HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
|
|
- Deddy Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya terjadi pada bulan April. Curah hujan pada saat penelitian berkisar antara mm/bulan dengan hari hujan antara hari (Lampiran 1). Hasil analisis tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa reaksi tanah pada lokasi penelitian bersifat agak masam. Kandungan C-organik dalam tanah tergolong tinggi. Unsur P-tersedia, kandungan N-total, dan kandungan K tergolong sedang. Sementara itu untuk kondisi unsur-unsur mikro dalam tanah berada dalam kondisi sangat rendah sampai tinggi (Lampiran 2). Pada analisis tanah di akhir penelitian kandungan P-tersedia pada semua petak perlakuan berada pada kondisi tinggi (Lampiran 3). Hal ini karena bertambahnya ketersediaan fosfor dalam tanah berasal dari residu pemupukan sebelumnya, perlakuan pemupukan fosfor, dan pemberian pupuk kandang kambing. Kriteria penilaian sifat tanah dapat dilihat pada Lampiran 4. Kondisi tanaman pada saat awal penelitian terlihat tidak seragam pada ulangan 1 dibandingkan ulangan 2 dan 3. Perbedaan ini disebabkan tergenangnya petakan ulangan 1 sehingga aerasi tanah menjadi buruk dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan akar tanaman. Sistem drainase yang dibuat pada awal penelitian belum mampu mengalirkan air secara penuh ketika terjadi hujan lebat yang berlangsung lama. Pada awalnya sampel yang diamati berjumlah 15 sampel per petak perlakuan, namun kemudian dikurangi hingga 10 sampel. Hal ini dilakukan karena hujan lebat sepanjang hari menyebabkan tanaman kerdil, daun menguning, dan pertumbuhannya tidak seragam. Selama proses pertumbuhan tanaman, terjadi beberapa serangan hama dan penyakit. Hama-hama yang menyerang terdiri dari belalang (Valanga mausiena), ulat pemakan daun, dan kutu pengisap daun (Empoasca sp.). Sementara itu penyakit yang menyerang yaitu busuk akar yang disebabkan oleh cendawan Phytophtora parasitica. Serangan hama dan penyakit ini biasanya terjadi karena adanya genangan air di lahan atau musim hujan yang terlalu lama (Mardiah et al.,
2 ). Intensitas serangan hama dan penyakit masih dapat diatasi tanpa perlu menggunakan bahan kimia untuk membasminya. Selain itu, serangan yang terjadi tidak terlalu memberikan dampak nyata bagi pertumbuhan tanaman. Pada pertanaman ini, areal juga ditumbuhi oleh beberapa jenis gulma seperti Ageratum conyzoides, Mimosa invisa, Caladium bicolor dan sebagainya. Pengendalian gulma dilakukan setiap 2 minggu secara manual dengan mencabut langsung menggunakan tangan atau alat koret. Ciri Morfologi Rosela Merah dan Rosela Ungu Berdasarkan pengamatan, secara penampakkan fisik maupun melalui pengukuran, rosela merah dan rosela ungu memiliki beberapa ciri morfologi yang berbeda satu sama lain. Berikut disajikan ciri morfologi rosela merah dan rosela ungu. Tabel 1. Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu Komponen Merah Ungu Batang Warna Merah Merah kehitaman Daun Bentuk Menjari agak ramping Menjari agak gembung Warna Hijau dengan sedikit merah di bagian belakang Merah kehitaman di seluruh bagian Buku Jarak antar Buku cm 4-5 cm Bunga Muncul Pertama 10 MST 11 MST Wana Mahkota Oranye muda Merah Muda Kaliks Warna Merah Ungu Bentuk Menguncup di bagian Membuka di bagian ujung ujung Diameter 2.5 cm cm Panjang cm 5 cm Bobot Basah dengan 7-8 g 8-10 g Buah Segar Bobot Basah tanpa 5-6 g 6-8 g Buah Segar Buah Bobot g 3.4 g Warna Hijau muda dengan sedikit merah di ujung buah Hijau muda dengan sedikit merah di ujung buah Seduhan Warna Merah cerah Hitam pekat Keasaman Sangat asam Tidak Asam Aroma Sangat Harum Harum
3 20 Gambar 8. Perbedaan antara Rosela Merah dan Ungu : a) Bentuk Kaliks, b) Daun Gambar 9. Perbedaan Warna Kaliks Basah Rosela Merah dan Ungu (dari kanan ke kiri) Gambar 10. Perbedaan Mahkota Bunga : a) Rosela Merah, b) Rosela Ungu Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Hasil uji F menunjukkan pemberian pupuk fosfor pada empat taraf berpengaruh tidak nyata, nyata maupun sangat nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif seperti disajikan pada Tabel 2. Secara umum terdapat perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif yang ditunjukkan oleh kedua aksesi rosela merah dan ungu.
4 21 Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Peubah Perlakuan Koefisien Keragaman Pemupukan Aksesi Interaksi (%) Tinggi per Tanaman 5 tn ** tn tn ** tn tn ** tn ** ** tn tn ** tn 2.11 Cabang Primer per Tanaman 5 tn ** tn ** ** tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn 4.36 Cabang Sekunder per Tanaman 5 tn ** tn tn ** tn tn ** tn * ** tn tn ** tn 9.99 Jumlah Buku per Tanaman 5 tn * tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn 7.06 Jumlah Daun per Tanaman 5 tn ** tn tn * tn * ** tn tn ** tn tn ** tn 5.68 Luas per Daun tn ** tn 7.74 Jumlah Kaliks Panen 1 tn ** tn Panen 2 tn tn tn Panen 3 tn ** tn Panen 4 tn ** tn per Tanaman tn ** tn 7.78 Bobot Basah Kaliks Panen 1 tn tn tn Panen 2 tn * tn Panen 3 tn ** tn Panen 4 tn ** tn per Tanaman tn ** tn 8.68 Kaliks per Petak ** ** tn 11.19
5 22 Peubah Perlakuan Koefisien Keragaman Pemupukan Aksesi Interaksi (%) Bobot Basah Buah Panen 1 tn ** tn Panen 2 tn tn tn Panen 3 tn ** tn Panen 4 tn ** tn per Tanaman tn ** tn 8.35 Per Kaliks tn ** tn 2.58 Per Buah tn ** tn 5.41 Tajuk per Tanaman * ** tn Akar per Tanaman tn * tn Tajuk per Petak ** ** ** 5.00 Bobot Kering Kaliks Panen 1 tn tn tn Panen 2 tn ** tn Panen 3 tn tn tn Panen 4 tn ** tn per Tanaman tn ** tn 8.60 Kaliks per Petak ** ** tn 8.36 Buah Panen 1 tn ** tn Panen 2 tn tn tn Panen 3 tn ** tn Panen 4 tn ** tn per Tanaman tn ** tn 7.90 Per Kaliks tn ** tn 2.62 Per Buah * ** tn 6.69 Tajuk per Tanaman ** ** ** 7.51 Akar per Tanaman tn * tn Tajuk per Petak ** ** ** 4.13 Kandungan Antosianin per Kaliks tn ** tn Produksi Antosianin per Tanaman tn ** tn Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tinggi per Tanaman Pada penelitian ini perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi rosela merah dan ungu kecuali pada umur 11 MST (Tabel 2). Gambar 11 memperlihatkan pada awal penanaman, kedua aksesi rosela mengalami peningkatan tinggi tanaman hal ini diperlihatkan dengan kurva yang cenderung meningkat. Menjelang 11 MST laju pertumbuhan mulai menurun diakibatkan masa pemunculan bunga sehingga menghambat pertumbuhan
6 23 vegetatif. Pada akhir pengamatan, tinggi rosela merah mencapai cm/tanaman, sedangkan rosela ungu hanya cm/tanaman. Gambar 11. Pertumbuhan Tinggi per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada 5-13 MST Jumlah Cabang Primer per Tanaman Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan cabang primer rosela merah dan ungu hanya pada saat 7 MST (Tabel 2). Tanaman rosela merah cenderung memiliki jumlah cabang primer per tanaman yang lebih banyak dibandingkan rosela ungu (Gambar 12). Pada akhir pengamatan, perlakuan 36 kg P 2 O 5 /ha memberikan jumlah cabang primer rosela merah sebanyak cabang/tanaman dan rosela ungu sebanyak 47 cabang/tanaman yang didapat dari perlakuan 54 kg P 2 O 5 /ha. Gambar 12. Jumlah Cabang Primer per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada 5-13 MST
7 24 Jumlah Cabang Sekunder per Tanaman Perlakuan pupuk fosfor rupanya memberikan pengaruh nyata terhadap penambahan jumlah cabang sekunder hanya pada umur 11 MST (Tabel 2). Pada akhir pengamatan, perlakuan 54 kg P 2 O 5 /ha memberikan jumlah cabang sekunder rosela merah sebanyak cabang/tanaman dan jumlah cabang sekunder rosela ungu sebanyak cabang/tanaman. Gambar 13. Jumlah Cabang Sekunder per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada 5-13 MST Gambar 13 memperlihatkan keseragaman jumlah cabang sekunder pada rosela merah dan ungu hanya terjadi hingga tanaman berusia 7 MST. Menjelang 9 MST mulai memperlihatkan perbedaan bahwa rosela merah memiliki jumlah cabang sekunder yang lebih banyak dibandingkan rosela ungu. Jumlah Buku per Tanaman Hasil uji F menunjukkan pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata pada jumlah buku rosela merah maupun ungu pada semua umur tanaman (Tabel 2). Gambar 14 memperlihatkan jumlah rosela merah dan ungu yang cenderung seragam. Pada akhir pengamatan, jumlah buku rosela merah sebanyak buku/tanaman yang didapat dari perlakuan 36 kg P 2 O 5 /ha, sedangkan pada rosela ungu sebanyak 352 buku/tanaman yang didapat dari perlakuan 54 kg P 2 O 5 /ha.
8 25 Gambar 14. Jumlah Buku per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada 5-13 MST Jumlah Daun per Tanaman Perlakuan fosfor memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun rosela merah maupun ungu hanya pada umur 9 MST (Tabel 2). Gambar 15 memperlihatkan adanya keseragaman jumlah daun rosela merah dan ungu pada awal penanaman hingga mencapai umur 7 MST kemudian menjelang 9 MST mulai terlihat adanya perbedaan jumlah. Pada akhir pengamatan, perlakuan 54 kg P 2 O 5 /ha memberikan jumlah daun rosela merah sebanyak daun/tanaman dan daun/tanaman untuk rosela ungu. Gambar 15. Jumlah Daun per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada 5-13 MST
9 26 Adanya translokasi nutrisi dari daun tua menuju daun muda akibat berpindahnya fosfor dalam jaringan tanaman menyebabkan jumlah daun tanaman rosela menjelang masa berbunga (12 MST) cenderung mengalami penurunan laju pertumbuhan walaupun nilai yang didapat tetap menunjukkan kenaikan. Luas per Daun Luas per daun pada berbagai taraf dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata pada luas per daun rosela merah maupun rosela ungu. Luas per daun rosela merah sebesar cm 2, sedangkan luas per daun rosela ungu sebesar cm 2. Tabel 3. Luas per Daun Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Luas per Daun (cm 2 ) Merah a Ungu b Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar per Tanaman Perlakuan pupuk fosfor berpengaruh sangat nyata pada bobot kering tajuk per tanaman, berpengaruh nyata pada bobot basah tajuk per tanaman dan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering akar per tanaman (Tabel 2). Pada rosela merah, bobot basah tajuk per tanaman sebesar g/tanaman dan bobot kering tajuk per tanaman sebesar g/tanaman, sedangkan yang bobot basah akar per tanaman rosela merah sebesar g/tanaman dan bobot kering akar per tanaman sebesar g/tanaman. Pada rosela ungu, bobot basah tajuk per tanaman sebesar g/tanaman dan bobot kering tajuk per tanaman sebesar g/tanaman, sedangkan bobot basah akar per tanaman rosela ungu sebesar g/tanaman bobot kering akar per tanaman sebesar g/tanaman.
10 27 Tabel 4. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Bobot Basah Tajuk per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata b a ab a Bobot Kering Tajuk per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata b a a a Bobot Basah Akar per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata Bobot Kering Akar per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi atau dosis yang diikuti huruf berbeda pada baris atau kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk per Petak Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor memberikan pengaruh sangat nyata pada bobot basah dan bobot kering tajuk per petak (Tabel 2). Bobot basah tajuk per petak rosela merah sebesar kg/petak dan kg/petak untuk rosela ungu, sedangkan pada bobot kering tajuk per petak rosela merah sebesar kg/petak dan rosela ungu sebesar kg/petak. Tabel 5. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk per Petak Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Bobot Basah Tajuk per Petak (kg) Merah a Ungu b Rata-rata b ab a a Bobot Kering Tajuk per Petak (kg) Merah a Ungu b Rata-rata b ab a b Keterangan : Angka pada aksesi atau dosis yang diikuti huruf berbeda pada baris atau kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
11 28 Rasio Bobot Tajuk dan Kaliks per Tanaman Tabel 6 memperlihatkan bahwa penggunaan asimilasi fotosintat rosela merah lebih efisien dibandingkan rosela ungu. Rosela merah hanya membutuhkan 5.48 g bobot kering tajuk untuk menghasilkan 1 g bobot kering kaliks, sedangkan rosela ungu membutuhkan 6.46 g bobot kering tajuk untuk menghasilkan 1 g bobot kering kaliksnya. Tabel 6. Rasio Tajuk dan Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Rasio Tajuk-Kaliks per Tanaman Merah Ungu Rata-rata Jumlah Kaliks per Tanaman Pertumbuhan Generatif Tanaman Jumlah kaliks rosela merah dan ungu pada panen ke-1 hingga panen per tanaman tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap taraf dosis pupuk fosfor (Tabel 2). Data jumlah kaliks per tanaman tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Panen 1 (buah) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 2 (buah) Merah Ungu Rata-rata Panen 3 (buah) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 4 (buah) Merah a Ungu b Rata-rata Panen per Tanaman (buah) Merah a Ungu b Rata-rata
12 29 Kaliks rosela merah dan ungu mulai dipanen pada saat tanaman berusia 14 MST. Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada panen ke-1, kaliks rosela merah yang dipanen berjumlah hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah kaliks rosela ungu. Pada panen berikutnya rosela merah masih menunjukkan jumlah kaliks yang lebih banyak dibandingkan rosela ungu. Jumlah kaliks per tanaman rosela merah sebesar buah/tanaman sedangkan rosela ungu hanya buah/tanaman. Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks per Tanaman Pemberian empat dosis pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata pada bobot basah kaliks per tanaman (Tabel 2). Bobot kaliks basah per tanaman rosela merah sebesar g/tanaman, sedangkan rosela ungu sebesar g/tanaman. Tabel 8. Bobot Basah Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Panen 1 (g) Merah Ungu Rata-rata Panen 2 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 3 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 4 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Tabel 8 juga memperlihatkan adanya peningkatan bobot basah kaliks mulai panen ke-1 hingga panen ke-3, namun mulai mengalami penurunan pada panen ke-4 yaitu sebesar 31.5% pada rosela merah dan penurunan 15.8% pada rosela ungu.
13 30 Hasil uji F menunjukkan pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering kaliks pada panen ke-1 hingga panen ke-4 maupun panen per tanaman (Tabel 2). Terjadi penurunan bobot basah kaliks per tanaman sebesar % pada rosela merah dan % pada rosela ungu (Tabel 9). Tabel 9. Bobot Kering Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Panen 1 (g) Merah Ungu Rata-rata Panen 2 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 3 (g) Merah Ungu Rata-rata Panen 4 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks per Petak Peningkatan bobot basah dan bobot kering kaliks per petak rosela merah maupun ungu dipengaruhi sangat nyata oleh pemupukan fosfor (Tabel 2). Tabel 10 memperlihatkan bahwa bobot basah kaliks per petak rosela merah tertinggi senilai kg/petak pada perlakuan 36 kg P 2 O 5 /ha. Bobot kering kaliks per petak rosela merah terbesar didapat dari perlakuan 36 kg P 2 O 5 /ha yaitu sebesar 3.35 kg/petak. Bobot basah kaliks per petak rosela merah mengalami penurunan sebesar 90.8%. Pada rosela ungu, bobot basah kaliks per petak terbesar didapat dari perlakuan 54 kg P 2 O 5 /ha yaitu kg/petak, sedangkan bobot kering kaliks per petak rosela ungu terbesar juga didapat dari perlakuan 54 kg P 2 O 5 /ha yaitu 3.51
14 31 kg/petak (Tabel 10). Terjadi penurunan kadar air sebesar 92.4% dari bobot basah kaliks per petak rosela ungu. Tabel 10. Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks per Petak Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Bobot Basah Kaliks per Petak (kg) Merah a Ungu b Rata-rata b b ab a Bobot Kering Kaliks per Petak (kg) Merah a Ungu b Rata-rata 3.01 b 2.98 b 3.20 ab 3.43 a Keterangan : Angka pada aksesi atau dosis yang diikuti huruf berbeda pada baris atau kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Bobot Basah dan Bobot Kering Buah per Tanaman Tabel 11. Bobot Basah Buah per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Panen 1 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 2 (g) Merah Ungu Rata-rata Panen 3 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 4 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
15 32 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah maupun kering buah per tanaman rosela (Tabel 2). Bobot basah buah per tanaman rosela merah sebesar g/tanaman, sedangkan rosela ungu sebesar g/tanaman (Tabel 11). Bobot kering buah per tanaman rosela merah g/tanaman, sedangkan bobot kering buah per tanaman rosela ungu sebesar g/tanaman dan (Tabel 12). Tabel 12. Bobot Kering Buah per Tanaman Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Panen 1 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 2 (g) Merah Ungu Rata-rata Panen 3 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen 4 (g) Merah a Ungu b Rata-rata Panen per Tanaman (g) Merah a Ungu b Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Bobot Basah dan Bobot Kering Per Kaliks Per Buah Perlakuan pemupukan fosfor memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering per buah serta tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering per kaliks maupun bobot basah per buah rosela merah dan ungu (Tabel 2). Bobot basah per kaliks rosela merah sebesar 6.91 g/kaliks dan bobot kering per kaliks sebesar 0.90 g/kaliks. Bobot basah per buah rosela merah mengalami penyusutan sebesar 87.52% (Tabel 13).
16 33 Bobot basah per kaliks rosela ungu berkisar antara 8.53 g/kaliks dan bobot kering per kaliks sebesar 3.26 g/kaliks. Bobot basah per buah rosela ungu mengalami penyusutan sebesar % (Tabel 13). Tabel 13. Bobot Basah dan Kering per Kaliks per Buah Rosela Merah dan Ungu Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Bobot Basah per Kaliks (g) Merah a Ungu b Rata-rata Bobot Kering per Kaliks (g) Merah a Ungu b Rata-rata Bobot Basah per Buah (g) Merah a Ungu b Rata-rata Bobot Kering per Buah (g) Merah a Ungu b Rata-rata 0.86 b 0.95 a 0.87 ab 0.94 a Keterangan : Angka pada aksesi atau dosis yang diikuti huruf berbeda pada baris atau kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Kandungan Antosianin per kaliks Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa secara umum perlakuan pemupukan fosfor pada empat taraf tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianin per kaliks rosela merah maupun ungu (Tabel 2). Gambar 16 menunjukkan bahwa kandungan antosianin per kaliks tertinggi pada rosela merah didapat dari perlakuan pemupukan 54 kg P 2 O 5 /ha yaitu sebesar 1.37 mmol/g dan 3.68 mmol/g untuk rosela ungu. Secara nyata terlihat bahwa kandungan antosianin rosela ungu lebih besar % dibandingkan kandungan antosianin rosela merah serta terdapat pola bahwa rosela yang mendapat perlakuan pupuk fosfor dengan dosis tinggi memiliki kandungan antosianin yang juga tinggi (Gambar 16).
17 34 Gambar 16. Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Kandungan Antosianin per Kaliks Rosela Merah dan Ungu pada Umur 16 MST Produksi Antosianin per Tanaman Pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap produksi antosianin per tanaman rosela merah dan ungu. Gambar 17 menunjukkan bahwa produksi antosianin per tanaman tertinggi pada rosela merah didapat dari perlakuan pemupukan 54 kg P 2 O 5 /ha yaitu sebesar 3.17 mol/tanaman dan 6.85 mol/tanaman untuk rosela ungu. Gambar 17. Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Produksi Antosianin per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada Umur 16 MST Hasil penelitian Tripatmasari (2008) menunjukkan bahwa pemupukan dengan kotoran sapi dan atau NPK (100 kg SP-36/ha) tidak nyata meningkatkan
18 35 kandungan antosianin daun dewa. Mualim (2009) menyatakan bahwa rata-rata produksi antosianin kolesom nyata tertinggi pada pemupukan PK dan terendah pada pemupukan NP (100 kg SP-36/ha), tetapi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianinnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan dan produksi antosianin yang tinggi didapatkan dari dosis pupuk fosfor tertinggi (54 kg P 2 O 5 /ha). Hal ini karena antosianin yang terbentuk pada rosela bukan merupakan hasil cekaman seperti pada penelitian sebelumnya, melainkan terbentuk karena secara genetik tanaman rosela telah memiliki kemampuan mensintesis antosianin lebih baik dibandingkan tanaman lain. Fosfor yang diberikan pada tanaman rosela secara tidak langsung berperan meningkatkan kandungan antosianin per kaliks. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa fosfor adalah komponen struktural penyusun ADP dan ATP yang merupakan pentransfer energi proses metabolit pada tanaman. Antosianin yang terbentuk pada rosela memanfaatkan energi (eritrosa 4-fosfat) yang didapat dari proses glikolisis sehingga pemupukan fosfor membantu biosintesis antosianin dengan memberikan sumber energi pada lintasan sikimat. Kandungan antosianin per kaliks yang tinggi menyebabkan produksi antosianin per tanaman juga tinggi. Peningkatan bobot basah kaliks per tanaman meningkatkan produksi antosianin per tanaman. Hal ini karena produksi antosianin per tanaman didapat dari hasil kali kandungan antosianin per kaliks dengan bobot basah kaliks per tanaman.
19 36 Pembahasan Pada penelitian ini perlakuan pupuk fosfor pada taraf 0, 18, 36, dan 54 kg P 2 O 5 /ha dengan kandungan fosfor sedang pada media tanam menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang sekunder per tanaman umur 11 MST, jumlah daun per tanaman umur 9 MST, bobot basah tajuk per tanaman, dan bobot kering per buah, serta berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi per tanaman umur 11 MST, jumlah cabang primer per tanaman umur 7 MST, bobot kering tajuk per tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk per petak, serta bobot basah dan bobot kering kaliks per petak. Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Rosela Rosela merupakan tanaman perdu yang selama pertumbuhan ditopang oleh jumlah cabang yang secara langsung akan berpengaruh terhadap hasil kaliks kering. Semakin banyak jumlah cabang akan memberikan hasil kaliks yang tinggi. Batang tersusun dari ruas yang merentang di antara buku-buku batang tempat melekatnya daun sehingga menyebabkan jumlah kaliks rosela akan semakin banyak apabila jumlah buku semakin meningkat seiring perpanjangan batang. Gardner et al., (1991) menyatakan setelah pembungaan pertumbuhan generatif berubah menjadi sangat kuat sehingga membatasi pembagian hasil asimilasi untuk pertumbuhan daun, batang, dan akar tambahan. Menurut Okosun (2000) rosela merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh cukup lama dan hanya sebagian dari hasil fotosintat yang digunakan untuk produksi sehingga jika bunga muncul, kuncup-kuncup daun baru akan tetap muncul. Hal ini menyebabkan tanaman rosela tetap mengalami pertumbuhan vegetatif yang cukup baik, meskipun bunga yang akan menghasilkan kaliks telah muncul. Secara umum pertumbuhan rosela merah dan ungu tampak sama namun dari hasil pengamatan dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan (Tabel 1). Rosela merah memiliki tinggi per tanaman yang lebih besar, jumlah cabang primer dan sekunder per tanaman, jumlah buku per tanaman, serta jumlah daun per tanaman yang lebih banyak dibandingkan rosela ungu, namun rosela ungu memiliki luas
20 37 per daun hingga bobot basah dan kering tajuk serta akar per tanaman yang lebih besar. Rosela merah cenderung lebih cepat dalam pertumbuhan tinggi maupun jumlah cabang yang berakibat jumlah kaliks per tanaman yang dihasilkan akan lebih banyak dibandingkan rosela ungu. Jumlah kaliks rosela merah memang lebih banyak, namun bobot basah maupun kering kaliks per tanaman rosela ungu lebih besar. Hal ini karena kaliks rosela ungu memiliki ukuran yang lebih besar dan kulit yang lebih tebal dibandingkan kaliks rosela merah. Buah dan kaliks rosela yang berdaging adalah hasil dari pertumbuhan generatif dimana pada fase ini tanaman menyimpan sebagian karbohidrat yang dibentuknya. Penimbunan karbohidrat tersebut menyebabkan bobot kaliks dan buah rosela bertambah. Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan Tanaman Rosela Pada penelitian ini perlakuan pupuk fosfor secara umum memberikan pengaruh tidak nyata meskipun beberapa peubah pada pertumbuhan vegetatif dan generatif menunjukkan pengaruh nyata hingga sangat nyata. Respon tanaman yang rendah terhadap penambahan fosfor yang diberikan diduga karena fosfor dalam tanah sudah cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman rosela. Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan bahwa kandungan P-tersedia dalam tanah tergolong sedang yaitu ppm (Lampiran 2). Ketersediaan fosfor dalam tanah dapat berasal dari residu pemupukan sebelumnya, perlakuan pemupukan fosfor, dan pemberian pupuk kandang kambing. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan kandungan P-tersedia saat akhir penelitian yaitu sebesar 50.5 ppm. Tercukupinya fosfor pada tanaman rosela juga diduga karena curah hujan yang tinggi (Lampiran 1) yang menyebabkan fosfor dilarutkan oleh air sehingga tersedia untuk tanaman dan memudahkan penyerapan unsur fosfor secara difusi. Oleh karena itu, kandungan P-tersedia yang berasal dari dalam tanah dan pupuk kandang diperkirakan sudah mencukupi kebutuhan pertumbuhan rosela. Tersedianya P bagi tanaman juga disebabkan oleh rendahnya kejenuhan Al (1.66 cmol(+)/kg) dan unsur Ca (2.54 cmol(+)/kg) yang sangat mudah mengikat unsur P menjadi bentuk senyawa yang tidak tersedia. Menurut Hardjowigeno
21 38 (2003) salah satu penyebab kekurangan P di dalam tanah adalah pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis. Meningkatnya pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah buku, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun maupun bobot tajuk akar rosela ialah hasil dari aktivitas pembelahan sel dan pemanjangan sel yang merupakan pertumbuhan di atas tanah. Menurut Okosun (2000) fosfor secara nyata merupakan hal penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman rosela. Respon terkecil terhadap aplikasi pada tinggi tanaman di awal pertumbuhan tanaman rosela ditunjukkan oleh tanah dengan kandungan fosfor terendah. Nitrogen membantu pertumbuhan vegetatif rosela dengan bantuan fosfor dan kalium yang secara tidak langsung menggiatkan perakaran sehingga fotosintesis dapat berjalan dengan baik yang berguna meningkatkan pertumbuhan generatif. Menurut Tindall (1983) bobot basah dan bobot kering kaliks per tanaman secara nyata dipengaruhi oleh pupuk kandang dan aplikasi pemupukan fosfor. Okosun (2000) menambahkan produktivitas kaliks kering rosela/ha secara nyata dipengaruhi oleh kombinasi pemupukan N dan P. Oleh karena itu, nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan pelengkap satu sama lainnya yang akan menaikkan produksi. Interaksi dan Korelasi Tanaman Rosela Interaksi antara pemupukan fosfor dan dua aksesi rosela berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering tajuk per tanaman, serta bobot basah dan kering tajuk per petak (Tabel 2). Hal ini diduga karena pemberian pupuk kandang 15 ton/ha dan kandungan P-tersedia tanah pada awal penelitian menyebabkan kebutuhan P-tersedia yang akan diserap tanaman sudah terpenuhi sehingga pemupukan fosfor pada dosis tertentu dan perbedaan aksesi rosela yang digunakan secara umum tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Hasil terbaik untuk bobot kering tajuk per tanaman didapat dari kombinasi rosela ungu dengan dosis 54 kg P 2 O 5 /ha (1.14 kg/tanaman), bobot basah tajuk per petak terbaik didapat dari kombinasi rosela ungu dengan dosis 36 kg P 2 O 5 /ha dan 54 kg P 2 O 5 /ha (61.78 dan kg/petak), serta bobot kering tajuk per petak
22 39 terbaik didapat dari kombinasi rosela ungu dengan dosis 36 kg P 2 O 5 /ha (20.05 kg/petak). Tabel 14. Interaksi Pemupukan Fosfor dan Aksesi Rosela Aksesi P 2 O 5 (kg/ha) Rata-rata Bobot Kering Tajuk per Tanaman (kg) Merah 0.85 ab 0.79 a 0.82 a 0.81 a 0.82 Ungu 0.87 b 1.10 bc 1.13 cd 1.14 d 1.06 Rata-rata Bobot Basah Tajuk per Petak (kg) Merah bc a d cd Ungu ab de e e Rata-rata Bobot Kering Tajuk per Petak (kg) Merah b a bc a Ungu bc de e d Rata-rata Keterangan : Angka pada aksesi dan dosis yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 % Pertumbuhan generatif yang meliputi jumlah kaliks per tanaman, bobot basah kaliks per tanaman, bobot kering kaliks per tanaman, bobot basah kaliks per petak, bobot kering kaliks per petak, bobot basah buah per taanman, bobot kering buah per tanaman, kandungan antosianin per kaliks, dan produksi antosianin per tanaman memiliki korelasi dengan berbagai pertumbuhan vegetatif. Jumlah kaliks per tanaman berkorelasi positif nyata dengan luas per daun (r=0.73*), bobot basah tajuk per tanaman (r=0.77*), bobot basah akar per tanaman (r=0.76*), dan bobot kering akar per tanaman (r=0.72), serta berkorelasi positif sangat nyata dengan jumlah cabang primer per tanaman (r=0.95**), jumlah cabang sekunder per tanaman (r=0.99**), jumlah buku per tanaman (r=0.96**), jumlah daun per tanaman (r=0.99**), dan bobot kering tajuk per tanaman (r=0.80**). Hal ini membuktikan bahwa untuk mendapat jumlah kaliks per tanaman yang banyak harus merangsang pertumbuhan jumlah cabang sehingga jumlah cabang yang meningkat membuat jumlah buku akan semakin banyak pula karena pada dasarnya kaliks rosela tumbuh di setiap ketiak bukunya. Bobot basah tajuk per tanaman, bobot kering tajuk per tanaman, bobot basah akar per tanaman, dan bobot kering akar per tanaman berkorelasi positif nyata dengan jumlah daun per tanaman dan luas per daun. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Susanti (2006) dan Mualim (2009) yang menyatakan
23 40 bahwa jumlah daun yang lebih banyak (luas daun lebih besar) akan meningkatkan hasil asimilasi sehingga bobot basah dan bobot kering tajuk meningkat. Pada penelitian ini bobot basah dan bobot kering tajuk per tanaman maupun bobot kering tajuk per petak dipengaruhi secara nyata dan sangat nyata oleh perlakuan pupuk fosfor, namun tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering akar per tanaman. Hal ini berarti pupuk fosfor yang diberikan sudah mampu menghasilkan fotosintat baru yang lebih efisien pada tajuk meskipun belum memindahkan banyak fotosintat ke akar, namun laju penyerapan hara yang dilakukan akar cukup optimal untuk menopang pertumbuhan rosela. Bobot kering kaliks per petak termasuk komponen penting karena umumnya kaliks rosela dijual dalam bentuk kering. Bobot kering kaliks per petak berkorelasi positif nyata dengan seluruh peubah kecuali tinggi per tanaman (r=0.44) dan bobot kering kaliks per tanaman (r=0.42). Peningkatan jumlah kaliks per tanaman akan meningkatkan bobot basah kaliks per petak sehingga bobot kering kaliks per petak yang layak jual pun akan meningkat. Hasil panen merupakan hasil penimbunan bobot kering dalam waktu tertentu yang merupakan hasil dari pemanfaatan radiasi sinar matahari. Bobot kering total merupakan akibat dari efisiensi penyerapan dan pemanfaatan energi matahari yang tersedia sepanjang musim tanam (Gardner et al., 1991). Bagian rosela yang bernilai ekonomi tinggi adalah kaliks. Kaliks rosela dijual dalam bentuk kering, maka parameter bobot kering menjadi parameter yang penting dalam penelitian ini. Pada dasarnya ada tiga faktor yang mempengaruhi produktivitas rosela yaitu faktor genetik, faktor lingkungan (keadaan tanah maupun pengaruh iklim), dan faktor teknik budidaya (pemupukan, pemangkasan, maupun manajemen). Produktivitas (produksi per luasan lahan) yang lebih tinggi secara ekonomi akan lebih menguntungkan dibandingkan jika hanya produksinya (produksi per tanaman) saja yang tinggi tetapi produktivitasnya rendah (Mualim, 2009). Oleh karena itu, perlakuan yang menyebabkan produktivitas kaliks kering tertinggi dianggap terbaik. Penelitian ini memperlihatkan bahwa produktivitas kaliks
24 41 kering terbesar didapat dari kombinasi antara aksesi rosela ungu dengan perlakuan fosfor sebanyak 54 kg P 2 O 5 /ha yaitu sebesar 1.76 ton/ha. Gambar 18. Produktivitas Kaliks Kering Rosela Merah dan Ungu Kandungan antosianin per kaliks dan produksi antosianin per tanaman berkorelasi positif sangat nyata dengan jumlah kaliks per tanaman dan bobot basah kaliks per tanaman. Korelasi ini karena produksi antosianin per tanaman merupakan hasil kali antara bobot basah kaliks per tanaman dengan kandungan antosianinnya sehingga bobot basah kaliks per tanaman yang tinggi akan meningkatkan jumlah produksi antosianin per tanaman rosela. Hasil korelasi dapat dilihat pada Tabel 15.
25 20 Tabel 15. Korelasi antara Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Rosela Peubah Tinggi Cab. Prim Cab. Sekun Jum. Buku Jum. Daun Luas Daun BB Tajuk Tinggi 1 Cab. Primer Cab. Sekunder ** 1 Jumlah Buku 0.80* 0.95** 0.98** 1 Jumlah Daun 0.79* 0.93** 0.99** 0.94** 1 Luas Daun * 1 BB Tajuk/tan ** 0.76* 0.87** 0.76* 0.77* 1 BK Tajuk/tan ** 0.79* 0.78* 0.82** 0.76* 0.93** 1 BB Akar/tan * 0.76* 0.73* 0.76* 0.76* 0.94** 0.91** 1 BK Akar/tan * 0.72* 0.73* 0.71* 0.77* 0.93** 0.86** 0.99** 1 Jumlah Kaliks ** 0.99** 0.96** 0.99** 0.73* 0.77* 0.80** 0.76* 0.72* 1 BB Kaliks/tan * 0.96** 0.92** 0.97** 0.79* ** 1 BK Kaliks/tan * 0.75* 0.73* 0.74* * 0.87** 1 BB Kaliks/petak ** 0.86** 0.83** 0.86** 0.79* 0.79* 0.87** 0.86** 0.81** 0.85** 0.75* BK Kaliks/petak ** 0.88** 0.86** 0.88** 0.83** 0.82** 0.89** 0.87** 0.82** 0.87** 0.86** ** 1 Kand.Antosianin ** 0.98** 0.98** 0.95** 0.78* 0.85** 0.87** 0.83** 0.79* 0.97** 0.89** ** 0.95** 1 Prod.Antosianin ** 0.94** 0.94** 0.91** 0.76* 0.88** 0.89** 0.86** 0.82** 0.94** 0.84** ** 0.97** 0.99** 1 BK Tajuk BB Akar BK Akar Jum. Kal BB Kal BK Kal BB Kal/p BK Kal/p Kand. Anto Prod. Anto Keterangan : BB = Bobot Basah Kal = Kaliks Anto = Antosianin BK = Bobot Kering Kand = Kandungan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk
12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAHAN DAN METODE
PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung
Lebih terperinciBAHAN METODE PENELITIAN
BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa
1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai
Lebih terperinci0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan
Lebih terperinciPengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,
PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena
Lebih terperinciAGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN
AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN 1979 5777 55 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) VARIETAS LOKAL MADURA PADA BERBAGAI JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK FOSFOR Nurul Hidayat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung manis nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 sampai 8 dan rataan uji BNT 5% pada
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.Tinggi Tanaman Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida pada umur 28 dan 45 HST (lampiran 1), bahwa F-hitung lebih besar
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian Tanah yang digunakan sebagai media tanam kelapa sawit tergolong ke dalam jenis tanah Latosol. Analisis tanah di pembibitan menunjukkan bahwa tanah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk majemuk NPK berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam parameter tinggi tanaman pada lampiran 5a hingga 5h menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pupuk daun, waktu aplikasi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat
16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan
Lebih terperinciHasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampai dengan Mei 2009 di Kebun Percobaan Sindangbarang, Bogor dengan ketinggian 230 m dpl, suhu rata-rata 25.66 0
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis
16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Mengembangkan dan membudidayakan tanaman tomat membutuhkan faktor yang mendukung seperti pemupukan, pengairan, pembumbunan tanah, dan lain-lain. Pemberian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi
24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak
Lebih terperinciBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang
Lebih terperinciHasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan
IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian di Rumah Kaca 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil Analisis ragam (Analysis of Variance) terhadap tinggi tanaman jagung (Tabel Lampiran 2-7) menunjukkan bahwa tiga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENELITIAN
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan adalah suatu penambahan sel yang disertai perbesaran sel yang di ikut oleh bertambahnya ukuran dan berat tanaman. Pertumbuhan berkaitan dengan proses pertambahan
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tajuk Indikator pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan bertambahnya volume dan juga berat suatu biomassa yang dihasilkan selama proses pertunbuhan tanaman.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)
PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung
Lebih terperinci