HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
|
|
- Iwan Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor. Secara geografis UP3 Jonggol terletak antara 6 0 LS dan 106,53 0 BT pada ketinggian 70 m di atas permukaan laut dengan total luas area 169 hektar. UP3J disamping dikelola untuk tujuan komersil juga digunakan sebagai sarana pendidikan dan penelitian terutama pada bidang peternakan. Domba yang dipelihara di UP3J sudah berkembang dengan baik menggunakan sistem berbasis pastura yang mengandalkan rumput Brachiaria humidicola, serta didukung dengan berbagai jenis tanaman leguminosa seperti gamal, lamtoro, dan akasia. Kondisi iklim di UP3 Jonggol secara umum dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan suhu dan curah hujan di UP3 Jonggol, yaitu bulan basah dan bulan kering. Perbedaan suhu dan curah hujan antara bulan basah dan bulan kering di UP3 Jonggol sangat ekstrim. Bulan basah biasanya terjadi antara November-Februari sedangkan bulan kering terjadi antara Maret-Oktober dan biasanya bulan kering lebih lama dari bulan basah. Penelitian ini berlangsung pada bulan kering dengan rata-rata suhu maksimum 33,62 0 C, suhu minimum 21,96 0 C, curah hujan 182,22 mm/ bulan, dan kelembaban 93,38% (Harahap, 2008). Domba yang diternakkan dengan suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan domba mengalami cekaman panas. Kisaran suhu yang normal untuk domba adalah 20 0 C dengan kelembaban 65% (Abdalla et al., 1993). Iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak (Anggorodi, 1990). Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kandungan nutrisi hijauan di padang penggembalaan. Suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan struktur material dinding sel tanaman seperti lignin dan mempercepat proses metabolisme tanaman yang dapat menurunkan ukuran ruang isi sel. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan pula rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Selain itu, domba yang dipelihara di wilayah lembab cenderung mudah terkena penyakit (Tomazweska et al., 1993). 19
2 Hijauan makanan ternak yang dikembangkan di padang penggembalaan UP3 Jonggol pada awalnya terdiri atas rumput Brachiaria humidicola, Brachiaria decumbens, Pennisetum purperium dan tanaman leguminosa seperti gamal dan lamtoro. Sistem penanaman campuran rumput dan legum diharapkan dapat membantu memperkaya unsur hara dan mengurangi kondisi panas serta kecepatan angin. Namun saat ini, sebagian besar padang penggembalaan telah berubah menjadi semak belukar dan rumput alam, hanya sebagian yang masih layak digunakan sebagai lahan ternak merumput. Kondisi ini menyebabkan domba di padang penggembalaan kekurangan sumber pakan sehingga perlu dilakukan pemeliharaan secara intensif untuk mendapatkan hasil yang optimal (Jarmuji, 2008). Konsumsi Nutrien Konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak (Aregheore, 2000). Konsumsi merupakan suatu faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi makanan dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Konsumsi terdiri dari bahan kering (BK), dan nutrien lemak kasar (LK), protein kasar (PK), dan juga serat kasar (SK). Rataan konsumsi nutrien pakan tiap perlakuan tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Bering dan Nutrien Pakan (g/e/h) Perlakuan Konsumsi Bahan kering Lemak kasar Protein kasar Serat kasar R1 612,10 ± 24,66 18,91 ± 0,67 45,39 ± 1,70 d 146,04 ± 6,29 R2 597,62 ± 68,23 18,95 ± 1,93 49,50 ± 4,89 cd 137,24 ± 15,97 R3 567,10 ± 48,81 18,52 ± 1,38 52,48 ± 3,47 bc 124,45 ± 12,16 R4 573,42 ± 16,95 19,15 ± 0,48 58,09 ± 1,21 a 120,82 ± 4,23 R5 572,76 ± 38,18 17,34 ± 1,08 55,67 ± 2,81 ab 128,30 ± 9,46 Keterangan: R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legum + 10% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legum + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legum + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legum. Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). 20
3 Konsumsi Bahan Kering Pemberian rumput Brachiaria humidicola (BH) dengan campuran legum pohon yaitu Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi bahan kering (Tabel 6). Konsumsi bahan kering yang diperoleh berkisar antara 567,10-612,10 g/e/h, yaitu sekitar 4,1% dari bobot badan. Hal ini sesuai dengan Haryanto dan Djajanegara (1993) yang mengutarakan bahwa kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot badan untuk pertambahan bobot badan harian sebesar gram. Hal ini dapat terjadi mengingat domba yang seumuran akan mengonsumsi jumlah pakan yang sama sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya. NRC (2006) menyatakan bahwa domba dengan bobot badan kg membutuhkan bahan kering sebesar g/e/h atau 4-5% dari bobot badan. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini, yaitu 4,1% dari bobot badan, juga belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi bahan kering. Kearl (1982) menyatakan bahwa domba dengan bobot badan kg membutuhkan konsumsi bahan kering sebesar 4,2%-7,1% dari bobot badan untuk mencapai pertambahan bobot badan sebesar 100 g/ekor/hari. Hal ini yang dapat memungkinkan pertambahan bobot badan harian domba pada penelitian ini belum dapat mencapai 100 g/ekor/hari. Rendahnya konsumsi bahan kering ransum juga dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dalam ransum. Menurut Okmal (1993), kandungan protein kasar dalam ransum dapat mempengaruhi nilai konsumsi bahan kering. Tingginya kandungan protein kasar dalam ransum akan menyebabkan tingginya konsumsi bahan kering. Konsumsi Lemak Kasar Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut organik (Parakkasi, 1999). Konsumsi lemak kasar juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia pakan, salah satunya adalah kandungan asam lemak tak jenuh dalam perlakuan. Hasil penelitian konsumsi lemak kasar domba menurut Haddad dan Younis (2004) yang menggunakan jagung sebesar 25% dalam ransum domba Awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran yaitu sebesar 59 g/ekor/hari, dengan kandungan lemak kasar dalam ransum sebesar 6,5%. 21
4 Konsumsi lemak kasar pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh secara nyata antar perlakuan. Konsumsi lemak kasar berkisar antara 17,34-19,15 g/e/h. Tidak adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh kesamaan konsumsi bahan kering dan kandungan lemak pada tiap perlakuan berkisar antara 3,1%0-3,50%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Gunawan (2005) dengan perlakuan 75% hijauan berupa rumput lapang dan 25% konsentrat yang dapat menghasilkan konsumsi lemak kasar sebesar 31,12 g/e/h. Hal ini dapat terjadi dikarenakan tingginya kandungan lemak kasar dalam ransum tersebut (13,92%) dibandingkan dengan penelitian ini (3,1%0-3,50%), sehingga berpengaruh terhadap palatabilitas pakan. Toha et al. (1999) menyimpulkan bahwa lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan, sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Konsumsi Protein Kasar Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh ternak. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1992). Konsumsi protein kasar menunjukkan pengaruh yang sangat nyata antar perlakuan (Tabel 6). Hal ini diakibatkan pemberian jumlah rumput dan legum yang berbeda pada tiap perlakuan, sehingga konsumsi protein kasar tiap perlakuan berbeda. Konsumsi protein kasar tertinggi terdapat pada perlakuan R4 yaitu sebesar 58,09±1,21 g/e/h, atau sekitar 10,1% dari konsumsi bahan kering. Hal ini dapat terjadi mengingat adanya penambahan 30% legum dalam ransum perlakuan R4 sehingga kandungan protein kasar dalam ransum lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan lainnya. Manurung (1996) menyatakan bahwa penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai suplemen ransum ruminansia dapat meningkatkan konsumsi protein. Winugroho dan Widiawati (2009) juga menambahkan bahwa konsumsi protein kasar ternak yang diberi gamal dan lamtoro lebih tinggi daripada kaliandra dan rumput alam, selain itu dilaporkan pula bahwa penggunaan legum dapat meningkatkan nilai nutrisi rumput. Konsumsi protein kasar terendah terdapat pada perlakuan R1, yaitu sebesar 45,39±1,70, atau sekitar 7,4% dari konsumsi bahan kering. 22
5 Rataan konsumsi protein pada penelitian ini berkisar antara 45,39-58,09 g/ekor/hari. Jumlah konsumsi protein penelitian ini belum mencukupi jika berdasarkan Haryanto dan Djajanegara (1992) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba lokal dengan bobot badan kg dengan pertambahan bobot badan g/ekor/hari akan membutuhkan protein kasar sebesar 73,7-135,8 g/ekor/hari. Domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah tinggi dibandingkan domba dewasa (NRC, 2006). Ternak dengan bobot badan rendah dan masuk pada masa pertumbuhan akan membutuhkan protein lebih tinggi dibandingkan dengan ternak dewasa yang telah masuk masa penggemukan (Orskov, 1992). Ransum pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan domba dengan bobot badan 14 kg untuk menghasilkan produktivitas yang optimal bila ditinjau dari kebutuhan nutrien pada ransum domba, hal tersebut dikarenakan kualitas hijauan di UP3 Jonggol yang rendah. Kualitas hijauan di UP3J yang rendah dapat disebabkan karena penelitian dilakukan pada saat musim kemarau. Hal ini menyebabkan sebagian besar hijauan mengalami kekeringan. Menurut Malesi (2006), pada bulan kering hijaun yang dipanen memiliki kandungan protein kasar yang rendah dan kandungan serat kasar yang tinggi yaitu 4,59% dan 44,78%. Konsumsi Serat Kasar Konsumsi serat kasar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 6). Konsumsi serat kasar yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 120,82-146,06 g/e/h. Domba membutuhkan serat pakan yang cukup untuk aktivitas dan fungsi rumen yang normal. Serat pakan mengalami degradasi oleh mikroba yang berperan sebagai penyedia energi untuk mendukung hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan reproduksi (Lu et al., 2005). Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi serat yaitu kandungan serat kasar dalam ransum, hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suparjo et al. (2011) bahwa konsumsi serat kasar sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum, karena serat yang terkonsumsi akan semakin tinggi jika kandungan serat ransum juga tinggi dan begitu pula sebaliknya. Penelitian Singh et al. (1999) yang menggunakan domba Awwasi lepas sapih yang diberi ransum dengan kandungan serat sebesar 11,9% dapat mengonsumsi serat 23
6 sebesar 79,23 g/e/h. Konsumsi serat kasar yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 120,82-146,06 g/e/h. Tingginya kandungan serat kasar dalam penelitian ini dikarenakan tingginya kandungan serat kasar dalam ransum, yaitu 20,25%-23,47%, sehingga menyebabkan rendahnya kecernaan ransum tersebut. Kandungan serat kasar dalam pakan dapat mempengaruhi kecernaan dalam ransum, menurut Tillman et al. (1991) semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan, maka semakin tebal dinding selnya dan berakibat semakin rendah daya cerna dari pakan tersebut. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan (PBB) berhubungan erat dengan pertumbuhan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas pakan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari pakan yang diberikan. Pertambahan bobot badan pada ternak muda merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot badan (Nurjannah, 2006). Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana pemeliharaan (NRC, 2006). Rataan pertambahan bobot badan (PBB) pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik (Tabel 7). PBB yang didapat berkisar antara 20,71 43,57 g/e/h. Dengan rataan PBB sebesar 33,00 g/e/h jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Yunita (2008) dengan perlakuan 80% rumput Brachiaria humidicola + 20% ransum komplit selama 2 bulan, dan 80% rumput + 20% ransum komplit 1 bulan pertama dan bulan berikutnya 20% rumput + 80% ransum komplit yang menggunakan domba dengan bobot awal 15,87±1,00 kg, menghasilkan rataan PBB sebesar 45,00 dan 34,46 g/e/h. Rendahnya pertambahan bobot badan pada penelitian ini disebabkan rendahnya nutrien yang dikonsumsi pada penelitian ini, yang hanya mencukupi kebutuhan hidup pokok, juga lebih rendahnya kualitas pakan pada penelitian ini. 24
7 Tabel 7. Rataan Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Efisiensi Pakan Perlakuan PBB (g/e/h) Peubah Efisiensi Pakan R1 = 90% B : 10% K 30,00 ± 11,07 0,07 ± 0,02 R2 = 80% B : 10% L : 10% K 43,57 ± 23,02 0,10 ± 0,05 R3 = 70% B : 20% L : 10% K 20,71 ± 12,86 0,05 ± 0,03 R4 = 60% B : 30% L : 10% K 35,71 ± 03,69 0,08 ± 0,01 R5 = 70% B : 30% L 35,00 ± 07,87 0,08 ± 0,02 Keterangan: B = Brachiairia humidicola, L = Legum, dan K = Konsentrat, PBB = Pertambahan bobot badan. Kualitas pakan dapat ditingkatkan dengan penambahan konsentrat dalam ransum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mawati et al. (2004), pertambahan bobot badan merupakan hal penting dalam usaha peternakan domba karena akan mempengaruhi bobot potongnya, oleh karena itu untuk mencapai bobot potong maksimal diperlukan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat selain pakan hijauan. Rianto et al. (2006) mengutarakan dalam penelitiannya bahwa domba ekor tipis yang diberi ransum dengan kandungan protein antara 8,11%-12,56% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 26,49-44,46 g/ekor/hari. Hasil tersebut lebih besar daripada penelitian ini yang menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 20,71-43,57 g/ekor/hari, dengan kandungan protein kasar dalam ransum sebanyak 7,53%-10,86%. Tingkat konsumsi ternak dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan harian ternak. Hal ini terlihat dari konsumsi bahan kering yang belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi bahan kering ternak domba bila merujuk dari kebutuhan bahan kering yang diutarakan Kearl (1982). Konsumsi bahan kering yang rendah dapat disebabkan kandungan fraksi serat yang tinggi, karena peningkatan konsumsi fraksi serat akan meningkatkan aktivitas mengunyah sehingga laju pengosongan isi perut semakin lambat, ternak tidak cepat lapar dan konsumsi pun menurun (Lu et al., 2005). Tingginya konsumsi serat kasar dalam penelitian ini menyebabkan rendahnya konsumsi bahan kering, sehingga mengakibatkan rendahnya pertambahan bobot badan harian domba dalam penelitian ini. 25
8 Efisiensi Pakan Rataan efisiensi pakan juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik (Tabel 7). Efisiensi pakan yang didapat berkisar antara 0,05-0,10. Nilai efisiensi pakan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Mulyaningsih (2006) dengan perlakuan 100% konsentrat, 75% konsentrat 25% rumput gajah, 50% konsentrat 50% rumput gajah, dan 25% konsentrat 75% rumput gajah yang menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,17, 0,10, 0,09, dan 0,04 berdasarkan konsumsi bahan kering. Rendahnya efisiensi pakan dalam penelitian ini disebabkan rendahnya konsumsi bahan kering dan protein kasar, sehingga menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan harian domba. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa efisiensi pakan dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim dan suhu dalam kandang. Efisiensi pakan yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Elia (2005) yang mengungkapkan bahwa domba di UP3 Jonggol yang dikandangkan dengan pakan kombinasi rumput Brachiaria humidicola dapat mencapai angka efisiensi pakan sebesar 0,03 hingga 0,04. Kualitas pakan juga berpengaruh terhadap rendahnya efisiensi pakan, semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi, maka akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan pakannya. Hal ini ditegaskan Haryanto (1992) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi kualitas pakan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat-zat makanan meskipun belum tentu efisien secara ekonomis. Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara dalam menentukan indikator keuntungan. IOFC biasa digunakan untuk mengukur performa pada program pemberian pakan. Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga beli bakalan, harga jual domba dan biaya pakan selama pemeliharaan. Menurut Kasim (2002) IOFC dapat dihitung melalui pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan ternak dengan biaya ransum yang dikeluarkan selama penelitian. Hasil penelitian Kasim (2002) dengan menggunakan ransum komplit dari onggok dan jerami dengan tambahan cairan rumen sebesar Rp 267-Rp 1461 ekor/hari. Faktor yang berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah 26
9 pertambahan bobot badan selama penggemukan, konsumsi pakan dan harga pakan. Hasil perhitungan IOFC disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Hasil Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Peubah (Rupiah/ekor) Perlakuan Penerimaan* Pengeluaran** IOFC R ± ± R ± ± R ± ± R ± ±7.746 R ± ± Keterangan : *) Rataan harga jual domba yang berlaku saat penelitian Rp ,-/kg bobot hidup. **) Koefisien harga pakan dalam bentuk as fed yang berlaku saat penelitian : rumput BH = Rp 200,-/kg; Legum= Rp 500,-/kg; Konsentrat = Rp 3000,-/kg. Perlakuan yang diberikan pada ternak domba tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai IOFC (Tabel 8). Nilai IOFC yang dihasilkan berkisar antara Rp Rp per ekor atau Rp -100-Rp 645 ekor/hari. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai IOFC pada penelitian Mulyaningsih (2006) yang menghasilkan nilai IOFC sebesar Rp , Rp , Rp , dan Rp per ekor. Hal ini terjadi disebabkan rendahnya pertambahan bobot badan dan harga jual domba pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian tersebut. Nilai IOFC yang dihasilkan pada perlakuan R3 adalah Rp ±27.000, nilai tersebut menjelaskan bahwa perlakuan R3 mengalami kerugian secara ekonomi. Hal ini terjadi disebabkan rendahnya pertambahan bobot badan domba pada perlakuan R3 serta tingginya biaya pakan yang dikeluarkan. Kasim (2002) juga menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai perhitugan IOFC antara lain pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi pakan, dan harga pakan saat pemeliharaan. 27
HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciPERFORMA DOMBA YANG DIBERI RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Leucaena leucocephala DAN Gliricidia sepium) DENGAN RASIO YANG BERBEDA
PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Leucaena leucocephala DAN Gliricidia sepium) DENGAN RASIO YANG BERBEDA SKRIPSI YUNANDA INDRA PERMANA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk
Lebih terperinciGambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar
PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba diklasifikikasikan dalam Kingdom: Animalia; Phylum: Chordata (hewan bertulang belakang); kelas: Mamalia (menyusui); Ordo: Artiodactyla (berkuku genap); sub ordo:
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis serta memiliki sifat karakteristik seasonal polyestrous. Klarifikasi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi
1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciPENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)
PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) M. BAIHAQI, M. DULDJAMAN dan HERMAN R Bagian Ilmu Ternak Ruminasia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries. Domba adalah ternak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Indigofera sp.
TINJAUAN PUSTAKA Indigofera sp. Indigofera sp. merupakan tanaman leguminosa dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Jenis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPENINGKATAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENAMBAHAN DEDAK DAN RUMPUT
Kode: A603-RKNu PENINGKATAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENAMBAHAN DEDAK DAN RUMPUT Ivan Mambaul Munir 1 dan E. Kardiyanto 1 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten ivanmunir@gmail.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Ternak domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciMETODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)
Lebih terperinciPRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB
EFEK PAKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS AIR SUSU Suryahadi dan Despal Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB PENDAHULUAN U Perkembangan sapi perah lambat Populasi tidak merata, 98% di P. Jawa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi
Lebih terperinciPEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI
Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi
PENDAHULUAN Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan ekstrem, cukup mudah pengembangannya dan tidak
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi
Lebih terperinciLampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan
LAMPIRAN 38 Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan R1 R2 R3 Ulangan Biskuit Konsentrat Total Biskuit Konsentrat Total Biskuit Konsentrat Total ---------------------------------------------g/ekor/hari---------------------------------------------
Lebih terperinciPENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba
TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) dibawah pengelola Fakultas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam ruminansia kecil. Ternak domba termasuk dalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia
Lebih terperinciMETODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan
Lebih terperinci