VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK"

Transkripsi

1 VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu kali penanaman padi dalam setahun, padi-padi dan padi-kacang kedelai untuk lahan sawah dua kali tanam serta produksi kakao dan kelapa untuk lahan kering. Aktivitas produksi usahatani hasil pemecahan optimal ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17. Pola Usahatani sil Pemecahan Optimal untuk Masing-Masing Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi Aktivitas Produksi Lahan Sawah PT1 : Padi-bera PT2 : Padi-Padi PT3 : Padi-Kedelai Lahan kering Kakao Kelapa Ternak Sapi Kambing1 Kambing2 Satuan Ekor Ekor Ekor Tanpa Integrasi Padi Ternak Kakao - Ternak Pola usahatani yang diusulkan untuk ketiga model baik tanpa integrasi maupun integrasi padi-ternak dan kakao-ternak untuk lahan sawah adalah sama yaitu padi-bera, padi-padi dan padi-kedelai dengan luas pengusahaan lahan yang sama. Perbedaan model integrasi menyebabkan perbedaan pada pola usahatani lahan kering, dimana dengan mengintegrasikan tanaman padi dengan ternak maka

2 yang menjadi sumber produksi pakan adalah lahan sawah sebagai penghasil jerami padi. Untuk model integrasi padi-ternak ini, maka aktivitas produksi lahan kering tidak diharapkan memberikan sumbangan terhadap ketersediaan pakan, untuk itu aktivitas produksi yang diusulkan dalam pemecahan optimal dari lahan kering adalah aktivitas produksi kelapa, yang memanfaatkan seluruh luasan lahan kering yaitu 1.3 hektar untuk tanaman kelapa. l ini disebabkan produktivitas tanaman kakao sangat rendah, sehingga mengusahakan tanaman kelapa menjadi aktivitas yang dipilih dalam pemecahan optimal untuk dapat meningkatkan pendapatan. Berbeda dengan model integrasi padi-ternak, maka model integrasi yang memanfaatkan limbah tanaman kakao sebagai pakan ternak mengharuskan aktivitas produksi tanaman kakao menjadi aktivitas basis dalam pemecahan optimal, yaitu sebagai penyedia hijauan bagi ternak sapi dan kambing. Luas pengusahaan lahan untuk produksi kakao pada model integrasi kakao-ternak adalah persen dari total pengusahaan lahan kering. Perbedaan model integrasi juga menyebabkan perbedaan pada skala pemeliharaan ternak. Namun jumlah pemeliharaan ternak hasil pemecahan optimal ini tidak berbeda jauh dengan rata-rata kepemilikan ternak petani saat ini, yaitu 2.77 ekor atau 2.1 Satuan Ternak (ST) untuk sapi dan 5.25 ekor atau.6 ST untuk kambing, atau secara keseluruhan jumlah pemeliharaan ternak adalah 2.7 ST. Jumlah pemeliharaan ternak pada model tanpa integrasi adalah ternak sapi sebanyak 1.94 ekor atau 1.47 ST, pada integrasi padi-ternak sebanyak 2.96 ST (24.91 ekor kambing) dan integrasi kakao-ternak sebanyak 2.1 ST (18.29 ekor kambing).

3 Keputusan petani untuk aktivitas produksi ternak yang tidak menjadi solusi dalam pemecahan optimal hanya akan mengurangi pendapatan sebesar nilai reduced cost. Setiap penambahan aktivitas produksi sapi sebanyak 1 ekor dengan komposisi pakan hijauan 7 persen dari rumput dan 3 persen dari kulit buah kakao (XT1) akan mengurangi pendapatan petani sebesar Rp ribu/tahun. Demikian pula dengan aktivitas lain yang tidak menjadi aktivitas basis hasil pemecahan optimal yang memiliki nilai reduced cost tidak sama dengan nol, maka keputusan untuk memasukkan aktivitas tersebut akan mengurangi pendapatan sebesar nilai reduced cost Alokasi Sumberdaya pada Model Integrasi Tanaman-Ternak Sumberdaya yang dimiliki petani dapat berupa lahan, tenaga kerja, modal, serta sumberdaya pakan ternak. Sumberdaya lahan dibedakan menurut jenis lahan dan musim tanam, yaitu lahan sawah satu kali tanam per tahun (LHSW1), lahan sawah dua kali tanam pertahun pada musim tanam I (LHSW21), lahan sawah dua kali tanam pertahun musim tanam II (LHSW22) dan lahan kering/lahan kebun (LKB) sepanjang tahun. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dibedakan menurut bulan dalam setahun, sehingga terdapat 12 macam tenaga kerja keluarga sebagai pembatas dalam usahatani yang dilaksanakan petani. Sumberdaya modal terdiri modal yang bersumber dari modal milik petani dan modal yang bersumber dari pinjaman. Modal milik sendiri dibedakan berdasarkan musim, yaitu modal sendiri untuk musim tanam I (MDS1) dan modal sendiri untuk musim tanam II (MDS2). Modal

4 yang berasal dari pinjaman juga dibedakan berdasarkan musim tanam, yaitu KRDI dan KRDII, dengan tingkat bunga sebesar 13.5 persen per tahun Sumberdaya Lahan Alokasi sumberdaya lahan untuk semua jenis lahan baik pada model integrasi maupun tanpa integrasi telah mencapai 1 persen. l ini menunjukkan bahwa seluruh lahan yang diusahakan petani telah dimanfaatkan seluruhnya untuk usahatani tanaman pertanian dan lahan merupakan sumberdaya yang langka. l ini ditunjukkan dengan harga bayangan lahan yang lebih besar dari pada nol, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penggunaan Lahan Berdasarkan Jenis Lahan pada Setiap Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Model Tanpa Integrasi Jenis Lahan LHSW11 LHSW21 LHSW22 LKB Alokasi Sumberdaya Tersedia (ha) Digunakan (ha) rga Bayangan (Rp ) Tersedia (ha) Digunakan (ha) rga Bayangan (Rp ) Tersedia (ha) Digunakan (ha) rga Bayangan (Rp ) Tersedia (ha) Digunakan (ha) rga Bayangan (Rp ) Integrasi Padi-Ternak Integrasi Kakao- Ternak Tanpa Integrasi rga bayangan merupakan nilai produk marginal yang bermanfaat untuk melihat kesempatan ekonomi dari keterbatasan sumberdaya. Penambahan satu hektar lahan akan menambah pendapatan sebesar harga bayangan. Namun hal ini belum menunjukkan keuntungan yang dapat diperoleh petani dengan menambah luas areal pengusahaan usahataninya, karena harga bayangan lahan hanya akan

5 memberi keuntungan jika nilainya lebih besar dari biaya produksi per hektar lahan untuk masing-masing jenis lahan. Penambahan satu hektar luas pengusahaan lahan untuk semua jenis lahan akan memberikan tambahan penghasilan terbanyak pada model tanpa integrasi, ditunjukkan dengan harga bayangan yang lebih tinggi dibandingkan pada integrasi padi-ternak maupun kakao-ternak, kecuali untuk lahan kebun. Pada model integrasi padi-ternak, penambahan luas pengusahaan lahan satu hektar pada musim tanam II akan memberikan arti jika mengusahakan padi dibandingkan kedelai karena biaya produksi kedelai lebih tinggi, yaitu Rp 2 33 ribu dibandingkan biaya produksi padi pada musim tanam II, yaitu Rp ribu (dapat dilihat pada lampiran hasil analisis data). Secara keseluruhan, penambahan luas pengusahaan lahan, baik lahan sawah maupun lahan kebun akan memberikan tambahan pendapatan, karena harga bayangan lahan masih lebih besar dari biaya produksi masing-masing jenis lahan. Namun penambahan luas pengusahaan lahan juga membawa konsekuensi kepada penambahan modal usaha, dimana petani juga memiliki keterbatasan modal untuk usahataninya. Disamping itu keputusan untuk menambah luas pengusahaan lahan juga harus memperhatikan batas minimum dan maksimum dari penambahan tersebut, sehingga tidak akan merugikan Sumberdaya Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja keluarga merupakan faktor yang sangat membatasi usahatani, terlebih dengan usahatani multi komoditi. Petani dihadapkan pada pengaturan pemanfaatan tenaga kerja keluarga serta penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Alokasi sumberdaya tenaga kerja

6 keluarga dapat dilihat pada Tabel 19. Kebutuhan tenaga kerja pada bulan Maret dan Juni melebihi ketersediaan tenaga kerja keluarga. l ini mensyaratkan petani untuk mengupah tenaga kerja dari luar keluarga. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat pada bulan Februari untuk model tanpa integrasi serta integrasi paditernak disebabkan kegiatan pengolahan lahan sawah serta panen kelapa yang membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dari bulan lainnya. Pada model kakaoternak, kebutuhan tenaga kerja untuk bulan Februari masih dapat dipenuhi dari tenaga kerja keluarga. l ini mengingat pada model kakao-ternak, aktivitas produksi kelapa yang membutuhkan tenaga kerja untuk panen pada bulan Februari ini tidak menjadi aktivitas basis. Tabel 19. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Berdasarkan Model Integrasi Tanaman-Ternak Uraian Bulan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan Padi-Ternak Tersedia (HOK) Terpakai(HOK) Sewa(HOK) Nlai Dual (Rp) Kakao-ternak Tersedia(HOK) Terpakai(HOK) Sewa(HOK) Nlai Dual (Rp) Tanpa Integrasi Tersedia(HOK) Terpakai(HOK) Sewa(HOK) Nlai Dual (Rp) Kebutuhan tenaga kerja juga meningkat pada bulan Maret karena bertepatan dengan kegiatan penanaman padi, kegiatan pemupukan kelapa, dan pemupukan kakao yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang lebih banyak. Sedangkan untuk bulan Juni, kegiatan petani adalah panen padi, yang

7 juga bertepatan dengan waktu panen kelapa. Pada integrasi kakao-ternak, petani membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak pada bulan April yaitu pada saat panen raya kakao berlangsung. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat pada bulan Oktober untuk model padi-ternak, disebabkan aktivitas panen kelapa. Aktivitas produksi kelapa sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan tenaga kerja pada integrasi padi-ternak karena alokasi lahan kebun seluruhnya digunakan untuk produksi kelapa, yaitu seluas 1.3 hektar, sehingga kebutuhan tenaga kerja pada model integrasi ini lebih banyak. Jika dilihat dari ketersediaan tenaga kerja keluarga sebesar 738 HOK per tahun maka pemanfaatan tenaga kerja keluarga terbesar adalah pada model integrasi kakao-ternak, yaitu sebesar HOK, sedangkan pada integrasi paditernak sebanyak HOK dan model tanpa integrasi sebesar HOK per tahun. Model integrasi membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan tanpa integrasi, sehingga dengan mengintegrasikan usahatani tanaman dan ternak akan menambah kesempatan kerja pada usahatani. Namun demikian secara keseluruhan masih terdapat pula kesempatan bagi petani untuk melakukan kegiatan di luar usahatani, mengingat masih tersedianya tenaga kerja yang belum seluruhnya dicurahkan pada kegiatan usahatani, terutama di luar bulan Februari, Maret, April, Juni dan Oktober. Aktivitas menyewa tenaga kerja dari luar keluarga pada bulan Februari, Maret, Juni dan Oktober pada integrasi padi-ternak, serta pada bulan Maret, April dan Juni untuk integrasi kakao-ternak lebih menguntungkan, karena harga bayangan untuk tenaga kerja pada bulan-bulan tersebut sebesar Rp 31.2 ribu lebih tinggi dibandingkan tingkat upah yang harus dibayarkan, yaitu Rp 27 5 per

8 HOK. Penambahan satu HOK akan menambah pendapatan petani sebesar harga bayangan tersebut. Sebaliknya, menyewa tenaga kerja pada saat ketersediaan tenaga kerja keluarga masih berlebih, yaitu pada bulan selain bulan-bulan tersebut hanya akan mengurangi pendapatan sebesar opportunity cost tenaga kerja pada bulan yang bersangkutan yaitu sebesar Rp 31.2 ribu (Lampiran hasil analisis data) Modal Usahatani Rata-rata modal untuk usahatani yang berasal dari modal sendiri adalah sebesar Rp ribu. Modal ini menjadi pembatas dalam penggunaan modal milik sendiri. Jika kebutuhan biaya untuk usahatani melebihi modal yang dimiliki petani, maka petani akan meminjam dalam bentuk kredit, baik kepada bank, koperasi maupun kepada orang lain yang dapat memberi pinjaman. Jumlah kredit yang dapat dipinjam oleh petani berdasarkan kondisi di lokasi penelitian adalah sebesar Rp 5 juta per musim tanam dengan tingkat bunga sebesar 13.5 persen per tahun. Penggunaan modal sendiri untuk usahatani pada kedua model integrasi dan tanpa integrasi ditampilkan pada Tabel 2. Modal yang dapat disediakan petani sebagai modal kerja untuk usahatani pada ketiga model integrasi telah digunakan seluruhnya untuk membiayai usahatani. Modal ini digunakan untuk membiayai aktivitas produksi baik untuk tanaman pertanian lahan sawah, lahan kebun, ternak, pembuatan pakan, membayar upah tenaga kerja luar keluarga serta membayar angsuran pinjaman usahatani, sehingga jika dilihat pada Tabel 2 maka petani saat ini sebenarnya kekurangan modal untuk pembiayaan usahatani. Jika petani mau menambah modal usahataninya, maka hal ini akan meningkatkan pendapatan yang diterima

9 oleh petani dari usahatani yang dijalankannya, yang ditunjukkan dengan harga bayangan modal sendiri yang bernilai positif. Tabel 2. Penggunaan Modal Milik Petani Berdasarkan Jenis Modal pada Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Model Tanpa Integrasi Jenis Modal Modal Sendiri MT I Tersedia Penggunaan rga Bayangan Modal Sendiri MT II Tersedia Penggunaan rga Bayangan Keterangan: Integrasi Padi - Ternak MT = Musim Tanam Integrasi Kakao- Ternak (Rp ) Tanpa Integrasi Setiap penambahan seribu rupiah modal akan menambah pendapatan sebesar Rp.135 ribu. Penambahan modal ini hanya akan menambah pendapatan, tetapi tidak menambah keuntungan karena harga bayangan modal sendiri sama dengan tingkat bunga pinjaman yang berlaku, yaitu 13.5 persen. Penambahan modal untuk membiayai usahatani dapat pula dilakukan dengan meminjam dari lembaga keuangan ataupun dari pihak lain yang bersedia memberikan pinjaman. Besarnya pinjaman usahatani ditunjukkan pada Tabel 21. Ketersediaan kredit usahatani yang dapat dipinjam sebesar Rp 5 juta per musim tanam, pada kenyataannya belum seluruhnya digunakan untuk membiayai aktivitas usahatani. Kredit dalam hal ini bukan merupakan sumberdaya yang langka, yang ditunjukkan dengan harga bayangan kredit untuk semua model integrasi yang sama dengan nol. Kebutuhan kredit pada musim tanam I lebih banyak dibandingkan pada musim tanam II, karena aktivitas usahatani pada musim tanam I lebih banyak dibandingkan pada MT II. Aktivitas produksi

10 tanaman padi membutuhkan biaya yang cukup besar dibandingkan aktivitas produksi tanaman perkebunan maupun ternak. Tabel 21. Penggunaan Kredit Usahatani Berdasarkan Jenis Kredit pada Model Integrasi Tanaman-Ternak Uraian Kredit MT I Tersedia Penggunaan rga Bayangan Kredit MT II Tersedia Penggunaan rga Bayangan Integrasi Padi - Ternak Keterangan : MT = Musim Tanam Integrasi Kakao- Ternak (Rp ) Tanpa Integrasi Pemanfaatan kredit untuk musim tanam I pada pola padi-ternak sebesar persen, pola kakao-ternak sebesar persen dan pola tanpa integrasi sebesar persen. Pemanfataan kredit pada ketiga model integrasi tidak berbeda jauh, terlebih untuk musim tanam II, hal ini disebabkan petani memang membutuhkan modal tambahan untuk membiayai aktivitas usahataninya, terutama untuk pembiayaan sarana produksi Nilai Ekonomi dan Pendapatan Model Integrasi Tanaman-Ternak Sub bab ini membahas potensi ekonomi dari model integrasi tanamanternak baik dari sisi tanaman, ternak, maupun hasil ikutan dari usahatani tanaman dan ternak, termasuk didalamnya analisis pendapatan Nilai Ekonomi Model Integrasi Padi-Ternak Kebutuhan pakan ternak terutama hijauan, pada model integrasi paditernak disediakan dari hasil mengambil rumput alam di sekitar areal pertanian,

11 serta dari jerami padi fermentasi. Untuk memberikan keleluasaan petani dalam mengambil keputusan penyediaan pakan, dibuat dua model pemenuhan pakan, yaitu: model pertama, 7 persen hijauan + 3 persen dedak (hijauan untuk bulan Oktober-bulan Maret dari rumput, bulan April-September dari jerami padi fermentasi), dan model kedua, 7 persen hijauan + 3 persen dedak, dimana hijauan berasal dari 5 persen rumput dan 5 persen dari jerami padi fermentasi. sil solusi optimal menunjukkan bahwa secara ekonomi maka model integrasi padi-ternak yang memberikan pendapatan maksimal adalah pemeliharaan ternak dengan komposisi pakan model pertama yaitu 6 bulan musim hujan mengkonsumsi rumput, sedangkan pada musim kemarau mengkonsumsi jerami fermentasi, yang dapat memaksimalkan pendapatan petani. Ketersediaan hijauan pada pola ini adalah 3.2 ton bahan kering/tahun yang bersumber dari rumput dan 6.4 ton bahan kering/tahun dari jerami fermentasi (Gambar 2). Lahan Tenaga Kerja Input Padi Pupuk Prose s Beras Output Dedak + Jerami Dijual ( kg) Konsumsi Kel ( kg) Jerami (6.4 ton) Input Terna Beli Dedak (2 Proses Outpu t Dijual (423.9 Dagin g Jual Jerami (14.96 kg) Rumput kg Input Kompos Jual Kompos ( Ket : final product intermediate product Gambar 5. Bagan Alur Produksi sil Solusi Optimal Model Integrasi Padi-Ternak

12 Ketersediaan pakan model ini dapat memenuhi kebutuhan 25 ekor kambing atau setara dengan 2.96 ST. Biaya pakan secara keseluruhan jika diperhitungkan secara ekonomi, adalah Rp ribu, yang terdiri dari Rp ribu untuk rumput (harga per 3 kg rumput adalah Rp 5 ribu), Rp jerami fermentasi (biaya pembuatan jerami fermentasi adalah Rp 53.5 ribu/ton) dan biaya dedak adalah Rp (harga dedak per kg adalah Rp 6). l ini menunujukkan bahwa secara ekonomi, biaya pakan merupakan biaya terbesar dari komponen biaya pemeliharaan ternak. Namun karena input pakan ini diperoleh petani dengan jalan tidak membeli, khususnya untuk rumput, maka petani masih dapat memelihara ternaknya dengan biaya input yang murah. Ketersediaan jerami fermentasi masih berlebih dan masih memungkinkan untuk dijual sebanyak kg. Kebutuhan konsentrat dalam hal ini dedak padi tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari aktivitas produksi tanaman padi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsentrat ini harus dengan jalan membeli, sebanyak kg. l ini pula yang menyebabkan sebagian besar petani di daerah penelitian tidak memberikan dedak padi kepada ternak sapi maupun kambing yang dimilikinya, walaupun secara teknis konsentrat ini dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih baik jika dibandingkan tanpa pemberian dedak. Berdasarkan jumlah pemeliharaan ternak pada model integrasi padi-ternak ini yaitu 2.9 ST, dapat menghasilkan pupuk kandang atau kompos untuk lahan pertanian dan masih terdapat sisa kompos yang dapat dijual sebanyak 7.2 ton/tahun. Jumlah kompos yang dijual ini merupakan potensi ekonomi yang dapat menambah pendapatan petani. Jika harga setiap kilogram pupuk adalah Rp 1 2,

13 maka penerimaan dari kompos adalah sebesar Rp ribu. Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi limbah ternak ini sangat besar, sehingga jika diusahakan oleh petani akan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi petani. Final product dari model integrasi padi-ternak yang memiliki nilai ekonomi adalah beras dan daging Nilai Ekonomi Model Integrasi Kakao-Ternak Model integrasi tanaman kakao dengan ternak dilaksanakan dengan derajat pemberian Kulit Buah Kakao (KBK) sebanyak 3 persen dari kebutuhan hijauan dan 7 persen berasal dari rumput alam untuk model pertama dan komposisi 5 persen KBK, 5 persen rumput alam untuk model kedua. sil yang diperoleh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Secara ekonomi, maka model integrasi kakao-ternak yang dapat memaksimalkan pendapatan adalah pemeliharaan ternak dengan pemberian pakan 3 persen KBK dan 7 persen rumput alam. Biaya pakan untuk model integrasi kakao-ternak sebesar Rp ribu, yang terdiri dari biaya pembelian rumput Rp ribu, dedak Rp ribu dan kulit buah kakao Rp 2.37 ribu. Rendahnya biaya KBK disebabkan pemberian KBK kepada ternak dalam bentuk segar dan hanya dilakukan pencacahan. Kelebihan pakan KBK yang dijual sebanyak kg, sebagian besar berasal dari hasil panen raya pada bulan April sebanyak kg dan bulan Mei sebanyak kg (dapat dilihat pada lampiran hasil). Untuk mengatasi kelebihan KBK pada bulan tertentu dapat diatasi dengan melakukan fermentasi KBK, sehingga kelebihan pakan pada saat panen raya kakao dapat disimpan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak pada bulan-bulan lainnya.

14 Lahan Tenaga Kerja Biji Kakao Kering Dijual ( kg) Input Kakao Pupuk Prose s Output Kulit Buah KBK (1.18 ha) Input Terna Beli Dedak (1 Proses Outpu t Dijual (39.5 kg) Daging Jual KBK (372.7 kg) Rumput kg Input Kompos Jual Kompos ( kg) Ket : final product intermediate product Gambar 6. Bagan Alur Produksi sil Solusi Optimal Model Integrasi Kakao-Ternak Jumlah ternak yang dapat dipelihara pada model integrasi kakao-ternak ini adalah sebanyak 18.3 ekor kambing atau setara dengan 2.1 ST. Kompos yang dihasilkan oleh ternak setelah digunakan pada areal pertanian masih bersisa dan dapat dijual sebanyak kg/tahun dan memberikan penghasilan sebesar Rp Final product dari integrasi kakao-ternak yang memberikan hasil secara ekonomi adalah paroduk daging, kompos dan kulit buah kakao Analisis Pendapatan Usahatani Model Integrasi Tanaman-Ternak Berdasarkan pola usahatani hasil pemecahan optimal, diperoleh pendapatan bersih usahatani sebagaimana terlihat pada Tabel 22. Pendapatan tertinggi diperoleh pada model integrasi padi-ternak, sementara untuk model

15 integrasi kakao-ternak justru lebih rendah dari pola tanpa integrasi. l ini disebabkan produksi kakao yang sangat rendah yaitu 449 kg/hektar/tahun atau sekitar 4 persen dari produksi normal yang seharusnya dapat dicapai. Jika dibandingkan dengan pendapatan model tanpa integrasi, maka pendapatan paditernak lebih tinggi 2.94 persen, sedangkan pendapatan model kakao-ternak lebih rendah 15.2 persen. Tabel 22. Pendapatan Berdasarkan Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi (Rp /Thn) Uraian Model Integrasi Padi-Ternak Kakao-Ternak Tanpa Integrasi Penerimaan Jual Padi Jual Kedelai Jual Kakao Jual Kelapa Jual Sapi Jual Kambing Jual Jerami Jual Kulit Buah Kakao Jual Kompos Jumlah Pengeluaran Padi Kedelai Kakao Kelapa Sapi Kambing Beli Jerami Beli Kulit Buah Kakao Beli Dedak Biaya Tenaga Kerja Biaya Bunga Jumlah Pendapatan Pendapatan pada model integrasi padi-ternak lebih tinggi dibandingkan dengan model tanpa integrasi dan model kakao-ternak, disebabkan pemeliharaan

16 ternak pada model ini lebih banyak yaitu 2.9 ST, serta adanya tambahan penerimaan yang cukup besar dari hasil penjualan kompos. Selain itu penerimaan dari aktivitas produksi kelapa juga cukup besar, sementara pada model kakaoternak karena adanya tujuan subyektif untuk memanfaatkan kulit buah kakao sebagai pakan, menyebabkan aktivitas produksi pada lahan kebun yang terpilih pada pemecahan optimal adalah tanaman kakao yang produktivitasnya jauh lebih rendah dari tanaman kelapa. l ini pulalah yang menyebabkan pendapatan model integrasi kakao-ternak lebih rendah dari pola padi-ternak, bahkan pada pola tanpa integrasi. Jika ditinjau dari produktivitas tenaga kerja terhadap pendapatan yang dapat diperoleh untuk setiap HOK, maka tenaga kerja yang dicurahkan pada model integrasi padi-ternak paling produktif dibandingkan pola lainnya, dimana setiap satu HOK mampu memberikan pendapatan sebesar Rp ribu. Untuk model kakao-ternak, produktivitas tenaga kerjanya paling rendah yaitu Rp ribu/hok, sedangkan untuk model tanpa integrasi produktivitas tenaga kerjanya adalah Rp 83.9 ribu/hok Analisis Sensitivitas Adanya asumsi sifat deterministik pada analisis program linier menyebabkan model yang dikembangkan dibentuk dalam situasi panuh kepastian (certainty), sementara pada kenyataannya situasi yang benar-banar pasti jarang terjadi. Untuk itu diperlukan analisis sensitivitas atau post optimal analysis untuk menangkap ketidakpastian akibat adanya faktor eror atau adanya perubahan terhadap parameter model. Perubahan ini dibedakan menjadi perubahan koefisien

17 fungsi tujuan (objective function sensitivity) dan perubahan kendala ketersediaan sumberdaya (right hand side function sensitivity) Pengaruh Perubahan rga Terhadap Model Integrasi Perubahan harga tidak akan merubah model integrasi, selama perubahan harga tersebut masih berada dalam selang kepekaan. Selang kepekaan perubahan koefisien fungsi tujuan dalam hal ini perubahan harga pada model padi-ternak ditampilkan pada Tabel 23. Berdasarkan kriteria model integrasi yaitu adanya pemanfaatan limbah tanaman maupun ternak, maka perubahan harga jual kompos maupun jerami padi sampai Rp, atau dengan kata lain tanpa ada penjualan kompos maupun jerami padi pun, integrasi padi-ternak ini masih dapat dilaksanakan. Namun rentang harga jual jerami padi maupun kompos ini cukup sempit, sehingga petani tidak mempunyai peluang yang cukup besar untuk Pada Tabel 23 juga dapat dilihat bahwa untuk aktivitas produksi jerami fermentasi, maka biaya produksi yang tidak akan merubah model integrasi paditernak minimal adalah sebesar Rp Biaya ini merupakan biaya tertinggi yang dapat ditolerir agar tidak merubah model integrasi sedangkan biaya terendah yang dapat diterima adalah Rp 1.42 ribu. l ini menunjukkan bahwa biaya pembuatan jerami fermentasi yang tinggi masih tetap dapat mempertahankan model integrasi. Dengan demikian yang menjadi penentu pilihan petani untuk memilih uasahatani secara terintegrasi atau tidak bukan terletak pada biaya produksi pakan dari limbah pertanian ataupun harga jual limbah tersebut, karena dengan rentang yang lebih longgar, maka peluang untuk mempertahankan model integrasi masih cukup besar.

18 Tabel 23. Selang Kepekaan Perubahan Fungsi Tujuan pada Model Integrasi Padi- Ternak (Rp ) Aktivitas Minimum Maksimum Pendapatan Rumput no limit Jerami Fermentasi Musim I Jerami Fermentasi Musim I no limit no limit Sapi Pakan 1 no limit Kambing Pakan no limit no limit Sapi Pakan 2 no limit Kambing Pakan Jual Jerami Fermentasi Bulan Feb Jual Jerami Fermentasi Bulan Agust Jual Sapi Pakan 1 no limit Jual Kambing Pakan no limit no limit Jual Sapi Pakan Jual KambingPakan Beli Dedak Musim Tanam I Beli Dedak Musim Tanam II Beli Kompos Musim I no limit Beli Kompos Musim II no limit Jual Dedak Musim I no limit Jual Dedak Musim II no limit Jual Kompos Musim I Jual Kompos Musim II Berdasarkan data pada Tabel 23 dapat diketahui bahwa tanpa adanya pasar bagi jual beli produk antara, maka model integrasi masih dapat dilaksanakan. Namun jika dilihat dari besarnya pendapatan yang dapat diperoleh dengan dan tanpa pasar produk antara ini, maka keputusan petani juga dapat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang dapat diterima dari model integrasi tanaman-ternak. Besarnya pendapatan tanpa adanya pasar untuk hasil limbah pertanian dan ternak disajikan pada Tabel 24. Tanpa adanya pasar bagi limbah tanaman maupun ternak, dalam hal ini jerami fermentasi dan kulit buah kakao serta kompos, maka pendapatan yang dapat diterima menjadi lebih kecil daripada model tanpa integrasi. Kondisi ini

19 menunjukkan bahwa salah satu penentu keputusan petani untuk mengikuti program integrasi tanaman-ternak adalah kompensasi dari teknologi baru yang akan diterapkan. Jika selama ini petani mengusakan tanaman pertanian dan ternak secara bersama namun tanpa terintegrasi ternyata lebih memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan jika melaksanakan usahatani yang terintegrasi tanpa diimbangi dengan tersedianya pasar produk antara. Tabel 24. Pendapatan dengan Skenario Tanpa Pasar Produk Antara Pada Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi (Rp /Thn) Uraian Model Integrasi Tanpa Padi-Ternak Kakao-Ternak Integrasi Penerimaan Jual Padi Jual Kedelai Jual Kakao Jual Kelapa Jual Sapi Jual Kambing Jual Sapi2... Jual Kambing Jual Kompos... Total Penerimaan Pengeluaran Padi Kedelai Kakao Kelapa Sapi Kambing Kambing KBK Beli Dedak Beli Kompos Jerami Fermentasi Biaya Tenaga Kerja Bunga Pinjaman Total Pengeluaran Pendapatan

20 Alasan lain yang menyebabkan pendapatan dari usahatani yang terintegrasi ini lebih rendah dari model tanpa integrasi adalah tingkat produksi yang tidak berbeda antara ternak yang memperoleh pakan jerami fermentasi dan yang hanya mengkonsumsi rumput. Jika produksi ternak dalam hal ini pertambahan bobot badan dari ternak yang mengkonsumsi pakan jerami padi ataupun kulit buah kakao lebih tinggi dari ternak yang hanya mengkonsumsi rumput, maka pendapatan petani juga akan meningkat dari hasil penjualan ternak yang didasarkan pada berat badannya. Perubahan dalam ketersediaan sumberdaya juga dapat merubah solusi optimal, dalam hal ini merubah model integrasi tanaman-ternak. Namun selama tingkat perubahan tersebut masih berada dalam selang kepekaan, maka tidak akan merubah merubah model integrasi. Selang kepekaan untuk kendala rumput yang cukup menentukan dalam produksi ternak disajikan pada Tabel (25). Tabel 25. Selang Kepakaan Kendala Sumberdaya Rumput pada Model Integrasi Padi-Ternak dan Model Kakao-Ternak (Kg/Bln) Sumberdaya Model integrasi Padi-Ternak Model integrasi Kakao-Ternak Minimum Maksimum Minimum Maksimum Rumput Bulan Februari no lilmit no lilmit Rumput Bulan Maret no lilmit no lilmit Rumput Bulan April no lilmit no lilmit Rumput Bulan Mei no lilmit no lilmit Rumput Bulan Juni no lilmit no lilmit Rumput Bulan Juli no lilmit no lilmit Rumput Bulan Agustus no lilmit no lilmit Rumput Bulan September no lilmit no lilmit Rumput Bulan Oktober no lilmit no lilmit Rumput Bulan Nopember no lilmit no lilmit Rumput Bulan Desember no lilmit no lilmit Rumput Bulan Januari no lilmit

21 Untuk sumberdaya rumput, yang ketersediaannya terbatas pada kemampuan petani mengambil rumput, maka jumlah minimal yang harus disediakan agar tidak merubah model integrasi adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 25. Sedangkan jumlah maksimal yang harus disediakan tidak terbatas Skenario Perubahan Produksi Kakao pada Model Integrasi kakao- Ternak Produksi kakao pada skenario ini adalah sebanyak 8 kg/tahun atau meningkat 78persen dari produksi yang saat ini diperoleh. Peningkatan produksi kakao ini merubah pola usahatani dan skala pengusahaan lahan maupun ternak, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 26. Tabel 26. Pola Usahatani pada Integrasi Kakao-Ternak Kondisi Optimal Saat Ini dan Skenario Perubahan Produksi Kakao Aktivitas Produksi Lahan Sawah PT1 : Padi-bera PT2 : Padi MT I Padi MT II PT3 : Padi MT I Kedelai MT II Lahan kering Kakao Kelapa Ternak Sapi1 Sapi 2 Kambing1 Kambing2 Satuan Ekor Ekor Ekor Ekor Integrasi Kakao-Ternak Saat Ini Skenario Pola usahatani lahan sawah tidak mengalami perubahan pada skenario ini dibandingkan pola usahatani kondisi optimal saat ini, demikian juga luas pengusahaan lahan untuk masing-masingg pola tanam lahan sawah. Namun

22 dengan tujuan subyektif peningkatan produksi kakao, menuntut pengusahaan lahan kakao juga meningkat. Seluruh luas lahan kebun yang tersedia di alokasikan untuk tanaman kakao. Skala pemeliharaan ternak juga mengalami perubahan, yaitu 5.4 ekor kambing dengan komposisi pakan 1 (7 persen hijauan dan 3 persen KBK, dengan hijauan 7 persen rumput dan 3 persen dedak) dan 18 ekor kambing dengan komposisi pakan 2 (7 persen hijauan dan 3 persen dedak, dengan hijauan 5 persen rumput dan 5 persen KBK). Ditinjau dari sisi pendapatan, maka peningkatan produksi kakao meningkatkan pendapatan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 27. Tabel 27. Pendapatan Model Integrasi Kakao-Ternak Kondisi Optimal Saat Ini dan Skenario (Rp /Tahun) Uraian Model integrasi Kakao-Ternak Saat Ini Skenario Penerimaan Padi Kedelai Kakao Kelapa Kambing Kulit Buah Kakao Kompos Jumlah Pengeluaran Padi Kedelai Kakao Kelapa Kambing Kulit Buah Kakao Dedak Biaya Tenaga Kerja Biaya Bunga Jumlah Pendapatan

23 akan meningkatkan pendapatan sebesar persen dibandingkan kondisi optimal saat ini, Peningkatan pendapatan disebabkan oleh peningkatan jumlah pemeliharaan ternak, sehingga produksi daging yang dapat dijual juga mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah pemeliharaan ternak ini juga berimplikasi pada peningkatan pupuk yang dapat dihasilkan. Tambahan pendapatan juga diperoleh dari peningkatan hasil penjualan kakao.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani. BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN TERNAK DI DAERAH PENELITIAN

VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN TERNAK DI DAERAH PENELITIAN VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN TERNAK DI DAERAH PENELITIAN Analisis deskripsi mengenai ketersediaan sumberdaya dilakukan guna keperluan analisis menggunakan program linier, meliputi ketersediaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/7/Th. IV, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 28,8 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 2,33 juta ton gabah

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th XI.,1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Ramalan (ARAM) II produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013) A. PADI No. 45/07/35/Th.XI,1 Juli 2013 Angka Tetap (ATAP) tahun 2012 produksi Padi Provinsi Jawa

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 72/11/71/Th. IX, 2 November 2015 ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 2 (Aram 2) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 673.712 ton Gabah Kering

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2012)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2012) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 20/03/35/Th.XI,1 Maret 2013 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Sementara produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar 12,20 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 No. 81/12/19/Th.II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI PER EKOR PER TAHUN DARI USAHA SAPI POTONG SEBESAR Rp5,7 JUTA, DAN USAHA AYAM KAMPUNG Rp73 RIBU A. SAPI

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 16/03/71/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) A. PADI Angka Sementara (Asem) produksi padi di Sulawesi Utara tahun 2015 diperkirakan sebesar 674.169 ton

Lebih terperinci

ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 44/07/71/Th. XVI, 1 Juli 2016 ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Tetap (Atap) produksi padi tahun 2015 mencapai 674.169 ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan

Lebih terperinci

ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 21/03/71/Th. IX, 2 Maret 2015 ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Sementara (Asem) produksi padi tahun 2014 diperhitungkan sebesar 640.162 ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 47/07/71/Th. XI, 1 Juli 2015 ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2014 diperhitungkan sebesar 637.927 ton Gabah Kering Giling (GKG).

Lebih terperinci

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI ( Angka Sementara ) PROVINSI KALIMANTAN UTARA No.24/03/64/Th.XIX, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI TAHUN DIPERKIRAKAN TURUN SEBESAR 3,08 PERSEN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Sementara 2010 dan Angka Ramalan I Tahun 2011) No. 13/03/14/Th. XII, 1 Maret 2011 A. PADI. Angka Sementara (ASEM) produksi padi tahun 2010 adalah

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 43/11/14/Th. XI, 1 November 2010 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Ramalan III Tahun 2010) A. PADI. Produksi padi tahun 2010 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) III diperkirakan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) No. 39/07/36/Th.X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) PRODUKSI PADI 2015 NAIK 7,00 PERSEN DIBANDINGKAN TAHUN 2014 A. PADI Produksi padi Provinsi Banten tahun 2015 sebesar

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 47/07/71/Th.IX, 1 Juli 2015 ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 1 (Aram 1) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 664.282 ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN SEBESAR 3,04 PERSEN No.57/7/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 A. PADI Produksi padi tahun 2015 sebanyak 112,10 ribu ton

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II 2015) jambi No. 63/11/15 /Th. IX, 2 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II ) A. PADI Produksi padi tahun (Angka Ramalan II) diperkirakan sebesar 561.542 ton GKG, atau turun sebesar 103.178 ton

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 54/11/14/Th.XV, 3 November 2014 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Ramalan II Tahun 2014) A. PADI. Angka Ramalan (ARAM) II produksi padi tahun 2014 diperkirakan sebesar 356.281

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 27/07/14/Th. XI, 1 Juli 2010 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Tetap 2009 dan Angka Ramalan II Tahun 2010) A. PADI. Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2009 adalah sebesar

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 73/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL BIAYA PRODUKSI UNTUK USAHA SAPI POTONG

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Sementara 2009 dan Angka Ramalan I Tahun 2010) No. 11/03/14/Th. XI, 1 Maret 2010 A. PADI. Angka Sementara (ASEM) produksi padi tahun 2009 adalah

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No.19/03/35/Th XIV,1 Maret 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) A. PADI Angka Sementara () produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 13,15 juta ton Gabah Kering

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) No.22/03/35/Th XIII,2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,398 juta ton Gabah

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 BPS PROVINSI LAMPUNG BADAN PUSAT STATISTIK No. 1/7/18/Th. X, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 9,69 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 3,64 juta

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 50/11/14/Th.XIV, 1 November 2013 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Ramalan II Tahun 2013) A. PADI. Angka Ramalan (ARAM) II produksi padi tahun 2013 diperkirakan sebesar 440.131

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI BENGKULU (ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI BENGKULU (ANGKA RAMALAN I 2015) PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI BENGKULU (ANGKA RAMALAN I ) A. PADI B. Jagung No. 40/07/17/IX, 1 Juli Angka Tetap (ATAP) Produksi padi tahun 2014 sebanyak 593.194 ton gabah kering giling (GKG), turun

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/07/12/Th.VI. 02 Juli 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2011 DAN RAMALAN I TAHUN 2012) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2011,

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2015) No. 62/11/91/Th. IX, 2 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II ) PADI Produksi padi tahun (ARAM II) diperkirakan sebesar 33,56 ribu ton gabah kering giling (GKG),

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN DAN ANGKA RAMALAN I ) No. 38/07/91/Th. IX, 1 Juli PADI Angka Tetap produksi padi tahun sebesar 27,66 ribu ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN Sunanto dan Nasrullah Assesment Institution an Agricultural Technology South Sulawesi, Livestock research center ABSTRAK

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015 No. 01/07/74/Th. III, 01 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi padi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015 sebanyak 660.720 ton gabah kering giling

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PTPN IV Medan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 28/07/11/Th.V. 01 Juli 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2010 DAN RAMALAN II TAHUN 2011) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2010,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2008 DAN ANGKA RAMALAN I 2009)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2008 DAN ANGKA RAMALAN I 2009) BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/03/33/Th. III, 2 Maret 2009 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2008 DAN ANGKA RAMALAN I 2009) A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian.

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian. V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Deskripsi statistik rumahtangga petani dilakukan pada peubah-peubah yang digunakan dalam model ekonometrika, sehingga dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 046/11/12/Th.VI. 01 November 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2012) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2012,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang disamping mengerjakan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang disamping mengerjakan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani yang disamping mengerjakan usahatani tanaman juga memelihara ternak domba sebagai salah satu cabang usahanya.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011 Nop-06 Feb-07 Mei-07 Agust-07 Nop-07 Feb-08 Mei-08 Agust-08 Nop-08 Feb-09 Mei-09 Agust-09 Nop-09 Feb-10 Mei-10 Agust-10 Nop-10 Feb-11 Mei-11 Agust-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN III 2009)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN III 2009) BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/11/33/Th. III, 2 November 2009 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN III 2009) A. PADI Angka Ramalan III (ARAM III) produksi padi Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI ( Angka Sementara ) PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.23/03/64/Th.XIX, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI TAHUN DIPERKIRAKAN TURUN SEBESAR 4,17 PERSEN

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2007 DAN ANGKA RAMALAN I 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2007 DAN ANGKA RAMALAN I 2008) No. 05/03/33/Th. II, 3 Maret 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2007 DAN ANGKA RAMALAN I 2008) A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 8,62 juta

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2013)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2013) PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II ) No. 48/11/91/Th. VII, 1 November PADI Produksi padi tahun (ARAM II) diperkirakan sebesar 26,28 ribu ton gabah kering giling (GKG),

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA SEMENTARA 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA SEMENTARA 2014) BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA SEMENTARA 2014) No. 20/03/73/Th. VIII, 2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (Asem) 2014, produksi Padi

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut OPTIMASI PERAN TERNAK DOMBA DALAM MENUNJANG USAHATANI PADI LAHAN SAWAH DEDI SUGANDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayu Ambon No. 80 Kotak Pos 8495, Lembang ABSTRAK Ternak domba bagi

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 28/3/Th. XVIII, 2 Maret 215 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN ) PRODUKSI PADI TAHUN (ANGKA SEMENTARA) DIPERKIRAKAN TURUN,63 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun sebanyak 7,83

Lebih terperinci

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung PRISMA (08) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung Ulfasari Rafflesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) BADAN PUSAT STATISTIK No. 69/11/Th. XIV, 1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN ) PRODUKSI PADI TAHUN (ANGKA RAMALAN III) DIPERKIRAKAN TURUN 1,63 PERSEN A. PADI Produksi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI No.56/07/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN SEBESAR 4,17 PERSEN DARI PRODUKSI TAHUN 2014 A. PADI Produksi padi tahun 2015

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI 2012

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI 2012 Nop-06 Feb-07 Mei-07 Agust-07 Nop-07 Feb-08 Mei-08 Agust-08 Nop-08 Feb-09 Mei-09 Agust-09 Nop-09 Feb-10 Mei-10 Agust-10 Nop-10 Feb-11 Mei-11 Agust-11 Nop-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR 2015 PRODUKSI PADI TAHUN 2015 NAIK 9,23 PERSEN

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR 2015 PRODUKSI PADI TAHUN 2015 NAIK 9,23 PERSEN No. 37/07/91/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR 2015 PRODUKSI PADI TAHUN 2015 NAIK 9,23 PERSEN PADI Produksi padi tahun 2015 sebanyak 30,22 ribu ton gabah kering

Lebih terperinci

INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING

INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING SOETJIPTO PARTOHARDJONO Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jl. Merdeka 147-Bogor 16111 ABSTRAK SOETJIPTO

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA 2015) jambi No. 17/03/15 /Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA ) A. PADI Produksi padi tahun (Angka Sementara) diperkirakan sebesar 541.486 ton GKG, atau turun

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA SEMENTARA 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA SEMENTARA 2015) BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/03/73/Th IX, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA SEMENTARA 2015) A. PADI Angka Sementara (Asem) 2015, produksi Padi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013) NO. 66/11/33 TH. VII, 1 NOVEMBER 2013 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013) Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II, pada tahun 2013 produksi padi Provinsi Jawa Tengah diperkirakan sebesar

Lebih terperinci