HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit"

Transkripsi

1 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok umur tanaman. Dari hasil peubah inilah dapat diketahui perlakuan mana yang memberikan hasil terbaik pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Data yang dikumpulkan dimulai dari bulan Januari 2011 hingga April 2012, sehingga pengumpulan data dimulai pada periode 2 (Jan-Apr), periode 3 (Mei-Agus), periode 1 (Sept-Des) pada tahun 2011 dan terakhir yaitu pada periode 2 (Jan-Apr) pada tahun Hasil analisis ragam produksi dan BTR pada setiap kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11. Data produksi, jumlah tandan dan BTR setiap blok dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit Blok Parameter Pr>F A35 Produksi n BTR B19 Produksi n BTR 0.009* B28 Produksi nn BTR 0.027* Note:*)berpengaruh nyata pada taraf 5%, **)berpengaruh nyata pada taraf 10%, n )berpegaruh nyata pada taraf 15%, nn )berpengaruh nyata pada taraf 20% Data produksi yang dikumpulkan adalah data produksi pada Blok A35, B28 dan B19. Blok A35 merupakan blok yang mewakili umur < 8 tahun, B19 untuk tanaman umur 8-13 tahun, dan B28 untuk tanaman dengan umur > 13 tahun. Produksi rata-rata pada ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil perlakuan terbaik pada tanaman umur < 8 tahun (A35) diperoleh pada perlakuan F dengan jumlah pelepah 57-64, dan per periodenya. Pada tanaman umur 8-13 tahun perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan C dengan jumlah pelepah 41-48, dan per periode. Tanaman dengan umur > 13 tahun (B28) hasil terbaik diperoleh pada perlakuan A dengan jumlah pelepah 49-56, dan per periode.

2 32 Tabel 12. Produksi rata-rata Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011 Rata-rata produksi/pokok 2011 Perl...kg/pokok/bulan...ton/ha/tahun A35 B19 B28 A35 B19 B28 A 10.59ab 10.07ab 12.27a 17.28ab 16.43ab 20.02a B 9.33b 8.89ab 11.05ab 15.22b 14.50ab 18.03ab C 9.63b 10.62a 10.47ab 15.71b 17.33a 17.08ab D 9.50ab 8.45b 11.54ab 15.50b 13.79b 18.83ab E 9.25b 9.75ab 11.75ab 15.10b 15.92ab 19.17ab F 11.17a 10.05ab 10.31b 18.23a 16.40ab 16.83b Rata-rata Note : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf *) 15% dan **)20%. Tabel 13. Bobot tandan rata-rata Blok A35, B28 dan B19 tahun 2011 Perlakuan Bobot tandan rata-rata (kg/tandan) A35 B19 B28 A a 23.31ab B b 24.20ab C ab 24.55a D ab 24.25ab E ab 24.10ab F ab 23.00b Note : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Hasil analisis BTR pada ketiga kelompok umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 13.Pada tanaman umur < 8 tahun, tidak terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap BTR. Pada tanaman umur 8-13 perlakuan A memberikan hasil terbaik dan pada tanaman umur > 13 tahun perlakuan C memberikan hasil terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap BTR tidak sama pada tiap kelompok umur tanaman. Tanaman Umur < 8 Tahun (Blok A35) Blok A35 merupakan blok perlakuan tanaman muda sehingga kondisi pelepah dapat terjaga jumlahnya sesuai perlakuan. Hal ini karena pelaksanaan panen yang masih menggunakan dodos, sehingga mempermudah dalam mempertahankan pelepah dengan praktek curi buah. Praktek curi buah merupakan cara panen buah dengan tidak menurunkan pelepah yang menyangga buah pada

3 33 tanaman kelapa sawit. Data produksi di Blok A35 (< 8 tahun) tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Produksi kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Produksi (kg/pokok/bulan) Periode 1 Sep-Des 2011 Periode 3 Mei-Ags 2011 Periode 2 Jan-Apr 2012 Rata-rata A* B C D E F** Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol, **) perlakuan terbaik Berdasarkan Tabel 14 hasil terbaik diperoleh pada perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan produksi kg/pokok/bulan, perlakuan A (49-56, 49-56, 49-56) dengan produksi kg/pokok/bulan, dan perlakuan D (57-64, 57-64, 57-64) dengan produksi kg/pokok/bulan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransedo (2011), yang menunjukkan bahwa perlakuan terbaik pada umur tanaman 6 tahun yaitu pada perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56). Perlakuan terbaik dengan memberikan pelepah terbanyak pada awal musim hujan. Data lengkap hasil produksi bulanan dapat dilihat pada Lampiran 5. Secara uji statistik perlakuan F memberikan hasil terbaik dengan taraf uji 15%. Berdasarkan hasil data rata-rata diperoleh bahwa pada perlakuan terbaik didapat perbedaan produksi mencapai 1.18 kg/pokok/bulan, yaitu selisih antara produksi perlakuan A dan F. Perbedaan ini akan menjadi besar karena ini merupakan produksi rata-rata per pokok selama satu bulan, sementara di lapangan dalam satu hektar jumlah tanaman dapat mencapai 136 pokok/ha. Apabila dikalikan dengan jumlah tanaman per hektar maka selisih produksi dapat mencapai diatas 100 kg/ha/bulan, tentunya ini merupakan hal yang positif mengingat produksi juga dapat ditingkatkan dengan mengatur jumlah pelepah pada setiap musimnya.

4 34 Perlakuan F dapat memberikan hasil terbaik disebabkan oleh kombinasi jumlah pelepah yang tepat. Pada awal musim hujan (Sep-Des) jumlah pelepah dipertahankan banyak yaitu sebesar pelepah, jumlah ini dapat memberikan hasil terbaik karena cahaya dan air masih tersedia berimbang. Sementara pada musim hujan (Jan-Apr) dan musim kemarau (Mei-Agus) jumlah pelepah yang dipertahankan sedikit, yaitu sebanyak pelepah. Pada musim kemarau dan musim hujan pelapah yang sedikit dapat mendukung pertumbuhan dan produksi secara optimal, karena pada kondisi ini terdapat faktor pembatas yaitu air pada musim kemarau dan cahaya pada musim hujan. Jumlah pelepah yang banyak (57-64) akan mengakibatkan pelepah yang seharusnya menjadi source dapat menjadi sink, karena pelepah terbawah akan kurang mendapat sinar matahari pada musim hujan. Pada musim kemarau pelepah yang banyak akan meningkatkan transpirasi, sementara kondisi air dalam keadaan kurang. Hal inilah yang dapat menghambat suplai fotosintat ke TBS menjadi tidak maksimal, akibatnya dapat menurunkan produksi. Tabel 15. Jumlah tandan kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Jumlah tandan (tandan/pokok/bulan) Periode 3 Periode 1 Mei-Ags Sep-Des Periode 2 Jan-Apr 2012 Rata-rata A* B C D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol Data yang ditampilkan Tabel 15 menunjukkan jumlah tandan pada tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun. Hasil perlakuan terbaik didapat pada perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan rata-rata sebesar tandan/pokok/bulan, perlakuan A (49-56, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan sebesar tandan/pokok/bulan, dan perlakuan D (57-64, 57-64, 57-64) dengan jumlah tandan sebesar tandan/pokok/bulan (data lengkap dapat dilihat pada

5 35 Lampiran 6). Pada tanaman muda (< 8 tahun), pengaruh perlakuan sudah mulai terlihat terhadap jumlah tandan yang dihasilkan. Dari Tabel 12 dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah tandan dari periode 2 tahun 2012, dibandingkan pada periode 2 tahun Perlakuan terbaik didapat pada perlakuan F, yaitu dengan mempertahankan pelepah berjumlah pada musim hujan. Dari Tabel 14 dan 15 dapat dilihat bahwa, antara produksi tandan/pokok dan produksi/pokok memiliki pola yang sama, artinya apabila terjadi penurunan produksi tandan maka produksi tanaman juga akan mengalami penurunan. Oleh karena itu sangat penting untuk menjaga tanaman, agar selalu menghasilkan bunga betina yang lebih banyak dari pada bunga jantan. Data BTR kelapa sawit pada Blok A35 dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Bobot tandan rata-rata kelapa sawit A35 (< 8 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Bobot tanda rata-rata (kg/tandan) Periode 3 Periode 1 Mei-Ags Sep-Des Periode 2 Jan-Apr 2012 Rata-rata A* B** C D E** F Rata-rata Note : *) perlakuan Kontrol. **) perlakuan terbaik Bobot tandan rata-rata terbaik didapat pada perlakuan E (57-64, 57-64, 49-56) dengan BTR sebesar kg/bulan, perlakuan B (49-56, 49-56, 57-64) dengan BTR sebesar kg/bulan, dan perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar kg/bulan. Bobot tandan rata-rata tersebut setelah dilakukan uji statistik pada taraf sampai dengan 20% menunjukkan tidak adanya beda nyata BTR antar perlakuan. Hail ini karena BTR lebih dipengaruhi oleh curah hujan dibandingkan jumlah pelepah yang dipertahankan, sehingga pengaruh jumlah pelepah tidak memberikan pengaruh nyata. Berdasarkan data pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa bobot tandan cenderung mengalami peningkatan dari periode 2 tahun 2011 hingga periode 2

6 36 tahun 2012 (data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7). Dari hasil uji statistik perlakuan jumlah pelepah belum menunjukkan adanya beda nyata pada BTR. Tanaman Umur 8-13 Tahun (Blok B19) Tanaman kelapa sawit pada Blok B19 (8-13 tahun) merupakan tanaman dengan umur 11 tahun. Tanaman kelapa sawit pada blok ini telah mencapai tinggi lebih dari 4 meter, sehingga pelaksanaan panen selain dodos juga diperlukan alat panen tambahan berupa egrek. Pada kegiatan panen, praktek mempertahankan pelepah dengan cara curi buah dapat mengakibatkan pelepah sengkleh. Pelepah sengkleh yaitu pelepah yang pangkalnya terpotong akibat panen, sehingga menjuntai ke bawah dan dapat membuat pelepah menjadi kering apabila terlalu parah terpotongnya. Tabel 17. Produksi kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Produksi (kg/pokok/bulan) Periode 1 Sep-Des 2011 Periode 3 Mei-Ags 2011 Periode 2 Jan-Apr 2012 Rata-rata A* B C** D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol, **) perlakuan terbaik Tanaman pada blok ini dipertahankan pelepahnya dengan jumlah antara dan pelepah setiap periode. Data produksi tanaman kelapa sawit pada Blok B19 dapat dilihat pada Tabel 17. Pada bulan-bulan tertentu terdapat perbedaan hasil antara perlakuan jumlah pelepah (Lampiran 8). Produksi terbaik didapat pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) sebesar kg/pokok/bulan, kemudian diikuti perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan produksi sebesar kg/pokok/bulan, dan perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dengan produksi sebesar kg/pokok/bulan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fransedo (2011), hasil terbaik pada tanaman dengan umur 10 tahun adalah pada perlakuan C dengan dipertahankan 41 48, 49 56, dan pelepah per periodenya.

7 37 Pada tanaman umur 8-13 tahun jumlah pelepah yang dipertahankan banyak (49-56) pada musim kemarau dapat meberikan hasil terbaik. Pada umur 8-13 tahun luas daun yang diperoleh masih rendah dibandingkan pada tanaman umur > 13 tahun (Tabel 31), sehingga jumlah pelepah yang banyak dapat memberikan hasil terbaik. Hal ini kemungkinan karena penunasan pada pelepah tua atau pelepah terbawah hanya mempengaruhi tandan buah segar dalam skala yang kecil (Rosenfeld 2009). Pelepah yang banyak akan menjadi penghambat didalam produksi pada musim penghujan, apabila pelepah terbawah tidak mendapat cukup cahaya yang cukup karena terhalang oleh pelepah di atasnya. Pelepah yang kurang mendapat cahaya akan kurang aktif berfotosintesis, sehingga pelepah tersebut tidak menjadi source melainkan sink. Sementara pada musim kemarau jumlah pelepah yang banyak yang diiringi dengan peningkatan luas daun, akan meningkatkan transpirasi sehingga tanaman akan banyak kehilangan air. Hasil produksi tersebut selanjutnya diuji pada taraf nyata 15%, dan terdapat beda nyata produksi kelapa sawit dengan produksi terbaik diperoleh pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56). Dari hasil perlakuan terbaik (perlakuan C) didapat selisih sebesar 1 kg/pokok/bulan, artinya dapat memberikan produksi tambahan sebesar 136 kg/ha setiap bulan atau 1.6 ton/ha/tahun dibandingkan tanpa pengaturan jumlah pelepah sepanjang musimnya. Sementara apabila dibandingkan dengan perlakuan D (49-56, 49-56, 49-56) jumlah pelepah yang banyak atau dalam istilah perkebunan pelepah gondrong, maka didapat selisih perbedaan mencapai 2.9 ton/ha/tahun. Dengan demikian jumlah pelepah yang terlalu banyak dapat dikatakan tidak memberikan hasil atau produksi terbaik pada tanaman kelapa sawit. Data produksi tandan kelapa sawit per pokok dapat dilihat pada Tabel 18. Jumlah tandan terbanyak diperoleh pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan sebesar 0.63 tandan/pokok/bulan, perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dengan jumlah tandan sebesar 0.62 tandan/pokok/bulan, serta perlakuan E (49-56, 41-48, 41-48) dengan jumlah tandan 0.62 tandan/pokok/bulan (data lengkap datap dilihat pada Lampiran 9). Jumlah tandan per pokok menunjukkan fluktuasi yang sama dengan fluktuasi produksi per pokok. Data

8 38 produksi tandan per pokok dan produksi per pokok selanjutnya dikorelasikan, dan menunjukkan hasil korelasi yang positif. Demikian juga pada produksi dan jumlah tandan per pokok pada Blok A35(< 8 tahun) setelah dilakukan uji statistik juga menunjukkan adanya korelasi yang positif. Tabel 18. Jumlah tandan kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Jumlah tandan (tandan/pokok/bulan) Periode 3 Periode 1 Periode 2 Mei-Ags Sep-Des Jan-Apr Rata-rata A* B C D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol Hasil BTR pada Blok B19 (8-13 tahun) dapat dilihat pada Tabel 19 (data BTR per bulan pada Blok B19 dapat dilihat pada Lampiran 10). Bobot tandan rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan BTR sebesar kg/bulan, perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar kg/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56, 41-48) dengan BTR sebesar kg/bulan. Hasil BTR ini kemudian di uji statistik dengan taraf nyata 5 % didapatkan ada beda nyata pada perlakuan di lapangan, dengan hasil terbaik pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48). Pada tanaman kelapa sawit BTR akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman (dapat dilihat pada Gambar 13). Pada tanaman tua jumlah buah yang semakin sedikit, sehingga alokasi fotosintat tidak terbagi ke banyak TBS. Pada tanaman muda, TBS yang dihasilkan lebih banyak sehingga fotosintat yang dialokasikan ke buah lebih rendah dibandingkan tanaman tua. Hasil uji statistik menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan jumlah pelepah terhadap BTR, dengan perlakuan terbaik pada perlakuan A. Hal ini berarti jumlah pelepah yang tetap sepanjang periode, lebih baik didalam mendukung BTR dibandingkan jumlah pelepah yang berbeda setiap periodenya. Jumlah pelepah

9 39 yang sedikit (41-48) memberikan hasil lebih baik dibandingkan pelepah banyak (49-56). Hal ini karena pelapah yang banyak, pelepah terbawah akan menjadi beban (sink) ketika terjadi keterbatasan dalam air ataupun cahaya. Tabel 19. Bobot tandan rata-rata Blok B19 (8-13 tahun) Bobot tandan rata-rata (kg/pokok) Perlakuan Periode 2 Periode 3 Periode 1 Periode 2 Ratarata Jan-Apr Mei-Ags Sep-Des Jan-Apr A* B C D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol dan perlaukan terbaik Tanaman Umur > 13 Tahun (Blok B28) Blok B28 merupakan blok yang mewakili tanaman berumur di atas 13 tahun. Tanaman kalapa sawit ini memiliki tinggi di atas 5 meter, sehingga panen harus dilakukan dengan egrek. Hal inilah yang menghambat praktek di lapangan dalam mempertahankan jumlah pelepah, karena pada saat panen pelepah di bawah buah akan ikut terpotong. Dengan demikian jumlah pelepah pada Blok B28 selalu kurang dari jumlah pelepah yang seharusnya dipertahankan. Data produksi per pokok dapat dilihat pada Tabel 20. Produksi TBS tertinggi diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan produksi ratarata kg/pokok/bulan, perlakuan D (49-56, 49-56, ) dengan produksi rata-rata kg/pokok/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56, 41-48) dengan produksi rata-rata kg/pokok/bulan (data lengkap produksi per bulan pada Lampiran 11). Pada tanaman umur > 13 tahun didapat bahwa tanaman kontrol (perlakuan A) memberikan produksi terbaik. Terdapat perbedaan sebesar 1.6 ton/ha/tahun dibandingkan tanaman dengan pelepah yang banyak (49-56 pelepah). Hal ini kemungkinan disebabkan pada tanaman dengan jumlah pelepah sedikit mempermudah di dalam melakukan panen. Hasil pengamatan di lapangan diperoleh informasi bahwa pada tanaman dengan pelepah banyak, sering terdapat

10 40 buah yang tertinggal dipanen. Pelepah yang banyak akan menyulitkan pemanen dalam melihat buah yang matang karena terhalang oleh pelepah. Berondolan yang jatuh di piringan sebagai tanda buah matang juga berkurang atau malah tidak ada, karena berondolan yang jatuh tertahan oleh pelepah yang banyak tersebut. Buah yang tertinggal dipanen dapat menurunkan produksi, karena buah menjadi busuk sehingga tidak layak panen atau bobotnya menjadi turun. Tabel 20. Produksi kelapa sawit Blok B28 (> 13 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Produksi (kg/pokok/bulan) Periode 1 Sep-Des 2011 Periode 3 Mei-Ags 2011 Periode 2 Jan-Apr 2012 Rata-rata A* B C D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol dan perlakuan terbaik Data produksi pada Blok B28 (> 13 tahun) menunjukkan pola yang berbeda dibandingkan dengan Blok A35 (< 8 tahun) dan B19 (8-13 tahun). Pada Blok B28 puncak produksi tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober, sementara pada Blok A35 dan B28 terjadi pada bulan Maret hingga Mei. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan produksi pelepah antara tanaman muda dan tua. Pada Blok A35 dan B19 memiliki pola pertumbuhan pelepah yang hampir sama. Sementara pada tanaman tua, produksi pelepah jauh menurun dibandingkan pada tanaman muda. Pada tanaman muda pertumbuhan pelepah yaitu 2-3 pelepah/ bulan, sementara pada tanaman tua pertumbuhan pelepahnya hanya 1-2 pelepah/bulan (Corley 1976). Produksi tandan pada tanaman kelapa sawit Blok B28 dapat dilihat pada Tabel 21. Produksi tandan tertinggi didapat pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan jumlah tandan 0.53 tandan/pokok/bulan, perlakuan E (49-56, 41-48, 41-48) dengan jumlah tandan 0.49 tandan/pokok/bulan, dan perlakuan D (49-56, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan 0.48 tandan/pokok/bulan (data lengkap

11 41 jumlah tandan dapat dilihat pada Lampiran 12).Jumlah tandan kelapa sawit sangat erat kaitannya dengan produksi pelepah, karena dari setiap pelepah akan muncul bunga. Pada tanaman tua jumlah pelepah yang muncul per bulan mulai berkurang, sehingga jumlah bunga yang dihasilkan juga mengalami penurunan. Dengan demikian produksi tandan per pokok pada tanaman tua mengalami penurunan dibandingkan pada tanaman muda. Penurunan jumlah tandan disertai dengan peningkatan BTR pada tanaman tua. Hal ini disebabkan pada tanaman tua persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintat antar buah menurun, sehingga BTR yang dihasilkan lebih tinggi daripada pada tanaman muda. Pada tanaman tua LA (leaf area) yang dimiliki lebih besar dari tanaman muda, sehingga mendukung peningkatan BTR. Tabel 21. Jumlah tandan tanaman kelapa sawit Blok B28 (> 13 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Jumlah tandan (tandan/pokok/bulan) Periode 3 Periode 1 Periode 2 Mei-Ags Sep-Des Jan-Apr Rata-rata A* B C D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol dan perlakuan terbaik Rata-rata BTR selama tahun 2011 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 22. Bobot tandan rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan B (41-48, 41-48, 49-56) dengan BTR sebesar kg/bulan, perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar kg/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56,41-48) dengan BTR sebesar kg/bulan (data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13). Perlakuan B merupakan perlakuan terbaik, tetapi dari hasil uji statistik (Tabel 13) diperoleh bahwa perlakuan A, C, D, dan E tidak berbeda dgn perlakuan B. Berdasarkan hasil uji tersebut dapat dilihat perlakuan jumlah pelepah belum berpengaruh terhadap BTR, hal ini disebabkan karena BTR lebih dipengaruhi oleh curah hujan dibandingkan jumlah pelepah yang dipertahankan. Data hasil

12 42 analisis statistik pada Tabel 13, menunjukan antar perlakuan masih belum meberikan beda nyata pada perlakuan terbaik. Tabel 22. Bobot tandan rata-rata Blok B28 (> 13 tahun) Perlakuan Periode 2 Jan-Apr 2011 Bobot tandan rata-rata (kg/tandan) Periode 3 Periode 1 Mei-Ags Sep-Des Periode 2 Jan-Apr 2012 Rata-rata A* B** C D E F Rata-rata Note : *) perlakuan kontrol, **)perlakuan terbaik Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa BTR pada tanaman tua juga cenderung mengalami peningkatan dari periode 2 hingga periode 1. Pada tanaman tua cukup sulit untuk menjaga jumlah pelepah yang optimal dalam mendukung BTR, karena pada praktek pemanenan pelepah akan ikut turun. Pada umumnya di lapangan untuk mempertahankan pelepah dilakukan dengan praktek songgo satu. Songgo satu adalah pemeliharaan pelepah dengan meninggalkan satu pelepah yang menyangga buah, sehingga pelepah per pokok umumnya berjumlah 42 pelepah. Produksi Tandan Bunga dan Buah Pada setiap perlakuan jumlah pelepah yang harus dipertahankan dilakukan penghitungan bunga dan buah pada pokok sampel, yaitu sebanyak lima sampel tanaman per perlakuan. Setiap sampel dihitung jumlah tanda bunga jantan, tandan bunga betina, buah hitan dan buah merah setiap empat bulan sekali. Dengan demikian akan didapat berapa banyak perkiraan produksi untuk periode berikutnya. Proses pengumpulan data dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mendatangi setiap sampel pokok kemudian menghitung peubah tersebut. Hasil penghitungan jumlah tandan bunga dan buah pada tanaman umur < 8 tahun dapat dilihat pada Tabel 23. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan merah pada tanaman umur < 8 tahun (A35) diambil pada bulan

13 43 Januari Dari Tabel 23 didapat bahwa jumlah bunga terbanyak diperoleh pada perlakuan A (49-56, 49-56, 49-56) yaitu sebesar 2.6 tandan bunga betina/pokok, berikutnya yaitu perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan bunga sebesar 1.93 tandan bunga betina/pokok. Dari data produksi pada umur < 8 tahun (A35), perlakuan A dan F juga memiliki produksi yang tinggi. Walaupun demikian hal ini masih perlu diteliti lebih jauh, karena pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan pada tanaman umur < 8 tahun memiliki lag sebesar 12 bulan. Produksi tandan pada Januari 2012 ini kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan pada bulan Januari Pada bulan Januari 2012 perlakuan penunasan sudah mulai dilaksanakan, tetapi perlu dilihat konsistensi pengaruh perlakuan terhadap produksi tandan dua atau tiga tahun kedepan. Data sementara untuk mendukung konsistensi perlakuan belum mencukupi hal tersebut. Tabel 23. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok A35 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perlakuan Jumlah tandan bunga Sex rasio Jumlah tandan buah Jantan Betina Hitam Merah Total A B C D E F Tabel 24. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok B19 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perlakuan Jumlah tandan bunga Sex rasio Jumlah tandan buah Jantan Betina Hitam Merah Total A B C D E F Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan merah pada umur tanaman 8 13 tahun dapat dilihat pada Tabel 24. Data pada Tabel 24 diambil pada bulan Januari 2012, tandan bunga betina terbanyak didapat pada

14 44 perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dan D (49-56, 49-56, 49-56). Pada perlakuan F terdapat sebanyak 1.6 tandan bunga betina per pokok, sementara pada perlakuan D sebanyak 1.5 tandan bunga betina per pokok. Bunga betina yang telah mekar akan menjadi buah yang siap panen 5 9 bulan kemudian (Siregar 1998). Hasil produksi dari penghitungan jumlah tandan bunga jantan ataupun betina akan dapat dilihat hasilnya beberapa bulan kemudian. Untuk tandan buah hitam, ditemukan paling banyak pada perlakuan F dan E yaitu sebanyak 6.2 tandan buah per pokok dan 4.5 tandan buah per pokok. Buah hitam merupakan buah muda yang belum siap panen. Penghitungan tandan bunga jantan, bunga betina, buah hitam dan merah ini ditujukan untuk perkiraan produksi ke depan. Dengan adanya informasi tersebut kita dapat memperkirakan perlakuan mana yang akan memberikan hasil terbaik. Jumlah tandan bunga betina, jantan, buah hitam dan merah pada tanaman kelapa sawit umur > 13 tahun dapat dilihat pada Tabel 25. Data tandan bunga dan tandan buah ini diambil pada bulan Januari 2012, jumlah tandan bunga betina terbanyak didapat pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dan B (41-48, 41-48, 49-56) dengan jumlah 1.27 tandan bunga betina per pokok dan 0.60 tandan bunga betina per pokok. Sementara untuk tandan buah hitam terbanyak didapat pada perlakuan A dan C dengan jumlah sebesar 2.67 tandan buah per pokok dan 2.53 tandan buah per pokok. Tabel 25. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok B28 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perlakuan Jumlah tandan bunga Sex rasio Jumlah tandan buah Jantan Betina Hitam Merah Total A B C D E F Pengaruh Jumlah Pelepah terhadap Iklim Mikro Jumlah pelepah yang dipertahankan memberikan pengaruh terhadap iklim mikro pada lingkungan tumbuh tanaman kelapa sawit. Iklim mikro yang diamati

15 45 yaitu suhu, kelembaban, dan cahaya di bawah pelepah tanaman kelapa sawit. Pengukuran suhu dilakukan bersamaan dengan pengukuran kelembaban, pengukuran dilakukan di dalam piringan dan di luar piringan. Pengukuran cahaya dilakukan di bawah pelepah ke-17 dan di atas pelepah terbawah. Suhu dan Kelembaban Jumlah pelepah memberikan pengaruh terhadap perubahan suhu, terutama akibat adanya perubahan cahaya yang masuk. Jumlah pelepah yang banyak akan menghambat cahaya langsung masuk, sehingga dapat menurunkan suhu. Apabila cahaya matahari langsung masuk, maka suhu akan meningkat di dalam tajuk kelapa sawit. Pengukuran suhu dilakukan dengan mengukur suhu di dalam piringan kelapa sawit dan di luar piringan. Di dalam piringan mewakili kondisi kelapa sawit yang tertutupi oleh pelepah, sementara di luar piringan mewakili kondisi yang tidak terlalu tertutupi oleh pelepah. Cahaya langsung masih bisa masuk pada kondisi di luar, dibandingkan pada piringan. Data suhu pada periode 2 dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Suhu di dalam dan di luar piringan periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perl Suhu di dalam piringan ( 0 C) Suhu di luar piringan ( 0 C) Perbedaan suhu (%) A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28 A 32.16ab 31.50a a 31.56a B 33.11b 31.56a c 31.55a C 32.68ab 31.16a bc 31.38a D 32.49ab 32.68b abc 29.67b E 32.29ab 31.27a abc 31.28a F 31.89a 30.8a ab 30.79a Rata-rata Note: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%, tanda (-) menunjukkan bahwa suhu di dalam piringan lebih rendah. Data yang ditampilkan Tabel 26 merupakan data periode 2, yang diambil pada bulan Januari Data suhu pada tiap blok menunjukkan adanya pengaruh jumlah pelepah terhadap suhu baik di dalam ataupun di luar piringan, tetapi pengaruh tersebut bersifat acak. Artinya suhu pada tanaman dengan pelepah sedikit (41-48 pelepah umur 8-13 dan > 13 tahun, pelepah umur < 8 tahun)

16 46 tidak selalu menunjukkan suhu yang rendah, padahal dengan pelepah yang lebih banyak (49-56 pelepah umur 8-13 dan > 13 tahun, pelepah umur < 8 tahun) cahaya yang masuk sedikit sehingga suhu menjadi rendah. Untuk menguji data yang telah didapat, dilakukan uji korelasi suhu pada setiap perlakuan dengan kelompok umur lainnya. Hasil yang didapat tidak adanya korelasi dari suhu pada perlakuan dengan jumlah pelepah yang sama. Pengaruh jumlah pelepah pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh karena kondisi iklim mikro sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada data suhu tanaman umur > 13 tahun (Blok B28) tidak menunjukkan pengaruh perlakuan, walaupun demikian setelah dilakukan analisis data kebelakang maka data dari periode sebelumnya menunjukkan pola yang sama, pengaruh perlakuan terhadap suhu bersifat acak. Pengukuran data kelembaban di dalam dan di luar piringan dilakukan secara bersama-sama dengan pengukuran suhu. Data kelembaban diambil untuk mengetahui kondisi kelembaban di dalam piringan dan di luar piringan kelapa sawit. Areal piringan merupakan daerah melingkar di sekitar kelapa sawit, dengan jari-jari lebih kurang 1-1,5 meter dari batang kelapa sawit. Sementara di luar piringan merupakan daerah di luar area piringan, data diambil dari gawangan mati disamping pokok sampel. Data kelembaban udara di dalam dan di luar piringan dapat dilihat pada Tabel 27. Data kelembaban yang ditampilkan merupakan data pada periode 2 yang diambil pada bulan Januari Hasil dari olahan data menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terhadap kelembaban udara, namun seperti halnya pada suhu pengaruh tersebut bersifat acak. Data yang ditampilkan tidak dapat menunjukkan kondisi iklim mikro perlakuan di lapangan. Untuk validasi data juga dilakukan uji korelasi antara kelembaban di dalam dan di luar piringan antar perlakuan pada setiap kelompok umur, dan hasil yang diperoleh yaitu tidak adanya korelasi antar perlakuan yang sama. Perbedaan jumlah pelepah pada penelitian ini yang dicerminkan dengan LAI, belum memberikan pengaruh terhadap iklim mikro tanaman kelapa sawit. Untuk menguji data suhu dan kelembaban yang diambil, dilakukan uji korelasi untuk data suhu dan kelembaban di dalam piringan dengan suhu dan kelembaban di luar piringan. Hasilnya menunjukkan korelasi yang tinggi, artinya

17 47 apabila suhu di dalam piringan tinggi maka suhu di luar piringan juga tinggi. Demikian juga halnya dengan tingkat kelembaban pada piringan dan di luar piringan mununjukan korelasi yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh benar-benar menunjukkan kondisi suhu dan kelembaban yang tepat, tetapi tidak memberikan gambaran pengaruh perlakuan yang tepat. Tabel 27. Kelembaban udara di dalam dan di luar piringan periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perl Kelembaban di luar piringan (%) Kelembaban di dalam piringan (%) Perbedaan kelembaban (%) A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28 A 68.60b 68.10a d 68.80bc B 64.47a 65.90a abc 66.40ab C 64.80a 70.80a ab 71.80c D 64.00a 64.00a a 62.90a E 67.60b 70.30a cd 72.70c F 67.33b 77.70b bcd 77.80d Ratarata Note: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%, tanda (-) menunjukkan bahwa kelembaban di luar piringan lebih rendah. Intensitas Cahaya Jumlah pelepah yang diperlihara pada kelapa sawit, akan mempengaruhi tingkat cahaya yang dapat masuk ke dalam pelepah terbawah ataupun piringan. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat naungan pada perlakuan tersebut. Secara teori perbedaan jumlah pelepah perlakuan, akan menambah 1 spiral lebih banyak di bawah pelepah untuk perlakuan pelepah yang lebih banyak. Untuk perlakuan pelepah maka akan ada 6 spiral, terdapat 7 spiral, dan untuk pelepah akan ada 8 spiral pada tanaman tersebut. Walaupun pada prakteknya jumlah spiral tidak akan berkaitan dengan jumlah pelepah yang ditinggalkan. Pada praktenya jumlah pelepah akan tetap dipertahankan jumlahnya tanpa memperhatikan jumlah spiral. Terkadang jumlah spiral yang ada 8 tetapi jumlah pelepah yang dipertahankan dapat kurang dari 64 57, hal ini terjadi karena adanya pelepah yang turun akibat panen. Pengukuran cahaya pada pelepah terbawah tidak selalu akan berada pada spiral 6, 7 atau 8 sesuai dengan jumlah spiral seharusnya, tetapi terkadang bertambah 1 atau 2 spiral ke bawah. Data

18 48 cahaya yang diterima di dalam piringan dan di luar piringan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Intensitas cahaya yang diterima di dalam piringan dan di luar piringan kelapa sawit periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perlakuan Dalam piringan (Lux) Luar piringan (Lux) Perbedaan cahaya A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28 A B C D E F Rata-rata Data cahaya yang ditampilkan merupakan data pada periode 2 yang diambil pada bulan Januari Dari hasil olahan data menunjukkan bahwa cahaya yang diterima pada piringan dan di luar piringan tidak berbeda nyata. Hal ini karena variasi data cahaya yang diperoleh cukup tinggi pada setiap perlakuan, sehingga pengaruh tiap perlakuan tidak terlihat. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa cahaya yang masuk di luar piringan lebih tinggi dibandingkan di dalam piringan. Cahaya yang jatuh di luar lebih banyak karena pelepah yang menaungi tidak sepadat pelepah di atas piringan kelapa sawit. Cahaya yang masuk kedalam piringan lebih rendah dibandingkan di luar piringan. Data cahaya di dalam piringan menunjukkan bahwa cahaya yang masuk pada tanaman berumur muda (7 tahun, Blok A35) lebih rendah dari pada tanaman tua (11 dan 15 tahun, Blok B19 dan B28). Hal ini karena pelepah yang dipertahankan memang lebih banyak dibandingkan dari tanaman tua, yaitu pelepah sementara pada tanaman tua pelepah. Cahaya yang masuk ke dalam piringan pada Blok B19 (8-13 tahun) lebih banyak dibandingkan pada Blok B28 ( > 13 tahun) karena, pada tanaman yang lebih tua LAI yang dimiliki lebih besar sehingga cahaya lebih banyak ditangkap oleh pelepah tanaman. Data intensitas cahaya yang diterima pada pelepah ke-17 dan pelepah terbawah dapat dilihat pada Tabel 29. Data cahaya yang digunakan merupakan data pada periode 2 yang diambil pada bulan Januari Berdasarkan hasil data

19 49 olahan terdapat data cahaya yang berbeda nyata, yaitu pada cahaya yang jatuh pada pelepah terbawah di Blok B28 (> 13 tahun). Pada perlakuan F (41-48 pelepah) didapat jumlah cahaya yang jatuh pada perlepah terbawah lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan lainnya. Pada perlakuan F (41-48) Blok B28 (> 13 tahun) pelepah yang dipertahankan lebih sedikit dibandingkan C, D dan E (49-56 pelepah) sehingga jumlah cahaya lebih banyak banyak masuk pada pelepah terbawah. Walaupun demikian jumlah cahaya yang masuk juga lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan dengan jumlah pelepah dengan perlakuan sama (perlakuan A dan B). Cukup sulit untuk dikatakan bahwa cahaya yang masuk lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya ini dikarenakan pengaruh perlakuan. Hasil dari data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa penunasan yang dilakukan belum memberikan pengaruh terhadap iklim mikro tanaman kelapa sawit. Dari hasil data cahaya yang diterima oleh pelepah terbawah dan ke-17, maka didapat bahwa cahaya yang jatuh pada pelepah ke-17 lebih besar dibandingkan pada pelepah terbawah. Hal ini karena pelepah yang menaungi pelepah terbawah lebih banyak dibandingkan pada pelepah ke-17. Tabel 29. Intensitas cahaya yang diterima pelepah ke-17 dan pelepah terbawah periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 Perl Pelepah terbawah (Lux) Pelepah 17 (Lux) Serapan cahaya (%) A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28 A B C D E F Ratarata Penyusunan Model Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit Pola Produksi Umur < 8 Tahun, 8-13 Tahun dan > 13 Tahun Data yang diperoleh pada setiap kelompok umur dirata-ratakan untuk dilihat pola produksi, jumlah tandan serta BTR yang dihasilkan. Dari data inilah selanjutnya dijadikan dasar dalam pembuatan model, serta menjadi data validasi untuk hasil model. Data rata-rata pada setiap kelompok umur bukan untuk

20 50 dibandingkan, melainkan dijadikan dasar untuk penyusunan model pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Pola antara produksi per pokok ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Fluktuasi produksi rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa fluktuasi produksi dari bulan ke bulan antar umur kelapa sawit yang memiliki pola berbeda. Pola produksi ini sangat dipengaruhi oleh produksi pelepah serta curah hujan, karena dapat mempengaruhi pembentukan bunga betina pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman tua produksi pelepah lebih lambat dibandingkan pada tanaman muda, sehingga pola produksinya juga akan mengalami perbedaan. Selain itu pada tanaman tua bunga betina yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang membuat pola ataupun kecenderungann produksi pada ketiga kelompok umur tanaman kelapa sawit menjadi berbeda. Hasil uji secara statistik juga menunjukkan tidak ada nya korelasi pola produksi pada tiga kelompok umur tersebut. Dengan demikian model produksi yang disusun pada setiap kelompok umur akan memiliki perbedaan. Pola produksi tandan per pokok dapat dilihat pada Gambar 12. Dari data pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sawit pada umur < 8 tahun menghasilkan tandan per pokok lebih banyak. Sementara Blok B28 (umur > 13 tahun) merupakan blok dengan hasil tandan terendah dibandingkan dengan umur

21 51 yang lain. Hal ini karena jumlah tandan dan bunga betina yang dihasilkan tanaman tua lebih rendah daripada tanaman muda. Pada tanaman muda (< 8 tahun), produksi tandan pada bulan Mei bahkan mencapai 1.4 tandan/pokok/bulan dibandingkan pada tanaman umur 8-13 tahun dan > 13 tahun paling tinggi hanya mencapai 0.9 tandan/ /pokok/bulan dan 0.6 tandan/pokok/bulan. Selain itu semakin meningkatnya umur tanaman kelapa sawit juga menurunkan jumlah bunga betina yang dihasilkan (Corley 1976). Perbedaan pola produksi tandan pada ketiga kelompok umur tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan, dan produksi pelepah sehingga pola produksi tandan mengalami perbedaan pada ketiga kelompok umur tersebut (Jones 1997). Seperti halnya pola produksi pola jumlah tandan juga berbeda pada tiap kelompok umur, sehingga model yang disusun pada satu kelompok umur tidak dapat digunakan untuk kelompok umur yang lain. Gambar 12. Jumlah tandan rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun Data BTR tanaman kelapa sawit pada tiga kelompok umur dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa BTR pada tanaman tua lebih berat dibandingkan BTR pada tanaman muda. Hal ini karena pada tanaman tua persaingan antar buah mengalami penurunan, dan pada tanaman tua jumlah tandan yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Pola grafik BTR memiliki pola yang sama pada setiap kelompok umur, sehingga model yang digunakan untuk produksi tandan sama untuk setiap kelompok umur.

22 52 Gambar 13. Bobot tandan rata-rata (BTR) Blok A35, B19 dan B28 tahun Data jumlah tandann yang menopang pertumbuhan tandan dapat dilihat pada Tabel 30. Dari data Tabel 30, dapat dilihat bahwa jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan pada tanaman tua lebih banyak dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang menyebabkan BTR tanaman tua lebih berat dibandingkan tanaman muda. Dengan demikian pada tanaman muda walaupun jumlah pelepah yang dipertahankan lebih banyak, tetapi jumlah tandan yang harus disuplai fotosintat juga lebih banyak. Dengan demikian dalam setahun sekitar 4-5 pelepah yang menopang pertumbuhan satu tandan dalam setahun, pada tanaman muda umur 8-13 tahun tandan ditopang oleh 5-6 pelepah, dan pada tanaman tua umur > 13 tahun 6-7 pelepah. Oleh sebab itu perlu untuk mempertahankan pelepah agar mendapat BTR yang lebih tinggi. Pada praktek di lapangan, umumnya perkebunan menerapkan praktek songgo satu atau dua, yaitu mempertahankan satu atau dua pelepah dibawah buah terbawah. Kondisi ketika buah sedikit, praktek songgo ini dapat mengakibatkan over pruning, karena pada prakteknya, songgo satu atau dua tidak melihat jumlah pelepah yang ditinggalkan melainkan pelepah di bawah buah saja. Selain mengakibatkan kelapa sawit memproduksi bunga jantan lebih banyak, hal ini juga mengakibatkan asupan fotosintat pada buah juga menjadi berkurang.

23 53 Tabel 30. Jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan dalam setahun Blok Umur (tahun) Rata-rata tandan/pokok Total tandan per tahun Jumlah pelepah rata-rata Pelepah/tandan A35 7 0,820 10, ,873 B ,587 7, ,762 B ,473 6, ,828 Luas daun (leaf area) pada tanaman kelapa sawit dihitung dengan mengambil sampel daun pada pelepah ke-17. Daun diukur panjang dan lebarnya, selanjutnya dihitung LA (leaf area) pada kelapa sawit tersebut. LA dihitung pada tiap kelompok umur kelapa sawit, yaitu < 8 tahun (A35), 8-13 tahun (B19) dan > 13 tahun (B28). Hasil pengukuran LA dan LAI pada ketiga kelompok umur tersebut dapat dilihat pada Tabel 31. Hasil pengukuran LA pada ketiga blok menunjukkan bahwa LA tertinggi didapat pada tanaman dengan umur di atas 15 tahun, sementara yang paling rendah adalah pada umur < 8 tahun. Leaf area erat kaitannya dengan kemampuan tanaman dalam menangkap cahaya, karena LA mengambarkan luas permukaan daun. Semakin luas permukaan daun semakin banyak cahaya yang dapat diserap oleh daun. Dengan luasan LA mencapai 7 m 2 maka dengan jumlah 42 pelepah LAI (leaf area index) tanaman umur >13 tahun masih lebih tinggi dibandingkan umur di bawahnya. Tabel 31. LA dan LAI Blok A35, B19 dan B28 Blok Tahun tanam Umur (tahun) LA (m 2 ) Jumlah pelepah LAI (136/ha) A B B Anjuran untuk mempertahankan 42 pelepah untuk tanaman tua (> 13 tahun) cukup beralasan, selain kemudahan di dalam praktek lapangan juga karena LAI yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Breure (2010) LAI optimum pada tanaman kelapa sawit adalah 5.0, tetapi berdasarkan hasil penelitian ini didapat LAI optimum untuk mendukung pertumbuhan di bawah 5.0. LAI optimum untuk produksi yang diperoleh yaitu berkisar antara Sementara untuk tanaman muda pelepah yang dipertahankan lebih banyak, karena LAI pada tanaman muda

24 54 dengan jumlah 42 pelepah belum menyamai LAI tanaman tua. Hal ini bertujuan agar bobot buah yang dihasilkan meningkat, sehingga produksi juga meningkat. Tentunya hal ini juga harus ditunjang dengan kondisi lingkungan tumbuh yang mencukupi. Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dengan produksi TBS tanaman kelapa sawit, dilakukan analisis korelasi curah hujan per bulan dengan produksi tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit memerlukan curah hujan minimal 60 mm/bulan agar tidak mengalami cekaman kekeringan (Siregar 1998). Curah hujan rata-rata per bulan pada PT. AMR dan GSIP tahun dapat dilihat pada Tabel 32. Data curah hujan selama 14 tahun tersebut, selanjutnya dikorelasikan dengan produksi TBS kelapa sawit yaitu dengan peubah bobot tandan rata-rata, produksi per pokok, dan jumlah tandan per pokok. Grafik kecenderungan curah hujan selama 14 tahun pada PT. AMR dan GSIP dapat dilihat pada Gambar 14. Curah hujan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap produksi kelapa sawit, terutama musim kering. Kekurangan air pada musim kering dapat menyebabkan kelapa sawit lebih banyak memproduksi bunga jantan dibandingkan bunga betina. Kekeringan juga menyebabkan penurunan produksi akibat adanya aborsi bunga betina dan penurunan pada bobot tandan. Penelitian Rizal dan Tsan (2011) menunjukkan bahwa curah hujan akan mempengaruhi produksi kelapa sawit 18 bulan sebelum panen. Untuk mendukung produksi kelapa sawit diperlukan curah hujan sebesar 2000 mm/tahun. Pada kelapa sawit pengaruh curah hujan terhadap produksi tidak akan berpengaruh secara langsung, melainkan terdapat lag atau tenggang beberapa saat/waktu. Oleh karena itu pengaruh terhadap produksi tidak akan terjadi dalam waktu dekat, melainkan akan terjadi satu hingga dua tahun kedepan. Dengan menggunakan uji statistik akan dapat diketahui tenggang waktu yang diperlukan untuk terjadinya pengaruh curah hujan terhadap produksi. Pada Tabel 33 dapat dilihat pengaruh curah hujan terhadap BTR.

25 Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Total Ratarata cm/bulan Bulan

26 56 Tabel 33. Korelasi antara BTR dan curah hujan Thn Bulan BTR BTR BTR CH Bulan Thn A35 B19 B Januari 12,043 14,989 22,677 24,383 Oktober 2010 Februari 11,806 14,505 23,088 28,968 Nopember Maret 11,775 15,102 22,451 22,364 Desember April 12,420 16,783 23,812 27,868 Januari 2011 Mei 13,431 17,300 23,543 17,044 Februari Juni 13,917 16,712 23,663 22,875 Maret Juli 14,126 16,511 24,318 28,284 April Agustus 13,730 16,935 25,055 23,897 Mei September 13,708 18,146 25,866 14,888 Juni Oktober 14,494 18,464 24,933 17,494 Juli Nopember 15,356 18,117 25,783 9,830 Agustus Desember 16,260 18,951 24,834 13,022 September Berpengaruh nyata pada taraf α = 5%, dengan sig. (tailed 2) = 0.05 Persamaan regresi BTR : A35 :Y = X R 2 = B19 : Y = X R 2 = B28 : Y = X R 2 = Dengan Y = BTR, dan X = curah hujan Sumber : Research Center PT. AAL (diolah, 2012) Tabel 33 yang menunjukkan hubungan antara BTR dan CH pada setiap blok. Pada ketiga blok tersebut terlihat adanya pola pengaruh curah hujan yang sama. Curah hujan pada bulan Oktober akan mempengaruhi BTR pada bulan Januari, artinya terdapat lag 3 bulan bagi curah hujan untuk memberikan pengaruh terhadap bobot tandan pada tanaman kelapa sawit. Peningkatan CH pada bulan tersebut akan meningkatkan BTR pada 3 bulan berikutnya, demikian juga apabila terjadi penurunan CH pada bulan tersebut akan menurunkan BTR 3 bulan berikutnya. Adanya keterlambatan pengaruh ini kemungkinan akibat pengaruh metabolisme di dalam tanaman kelapa sawit.hubungan antara kelapa sawit dengan curah hujan juga dilakukan terhadap produksi per pokok pada tanaman kelapa sawit, yaitu dengan melihat korelasi antara curah hujan dengan produksi per pokok.

27 57 Tabel 34. Korelasi antara produksi dan curah hujan Umur tanaman Pengaruh CH Pr>F (BSP) < 8 Tahun 12 bulan 0.044* 8-13 Tahun 21 bulan 0.011* > 13 Tahun 26 bulan 0.050* Hasil uji berpengaruh nyata pada taraf α = 5% BSP = bulan sebelum panen Tabel 34 menunjukkan pada bulan berapa korelasi produksi tandan pada tahun 2011 memiliki korelasi tertinggi. Pada Blok A35 (umur < 8 tahun) korelasi paling kuat terdapat pada bulan Februari tahun 2010, atau memiliki tenggang (lag) waktu sebesar 12 bulan. Sementara pada Blok B19 (umur 8-13 tahun) memiliki lag sebesar 21 bulan dan pada Blok B28 (umur > 13 tahun) memiliki lag sebesar 26 bulan. Hasil penelitian Legros et al. (2009) pada tanaman umur 13 tahun curah hujan memiliki pengaruh 29 bulan sebelum panen. Adanya perbedaan pengaruh pada tiap umur kelapa sawit, disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman muda pengaruh hujan lebih cepat dibandingkan pada tanaman tua, karena produksi pelepah pada tanaman muda lebih cepat dibandingkan pada tanaman tua. Sebaliknya pada tanaman tua produksi pelepah lebih lambat, hal ini erat kaitannya dengan jumlah bunga, karena bunga tumbuh pada ketiak pelepah yang keluar. Hal tersebut akan berakibat lag pada tanaman tua akan lebih lama dibandingkan pada tanaman muda. Pada kelapa sawit curah hujan erat kaitannya dengan produksi bunga jantan atau bunga betina. Pada kondisi kering kelapa sawit lebih banyak menghasilkan bunga jantan (Siregar 1998). Dengan banyaknya produksi bunga jantan, maka akan mengakibatkan produksi turun sebagai akibat dari penurunan produksi tandan. Data BTR dan produksi tandan pada tiap perlakuan masing-masing blok diuji terhadap curah hujan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap lag yang terjadi. Data lag pengaruh curah hujan terhadap BTR dan produksi tandan pada Blok A35 (< 8 tahun) dapat dilihat pada Tabel 35.

28 58 Tabel 35. Korelasi antara curah hujan terhadap BTR dan jumlah tandan setiap perlakuan pada Blok A35 (< 8 tahun) Perlakuan Produksi tandan BTR Pengaruh CH Pr>F Pengaruh CH Pr>F (BSP) (BSP) A 12 bulan 0.018* 3 bulan 0.008* B 12 bulan 0.079** 3 bulan 0.040* C 12 bulan 0.039* 3 bulan 0.014* D 12 bulan 0.047* 3 bulan 0.018* E 12 bulan bulan 0.060** F 12 bulan 0.028* 3 bulan 0.034* Note: *) berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %, **) berpengaruh nyata pada taraf uji 10%, nilai korelasi yang ditampilkan merupakan nilai korelasi tertinggi. BSP = bulan sebelum panen Dari hasil Tabel 35 maka didapat persamaan regresi untuk pengaruh hujan terhadap jumlah tandan, inilah yang berikutnya akan dijadikan input di dalam model yang telah disusun. Dengan data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan yang memiliki korelasi tertinggi. Persamaan regresi pengaruh curah hujan terhadap produksi jumlah tandan masing-masing perlakuan pelepah : A : Y=0.108X B : Y=0.0094X C : Y=0.105X D : Y=0.081X E : Y=0.116X F : Y=0.116X Dengan : Y = jumlah tandan, X = curah hujan Pengaruh penunasan terhadap lag yang terjadi pada curah hujan, cenderung tidak berbeda dibandingkan lag yang terjadi pada skala blok. Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi yang hampir semua berpengaruh nyata pada bulan ke tiga untuk pengaruh terhadap BTR, artinya bahwa hujan tiga bulan sebelumnya akan mempengaruhi BTR pada bulan ini. Demikian juga halnya dengan pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan, hampir semuanya berpengaruh nyata 12 bulan sebelumnya. Hasil yang didapat ini juga sama dengan hasil yang diperoleh pada skala blok, yaitu A35 dengan umur tanaman < 8 tahun. Walaupun terdapat

29 59 satu perlakuan (perlakuan E) yang tidak menunjukkan pengaruh nyata, namun nilai korelasi tertinggi didapat pada tiga bulan sebelumnya. Pengaruh curah hujan terhadap BTR pada perlakuan E juga kemungkinan besar memiliki pengaruh lag yang sama dengan perlakuan lainnya. Sementara pada produksi tandan, ada dua perlakuan yang tidak berpengaruh nyata yaitu perlakuan B dan E, tetapi nilai korelasi terkecil juga didapat pada 12 bulan sebelumnya (data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14). Pengaruh curah hujan terhadap produksi dan BTR pada Bok B19 dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Korelasi antara curah hujan terhadap BTR dan jumlah tandan setiap perlakuan pada Blok B19 (8-13 tahun) Perlakuan Produksi tandan BTR Pengaruh CH Pr>F Pengaruh CH Pr>F (BSP) (BSP) A 21 bulan 0.025* 3 bulan 0.008* B 21 bulan 0.041* 3 bulan 0.03* C 21 bulan 0.05** 3 bulan 0.013* D 21 bulan 0.06** 3 bulan 0.026* E 20 bulan 0.014* 3 bulan 0.20 F 21 bulan 0.013* 3 bulan 0.007* Note: *) berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %,**) berpengaruh nyata pada taraf uji 10%, nilai korelasi yang ditampilkan merupakan nilai korelasi tertinggi BSP = bulan sebelum panen Dari Tabel 36 didapat persamaan regresi pengaruh curah hujan terhadap produksi jumlah tandan pada masing-masing perlakuan pelepah sebagai berikut : A : Y=-0.020X B : Y=-0.035X C : Y=-0.029X D : Y=-0.038X+36.5 E : Y=-0.037X F : Y= Dengan : Y = jumlah tandan, X = curah hujan Pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan dan BTR juga memiliki pola yang sama pada skala blok, dimana untuk produksi tandan memiliki pengaruh tenggang waktu sebesar 21 bulan (data lengkap dapat dilihat pada

30 60 Lampiran 15) sementara untuk BTR memiliki pengaruh 3 bulan. Walaupun ada perlakuan yang tidak berpengaruh nyata, tetapi nilai korelasi terkecil juga didapat 21 bulan dan 3 bulan sebelumnya. Untuk produksi tandan, ditemukan bawah untuk perlakuan E (49-56, 41-48, 41-48) pengaruh lag bukan terjadi pada 21 bulan sebelumnya, melainkan 20 bulan sebelumnya. Artinya pengaruh lag tersebut mundur satu bulan dibandingkan pada perlakuan lainnya. Walaupun demikian, pengaruh tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut karena pada 20 bulan sebelumnya perlakuan penunasan masih belum dilaksanakan. Kemungkinan besar pengaruh terhadap produksi tandan sudah terjadi sebelum perlakuan penunasan ini dilaksanakan. Pada tanaman kelapa sawit, produksi tandan dipengaruhi oleh produksi bunga betina serta tingkat aborsi bunga betina, karena untuk penentuan bunga jantan atau betina waktu bulan sampai dengan buah dipanen. Oleh karena itu produksi pada tahun 2011 dipengaruhi oleh curah hujan yang terjadi pada tahun Dengan demikian cukup sulit untuk mengatakan bahwa lag yang lebih lambat 1 bulan pada perlakuan E dikatakan sebagai akibat perlakuan jumlah pelepah. Sementara pada BTR pengaruh yang terjadi lebih dekat yaitu 3 bulan, sehingga pengaruh jumlah pelepah masih dapat dilihat pengaruhnya. Seperti halnya pada Blok A35 (< 8 tahun) BTR dipengaruhi oleh curah hujan 3 bulan sebelumnya, walaupun tidak semuanya berpengaruh nyata namun korelasi tertinggi didapat pada 3 bulan sebelumnya. Pengaruh hujan pada tanaman umur > 13 tahun dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Korelasi curah hujan terhadap BTR dan produksi tandan pada setiap perlakuan pada Blok B28 (> 13 tahun) Perlakuan Produksi tandan BTR Pengaruh CH (BSP) Pr>F Pengaruh CH (BSP) Pr>F A 27 bulan 0.036* 2 bulan 0.04* B 26 bulan 0.062** 3 bulan 0.037* C 29 bulan bulan D 26 bulan 0.073** 3 bulan 0.031* E 26 bulan 0.027* 3 bulan 0.047* F 25 bulan 0.091** 2 bulan 0.031* Note: *) berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %, **) berpengaruh nyata pada taraf uji 10%, nilai korelasi yang ditampilkan merupakan nilai korelasi tertinggi. BSP = bulan sebelum panen

31 61 Dari hasil korelasi pada Tabel 37 didapat persamaan regeresi pengaruh curah hujan terhadap produksi jumlah tandan sebagai berikut : A : Y=-0.019X B : Y=-0.018X C : Y=0.081X D : Y=-0.019X E : Y=-0.034X F : Y=-0.025X Pada Blok B28 pengaruh curah hujan terhadap BTR per perlakuan memiliki pola yang tidak jauh berbeda dibandingkan pada blok lainnya. Pada hampir semua perlakuan, pengaruh curah hujan terjadi 3 bulan sebelumnya kecuali pada perlakuan A dan F. Walaupun demikian pola pengaruh lag tersebut tidak ditemukan pada kelompok umur yang lain, yaitu pada Blok A35 (< 8 tahun) dan Blok B28 (8 13 tahun). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah lag sebesar 2 bulan untuk pengaruh curah hujan adalah akibat perlakuan jumlah pelepah. Hal ini cukup menarik mengingat pada pada Blok A35 dan B28 juga terdapat perlakuan yang tidak berpengaruh nyata pada lag 3 bulan. Sementara pada produksi jumlah tandan memiliki pola pengaruh yang beragam, dimana hanya tiga dari enam perlakuan yang memiliki lag yang sama dengan pengaruh lag pada Blok B28 (Lampiran 16). Hal ini kemungkinan karena kondisi tanaman yang sudah tua, sehingga pengaruh curah hujan menjadi beragam. Sementara untuk pengaruh jumlah pelepah pada produksi bunga, kemungkinan besar belum ada karena proses pembentukan bunga terjadi sebelum perlakuan jumlah pelepah dilaksanakan. Dari hasil data inilah selanjutnya dibuat persamaan untuk produksi tandan pada tanaman kelapa sawit. Persamaan untuk setiap umur mengikuti hasil korelasi tertinggi pada setiap umur pada perlakuan tanaman. Dengan demikian maka di dapat persamaan untuk produksi tandan pada setiap umur pada perlakuan jumlah pelepah. Dari persamaan inilah selanjutnya hasil dengan simulasi BTR dapat menghasilkan simulasi produksi untuk setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit.

32 62 Leaf Area Index Kelapa Sawit Umur < 8 Tahun, 8-13 Tahun dan > 13 Tahun Pada setiap perlakuan, LAI yang diperoleh berbeda. Hal ini karena jumlah pelepah per periode berbeda. LAI inilah yang selanjutnya akan dijadikan input di dalam menjalankan model pertumbuhan dan produksi. Hasil LAI untuk setiap perlakuan pada Blok A35 dapat dilihat Tabel 38. Tabel 38. LAI per perlakuan pada Blok A35 (umur < 8 tahun) Periode Blok A35 A B C D E F II III I Rata-rata Pada Blok A35 (< 8 tahun) LAI diperoleh dengan cara mengukur anak daun pada pelepah ke 17. Tiap perlakuan memiliki LAI yang berbeda karena pada setiap periode jumlah pelepah yang dipertahankan berbeda, akibatnya didapat rata-rata LAI yang berbeda juga pada setiap periode perlakuan. LAI terbesar diperoleh pada perlakuan D, karena jumlah pelepah yang dipertahankan sebanyak pelepah pada setiap periode nya. Sementara perlakuan A memiliki LAI terendah yaitu sebesar 3,83 karena pada setiap periodenya pelepah yang dipertahankan sebesar pelepah. Produksi tertinggi didapat pada perlakuan A (49-56, 49-56, 49-56) dengan rata-rata LAI 3.83 dan perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan rata-rata LAI Semakin besar LAI tidak berarti semakin tinggi produksi, tetapi lebih kepada bagaimana pengaturan LAI yang tepat pada setiap periodenya. Dari perlakuan A dan F didapat bahwa pada musim kemarau jumlah pelepah yang dipertahankan harus lebih sedikit dibandingkan pada musim hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan pada musim kemarau transpirasi tinggi, sementara tidak diimbangi dengan ketersediaan air ditanah. Dengan demikian produksi pada bulan kemarau menjadi tidak optimal akibat persaingan yang tinggi dengan pelepah yang cukup banyak. Hasil LAI untuk tanaman dengan umur 8-13 tahun dapat dilihat pada Tabel 39. LAI tertinggi pada tanaman kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun) juga diperoleh pada perlakuan D, karena pelepah yang dipertahankan sebesar 49 56

33 63 pelepah setiap periodenya. Produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan LAI rata-rata sebesar 3.22 dan Pada Blok B19 dengan umur tanaman 8 13 tahun, perlakuan pelepah yang cukup banyak pada musim kemarau justru memberikan hasil terbaik. Hal ini berbeda pada tanaman muda yang menunjukkan perlakuan terbaik justru pelepah yang sedikit pada musim kemarau. Walaupun pada tiga perlakuan terbaik, perlakuan F juga termasuk. Hal ini kemungkinan karena pelepah yang dipertahankan pada tanaman umur 8 13 tahun tidak sebanyak pada tanaman < 8 tahun. Pada saat musim kemarau tingkat transpirasi pelepah tidak setinggi pada tanaman < 8 tahun, sehingga jumlah pelepah yang lebih banyak pada musim kemarau masih dapat dipertahankan. Tabel 39. LAI per perlakuan pada Blok B19 (umur 8 13 tahun) Periode Blok B19 A B C D E F II III I Rata-rata Tabel 40. LAI per perlakuan pada Blok B28 (umur > 13 tahun) Periode Blok B28 A B C D E F II III I Rata-rata Hasil LAI untuk tanaman umur > 13 tahun dapat dilihat pada Tabel 40. Pada Blok B28 LAI rata-rata tertinggi juga diperoleh pada perlakuan D dengan LAI sebesar 4.83, karena pelepah yang dipertahankan pada setiap periodenya sebesar pelepah. Produksi terbaik diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dan E (49-56, 49-56, 41-48), dengan LAI rata-rata sebesar 4.10 dan Pada perlakuan E pelepah pada musim kemarau lebih sedikit yang dipertahankan dibandingkan pada musim hujan. Hal ini kemungkinan karena LA

34 64 (leaf area) pada tanaman tua yang lebih besar, sehingga pada musim kemarau transpirasi yang terjadi lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Perlakuan A dengan jumlah pelepah sesuai rekomendasi sebesar pelepah untuk tanaman < 8 tahun dan pelepah untuk tanaman umur 8-13 tahun dan > 13 tahun secara konstan memberikan produksi yang baik pada setiap umur tanaman. Disarankan untuk mempertahankan jumlah pelepah sebesar pelepah untuk tanaman 8-13 tahun, dan >13 tahun serta pelepah pada umur < 8 tahun. Perlakuan A apabila dilihat dari LAI yang diperoleh lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain, tetapi secara produksi secara konstan memberikan produksi terbaik pada setiap kelompok umur tanaman. Input Model dan Kalibrasi Setelah dilakukan analisis data hasil di lapangan, selanjutnya data tersebut dijadikan input di dalam model yang telah disusun. Input model yang digunakan adalah LAI, BTR, curah hujan, dan intensitas cahaya. Persamaan yang digunakan yaitu, LAI = LA x jumlah pelepah x kerapatan tanam/ha, partisi ke organ generatif = ( *exp(-0.515*LAI)) / (( *exp (-0.515*LAI)) + (11.96*LAI+8.327)), partisi ke organ vegetatif = (11.96*LAI+8.327) / (( *exp (-0.515*LAI)) + (11.96*LAI+8.327)), dan fotosintesis = LUE*((1-EXP(-k*LAI))*Qs)*10^4. Nilai k yang digunakan berbeda pada setiap kelompok umur tanaman, untuk tanaman < 8 tahun k yang digunakan 0.36, 8 13 tahun sebesar 0.45 dan > 13 tahun 0.37 (Noor dan Harun 2004). Nilai koefisien LUE yang digunakan yaitu sebesar (Noor dan Harun 2004). Modeling untuk produksi tandan didapat dengan mengkorelasikan antara curah hujan serta produksi tandan, sehingga didapat persamaan pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan. Kalibrasi model dilakukan dengan menggunakan data hasil tanaman pada perlakuan A. Tanaman perlakuan A dijadikan sebagai data untuk kalibrasi, karena perlakuan ini dianggap sebagai perlakuan kontrol untuk setiap kelompok umur tanaman. Model yang telah dikalibrasi selanjutnya divaladisi dengan menggunakan data dari tanaman perlakuan B, C, D, E dan F untuk melihat tingkat ketepatan data hasil simulasi model.

35 65 Hasil Simulasi Model Pertumbuhan dan Produksi Model yang dibangun digunakan mensimulasi BTR dan produksi tanaman kelapa sawit pada berbagai taraf penunasan. Jumlah pelepah dan kelompok umur tanaman dijadikan sebagai input dalam model simulasi. Peubah luar yang menjadi masukan yaitu curah hujan dan radiasi matahari. Peubah pertumbuhan yang menjadi keluaran model adalah bobot kering tandan kelapa sawit dan bobot kering produksi kelapa sawit. Hasil model masih perlu dikonversi lagi, karena untuk bobot kering tandan masih dalam satuan ha bukan per tandan. Keluaran yang dihasilkan masih berupa bobot kering, sehingga perlu dikonversi lagi menjadi bobot basah, sehingga dapat dibandingkan dengan BTR ataupun produksi aktual. Gambar yang ditampilkan merupakan BTR dan produksi simulasi serta aktual tiap bulannya. Hasil simulasi untuk tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Data BTR simulasi dibandingkan dengan BTR aktual, dapat dilihat bahwa lima dari enam perlakuan menunjukkan pola grafik yang berhimpit dengan BTR aktual. Hasil simulasi produksi menunjukkan bahwa pola grafik simulasi hampir mengikuti pola aktual, walaupun belum berhimpit. Data lengkap perbandingan antara hasil BTR simulasi dan aktual serta produksi simulasi dan aktual dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18. BTR simulasi dan BTR aktual pada tanaman umur 8-13 tahun dapat dilihat pada Gambar 17. Dari grafik yang ditampilkan dapat dilihat bahwa terdapat tiga perlakuan BTR simulasi yang berhimpit dengan BTR aktual, yaitu perlakuan A, C dan D. Sementara pada produksi simulasi secara umum data hasil simulasi belum dapat mengikuti pola yang terdapat pada hasil produksi aktual. Hal ini karena pada model pada simulasi produksi hanya menggunakan input curah hujan dalam prediksi hasil. Grafik produksi simulasi dan aktual dapat dilihat pada Gambar 18. Data lengkap perbandingan antara BTR simulasi dan aktual, serta produksi simulasi dan aktual pada tanaman umur 8-13 tahun dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20.

36 66 BTR (kg/tandan) a BTR (kg/tandan) b BTR (kg/tandan) c BTR (kg/tandan) d BTR (kg/tandan) e BTR (kg/tandan) f Gambar 15. Perkembangann BTR simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P2-P2-P2 (a), P2-P2-P3 (b), P2-P3-P3 (c), P3-P3-P3 (d), P3-P3-P2 (e), dan P3-P2-P2(f) untuk kelapa sawit umur < 8 tahun. Gambar 19 dan 20 menunjukkan perbandingan antara BTR dan produksi simulasi terhadap BTR dan produksi aktual pada tanaman umur > 13 tahun. Dari grafik BTR aktual dapat dilihat bahwa pola yang dihasilkan sangat fluktuatif, sehingga untuk hasil simulasi tidak dapat mengikuti pola yang ada. Hal ini kemungkinan karena pada tanaman tua, peningkatan produksi sudah landai dan cukup fluktuatif. Pada grafik data simulasi yang diperoleh cukup landai walaupun pola yang ada sudah mengikuti pola produksi aktual. Data lengkap BTR simulasi dan aktual serta produksi simulasi dan aktual pada tanaman umur > 13 tahun dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22.

37 Produksi (kg/ha) Produksi (kg/ha) 67 Produksi (kg/ha) b Produksi (kg/ha) a d Produksi (kg/ha) Produksi (kg/ha) c e f Gambar 16. Produksi simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P2-P2-P2 (a), P2-P2-P3 (b), P2-P3-P3 (c), P3-P3-P3 (d), P3-P3-P2 (e), dan P3-P2-P2(f) untuk kelapa sawit umur < 8 tahun.

38 68 BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) a c BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) b d e f Gambar 17. BTR simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P22 (c), P2- P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1 (f) untuk kelapa sawit umur 8 13 tahun.

39 69 Produksi (kg/ha) a Produksi (kg/ha) b Produksi (kg/ha) Produksi (kg/ha) c e Produksi (kg/ha) Produksi (kg/ha) d f Gambar 18. Produksi simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P2 (c), P2-P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1 (f) untuk kelapa sawit umur 8 13 tahun.

40 70 BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) a c e BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) BTR (kg/tandan) b d f Gambar 19. BTR simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P22 (c), P2- P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1(f) untuk kelapa sawit umur > 13 tahun.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Model pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dengan berbagai taraf penunasan dibangun melalui dua kegiatan yaitu (1) percobaan lapangan, dan (2) penyusunan model. Percobaan

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

= pemanen. Sistem Penunasan

= pemanen. Sistem Penunasan PEMBAHASAN Kebijakan penunasan di PT Inti Indosawit Subur adalah mempergunakan sistem penunasan progresif. Penunasan progresif adalah penunasan yang dilakukan oleh pemanen dengan bersamaan dengan panen.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Produksi Serbuk Sari. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Produksi Serbuk Sari. Progeni Nigeria Ghana Ekona Avros Dami Yangambi

PEMBAHASAN. Produksi Serbuk Sari. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Produksi Serbuk Sari. Progeni Nigeria Ghana Ekona Avros Dami Yangambi 34 PEMBAHASAN Produksi Serbuk Sari Ketersediaan serbuk sari yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting dalam proses produksi benih. Ketersediaan serbuk sari menentukan keberlangsungan produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal PEMBAHASAN Kriteria Mutu Buah Sebagai Dasar Sortasi TBS Tandan buah segar yang diterima oleh pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1.Neraca Air Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan persamaan (Penman 1948). Tabel 1. Hubungan antara rata-rata curah hujan efektif dengan evapotranspirasi Bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN panen dan perawatan serta mengikuti kegiatan sosial di kebun berupa kegiatan olahraga. 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Penunasan Kebijakan penunasan di Kebun Adolina PTPN IV menerapkan penunasan periodik.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

TAHUN TOTAL RATAAN

TAHUN TOTAL RATAAN Lampiran 1. Data Produksi Tandan Buah Segar (ton/bulan) Kebun Bah Jambi pada Tanaman Berumur 8, 16, dan 19 Tahun Selama 3 Tahun (2011-2013) TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 BULAN UMUR (TAHUN) UMUR (TAHUN)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kelapa Sawit 5 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, batangnya lurus, tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium dan tingginya dapat mencapai 15-20 meter. Batang

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Tandan Buah Segar 4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV Hasil dari sensus pokok produktif pada tiap blok sampel di masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok Sistem manajemen perkebunan kelapa sawit pada umumnya terdiri atas Kebun (Estate) yang dikepalai oleh seorang Estate Manager. Seorang Estate Manager membawahi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2009 di PTP Nusantara VI pada unit usaha Rimbo Satu Afdeling IV (Gambar Lampiran 5), Rimbo Dua Afdeling

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini. KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA 30 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Curah Hujan DAS Brantas Data curah hujan di DAS Brantas merupakan data curah hujan harian, dimana curah hujan harian berasal dari stasiun-stasiun curah hujan yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Panen Kelapa sawit Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang, kemudian mengutip tandan dan memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat

Lebih terperinci

KASTRASI DAN MANAJEMEN KANOPI. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

KASTRASI DAN MANAJEMEN KANOPI. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM KASTRASI DAN MANAJEMEN KANOPI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Kastrasi, adalah kegiatan membuang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Sub Famili

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Agribisnis kelapa sawit membutuhkan organisasi dan manajemen yang baik mulai dari proses perencanaan bisnis hingga penjualan crude palm oil (CPO) ke

Lebih terperinci

Realisasi dan Prediksi Produksi Kelapa Sawit dan Hubungannya dengan Anomali Iklim. Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Realisasi dan Prediksi Produksi Kelapa Sawit dan Hubungannya dengan Anomali Iklim. Pusat Penelitian Kelapa Sawit + Realisasi dan Prediksi Produksi Kelapa Sawit dan Hubungannya dengan Anomali Iklim Pusat Penelitian Kelapa Sawit Pendahuluan SMT I 2016 Trend penurunan produksi di Sumatera Utara hingga 3% dibandingkan

Lebih terperinci

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/10/62/Th. XI, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan dibutuhkan untuk menunjang kegiatan usaha di Indonesia, hal ini terlihat dari besarnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu semai bibit tomat sampai tanaman dipindahkan di polybag adalah 3 minggu. Pengukuran tinggi tanaman tomat dimulai sejak 1 minggu setelah tanaman dipindahkan

Lebih terperinci

Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.)

Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.) Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.) Palm Leaves Quantity Controlling for Optimum Production Capacity of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk 62 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan dan menjaga keseimbangan hara di dalam tanah. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Ukuran Plot: 50 cm x 50 cm

Ukuran Plot: 50 cm x 50 cm Lampiran 1. Bagan dan Plot Penelitian 1 2 3 a U b L 1 M 0 L 1 M 2 L 2 M 1 L 3 M 0 L 3 M 2 L 3 M 0 a = 40 cm (jarak antar blok) L 2 M 0 L 2 M 2 L 0 M 2 S b = 20 cm (jarak antar plot) L 0 M 1 L 3 M 0 L 3

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG No. 04/01/81/Th. VIII, 3 Januari 2017 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DI PROVINSI MALUKU NOVEMBER TPK HOTEL BINTANG NOVEMBER MENCAPAI 38,23 % Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1) Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao Fakhrusy Zakariyya 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman 90 Jember 68118 Daun merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 72/11/71/Th. IX, 2 November 2015 ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 2 (Aram 2) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 673.712 ton Gabah Kering

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 13. Potensi Produksi Kebun Inti 1. Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

PEMBAHASAN. Tabel 13. Potensi Produksi Kebun Inti 1. Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des PEMBAHASAN Penetapan Target Tanaman kelapa sawit siap dipanen ketika berumur 30 bulan. Apabila memasuki tahap menghasilkan, tanaman akan terus berproduksi hingga umur 25 tahun. Pada periode menghasilkan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. A. Jenis atau Varietas Kelapa Sawit Jenis (varietas)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Idealnya setiap kebun harus sudah dievaluasi lahannya secara benar. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) pada suatu perkebunan kelapa sawit sangat

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

rata-rata P 75%

rata-rata P 75% LAMPIRAN 21 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Peluang Hujan Terlampaui Peluang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah rata-rata 200 192 255 276 207 133 157 170 206 264 328 269 2657 SD 96 124

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci