HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada setiap tahapan produksi, sampai dengan proses pengeringan kerupuk yang menghasilkan kerupuk mentah kering. Pembuatan Adonan Kerupuk Pembuatan adonan kerupuk diawali dengan proses pengayakan bahan-bahan utama yang digunakan seperti tepung tapioka dan tepung terigu serta tepung tulang rawan. Proses ini cukup penting dilakukan untuk menghindarkan kontaminan tercampur dalam bahan-bahan pembuat adonan kerupuk, juga untuk mencegah adanya granula tepung yang berbentuk butiran-butiran besar. Artinya proses penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan butian-butiran tepung dalam butiran halus, agar proses pengadonan dapat dilakukan lebih sempurna. Butiran tepung yang halus dapat meningkatkan homogenitas adonan, karena menurut Binawan (1993) homogenitas adonan adalah faktor penting dalam proses pembuatan adonan karena sifat ini akan mempengaruhi keragaman produk akhir yang dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Selama proses pengayakan terhadap tepung tapioka dan tepung terigu, tidak ditemukan kontaminan berbahaya kecuali beberapa butir batuan halus dan beberapa lembar rambut. Gumpalan-gumpalan besar juga tidak banyak terjadi pada kedua jenis tepung, karena kedua jenis tepung masih dalam kualitas yang baik saat dibeli. Pengayakan tepung tulang rawan menghasilkan dua macam tepung yaitu tepung tulang rawan halus dan tepung tulang rawan kasar dengan perbandingan sekitar 3:1. Tepung tulang rawan yang digunakan dalam membuat adonan kerupuk adalah tepung tulang rawan halus, untuk menghindarkan tekstur yang kasar pada kerupuk mentah kering dan kerupuk goreng. Pembuatan adonan kerupuk tulang rawan menggunakan proses panas, yaitu menggunakan air yang telah dipanaskan dalam mencampur semua bahan adonannya. Suhu air yang digunakan adalah o C. Air dicampurkan sedikit demi sedikit pada bahan adonan dengan terus diaduk agar adonan menjadi homogen. Air terus dicampurkan sampai adonan menjadi liat (kalis) dan homogen yang ditandai dengan tidak adanya adonan yang menempel di baskom tempat pembuatan adonan, serta adonan telah menjadi satu kesatuan. Menurut Anonim (2008), tanda yang lain dari 17

2 adonan yang telah kalis adalah saat diaduk dengan tangan, adonan sudah tidak lengket di tangan maupun di wadah atau alasnya. Proses pengadonan sekitar 2500 gram adonan kerupuk tulang rawan ayam membutuhkan waktu sekitar menit, sampai adonan menjadi kalis, dan air yang digunakan untuk membuat adonan belum terlalu dingin. Proses yang dilakukan selanjutnya adalah pencetakan adonan pada loyang yang sebelumnya telah diolesi dengan minyak goreng untuk mencegah adonan menempel pada loyang. Selanjutnya adonan siap untuk dikukus. Pengukusan, Pendinginan dan Pengirisan Pengukusan adonan merupakan tahapan penting dalam pembuatan kerupuk karena pada tahapan ini terjadi proses gelatinisasi pati. Lamanya proses pengukusan sangat tergantung dengan volume adonan yang dicetak. Pengukusan yang dilakukan pada adonan kerupuk tulang rawan dalam dua loyang sedang ukuran 25x9x5 cm dengan berat adonan sekitar gram, dan satu loyang besar ukuran 29x10,5x5 cm dengan berat adonan sekitar gram membutuhkan waktu sekitar 120 menit pada suhu o C. Waktu pengukusan dihitung setelah adonan dimasukkan pada panci yang airnya telah mendidih. Lamanya waktu ini berbeda dengan lamanya waktu pada penelitian-penelitian sebelumnya, karena perbedaan bahan utama, jumlah adonan yang dikukus, serta besarnya cetakan yang digunakan. Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang terjadi pada pengukusan adonan pada waktu pembuatan kerupuk yang mempengaruhi daya kembang kerupuk. Pembengkakan ini jelas terlihat setelah adonan diangkat dari panci pengukus, yang ditandai dengan adanya penambahan volume adonan terutama pada bagian permukaannya, serta adanya penambahan berat adonan setelah dikukus. Perbedaan adonan sebelum dan setelah dikukus dapat dilihat pada Gambar 2. (a) (b) Gambar 2. Perbedaan Adonan Kerupuk. (a). Adonan Kerupuk Sebelum Dikukus. (b). Adonan Kerupuk Setelah Dikukus 18

3 Selain ditunjukkan oleh perubahan volume adonan, indikasi adanya pembengkakan adonan selama pengukusan dapat dilihat dari bertambahnya berat adonan setelah dikukus. Penambahan berat ini disebabkan oleh adanya penyerapan air ke dalam adonan. Penambahan berat bervariasi antara 2,58-3,64%, namun berat ini akan kembali menurun setelah proses pendinginan, karena air yang terserap ke dalam adonan tidak diikat oleh adonan. Air yang terikat dalam adonan sudah berada pada titik optimal saat proses pengadonan, sehingga air yang masuk saat pengukusan akan kembali menguap seiring dengan menurunnya suhu adonan. Hal ini menyebabkan berat adonan akan kembali keberat semula, yaitu berat adonan sebelum dikukus. Penambahan berat adonan kerupuk setelah proses pengukusan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penambahan Berat Adonan Setelah Proses Pengukusan Berat Adonan Penambahan Perlakuan Mentah Kukus Berat g %----- Suhu refrigerator ,8 Suhu ruang 3786, ,25 Adonan yang telah dikukus kemudian didinginkan dan didiamkan agar menjadi kaku. Proses ini dilakukan pada dua suhu yang berbeda, yaitu suhu refrigerator (15 o C) dan suhu ruang (29 o C) selama 15 jam. Peristiwa yang terjadi pada saat proses pendiaman dan pendinginan adalah retrogradasi atau pengkristalan amilosa dalam adonan (Winarno, 1997). Proses tersebut akan mempermudah proses pengirisan adonan menjadi lembaran-lembaran tipis, karena sifat adonan yang padat dan keras namun elastis. Wianecki dan Kołakowski (2007) menjelaskan bahwa molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan membentuk gel yang bersifat sangat elastis. Setelah proses pendiaman selama 15 jam yang dilakukan pada suhu yang berbeda tersebut, adonan yang disimpan pada suhu refrigerator (15 o C) menunjukkan sifat lebih baik dibandingkan dengan adonan yang disimpan pada suhu ruang. Adonan lebih mudah untuk diiris sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi karena irisan utuh yang didapatkan lebih banyak. Hal ini diduga karena proses kristalisasi amilosa lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih rendah, 19

4 yaitu suhu refrigerator. Proses pengirisan dilakukan dengan menggunakan alat potong manual yang bekerja dengan memutar tuas yang pada salah satu sisinya terdapat pisau pengiris. Salah satu kelemahan yang terdapat dalam alat yang tersedia adalah adanya jarak yang terlalu lebar antara landasan tempat meletakkan bahan dengan pisau pengiris. Jarak ini menyebabkan pengirisan tidak berjalan dengan sempurna, karena bagian bawah adonan tidak tertahan oleh landasan secara keseluruhan. Data berat adonan setelah pengirisan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Berat Adonan Kerupuk Setelah Proses Pengirisan Berat Adonan Kerupuk Iris Kerupuk kering Perlakuan dingin utuh sisa jumlah Utuh* sisa jumlah g Refrigerator 3863, , ,33 Ruang , , , , ,33 *Utuh = bentuk potongan sesuai dengan bentuk persegi yang diinginkan Akibat tidak teriris secara sempurna, proses pengirisan bagian bawah adonan akan menghasilkan remah-remah halus sisa pengirisan. Selain itu, inefisiensi alat juga disebabkan landasan tempat menaruh bahan yang akan diiris dibuat permanen dan tidak bisa menyesuaikan bentuk adonan yang akan diiris. Bentuk ini mengharuskan adanya penyesuaian bahan yang akan diiris terhadap bentuk landasan, sehingga banyak bagian adonan yang harus dikurangi. Proses pengirisan adonan kerupuk, alat pengiris, serta adanya remah halus saat pengirisan dapat dilihat pada Gambar 3. Proses selanjutnya dari produksi kerupuk adalah pengeringan lembaran kerupuk. Gambar 3. Proses Pengirisan Adonan Kerupuk Tulang Rawan Ayam 20

5 Pengeringan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suau bahan dengan cara menguapkan sebagian air melalui penggunaan energi panas (Winarno, 1993). Kerupuk tulang rawan yang dibuat, dikeringkan dengan menggunakan pengering buatan (oven), agar konsistensi suhu pengeringan serta kebersihan bahan selama proses pengeringan tersebut dapat terjaga. Konsistensi suhu akan menyeragamkan hasil pengeringan yang didapatkan. Suhu yang digunakan selama proses pengeringan adalah 55 o C selama 18 jam. Setelah mengalami proses pengeringan, hasil lembaran kerupuk kering akan mempunyai kadar air sekitar 6-7%. Kerupuk saat pertama kali dikeluarkan dari oven, cenderung mempunyai sifat yang keras lebih sulit untuk dipatahkan, karena kadar airnya yang sangat rendah, yang mengakibatkan ikatan antar bahan kerupuk tersebut lebih kuat. Setelah beberapa waktu dikeluarkan dari oven dan ditempatkan pada tempat terbuka, kadar air kerupuk akan meningkat, karena kerupuk mentah menyerap uap air dari lingkungannya. Perbedaan tekanan antara oven dan ruangan terbuka saat kerupuk dikeluarkan yang terjadi secara tiba-tiba menyebabkan retakan halus pada kerupuk mentah. Peningkatan kadar air kerupuk mentah kering selama disimpan di ruang terbuka dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisa Kadar Air Kerupuk yang Mendapatkan Perlakuan Penyimpanan pada Hari yang Berbeda Kadar Air Selama Penyimpanan Perlakuan 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari % Suhu Refrigerator 7,64 10,16 7,66 10,83 Suhu Ruang 8,05 9,51 7,21 10,24 Indikasi adanya penyerapan uap air dari lingkungan oleh kerupuk kering pada saat penyimpanan pada suhu ruang bisa terlihat dengan semakin bertambahnya berat kerupuk tersebut saat semakin lama disimpan. Dari sampel yang ditimbang untuk mengetahui kemungkinan pertambahan berat ini menunjukkan bahwa semakin hari berat sampel mengalami penambahan berat. Persentase kenaikan berat ini menurun dari hari ke hari, karena kadar air kerupuk sudah hampir menuju titik kesetimbangan, 21

6 sehingga kadar airnya menjadi konstan. Penambahan berat sampel kerupuk selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Berat Kerupuk Mentah Selama Penyimpanan Perlakuan Berat Kerupuk 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari g Suhu refrigerator 51,59 52,21 52,49 52,79 Suhu ruang 51,56 51,87 52,19 52,43 Berdasarkan hasil uji proksimat terhadap kerupuk tulang rawan ayam mentah setelah pendiaman hari ketiga, diketahui bahwa kadar air kerupuk kering mentah adalah sekitar 10,24-10,83%, dimana persentase lebih tinggi ditunjukkan oleh kerupuk yang didiamkan pada suhu refrigerator. Hasil lengkap uji proksimat kerupuk tulang rawan mentah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengujian Proksimat Kerupuk Tulang Rawan Ayam Setelah Pendiaman Hari ke-3 Analisa Suhu Refrigerator Suhu Ruang SNI % Kadar Air 10,83 10,24 Maksimal 11 Kadar Abu 1,45 1,67 Maksimal 1* Protein 3,39 3,00 Minimal 6 Lemak 0,75 0,68 Maksimal 0,5 Karbohidrat 85,36 84,40 - *Kadar abu yang diukur adalah kadar abu tanpa garam Rata-rata nilai persentase peubah yang diuji mempunyai nilai yang lebih rendah daripada syarat mutu kerupuk berbahan dasar ikan, kecuali kadar abu dan kadar lemak. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan dasar yang digunakan. Kadar abu yang diukur pada kerupuk tulang rawan ayam menunjukkan nilai yang lebih tinggi (1,45-1,67%) karena dalam SNI yang diukur adalah kadar abu tanpa garam. Nilai kadar lemak yang lebih tinggi disebabkan oleh masih tingginya kadar lemak tulang rawan yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk tulang rawan ayam ini. 22

7 Rendemen Rendemen adalah persentase berat produk yang dihasilkan terhadap berat awal produk. Rendemen pada penelitian ini dihitung di setiap tahapan produksi (sampai dihasilkan kerupuk mentah kering). Rekapitulasi rendemen dari tiap tahapan produksi dengan perlakuan suhu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Umumnya rendemen tiap tahapan mulai dari tahapan adonan sampai dengan tahapan pemotongan, bahan kerupuk tidak mengalami perubahan berat yang signifikan. Potensi pengurangan berat dapat terjadi pada saat pembuatan adonan, karena proses yang dilakukan menggunakan tenaga yang cukup besar disertai dengan pembolakbalikan adonan yang memungkinkan ada bagian adonan yang tercecer keluar. Tahapan lain yang berpotensi terjadi pengurangan adalah tahapan pemotongan. Sebelum tahapan pemotongan dilakukan, adonan yang telah tercetak dalam loyangloyang tersebut harus disesuaikan ukurannya dengan ukuran pemotong. Disini titik inefisiensi bisa terjadi, sehingga kerupuk utuh yang dihasilkan akan sangat jauh berkurang. Disamping itu, alat pemotong yang digunakan memiliki kelemahan, selain karena masih digerakkan secara manual (tenaga manusia), juga terdapatnya celah yang terlalu lebar antara pisau dan tempat meletakkan bahan yang akan dipotong. Celah ini menyebabkan bahan tidak teriris secara sempurna, dan ada beberapa bagian terutama bagian bawah adonan- yang tidak terpotong, sehingga menghasilkan sisa potongan dan remah-remah halus yang akan mengurangi rendemen kerupuk utuh yang dihasilkan. Rendemen kerupuk utuh yang dihasilkan dibandingkan dengan bahan awal berkisar antara 35-37%. Jumlah ini bukan jumlah sebenarnya dari rendemen yang dihasilkan, karena masih didapatkan hasil yang lain, yaitu kerupuk dalam bentuk yang lebih kecil, sisa potongan, dan remah-remah, yang secara komersial tidak dapat disamakan dengan hasil kerupuk utuh. Jumlah ini sesungguhnya dapat ditingkatkan, jika efisiensi alat dapat dioptimalkan sehingga pengurangan adonan saat dipotong dapat diminimalkan. Bila upaya ini dapat dilakukan, rendemen kerupuk utuh dapat ditingkatkan menjadi sekitar 60%. 23

8 Perlakuan Suhu Refrigerator Suhu ruang Tabel 8. Rendemen Tiap Tahapan Produksi (sampai kerupuk mentah kering) Proses Rendemen terhadap proses Adonan Kukus Dingin Potong Kering Utuh* % Mentah** 97,59 100,64 98,18 96,82 59,30 36,59 Adonan 103,13 100,61 99,22 60,77 37,51 Kukus 97,56 96,21 58,93 36,37 Dingin 98,62 60,40 37,28 Potong 61,25 37,80 Kering 61,71 Mentah** 96,57 99,36 96,82 95,38 59,30 35,83 Adonan 102,90 100,26 98,77 61,40 37,10 Kukus 97,44 96,00 59,68 36,06 Dingin 98,52 61,24 37,01 Potong 62,17 37,57 Kering 60,43 *Utuh = bentuk potongan sesuai dengan bentuk persegi yang diinginkan **Mentah = campuran semua bahan mentah untuk pembuatan kerupuk Penggorengan Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Metode penggorengan yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode deep frying yaitu metode penggorengan dimana bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak (Ketaren, 1986). Metode yang dipilih dalam proses penggorengan akan berperan penting, karena menurut Robertson (1967), proses penggorengan dipengaruhi oleh sistem dan bahan wajan penggoreng, jenis minyak goreng, dan stabilitas serta struktur bahan yang digoreng. Kerupuk digoreng sebanyak 7-10 keping setiap penggorengan, dalam ml minyak goreng yang telah panas bersuhu antara o C. Kerupuk yang dimasukkan dalam minyak panas akan menimbulkan suara berdesis karena adanya penguapan air yang terikat dalam gel pati kerupuk mentah akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng. 24

9 Penguapan air dan timbulnya suara berdesis tidak otomatis membuat kerupuk menjadi mengembang. Kerupuk akan tetap berada pada ukuran semula selama beberapa saat sampai kemudian kerupuk mulai mengembang, saat ini kerupuk masih berada dalam daerah plastisasi. Kerupuk akan terus mengembang sampai penguapan air dan tekanan uap yang menyebabkan pengembangan berjalan optimal, dan akhirnya kerupuk berhenti untuk mengembang (daerah statis). Lamanya waktu pengembangan kerupuk saat digoreng dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Waktu Pengembangan Kerupuk Saat Digoreng Lamanya kerupuk pada daerah plastisasi rata-rata sekitar empat detik, sebelum kemudian kerupuk mengembang. Kerupuk yang digoreng mengembang selama sekitar delapan detik sampai akhirnya pengembangan kerupuk berhenti. Beberapa saat setelah proses pengembangan berhenti, kerupuk siap untuk diangkat, karena walaupun waktu penggorengannya ditambah, kerupuk tidak akan lagi bertambah volumenya, bahkan dapat menyebabkan kerupuk menjadi hangus. Kerupuk yang telah digoreng diamati volume pengembangannya, warna, kerenyahan serta kadar kalsium dan fosfornya. Rendemen diukur pada setiap tahapan proses produksi, sedangkan kadar air diukur pada kerupuk mentah kering. 25

10 Volume Pengembangan Kerupuk Pengembangan kerupuk dan produk ekstrusi lainnya merupakan proses ekspansi secara tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang mengembang dan porous. Menurut Tahir (1985), pengembangan kerupuk ini sangat dipengaruhi oleh kadar amilopektinnya. Semakin tinggi kadar amilopektin di dalamnya, semakin mengembang kerupuk saat digoreng. Kerupuk tulang rawan yang berbahan utama tepung tapioka berpotensi untuk mengembang sangat tinggi, karena kadar amilopektin tepung sagu lebih tinggi dibandingkan dengan kadar amilopektin tepung yang lain. Menurut Tahir (1985), kadar amilopektin tepung tapioka sekitar 76,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan tepung sagu (70,35%), dan tepung terigu (51,43%). Akan tetapi, faktor ini bukan satusatunya faktor yang dapat mempengaruhi proses pengembangan kerupuk. Berbagai faktor lain seperti suhu penggorengan, dan penyimpanan bahan sebelum digoreng juga memegang peranan penting dalam proses ini. Lamanya kerupuk disimpan sebelum digoreng dapat mempengaruhi proses pengembangan dikarenakan kadar air kerupuk mentah kering yang belum stabil. Kadar air ini sangat mempengaruhi proses pengembangan, karena pengembangan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang mendesak gel pati. Volume pengembangan kerupuk yang disimpan pada hari yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9. Data volume pengembangan memperlihatkan bahwa volume pengembangan akan cenderung tetap dan belum mengembang dengan baik pada penyimpanan 0-2 hari, dan mulai mengembang pesat pada umur simpan tiga hari. Peristiwa ini disebabkan oleh kadar air yang terdapat dalam kerupuk kering yang baru dikeluarkan dari oven masih sangat rendah yaitu berkisar antara 6-7%, dimana jumlah ini masih dekat dengan batas kadar air primer (5,77%), sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguapkan kadar airnya. Penguapan yang terhambat ini juga menyebabkan kerupuk cenderung lebih cepat berwarna gelap (hangus). Penyimpanan 1-2 hari pada kerupuk kering, menimbulkan warna yang lebih cerah (putih) pada kerupuk saat digoreng, walaupun dari sisi pengembangan, kerupuk belum dapat mengembang dengan baik. Setelah kerupuk disimpan selama tiga hari, warna dan pengembangan sudah baik meskipun bentuk kerupuk cenderung kurang baik, karena retakan-retakan halus yang timbul saat penyimpanan kerupuk mentah kering hasil 26

11 pengeringan oven menjadi pecah pada saat kerupuk digoreng dan menimbulkan ketidakteraturan bentuk pada kerupuk goreng. Adanya retakan ini juga mengharuskan untuk berhati-hati dalam menggoreng, karena kerupuk bisa pecah saat digoreng, sehingga bentuknya menjadi tidak utuh. Kadar air kerupuk setelah disimpan selama tiga hari sekitar 10%, dimana jumlah ini merupakan jumlah optimal kadar air kerupuk mentah. Kadar air ini berada pada wilayah kadar air sekunder, yang merupakan wilayah terbaik dari pengembangan kerupuk. Perbedaan warna dan volume pengembangan akibat penggorengan karena disimpan pada hari yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5. Terlihat bahwa semakin lama disimpan, retakan pada kerupuk setelah digoreng semakin mudah terbentuk. Tabel 9. Volume Pengembangan Kerupuk Setelah Penyimpanan Perlakuan Volume Pengembangan 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari % Rataan Suhu Refrigerator 446,94 450,93 598,15 757,41 563,36 a Suhu Ruang 522,22 533,33 688,89 916,67 665,28 b Rataan 484,58 A 492,13 A 643,52 A 837,04 B Keterangan: - superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) - superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Pengujian sidik ragam terhadap volume pengembangan kerupuk menunjukkan bahwa perlakuan suhu pendiaman memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) dan perlakuan penyimpanan selama hari yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Lamanya penyimpanan tiga hari menghasilkan volume pengembangan paling baik dibandingkan dengan lama penyimpanan yang lain. Namun, interaksi antara kedua faktor menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa volume dapat dipengaruhi oleh salah satu faktor saja, baik suhu maupun penyimpanan. 27

12 Kadar Air Gambar 5. Perbedaan Warna dan Volume Pengembangan Kerupuk Setelah Disimpan pada Lama Hari yang Berbeda Kadar air kerupuk mentah akan sangat berpengaruh terhadap volume pengembangan kerupuk saat digoreng. Kadar air yang baik untuk proses ini adalah sekitar 9-10%, dimana saat itu kerupuk berada pada wilayah kadar air sekunder (5,77-15,4%) (Tahir, 1985). Wilayah air sekunder ini adalah wilayah terbaik, dimana air dalam bahan pangan lebih mudah diuapkan saat digoreng sehingga memberikan volume pengembangan yang lebih baik, dibandingkan bahan pangan yang kadar airnya masih berada di wilayah air primer. Kerupuk tulang rawan yang dihasilkan, setelah penyimpanan tiga hari pada ruang terbuka (29 o C) mengalami peningkatan kadar air. Kadar air awal kerupuk mentah kering hasil pengeringan oven adalah sekitar 7,6-8%, sedangkan setelah disimpan selama tiga hari kadar airnya menjadi sekitar 10%. Data kadar air kerupuk mentah selama penyimpanan dapat dlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kadar Air Kerupuk Hasil Perlakuan Suhu dan Penyimpanan Perlakuan 0 hari 1 hari 3 hari Kadar Air Selama Penyimpanan 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari % Suhu Refrigerator 7,64 b 10,16 e 7,66 b 10,83 f Suhu Ruang 8,05 c 9,51 d 7,21 a 10,24 e Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 28

13 Analisis ragam terhadap kadar air kerupuk mentah menunjukkan bahwa faktor suhu pendiaman dan penyimpanan kerupuk kering selama hari yang berbeda serta interaksi kedua faktor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air kerupuk. Kombinasi perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerator dan penyimpanan kerupuk kering selama tiga hari memberikan pengaruh terbaik terhadap kadar air kerupuk mentah kering. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kadar air akan meningkat seiring dengan lama penyimpanannya serta perlakuan suhu yang diberikan dapat menghasilkan tingkat kadar air yang berbeda terhadap kerupuk mentah kering yang dihasilkan. Kadar Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Salah satu kelebihan yang ditawarkan oleh kerupuk yang dibuat dengan menambahkan tepung tulang rawan adalah kandungan kalsium dan fosfornya. Kandungan kalsium dan fosfor kerupuk tulang rawan mentah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kandungan Kalsium dan Fosfor Kerupuk Mentah Kering Perlakuan Rasio Ca/P Kalsium Fosfor % Suhu Refrigerator 1,45:1 0, Suhu Ruang 1,84:1 0,48 0,26 Kandungan kalsium dan fosfor ini sangat penting sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan akan kalsium dan mineral, karena tidak dapat dipungkiri tubuh kita membutuhkan kedua mineral ini untuk menjaga kestabilan metabolisme, dan secara alami tubuh tidak dapat mensintesisnya sehingga membutuhkan asupan dari luar tubuh. Misalnya fosfor, dimana kebutuhan tubuh adalah 0,8-1,2 gram perhari, dengan mengkonsumsi 100 gram kerupuk tulang rawan ini sudah dapat memenuhi 25% kebutuhan tubuh akan fosfor. Rasio antara Ca/P nya pun tergolong baik, karena perbandingannya tidak lebih dari 2:1, dimana ini adalah perbandingan Ca/P yang direkomendasikan dan sesuai dengan rasio Ca/P dalam tubuh. Rasio yang terlalu tinggi akan menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme. 29

14 Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui respon panelis terhadap mutu warna, kerenyahan, tekstur, rasa, aroma, dan penampakan umum kerupuk tulang rawan yang sudah di goreng. Uji yang digunakan adalah uji skoring. Penilaian menggunakan skala numerik antara 1 sampai 6. Angka 1 (sangat baik), 2 (baik), 3 (agak baik), 4 (agak tidak baik), 5 (tidak baik) dan angka 6 (sangat tidak baik). Hasil penilaian panelis terhadap parameter kerenyahan dan aroma menunjukkan perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan karena formula kerupuk tidak berbeda, sehingga aroma yang didapat sama. Rataan penilaian panelis adalah 2,75 yang berarti bahwa panelis menyatakan aroma kerupuk yang dihasilkan agak baik. Kerenyahan oleh panelis dinyatakan tidak berbeda, karena kerupuk yang disimpan nol hari dan tiga hari mempunyai mutu kerenyahan yang sama. Kerenyahan yang dihasilkan cukup baik, karena volume pengembangannya lebih dari 77% (Yu, 1991). Data hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 12. Peubah Tabel 12. Data Hasil Penilaian Organoleptik Kerupuk Tulang Rawan Ayam Suhu Refrigerator Suhu Ruang Rataan Warna 2,68 a 3,44 bc 2,92 ab 2,8 a 3,12 abc 3,6 c 2,68 a 2,84 ab - Kerenyahan tn 2,56 2,56 2,64 2,68 2, ,48 2,44 2,61 Rasa 2,84 abc 3,2 c 2,4 a 3 bc 3 bc 3,32 c 2,6 ab 2,92 abc - Tekstur 2,48 a 3,32 d 2,8 abc 3,12 bcd 2,68 ab 3,48 cd 2,96 abcd 2,88 abcd - Aroma tn 2,76 2,84 2,6 2,92 2,68 3 2,48 2,72 2,75 Penampakan Umum 2,52 a 3,92 d 3,04 ab 3,2 bc 2,84 ab 3,8 cd 3,28 bc 2,8 ab - Keterangan: - superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) - tn = tidak nyata Hasil penilaian panelis terhadap warna, tekstur, rasa dan penampakan umum kerupuk menunjukkan bahwa perlakuan memberikan perbedaan sangat nyata. Peubah warna yang dinilai berbeda sangat nyata oleh panelis, disebabkan kerupuk yang berkadar air rendah digoreng akan lebih cepat menimbulkan warna gelap, dan akan berkurang seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Panelis menilai untuk 30

15 kerupuk baik yang disimpan dalam suhu ruang maupun suhu refrigerator yang mempunyai umur simpan satu hari dari sisi warna dinilai berbeda dengan yang lain. Panelis memberikan penilaian paling rendah terhadap kerupuk ini, karena memiliki warna yang pucat. Panelis cenderung menilai tidak ada perbedaan antara kerupuk yang disimpan pada suhu ruang dan suhu refrigerator terhadap kriteria warna. Penilaian panelis terhadap tekstur kerupuk menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar sampel. Rata-rata panelis memberi penilaian lebih baik terhadap tekstur kerupuk yang berumur nol hari, baik yang disimpan pada suhu refrigerator maupun suhu ruang. Kerupuk jenis ini cenderung mempunyai tekstur lebih halus pada permukaannya, karena belum terbentuk retakan-retakan halus yang akan menimbulkan celah saat digoreng. Panelis cenderung memberikan penilaian kurang baik terhadap kerupuk yang berumur satu hari karena dari sisi tekstur kerupuk ini lebih kasar, namun pengembangannya masih kurang (bantat). Penilaian panelis terhadap rasa menunjukkan bahwa perbedaan respon bukan dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan dalam suhu yang berbeda ataupun perlakuan penyimpanan. Perbedaan rasa yang ditunjukkan oleh panelis disebabkan oleh perbedaan homogenitas adonan, sehingga pencampuran bumbu-bumbu yang digunakan tidak sempurna. Penilaian penampakan umum oleh para panelis menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Panelis menilai bahwa kerupuk yang disimpan selama satu hari menunjukkan penampakan yang kurang menarik dan ini berlaku untuk kerupuk yang mendapat perlakuan suhu ruang maupun suhu refrigerator. Secara umum kerupuk yang berumur simpan satu hari mempunyai bentuk dan tekstur dengan skor 3,32 dan 3,48 yang berarti agak kurang baik. Tabel 13. Perbandingan Hasil Terbaik Antar Peubah Peubah Suhu Refrigerator Suhu Ruang Rendemen V Volume Pengembangan V Kadar Air V Kalsium dan Fosfor V 31

16 Berdasarkan Tabel 13, perlakuan yang pendiaman pada suhu yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda. Kerupuk yang disimpan pada suhu refrigerator menunjukkan pengaruh lebih baik dari sisi rendemen yang dihasilkan, sedangkan pendiaman pada suhu ruang menunjukan hasil yang lebih baik dari nilai kalsium dan fosfor, serta persentase pengembangan yag lebih baik. 32

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diizinkan, serta disiapkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

STANDARDISASI PROSES PRODUKSI KERUPUK TULANG RAWAN AYAM

STANDARDISASI PROSES PRODUKSI KERUPUK TULANG RAWAN AYAM The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan camilan yang dikonsumsi bersama makanan utama. Menurut Lavlinesia (1995) kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mie gembili adalah sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan: a. Panci b. Slicer c. Pisau d. Timbangan e. Screen 80 mesh

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Cassava stick adalah singkong goreng yang memiliki bentuk menyerupai french fries. Cassava stick tidak hanya menyerupai bentuk french fries saja, namun juga memiliki karakteristik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI Oleh : INDARTY WIJIANTI 0533010013 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU Akhyar Ali 1, Usman Pato 1, dan Dony Maylani 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerupuk Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 III.MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen (TPP) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 2012

Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 2012 45 Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 01 No Bulan Produksi (kg) Nilai (Rp) 1 Januari 137 3.083.000 Februari.960 67.737.000 3 Maret

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN 1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING (CUCURBITA MOSCHATA) SEBAGAI SUMBER KAROTEN DALAM PEMBUATAN MIE BASAH

PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING (CUCURBITA MOSCHATA) SEBAGAI SUMBER KAROTEN DALAM PEMBUATAN MIE BASAH PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING (CUCURBITA MOSCHATA) SEBAGAI SUMBER KAROTEN DALAM PEMBUATAN MIE BASAH A.A.M. Dewi Anggreni, I Made Sudha Pranawa, Dan I G. A. Lani Triani Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET REFERENSI Barbut, S. 2012. Convenience breaded poultry meat products New developments. Trends in Food Science & Technology 26: 14-20. 1 PRODUK PENGERTIAN DAN ISTILAH Nugget:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

Resep Kastengel Bawang Merah

Resep Kastengel Bawang Merah MEMBUAT RANCANGAN DAN KARYA TEKNOLOGI DIVERSIVIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN BERBASIS BAWANG MERAH YANG TIDAK DIPATENKAN; TINGKAT INTERNASIONAL Resep Kastengel Bawang Merah Bahan Adonan: 1 kg Tepung

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang untuk analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran

Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran Tuesday, 22 September 2009 21:05 Last Updated Tuesday, 22 September 2009 21:14 Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran Berbagai macam hidangan disajikan di Hari Raya Lebaran, tidak ketinggalan

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, Gantiwarno, Pekalongan, Lampung Timur, dan Laboratorium Politeknik Negeri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap PENGOLAHAN DAGING NUGGET Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kualitas Fisik 4.1.1. Pengaruh terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam bahan pengisi terhadap daya ikat air pada bakso ayam disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN Disusun Oleh: FERAWATI I 8311017 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Segala

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik LAMPIRA 50 Lampiran 1 Prosedur analisis fisik 1. Analisis Tekstur (kekerasan dan kekenyalan) Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013. III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) ini dilakukan di perusahaan bakpia pathok 25 Yogyakarta, dan dilakukan selama 2,5 bulan yaitu dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, CV. An-

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

: Laila Wahyu R NIM :

: Laila Wahyu R NIM : Nama : Laila Wahyu R NIM : 11.11.568 Kelas : 11-S1TI-15 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 211/212 I. ABSTRAKSI Produk olahan krupuk ikan tenggiri merupakan produk pangan yang dapat digunakan sebagai makanan ringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. 22 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. Penelitian kadar air, aktivitas air (a w ), dan pengujian mutu hedonik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci