HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
|
|
- Hengki Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi lebih seimbang (BK, PK, SK dan TDN) dibandingkan mineral mix komersil. Penambahan suplemen biomineral dienkapsulasi, biomineral tanpa proteksi dan mineral mix sebanyak 1,5% dari ransum penelitian akan mempengaruhi komposisi nutrien yang terkandung dalam ransum. Pengaruh penambahan suplemen dapat meningkatkan kandungan nutrien yang juga berpengaruh terhadap fermentabilitas dan kecernaan dalam rumen. Pembuatan biomineral menggunakan cairan rumen yang banyak terdapat mikoba didalamnya sehingga mempengaruhi kandungan protein yang tinggi. Biomineral mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada biomineral dienkapsulasi. Hal ini dapat terjadi karena pemanasan dalam pembuatan biomineral dienkapsulasi menggunakan autoclave yang dapat merusak kandungan protein. Pemanasan menggunakan autoclave ini dilakukan agar xylosa dapat mengikat kandungan mineralnya. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif (Apriyantono, 2002). Keadaan ini menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimiawi protein sehingga protein menjadi sulit didegradasi dan menurunkan kecepatan degradasi protein oleh mikroba rumen (Rusdi et al., 2007). Biomineral sebagai suplemen mineral memiliki kandungan Beta-N yang cukup tinggi dibandingkan mineral mix. Kandungan Beta-N dalam biomineral sebesar 72,12 %BK, biomineral dienkapsulasi 73,87 %BK dan mineral mix sebesar 15,61 %BK biomineral tanpa proteksi.
2 Tabel 7. Kandungan Nutrien Biomineral dan Mineral Mix Nutrien Tanpa dienkapsulasi Biomineral Dienkapsulasi Mineral mix Kadar air (%) 15,52 15,18 0,26 BK (%) 84,48 84,82 99,74 Abu (%BK) 5,24 4,47 78,67 PK (%BK) 21,02 20,46 0,84 SK (%BK) 0,36 0,05 0,35 LK (%BK) 1,25 1,16 4,31 Beta-N (%BK) 72,12 73,87 16,69 TDN (%BK) 74,68 75,54 24,69 P (%BK)** 0,43 0,32 0,00 K (%BK)** 0,29 0,30 0,52 Ca(%BK)** 0,34 0,32 43,37 Mg(%BK)** 0,08 0,08 0,28 Na (%BK)** 0,49 0,52 0,05 S (%BK)** 0,11 0,10 0,01 Fe (ppm)** Al (ppm)** Mn (ppm)** Cu (ppm)** Zn (ppm)** Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian (2008) ** Hasil analisin Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian Bogor (2008) Kandungan Beta-N dalam mineral mix sangat rendah, hal ini dikarenakan dalam pembuatan biomineral ditambahkan bahan carier berupa tepung terigu dan agar-agar. Tepung terigu yang ditambahkan mengandung banyak energi menyebabkan tingginya Beta-N. Kandungan serat kasar dari biomineral dienkapsulasi lebih rendah daripada biomineral tanpa proteksi, xylosa yang ditambahkan dalam pembuatan biomineral dienkapsulasi merupakan sumber serat yang mengikat komponen protein dari mikroba rumen. Keadaan fisik biomineral dengan perlakuan xylosa lebih cair daripada biomineral tanpa proteksi yang menyebabkan penggunaan bahan carier yang 33
3 meningkat. Peningkatan penggunaan tepung dan agar-agar dapat memperkecil imbangan SK dengan Beta-N. (a) (b) Gambar 7. Suplemen Biomineral tanpa Proteksi (a) dan Biomineral Dienkapsulasi (b) Kandungan Mineral Suplementasi biomineral yang diberikan pada penelitian ini berupa biomineral tanpa proteksi, biomineral dienkapsulasi dan mineral mix. Hasil analisa kandungan suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki rata-rata komposisi nutrien cukup dapat dibandingkan dengan hasil analisa mineral komersil (mineral mix) (Tabel 7). Ca pada suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki kandungan yang lebih rendah yaitu sebesar 0,34% dan 0,32%, sedangkan pada suplemen mineral mix sebesar 51,82%. Tingginya Ca pada mineral mix dapat disebabkan oleh banyaknya bahan baku berupa kapur yang ditambahkan pada mineral mix tersebut. Unsur mineral P dalam mineral mix memiliki persentase nutrien yang jauh lebih rendah yaitu sebesar 0,07%, dibandingkan dengan suplemen biomineral tanpa proteksi dan suplemen biomineral dienkapsulasi masing-masing sebesar 0,43% dan 0,32%. Perbandingan kandungan kalsium (Ca) dan posphor (P) dalam biomineral dienkapsulasi yaitu 1 : 1 dan Ca : P dalam biomineral tanpa proteksi yaitu 1 : 1,26; sedangkan Ca : P dalam mineral mix yaitu 51,82 : 0,07. Kandungan Ca dalam mineral mix yang tinggi dan tidak adanya kandungan P dikarenakan penambahan kapur dalam mineral mix sangat tinggi. Kebutuhan Ca : P untuk sapi perah yang sedang laktasi yaitu 1,4 : 1 (NRC, 1989), sedangkan kandungan Ca : P dari biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi hanya 34
4 1 : 1. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan kapur atau sumber Ca lainnya dalam pembuatan biomineral di masa yang akan datang. Kadar mineral makro Mg, S, K dan Na tidak berbeda diantara biomineral tanpa proteksi dengan biomineral yang diproteksi. Kadar Mg dan K kedua jenis biomineral jauh lebih kecil daripada mineral mix, sebaliknya kedua jenis biomineral memiliki kadar S dan Na yang lebih besar daripada mineral mix (Tabel 7). Tabel 7 juga menunjukkan bahwa kedua jenis biomineral sangat kaya dalam kadar mineral mikro Fe, Al, Cu dan Zn, tetapi rendah dalam kadar Mn dibandingkan mineral mix. Hasil ini menunjukkan bahwa proteksi dengan xylosa tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap kadar mineral terutama mineral mikro. Ransum Komplit Ransum kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah hijauan berupa rumput lapang, ampas tahu dan konsentrat dari KPS serta ditambahkan suplemen mineral berupa mineral mix komersil, biomineral tanpa enkapsulasi dan biomineral dienkapsulasi. Perbandingan hijauan dan konsentrat yaitu 63,5% : 36,5% (11,32% konsentrat KPS dan 25,18% ampas tahu) berdasarkan bahan kering (BK). Analisis kandungan nutrien bahan pakan dan ransum yang digunakan disajikan pada Tabel 8 dan 9. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kualitas rumput yang digunakan dalam penelitian mempunyai kualitas yang rendah, dengan kandungan protein kasar sebesar 11,97%. Kualitas rumput yang rendah dalam ransum menyebabkan perlu ditambahkan konsentrat. Konsentrat pada peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi susu. Berbeda dengan negara maju yang memiliki mutu hijauan yang relatif tinggi, di Indonesia mutu hijauan relatif rendah yang menyebabkan peran konsentrat menjadi sangat dominan dalam memasok energi dan zat makanan lain (Suryahadi et al., 2004). Sudono (1999) menyatakan bahwa standar nutrien konsentrat untuk ternak perah yaitu mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN. Konsentrat KPS yang digunakan dari hasil analisa laboratorium pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar konsentrat hanya sebesar 17,82%. Hasil ini menunjukkan 35
5 bahwa kadar protein kasar konsentrat masih dapat memenuhi standar protein kasar yang disarankan oleh Sudono (1999). Tabel 8. Hasil Analisa Proksimat Bahan Pakan Zat makanan Ampas tahu Konsentrat KPS Rumput BK (%) 16,05 80,86 25,05 Abu (% BK) 9,64 18,75 9,83 PK (% BK) 11,45 17,82 11,97 SK (% BK) 42,11 19,06 46,03 LK (% BK) 1,15 2,65 0,85 Beta-N (%BK) 35,65 41,76 31,32 Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2009) Ampas tahu yang ditambahkan dalam ransum kontrol memiliki kandungan protein kasar 11,45%. Penambahan ampas tahu juga perlu dilakukan untuk menambah kandungan nutrien dalam ransum karena kualitas hijauan dan konsentrat yang diberikan rendah. Ampas tahu adalah sumber protein yang mudah didegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990). Penambahan ampas tahu dengan kandungan protein cukup tinggi dapat meningkatkan kandungan protein ransum. Protein sangat diperlukan tubuh karena mempunyai peranan yang banyak bagi tubuh. Peranan protein tersebut adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme (deaminasi) untuk energi, metabolisme kedalam zat-zat vital dalam fungsi tubuh (zat-zat vital tersebut termasuk zat anti darah yang menghalangi infeksi) dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh (Parakkasi, 1999). Kandungan mineral makro dari Ca ampas tahu relatif lebih tinggi daripada bahan pakan lainnya; kadar Ca konsentrat KPS sama dengan kadar Ca rumput. Kadar P, Mg dan S diantara ketiga bahan pakan tidak berbeda, dengan kisaran kadar P sebesar 0,30-0,36 % BK, kadar Mg sebesar 0,20-0,23 % BK dan kadar S sebesar 0,13-0,16 % BK. Data di dalam Tabel 8 digunakan untuk menghitung kandungan zat makanan dari ransum percobaan. Kadar nutrien ransum yang digunakan sebagai ransum kontrol (R1) dihitung berdasarkan rasio penggunaan hijauan, konsentrat dan ampas tahu (63,5% : 11,32% konsentrat KPS : 25,18% ampas tahu) dalam BK (Tabel 10). Untuk ransum lainnya, penghitungan kadar nutrien dilakukan dengan 36
6 menambahkan kandungan nutrien R1 dengan kadar nutrien berbagai suplemen yang diberikan, yaitu 1,5% mineral mix (R2), 1,5% biomineral tanpa dienkapsulasi (R3), dan 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0% biomineral dienkapsulasi masing - masing dalam R4, R5, R6 dan R7. Tabel 9. Kandungan Mineral Bahan Pakan Mineral Ampas tahu Konsentrat KPS Rumput Ca (% BK) 0,61 0,43 0,46 P (% BK) 0,36 0,30 0,33 Mg (% BK) 0,20 0,26 0,23 S (% BK) 0,13 0,16 0,14 Keterangan : Hasil analisa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian Bogor (2009) Data Tabel 10 dan 11 menunjukkan bahwa ransum kontrol (R1) mempunyai kadar abu, serat kasar dan Beta-N yang cukup tinggi, dengan kadar protein kasar dan lemak kasar yang tidak terlalu tinggi. Tabel 10. Kandungan Nutrien Ransum Kontrol Berdasarkan Perhitungan dalam Bahan Kering Zat makanan Ampas tahu Konsentrat KPS Rumput Total BK (%) 25,18 11,32 63,50 100,00 Abu (% BK) 2,43 2,12 6,24 10,79 PK (% BK) 2,88 2,02 7,60 12,50 SK (% BK) 10,87 2,15 29,23 41,99 LK (% BK) 0,29 0,30 0,54 1,13 Beta-N (%BK) 8,97 4,73 19,89 33,59 Keterangan : perhitungan ransum berdasarkan penggunaan pada setiap 1 gram sampel dengan presentase penggunaan hijauan, konsentrat dan ampas tahu (63,5% : 11,32% konsentrat KPS : 25,18% ampas tahu) dalam BK (Bahan Kering) Penambahan suplemen dalam bentuk mineral mix sebanyak 1,5% (R2), biomineral tanpa dienkapsulasi sebanyak 1,5% (R3) dan biomineral dienkapsulasi sebanyak 0,5; 1,0, 1,5 dan 2,0% (R4, R5, R6 dan R7) tidak mengakibatkan perbedaan yang signifikan dalam kandungan zat makanan. Walaupun perbedaannya tidak nyata, penambahan mineral mix, biomineral tanpa dienkapsulasi dan biomineral dienkapsulasi dengan persentase yang sama (1,5%) menunjukkan kandungan Beta-N pada biomineral dienkapsulasi yang paling tinggi. Hal ini seperti 37
7 yang telah dijelaskan bahwa kandungan biomineral dan biomineral dienkapsulasi memiliki Beta-N yang tinggi disebabkan bahan carrier yang ditambahkan dalam pembuatannya. Dalam Tabel 7 juga dapat dilihat adanya penurunan kadar abu dan serat kasar, dan peningkatan dalam kadar protein dan Beta-N, namun tidak terjadi perubahan dalam kadar lemak sehubungan dengan penggunaan biomineral dienkapsulasi yang meningkat tarafnya dari 0,5 hingga 2,0%. Kecenderungan ini dapat terjadi sebagai akibat dari taraf yang meningkat dan kandungan zat makanan dari biomineral yang dienkapsulasi. Tabel 11. Kandungan Nutrien Ransum Percobaan setiap Perlakuan R1 sampai R7 Berdasarkan Perhitungan dalam Bahan Kering Zat makanan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Abu (% BK) 10,79 11,79 10,72 10,77 10,74 10,71 10,69 PK (% BK) 12,50 12,33 12,61 12,53 12,57 12,60 12,63 SK (% BK) 41,99 41,38 41,47 41,81 41,64 41,46 41,29 LK (% BK) 1,13 1,18 1,13 1,13 1,13 1,13 1,13 Beta-N (%BK) 33,59 33,34 34,07 33,76 33,93 34,10 34,26 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% Fermentabilitas Ransum yang Diberi Suplemen Mineral Konsentrasi NH 3 dan Konsentrasi VFA Fermentabilitas ransum kontrol dan ransum yang diberi suplemen mineral berupa mineral mix, biomineral tanpa dienkapsulasi dan biomineral yang dienkapsulasi dapat digambarkan oleh konsentrasi NH 3 dan konsentrasi VFA. Konsentrasi NH 3 dapat menunjukkan potensi protein pakan atau mikroba yang dapat didegradasi, potensi penyediaan sumber energi dari proses fermentasi sumber karbohidrat dapat diperlihatkan oleh konsentrasi VFA. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi NH 3 seperti terlihat pada Tabel 12. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan berbagai suplemen mineral menghasilkan 38
8 tingkat degradasi protein yang sama dan penyediaan amonia yang tidak berbeda, demikian juga jika dibandingkan dengan ransum kontrol. Rataan kisaran konsentrasi amonia dari ransum percobaan adalah 14,43 16,71 mm. Kisaran konsentrasi amonia ini masih terdapat dalam kisaran konsentrasi optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba rumen yaitu 6-21 mm (McDonald et al., 2002). Hasil ini juga dapat mengindikasikan suplemen biomineral dan biomineral dienkapsulasi yang ditambahkan pada ransum sapi perah tidak menganggu proses degradasi protein dari mikroba rumen. Produksi amonia dari fermentasi pakan sebaiknya tidak terlalu tinggi karena komponen yang dibutuhkan ternak dari protein adalah asam amino. Ternak ruminansia memperoleh sebagian asam amino berasal dari protein mikroba rumen dan sebagian lagi dari protein ransum yang lolos fermentasi. Tabel 12. Konsentrasi NH 3 dan Konsentrasi VFA Ransum Percobaan Peubah Ulangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Konsentrasi NH 3 (mm) 1 19,52 20,78 27,41 22,32 21,48 20,76 14, ,6 7,85 11,35 11,85 8,05 7,45 12, ,23 11,28 13,35 11,9 12,4 11,45 14, ,48 20,95 28,93 21,23 21,35 20,85 15,80 Rataan sd 16,71 4,58 15,22 6,67 20,26 9,19 16,82 5,73 15,82 6,70 15,13 6,76 14,43 1,33 Konsentrasi VFA (mm) 1 143,41 147,52 170,40 151,47 126,48 162,45 151, ,87 26,80 35,05 43,29 44,85 48,45 93, ,93 52,58 50,79 73,08 86,00 17,82 122, ,57 145,55 170,03 152,74 124,43 163,83 152,11 Rataan sd 93,19 58,71 93,11 62,58 106,57 73,78 105,14 55,57 95,44 38,52 98,14 76,10 129,81 27,76 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% Konsentrasi VFA ransum percobaan tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diterapkan. Data pada Tabel 12 menunjukkan variasi yang cukup besar di dalam konsentrasi VFA diantara ransum percobaan, sehingga dapat dikatakan bahwa 39
9 penggunaan berbagai jenis suplemen mineral tidak mengakibatkan perubahan dalam konsentrasi VFA; demikian pula dengan taraf dari 0,5 hingga 2,0% biomineral dienkapsulasi tidak menyebabkan pola tertentu dalam konsentrasi VFA. Dengan demikian proteksi biomineral dengan xylosa masih cukup fermentable ditinjau dari konsentrasi VFA ransum percobaan, meskipun demikian konsentrasi VFA hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan biomineral dienkapsulasi masih berada pada ambang kadar VFA yang normal. Sesuai yang dinyatakan Sutardi (1979), kadar VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen, yaitu mm. Pemberian pakan yang mudah terfermentasi akan meningkatkan degradasi pakan kasar dalam rumen yang diikuti dengan peningkatan produk fermentasi seperti VFA. Penggunaan xylosa dimaksudkan untuk melindungi protein suplemen biomineral. Proteksi yang terjadi dalam rumen diharapkan dapat meningkatkan nutien yang dipersiapkan pada saluran pencernaan selanjutnya sehingga dapat dimanfaatkaan secara langsung oleh ternak atau yang disebut by-pass. Hasil dari fermentasi ransum pada penelitian akan menghasilkan ammonia. Kandungan protein kasar yang rendah dari pakan memungkinkan terjadinya kekurangan asam amino yang dibutuhkan oleh ternak. Kekurangan asam amino ini dapat dipenuhi melalui suplementasi dengan bahan pakan yang mempunyai tingkat degradasi yang rendah dalam rumen. Bahan pakan yang rendah degradabilitasnya diperlukan terutama dalam ketersediaannya protein, karena protein yang lolos fermentasi dalam rumen (by-pass) akan diserap di usus halus sebagai asam amino. Penyediaan protein by-pass ini juga berperan sebagai penyeimbang komponen yang dihasilkan dalam proses fermentasi di dalam rumen. Pada percobaan ini, baik konsentrasi NH 3 maupun konsentrasi VFA dipengaruhi (P<0,01) oleh kelompok cairan rumen. Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen yang bersumber dari perbedaan ternak sebagai akibat dari perbedaan pakan dan waktu pengambilan cairan rumen sebagai sampel untuk kelompok atau ulangan. 40
10 Degradabilitas Bahan Kering dan Degradabilitas Bahan Organik Degradabilitas BK (DBK) dan degradabilitas BO (DBO) tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan yang diterapkan. Degradabilitas Bahan Kering (DBK) ransum percobaan sejalan dengan DBO ransum percobaan. Tampak bahwa hasil DBK dan DBO menyerupai hasil yang diperoleh pada konsentrasi VFA dimana terjadi variasi di antara ransum percobaan. Hasil ini menunjukkan bahwa DBK dan DBO berkaitan dengan fermentabilitas sumber energi yang digambarkan sebagai konsentrasi VFA. Dengan hasil yang tidak berbeda nyata dalam DBK dan DBO memperlihatkan bahwa penggunaan suplemen mineral komersil maupun biomineral tanpa atau dengan dienkapsulasi mempunyai potensi yang sama dalam penyediaan energi untuk mikroba rumen dan induk semang. Kecukupan pemenuhan kebutuhan mikroorganisme rumen akan menjamin efisiensi degradasi serat, meningkatkan sintesis protein mikroba dan menyelaraskan produk pencernaan fermentatif untuk memenuhi kebutuhan produksi. Tabel 13. Degradabilitas Bahan Kering (DBK) dan Bahan Organik (DBO) Ransum Percobaan Peubah Ulangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 DBK (%) 1 51,52 51,35 35,93 35,93 42,05 42,05 38, ,87 80,65 83,29 76,6 79,41 54,41 86, ,56 75,89 81,91 70,55 73,6 84,74 79,6 4 51,52 35,91 42,03 38,20 38,69 38,80 41,14 Rataan sd 63,57 15,99 60,95 21,06 60,79 25,32 55,32 21,24 58,44 21,04 55,00 20,93 61,30 25,21 DBO (%) 1 53,34 53,35 39,41 39,41 41,75 41,75 48, ,53 67,43 70,83 68,42 62,82 48,81 71, ,3 66,98 70,91 59,04 51,14 72,99 65, ,34 39,40 41,73 48,91 34,80 47,79 51,52 Rataan sd 59,13 6,69 56,79 13,31 55,72 17,52 53,95 12,54 47,63 12,14 52,84 13,79 59,46 11,02 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% 41
11 Dengan potensi yang sama dalam penggunaan suplemen mineral, terutama biomineral tanpa dienkapsulasi maupun yang dienkapsulasi menandakan proteksi dari xylosa yang masih belum optimal terhadap biomineral. Proteksi biomineral dapat memberikan efek yang lebih baik dengan melakukan proses enkapsulasi menggunakan xylosa limbah kertas dengan taraf lebih dari 4%, walaupun taraf tersebut merupakan taraf yang terbaik yang telah didapat oleh Mulyawati (2009). Alternatif lainnya adalah menggunakan biomineral pada taraf yang lebih tinggi daripada 2% sebagaimana yang digunakan dalam percobaan ini. Sidik ragam pada DBK dan DBO menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dari kelompok terhadap DBK dan DBO (P<0,01). Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingginya variasi kandungan mikroba di dalam cairan rumen yang digunakan sebagai kelompok. Variasi kandungan mikroba yang tinggi diakibatkan oleh faktor ternak, pakan yang dikonsumsi dan waktu pengambilan cairan rumen sebagai sampel. Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Kecernaan pakan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan bersama feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002). Tabel 14. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum Percobaan Peubah Ulangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 KCBK (%) 1 78,81 78,97 80,92 81,66 82,02 82,14 81, ,91 80,74 83,09 76,75 79,29 54,36 86, ,33 75,67 80,38 71,05 74,08 85,16 80, ,52 35,91 42,03 38,20 38,17 38,80 41,14 Rataan sd 72,14 13,75 67,82 21,38 71,61 19,75 66,92 19,63 68,39 20,41 65,12 22,36 72,08 20,80 KCBO (%) 1 78,81 78,97 80,92 81,66 82,02 82,14 81, ,57 67,49 70,66 68,55 62,73 48,76 71, ,11 66,79 69,58 59,46 51,00 73,35 65, ,38 65,55 65,35 70,07 61,54 68,10 66,36 Rataan sd 67,72 7,49 69,70 6,23 71,63 6,61 69,94 9,11 64,32 12,92 68,09 14,13 71,07 7,25 42
12 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% Hanya penggunaannya akan dibatasi oleh taraf pemakaian dalam ransum, meskipun demikian penggunaan dengan taraf yang meningkat dari suplemen biomineral yang dienkapsulasi belum menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Hasil yang diperoleh pada KCBK dan KCBO menunjukkan hasil yang serupa sebagaimana yang dihasilkan pada konsentrasi VFA, DBK dan DBO. Hasil ini menunjukkan adanya sinergisme dalam proses pencernaan sumber energi. Taraf yang lebih besar dari 2% kemungkinan dibutuhkan untuk mendapatkan KCBK dan KCBO yang optimum. 43
HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral
HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi
TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,
Lebih terperinciMETODE. Materi. Metode
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat
Lebih terperinciSemua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar
38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciRESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT
RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciTyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc
Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)
TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciPEMBERIAN BIOMINERAL DIENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI LEMAK KASAR DAN SERAT KASAR SERTA KOMPOSISI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SKRIPSI FIQI FIRIZQI
PEMBERIAN BIOMINERAL DIENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI LEMAK KASAR DAN SERAT KASAR SERTA KOMPOSISI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SKRIPSI FIQI FIRIZQI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciTabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciRuang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut :
Ruang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut : 1. A. Laboratorium Terakreditasi: Laboratorium Pelayanan Kimia Analitik 1 / 15 Terakreditasi KAN : ISO/IEC 17025-2005 dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciPada tahun 2013 Laboratorium Fisiologi Nutrisi Ternak Bogor dipindahkan ke Ciawi dan. Laboratorium
Laboratorium Balai Penelitian Ternak berada di bawah Unit Pelaksana Teknis Balai Penelitian Ternak pada Unit Kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan
Lebih terperinciTEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG
TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG Pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam suatu usaha peternakan, yaitu dapat mencapai 70-80%. Pengalaman telah menunjukkan kepada kita, bahwa usaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan
Lebih terperincidengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering
PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. SuplemenMineral, Mineral Organik dan Biomineral
TINJAUAN PUSTAKA SuplemenMineral, Mineral Organik dan Biomineral SuplemenMineral Suplemen mineral merupakan pakan pelengkap yang berfungsi melengkapi atau mencukupi kebutuhan ternak akan mineral. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Penelitian ini menggunakan ransum perlakuan yang terdiri dari Indigofera sp., limbah tauge, onggok, jagung, bungkil kelapa, CaCO 3, molases, bungkil
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Nutrien Pakan oleh Ternak pada Masing-Masing Perlakuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi
Lebih terperinciDaftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.
1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini ketersediaan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan bahan baku, musim, berkembangnya pemukiman masyarakat, sehingga peternak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi
Lebih terperinci