HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
|
|
- Sugiarto Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila memiliki kecernaan yang tinggi. Tingkat kecernaan suatu bahan pakan perlu diketahui agar dapat dijadikan dasar dalam penyusunan ransum. Bahan kering merupakan salah satu komponen yang diperhitungkan dalam pengukuran kecernaan. Berikut merupakan rataan nilai kecernaan bahan kering imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput : Tabel 4. Nilai Rataan Kecernaan Bahan Kering Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R % ,56 60,14 65,88 63, ,74 60,11 65,79 63, ,75 60,99 64,98 63, ,79 61,08 65,77 63, ,52 60,17 66,76 62,20 Rataan 58,27 60,50 65,84 63,08 R1 = 10 % Kulit Pisang Nangka + 50 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R2 = 20 % Kulit Pisang Nangka + 40 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R3 = 30 % Kulit Pisang Nangka + 30 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R4 = 40 % Kulit Pisang Nangka + 20 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat Rataan nilai kecernaan bahan kering imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput lapang hasil penelitian berkisar antara 58,27 sampai dengan 65,84%. Suatu bahan dikatakan fermentabel apabila memiliki kecernaan bahan kering minimum 60% (Suparwi, 2000). Untuk lebih jelasnya, data rataan kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 4. Rataan kecernaan bahan kering perlakuan R1
2 31 dapat dikatakan kurang fermentabel karena berada dibawah 60%. Setelah ditambahkan kulit pisang nangka sebanyak 20 % (R2) terjadi peningkatan kecernaan bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kulit pisang nangka lebih fermentabel, sehingga memberikan nilai kecernaan yang lebih baik. Berdasarkan data pada Tabel 4, menunjukkan adanya variasi data, dimana secara umum terjadi peningkatan terhadap kecernaan bahan kering seiring dengan penambahan tepung kulit pisang nangka, kecuali pada perlakuan R4 yang mengalami penurunan setelah perlakuan R3. Guna mengetahui pengaruh imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput lapang dilakukan analisis sidik ragam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P 0,05) terhadap kecernaan bahan kering. Artinya, imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput lapang berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering. Uji jarak berganda Duncan dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan antar perlakuan yang tertera pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, kecernaan bahan kering ransum R1, R2, R3, dan R4 satu sama lain berbeda nyata (P 0,05). Tabel 5. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering dengan Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Rataan Kecernaan Bahan Kering Signifikansi (%) R1 58,27 a R2 60,50 b R4 63,08 c R3 65,84 d Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata (P 0,05).
3 32 Pada uji jarak berganda Duncan, terlihat bahwa penggunaan tepung kulit pisang nangka nangka sampai 30% (R3) meningkatkan kecernaan bahan kering secara nyata (P 0,05). Penggunaan tepung kulit nangka sampai 40% (R4) menyebabkan penurunan kecernaan bahan kering, meskipun masih lebih tinggi (P 0,05) dibandingkan dengan R1 dan R2. Peningkatan kecernaan bahan kering terjadi karena adanya penurunan kadar serat kasar dan peningkatan BETN pada ransum perlakuan (Tabel 2). Rendahnya kandungan serat kasar akan menghasilkan kadar BETN yang tinggi (Amrullah, dkk., 2015). Kecernaan BETN lebih tinggi dibandingkan dengan serat kasar. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Lamid (2013), bahwa tingginya kandungan BETN dalam bahan pakan akan memberikan degradasi bahan pakan yang lebih baik oleh mikroba rumen dan menghasilkan karbohidrat terlarut yang tinggi. Sementara itu, terjadi penurunan kecernaan bahan kering dari R3 (65,84%) ke R4 (63,08%). Penurunan ini diduga karena adanya peningkatan senyawa tanin dan saponin dari kulit pisang nangka (R4). Semakin tinggi penggunaan kulit pisang nangka semakin tinggi kandungan tanin dan saponin dalam ransum. Penambahan tanin atau saponin dan kombinasinya cenderung menurunkan populasi mikroba di dalam rumen (Yuliana, dkk., 2014). Tanin dan saponin adalah senyawa anti nutrisi yang dapat mengganggu kecernaan bahan pakan di dalam rumen. 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik Pengukuran kecernaan bahan organik dalam sistem pencernaan pasca rumen meliputi kecernaan zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Bahan organik merupakan komponen terbesar yang menyusun bahan kering, sehingga kecernaan bahan organik pada
4 33 umumnya akan berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering, seperti halnya yang terjadi pada penelitian ini. Berikut merupakan rataan nilai kecernaan bahan organik imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput : Tabel 6. Nilai Rataan Kecernaan Bahan Organik Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R % ,82 61,04 65,48 64, ,99 58,63 65,02 63, ,69 60,43 65,13 62, ,47 60,75 64,61 63, ,77 58,99 66,28 62,49 Rataan 59,15 59,97 65,30 63,42 R1 = 10 % Kulit Pisang Nangka + 50 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R2 = 20 % Kulit Pisang Nangka + 40 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R3 = 30 % Kulit Pisang Nangka + 30 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R4 = 40 % Kulit Pisang Nangka + 20 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat Rata-rata nilai kecernaan bahan organik ransum yaitu berkisar antara 59,15% sampai dengan 65,3%. Nilai rata-rata kecernaan bahan organik imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput lapang disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan data pada Tabel 6, terdapat peningkatan terhadap kecernaan bahan organik seiring dengan penambahan tepung kulit pisang nangka sampai dengan perlakuan R3, kemudian menurunan setelah perlakuan R4. Pola ini sama dengan kecernaan bahan kering. Nilai kecernaan bahan organik tidak menyimpang jauh dari kecernaan bahan keringnya (Suparwi, 2000). Peningkatan imbangan kulit pisang nangka dengan rumput lapang sampai dengan 40% (R4) mengalami penurunan kecernaan bahan organik dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya (R3), hal ini dapat dijelaskan sebagai pengaruh ikatan antara tanin dengan zat makanan, khususnya protein pada saat di lambung.
5 34 Jumlah tanin yang terdapat pada perlakuan R4 adalah sebasar 2,04%. Pada level tersebut tanin mulai mengganggu proses pencernaan, khususnya di lambung. Pada kondisi ini, jumlah HCl yang tersedia selama proses pencernaan di lambung tidak mampu untuk memecah ikatan tanin dengan protein, karena melewati titik jenuhnya. Batas toleransi penggunaan tanin pada ransum ternak yaitu 2-4% (Preston dan Leng, 1987). Perbedaan ini diduga karena metode yang digunakan yaitu metode in vitro, tidak seperti hasi penelitian Preston dan Leng (1987) yang menggunakan metode in vivo, sehingga nilai kecernaan pada perlakuan R4 yang setara mengandung tanin 2,04% mulai terganggu atau menurun. Data pada Tabel 6, kemudian dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui indikasi adanya perbedaan antar perlakuan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput lapang memberikan pengaruh yang nyata (P 0,05) terhadap kecernaan bahan organik. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, imbangan kulit pisang nangka dengan rumput memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P 0,05) antara R1 dengan R3 dan R4, tetapi tidak berpengaruh nyata dengan R2. Tabel 7. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik dengan Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Rataan Kecernaan Bahan Organik Signifikansi (%) R1 59,15 a R2 59,97 a R4 63,42 b R3 65,30 c Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata (P 0,05).
6 35 Seperti halnya pada kecernaan bahan kering, peningkatan kecernaan bahan organik terjadi karena porsi BETN meningkat dan porsi serat kasar menurun seiring dengan penggunaan tepung kulit pisang nangka di dalam ransum, dimana BETN lebih mudah dicerna dibandingkan dengan serat kasar. Penurunan kecernaan bahan organik pada R4 selain karena kehadiran tanin yang mengikat bahan organik seperti protein, karbohidrat dan kehadiran saponin yang mengganggu aktivitas mikroba, juga diduga karena semakin meningkatnya kandungan abu di dalam ransum (Tabel 2). Bahan organik merupakan selisih dari bahan kering dengan abu. Semakin tinggi kadar abu bahan, maka akan menurunkan kecernaan bahan organik, karena bahan organik terdiri atas lemak, protein dan karbohidrat (Sutardi, 1980). 4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Mineral Terlarut Abu merupakan total kandungan mineral yang terdapat di dalam bahan. Mineral dapat digunakan apabila terlarut dalam sistem pencernaan. Kelarutan mineral dalam analisis in vitro dapat dilihat dari banyaknya mineral yang lolos melalui kertas saring. Semakin banyak mineral yang lolos, semakin banyak mineral yang dimanfaatkan oleh ternak. Jumlah mineral yang terlarut dari ransum imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Rataan Mineral Terlarut Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R % ,71 49,47 65,71 55, ,11 67,29 69,23 56, ,74 62,50 61,54 66, ,84 60,19 72,28 53, ,36 66,34 67,96 55,67 Rataan 46,55 61,16 67,34 57,39
7 36 R1 = 10 % Kulit Pisang Nangka + 50 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R2 = 20 % Kulit Pisang Nangka + 40 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R3 = 30 % Kulit Pisang Nangka + 30 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat R4 = 40 % Kulit Pisang Nangka + 20 % Rumput Lapang + 40% Konsentrat. Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh informasi bahwa rata-rata jumlah mineral terlarut ransum penelitian berkisar 46,55% sampai dengan 67,34%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput berpengaruh nyata (P 0,05) terhadap persentase mineral terlarut. Uji jarak berganda Duncan dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan yang disajikan pada Tabel 9. Secara umum penambahan tepung kulit pisang nangka meningkatkan jumlah mineral yang terlarut secara signifikan, tetapi peningkatan mineral terlarut tidak signifikan pada R2. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh informasi bahwa semakin tinggi penggunaan tepung kulit pisang nangka semakin banyak mineral yang terlarut. Hal ini ditunjukkan dengan perlakuan R3 yang memiliki mineral terlarut lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R1. Peningkatan mineral yang terlarut terjadi seiring dengan peningkatan jumlah tepung kulit pisang nangka sampai 30% (R3). Data ini ternyata berkaitan dengan peningkatan kecernaan bahan kering dan bahan organik dengan pola yang sama (Tabel 4 dan Tabel 6). Namun pada penambahan tepung kulit pisang nangka menjadi 40% (R4) terjadi penurunan mineral yang terlarut apabila dibandingkan dengan R3. Penurunan ini diduga terjadi karena pengaruh tanin yang menyebabkan penurunan kelarutan tersebut. Kandungan mineral dalam kulit pisang nangka yang terekspresikan dalam kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan rumput, diduga potensi nilai kelarutan mineralnya lebih tinggi dibandingkan dengan rumput, sehingga semakin banyak penambahan kulit pisang nangka meningkatkan jumlah mineral yang terlarut, meskipun terjadi penurunan pada R4. Hubungan antara
8 37 kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik dengan kelarutan mineral memungkinkan sebagian mineral yang terdapat di dalam ransum terikat sebagai komponen organik, sehingga mineral tersebut tidak lolos dalam proses penyaringan. Tabel 9. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Mineral Terlarut dengan Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Rataan Mineral Terlarut Signifikansi (%) R1 46,55 a R4 57,39 b R2 61,16 bc R3 67,34 c Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata (P 0,05). Kecernaan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi dalam alat pencernaan sampai terjadinya penyerapan (Wahyuni, dkk., 2014). Pada proses pencernaan terjadi degradasi bahan kompleks menjadi bahan yang sederhana. Semakin banyak bahan pakan yang terdegradasi, semakin tinggi nilai kecernaan, sehingga semakin banyak mineral yang ikut lolos penyaringan karena merupakan bagian senyawa organik dari metabolit yang dihasilkan misalnya asam amino yang mengandung unsur sulfur atau unsur fosfor dalam asam nukleat. Mineral pada bahan pakan umumnya terikat dalam bahan organik pakan, sehingga ketika bahan organik didegradasi atau diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana akibatnya banyak mineral yang terbebaskan atau terlarutkan. Mineral dalam bahan pakan dikonsumsi oleh mikroba rumen dan dipergunakan untuk pembentukan koenzimkoenzim kemudian mineral tersebut akan dilepaskan ke dalam kulturnya (Hanum dan Usman, 2011).
PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,
Lebih terperinciHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit)
29 IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian nilai rataaan kecernaan bahan kering dari tiap perlakuan perendaman NaOH dan waktu perendaman biji sorgum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciSemua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar
38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan
20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.
22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 4.1.1. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat, khususnya di Jawa Barat. Domba memiliki taksonomi sebagai berikut
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Domba Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, khususnya di Jawa Barat. Domba memiliki taksonomi sebagai berikut (Church, 1988) : Kingdom
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan
27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya
Lebih terperinciTingkat Kelangsungan Hidup
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciHasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super
31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super Data nilai rataan bobot bagian edible Ayam Kampung Super yang diberi perlakuan tepung pasak bumi dicantumkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah pangan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan makanan merupakan salah satu sumber bahan pakan alternatif yang sering digunakan dalam dunia peternakan. Penggunaan
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang
Lebih terperinciPERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI
PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan telah membudaya di semua lapisan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Tempe mengandung
Lebih terperinciGambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang
Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Pakan merupakan bahan baku yang telah dicampur menjadi satu dengan nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang penting untuk perawatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan
14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Pengolahan ataupun peracikan bahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinci