HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman"

Transkripsi

1 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan luas stomata daun yang bervariasi. Besarnya luas stomata yang diamati dan diukur pada 8 jenis tanaman berkisar antara 834, ,87 µm 2. Ukuran stomata kecil < µm 2, stomata sedang µm 2 dan stomata besar > µm 2. Tanaman yang termasuk ke dalam ukuran stomata besar adalah flamboyan (17.141,87 µm 2 ), gamal (15.445,82 µm 2 ), ukuran stomata sedang adalah petai (4.438,77 µm 2 ), asam jawa (4.917,83 µm 2 ), lamtoro (2.504,47 µm 2 ) dan sengon (1.560,33 µm 2 ), sedangkan tanaman yang termasuk ke dalam ukuran stomata kecil adalah, saga (933,06 µm 2 ) dan kaliandra (834,27 µm 2 ). Tabel 3. Ukuran luas stomata pada daun No Nama Luas Stomata (µm 2 ) Rata- Tanaman Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 rata 1. Flamboyan , , , ,87 2. Gamal , , , ,82 3. Asam jawa 4.274, , , ,83 4. Saga pohon 935,29 876,10 987,78 933,06 5. Lamtoro 2.945, , , ,47 6. Petai 4.494, , , ,77 7. Sengon 1.401, , , ,33 8. Kaliandra 966,52 841,60 694,69 834,27 Keterangan : satuan luas stomata adalah micrometer persegi (µm 2 ) Dari hasil pengukuran stomata terhadap 8 jenis tanaman, flamboyan mempunyai ukuran luas stomata yang paling besar yaitu ,87 µm 2, dan kaliandra mempunyai ukuran luas stomata paling kecil yaitu 834,27 µm 2. Besar kecilnya ukuran stomata ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari masingmasing tanaman tersebut, sehingga ukurannya bervariatif. Respirasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan energi dari bahanbahan organik, dapat berlangsung secara efisien dalam sel. Dalam pengertian yang dangkal, respirasi adalah kebalikan dari proses fotosintesis. Pernapasan pada tanaman setelah tanaman melakukan proses fotosintesis, dimana untuk melakukan proses respirasi ini tanaman mengambil oksigen (O 2 ) dari udara melalui mulut

2 30 daun atau stomata, kemudian dikeluarkan kembali dalam bentuk carbon dioksida (CO 2 ), sehingga proses respirasi diduga mempunyai peranan dalam penyerapan berbagai gas dari udara oleh tanaman. Respirasi yang paling optimal terjadi pada malam hari atau pada kondisi gelap, sehingga pengukuran laju respirasi pada tanaman dilakukan pada malam hari dengan tujuan untuk mendapatkan nilai respirasi yang paling optimal. Hasil pengukuran laju respirasi pada masing-masing spesies tanaman menunjukkan bahwa, kecepatan tanaman dalam melakukan respirasi sangat berbeda tergantung dari kemampuan tanaman itu sendiri. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada malam hari, yaitu pada jam 19.00, dan WIB. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan proses laju respirasi yang sebenarnya, karena respirasi yang paling besar terjadi pada malam hari setelah tanaman melakukan proses fotosintesis. Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap 8 jenis tanaman, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai laju respirasi pada daun No Nama Tanaman Laju Respirasi (mol/cm 2 /detik) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ratarata Suhu Rata-rata ( O C) Udara Daun 1 Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra Keterangan : Satuan laju respirasi adalah mol(co 2 )/cm 2 /detik Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kecepatan laju respirasi yang sangat beragam, laju respirasi yang dilakukan oleh masing-masing tanaman berkisar antara 1,70 2,59 mol/cm 2 /detik, sehingga dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu tanaman yang melakukan respirasi secara cepat ( 2 mol/cm 2 /detik) dan tanaman yang melakukan respirasi secara lambat (< 2 mol/cm 2 /detik). Tanaman yang termasuk ke dalam kelompok laju respirasi cepat adalah ; gamal, kaliandra, petai dan flamboyan. Sedangkan tanaman yang termasuk ke dalam laju respirasi lambat adalah ; asam, saga pohon, sengon dan

3 31 lamtoro. Berdasarkan hasil pengukuran laju respirasi tersebut, tanaman kaliandra mempunyai kemampuan melakukan proses respirasi paling cepat yaitu 2,59 mol/cm 2 /detik dan tanaman yang paling lambat dalam melakukan proses respirasi adalah sengon yaitu 1,70 mol/cm 2 /detik. Urutan tanaman dalam melakukan respirasi dari yang paling cepat sampai yang paling lambat adalah ; kaliandra, gamal, petai, flamboyan, asam jawa, saga pohon, sengon dan lamtoro. Kondisi Lingkungan Percobaan Pada saat akan dilakukan pemaparan gas 15 N, kondisi tanaman dalam keadaan baik dengan ketinggian tanaman antara cm. Posisi tanaman di dalam chamber harus sama tingginya dengan cara menambah ketinggian lantai dasar agar penyerapan gas 15 NO 2 merata pada waktu dipaparkan. Kondisi lingkungan di dalam bilik gas diatur secara manual, sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan yang diinginkan. Intensitas cahaya 1000 lux, suhu diatur sesuai dengan perlakuannya yaitu, untuk perlakuan pertama suhu relatif udara pada 30 C dan perlakuan kedua suhu relatif udara pada 20 C. Kedua perlakuan tersebut kelembaban relatif pada awal percobaan adalah 60%. Selama pemaparan gas 15 N berlangsung, pada perlakuan suhu 30 C suhu relatif udara berkisar antara 29,9 C - 30,2 C dan pada perlakuan suhu 20 C suhu relatif udara berkisar antara 19,8 C - 20,4 C, sedangkan untuk kelembaban udara relatif dimulai pada 60% dan meningkat di akhir percobaan pada ±76,3%, pada suhu 30 C dan ±74,2% pada suhu 20 C. Serapan Gas 15 N Kemampuan tanaman dalam menyerap gas NO 2 dari udara ditunjukkan dengan jumlah serapan 15 N oleh daun. Dengan asumsi bahwa 15 N tidak difiksasi oleh akar, maka besarnya serapan dinyatakan dengan tiap unit gram berat kering daun dan tiap unit cm 2 luas daun. Pada Tabel. 5 disajikan data hasil analisis serapan 15 N dalam jaringan tanaman. Hasil pengukuran serapan 15 N dalam jaringan tanaman, seperti tertera dalam Tabel 5, menunjukkan hasil yang beragam antar jenis tanaman. Jumlah serapan

4 32 15 N pada 8 jenis tanaman yang diteliti, pada kondisi suhu 30 C berkisar antara µg/g sampai µg/g dan pada kondisi suhu 20 C antara µg/g sampai µg/g. Berdasarkan kemampuan tanaman dalam menyerap zat pencemar 15 N, tanaman dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu tanaman dengan serapan rendah (< 15 µg/g), serapan sedang (15-30 µg/g) dan serapan tinggi (> 30 µg/g). Dengan menggunakan kriteria ini, maka 8 tanaman yang diteliti termasuk ke dalam kelompok tanaman dengan serapan sedang sampai tinggi. Pada penelitian Nasrullah (1997), tanaman dengan serapan 15 N lebih besar dari 30,0 µg/g dikelompokkan ke dalam kelompok tanaman dengan serapan tinggi. Pada umumnya semua tanaman yang dianalisa termasuk ke dalam kelompok tanaman dengan tingkat serapan sedang dan tinggi, kecuali tanaman flamboyan, dan asam termasuk ke dalam tanaman yang mempunyai tingkat serapan rendah pada kondisi suhu 20 C. Urutan tanaman yang memiliki kemampuan menyerap gas 15 N dari yang tingkat serapannya paling tinggi sampai terendah pada perlakuan suhu 30 C adalah ; petai, gamal, lamtoro, flamboyan, asam, saga, kaliandra dan sengon. Sedangkan pada perlakuan suhu 20 C adalah ; gamal, lamtoro, petai, sengon, saga, kaliandra, asam dan flamboyan. Patra (2002) menyatakan, bahwa kemampuan tanaman yang berbeda dalam menyerap gas pencemar dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, antara lain morfologi tanaman, seperti stomata, tebal daun, berat jenis daun dan faktor cahaya. Tabel 5. Serapan 15 N pada kondisi suhu yang berbeda (30 C dan 20 C) No. Nama Tanaman Rata-rata Selisih serapan Serapan 15 N (µg/g) N (µg/g) Suhu 30 C Suhu 20 C 1. Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra

5 33 Penyerapan gas 15 N (NO 2 ) pada tanaman tidak meracuni tanaman, karena terdapat proses detoksifikasi. Hal ini berhubungan dengan proses assimilasi N. Nitrogen oksigen di udara, salah satunya (NO 2 ) yang masuk melalui stomata daun diubah menjadi nitrat yang disebut fiksasi nitrogen. Selanjutnya akan diassimilasi tanaman menjadi asam amino yang merupakan sumber protein bagi tanaman. Faktor Lingkungan (suhu 30 C dan 20 C) Terhadap Serapan 15 N Hasil analisa serapan 15 N terhadap faktor lingkungan yang berbeda yaitu pada kondisi suhu 30 C dan suhu 20 C pada berbagai tahapan pemaparan menunjukkan penyerapan yang beragam. Dimana penyerapan 15 N oleh tanaman pada kondisi suhu 30 C lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan oleh tanaman pada kondisi suhu 20 C, kecuali tanaman sengon menunjukkan hasil serapan yang berbeda, yaitu pada kondisi suhu 20 C lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi suhu 30 C. Hal ini diduga tanaman sengon sangat peka terhadap kondisi suhu tinggi, sehingga banyak stomata yang menutup untuk mengurangi penguapan yang tinggi dan mengakibatkan rendahnya daya serap tanaman terhadap gas polutan 15 N. Besarnya perbedaan jumlah serapan antara suhu 30 C dan suhu 20 C dapat dilihat dari selisih serapan (Tabel 5). Dari histogram (Gambar 9) menggambarkan perbedaan serapan 15 N tiap jenis tanaman yang digunakan pada kondisi lingkungan yang berbeda (suhu 30 C dan 20 C). Tabel 5 menunjukkan, kedua kondisi lingkungan baik kondisi suhu 30 C maupun kondisi suhu 20 C memperlihatkan bahwa ke 8 jenis tanaman dapat menyerap polutan dengan baik pada kedua kondisi lingkungan tersebut. Jadi apabila tanaman tersebut digunakan pada jalur hijau jalan, tanaman-tanama ini dapat berfungsi dengan baik dalam menyerap polutan gas NO 2 pada daerah dataran tinggi dan daerah dataran rendah.

6 34 50 suhu 30 C suhu 20 C Serapan 15 N (µg/g) Flam boyan Clercedeae Asam jaw a Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra Nama Tanaman Gambar 9. Serapan 15 N Diantara Jenis Tanaman yang Diuji pada Suhu 30 C dan Suhu 20 C Selisih jumlah serapan 15 N tiap jenis tanaman yang digunakan pada kondisi lingkungan yang berbeda menunjukkan penyerapan 15 N oleh tanaman pada kondisi suhu 30 C lebih tinggi dibandingkan pada kondisi suhu 20 C, kecuali pada tanaman sengon. Hal ini diduga berhubungan dengan mekanisme menutup dan membukanya stomata daun. Pada 8 jenis tanaman yang diteliti ini, pada kondisi suhu tinggi (panas) secara keseluruhan stomata daun terbuka lebih lebar, sehingga gas pencemar yang masuk lebih banyak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abidin (1984), apabila cahaya dalam keadaan terang dan termperatur tinggi, maka akan mengakibatkan membukanya stomata, sedangkan apabila keadaan gelap dan temperatur rendah, akan mengakibatkan menutupnya stomata. Hasil penelitian Nasrullah (1997), menyatakan bahwa pada tanaman angsana dan sapu tangan serapan 15 N meningkat sampai pada suhu 30 C. Diduga perbedaan selisih serapan pada kedua kondisi lingkungan yang berbeda ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik setiap tanaman. Setiap tanaman memiliki kepekaan yang berbeda terhadap kondisi lingkungan, khususnya suhu dalam proses membuka dan menutupnya stomata. Faktor lingkungan suhu, intensitas cahaya dan konsentrasi gas NO 2 mempengaruhi besarnya serapan gas NO 2 (Nasrullah, 1997).

7 35 Disamping itu, yang mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata tergantung dari adanya peristiwa turgor pada guard cell. Bergeraknya air dari epidermal cell ke dalam guard cell, mengakibatkan turgor meningkat di dalam guard cell dan menimbulkan elastic straccking pada dinding guard cell. Dengan berkembangnya kedua guard cell ini mengakibatkan menutupnya stomata. Namun apabila tekanan turgor itu rendah, maka stomata itu akan membuka lagi. Faktor lingkungan lain yang berpengaruh terhadap mekanisme stomata ini yaitu cahaya dan temperatur. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Patra (2002) yang menyatakan bahwa, penyerapan gas 15 N oleh tanaman pada kondisi terang lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan oleh tanaman pada kondisi gelap. Dari kondisi lingkungan percobaan diperoleh kelembaban udara relatif pada kondisi suhu 30 C menunjukkan kelembaban udara yang relatif lebih tinggi yaitu sebesar 76±3% dibandingkan pada kondisi suhu 20 C sebesar 74±2%. Salah satu proses membukanya stomata disebabkan oleh meningkatnya evapotranspirasi pada tanaman, sejalan dengan penguapan air oleh tanaman tersebut, sehingga gas pencemar masuk melalui stomata daun. Selisih serapan yang terbesar terjadi pada tanaman petai diikuti oleh Gamal dan flamboyan. Hal ini kemungkinan disebabkan tanaman petai, Gamal dan flamboyan sangat peka terhadap suhu rendah, sehingga pada kondisi suhu rendah banyak stomata yang menutup, dengan demikian penyerapan gas pencemar pada kondisi ini menurun, dibandingkan dengan penyerapan pada kondisi suhu tinggi. Sedangkan tanaman sengon mempunyai selisih serapan yang tinggi pada suhu rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh tingkat kepekaan yang berbeda dengan tanaman lainnya atau lebih peka terhadap suhu tinggi, sehingga pada suhu tinggi tingkat serapannya rendah, karena pada kondisi suhu tinggi banyak stomata yang menutup. Hubungan Faktor Suhu dan Faktor Tanaman Terhadap Serapan 15 N Hasil pengamatan, perhitungan dan pengukuran dilakukan terhadap luas stomata, laju respirasi dan jumlah serapan pada kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu 30 C dan suhu 20 C (Tabel 5). Untuk membuktikan bahwa faktor tanaman

8 36 dan faktor lingkungan (suhu) mempengaruhi penyerapan 15 N, maka dilakukan analisis uji statistik. Hasil analisis faktor suhu terhadap tingkat serapan yang ditampilkan dalam histogram memperlihatkan tingkat serapan yang beragam, akan tetapi secara umum perlakuan pada suhu 30 C lebih tinggi tingkat serapannya dibandingkan dengan tingkat serapan pada suhu 20 C. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan pada suhu 30 C lebih berpengaruh terhadap serapan gas 15 N dibandingkan dengan perlakuan pada suhu 20 C. Sedangkan pada tanaman sengon menunjukkan hasil analisis yang berbeda, yaitu lebih besar serapannya pada kondisi suhu rendah dibandingkan dengan suhu tinggi. Ini diduga diakibatkan oleh tingkat kepekaan tanaman sengon terhadap suhu tinggi, sehingga pada suhu yang tinggi banyak stomata yang tertutup dan mengakibatkan menurunnya daya serap tanaman terhadap gas pencemar. Hasil analisis regresi secara rinci dapat dilihat pada daftar lampiran 1 sampai lampiran 3. Tabel 6. Rata-rata Hasil Analisis dan Pengukuran Faktor Tanaman (luas stomata dan laju respirasi) dan Serapan 15 N pada Kondisi suhu yang berbeda No Nama Tanaan Rata-rata Luas stomata Laju respirasi Serapan 15 N (µg/g) (µm 2 ) (mol/cm 2 /detik) Suhu 30 C Suhu 20 C 1 Flamboyan ,87 2, Gamal ,82 2, Asam 4.917,83 1, Saga pohon 933,06 1, Lamtoro 2.504,47 1, Petai 4.438,77 2, Sengon 1.560,33 1, Kaliandra 834,27 2, Untuk membuktikan bahwa faktor tanaman (luas stomata dan laju respirasi) mempunyai hubungan terhadap tingkat serapan gas 15 N, baik pada kondisi suhu 30 C maupun suhu 20 C dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi ( r ). Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi antara faktor tanaman (luas stomata) dengan tingkat serapan pada kondisi suhu 30 C adalah r = 0,63 dan pada kondisi suhu 20 C adalah r = 0,74. Sedangkan nilai koefisien korelasi antara faktor tanaman (laju respirasi) dengan tingkat serapan pada kondisi suhu 30 C adalah r = 0,99 dan

9 37 pada kondisi suhu 20 C adalah r = 0,68. Dari data hasil perhitungan hubungan antara faktor tanaman dengan tingkat serapan gas 15 N pada kondisi suhu yang berbeda, menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara faktor tanaman dengan tingkat serapan gas 15 N oleh tanaman. Hal ini membuktikan bahwa faktor tanaman (luas stomata dan laju respirasi) sangat berpengaruh terhadap tingkat penyerapan gas 15 N oleh tanaman. Hal ini berkaitan dengan proses difusi pada saat pengambilan O 2 dan pengeluaran CO 2 pada proses pernafasan (respirasi), dimana gas akan bergerak dari daerah konsentrasi tinggi (hipertonik) ke daerah konsentrasi rendah (hipotonik). Disamping itu faktor luas stomata mempunyai pengaruh terhadap penyerapan gas oleh tanaman, karena stomata merupakan jalur atau konduktans keluar masuknya baik berupa gas maupun cairan dari luar maupun dari dalam tanaman, sehingga tingkat penyerapan gas oleh tanaman sangat ditentukan oleh karakter stomata tersebut. Faktor Stomata dan Penyerapan 15 N Pada Faktor Suhu yang Berbeda Hasil pengukuran luas stomata pada berbagai jenis tanaman dapat dilihat pada tabel 7, dimana hasil pengukuran yang didapat bervariasi berkisar antara 834, ,87 µm 2. Kategori ukuran luas stomata pada daun menunjukkan luas stomata yang paling besar adalah tanaman flamboyan (17.141,87 µm 2 ) dan tanaman yang mempunyai luas stomata paling kecil adalah kaliandra (834,27 µm 2 ). Perbedaan ukuran luas stomata ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam melakukan proses metabolisme di dalam tubuh tanaman, seperti fotosintesis, transpirasi, dan respirasi, sehingga meskipun bentuk daunnya sama (daun majemuk), akan tetapi mempunyai ukuran stomata yang berbeda. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa, hasil analisis penyerapan gas 15 N oleh tanaman pada kondisi suhu 30 C lebih besar dibanding penyerapan pada kondisi suhu 20 C (Gambar 9). Meskipun tanaman sengon memperlihatkan tingkat serapan yang berbeda dengan tanaman yang lainnya, yaitu penyerapan gas lebih tinggi pada kondisi suhu 20 C dibanding pada suhu 30 C. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tingkat kepekaan tanaman terhadap suhu

10 38 tinggi, sehingga banyak stomata yang menutup dan berpengaruh terhadap tingkat serapannya. Hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : flamboyan, gamal, asam jawa, dan saga pohon, pada perlakuan kondisi suhu 30 C menunjukkan pengaruh faktor luas stomata tidak berbeda nyata terhadap penyerapan gas 15 N oleh tanaman dan menunjukkan korelasi yang rendah (Gambar 10), dimana nilai koefisien korelasi yang di dapat relatif rendah sebesar 0,63 (r = 0,63). Rincian hasil regresi dapat dilihat pada daftar lampiran 1 dan 2. Tabel 7. Luas Stomata dan Rata-rata Serapan 15 N pada Suhu yang Berbeda No Nama Tanaman Luas Stomata Serapan 15 N (µg/g) (µm 2 ) Suhu 30 C Suhu 20 C 1 Flamboyan , Gamal , Asam jawa 4.917, Saga pohon 933, Lamtoro 2.504, Petai 4.438, Sengon 1.560, Kaliandra 834, Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan karakter keempat tanaman itu sendiri dalam melakukan proses metabolisme di dalam tubuhnya dan kepekaan tanaman terhadap suhu tinggi, khususnya yang berkaitan dengan mekanisme membuka dan menutupnya stomata, sehingga berpengaruh terhadap tingkat penyerapan gas 15 NO 2 oleh tanaman yang diperlihatkan dari nilai tingkat serapan yang sangat beragam, sehingga terjadi selisih nilai yang sangat tinggi antar tanaman. Pada suhu tinggi stomata daun akan membuka agar transpirasi atau penguapan pada tanaman dapat berlangsung pada suhu tinggi, demikian pula pada suhu tinggi tanaman masih bisa melakukan proses metabolisme, akan tetapi ada beberapa jenis tanaman yang peka terhadap suhu tinggi dengan menutupnya stomata pada suhu tinggi berpengaruh pula terhadap tingkat penyerapan gas oleh tanaman melalui stomata daun.

11 39 Serapan 15 N (µg/g) Y = x r = 0.63 (suhu 30 C) Y = x r = 0.74 (suhu 20 C) Luas Stomata (µm 2 ) serapan 30 C serapan 20 C Linear (serapan 30 C) Linear (serapan 20 C) Gambar 10. Hubungan antara Luas Stomata dengan Serapan 15 N pada kondisi Suhu 30 C dan suhu 20 C Berbeda dengan hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : flamboyan, gamal, asam jawa, dan saga pohon, pada kondisi suhu 20 C. Pada kondisi ini faktor luas stomata mempunyai pengaruh berbeda nyata dan adanya korelasi yang tinggi terhadap tingkat serapan gas 15 N oleh tanaman, dimana nilai koefisien korelasi yang didapat relatif tinggi sebesar 0,74 (r = 0,74). Ini menunjukkan bahwa secara umum faktor luas stomata memberikan pengaruh terhadap penyerapan gas 15 NO 2 oleh tanaman, baik pada kondisi suhu 30 C maupun pada kondisi suhu 20 C. Dengan melihat perhitungan regresi dan nilai koefisien korelasinya, maka pada perlakuan suhu 20 C mempunyai pengaruh yang nyata dan korelasi yang tinggi antara faktor tanaman (luas stomata) dengan tingkat serapan gas 15 N oleh tanaman dibanding dengan perlakuan pada suhu 30 C. Perhitungan hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Dengan demikian, keempat tanaman yang diamati pada bilik gas yang sama dengan kondisi suhu yang berbeda, perlakuan pada suhu 20 C lebih memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tingkat penyerapan gas 15 NO 2 oleh tanaman dibanding dengan perlakuan pada suhu 30 C. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan masing-masing tanaman yang berbeda dalam menyerap gas polutan, dimana pada kondisi suhu 20 C nilai hasil serapan antar

12 40 tanaman cukup seragam, selisih nilai serapan setiap tanaman tidak terlalu jauh, sehingga berpengaruh terhadap tingkat keeratan antara faktor tanaman dengan daya serap tanaman terhadap gas polutan. Hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : lamtoro, petai, sengon dan kaliandra menunjukkan bahwa, faktor tanaman (luas stomata) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penyerapan gas 15 NO 2 oleh tanaman dan mempunyai korelasi yang tinggi antara luas stomata dengan penyerapan gas 15 N pada kondisi suhu yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan regresi dan nilai koefisien korelasi pada kedua kondisi suhu perlakuan yang relatif tinggi yaitu sebesar 0,95 (r = 0,95) pada kondisi suhu 30 C dan sebesar 0,79 (r = 0,79) pada kondisi suhu 20 C. Perhitungan hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Serapan 15 N (µg/g) Y = x r = 0.95 (suhu 30 C) y = x r = 0.79 (suhu 20 C) Luas Stomata (µm 2 ) serapan 30 C serapan 20 C Linear (serapan 30 C) Linear (serapan 20 C) Gambar 11. Hubungan antara Luas Stomata dengan Serapan 15 N pada kondisi Suhu 30 C dan suhu 20 C Dengan melihat grafik hubungan antara faktor tanaman dengan tingkat serapan gas 15 N oleh tanaman, menunjukkan nilai korelasi yang positif, dimana pada kedua kondisi perlakuan suhu yang berbeda, nilai koefisien korelasinya relatif besar, sehingga kedua perlakuan suhu ini sangat berpengaruh terhadap keempat tanaman dalam menyerap gas pencemar. Dengan demikian semakin besar luas stomata pada daun maka akan semakin besar pula tingkat serapan gas pencemar oleh tanaman, dan tanaman-tanaman yang mempunyai ukuran stomata

13 41 besar sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tanaman lanskap jalur jalan hijau sebagai tanaman pereduksi gas pencemar. Hasil analisis serapan gas 15 N oleh 8 jenis tanaman leguminosae menunjukkan hasil yang beragam. Dari nilai serapan masing-masing tanaman dapat dihitung nilai indeks serapan gas 15 N oleh tanaman. Pada kedua kondisi suhu yang berbeda, tanaman yang paling tinggi nilai indeks serapannya adalah tanaman saga pohon (117,60x10-5 ) dan tanaman yang nilai indeks serapannya paling rendah adalah tanaman flamboyan (2,39x10-5 ). Perhitungan hasil nilai indeks serapan dapat dilihat pada Lampiran 9. Faktor Laju Respirasi dan Penyerapan 15 N pada Faktor Suhu yang Berbeda Tabel 8 memperlihatkan hasil pengukuran laju respirasi yang beragam pada 8 jenis tanaman yang diteliti, dimana pengukuran ini dilakukan pada kondisi lingkungan yang kurang sinar matahari yaitu pada malam hari, dengan tujuan untuk mendapatkan proses respirasi yang optimal. Tabel 8. Nilai Pengukuran Laju Respirasi No. Nama Tanaman Nilai Laju Respirasi (mol/cm 2 /detik Rata-rata ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 1. Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra Dari hasil pengukuran faktor laju respirasi terhadap 8 tanaman yang diteliti, tanaman yang paling cepat melakukan proses respirasi adalah tanaman lamtoro (2,59 mol/cm 2 /detik). Sedangkan tanaman yang melakukan proses respirasi paling lambat adalah tanaman sengon (1,70 mol/cm 2 /detik). Urutan tanaman dalam melakukan proses respirasi dari yang paling cepat sampai yang paling lambat adalah ; lamtoro, gamal, petai, flamboyan, asam, saga, kaliandra dan sengon.

14 42 Dari hasil uji statistik laju respirasi terhadap serapan gas 15 N oleh tanaman pada ke empat jenis tanaman yang diteliti yaitu; gamal, asam, flamboyan dan saga, proses laju respirasi menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap penyerapan gas 15 NO 2 pada kondisi suhu 30 C. Dari nilai koefisien korelasi yang didapat sebesar 0,99 (r = 0,99) menunjukkan korelasi yang sangat tinggi antara laju respirasi dan tingkat penyerapan gas 15 N oleh tanaman (Gambar 12). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Patra (2002) yang menyatakan, bahwa penyerapan gas 15 N oleh tanaman pada kondisi terang lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan oleh tanaman pada kondisi gelap. Proses ini berlangsung melalui mulut daun (stomata), sehingga pada waktu tanaman melakukan proses respirasi, pada waktu yang bersamaan gas pencemar terserap oleh tanaman dan masuk ke dalam jaringan daun. Semakin cepat proses laju respirasi maka akan semakin besar pula penyerapan gas pencemar oleh tanaman. Sedangkan hasil uji statistik laju respirasi terhadap serapan gas 15 N oleh tanaman pada kondisi suhu 20 C menunjukkan pengaruh laju respirasi tidak berbeda nyata terhadap penyerapan. Nilai koefisien korelasi yang rendah yaitu sebesar 0,68 (r = 0,68) menunjukkan korelasi yang rendah antara laju respirasi dan penyerapan gas 15 N oleh tanaman (Gambar 12). Hal ini diduga berkaitan dengan mekanisme membuka dan menutupnya stomata daun, dimana pada kondisi suhu rendah (20 C) banyak stomata yang menutup atau membuka tidak maksimal, sehingga berpengaruh terhadap penyerapan gas pencemar oleh tanaman. Hal ini membuktikan bahwa, pada keempat tanaman yang di teliti yaitu, gamal, asam, flamboyan dan saga, laju respirasi memberikan pengaruh terhadap penyerapan gas 15 N oleh tanaman, tetapi tingkat keeratan antara dua perlakuan suhu, yaitu suhu 30 C dan suhu 20 C adanya perbedaan, dimana pada kondisi suhu 30 C menunjukkan pengaruh laju respirasi berbeda nyata dan adanya korelasi yang tinggi, sedangkan pada kondisi suhu 20 C menunjukkan pengaruh laju respirasi tidak berbeda nyata dan korelasi yang rendah terhadap penyerapan gas 15 N.

15 43 Serapan 15 N (µg/g) Y = 32.99x r = 0.99 (suhu 30 C) Y = x r = 0.68 (suhu 20 C) Laju Respirasi (mol/cm 2 /detik) serapan 30 C serapan 20 C Linear (serapan 30 C) Linear (serapan 20 C) Gambar 12. Hubungan antara Laju Respirasi dengan Serapan 15 N pada kondisi Suhu 30 C dan suhu 20 C Dengan melihat grafik hubungan antara laju respirasi dengan tingkat serapan gas 15 N oleh tanaman pada tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga pohon (Gambar 12), menunjukkan hasil uji statistik yang beragam, dimana pada kondisi suhu 30 C menghasilkan nilai korelasi yang positif, yaitu menunjukkan pengaruh berbeda nyata dan adanya korelasi yang tinggi (r = 0,99) terhadap penyerapan gas 15 N. Sedangkan pada kondisi suhu 20 C menghasilkan nilai korelasi yang negatif dan menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan korelasi yang rendah (r = 0,68) terhadap penyerapan gas 15 NO 2. Hasil pengukuran laju respirasi terhadap 8 jenis tanaman yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8 yang menghasilkan nilai laju respirasi yang beragam antar tanaman. Tanaman yang paling cepat melakukan proses respirasi adalah tanaman lamtoro dan yang paling lambat adalah tanaman sengon. Dari hasil uji statistik pada ke empat jenis tanaman yang diteliti yaitu; lamtoro, petai, kaliandra dan sengon menunjukkan pengaruh laju respirasi ternyata tidak berbeda nyata terhadap penyerapan pada kedua kondisi suhu yang berbeda, yaitu pada suhu 30 C dan pada suhu 20 C. Dari nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,00 dan r = 0,67 menunjukkan korelasi yang rendah antara laju respirasi dengan penyerapan gas 15 NO 2 oleh tanaman (Gambar 13). Hasil analisis regresi secara rinci dapat dilihat pada daftar lampiran 3 dan 4.

16 44 Serapan 15 N (µg/g) Y = x r = 0.00 (suhu 30 C) Y = x r = 0.67 (suhu 20 C) Laju Respirasi (mol/cm 2 /detik) serapan 30 C serapan 20 C Linear (serapan 30 C) Linear (serapan 20 C) Gambar 13. Hubungan antara Laju Respirasi dengan Serapan 15 N pada kondisi Suhu 30 C dan suhu 20 C Faktor tanaman (laju respirasi) menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan korelasi yang rendah terhadap penyerapan gas 15 N oleh tanaman. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor kondisi suhu rendah (20 C) tidak berpengaruh terhadap besarnya serapan dan masuknya gas pencemar ke dalam daun. Selain itu, hal ini berkaitan dengan proses membuka dan menutupnya stomata, sehingga berpengaruh terhadap tingkat penyerapan gas pencemar oleh tanaman. Proses membuka dan menutupnya stomata salah satunya di pengaruhi oleh faktor suhu, apabila suhu tinggi maka stomata daun akan terbuka lebar dan pada saat itu proses transpirasi berlangsung. Apabila cahaya dalam keadaan terang dan termperatur tinggi, maka akan mengakibatkan membukanya stomata, sedangkan apabila keadaan gelap dan temperatur rendah, akan mengakibatkan menutupnya stomata (Abidin, 1984).

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

METODOLOGI. Tempat dan Waktu 19 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengadaan bahan tanaman yang dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Lebih terperinci

BAB IV. HASlL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASlL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASlL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Percobaan Pada saat akan dilakukan pemaparan gas 15N, keadaan tanaman dalam kondisi yang baik dengan ketinggian tanaman berkisar antara 70-80 crn. Sebelum

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar belakang Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

Perbedaan Transpirasi dengan. Evaporasi

Perbedaan Transpirasi dengan. Evaporasi TRANSPIRASI Definisi Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel 80% air yang ditranspirasikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha. LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi Nama : Bani Nugraha Nim : 1210702008 Tanggal Praktikum : 16 April 2012 Tanggal Pengumpulan : 23 April 2012

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

PENYERAPAN AIR OLEH AKAR TANAMAN

PENYERAPAN AIR OLEH AKAR TANAMAN PENYERAPAN AIR OLEH AKAR TANAMAN PENYERAPAN AIR OLEH AKAR TANAMAN Penyerapan air pada tumbuhan dilakukan dengan dua cara yaitu penyerapan air secara aktif dan penyerapan air secara pasif. Penyerapan air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR Laporan Praktikum Mikroteknik Nama NIM Kelompok Asisten OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 : II (dua) : Ana Fatmasari PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Angsana (Pteracorpus Indicus Will) merupakan jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Angsana (Pteracorpus Indicus Will) merupakan jenis tanaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angsana (Pteracorpus Indicus Will) merupakan jenis tanaman penghasil kayu berkualitas tinggi dari familli Fabaceae, kayunya tergolong keras dan berat, tinggi mencapai

Lebih terperinci

.- MEMPENGARUHI KEMAMPUAN TANAMAN DALAM MENYERAP POLUTAN GAS NOz

.- MEMPENGARUHI KEMAMPUAN TANAMAN DALAM MENYERAP POLUTAN GAS NOz FAKTOR TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN YANG.- MEMPENGARUHI KEMAMPUAN TANAMAN DALAM MENYERAP POLUTAN GAS NOz OLEH : ASTRA DWI PATRA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ASTRA DWI PATRA.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Objek penelitian ini menggunakan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) yang telah diberi pemaparan gelombang suara Garengpung (Dundubia manifera) termanipulasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Karakterisitik Benih Kedelai Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji berkisar 18 g/ 100 biji. Warna kulit biji kuning muda dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1 1. Makhluk hidup yang dapat berfotosintesis adalah makhluk hidup... Autotrof Heterotrof Parasit Saprofit Kunci Jawaban : A Makhluk hidup autotrof

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI Oleh: Ayu Agustini Juhari 1210702007 Tanggal Praktikum : 16 April 2012 Tanggal Pengumpulan : 23 April 2012

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS VEGETASI DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PENYERAPAN POLUTAN GAS NO 2

PENGARUH JENIS VEGETASI DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PENYERAPAN POLUTAN GAS NO 2 PENGARUH JENIS VEGETASI DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PENYERAPAN POLUTAN GAS NO 2 Oleh : DUDUN ABDURAHIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITTUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5 1. Perubahan energi yang trjadi didalam kloropas adalah.... Energi kimia menjadi energi gerak Energi cahaya menjadi energi potensial

Lebih terperinci

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG Pengairan dilakukan untuk membuat keadaan kandungan air dalam tanah pada kapasitas lapang, yaitu tetap lembab tetapi tidak becek.

Lebih terperinci

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis METABOLISME 2 Respirasi Sel Fotosintesis Jalur Respirasi Aerobik dan Anaerobik Rantai respirasi Fotosintesis Fotosintesis merupakan proses sintesis molekul organik dengan menggunakan bantuan energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah (Arachis hypogaeal.) Fachruddin (2000), menjelaskan bahwa klasifikasi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Kota Utara dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Kota Utara dan 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pengamatan stomata dalam penelitian ini dilakukan pada 9 varietas tumbuhan puring yang terdapat di Kota Gorontalo. Varietas puring ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

Fotosintesis menghasilkan O 2

Fotosintesis menghasilkan O 2 Cahaya Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis : sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk

I. PENDAHULUAN. metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman membutuhkan air dalam proses evapotranspirasi, fotosintesis, aktivitas metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk menghasilkan 1

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS VEGETASI DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PENYERAPAN POLUTAN GAS NO 2

PENGARUH JENIS VEGETASI DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PENYERAPAN POLUTAN GAS NO 2 PENGARUH JENIS VEGETASI DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PENYERAPAN POLUTAN GAS NO 2 Oleh : DUDUN ABDURAHIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITTUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

GUTASI, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI

GUTASI, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI GUTASI, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI PUBI INDAH SARI UMMU SYAUQAH A. VERAWATI WIWIK ASPIANTI T. PARAMITHA SARI LILI NUR ENDA IRA RABIAH NURLINA NUR SAKINAH ANDRE SUCI ALFIAH MUHAMMAD HANAFI LILIS DYA NENGSIH

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Disusun oleh Nama : Muhammad Darussalam Teguh NIM : 12696 Golongan : B4 Asisten Koreksi :

Lebih terperinci

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN Unsur hara yang diperuntukkan untuk tanaman terdiri atas 3 kategori. Tersedia dari udara itu sendiri, antara lain karbon, karbondioksida, oksigen. Ketersediaan

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok bahasan : 1. Peran air dalam kehidupan tumbuhan 2. Penyerapan

Lebih terperinci

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan 120 PEMBAHASAN UMUM Asiatikosida merupakan salah satu kandungan kimia pada pegagan yang memiliki aktivitas biologis. Pegagan dikenal aman dan efektif untuk mengobati berbagai macam penyakit, tumbuhan ini

Lebih terperinci

Peta Konsep. Kata Kunci. fotosintesis. klorofil autothrof. 126 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Proses fotosintesis. Reaksi terang. Reaksi gelap.

Peta Konsep. Kata Kunci. fotosintesis. klorofil autothrof. 126 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Proses fotosintesis. Reaksi terang. Reaksi gelap. Peta Konsep Proses fotosintesis Reaksi terang Reaksi gelap Fotosintesis Faktor-faktor yang memengaruhi fotosintesis Air (H 2 O Karbondioksida (CO 2 Cahaya matahari Suhu Oksigen (O 2 Kata Kunci fotosintesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Bismillahirrahmaanirrahiim... Bismillahirrahmaanirrahiim... Assalamualaikum wr wb... LOADING PLEASE WAIT TRANSPIRASI Definisi Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah

Lebih terperinci

FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN

FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN 1: ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN Ayo belajar Disusun oleh: retno Safitri Dwi Sunarih 111134079/4a PGSD USD 2: ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SEMESTER Disusun oleh : Retno Safitri

Lebih terperinci

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS LAPORAN KARYA TEKNOLOGI TEPAT GUNA LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS Oleh: Supratman, S.Pd. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 12 BENGKULU 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotosintesis berasal dari kata

Lebih terperinci

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA 4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4 1. Perubahan energi yang trjadi didalam kloropas adalah.... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4 Energi cahaya menjadi energi potensial Energi kimia menjadi energi gerak

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)

MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.) MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.) Oleh HADIYANTO 10712018 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLETAKNIK NEGERI LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis.

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis. BAB V FOTOSINTESIS A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa mampu memahami proses fotosintesis dan mampu menguraikan mekanisme terjadinya fotosintesis pada tumbuhan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. B.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.3 1. Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... A. Air cahaya CO 2 O 2 Kunci Jawaban : D Bahan-bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan faktor penting kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Perubahan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 39 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN

LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN Mata Pelajaran Materi Kelas/Sem Waktu Guru Sekolah : Ilmu Pengetahuan Alam : Fotosintesis : VIII/2 : 80 menit : Heri Priyanto, S.Si., M.Si : SMP N 4 Kalikajar Wonosobo 1. Perhatikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

Kumpulan Soal IPA Kelas 8 SMP MTs Hindayani.com

Kumpulan Soal IPA Kelas 8 SMP MTs Hindayani.com Kumpulan Soal IPA Kelas 8 SMP MTs Hindayani.com Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Pembuluh nadi memiliki karakteristik antara lain... a. elastis dan tipis b. mengalirkan darah dari jantung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK

PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA Putri Ayuningtias Mahdang, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 ayumahdang@gmail.com Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Hidup Eksplan Jumlah eksplan jelutung yang ditanam sebanyak 125 eksplan yang telah diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 11 minggu setelah masa tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

MEKANISME AIR PADA TUMBUHAN

MEKANISME AIR PADA TUMBUHAN MEKANISME AIR PADA TUMBUHAN Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton dari kernel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

12/04/2014. Pertemuan Ke-2 Pertemuan Ke-2 PERTUMBUHAN TANAMAN 1 PENGANTAR Pertumbuhanadalah proses pertambahan jumlah dan atau ukuran sel dan tidak dapat kembali kebentuk semula (irreversible), dapat diukur (dinyatakan dengan angka,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Konsentrasi gas CO 2 a. Persentase input CO 2 Selain CO 2, gas buang pabrik juga mengandung CH 4, uap air, SO 3, SO 2, dan lain-lain (Lampiran 4). Gas buang karbondoksida

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi

Lebih terperinci