HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan kandungan nutrien hijauan pakan yang dihasilkan. Secara umum kedua teknik pengeringan dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dapat menurunkan kadar air hijauan pakan yang dihasilkan. Suhu merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu benda (Tiwari dan Goyal, 1998). Pada penelitian ini suhu pengeringan diukur setiap 1 jam untuk pengeringan matahari. Rataan suhu pada saat pengeringan matahari berkisar antara 30,37-33,62 C. Data suhu yang didapat cenderung fluktuatif. Menurut Anne (2007) fluktuasi suhu udara dapat disebabkan oleh adanya keseimbangan antara panas yang diperoleh dari radiasi surya dengan panas yang hilang dari permukaan bumi. Rataan suhu pengeringan matahari pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Suhu Pengeringan Matahari pada Saat Penelitian Perlakuan Suhu ( C) Waktu (Jam) Pengeringan Matahari 30,37 33,62 31,68 Selain suhu udara, kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat fisik dan kandungan nutrien hijauan pakan yang dihasilkan adalah kelembaban relatif (RH) dan kecepatan angin. Nilai kelembaban relatif udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara maka kelembaban yang didapat akan semakin rendah. Kecepatan angin juga dapat mempengaruhi proses pengeringan. Kecepatan angin adalah kecepatan udara yang bergerak secara horizontal pada ketinggian dua meter diatas tanah (Anne, 2007). Pada saat pengerngan matahari kecepatan angin dapat menyebabkan jumlah pakan yang tercecer/terbuang semakin tinggi, selain itu angin kencang juga dapat mempercepat terjadinya proses pengeringan. Kecepatan angin selain berpengaruh terhadap proses pengeringan juga dapat berpengaruh pada bidang lain, misalnya bidang pariwisata dan bidang perhubungan (Anne, 2007). Kondisi lingkungan wilayah Bogor dapat dilihat pada Tabel 5. 16

2 Tabel 5. Kondisi Lingkungan Wilayah Bogor Kondisi Lingkungan Nilai Suhu ( C) Kelembaban Udara (%) Kecepatan Angin (km/jam) Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), 2011 (10-30 km/jam) Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan Pada penelitian ini teknik pengeringan yang digunakan adalah pengeringan matahari dan pengeringan oven 60 C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam. Hijauan pakan setelah mengalami proses pengeringan berwarna hijau kecoklatan, berbau khas hijauan dan teksturnya masih berbentuk daun (tidak berubah) namun tidak segar lagi, hal ini disebabkan kadar air yang terdapat pada hijauan pakan telah diambil pada saat pengeringan (Renny, 2005). Rataan bobot kering hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (g/500g) Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja P1 393,33±5,77 BC 386,67±11,54 C 303,33±5,77 EFG P2 403,33±5,77 ABC 403,33±5,77 ABC 320±0 E P3 406,67±5,77 AB 416,67±5,77 A 360±10 D P4 293,33±11,54 G 200±0 I 200±10 I P5 310±0 EFG 300±0 FG 266,67±28,86 H P6 343,33±11,54 D 316,67±5,77 EF 310±10 EFG Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1=Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam Rataan bobot kering hijauan pakan setelah proses pengeringan berkisar antara ,67 g/500g hijauan pakan baik pada pengeringan matahari ataupun pengeringan oven 60 C dengan intensitas waktu pengeringan 7, 14 dan 21 jam. Secara umum rataan bobot kering hijauan pakan tertinggi terjadi pada saat pengeringan matahari dengan rata-rata 303,33-416,67 g/500g hijauan pakan. Rataan bobot kering tertinggi pada Gamal (Gliricidia sepium) dihasilkan saat dikeringkan 17

3 dengan menggunakan pengeringan matahari 21 jam (P3). Tingginya bobot kering pada hijauan pakan tersebut dapat disebabkan oleh pengeringan matahari yang merupakan pengeringan terbuka sehingga dapat mempengaruhi tingginya jumlah bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan pendapat Soewarno (1990) yang menyatakan bahwa pada saat pengeringan matahari/pengeringan tempat terbuka energi panas untuk penguapan air tidak sematamata berasal dari sinar matahari langsung melainkan faktor-faktor lain di sekitar tempat penjemuran juga mempengaruhi, seperti sifat bahan yang dikeringkan, cara penjemuran (adanya pembalikan), ukuran bahan. Pada pengeringan matahari mudah untuk dilakukan pembalikan, dengan adanya pembalikan dapat mempengaruhi tingginya bobot kering hijauan pakan tersebut. Selain itu menurut Soewarno (1990) angin yang kencang juga dapat mempercepat proses pengeringan. Menurut Noveni (2009) jumlah bobot kering pada pengeringan matahari cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya matahari. Rataan bobot kering hijauan pakan pada pengeringan oven 60 C berkisar antara ,33 g/500g hijauan pakan. Hasil yang didapat cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan menggunakan matahari, hal ini dapat disebabkan panas yang didapat selama proses pengeringan tidak merata. Sesuai dengan pendapat Winarno et al., (1980) yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata (bagian luar kering bagian dalamnya masih basah). Fenomena ini sering disebut dengan Case Hardening. Pada penelitian ini laju bobot kering yang dihasilkan tidak fluktuatif, tetapi cenderung naik dengan meningkatnya intensitas lama waktu pengeringan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan dan jenis hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan. Rataan bobot kering tertinggi dihasilkan pada saat pengeringan matahari yang cenderung meningkat dengan bertambahnya intensitas waktu pengeringan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) nyata dapat meningkatkan jumlah bobot kering hijauan pakan, sedangkan perlakuan P4 (pengeringan oven 60 C selama 7 jam) nyata menurunkan bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan. Interaksi antara teknik pengeringan dengan jenis hijauan pakan yang digunakan 18

4 dapat memberikan pengaruh terhadap bobot kering yang dihasilkan. Semakin lama intensitas waktu pengeringan yang digunakan, baik pengeringan matahari ataupun oven 60 C maka semakin tinggi bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan. Selain itu, ketiga jenis hijauan pakan yang digunakan memiliki morfologi yang berbedabeda. Kehilangan Bahan Kering Proses pengeringan juga dapat menyebabkan terjadinya kehilangan bahan kering pada hijauan pakan. Persentase kehilangan bahan kering hijauan pakan setelah proses pengeringan berkisar antara 0,73-31,54% baik pada pengeringan matahari ataupun oven 60 C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam. Persentase kehilangan bahan kering tertinggi terdapat pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides), sedangkan kehilangan bahan kering terendah pada Brachiaria humidicola. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rudy (2011) yang menyatakan bahwa jumlah kehilangan bahan kering terbesar pada rumput Raja (P. pupureum x P. thypoides) sebesar 32,50±3,96% yang dipotong pada saat malam hari. Menurut McDonald (1991) jumlah kehilangan bahan kering yang sesuai standar yaitu 7-40%. Persentase kehilangan bahan kering hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 7. Tabel 7. Persentase Kehilangan Bahan Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (%) Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja P1 1,68±1,09 K 7,09±1,97 IJ 14,06±0,95 EF P2 0,73±0,57 K 9,86±1,05 GHI 11,35±0,11 FGH P3 1,09±0,44 K 12,39±1,01 EFG 4,17±1,81 JK P4 18,56±1,86 CD 25,86±0,25 B 31,54±1,93 A P5 15,58±0,49 DE 8,52±0,18 HI 21,23±5,61 C P6 10,49±1,98 FGHI 6,85±1,16 IJ 13,03±1,96 EFG Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 19

5 Persentase kehilangan bahan kering hijauan pakan pada pengeringan matahari cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan oven 60 C. Kehilangan bahan kering pada pengeringan matahari disebabkan oleh pengeringan matahari yang merupakan pengeringan terbuka, sehingga jumlah pakan yang tercecer cukup tinggi. Hasil ini sesuai pendapat Rahmawan (2001) yang menyatakan bahwa salah satu kelemahan pada pengeringan matahari/penjemuran kemungkinan terjadinya kehilangan bahan kering cukup tinggi, hal ini disebabkan adanya pakan yang tercecer dan gangguan oleh ternak/ burung selama proses pengeringan. Pada pengeringan oven 60 o C jumlah kehilangan bahan kering yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan pada pengeringan matahari terutama pada P4 (pengeringan oven o C selama 7 jam). Menurut Rudy (2011) jumlah kehilangan bahan kering pada silase dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang akan memanfaatkan gulagula sederhana. Kehilangan bahan kering tidak hanya disebabkan oleh bakteri asam laktat saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh proses respirasi dan proteolisis yang terjadi pada awal ensilase, serta adanya kehilangan melalui cairan (effluent), akibatnya kadar air akan meningkat dan bahan kering akan turun (Lendrawati, 2008). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan dan jenis hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kehilangan bahan kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa secara perlakuan P4 (pengeringan oven o C selama 7 jam) nyata dapat meningkatkan kehilangan bahan kering (BK) ketiga hijauan pakan tersebut. Interaksi antara teknik pengeringan dan jenis hijauan pakan yang digunakan dapat memberikan pengaruh terhadap persentase kehilangan bahan kering (BK). Selain teknik pengeringan, hijauan pakan yang digunakan juga dapat mempengaruhi tingginya kehilangan bahan kering (BK), ketiga jenis hijauan pakan tersebut memiliki morfologi yang berbeda-beda. Kandungan Nutrien Bahan Kering (BK) Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air suatu bahan pangan. Hijauan pakan setelah mengalami proses pengeringan berwarna hijau kecoklatan, berbau khas hijauan dan teksturnya masih berbentuk daun (tidak 20

6 berubah) namun tidak segar lagi, hal ini disebabkan kadar air yang terdapat pada bahan pakan telah diambil pada saat pengeringan (Renny, 2005). Bahan kering (BK) sangat mempengaruhi jumlah kadar air suatu bahan pangan. Kadar air merupakan parameter jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan (Renny, 2005). Persentase bahan kering (BK) yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 86,33-92,31% baik pada pengeringan matahari ataupun oven 60 C dengan intensitas waktu pengeringan 7, 14 dan 21 jam. Persentase bahan kering (BK) hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel.8. Tabel 8. Persentase Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (100% BK) Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja P1 87,85 ±1,09 ABA 88,60± 0,40 ABB 89,64±0,51 ABA P2 88,63 ± 0,18 ABA 88,07 ±0,27 ABB 90,42±0,31 ABA P3 87,65 ± 0,12 ABA 88,48 ±0,50 ABB 90,61±0,12 ABA P4 88,11 ± 0,41 BA 86,58 ± 0,32 BB 87,90 ±3,22 BA P5 88,79 ± 0,46 ABA 86,33± 1,31 ABB 90,86 ±1,04 ABA P6 92,31 ± 1,05 AA 88,43 ± 0,19 AB 90,11±3,17 AA Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 Perbedaan persentase bahan kering (BK) pada hijauan pakan dapat disebabkan oleh pengaruh perlakuan yang diberikan dan pengaruh lingkungan pada saat penelitian dilakukan. Menurut pendapat Sokhansanj (1999) bahwa hay yang layak untuk disimpan memiliki kadar air < 14% atau bahan kering > 86%. Secara umum pada pengeringan matahari memperlihatkan bahwa semakin lama waktu pengeringan dapat meningkatkan persentase bahan kering yang dihasilkan terutama pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides). Hal tersebut terlihat pada perlakuan P3 (pengeringan matahari 21 jam) menghasilkan bahan kering (BK) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari intensitas waktu 7 atau 14 jam. Pada gamal (Gliricidia sepium) dan Brachiaria humidicola bahan kering yang dihasilkan fluktuatif, hal ini dapat disebabkan oleh suhu yang tidak konstan selama proses pengeringan. Menurut pendapat Lamhot (1999) suhu yang tidak konstan pada 21

7 proses pengeringan dapat ditandai dengan adanya kecenderungan naik pada saat awal laju pengeringan kemudian menurun. Rata-rata suhu pengeringan matahari pada saat penelitian berkisar antara 30,37-33,62 C. Pengeringan menggunakan oven 60 C selama 21 jam (P6) dapat menyebabkan jumlah kadar air yang berkurang cukup tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari, hal ini dapat disebabkan pada saat pengeringan oven 60 C terjadinya proses penguapan air. Rendahnya kadar air hijauan pakan terutama Brachiaria humidicola pada perlakuan P6 (pengeringan oven 60 C selama 21 jam) juga dapat disebabkan oleh suhu pengeringan yang tinggi serta kelembaban udara di dalam oven yang terlalu rendah, hal tersebut mempercepat pelepasan kandungan air dari hijauan pakan yang dikeringkan. Berbeda dengan pengeringan matahari yang memiliki suhu yang rendah dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi sehingga proses penguapan air dari bahan lebih kecil dan proses pengeringan berjalan lebih lambat. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2004) yang menyatakan bahwa rata-rata kadar air untuk metode penjemuran lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengeringan rak, hal ini disebabkan pada saat penjemuran panas yang diterima oleh bahan tidak konstan sehingga proses perpindahan air dan uap berjalan lambat akibat perbedaan konsentrasi atau tekanan uap. Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan dengan intensitas waktu pengeringan yang berbeda dan hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bahan kering (BK) yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 7 jam), P3 (perlakuan matahari selama 21 jam), P1 (pengeringan matahari selama 7 jam) dan P5 (pengeringan oven 60 C selama 14 jam) tidak saling berbeda nyata karena karakteristik hijauan pakan yang digunakan tidak terlalu berbeda namun, pada P6 (pengeringan oven 60 C selama 21 jam) nyata dapat meningkatkan persentase bahan kering (BK) terutama pada Brachiaria humidicola. Menurut Lidiasari et al., (2006) suhu pengeringan yang lebih tinggi (60-70 C) dapat menurunkan kadar air dalam jumlah yang relatif lebih tinggi, namun memiliki kendala apabila disimpan pada tempat terbuka, kadar air akan meningkat kembali, hal ini disebabkan bahan pangan menyerap udara yang lembab karena bahan yang kering memiliki sifat higroskopis. 22

8 Interaksi antara teknik pengeringan dengan hijauan pakan memberikan pengaruh terhadap bahan kering (BK) yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa bahan kering (BK) yang dihasilkan dipengaruhi oleh teknik pengeringan matahari dan oven 60 C intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dan hijauan pakan yang digunakan. Pada pengeringan oven 60 C dengan semakin lama intensitas waktu pengeringan maka bahan kering (BK) yang dihasilkan semakin tinggi terutama pada Brachiaria humidicola. Tingginya bahan kering (BK) Brachiaria humidicola pada perlakuan P6 (pengeringan oven 60 C selama 21 jam) dapat disebabkan oleh suhu pengeringan yang tinggi dan morfologi dari hijauan pakan yang digunakan. Brachiaria humidicola memiliki daun yang tidak lebar dan tidak berbulu yang memudahkan terjadinya proses penguapan air. Kadar Abu Abu dapat digunakan untuk menentukan nilai gizi suatu bahan pangan. Kandungan abu suatu bahan pangan berhubungan dengan kandungan mineral di dalamnya (Herniawan, 2010). Semakin tinggi kandungan abu yang terkandung dalam suatu bahan pangan maka kandungan mineral yang dihasilkan semakin banyak. Selama proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak terbakar karena itulah disebut abu (Herniawan,2010). Persentase abu hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Abu Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (100 %BK) Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja P1 4,42±0,63 HI 6,43±0,37 DEF 7,79±0,73 AB P2 5,23±0,98 GH 6,60±0,32 CDE 7,88±0,41 A P3 5,74±0,54 EFG 6,84±0,39 BCD 8,51±0,25 A P4 5,54±0,48 FG 5,03±0,37 GHI 7,75±0,59 AB P5 4,16±0,62 I 5,56±0,71 FG 7,56±0,35 ABC P6 6,68±0,28 CDE 4,84±0,26 GHI 7,47±0,04 ABC Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam 23

9 Persentase abu yang terkandung dalam hijauan pakan berkisar antara 4,16-8,51% dengan kata lain rataan kadar abu dalam penelitian ini menunjukkan <10%. Secara umum pengeringan matahari menghasilkan abu yang relatif cukup tinggi, hal tersebut dapat terlihat pada perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) abu yang dihasilkan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari 7 dan 14 jam. Persentase abu tertinggi terdapat pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) yaitu 8,51%. Tingginya abu dapat disebabkan oleh pengeringan matahari yang merupakan pengeringan terbuka sehingga debu atau kotoran yang masuk selama proses pengeringan sulit untuk dikontrol, hal ini sesuai dengan pendapat Herniawan (2010) yang menyatakan bahwa proses pengeringan yang dilakukan pada tempat terbuka memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh bahan pengotor seperti debu yang mempengaruhi bertambahnya kandungan abu. Menurut Fery (2006) kadar abu dapat terbentuk dari kotoran atau debu yang masuk selama proses pengeringan. Persentase abu hijauan pakan pada pengeringan oven 60 C relatif lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan matahari. Dapat dilihat pada perlakuan P5 (pengeringan oven 60 C selama 14 jam) dapat menurunkan abu Brachiaria humidicola (4,16%). Menurut Herniawan (2010) pengeringan oven merupakan pengeringan yang bersifat tertutup sehingga rendah untuk terjadinya kontaminasi oleh komponen pengotor seperti batu atau debu. Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa kedua jenis teknik pengeringan dengan intensitas waktu pengeringan yang berbeda dan hijauan pakan yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase abu yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan intensitas lamanya waktu pengeringan pada pengeringan matahari terutama pada perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) nyata dapat meningkatkan persentase abu pada hijauan pakan yang dihasilkan. Interaksi antara teknik pengeringan dengan hijauan pakan memberikan pengaruh terhadap abu yang dihasilkan, hal ini dapat diartikan bahwa abu yang dihasilkan dipengaruhi oleh teknik pengeringan matahari dan oven 60 C dengan intensitas waktu 7, 14, 21 jam dan hijauan pakan yang digunakan pada saat penelitian. Pengeringan matahari dengan semakin meningkatnya intensitas waktu 24

10 pengeringan dapat meningkatkan persentase abu pada hijauan pakan yang dihasilkan. Tingginya kadar abu terutama pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) pada pengeringan matahari selama 21 jam (P3) dapat terbentuk dari kotoran yang masuk selama proses pengeringan. Selain teknik pengeringan, hijauan pakan yang digunakan juga dapat mempengaruhi tingginya abu. Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) memiliki helai daun yang tipis, sehingga saat dikeringkan menjadi rapuh dan mudah terbang menjadi abu. Bahan Organik Bahan organik merupakan selisih antara bahan kering dan abu yang secara kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein (AOAC, 1999). Pada penelitian ini persentase bahan organik (BO) hijauan pakan yang dihasilkan berkisar antara 91,49-95,84% baik pada pengeringan matahari ataupun oven 60 C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam. Persentase bahan organik (BO) hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase Bahan Organik Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (100% BK) Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja P1 95,58±0,63 A 93,57±0,37 CDE 92,21±0,73 GHI P2 94,77±0,98 AB 93,40±0,32 DEF 92,12±0,41 HI P3 94,26±0,54 BCD 93,16±0,39 EFG 91,49 ±0,24 I P4 94,46±0,48 BC 94,97±0,37 AB 92,25±0,59 GHI P5 95,84±0,63 A 94,44±0,71 BC 92,44±0,35 FGHI P6 93,32±0,28 DEF 95,16±0,26 AB 92,53±0,04 FGH Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam Persentase bahan organik (BO) hijauan pakan pada pengeringan matahari cenderung menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan intensitas lamanya waktu pengeringan. Bahan organik (BO) tertinggi dihasilkan pada perlakuan P5 (pengeringan oven 60 C selama 14 jam) terutama pada Brachiaria humidicola. Meningkatnya bahan organik (BO) disebabkan suhu pengeringan yang digunakan 25

11 pada saat penelitian. Hasil ini sesuai dengan pendapat Fery (2006) yang menyatakan bahwa suhu yang tinggi dapat meningkatkan jumlah bahan organik (BO) pada tanaman obat Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Selain itu jenis hijauan pakan yang digunakan juga dapat mempengaruhi tingginya bahan organik (BO). Brachiaria humidicola memiliki struktur daun yang cukup kuat sehingga proses dekomposisi berjalan lambat dan bahan organik (BO) tetap terjaga. Persentase bahan organik (BO) berbanding terbalik dengan kadar abu hijauan pakan yang dihasilkan. Semakin tinggi bahan organik (BO) maka semakin rendah kadar abu yang dihasilkan. Pada perlakuan P5 (pengeringan oven 60 C selama 14 jam) bahan organik (BO) yang dihasilkan relatif tinggi terutama pada Brachiaria humidicola, hal ini menunjukkan bahwa kadar abu yang terdapat pada hijauan pakan tersebut cukup rendah. Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa kedua teknik pengeringan dengan intensitas waktu pengeringan yang berbeda dan jenis hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase bahan organik (BO) yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P5 (pengeringan oven 60 C selama 14 jam) dapat meningkatkan bahan organik (BO) pada Brachiaria humidicola, sedangkan pada perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) nyata dapat menurunkan bahan organik ketiga hijauan pakan tersebut (Brachiaria humidicola, rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) dan gamal (Gliricidia sepium)). Interaksi antara teknik pengeringan dengan hijauan pakan mempengaruhi jumlah bahan organik (BO) yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa penentuan bahan organik (BO) dipengaruhi oleh perbedaan teknik pengeringan matahari dan oven 60 C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dan jenis hijauan pakan yang digunakan. Pada pengeringan matahari presentase bahan organik (BO) ketiga hijauan pakan menurun seiring dengan meningkatnya intensitas lamanya waktu pengeringan. Menurunnya bahan organik (BO) hijauan pakan dapat disebabkan oleh suhu udara dan meningkatnya intensitas waktu pada saat pengeringan. 26

12 Protein Kasar Protein adalah senyawa yang mengandung nitrogen. Sumber protein khususnya untuk ternak ruminansia dapat berasal dari tanaman, hal ini karena tanaman mampu mensintesis protein dengan cara mengkombinasikan nitrogen dan air dari dalam tanah serta CO 2 dari udara (Asngad, 2005). Persentase protein kasar dari ketiga hijauan pakan yang dihasilkan berkisar antara 6,5-24,93% baik pada pengeringan matahari ataupun oven 60 C intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam. Persentase protein kasar (PK) hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (100% BK) Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja P1 8,70 ±0,37 C 20,88 ±1,97 A 11,84 ±0,36 B P2 10,77±1,20 C 21,36 ±0,54 A 11,23 ±0,44 B P3 9,49 ±0,24 C 21,84 ±0,98 A 12,50 ±1,07 B P4 6,50 ±0,47 C 21,13 ±0,61 A 14,44 ±1,07 B P5 6,78 ±0,46 C 24,93 ±1,10 A 13,21 ±0,25 B P6 6,91 ±0,80 C 23,27 ±0,43 A 11,72 ±0,94 B Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam Protein kasar pada Brachiaria humidicola menurun pada saat pengeringan oven 60 C terutama perlakuan P4 (pengeringan oven 60 C selama 7 jam). Berbeda dengan Brachiaria humidicola, protein kasar rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) menurun pada perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 14 jam) sedangkan pada Gamal (Gliricidia sepium) protein kasar menurun pada perlakuan P1 (pengeringan matahari selama 7 jam). Penurunan protein kasar dapat disebabkan oleh adanya kandungan NPN yang mudah menguap pada hijauan pakan tersebut (Fennema, 1996). Menurunnya protein kasar juga diduga karena umur dari hijauan yang digunakan pada saat penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsono (1990) yang menyatakan bahwa kadar protein kasar menurun seiring dengan 27

13 meningkatnya umur suatu tanaman. Secara umum jenis leguminosa yaitu Gamal (Gliricidia sepium) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan Brachiaria humidicola dan rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides). Hasil ini sesuai dengan pendapat Ferry (2006) yang menyatakan bahwa rumput-rumputan mengandung protein kasar lebih rendah dibandingkan dengan leguminosa. Leguminosa memiliki bintil-bintil pada akar yang digunakan sebagai pensuplai nitrogen. Menurut Winarno et al., (1980) penurunan protein kasar juga dapat disebabkan oleh reaksi Browning. Reaksi Browning terjadi karena adanya reaksi antara asam-asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi ini ditandai dengan perubahan warna kecoklatan yang terjadi pada hijauan pakan setelah mengalami proses pengeringan. Semakin lama proses pengeringan maka semakin lama reaksi browning itu terjadi, sehingga jumlah protein kasar akan menurun. Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan hijauan pakan yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap protein kasar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa Gamal (Gliricidia sepium) nyata mengandung protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan dengan Brachiaria humidicola dan rumput Raja (P.purpureum x P. thypoides). Interaksi antara teknik pengeringan matahari dan oven 60 C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dan hijauan pakan memberikan pengaruh terhadap persentase protein kasar yang dihasilkan. Protein kasar rumput Raja (P. purpureum x P. thypodes) menurun pada perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 14 jam) sedangkan pada Gamal (Gliricidia sepium) protein kasar menurun pada perlakuan P1 (pengeringan matahari selama 7 jam). Hasil ini sesuai pendapat Ardiansyah (2004) yang menyatakan bahwa tingginya kadar protein kasar pada metode pengeringan rak disebabkan oleh panas yang dicapai oleh bahan telah mencapai panas optimum yang mempercepat terjadinya pengurangan air. Penjemuran atau pengeringan matahari akan mempercepat tingginya oxidative rancidity dan menyebabkan penurunan nilai protein kasar. Selain itu umur hijauan pakan yang digunakan juga dapat mempengaruhi menurunnya protein kasar yang dihasilkan. 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Pengeringan Matahari Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Petanian Bogor, Dramaga. Keadaan cuaca pada

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KANDUNGAN NUTRIEN

PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KANDUNGAN NUTRIEN PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KANDUNGAN NUTRIEN Brachiaria humidicola, GAMAL (Gliricidia sepium) DAN RUMPUT RAJA (Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides) SKRIPSI NURMALA SARI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Anakan Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum purpureum schumach (R 1 ), rumput Setaria spachelata (R 2 ), rumput Brachiaria brizantha (R 3 ),

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Metode Pengeringan Pengeringan Matahari (Sun Drying)

TINJAUAN PUSTAKA Metode Pengeringan Pengeringan Matahari (Sun Drying) TINJAUAN PUSTAKA Metode Pengeringan Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan (Nay,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan hewan ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) dapat dilihat. pada Gambar 1. Gambar 1. Morfologi Rumput Raja (Pennisetum purpuroides)

II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) dapat dilihat. pada Gambar 1. Gambar 1. Morfologi Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) Klasifikasi tanaman Rumput Raja adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan utama dalam segala bidang usaha ternak, termasuk dalam hal ternak ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi

Lebih terperinci

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

Ramond Siregar 1,Nelzi Fati 1, Yun Sondang 1 Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Ramond Siregar 1,Nelzi Fati 1, Yun Sondang 1 Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh METODE PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS GIZI DAN KANDUNGAN FENOL DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus L.) (Drying Methods on Nutrition Quality and Content of Phenol Bangun-bangun Leaves ( Coleus amboinicus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii

PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii 1 PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii 1 Ahmad Ibrahim, 2 Asri Silvana Naiu, 2 Lukman Mile iahmad301@yahoo.com Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo 26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Format uji organoleptik UJI ORGANOLEPTIK KARAKTERISTIK FLAT WAFER DARI TEPUNG KOMPOSIT KASAVA TERMODIFIKASI DENGAN BERBAGAI JENIS MOCAF

Lampiran 1. Format uji organoleptik UJI ORGANOLEPTIK KARAKTERISTIK FLAT WAFER DARI TEPUNG KOMPOSIT KASAVA TERMODIFIKASI DENGAN BERBAGAI JENIS MOCAF 65 Lampiran 1. Format uji organoleptik UJI ORGANOLEPTIK KARAKTERISTIK FLAT WAFER DARI TEPUNG KOMPOSIT KASAVA TERMODIFIKASI DENGAN BERBAGAI JENIS MOCAF Nama Produk : Flat Wafer Dari Tepung Komposit Kasava

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan

Lebih terperinci

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34 HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan yaitu pengujian kadar lengas tanah regosol untuk mengetahui kapasitas lapang kemudian dilakukan penyiraman pada media tanam untuk mempertahankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci