LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA. Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA. Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG Disusun oleh : Fredi Fadli, S.Farm PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 Lembar Pengesahan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan Disusun Oleh: FREDI FADLI, S.Farm Disetujui oleh : Pembimbing Drs. Akmal, M. Si, Apt Letkol Kes NRP Mengetahui: Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Dekan Drs. Purwanto Budi T.Apt.MM Kolonel Kes NRP Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Bandung dari tanggal 4-29 Agustus Penulis menyadari bahwa pelaksanaan Praktek Kerja Profesi sampai penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan lancar berkat kerjasama, bantuan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kolonel Kes Drs. Purwanto Budi T., M.M selaku Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Letkol Kes Drs. Akmal, M.Si., Apt., dan Kapten Kes Siswandi, S.Si., Apt., selaku pembimbing dari Lembaga Farmasi Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara Bandung. 3. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra. Apt., selaku Dekan Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Drs. Wiryanto, M.Si., Apt., selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 4. Segenap apoteker, staf dan karyawan Lembaga Farmasi Angkatan Udara yang telah banyak memberikan bimbingan, dan masukan selama Pelatihan Program Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Angkatan Udara

4 5. Orangtua serta saudara tercinta atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada kami. Rekan-rekan Mahasiswa Program Profesi Apoteker Angkatan 2007 / 2008 Universitas Sumatera Utara. 6. Teman-teman PKPA periode Agustus 2008 dari Universitas Padjajaran (Sandy, Nicky, Vera), Universitas Sanata Darma (mbak Rasty, mas Vian, mas Vicky), terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama PKPA di Lafiau. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memberkati dan membalas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa Laporan PKL ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan PKL ini dapat bermanfaat bagi Almamater dan mahasiswa seprofesi serta sejawat. Bandung, Agustus 2008 Penulis

5 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Latihan Kerja Profesi... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Industri Farmasi Persyaratan Industri Farmasi Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Pembuatan Obat Yang Baik Sistem Manajemen Mutu Personalia Bangunan Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Dokumentasi Validasi Pengolahan Limbah BAB III TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI Sejarah dan Perkembangan Lafiau Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lafiau Visi dan Misi Lafiau... 27

6 Visi Misi Organisasi Lafiau Kalafiau Sekretaris Lafiau (Sesla) Pelayanan dan Pengurusan Kas/Keuangan (Pekas) Bagian Produksi Bagian Gudang Pusat Farmasi Bagian Pengujian dan Pengembangan Bagian Penunjangan Lokasi Gedung dan Bangunan Lafiau Lokasi Bangunan Sumber Daya Manusia Jumlah Personil dan Penempatan Kualifikasi Personil Waktu Kerja Produk Lafiau BAB IV. KEGIATAN LEMBAGA FARMASI TNI AU Pengelolaan Perbekalan Kesehatan Gudang Pusat Farmasi Produksi Bagian Pengujian dan Pengembangan Unit Pemeriksaan In Process Control dan Pengujian Obat Jadi Pengujian Sampel Pertinggal Pengolahan Limbah BAB V. PEMBAHASAN BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 64

7 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Struktur organisasi LAFIAU Lampiran 2 Struktur Jabatan Lafiau Lampiran 3 Denah Bangunan LAFIAU Lampiran 4 Daerah Ruang Produksi Sediaan Beta Laktam Lampiran 5 Denah Ruang Produksi Sediaan Non Beta Laktam Lampiran 6 Pengelolahan Limbah Cair Lampiran 7 Alur Kegiatan Produksi Tablet Lampiran 8 Alur Kegiatan Pembuatan Tablet Salut Gula Lampiran 9 Alur Kegiatan Produksi Kapsul Lampiran 10 Alur Kegiatan Produksi Sirup Lampiran 11 Alur Kegiatan Produksi Salep Lampiran 12 Alur Pembuatan Aqua Demineralisata Lampiran 13 Pengolahan Limbah Cair Lampiran 14 Alur Alokasi Proses Pengadaan dan Penerimaan Barang Lampiran 15 Alur Kegiatan Produksi Lampiran 16 Alur Proses Penerimaan Obat Jadi dari Produksi Lampiran 17 Alur Pengeluaran Obat Jadi dan Alkes oleh Lafiau Bandung Lampiran 18 Alur Alokasi Materil Kesehatan Lampiran 19 Label Karantina dan Label Obat Jadi Lampiran 20 Label Produk Diluluskan dan Ditolak... 84

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perubahan konsep pelayanan kesehatan dari mengatasi faktor penyebab penyakit menjadi konsep peningkatan derajat hidup masyarakat, mendorong farmasis untuk mengubah konsep dari product oriented menjadi patient oriented. Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang optimal harus didukung oleh seluruh aspek pelayanan kesehatan baik tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan farmasi, pembiayaan kesehatan, pengelolaan, penelitian dan pengembangan kesehatan. Dalam hal ini obat memegang peranan penting, karena itu harus diperhatikan dengan seksama mulai dari aktivitas di industri farmasi yang memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan berkualitas tinggi, berkhasiat, aman, dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan terjangkau secara ekonomi. Ketergantungan suatu negara terhadap pemenuhan kebutuhan kesehatan militer sangat berisiko tinggi, terutama karena tersedianya obat-obatan yang didatangkan dari pihak lain. Hal ini semakin tidak menguntungkan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena tingkat mobilitas dan tuntutan kesigapan yang tinggi dalam menghadapi segala macam kemungkinan yang dapat memperbesar tingkat kebutuhan terhadap obat-obatan. Kemandirian di bidang kesehatan militer merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi dalam suatu negara. Kualitas kesehatan prajurit dapat dipertahankan pada tingkat tertentu untuk menambah kemampuan pertahanan dan perlawanan suatu negara dalam menjaga kedaulatan 1

9 yang lebih baik. Manfaat lain dari kemandirian kesehatan sektor militer yaitu semakin meningkatnya kemampuan teknologi kesehatan khususnya di bidang produksi obat-obatan. Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Lafi Diskesau) merupakan salah satu realisasi untuk mencapai kemandirian tersebut. Lembaga ini berfungsi memproduksi obat-obatan dengan mutu, khasiat serta keamanan yang terjamin untuk digunakan oleh prajurit, PNS TNI AU dan keluarganya. Lembaga yang berada di bawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau) ini berupaya untuk menerapkan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tanggal 2 Februari Aplikasi CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin produk obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Sebagai wujud kesadaran terhadap produk yang bermutu maka sampai saat ini di Lafiau sudah memiliki 15 sertifikat CPOB untuk berbagai proses produksi dan berbagai jenis sediaan, termasuk sertifikat CPOB untuk kualitas bangunan yang digunakan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 mengenai ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi, penanggung jawab produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki kemampuan manajerial yang handal serta pengetahuan teknis kefarmasian yang profesional. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu didukung oleh tenaga-

10 tenaga farmasi yang profesional dan memiliki kualifikasi yang tinggi. Agar diperoleh tenaga farmasi yang berkualitas di industri farmasi maka seorang Apoteker perlu memahami konsep CPOB baik secara teoritis maupun praktis di lapangan. Industri farmasi merupakan tempat pengabdian profesi apoteker yang akan lebih menuntut profesionalisme dan kreativitas sebagai penanggung jawab maupun pelaksana kegiatan industri untuk menghasilkan obat bermutu dan aman. Sehubungan dengan hal tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara telah mengadakan kerjasama dengan beberapa industri farmasi, yang memberikan kesempatan kepada para calon apoteker untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi di industri farmasi sehingga diharapkan seorang calon apoteker mempunyai pengalaman dan pengetahuan agar mengetahui secara pasti tugas dan fungsinya di industri farmasi Tujuan Latihan Kerja Profesi Tujuan praktek kerja lapangan mahasiswa Program Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Bandung adalah untuk : 1. Mengetahui dan memahami penerapan mata kuliah farmasi industri misalnya Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan mata kuliah yang lain yang terkait serta mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dan pemecahan masalahnya. 2. Memahami dan menguasai aspek-aspek yang ada di Industri Farmasi sehingga benar-benar mempunyai kompetensi ketika harus terjun secara nyata ke dunia kerja terutama di Industri Farmasi.

11 3. Mempelajari dan memahami pengelolaan Industri Farmasi yang dilakukan dengan baik dan profesional. 4. Mengetahui peran dan fungsi Apoteker di Indutri Farmasi sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan litbang.

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku obat memproduksi bahan baku obat sebagai penunjang obat jadi. Obat jadi merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku yang diproduksi oleh suatu industri, dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang digunakan dalam proses pengolahan obat. Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu industri padat modal dan industri padat karya. Industri padat modal adalah industri yang menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah yang lebih besar dari pada jumlah tenaga kerjanya, sedangkan industri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga manusia dari pada tenaga mesin Persyaratan Industri Farmasi Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/ Men Kes/SK/V/ 1990, usaha farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

13 1. Dilakukan oleh Perusahaan Umum (Perum), Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. 2. Memiliki rencana investasi. 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 4. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai dengan ketentuan SK Men Kes No. 43 / Men Kes / SK / II / Memiliki paling sedikit dua orang apoteker yang masing- masing sebagai penanggung jawab pengawasan mutu dan penanggung jawab produksi sesuai dengan persyaratan CPOB. 6. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut masih berproduksi Pencabutan Ijin Usaha Industri Farmasi Industri farmasi dapat dicabut ijin usaha industrinya apabila melanggar atau melakukan hal-hal yang telah ditetapkan sebagai berikut: 1. Melakukan pemindah-tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan industri farmasi tanpa memiliki izin. 2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

14 3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu. 4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). 5. Tidak memenuhi ketentutan dalam izin usaha industri farmasi Pembuatan Obat Yang Baik Dalam keputusan Men Kes RI No. 47 / Men Kes / SK / II / 1983 tentang Kebijakan Obat Nasional disebutkan bahwa yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Industri farmasi merupakan industri yang menghasilkan/memproduksi obat yang aman dan berkualitas. Untuk menjamin mutu obat yang berkualitas, maka industri farmasi melakukan seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksinya dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengadakan pengawasan baik sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung untuk memastikan mutu produk obat agar memenuhi standar yang telah ditetapkan. Jadi CPOB adalah suatu konsep dalam industri farmasi mengenai langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing

15 Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup CPOB meliputi 12 aspek, yaitu : Sistem Manajemen Mutu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan, yaitu : a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan dan personalia. c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.

16 CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai Personalia Personalia karyawan semua tingkatan harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara professional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Stuktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Manajer produksi seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai dibidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Manajer produksi memiliki wewenang dan tanggung jawab khusus penuh untuk mengelola produksi obat. Manajer pengawasan mutu seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara professional. Manajer pengawasan mutu diberi wewenang dan tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yang dalam

17 penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan dan dalam penyimpanan catatan. Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB Bangunan Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Dalam merencanakan pembuatan gedung untuk pembuatan obat perlu diperhatikan adalah lokasi bangunan harus mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan di sekelilingnya, seperti pencemaran udara dan air maupun

18 kegiatan di dekatnya. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi sebagaimana mestinya. Permukaan bagian dalam hendaklah licin, bebas dari keretakan, dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan. Lantai terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah dicuci. Sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan. Penerangan pada bangunan hendaknya efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai. Lampu penerangan posisinya harus rata dengan plafond dan diberi silicon rubber agar kedap udara. Lampu penerangan sebaiknya diganti/diperbaiki melalui atas plafon agar tidak terjadi pencemaran saat diperbaiki. Dalam penataan ruangan disesuaikan dengan tujuan penggunaan seperti ruang untuk steril hendaklah dipisahkan dari ruang produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruangan-ruangan terpisah diperlukan bagi kegiatan-kegiatan pembukaan kemasan, pencucian, pengolahan, pengisian dan penutupan wadah, dan ruang ganti pakaian. Sarana penyimpanan dilengkapi dengan kondisi khusus misalnya suhu, kelembaban dan keamanan tertentu, sehingga dapat dihindari terjadinya kerusakan dan pencampuran. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran silang antara produk dan personil maupun sebaliknya. Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun, kontruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadinya

19 kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Penentuan rancangan bangunan dan penataan gedung dipertimbangkan kesesuaiannya dengan kegiatan lain untuk menjamin mutu obat dan kelangsungan produksi. Untuk itu daerah pabrik dibagi atas tiga zona : 1. White area (daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, jumlah partikel maximum per meter kubik (m 3 ) sebanyak 3.500, sedangkan untuk kelas II jumlah partikel maximum per meter kubik (m 3 ) Meliputi ruang penyaringan steril, pengolahan, pengisian salep mata, pengisian injeksi, pengolahan aseptis, dan pengisian bubuk steril. 2. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel maximum per meter kubik (m 3 ) Meliputi ruang pengolahan dan pengemasan obat nonsteril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata. 3. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal dan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat, dan toilet Peralatan Peralatan yang digunakan dalam produksi obat sebaiknya memiliki rancang bangun dan kontruksi yang tepat, ukuran yamg memadai serta ditempatkan dengan tepat. Hal ini dimaksudkan agar tiap produk obat terjamin keseragamannya dari tiap batch serta memudahkan pembersihan dan perawatannya.

20 Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi yang dapat mengubah identitas mutu dan kemurniannya dari batas yang telah ditetapkan. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk dan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar. Bahan yang diperlukan untuk tujuan khusus misalnya pelumas tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah. Setiap peralatan utama hendaknya diberi nomor pengenal yang jelas. Selain itu juga diberi nomor pengenal untuk saluran air, uap, udara bertekanan tinggi untuk membedakan satu dengan yang lainnya dan perlu diperhatikan keamanannya baik terhadap pekerja maupun terhadap peralatan itu sendiri. Peralatan hendaknya dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi baik dan dapat mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk. Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaknya dibuat dan digunakan Sanitasi dan Higiene Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran dapat dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Semua karyawan yang berhubungan dengan pembuatan obat harus memiliki kesehatan yang baik dan menggunakan pelindung badan dan penutup rambut yang sesuai dengan tugas yang dilakukan, sehingga produk yang

21 dihasilkan dapat terhindar dari pencemaran oleh personal. Karena itu harus dilakukan higiene perseorangan yang baik, khususnya pada saat penerimaan karyawan baru. Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat harus dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Disamping itu tersedia pula toilet dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi karyawan yang letaknya mudah dicapai di daerah kerja, serta fasilitas yang memadai untuk penyimpanan pakaian karyawan. Prosedur sanitasi dan higiene harus selalu divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan memenuhi persyaratan Produksi Produksi obat hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, yang dapat menjamin obat jadi yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Mutu suatu obat tidak ditentukan oleh hasil analisa obat, melainkan oleh proses produksi. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas. Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi antara lain :

22 a. Bahan awal Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok b. Validasi proses Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.. c. Sistem penomoran Batch dan Lot Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau obat jadi suatu batch atau lot dapat dikenali dengan nomor batch atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang. d. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara lengkap.

23 e. Pengolahan Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan didokumentasian. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap pengolahan. f. Produk steril Produk steril hendaknya dibuat dengan pengawasan khusus dan memperhatikan hal-hal terinci dengan tujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori utama, yaitu harus diproses dengan cara aseptis pada semua tahap dan yang disterilkan dalam wadah akhir yang disebut sterilisasi akhir.untuk produksi steril harus dilakukan pada ruang terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan hendaklah positif dari ruangan di luarnya. g. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah

24 dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menunggu pelulusan dari bagian pengawasan mutu. h. Obat kembalian Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke batch berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Obat jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke batch berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh bagian pengawasan mutu. i. Karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan bagian pengawasan mutu meluluskan suatu batch atau lot, obat jadi tersebut hendaklah dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang obat jadi. j. Pengawasan distribusi obat jadi Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu. k. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

25 l. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang ada di laboratorium, termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Disamping itu juga dilakukan program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu batch, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta sertifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya. Bagian pengawasan mutu hendaknya memberikan bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa tiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan Inspeksi Diri Inspeksi diri bertujuan melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Inspeksi diri

26 hendaklah dilakukan secara teratur. Seluruh tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim inspeksi yang mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri hendaklah didokumentasikan. Hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, bangunan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, perawatan gedung dan peralatan. Inspeksi diri menyeluruh dilakukan sekurangkurangnya sekali setahun. Setelah menyelesaikan setiap inspeksi diri hendaklah dibuat laporan yang mencakup hasil inspeksi diri, penilaian dan kesimpulan serta usul tindakan perbaikan Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian A. Keluhan dan Laporan Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan dan masalah medis lainnya. Keluhan dan laporan ditangani secara: 1. Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan yang diterima. 2. Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima. 3. Terhadap tiap keluhan dan laporan dilakukan penelitian dan evaluasi secara seksama, termasuk meninjau seluruh informasi yang masuk tentang pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima. Bila perlu

27 dilakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal batch yang bersangkutan dan meneliti kembali semua data serta dokumentasi yang berkaitan. Tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan: 1. Tindakan perbaikan yang diperlukan termasuk penarikan kembali batch obat jadi atau seluruh obat jadi yang bersangkutan dan tindak lanjut lainnya yang sesuai. 2. Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah yang berwenang. B. Penarikan Kembali Obat Jadi Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Keputusan untuk melakukan penarikan kembali obat jadi adalah tanggung jawab apoteker penanggung jawab pabrik dan pimpinan perusahaan. Penarikan kembali obat jadi dapat pula sekaligus merupakan penghentian pembuatan obat jadi yang bersangkutan.

28 Pelaksanaan penarikan kembali obat jadi: 1. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui adanya obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan atau mempunyai efek samping yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan membahayakan kesehatan. 2. Obat jadi yang mempunyai resiko besar terhadap kesehatan selain tindakan penarikan hendaklah segera diambil tindakan khusus agar obat yang bersangkutan dikenakan embargo untuk tidak digunakan. Dalam hal ini penarikan dilakukan sampai ke tingkat konsumen. C. Obat Kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar dan kemudian dikembalikan ke produsen karena adanya keluhan kadaluarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas, dan kuantitas obat jadi yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisa obat yang dikembalikan, serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Terhadap obat kembalian dilakukan evaluasi yang seksama untuk menentukan apakah obat jadi yang bersangkutan dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian digolongkan sebagai berikut: 1. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan masih dapat digunakan. 2. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang.

29 3. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang. Prosedur penanganan obat kembalian dibuat dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1. Jumlah dan identifikasi obat kembalian harus dicatat. 2. Obat kembalian yang diterima hendaklah dikarantina. 3. Terhadap obat kembalian dilakukan penelitian dan pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu untuk menentukan tindak lanjut. 4. Keputusan untuk melakukan pengolahan obat kembalian hendaklah dilakukan oleh pimpinan perusahaan atas dasar pertimbangan yang seksama dan proses pengolahan harus diawasi secara ketat. Obat kembalian tidak dapat diolah ulang harus dimusnahkan. Hendaklah dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus

30 dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul akibat hanya mengandalkan komunikasi lisan. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia. Dokumentasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi; dokumen produksi; dokumen pengawasan mutu; dokumen penyimpanan dan distribusi; dokumen pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan; dokumen penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan obat; dokumen untuk peralatan khusus; prosedur dan catatan inspeksi diri; dan pedoman dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan Validasi Validasi adalah suatu tindakan pembuktikan dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Macam pendekatan validasi: 1. Validasi Prospektif (Prospective Validation) Pelaksanaannya berdasarkan protokol yang direncanakan dengan perolehan data pertama, berlaku untuk produk baru yang belum beredar.

31 2. Validasi Konkuren (Concurrent Validation) Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan melalui proses yang sedang berlaku, berlaku untuk produk yang sedang beredar. 3. Validasi Retrospektif (Retrospektif Validation) Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sudah lama berlaku dan dinilai melalui prinsip statistik, berlaku untuk produk yang sudah lama beredar. 4. Validasi Ulang (Revalidation) Dilaksanakan apabila terjadi perubahan dalam komponen validasi, seperti: produk baru, perubahan bahan awal, perubahan sistem/prosedur, pemindahan peralatan, perbaikan besar Pengolahan Limbah Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang dan daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaan bersih dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki bak kontrol dan validasi yang cukup dan setiap saluran yang terbuka dan cukup dangkal agar mudah dibersihkan.

32 BAB III TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA 3.1. Sejarah dan Perkembangan Lafiau Perjalanan sejarah di mulai ketika di Pangkalan Udara belum mempunyai satuan kesehatan, anggota AURI mendapatkan perawatan dan pengobatan di poliklinik dan Rumah Sakit Angkatan Darat RI (ADRI). Untuk mengurangi ketergantungan pada poliklinik dan Rumah Sakit ADRI maka DKAU berusaha mencukupi kebutuhan obat dan Alkes secara mandiri dengan mendirikan Apotek di Pangkalan Udara ANDIR dan Cililitan. Keberadaan Apotik tersebut mendorong Pimpinan untuk mendirikan Depot Obat Pusat (DOP) di Apotek Pangkalan Udara ANDIR guna mendukung Pelayanan Kesehatan dan Kegiatan Operasional AURI. Pada tahun 1953 DOP mulai merintis pembuatan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair, salep dan tablet dengan menggunakan peralatan dan sarana sederhana yang kemampuannya masih terbatas. DOP inilah cikal bakal Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFI AU). Pada tahun 1959 DOP mengalami perubahan nama menjadi Depot Materil 003. Kiprahnya disamping tugas rutin juga turut serta mengirimkan personel dan logistik dalam operasi Trikora. Setelah beberapa kali berganti nama dan pimpinan, pada tahun 1963 di bawah kepimpinan LU I Drs. Roostyan Effendie, Apt mulai dikembangkan produksi obat-obatan dengan skala lebih besar, dan di datangkan pula peralatan produksi obat dari USA. Juga di laksanakan renovasi bangunan untuk produksi obat sesuai dengan persyaratan teknis Farmasi saat itu. Unit Produksi obat di resmikan oleh Deputi Menteri Bidang Logistik tanggal 16 Agustus

33 selanjutnya tanggal ini di tetapkan sebagai Hari Jadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara. Buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie Apt, untuk mulai memproduksi obat-obatan sesuai ketentuan Farmasi telah memberi dorongan dan semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk lembaga Farmasi Angkatan Udara seperti saat ini. Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu dan sesuai dengan keputusan KASAU No.KEP/95/VII/2007 tanggal 31 juli 2007 maka pada tanggal 1 November 2007, diresmikan LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA ROOSTYAN EFFENDIE di bawah pimpinan Kolonel Kes. Drs. Purwanto Budi Tjahyono, Apt, MM. dan tanggal 16 agustus 1965 di tetapkan sebagai hari jadi. Dalam mengemban peran Farmasi Militer Lafiau tidak hanya berorientasi kepada produk saja, tetapi juga pada pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care), yang langsung menjangkau personel Angkatan Udara. Dalam mengemban peran mencerdaskan bangsa, Lafiau aktif membimbing mahasiswa praktek kerja dan tugas akhir di Lembaga ini, serta ikut menyusun kurikulum dan mengirim personelnya sebagai dosen pada pendidikan D3 Farmasi di Poltekkes Ciumbeleuit Bandung Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lafiau Lafiau adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau). Lafiau bertugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk melaksanakan dukungan dan pelayanan

34 kesehatan bagi anggota Angkatan Udara pada khususnya dan TNI pada umumnya beserta anggota keluarganya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lafiau mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari bekal kesehatan Angkatan Udara. 2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan penghapusan bekal kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau. 3. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian. 4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi Visi dan Misi Lafiau Visi Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota Angkatan Udara dan keluarganya, berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional, terlaksananya pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan aman serta tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya Misi Misi dari Lafiau adalah : a. Melaksanakan produksi obat jadi dengan menerapkan CPOB secara konsisten.

35 b. Melaksanakan pembekalan matkes mulai dari penerimaan, penyimpanan, penyaluran, pencacahan dan penghapusan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau. c. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu matkes sesuai dengan persyaratan teknis kefarmasian. d. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan dengan mengedepankan profesionalitas, efisien, efektif dan modern Organisasi Lafiau Organisasi di Lafiau tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan, eselon pembantu pimpinan/staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu Kepala Lembaga Farmasi Angakatan Udara (Kalafiau) dan eselon pembantu pimpinan/staf adalah Sektretaris Lembaga (Sesla) dan Pelayanan dan Pengurusan Kas (Pekas), sedangkan eselon pelaksana meliputi Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod), Kepala Gudang Pusat Farmasi (Kaguspusfi), Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) dan Kepala Bagian Penunjangan (KabagJang). sebagai berikut : Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah Kalafiau Kalafiau adalah pelaksana teknis Diskesau yang bertanggung jawab kepada Kadiskesau dalam hal pembinaan kemampuan dan pelaksanaan produksi farmasi yang diperlukan oleh Angkatan Udara, perbekalan kesehatan yang diperlukan bagi pelaksana dukungan dan pelayanan kesehatan Angkatan Udara

36 serta pengawas atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal kesehatan Angkatan Udara Sekretaris Lafiau (Sesla) Sekretaris Lafiau (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam menyelenggarakan perencanaan dan pengendalian pentahapan pelaksanaan kegiatan produksi, perbekalan, serta program dan dukungan kegiatan Lafiau. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Sesla bertanggungjawab kepada Kalafiau. Sesla dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh : 1. Kepala Program dan Anggaran (Kaprogar), bertugas melaksanakan perencanaan dan mengendalikan program kerja dan anggaran. 2. Kepala Pembina Profesi (Kabinprof), bertugas menyelenggarakan tugas dan fungsi pembinaan profesi kesehatan dan upaya pengembangan profesi Apoteker dalam frangka pencapaian pengawasan yang optimal guna mendukung tugas pokok TNI AU. 3. Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kataud), bertugas melaksanakan perencanaan dan pengendalian tata usaha dan urusan dalam pembinaan pengadministrasian personil serta administrasi produksi dan perbekalan Pelayanan dan Pengurusan Kas/Keuangan (Pekas) Pekas adalah staf pembantu dan pelaksanan Kalafiau dalam bidang pelayanan dan pengurusan keuangan Bagian Produksi Bagian produksi Lafiau adalah pembantu pelaksana Kalafiau melaksanakan produksi bekal kesehatan. Bagian produksi dipimpin oleh Kepala

37 Bagian Produksi (Kabagprod) yang bertanggungjawab langsung kepada Kalafiau. Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam rangka menjalankan tugasnya adalah : Melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan penolong dan embalage dalam rangka persiapan proses produksi. Menyiapkan alat pembantu produksi yang diperlukan dalam kegiatan produksi. Menyiapkan bahan baku dan bahan penolong untuk proses selanjutnya. Menyiapkan embalage yang dibutuhkan. Melaksanakan kegiatan produksi sesuai kebijaksanaan Diskesau berdasarkan surat perintah pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau. Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: 1. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produk obat jadi dalam bentuk tablet. 2. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam bentuk kapsul. 3. Unit produksi khusus yang bertugas melaksanakan produksi khusus, seperti sirup, salep, cairan, antiseptik, tetes, dan lain-lain Bagian Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi) Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kaguspusfi yang bertanggungjawab kepada Kalafiau. Kaguspusfi bertugas melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, penyaluran serta penghapusan bekal kesehatan. Kaguspusfi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh : 1. Kepala Unit Gudang Transit (Ka Unit Gutrans), unit ini bertugas menerima alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan (bekkes) dari hasil pengadaan Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Disadaau) dan obat jadi

38 dari bagian produksi Lafiau, bersama komite penerimaan barang melaksanakan pemeriksaan terhadap alkes dan bekkes yang diterima dari hasil pengadaan Disadaau dan obat jadi dari bagian produksi Lafiau, menuangkan hasil pemeriksaan dalam berita acara pemeriksaan, mengembalikan alkes dan bekkes yang tidak memenuhi persyaratan pada kontrak jual beli kepada rekanan yang mengirimkan alkes dan bekkes, mengirimkan hasil alkes dan bekkes serta bahan baku yang diterima dan memenuhi syarat ke gudang Palkes dan Guhanjabaku. 2. Kepala unit gudang penyaluran dan pengemasan (Ka Unit Gulur), bertugas melaksanakan pengemasan/penyiapan barang yang akan dikirim berdasarkan Surat Perintah Kadiskesau selaku ordonatur materiil kesehatan, mengusahakan angkutan darat dan udara melalui seksi Angkatan Udara untuk mendukung kegiatan penyaluran, serta melaksanakan kegiatan penyaluran barang pada satuan kerja dengan kelengkapan administrasi melalui sarana yang tersedia. 3. Kepala unit gudang peralatan kesehatan (Ka Unit Gupalkes), bertugas menerima palkes dari gudang transit sesuai berita acara yang telah disahkan ordonatur, menyimpan, merawat dan mengeluarkan palkes sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta melaksanakan administrasi pergudangan terhadap peralatan yang disimpan memalui pembukuan, pengkartuan serta penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran barang.

39 4. Kepala unit gudang obat jadi, bahan baku, embalage (Ka Unit guhanjabaku), bertugas menerima obat jadi, bahan baku, embalage dari unit gudang transit sesuai dengan berita acara yang telah disahkan oleh ordonatur, menyimpan, merawat/memelihara dan mengeluarkan barang (obat jadi, bahan baku, embalage), serta melaksanakan administrasi pergudangan terhadap obat jadi, bahan baku, embalage yang disimpan melalui pembukuan, pengkartuan dan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran barang Bagian Pengujian dan Pengembangan Bagian Pengujian dan Pengembangan (Uji Bang) adalah pembantu pelaksana Kalafiau yang bertugas melaksanakan pengujian dan percobaan atas kualitas bekal kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi dan menyelenggarakan perencanaan serta pelaksanaan pendidikan dan latihan. Bagian Uji Bang dipimpin oleh Kepala Bagian Ujibang (Kabag Uji Bang) yang bertanggungjawab kepada Kalafiau. Kabag Pengujian dan Pengembangan dibantu oleh : 1. Kepala Unit Pengujian dan Percobaan (Ka Unit Uji Coba) yang bertugas melaksanakan percobaan-percobaan dalam rangka perbaikan dan pengembangan formula obat jadi yang sudah ada, melaksanakan In Process Control dalam setiap tahap produksi, melaksanakan pengujian terhadap kualitas obat jadi yang dihasilkan oleh Unit Produksi Lafiau, melaksanakan pemantauan terhadap kualitas bekkes (bekal kesehatan)

40 yang disimpan di Unit gudang Lafiau dan di satker (satuan kerja) kesehatan Angkatan Udara. 2. Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan (Ka Unit Litbang) yang bertugas melaksanakan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan formulaformula baru dalam rangka pengembangan obat jadi hasil produksi Lafiau, penelitian dan pengkajian terhadap pustaka-pustaka yang telah teruji dalam rangka pengembangan potensi yang dimiliki Lafiau, membantu unit produksi untuk meneliti kerusakan hasil produksi dan memberikan sarana untuk memperbaikinya dan menyimpan dan menguji retain sample sebagai contoh pertinggal obat jadi yang diproduksi Lafiau. 3. Kepala Unit Pendidikan dan Latihan (Ka Unit Diklat) yang bertugas membuat perencanaan serta melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan latihan Bagian Penunjangan Bagian penunjangan adalah pembantu pelaksana Kalafiau yang dipimpin oleh Kepala Bagian Penunjangan (Kabag Jang) yang bertanggungjawab kepada Kalafiau. Bagian Penunjangan bertugas mendukung kelancaran operasional Lafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh : 1. Kepala Unit Penunjangan Material (Ka Unit Jangmat) bertugas mendukung kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta pengujian dan pengembangan.

41 2. Kepala Unit Fasilitas dan Material (Ka Unit Harfasmat) bertugas merencanakan dan menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dan material dalam rangka mendukung kelancaran operasional Lafiau Lokasi Gedung dan Bangunan Lafiau Lokasi Lafiau berlokasi di jalan Nurtanio Utara Komplek Lanud Husein Sastranegara Bandung, tepat dibelakang gedung poliklinik dan gedung pertemuan Graha Antariksa Bangunan Lafiau terdiri atas bangunan-bangunan yaitu: bangunan untuk produksi, gudang, kantor dan laboratorium. Bangunan untuk produksi dibagi lagi menjadi tiga yaitu bangunan untuk produksi beta laktam, non beta laktam dan sefalosporin. Bangunan produksi dilengkapi dengan fasilitas pengendali udara Heating Ventilation Air Conditioner (HVAC), dengan kondisi ruang produksi yang sesuai dengan persyaratan CPOB. Sedangkan bangunan untuk gudang dibagi menjadi empat bagian yaitu gudang transit, gudang bahan baku dan obat jadi, gudang peralatan kesehatan dan gudang penyaluran. Bangunan kantor memiliki ruang untuk kantor Kalafiau, ruang rapat, ruang administrasi, ruang pendidikan dan aula. Selain itu Lafiau juga mempunyai bangunan untuk kantin, ruang ganti, perpustakaan, koperasi dan mushola.

42 3.6. Sumber Daya Manusia Jumlah Personil dan Penempatan Jumlah personil di Lafiau masih tergolong sedikit, dan masing-masing penempatannya adalah pada bagian produksi, bagian gudang, bagian laboratorium dan bagian kantor/staff Kualifikasi Personil Personalia di Lafiau didukung oleh personil yang berkompeten di bidangnya dengan latar belakang pendidikan antara lain: Apoteker S2, Apoteker S1, S1 Farmasi, D3 Farmasi, Asisten Apoteker, SMK Kimia, SMK Mesin, SMEA dan umum. Bila dilihat dari status golongan pegawai ada tiga golongan yaitu Militer (Perwira, Bintara, Tamtama), Pegawai Negeri Sipil, Calon Pegawai Waktu Kerja Waktu kerja di Lafiau yaitu : Senin. Rabu dan Kamis dari jam WIB sampai dengan WIB. Untuk Selasa dan Jumat dari jam WIB berakhir pukul WIB Produk Lafiau Obat-obat produksi Lafiau tidak mempunyai nomer registrasi karena obatobat diproduksi bukan untuk masyarakat umum, melainkan hanya untuk anggota TNI AU beserta keluarganya. Namun dalam pelaksanaan produksinya Lafiau berupaya menerapkan CPOB dan petunjuk serta spesifikasi yang dikeluarkan oleh Depkes RI. Obat-obat yang telah diproduksi di Lafiau antara lain: 1. Tablet / kaplet : Ampisilin 500 mg, Amoksisilin 500 mg, Antalgin 500 mg, Antiflu, Asetilet 81 mg, CTM, Dekstrometorfan 15 mg, Energic C, INH

43 Plus 100 mg, Laktas calcicus 500 mg, Magtasidau, Neurogesik, Parasetamol, Papaverin HC1 40 mg, Prednison, Vitamin Bl, Vitamin B6, Vitamin B12, Vitamin B komplek dan Vitamin C, Tablet Sefadroksil 500 mg. 2. Kapsul : Afostan 250 mg, Ampisilin 250 mg, Amoksisilin 250 mg, Aurobion, Chloramfenicol 250 mg, dan Tetrasiklin 250 mg, Sefadroksil 250 mg. 3. Produksi Khusus : sirup dipenhidramin-dmp, sirup Prometazin, sirup Deflugen, salep Chloramphecort, cream Prometazin, salep Terra-cort, salep Tetrasiklin, larutan antiseptik Lafiodin,, Kenazol cream, Aferson cream dan minuman berenergi Hawks 2000.

44 BAB IV KEGIATAN LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN UDARA 4.1. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan di Lafiau dilaksanakan setiap tahun anggaran oleh Dinas Kesehatan TNI AU (Diskesau) dan Pusat Kesehatan TNI (Puskes). Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan ini disusun berdasarkan kebutuhan dari satker-satker (satuan kerja) TNI AU. Pengadaan perbekalan kesehatan dilakukan dengan sistem tender yang diikuti oleh rekanan yang telah memenuhi persyaratan. Setelah pemenang tender ditentukan, pengadaan barang dilaksanakan oleh rekanan berdasarkan kontrak jual beli. Rekanan mengirimkan perbekalan kesehatan ke Lafiau sesuai dengan kontrak jual beli tersebut. Perbekalan kesehatan yang dikirimkan ke Lafiau oleh rekanan diterima oleh Panitia Penerima Barang (PPB). Panitia Penerima Barang ditunjuk oleh Kalafiau dan diangkat oleh Kadiskesau. Panitia Penerima Barang bertugas memeriksa perbekalan kesehatan yang diterima meliputi pemeriksaan keutuhan kemasan, kebenaran identitas, jumlah yang diterima, kesesuaiannya dengan Surat Pengantar Barang dan Surat Pesanan. Pada saat pemeriksaan barang juga dihadiri oleh rekanan, sehingga jika ada perbekalan kesehatan yang tidak sesuai kualitas dan kuantitasnya dapat dikembalikan ke rekanan dan digantikan dengan perbekalan kesehatan yang sesuai. Untuk bahan baku dilakukan pemeriksaan laboratorium oleh unit pengujian dan pengembangan untuk kesesuaian spesifikasi 36

45 berdasarkan persyaratan di pustaka seperti Farmakope Indonesia atau United States Pharmacopeia. Semua perbekalan kesehatan telah diperiksa dan memenuhi spesifikasi serta sesuai dengan perjanjian, Panitia Penerima Barang akan mengeluarkan Berita Acara sebagai bukti penerimaan barang dan sebagai dokumen yang digunakan oleh rekanan untuk mencairkan dana Pengadaan obat jadi selain berasal dari Diskesau atau Puskes TNI, juga dapat berasal dari produksi Lafiau sendiri. Obat jadi ini juga diperiksa oleh panitia penerima barang dan dibuatkan berita acara. Perbekalan kesehatan yang diterima dari Diskesau atau Puskes TNI dan hasil produksi Lafiau selanjutnya disimpan di gudang obat jadi atau bahan baku untuk dialokasikan ke satker-satker AU di seluruh Indonesia Gudang Pusat Farmasi Kegiatan di Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi) yaitu : 1. Penerimaan perbekalan kesehatan Perbekalan kesehatan yang dibawa oleh rekanan diterima oleh Panitia Penerima Barang dan disimpan di gudang transit untuk diperiksa. Barang yang belum diperiksa atau dalam tahap pemeriksaan diberi label karantina oleh petugas gudang transit. Label karantina ini berwarna kuning berisi nama barang, jumlah, nomor batch atau nomor order, tanggal diterima, unit penerimaan, tanda tangan. Barang yang diluluskan diberi label diluluskan berwarna hijau dan berisi nama barang, tanggal diterima, jumlah, pembuat/penyalur, nomor batch asal dan data yang diisi oleh Unit Uji Coba (tanggal tes, nomor lot, tanda tangan dan tanggal

46 kadaluarsa), sedangkan barang yang ditolak diberi label ditolak yang berwarna merah dan berisi nama barang, jumlah, nomor batch/nomor order, tanggal diterima dan tanda tangan bagian uji coba. Bahan baku atau kemasan dianalisis oleh Unit ujibang setelah menerima Surat Pengiriman contoh bahan baku atau kemasan. Unit Uji Coba bertugas memberikan persetujuan atau penolakan terhadap bahan baku atau kemasan berdasarkan hasil analisis. Bahan baku atau kemasan yang diluluskan, Unit Uji Coba akan merobek label karantina, menempelkan label diluluskan yang berwarna hijau dan ditempatkan di daerah yang diluluskan. Bahan baku atau kemasan yang ditolak, Unit Uji Coba akan merobek label karantina dan menempelkan label ditolak yang berwarna merah serta menempatkan di daerah ditolak. Khusus bahan baku dan kemasan yang ditolak, Unit Uji Coba harus membuat surat penolakan kepada pemasok dengan menyebutkan alasan penolakan. Barang yang sesuai dengan spesifikasi atau persyaratan selanjutnya disimpan di gudang obat jadi/bahan baku/embalage dan gudang peralatan kesehatan kemudian dibuat berita acara penerimaan barang. 2. Penyimpanan barang Barang yang disimpan di gudang memiliki kartu stok baik di gupusfi, Minbekkes, dan Diskesau. Kartu stok ini berfungsi sebagai kontrol dan memudahkan pemeriksaan jika ada kekeliruan. Pemeriksaan kartu stok ini dilakukan setiap enam bulan. Gudang obat jadi/bahan baku/embalage terdiri dari ruang penyimpanan obat jadi, ruang penyimpanan bahan baku/embalage dengan ruangan yang

47 dikendalikan suhu dan kelembabannya. Penyimpanan obat berdasarkan fungsi farmakologis obat, alfabetis dan bentuk sediaan guna memudahkan dalam pencarian obat. Setiap jenis obat disusun berdasarkan tanggal kadaluarsanya, sehingga obat yang dikeluarkan terlebih dahulu adalah obat yang mendekati tanggal kadaluarsa. Penyimpanan bahan baku disusun berdasarkan jenis bahan baku, sedang untuk bahan baku cair disimpan terpisah. Obat jadi golongan narkotik disimpan di lemari khusus yang dilengkapi kunci. Obat jadi atau bahan baku yang memerlukan suhu dan kelembaban terkendali seperti cairan infus dan cangkang kapsul disimpan di ruangan khusus dilengkapi dengan AC. Obat-obatan yang memerlukan suhu penyimpanan yang rendah disimpan di lemari es. 3. Pengeluaran barang Pengeluaran barang dari gudang dapat bersifat rutin untuk memenuhi alokasi barang yang dibutuhkan satker setiap enam bulan sekali, tetapi ada juga yang bersifat supplisi atau diluar alokasi barang. Administrasi pengeluaran tetap harus dicatat supaya data pada kartu stok barang selalu sama dengan persediaan barang di gudang. Sebelum mengeluarkan barang, Diskesau membuat rencana alokasi atau Surat Perintah Logistik (SPL) yang dikirim ke Lafiau atau ke bagian Minbekkes. Bagian Minbekkes melakukan koreksi terhadap persediaan yang ada di Lafiau dengan melihat kartu stok. Bagian Minbekkes mengirimkan koreksi rencana alokasi ke Diskesau. Diskesau kemudian mengirimkan Surat Perintah Logistik yang disertai dengan bentuk 051 (nomor kode buku). Bentuk 051 diberikan kepada bagian Minbekkes untuk dimasukkan pada kartu stok barang. Kalafiau kemudian mengeluarkan Surat

48 Perintah Pengeluaran Barang yang disertai bentuk 051 yang ditujukan kepada Kepala Gudang Pusat Farmasi, selanjutnya Kepala Gudang Pusat Farmasi menyerahkan bentuk 051 ke Kepala Unit Gudang Obat Jadi/bahan baku/embalage atau Kepala Unit Gudang Peralatan Kesehatan untuk mengeluarkan barang sesuai permintaan alokasi. Barang yang dikeluarkan dari gudang bahan baku/embalage dan gudang peralatan kesehatan dikirim ke gudang pengemasan untuk dikemas dan disalurkan ke satker-satker AU yang dituju. Penyaluran perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan sarana angkutan darat untuk satker di pulau Jawa atau udara untuk satker yang berada di luar pulau Jawa. Jika ada permintaan dari satker atau permintaan diluar alokasi, maka barang dapat dikeluarkan disertai dengan supplisi atau bon sementara yang dibuat oleh Lafiau yang disetujui oleh Kalafiau dan Kepala Unit Pergudangan. Selanjutnya dibuat bentuk 051 oleh Diskesau untuk mengganti bon semantara dan bagian Minbekkes dapat mengurangi jumlah perbekalan kesehatan sesuai permintaan di kartu stok. 4. Penghapusan Penghapusan perbekalan kesehatan yang disimpan di gudang yang rusak atau sudah kadaluarsa dilakukan oleh Tim Penghapusan Barang setahun sekali berdasarkan hasil stok opname. Setelah diadakan penghapusan barang, dibuat Berita Acara Penghapusan Barang. 5. Pelaporan Pelaporan persediaan barang dilakukan oleh Minbekkes setiap bulan dan tiap tiga bulan ditujukan ke Diskesau. Laporan bulanan terdiri dari nomor, kode,

49 nama, satuan, jumlah (baik/rusak), tanggal kadaluarsa. Sedangkan laporan tiga bulanan berisi nomor, tujuan, harga (alkes/obat), jumlah, tanggal SPL (Surat Perintah Logistik), No. reg, jumlah item, jumlah berat, jumlah isi dan keterangan Produksi Produksi obat di Lafiau dilaksanakan setiap satu tahun anggaran. Produksi dilaksanakan berdasarkan rencana produksi yang dibuat oleh Diskesau yang disesuaikan atau dikoreksi oleh Kalafiau dengan melihat persediaan obat jadi yang ada di gudang. Lafiau kemudian mengajukan rencana kebutuhan bahan baku dan embalage untuk proses produksi ke Diskesau. Diskesau mengeluarkan Surat Perintah Produksi untuk Lafiau. Berdasarkan Surat Perintah Produksi tersebut Kalafiau mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Produksi yang ditujukan untuk Kepala Produksi. Kepala Produksi selanjutnya membuat Surat Perintah Kerja untuk Kepala Unit Produksi yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan produksi. Produksi yang dilakukan Lafiau selain berdasarkan perintah dari Diskesau, dapat juga melakukan produksi atas dasar makloon, yaitu sistem kontrak produksi dengan industri lain untuk mengadakan produksi di Lafiau dengan bahan baku dan biaya produksi ditanggung oleh industri tersebut. Bangunan untuk produksi di Lafiau dibuat sesuai dengan ketentuan CPOB yaitu dengan memisahkan bangunan produksi β laktam dan non β laktam. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara produk β laktam dengan produk non β laktam, karena obat-obat β laktam dapat menyebabkan alergi. Unit produksi β laktam memproduksi antibiotika golongan β laktam dengan bentuk sediaan kaplet, sirup kering dan kapsul, sedangkan unit produksi

50 non β laktam memproduksi sediaan selain antibiotika β laktam dengan bentuk sediaan tablet, kaplet, kapsul, sirup atau salep, krim dan cairan antiseptik. Bangunan produksi β laktam dan non β laktam dirancang sedemikian rupa sehingga tekanan, cahaya dan kelembaban cukup. Tekanan udara di ruang produksi β laktam diatur sehingga tekanan di dalam ruang produksi lebih kecil, untuk mencegah keluarnya debu ke ruangan lain. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) dibuat licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka sehingga mudah dibersihkan. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit berbentuk lengkungan. Setiap bangunan produksi dilengkapi toilet pria dan wanita, ruang laundry, ruang ganti pria dan wanita yang masing-masing terpisah untuk bangunan β laktam dan non β laktam. Diantara ruang ganti dan ruang produksi terdapat ruang antara yang berfungsi mencegah udara masuk, atau udara dari ruang produksi ke luar ruang produksi. Khusus untuk ruang produksi β laktam dilengkapi dengan air shower yang berfungsi membersihkan debu pada pakaian sebelum masuk ke ruang produksi atau keluar dari ruang produksi. Setiap personel yang akan memasuki ruang produksi diharuskan memakai baju khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan dan sandal khusus untuk digunakan di ruang produksi yang telah disediakan dalam ruang ganti (locker). Ruang produksi β laktam terdiri dari ruang gudang produksi, ruang embalage, ruang timbang, ruang pencampuran, ruang granulasi, ruang pengering, ruang cetak kaplet, ruang isi kapsul, ruang stripping, ruang hospital packing, ruang produk ruahan, ruang pengisian sirup kering, ruang simpan alat dan ruang

51 cuci. Ruang produksi β laktam dilengkapi dengan peralatan timbangan, mesin pencampur, mesin granulator, mesin cetak kaplet, mesin pengisi kapsul, mesin pengisi sirup kering, oven double door, alat stripping. Ruang produksi non β laktam terdiri dari ruang embalage, gudang bahan baku, ruang antara, ruang timbang, ruang pencampuran dan granulasi, ruang pengering, ruang fluid bed dryer, ruang produk antara, ruang produk ruahan, ruang stripping, ruang hospital packing, ruang produksi sirup, ruang produksi salep/krim, ruang produksi cairan antiseptik, ruang pengisian kapsul, ruang cuci, ruang simpan alat. Ruang produksi non β laktam dilengkapi dengan peralatan timbangan dengan berbagai kapasitas, alat pengukur kadar air, mesin pencampur granulator, oven fluid bed dryer, mesin pengisi kapsul otomatis dan semi otomatis, mesin penghitung (batch counter), mesin stripping, mesin coating, deduster, mesin pengaduk dan pengisi salep/krim, alat pencampur dan pengisi cairan antiseptik, oven double door, mixer tank (boiler) kapasitas 600 ml, kontainer kapasitas 500 ml, alat pengisi sirup dan penutup botol. 1. Unit tablet Unit tablet dipimpin oleh seorang Apoteker Kepala Unit Tablet yang bertugas melaksanakan produksi tablet. Pelaksanaan produksi tablet berdasarkan Surat Perintah Kerja dan sesuai dengan Batch Record. Batch Record disusun oleh unit produksi dan unit pengujian dan pengembangan. Batch Record berisi seluruh kegiatan produksi meliputi formula, spesifikasi bahan baku dan pengemas, spesifikasi obat jadi, alat yang digunakan, tahap-tahap pengolahan (pemeriksaan kebersihan alat, penimbangan, pembuatan), uji dalam proses, data

52 deviasi dan pernyataan serah terima produk ruahan ke bagian produksi. Batch Record juga berisi catatan pengemasan batch yang meliputi daftar bahan pengemas, tahap-tahap pengemasan, dan pernyataan serah terima obat jadi dari unit produksi ke unit pergudangan. Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Bahan baku tersebut meliputi : bahan aktif, fase dalam dan fase luar. Selanjutnya dilakukan pencampuran bahan aktif dan fase dalam hingga homogen, sebelum dilakukan granulasi diperiksa dahulu oleh unit uji coba untuk mengetahui apakah pencampuran sudah homogen. Granul yang diperoleh dari proses granulasi dikeringkan,dilakukan pengujian meliputi : kadar air dan kadar zat aktif oleh unit uji coba. Granul yang lulus pemeriksaan dicampur dengan fase luar dan dicetak menjadi tablet. Tablet yang dihasilkan diuji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat aktif pada waktu-waktu tertentu. Untuk tablet salut, proses pembuatan dilanjutkan dengan penyalutan tablet menggunakan mesin penyalut. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet. Produk yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi. 2. Unit produksi kapsul Unit produksi kapsul dipimpin oleh seorang Apoteker Kepala Unit Kapsul yang bertugas melaksanakan produksi kapsul. Pelaksanaan produksi kapsul berdasarkan Surat Perintah Kerja dan sesuai dengan batch record.

53 Alur produksi kapsul dimulai dengan penimbangan bahan baku, kemudian bahan baku dicampur menggunakan mixer, kemudian dilakukan pengisian ke dalam cangkang kapsul menggunakan mesin pengisi kapsul yang membuka cangkang kapsul, mengisi kapsul dan menutup cangkang kapsul. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan keseragaman bobot, kadar zat aktif, waktu hancur dan disolusi. Kapsul yang memenuhi persyaratan selanjutnya dikemas dan siap dikirim di unit gudang obat jadi serta dibuat berita acara produksi kapsul. 3. Unit produksi khusus Unit produksi khusus dipimpin oleh seorang Apoteker Kepala Unit Khusus. Unit Produksi Khusus bertugas melaksanakan produksi obat dengan bentuk sediaan sirup, salep, krim dan antiseptik cair. Pelaksanaan produksi khusus berdasarkan Surat Perintah Kerja dan sesuai dengan Bacth Record. Alur pembuatan sirup dimulai dengan penimbangan bahan baku, kemudian dilakukan pembuatan sirup simplek dan pemanasan air untuk melarutkan bahan. Sirup smplek didinginkan terlebih dahulu kemudian dicampur dengan bahan lainnya kecuali bahan peningkat aroma yang ditambahkan terakhir. Sirup simplek disaring terlebih dahulu sebelum dicampur dengan menggunakan mixer. Sirup yang dihasilkan diuji dengan pemeriksaan organoleptik, ph, kelarutan, kadar zat aktif. Sirup yang sudah memenuhi syarat dipindah ke dalam kontainer untuk diisikan ke dalam botol. Botol yang digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan di dalam oven. Proses pengisian sirup menggunakan mesin pengisi sirup kemudian dilanjutkan dengan penutupan botol

54 menggunakan mesin penutup botol. Botol yang telah berisi sirup diberi etiket dan dilakukan pengemasan sekunder. Alur produksi salep dimulai dengan penimbangan bahan, dan pelelehan basis salep. Kemudian dilakukan pencampuran zat aktif dengan basis salep sampai homogen. Salep yang dihasilkan selanjutya diperiksa homogenitasnya, konsistensi, dan kadar zat aktif. Alur produksi krim meliputi penimbangan, peleburan fase minyak dan fase air, penyatuan kedua fase dan pencampuran dengan zat aktif. Krim yang dihasilkan dilakukan pemeriksaan terhadap terhadap homogenitas, konsistensi dan kadar zat aktif. Salep dan krim yang dihasilkan dimasukkan ke dalam tube menggunakan mesin pengisi salep/krim dan kemudian dilanjutkan dengan penutupan tube. Tube yang beisi salep diberi etiket dan hasilnya disortir, setelah itu dilakukan pengemasan sekunder. Unit Produksi Khusus juga memproduksi aqua demineralisata untuk memenuhi kebutuhan seluruh produksi lafiau pada umumnya terutama untuk memenuhi kebutuhan produksi di Unit Produksi Khusus. Lafiau mendapatkan air demineralisata dengan cara memproduksi dan mengolahnya sendiri. Sumber air yang digunakan untuk membuat aqua DM berasal dari sumur artesis. Dalam mencukupi kebutuhan aqua DM untuk proses produksi dan pemeriksaan laboratorium maka dilakukan proses pengolahan air. Air artesis disaring terlebih dahulu dan dialirkan ke Multi Sorb yang merupakan penyaringan zat secara mekanik termasuk dapat menyaring besi, kemudian air dialirkan ke penukar ion positif dan penukar ion negatif. Setelah itu

55 air dididihkan dan dapat digunakan untuk proses produksi. Reaksi yang terjadi adalah resin, sebagi contoh Mg 2+ sebagai kation dan SO 2-4 sebagai anion. Proses reaksinya adalah sebagai berikut : Kation Mg 2+ + Resin Mg-Resin + 2H + Anion SO Resin Resin-SO 4 + 2OH - Aqua DM berasal dari air bersih yang diproses lebih lanjut dengan menggunakan resin penukar ion (ion menjadi lebih sedikit). Parameter mutu air yang dapat diperiksa disini adalah kejernihan, bau, rasa, warna, ph serta kandungan ion. Air yang telah diolah harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna serta ph sekitar Pengemasan Proses pengemasan sediaan obat di Lafiau sebagai berikut: Tablet, tablet salut, dan kapsul Pengemasan dilakukan dengan cara stripping kemudian sejumlah tertentu dimasukkan ke dalam dus disertai brosur dan dikemas dalam kotak karton. Untuk tablet-tablet tertentu dikemas ke dalam kantong plastik kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik. Salep Salep dikemas dalam tube kemudian tube yang telah diberi nomor batch dimasukkan ke dalam kardus disertai brosur. Sejumlah kardus tertentu dikemas dalam kotak karton.

56 Sirup Botol-botol sirup diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kardus. Untuk semua jenis obat yang telah dikemas baik berupa tablet, kapsul, salep, dan sirup dilakukan pemeriksaan secara manual terhadap kemasan obat untuk melihat apakah terdapat kerusakan pada kemasan Bagian Pengujian dan Pengembangan Bagian pengujian dan pengembangan (ujibang) terdiri dari unit pengujian dan percobaan (uji coba), unit penelitian dan pengembangan (litbang), dan unit pendidikan dan latihan (diklat). Bagian pengujian dan pengembangan dipimpin oleh seorang Apoteker. Bagian pengujian dan pengembangan bertugas melaksanakan pengujian dan percobaan atas kualitas perbekalan kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi serta menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan baik untuk personel Lafiau atau siswa dan mahasiswa yang sedang Praktek Kerja Lapangan di Lafiau. Ruang bagian ujibang terdiri dari ruang penelitian dan pengembangan, ruang penyimpanan bahan baku dan peralatan gelas, ruang contoh pertinggal, ruang timbang, ruang analisis, ruang reagensia, ruang instrument dan laboratorium mikrobiolgi. Ruang bagian ujibang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk menjaga kelembaban dan penghisap udara, serta meja yang dilapisi porselen agar mudah dibersihkan. Ruang timbang dilengkapi dengan peralatan timbangan untuk berbagai kapasitas, alat pengukur kerapuhan tablet (friabilator). Ruang analisis merupakan laboratorium sebagai tempat dilakukannya pengujian yang dilengkapi

57 dengan alat sokhlet, alat penentu titik leleh, oven, autoklaf, alat pengukur waktu hancur, alat pengukur kekerasan tablet dan dilengkapi dengan meja yang menyatu dengan rak tempat penyimpanan pereaksi dalam skala kecil. Ruang reagensia merupakan ruangan yang dilengkapi dengan lemari asam dan rak sebagai tempat penyimpanan pelarut cair dalam botol-botol besar. Ruang instrument dilengkapi dengan alat-alat seperti HPLC, spektrofotometer, alat disolusi dan colony counter. Ruang bagian ujibang juga dilengkapi laboratorium mikrobiolgi sebagai tempat pengujian mikrobiologi, merupakan ruangan khusus yang terpisah dari ruang analisis dan dilengkapi ruang antara. Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan peralatan laminar air flow dan inkubator aerob/anaerob. Barang dari ruang mikrobiologi dibawa ke ruang analisis dilakukan melalui pass box Unit Pemeriksaan In Process Control dan Pengujian Obat Jadi Pemeriksaan in process control (IPC) dan pengujian obat jadi dilakukan pada bentuk sediaan tablet, kapsul, sirup, dan salep. a Sediaan Tablet Pemeriksaan tablet pada saat IPC dilakukan terhadap granul meliputi pemeriksaan kadar air dan zat aktifnya. Setelah proses pencetakan, tablet diperiksa secara fisik (bentuk, bau, warna, keseragaman bobot, ukuran, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, disolusi) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat berkhasiat secara kuantitatif). b Sediaan Kapsul Pemeriksaan pada saat IPC dilakukan setelah pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan kadar zat aktifnya. Kapsul diperiksa

58 secara fisik (keseragaman bobot, waktu hancur, disolusi) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat aktif secara kuantitatif). Selama proses pengisian ke dalam kapsul, beberapa sampel diambil untuk dilakukan pengujian keseragaman bobot setiap 15 menit sekali. Jika ada penyimpangan selama pengisian kapsul, maka proses dihentikan dan diperbaiki. Pengujian yang dilakukan terhadap obat jadi sama dengan pengujian IPC pada pengisian kapsul. c Sediaan Sirup Pemeriksaan pada saat IPC dilakukan setelah pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan secara fisik (warna, bau, rasa, kejernihan, viskositas, stabilitas, ph) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat aktif secara kuantitatif). Pengujian yang dilakukan terhadap obat jadi sama dengan pengujian pada saat IPC. d Sediaan Salep Pemeriksaan pada saat IPC dilakukan setelah pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan secara fisik (warna, bau, homogenitas) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat aktif secara kuantitatif). Pada saat pengisian salep, pemeriksaan dilakukan terhadap bobot rata-rata isi tube dan kadarnya Pengujian Sampel Pertinggal Sampel pertinggal yang disimpan adalah obat jadi yang telah dikemas. Sampel disimpan lengkap dengan etiket yang memuat nama sampel, nomor batch, tanggal pembuatan, dan tanggal kadaluarsa. Sampel disimpan selama lima tahun

59 dan jika ada keluhan dari konsumen, maka dilakukan pengujian terhadap sampel tersebut. Setelah lima tahun, sampel pertinggal dapat dimusnahkan Pengolahan Limbah Lafiau memiliki sarana pengolahan limbah, baik untuk limbah padat berupa debu-debu yang tersebar di daerah produksi maupun limbah cair dari pencucian peralatan. a. Pengolahan Limbah Padat Pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector untuk debu-debu yang tersebar di ruang produksi yang ditempatkan di atas ruangan, vacum cleaner untuk debu-debu yang berserakan pada peralatan dan lantai. b. Pengolahan Limbah Cair Pengolahan limbah cair terdiri dari proses destruksi, penetralan, pengendapan, dan aerasi di dalam beberapa kolam yang saling berhubungan satu sama. Proses pengolahan limbah beta dan non beta laktam yaitu : 1) Limbah dari produksi obat beta laktam dialirkan ke kolam pertama, kemudian ditambahkan asam/basa kuat untuk memecah cincin beta laktam. Dari kolam pertama dialirkan ke kolam kedua untuk diendapkan. 2) Cairan dari limbah kolam kedua dialirkan ke kolam ketiga. Limbah dari produksi obat non beta laktam masuk ke kolam ketiga sehingga terjadi pencampuran. Kemudian dilakukan penetralan (ph=7 namun jika terlalu asam ditambahkan NaOH dan jika terlalu basa ditambahkan HCl) dan pengenceran dengan penambahan air.

60 3) Limbah dari kolam ketiga dialirkan ke kolam keempat untuk proses pengendapan kedua. 4) Cairan dari limbah kolam keempat dialirkan ke kolam kelima dimana terjadi proses aerasi, yaitu penambahan oksigen yang bertujuan untuk menurunkan biologycal oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) dari limbah tersebut. Air kolam kemudian diuji di laboratorium untuk penentuan nilai BOD, COD, dan kadar ion. Persyaratan kualitas limbah yang diperbolehkan untuk di buang ke lingkungan: COD <100 mg/l, BOD <75 mg/l, Suspended Solid <60 mg/l. 5) Limbah dari kolam kelima dialirkan ke kolam keenam yang merupakan kolam kontrol. Sebagai kontrol digunakan ikan sebagai bio indicator, apabila air pada kolam memenuhi persyaratan, maka akan dialirkan ke pembuangan umum. Upaya pengolahan limbah berupa obat-obat kadaluarsa adalah dengan cara membakar obat-obat tersebut terlebih dahulu selanjutnya ditimbun di bak penampungan bahan berbahaya. Pengelolaan tehadap limbah berbahaya dari laboratorium seperti eter, kloroform, asam klorat ditampung dalam penampungan khusus, kemudian baru dimusnahkan dengan dibakar. Limbah dari laboratorium mikrobiologi direndam dengan larutan formalin, didestruksi dalam autoklaf kemudian dibakar. Upaya pemantauan limbah adalah dengan cara limbah yang dihasilkan dari proses produksi maupun dari laboratorium yang telah mengalami proses pengelolaan limbah dilakukan analisis ph satu bulan sekali. Untuk turbiditas dan

61 kandungan logam berat dianalisis di luar tiap tiga bulan sekali. Pengiriman sampel untuk analisis dilakukan setiap tiga bulan sekali atau bila ada hal-hal tertentu yang mendadak. Untuk limbah berbahaya dan beracun dilakukan setiap tiga bulan sekali. Penanganan limbah berada pada wewenang dan tanggung jawab Kepala Unit Produksi Khusus.

62 BAB V PEMBAHASAN Lafiau merupakan sebuah Lembaga industri Farmasi Angkatan Udara yang berperan sebagai pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan TNI AU (Diskesau) yang memproduksi obat jadi. Sebagai industri farmasi, Lafiau mempunyai tugas utama yaitu melaksanakan produksi obat jadi, pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan lainnya dengan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk pelaksanaan dukungan pelayanan kesehatan bagi seluruh anggota TNI AU dan keluarganya. Ditinjau dari sisi manajemen Lafiau bukan lembaga yang didirikan untuk bisnis atau mencari keuntungan (non profit), melainkan untuk memenuhi kebutuhan internal TNI AU khususnya obat-obatan dan bekal kesehatan lainnya. Meskipun demikian dalam pelaksanaan operasionalnya sebagai industri obat, Lafiau berusaha untuk menerapkan CPOB di seluruh aspek kegiatan produksi guna menjamin mutu/kualitas produk yang dihasilkan. Struktur organisasi Lafiau dibagi dalam tiga eselon, yaitu eselon pemimpin yang dijabat oleh Kalafiau, Eselon pembantu yang dijabat oleh Sesla dan Pekas, serta eselon pelaksana. eselon pelaksansa terdiri dari Bagian Produksi (Bagprod), Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi), Bagian Pengujian dan Pengembangan (Bagujibang). Di tiap-tiap bagian eselon dipimpin oleh seorang apoteker yang berbeda-beda. Pemisahan pimpinan Bagian Produksi dan Bagian Pengujian dan Pengembangan sesuai dengan persyaratan CPOB yang mengharuskan 54

63 diadakannya pemisahan antara manager produksi dan manager pengawasan mutu (QC). Pengadaan bahan baku dan embalage yang dibutuhkan oleh Lafiau dilakukan oleh Disadaau (Dinas Pengadaan AU) dari pusat, dan bukan oleh Lafiau sendiri sehingga pihak Lafiau tidak bisa menentukan merk atau pabrik bahan baku. Pihak Lafiau hanya bisa menetapkan spesifikasi bahan baku dan kebutuhan lainnya untuk suatu produksi yang akan dilakukan oleh Lafiau tetapi pihak Disadaau yang berwenang menentukan keputusan akhir bahan dan merk dari produsen pengirim bahan. Jika barang kebutuhan sudah diterima pihak Lafiau, maka pihak Lafiau akan mengadakan pengawasan mutu untuk bahan baku yang telah diterima untuk nantinya dapat diputuskan bahwa bahan tersebut akan diterima atau ditolak. biasanya pengawasan mutu tersebut dilakukan oleh bagian ujibang, bagian produksi dan juga bagian gudang melalui wakil-wakilnya yang tergabung dalam tim komisi pemeriksaan materiil. Peran lain yang dilakukan Lafiau adalah melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penghapusan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebijaksanaan Diskesau. Perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah sediaan farmasi hasil produksi Lafiau, sediaan obat jadi yang dibeli dari industri lain dan peralatan kesehatan yang diadakan oleh Disadaau melalui sistem tender. Secara umum, Lafiau memiliki sumber daya manusia berkualitas yang dapat mendukung tugas dan fungsi Lafiau dimana jumlah personil yang dimiliki sebanyak 61 orang, meliputi 6 orang Apoteker S2 (Manajemen, Teknologi Farmasi, Kimia Farmasi, Farmakologi), 8 orang Apoteker, 8 orang Akademi

64 Farmasi, 9 orang Asisten Apoteker, dan 30 orang tenaga lainnya yang berlatar belakang pendidikan sekolah menengah, jumlah personil ini belum memadai untuk berlangsungnya proses produksi. Sumber daya manusia tersebut dapat benar-benar bermanfaat apabila ditempatkan sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan didukung dengan penataan organisasi yang baik. Dengan didukung 14 orang apoteker sebagai pengemban utama dalam pelayanan kesehatan maka proses pembuatan, pengadaan obat dan persediaan perbekalan kesehatan dapat terlaksana dengan baik dan profesional. Ditinjau dari segi bangunan untuk produksi, Lafiau memiliki tiga bangunan utama untuk produksi yang terpisah satu sama lain dan sesuai dengan CPOB. Bangunan tersebut digunakan untuk produksi obat golongan beta laktam, non beta laktam dan sefalosporin. Pemisahan bangunan produksi bertujuan untuk menghindari reaksi alergi, resistensi dan mencegah kontaminasi silang. Ruangan produksi baik beta laktam maupun non beta laktam terbagi menjadi dua kelas yaitu black area dan grey area. Sedangkan untuk ruangan produksi sefalosporin terbagi menjadi tiga kelas yaitu black area, grey area dan white area. Ruang kerja dibuat teratur dan logis sedemikian rupa sehingga menunjang kelancaran dan mempermudah dalam bekerja serta lalu lintas barang dan personil. Bagian dalam ruang produksi Lafiau baik dinding, langit-langit maupun lantai dibuat licin, kedap air, tidak retak, tanpa sudut dan tertutup rapat untuk mencegah pencemaran dari ruang atas. Hal ini ditujukan untuk mempermudah pembersihan. Lantai bagian produksi dilapisi dengan epoksi sehingga lebih tahan goresan dan tidak mudah terkelupas. Lantai dan dinding ruang produksi terbuat dari bahan

65 yang kedap air. Fasilitas penerangan cukup efektif dan ventilasi udara baik, ditunjang dengan adanya pengendalian udara melalui sistem HVAC (Heating Ventilation Air Conditioner) pada ruang produksi. Penempatan peralatan di Lafiau disesuaikan dengan tahapan kegiatan yang dilakukan, dan jarak yang memadai untuk memudahkan kegiatan karyawan di dalamnya. Hal ini untuk menghindari adanya kontaminasi silang antar bahan di daerah yang sama. Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat sesuai protap yang ada. Peralatan juga dilengkapi dengan label yang menunjukkan alat tersebut siap/tidak digunakan dan terdapat protap penggunaan yang akan memudahkan pemakaian peralatan. Selain bangunan produksi, gudang merupakan bangunan lain yang harus dijaga kondisinya. Gudang sebaiknya kering, tidak lembab, bebas hama dan memudahkan arus pergerakan barang dan manusia serta dijaga kebersihannya. Gudang di Lafiau memanfaatkan exhaust fan untuk menjaga aliran udara dalam gudang. Untuk mencegah masuknya hama dan serangga yang dapat menyebabkan rusaknya material yang disimpan, gudang Lafiau dilengkapi dengan pest control (ultrasonic). Produksi obat di Lafiau dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yang menjamin obat jadi yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Untuk itu selalu dilakukan validasi terhadap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu.

66 Produksi di Lafiau berdasarkan anggaran tahunan. Produksi berdasarkan kebutuhan satker-satker yang terealisasi dengan adanya surat perintah produksi dari Kadiskesau untuk melaksanakan produksi, sehingga jenis dan jumlah obat jadi yang akan diproduksi telah ditentukan dalam satu tahun, yang teknis pelaksanaan produksinya diserahkan kepada Lafiau. Selain memproduksi obat jadi, Lafiau juga memproduksi air demineralisata yang dapat digunakan untuk kepentingan produksi sehingga mengurangi biaya produksi. Hasil produksi disimpan di gudang obat jadi dengan sistem ALMS / Automatied Logistic Management System dengan menggunakan sistem 9 digit yang dikembangkan yaitu: suatu tata cara memberikan kode nomor dengan menggunakan angka dan huruf yang terbagi dalam 6 segmen. Untuk penanganan keluhan dari konsumen ditangani oleh bagian uji coba dengan menelusuri dokumen dan prosedur yang ada serta melakukan uji ulang pada sampel pertinggal. Apabila obat tersebut memang tidak memenuhi persyaratan maka dilakukan penarikan kembali obat tersebut dari distribusinya. Sedangkan untuk obat kembalian karena rusak, bagian uji coba akan menanggulanginya dengan cara : Obat kembalian yang tidak memerlukan proses produksi ulang dan hanya rusak kemasannya akan dilakukan repacking. Obat kembalian yang memungkinkan dilakukan produksi ulang akan direproduksi ulang. Obat yang tidak dapat dilakukan proses reproduksi akan dimusnahkan.

67 Lafiau sudah menerapkan prosedur sanitasi dan higiene ini dengan baik. Untuk personalia sudah diterapkan prosedur penggunaan pakaian khusus dengan penutup kepala dan sarung tangan. Selain itu, protap mengenai higiene sebelum masuk ruang produksi sudah ada dan terdokumentasi. Kegiatan untuk menjaga kebersihan lingkungan khususnya daerah di sekitar produksi, laboratorium dan gudang diadakan seminggu sekali setiap hari Rabu melalui program kurve yang dilakukan oleh semua personilnya. Selain itu setiap selesai produksi 1 macam obat dilakukan clearance line supaya tidak terjadi kontaminasi silang. Sistem administrasi di Lafiau belum menggunakan komputerisasi secara online sehingga kurang efektif dan efisien. Meskipun demikian, barang yang didistribusikan tercatat dengan baik, untuk mengawasi distribusi dan mempermudah evaluasi barang. Pendistribusian ke satker menggunakan sarana darat (Caraka) dan udara. Sistem pengolahan limbah di Lafiau dibagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Pengolahan limbah padat dilakukan dengan pembakaran. Pengolahan limbah cair menggunakan 6 bak yang sistem kerjanya sebagai berikut: Bak I : untuk menampung limbah produksi beta laktam dan limbah dari laboratorium. Pada bak I ditambahkan air yang berfungsi untuk hidrolisis dan pengenceran ditambah H 2 SO 4 pekat (40%) yang ditujukan untuk memecah cincin beta laktam sehingga menjadi tidak aktif lagi. Bak II : dipergunakan untuk menampung residu (pengendapan) yang terbentuk dari bak I dan pengenceran dengan air.

68 Bak III : sebagai tempat pencampuran antara cairan dari bak II dengan limbah non beta laktam dibantu dengan mixer. Kemudian dilakukan cek ph untuk mengetahui keasaman limbah. Setelah itu dilakukan netralisasi dengan penambahan basa kuat (NaOH) dan air. Range ph yang diharapkan 5-9. Bak IV : terjadi proses pengendapan cairan yang mengalir dari bak III. Bak V : dipasang aerator untuk menambah mutu oksigen dalam limbah sehingga meningkatkan kemampuan bakteri aerob untuk menetralkan limbah di bak V. Bak VI : untuk menampung cairan dari bak V, dimana dilengkapi dengan ikan mas dan ikan nila sebagai bio indicator. Serta dilakukan pemeriksaan ph, BOD, COD dan logam berat pada limbah. Apabila ikan-ikan di bak VI tidak mati maka limbah dinyatakan aman untuk dialirkan ke tempat pembuangan umum. Bila tidak lolos pemeriksaan maka diproses ulang. Untuk penanganan endapan yang terdapat di dalam bak tiap akhir periode produksi dikumpulkan, dikeringkan kemudian dibakar ditempat khusus.

69 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil kegiatan Program Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker di Lembaga Farmasi TNI AU, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. PKP Apoteker adalah sarana pelatihan kerja yang sangat bermanfaat bagi calon apoteker guna mempersiapkan diri sebagai bekal pengalaman kelak dalam memasuki dunia kerja, sehingga siap menjadi tenaga profesional di bidang kefarmasian khususnya bidang industri. 2. Lafiau adalah industri farmasi dan juga unit teknis dari Diskesau yang didirikan bukan untuk bisnis/mencari keuntungan, melainkan lembaga yang didirikan untuk pemenuhan kebutuhan internal TNI AU khususnya obatobatan dan bekal kesehatan lainnya. 3. Lafiau telah memenuhi persyaratan CPOB yang meliputi personalia, peralatan, bangunan, produksi, pengawasan mutu, sanitasi dan higiene, serta dokumentasi. dan melaksanakan produksinya berdasarkan standar CPOB tersebut. Sehingga banyak industri farmasi lain yang melakukan makloon untuk produknya di Lafiau. Selain itu Lafiau juga telah memperoleh 15 sertifikat CPOB untuk berbagai golongan obat dari Depkes. 4. Kegiatan yang dilakukan di Lafiau meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan barang, produksi obat-obatan, pengemasan, pengeluaran, dan kegiatan penunjang lain. Secara keseluruhan Lafiau dapat menjalankan kegiatan tersebut dengan baik, meskipun jumlah personil yang tersedia sekarang belum 61

70 cukup memadai, namun masih dapat diatasi dengan cara pengarahan personel dari bagian lain yang sedang tidak sibuk. Seluruh kegiatan juga didukung oleh adanya prosedur yang sudah baku dan dipatuhi oleh personel Lafiau Saran 1. Peranan QC dan QA di Lafiau masih mempunyai fungsi yang sama yaitu ujibang sehingga perlu adanya pemisahan antara peran QC dan QA, sehingga mempunyai fungsi dan peran yang berbeda pada keduanya. 2. Pengolahan air untuk produksi hendaknya di lakukan perubahaan seperti penyaluran air yang ada, masih menggunakan pipa plastik biasa, itu semua hendaknya dirubah dengan penggunaan pipa stainless stell sesuai dengan standar yang ada, dan untuk pengolahan air di sarankan tidak hanya sampai dengan aqua demineralisata saja, tetapi ada peningkatan pengolahan menjadi Purified Water (PW), sehingga mutu dari produk dapat lebih di tingkatkan lagi. 3. Produk di Lafiau belum teregistrasi, disarankan meskipun produk dari Lafiau untuk kepentingan pribadi, hendaknya di regristrasi agar mutu dari sebuah produk tersebut bisa terjamin. 4. Untuk lebih memudahkan pelaksanaan dokumentasi, diperlukan pendokumentasian dengan sistem komputerisasi sehingga penelusuran dan pencatatan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien walaupun tetap harus ada pendokumentasian secara manual. Sistem dokumentasi secara online dapat memudahkan akses data dari berbagai bagian yang terkait termasuk pelaporan,

71 pengiriman data dan penerimaan data yang lebih cepat antara Lafiau dengan instansi terkait seperti Diskesau. 5. Lafiau diharapkan menambah jumlah personil yang ada untuk mengisi kekosongan jabatan yang terdapat dalam struktur organisasi dan membantu dalam proses produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan aktivitas yang ada di Lafiau.

72 63 DAFTAR PUSTAKA Anonim Sejarah Perkembangan Pobekkes AU sampai tahun Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan TNI AU. Bandung. Anonim Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI AU. Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan TNI AU. Bandung. Anonim Keputusan Menteri Kesehatan RI No.245/MenKes/SK/V/1990, Tentang Industri Farmasi. Jakarta. Badan POM ASEAN Operational Manual For Implementation Of GMP. Jakarta Badan POM Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan POM Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Commission Of The European Communities Good Manufacturing Practice For Medicinal Products In The European Community. Strasbourg. Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Surat Keputusan Menteri kesehatan RI No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta. Departemen Kesehatan RI Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Direktorat Jenderal POM ASEAN Good Manufacturing Practices Guidelines. Third Edition. Jakarta.

73 Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau KALAFIAU ESELON PIMPINAN SESLA ESELON PEMBANTU PIMPINAN / STAF ESELON PELAKSANA BAGPROD GUPUSFI BAGUJIBANG BAGJANG UNIT TABLET UNIT GUTRANS UNIT UJI COBA UNIT JANGMAT UNIT KAPSUL UNIT GULUR UNIT LITBANG UNIT HARFASMAT UNIT KHUSUS UNIT GUPALKES UNIT DIKLAT UNIT GUHANJABAKU

74 Lampiran 2. Struktur Jabatan Lafiau KALAFIAU SESLA KAPROGAR KABINPROF KATAUD KAURMIN KASUB URTU KASUB URDAL KASUB MINBEKKES KABAGPROD KAGUPUSFI KABAGUJIBANG. KABAGJANG KAUNIT TABLET KAUNITGUTRANS KAUNIT UJICOBA KAUNIT JANGMAT KAURPROD TABLET KAURGUTRAS KAUR UJICOBA KAUNIT HARFASMAT KAUNIT KAPSUL KAUNITGULUR KAUNIT LITBANG KAURPROD KAPSUL KAUNIT KHUSUS KAUPRPOD SUS KAUR GULUR KAUNIT GUPALKES KAURGUPALKES KAUNIT GUHANJABAKU KAURGUHANJABAKU KAUR LITBANG KAUNIT DIKLAT KAUR DIKLAT

75 Lampiran 3. Denah Bangunan Lafiau Keterangan : 1. Pos Jaga 2. Sekretariat, Gedung Pertemuan 3. Mushola, Toko 4. Gudang Penerimaan 5. Gudang Bahan Baku 6. Gudang Alat Kesehatan Dan Penyaluran 7. Produksi Non Beta Laktam (Tabel Dan Khusus) 8. Produksi Beta Laktam 9. Produksi Sefalosporin 10. Laboratorium, Bengkel, Dapur 11. Gudang, Embalage

76 Lampiran 4. Daerah Ruang Produksi Sediaan Beta Laktam Barang Ruang Pengemasan Sekunder Keterangan : 1. Gudang Produksi 2. Gudang Produksi 3. R. Mixer 4. R. Penimbangan 5. R. Mixer 6. R. Glanualator 7. R. Produk Antara 8. R. Sirup Kering 9. R. Pengering 10. R. Isi Kapsul 11. R. Locker Pria 12. R. Locker Wanita 13. R. Toilet Pria 14. R. Air Shower 15. R. Toilet Wanita 16. R. Striping 17. R. Hospital Packing 18. Produk Ruahan 19. R. Simpan Alat 20. R. Cuci Alat 21. R. Laundry 22. R. Gudang Embalage 23. R. Karanatina 24. R. Antara 25. R. Locker Pria 26. R. Locker Wanita 27. R. Gudang 28. R. Antara

77 Lampiran 5. Denah Ruang Produksi Sediaan Non Beta Laktam Ruang Oven dan Aqua Dm PRODUKSI SIRUP 18 Kemas Skunder Personel Laundry Gudang Embalage Loker Pria Loker Wanita Gudang Bahan Baku Sampling ka. Unit Produksi Personel Keterangan : 1. R. Loker Pria 2. R. Loker Wanita 3. R. Mixing 4. R. Supervisor 5. R. Mixing 6. R. Timbang 7. R. Granulasi 8. R. Stagging 9. R. Drying 10. R. Mixer Kapsul 11. R. Cetak Tablet 12. R. Isi Kapsul 13. R. Coating 14. R. Produk Antara 15. R. Hospital Packing 16. R. Striping 17. R. Simpan Alat 18. R. Produk Antara 19. R. Antara 20. R. Loundry 21. Koridor

78 Lampiran 6. Denah Ruang Labolatorium R. Cetak Tablet R. Simpan Alat Gelas R. Sampel Pertinggal R. Instrumen R. Timbang & Lemari R. Instrumen Asam R. Mokrobiologi R. Kantor Laboratorium R. Pereaksi Pintu Masuk

79 Lampiran 7. Alur Kegiatan Produksi Tablet Granulasi Basah Penimbangan Granulasi Kering Bahan Aktif Bahan Pembantu Pencampuran Granulasi Basah Bahan Pembantu Pencampuran Granulasi Kering Kadar air Kadar Zat Aktif Pengeringan QC Ayak Fase Luar Pencampuran Bahan Aktif Fase Luar Pencetakan Kekerasan Kerapuhan Pemeriksaan visual Coating QC QC Stripping Keseragaman bobot Disolusi Waktu Hancur Kadar Zat Aktif Sortir Produk Jadi

80 Lampiran 8. Alur Kegiatan Pembuatan Tablet Salut Gula Penimbangan Pencampuran Granulasi basah Pengeringan di FBD 60 0 C, 30 menit IPC : LOD Granulasi kering Lubrikasi/penambahan bahan pelicin IPC : Kadar zat berkhasiat LOD Pemerian IPC : Pemerian Friabilitas Keseragaman bobot Waktu hancur Kekerasan Karantina Produk Antara Pencetakan Karantina Produk Ruahan Sealing Subcoating IPC : Pemerian Keseragaman bobot Waktu hancur Kekerasan Ketebalan Friabilitas Pengeringan di Oven pada suhu 35 0 C,7 jam Smoothing IPC : Homogenitas warna Keseragaman bobot Waktu hancur Coloring Polishing Sortir IPC : Homogenitas warna Pengemasan Karantina obat jadi

81 Finished Pack Analysis Gudang obat jadi Lampiran 9. Alur Kegiatan Produksi Kapsul Pengayakan Penimbangan Mixing Pengisian/Pencetakan Keseragaman bobot Keseragaman kandungan QC Waktu Hancur Disolusi Pengemasan

82 Lampiran 10. Alur Kegiatan Produksi Sirup Penimbangan Aqua DM Bahan Aktif Bahan Pembantuu Bahan Sirup Simplek Pelarutan Pembuatan Sirup Simplek Pencampuran Wadah Pencucian Pengeringan Pengadukan QC Penyaringan QC Pengisian Homogenitas Organoleptik ph Kelarutan Kadar zat aktif Penutupan QC Pengemasan Pemeriksaan visual Obat Jadi

83 Lampiran 11. Alur Kegiatan Produksi Salep Penimbangan Bahan aktif Bahan pembantu/basis Peleburan 2 fasa sebelum membeku Pencampuran basis QC Homogenitas Wadah Pencampuran Homogenitas QC Konsistensi Kadar zat aktif Pengisian QC Pemeriksaan visual Penutupan Pengemasan

84 Lampiran 12. Alur Pembuatan Aqua Demineralisata Penampungan air sumur Penyaringan Penyaringan multisorb Resin Penukar Ion Penyimpanan Pendidihan Penggunaan

85 Lampiran 13. Pengolahan Limbah Cair Bak II Bak Pengendapan I Bak III Bak IV Bak V Bak VI Bak Penetralan Pengendapan 2 Bak Aerasi Bak Kontrol pembuangan Bak I Bak Limbah Beta Laktam Limbah Non Beta Laktam

86 Lampiran 14. Alur Alokasi Proses Pengadaan dan Penerimaan Barang STOCK OPNAME MINBEKKES DISKES DISADA PEMASOK PENGIRIM DITOLAK PEMERIKSAAN PENERIMAAN / GUDANG TRANSAKSI DITERIMA GUDANG OBAT JADI / BAHAN BAKU GUDANG EMBALAGE GUDANG PALKES

87 Lampiran 15. Alur Kegiatan Produksi BAHAN BAKU KARANTINA PEMERIKSAAN Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat PRODUKSI PRODUK RUAHAN In Process Control (IPC) PENGEMASAN PRODUK JADI KARANTINA PEMERIKSAAN Sampel per Tinggal Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Gudang Penyaluran PENGEMASAN Gudang Obat Jadi/Bahan Baku/Embalage DISTRIBUSI

88 Lampiran 16. Alur Proses Penerimaan Obat Jadi dari Produksi Produksi Unit Pergudangan Team Penerimaan Barang (TPB) - Jenis - Jumlah Sesuai dengan BPB (Bukti Penerimaan Barang) Gudang Penyimpanan - Gudang Obat Jadi / Bahan Baku Berita Acara (BA) - Min Bakkes - Gudang - Diskes

89 Lampiran 17. Alur Proses Pengeluaran Obat Jadi dan Alkes oleh Lafiau Bandung Diskes Rencana SPL Min Bekkes Unit Pergudagan Administratif SPL + Bentuk Gudang Obat Jadi Gudang Alkes ACC Kalafiau Gudang Penyaluran Distribusi Rumah Sakit/Satkes Siekes

90 Lampiran 18. Alur Alokasi Materil Kesehatan KADISKASAU MINBEKKES SPL + BENTUK KALAFIAU SPP ADMINISTRASI KAGUPUSFI KAGUPUSFI KAGUPUSFI PENYALURAN CARAKA/DAAU SATKER-SATKER

91 Lampiran 19. Label Karantina dan Label Obat jadi

92 Lampiran 20. Label Produk Diluluskan dan Ditolak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA (LAFIAU) Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt Disusun Oleh : Ratna susanti,s.fram 083202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA

BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA 2.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie Perjalanan sejarah di mulai ketika di Pangkalan Udara belum mempunyai satuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG Disusun oleh : ZULFIKAR, S.Farm 073202111 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

NAMA EKA NOORIA NIM

NAMA EKA NOORIA NIM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE BANDUNG D I S U S U N OLEH : NAMA EKA NOORIA NIM 073202019 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG

PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG Disusun oleh : MULYANI, S.Farm 073202060 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

SESLA BAG. PROD BAG. GUPUSFI BAG. UJIBANG BAG. JANG UNIT GUTRANS UNIT GULUR UNIT GUPALKES UNIT GUHANJABAKU

SESLA BAG. PROD BAG. GUPUSFI BAG. UJIBANG BAG. JANG UNIT GUTRANS UNIT GULUR UNIT GUPALKES UNIT GUHANJABAKU Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau KALAFIAU ESELON SESLA ESELON PEMBANTU PIMPINAN/STAF ESELON BAG. PROD BAG. GUPUSFI BAG. UJIBANG BAG. JANG TABLET GUTRANS UJI COBA JANGMAT KAPSUL GULUR LITBANG HARFASMAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh:

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh: LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung Disusun Oleh: Debora R. Hutagaol, S.Farm. NIM 133202215 Dinda Ayyu Hanjaya, S.Farm. NIM 133202126

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

SESLA BAG. PROD GUPUSFI BAG. UJIBANG BAG. JANG UNIT GUTRANS UNIT GULUR UNIT GUPALKES UNIT GUHANJABAKU

SESLA BAG. PROD GUPUSFI BAG. UJIBANG BAG. JANG UNIT GUTRANS UNIT GULUR UNIT GUPALKES UNIT GUHANJABAKU Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau KALAFIAU ESELON SESLA ESELON PEMBANTU PIMPINAN/STAF ESELON BAG. PROD GUPUSFI BAG. UJIBANG BAG. JANG TABLET GUTRANS UJI COBA JANGMAT KAPSUL GULUR LITBANG HARFASMAT

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 01 30 NOVEMBER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG Disusun Oleh: AGUSLIAWAN, S. Farm 083202002 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDUSTRI FARMASI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDUSTRI FARMASI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDUSTRI FARMASI DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 03 28 OKTOBER 2011 BANDUNG Disusun oleh : Meily Dasnawati, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 01 30 NOVEMBER 2010 Disusun oleh: RANI MELINTAN, S.Farm. NIM 093202145

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun oleh : Sri Munawarni, S.Farm NIM : 073202164 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG Disusun oleh: JOHAN, S.Farm 093202035 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Disusun oleh: KATARIN SITOMPUL, S.Farm NIM 093202039 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau ESELON PIMPINAN... ESELON PEMBANTU PIMPINAN / STAF... ESELON PELAKSANA KALAFIAU SESLA BAGPROD BAGUJIBANG

Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau ESELON PIMPINAN... ESELON PEMBANTU PIMPINAN / STAF... ESELON PELAKSANA KALAFIAU SESLA BAGPROD BAGUJIBANG Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau KALAFIAU ESELON PIMPINAN...... ESELON PEMBANTU SESLA PIMPINAN / STAF...... ESELON PELAKSANA BAGPROD GUPUSFI BAGUJIBANG BAGJANG UNIT TABLET UNIT GUTRANS UNIT UJI UNIT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : YURAIDAH, S.Farm 083202097 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LEMBAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG PERIODE 03 MEI 31 MEI 2010 Disusun oleh: AMELIA LEONA, S. Farm NIM 093202002

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN Disusun Oleh: Nelli Purba, S.Farm. NIM 083202142 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Lanud Husein Sastranegara Bandung

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Lanud Husein Sastranegara Bandung LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Lanud Husein Sastranegara Bandung Disusun oleh: Disusun Oleh : VIVI HARYATI, S. Farm 073202104 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI Di PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. Jalan Indofarma No. 1, Cikarang Barat 17530, Bekasi (3 31 Oktober 2011) Disusun Oleh: Pipi Saputri, S.Farm. NIM 103202102

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: CINDY HERIYANTI. H, S. Farm. (NPM: 2448715105) PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 PERIODE XLVI OLEH: WILI MAWARTI NPM: 2448715248 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun Oleh : Handi Hendra, S. Farm. NIM 103202016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA FENNI KIOEK, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI. 66 orang dengan berbagai pendidikan, keterampilan, dan kemampuan sesuai

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI. 66 orang dengan berbagai pendidikan, keterampilan, dan kemampuan sesuai BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI 3.1 Aspek Personalia Lembaga industri Farmasi Angkatan Udara memiliki personalia sebanyak 66 orang dengan berbagai pendidikan, keterampilan, dan kemampuan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 3.1 Keterlibatan Dalam Produksi Praktek Kerja Profesi Apoteker di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO HATTA 789 BANDUNG 31 AGUSTUS OKTOBER 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO HATTA 789 BANDUNG 31 AGUSTUS OKTOBER 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO HATTA 789 BANDUNG 31 AGUSTUS 2015 09 OKTOBER 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: YUVITA ROSARY DEVA, S. Farm NPM. 2448715154 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI. baik dan benar. Oleh karena itu industri farmasi bertanggung jawab untuk

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI. baik dan benar. Oleh karena itu industri farmasi bertanggung jawab untuk BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI 3.1 Aspek Personalia Sumber daya manusia (SDM) sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang baik dan

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA 2.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 2.1 Sejarah Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II PT. KIMIA FARMA 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma(Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Nina Octaviana, S.Farm 083202134 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci