh adanya peningkatan rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa. Rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa adalah 8,03 atau mengalami peningkatan sebesar 1,79 (28,73%) dari rata-rata skor kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada siklus I dan tergolong kategori baik. Sementara penelitian ini dikatakan berhasil apabila kategori yang tercapai adalah baik, sehingga kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dapat dikatakan sudah mencapai kriteria keberhasilan. Salah satu permasalahan yang diberikan pada tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siklus II adalah soal sebagai berikut. Daerah yang diarsir pada gambar merupakan daerah himpunan penyelesaian permasalahan program linier. Tentukanlah nilai a dan b sedemikian sehingga fungsi obyektif f(x,y) = ax + by mempunyai nilai maksimum 16 di titik C. Jelaskan! Gambar 4.9 Soal Nomor 1 pada Siklus II Temuan hasil pekerjaan siswa pada soal no. 1 di atas disajikan pada gambar 4.10 di bawah ini. 49

Gambar 4.10 Penggalan Penyelesaian Siswa untuk Soal Nomor 1 Siklus II Permasalahan berikutnya yang menarik juga untuk disajikan adalah sebagai berikut. Gambar 4.11 Soal Nomor 3 pada Siklus II Salah satu penyelesaian siswa terhadap soal nomor 3 tersebut dapat disajikan sebagai berikut. 50

Gambar 4.12 Penggalan Penyelesaian Siswa untuk Soal Nomor 3 Siklus II Dari gambar 4.10 dan 4.12 di atas dapat dilihat bahwa siswa telah mampu memahami permasalahan yang diberikan, siswa juga telah membuat dan menerapkan rencana penyelesaian dengan baik. Siswa telah mampu menggunakan konsep penyelesaian sistem pertidaksamaan dan nilai optimum berdasarkan grafik yang diketahui. Penggalan penyelesaian siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menyelesaikan masalah tipe metakognitif dengan baik, siswa telah memberikan penjelasan dan alasan-alasan dengan logis walaupun belum sedetail yang diharapkan. Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa sudah menunjukkan peningkatan karena sudah mampu menyelesaikan soal-soal yang dikembangkan pada level menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Terlihat bahwa siswa sudah mampu mengembangkan, mengatur/memonitor dan mengevaluasi rencana penyelesaian masalah metakognitif yang diberikan dengan baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi model pembelajaran metakognitif dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura semester II tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat terjadi karena melalui model 51

pembelajaran metakognitif, siswa dibiasakan untuk melakukan perencanaan, pemantauan, dan refleksi seluruh proses kognitif yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan proses metakognitif yang dikemas dalam diskusi kelompok, siswa akan lebih termotivasi dalam belajar dan memahami konsep yang terkandung dalam masalah matematika yang diberikan. Analisis respons siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor respons siswa adalah sebesar 60,14. Berdasarkan kriteria penggolangan respons siswa yang telah ditetapkan maka respons siswa X Keperawatan 3 semester II tahun pelajaran 2013/2014 terhadap implementasi model metakognitif tergolong kategori sangat positif. Hal ini berarti siswa dapat mengakomodasi pembelajaran dengan baik, siswa memandang bahwa model pembelajaran metakognitif sesuai diterapkan dalam pembelajaran matematika. Siswa berusaha berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas dan lebih semangat dalam menyelesaikan latihan soal-soal matematika setelah diterapkannya model pembelajaran metakognitif. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan metakognitif dan kompetensi matematis tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran metakognitif berbantuan latihan teknik Matematika Veda lebih baik daripada pengetahuan metakognitif dan kompetensi matematis tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran metakognitif yang selanjutnya lebih baik daripada pengetahuan metakognitif dan kompetensi matematis tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Selain itu temuan dalam penelititan ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ragandana (2010) yang menyatakan bahwa implementasi model pembelajaran metakognitif berbantuan teknik matematika veda dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan keterampilan berpikir divergen siswa kelas VA SDN 6 Sesetan tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan yang terjadi pada kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa disebabkan karena model pembelajaran metakognitif menyebabkan pembelajaran tidak terhenti saat siswa berhasil menyelesaikan masalah-masalah tipe kognitif, namum siswa diarahkan untuk menggali lagi potensinya melalui proses metakognitif dengan memberikan masalah-masalah tipe metakognitif. 52

Penyelesaian masalah matematika tipe metakognitif menuntut siswa memikirkan kembali semua proses kognitif yang telah dilakukannya dalam menyelesaikan masalah matematika dengan melakukan proses perencanaan, pemantauan, dan refleksi sehingga menyebabkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa meningkat. Implementasi model pembelajaran metakognitif dalam penelitian ini diawali dengan proses kognitif, dimana siswa diminta untuk menyelesaikan masalah tipe kognitif menggunakan kemampuan kognitif yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selanjutnya dilakukan proses metakognitif melalui tiga tahapan, yaitu perencanaan, pemantauan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, siswa harus memiliki pengetahuan terhadap strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Pada tahap pemantauan siswa dituntut untuk mengontrol pelaksanaan dari strategi penyelesaian yang telah direncanakan. Pada tahap terakhir yaitu refleksi, siswa dituntut untuk merefleksi seluruh proes penyelesaian masalah yang telah dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai jawaban yang diperoleh. Siswa juga dituntut untuk merefleksi seluruh proses berpikir yang dilakukannya meliputi pengetahuan, pemahaman, implementasi, sintesis, dan evaluasi. Serangkaian kegiatan metakognitif ini membuat pembelajaran menjadi bermakna karena siswa mengalami secara langsung, sehingga pemahaman siswa menjadi lebih mendalam. Memperhatikan hal tersebut pembelajaran metakognitif diyakini membuat pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna, dan pemahaman siswa menjadi lebih mendalam (Sudiarta, 2006). Jadi model pembelajaran metakognitif dapat mengarahkan siswa untuk memahami konsep secara mendalam dan menimbulkan ketertarikan untuk belajar matematika. Pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran metakognitif sebagaimana dipaparkan diatas, dapat: (1) melatih siswa dalam melakukan proses metakognitif, meliputi perencanaan, pemantauan, dan refleksi terhadap proses pemecahan masalah matematika; (2) menimbulkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran; (3) melatih siswa berpikir kritis dan kreatif sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna; dan (4) menumbuhkan ketertarikan dan minat siswa terhadap pelajaran matematika. 53

Selain keunggulan yang dipaparkan sebelumnya, dalam implementasi model pembelajaran metakognitif ditemukan beberapa kendala yang dihadapi, yaitu: (1) kemampuan siswa untuk memahami permasalahan matematika masih kurang. Siswa masih terlihat binggung dengan permasalahan yang diberikan terutama masalah tipe metakognitif karena siswa belum pernah mengerjakan masalah-masalah metakognititf, permasalahan yang biasa dihadapi siswa hanya masalah-masalah tipe kognitif. Untuk mengatasi hal tersebut, siswa lebih banyak diberikan motivasi, arahan, dan bimbingan yang lebih intensif sehingga siswa lebih mudah memahami masalah yang diberikan; (2) alokasi waktu pembelajaran matematika di kelas relatif singkat, sehingga cenderung kurang mampu melakukan pengembangan-pengembangan dalam pembelajaran seperti latihan soal yang aplikasi yang lebih luas. Hal ini diatasi dengan memberikan beberapa soal latihan untuk dikerjakan siswa di rumah; (3) kesulitan dalam membuat soalsoal latihan pada lembar kerja siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa secara baik; (4) kesulitan dalam membuat kelompok diskusi dengan anggota kelompok yang beragam tingkat kemampuan matematikanya, sehingga diharapkan dalam masing-masing kelompok terjadi kegiatan diskusi kelompok yang produktif. Dari paparan di atas, penelitian ini secara umum telah mampu memecahkan permasalahan yaitu rendahnya kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa sekaligus telah mampu menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab I. Implementasi model pembelajaran metakognitif dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura semester II tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini juga didukung oleh respons siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan yang tergolong sangat positif. Dengan kata lain penelitian tindakan kelas yang dilakukan sudah berhasil. 54