III. KERANGKA TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA TEORITIS"

Transkripsi

1 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan moneter memepengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui intervensi Bank Sentral terhadap pasar uang dan pasar bond (surat berharga). Oleh karenanya, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sering digunakan sebagai instrumen untuk menstimulasi dan menstabilkan kegoncangan perekonomian yang mengganggu pertumbuhan ekonomi (Dornbusch et al., 2004). Adapun skema hubungan pasar barang dan pasar uang, sebagaimana Gambar 5. Sumber: Dornbusch, 2004 (dimodifikasi). Gambar 5. Skema Hubungan Pasar Uang dan Pasar Barang

2 38 Keseimbangan pasar barang terjadi ketika permintaan agregat sama dengan penawaran agregat, yang ditunjukkan dengan terbentuknya kurva Investment Saving (IS) yang menunjukan kombinasi-kombinasi suku bunga dan tingkattingkat pendapatan ketika alokasi belanja yang direncanakan (Planned Expenditure atau PE) sama dengan belanja aktual (Actual Expenditure atau AE). Kurva IS ini dapat dilihat secara grafis pada Gambar 6. AE E PE 1 E 1 I 3 PE 2 E Y 2 Y 1 Y r r r 2 r I(r) r 2 r 1 5 IS 0 I 2 I 1 I 0 Y 2 Y 1 Y Sumber: Dornbusch, 2004 (dimodifikasi). Gambar 6. Kurva Investment Saving Proses terbentuknya kurva IS dimulai dari keseimbangan permintaan agregat dan penawaran agregat, yaitu ketika belanja aktual (AE) sama dengan belanja yang direncanakan (PE 1 ) dititik E 1, Y 1, titik yang terbentuk oleh

3 39 pertemuan Y 1 dan r 1 adalah posisi kondisi perekonomian awal dititik IS. Ketika suku bunga naik dari r 1 ke r 2, maka investasi turun dari I 1 ke I 2, dan PE geser ke bawah, yang berpotongan dengan AE di titi E 2, Y 2, dimana E 2 < E 1 dan Y 2 < Y 1. Titik yang terbentuk oleh kombinasi Y 2, r 2 merupakan titik ke dua dari IS, atau posisi perekonomian kedua. Ketika dua titik r 1, Y 1, dan r 2, Y 2 dihubungkan, maka garis yang terbentuk adalah garis IS membentuk kurva IS. Saat terjadi keseimbangan pasar uang, disebut kondisi perekonomian 1, terbentuk oleh kombinasi suku bunga (r 1 ) dan tingkat-tingkat output (Y 1 ), yaitu ketika permintaan uang (MD) sama dengan persediaan uang (MS = M/P). Kurva Liquidity Preference Money Supply atau LM digambarkan pada Gambar 7. r MS r 1 r 2 L(r 2, Y 2 ) L(r 1, Y 1 ) 0 M/P M/P r LM r 1 r 2 0 Y 1 Y 2 Y Sumber: Dornbusch, 2004 (dimodifikasi). Keterangan: Jika MD dipengaruhi oleh r dan Y, maka peningkatan Y dari Y 1 ke Y 2 akan menyebabkan peningkatan r. Oleh sebab itu kurva LM menggambarkan peningkatan r yang disebabkan oleh peningkatan Y. Gambar 7. Kurva Liquidity Preference Money Supply

4 40 Proses terbentuknya kurva LM dimulai dari keseimbangan penawaran uang dengan permintaan uang, yaitu ketika penawaran uang riil (M 1 /P 1 ) sama dengan L (r 1,Y 1 ), titik yang terbentuk oleh pertemuan M/P 1 dengan L(r 1,Y 1 ) adalah titik awal kurva LM, yang juga menggambarkan kondisi perekonomian awal. Ketika pendapatan meningkat dari Y 1 ke Y 2, maka L(r 2, Y 2 ) geser ke atas karena penawaran uang (M/P 1 ) tetap, mengakibatkan suku bunga meningkat dari r 1 ke r 2. Titik yang terbentuk oleh kombinasi Y 2, r 2 merupakan titik ke dua dari LM, atau posisi perekonomian kedua. Ketika dua titik r 1, Y 1 dan titik r 2, Y 2 dihubungkan, maka garis yang terbentuk adalah garis LM membentuk kurva LM. Sesuai dengan proses pembentukan kurva IS dan LM pada Gambar 6 dan Gambar 7 di atas, maka diasumsikan pertemuan kurva IS dan LM berada pada titik P 1, Y e1. Lalu, di asumsikan pula bahwa kurva IS tidak berubah karena tidak sensitif terhadap perubahan harga, dan jumlah uang nominal (M) dianggap tetap, maka penurunan harga akan menggeser kurva penawaran uang ke kanan. Mengingat penawaran agregat dan suku bunga tetap, karena kurva IS dipertahankan tetap, maka kurva LM bergeser ke kanan, sehingga memotong kurva IS di titik P 2, Y e2. Selanjutnya titik Y e1, P 1 dihubungkan dengan titik Y e2, P 2 akan membentuk kurva permintaan agregat (AD), sebagaimana Gambar 8. Dengan demikian, maka kurva AD adalah kombinasi-kombinasi tingkat harga dan tingkat-tingkat output/pendapatan yang terbentuk oleh kombinasi titik keseimbangan kurva IS-LM saat kurva IS dipertahankan dan jumlah persediaan uang nominal tetap tetapi harga berubah (Dornbusch, 2004).

5 41 Sumber: Dornbusch, 2004 (dimodifikasi). Gambar 8. Kurva Permintaan Agregat Dampak Kebijakan Fiskal Pada Permintaan Agregat Dengan memperhatikan hubungan kurva IS-LM dan kurva AD di atas, maka intervensi terhadap pasar barang yang disebut kebijakan fiskal, dan intervensi pasar uang, yang disebut kebijakan moneter, akan mempengaruhi perekonomian. Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan belanja Pemerintah dan tingkat pajak. Pengaruhnya dapat ditelusuri ulang pada Gambar 6, 7, dan 8. Adapun besaran pengaruh kebijakan fiskal terhadap perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui perubahan kurva IS dapat dihitung dari persamaan berikut ini (Dornbusch, 2004): Y = α G (Ã-bi) ; α G = 1/{(1-c(1-t)}... (1) dimana: Y α G Ã : Pendapatan. : Koefisien atau parameter variabel. : Variabel eksogen.

6 42 b c t : koefisien. : Marginal propencity to consume. : Pajak Dampak Kebijakan Fiskal pada Penawaran Agregat Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi penawaran adalah penjumlahan seluruh nilai produksi (output) sektor-sektor perekonomian. Hubungan antara PDB dengan tingkat harga akan membentuk kurva penawaran agregat (AS) sebagaimana Gambar 9. W AS 0 AS1 P 0 P 1 W/P W/P 1 W/P 0 Y 1 Y 0 Y L 1 L 0 Y = IPM 1 f(l) S L D L Y = IPM 0 f(l) L Sumber: Dornbusch, 2004 (dimodifikasi). Keterangan: P 1 < P 0 dan IPM 1 > IPM 0. Gambar 9. Kurva Penawaran Agregat Gambar 9 tersebut menjelaskan tentang hubungan antara produksi, input tenaga kerja, dan pasar tenaga kerja, namun dengan asumsi upah tetap, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

7 43 1. Diasumsikan upah bersifat kaku (Ŵ), sehingga perubahan harga (P) akan mempengaruhi upah riil (Ŵ/P) yang diterima tenaga kerja, sehingga mengakibatkan adanya hubungan antara tingkat harga dengan pasar tenaga kerja (permintaan tenaga kerja (D L ) dan penawaran tenaga kerja (S L )), yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah nilai barang yang diproduksi (Y). 2. Ketika tingkat harga (P) berubah maka akan berubah pula jumlah nilai barang yang diproduksi, yang mana kombinasi keduanya akan membentuk sejumlah titik pada kurva AS. 3. Oleh karena setiap kebijakan fiskal melalui belanja Pemerintah (G), akan meningkatkan AD sekaligus meningkatkan nilai produksi barang-barang yang diproduksi sektor-sektor, maka pertumbuhan ekonomi dapat pula dianalisis dari sisi AS. 4. Kurva AS dalam jangka panjang akan bergeser ke kanan dari AS 0 ke AS 1, apabila kualitas kompetensi tenaga kerja meningkat sejalan dengan peningkatan indeks pembangunan manusia akan meningkatkan koefisien teknologi (A) dari A 0 ke A 1. Dengan kata lain, walaupun jumlah tenaga kerjanya sama tetapi sebagai pengaruh peningkatan koefisien teknologi (A) akan meningkatkan jumlah nilai produksi (Y) yang dihasilkan. Oleh karena setiap kebijakan fiskal melalui G, akan meningkatkan AD sekaligus meningkatkan nilai produksi barang-barang yang diproduksi sektorsektor, maka transmisi kebijakan fiskal terhadap perekonomian dari sisi penawaran agregat dapat dilihat pada Gambar 10.

8 44 Sumber: Dornbusch, 2004, (dimodifikasi). Gambar 10. Dampak Kebijakan Fiskal pada Pasar Barang Gambar 10 menjelaskan transmisi dari belanja Pemerintah terhadap permintaan agregat, penawaran agregat, pendapatan, tenaga kerja, upah, suku bunga, dan harga, dengan asumsi kurva LM tidak berubah, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dimulai dengan perekonomian yang berada pada keseimbangan awal, yaitu dengan tingkat pendapatan awal (Y 0 ), tingkat suku bunga awal (r 0 ), tingkat harga awal (P 0 ), tingkat upah awal (W 0 ), dan jumlah tenaga kerja awal (L 0 ). 2. Kemudian diasumsikan bahwa kebijakan fiskal dilakukan melalui belanja Pemerintah, maka produksi akan meningkat dari Y 0 ke Y 1, mengakibatkan kurva AS bergeser ke kanan dari AS 0 ke AS Pergeseran kurva AS ke kanan akan berpotongan dengan kurva permintaan agregat awal (AD 0 ) sehingga harga turun dari P 0 ke P 1, tetapi kemudian

9 45 karena turunnya harga tersebut menyebabkan AD meningkat dan bergeser dari AD 0 ke AD Pada pasar barang meningkatnya AD mempengaruhi kurva IS-LM, yaitu kurva IS bergeser dari IS 0 ke IS 1, menyebabkan naiknya suku bunga dari r 0 ke r 1. Selanjutnya, berimplikasi kepada menurunnya investasi (I) sehingga pendapatan (Y) ikut turun, yang disebut crowding out effect. 5. Pada pasar tenaga kerja meningkatnya output akan menambah tenaga kerja (L) dari L 0 ke L 1, diasumsikan kurva penawaran tenaga kerja tetap tidak bergeser. 6. Kesimpulan : kebijakan fiskal melalui peningkatan belanja Pemerintah akan meningkatkan pendapatan/output dan meningkatkan kesempatan kerja (L), dan mengurangi pengangguran (U), yaitu selisih antara tingkat pencapaian pada titik keseimbangan akhir dikurangi pencapaian pada titik keseimbangan sebelum dilakukannya kebijakan fiskal. Pencapaian akhir dimaksud menghasilkan tingkat pendapatan baru (Y*), tingkat suku bunga baru (r*), tingkat harga baru ( P*), tingkat upah baru (W*) dan tingkat penyerapan tenaga kerja baru (L*), serta tingkat pengangguran baru (U*) Kemiskinan Dalam studi ini tingkat kemiskinan desa dan kota diukur dengan menggunakan ukuran kemiskinan poverty headcount index, yang mengukur persentase penduduk miskin (berada di bawah garis kemiskinan) terhadap total penduduk. Secara matematis, poverty headcount Index, dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

10 46 q H =... (2) n dimana H adalah poverty headcount Index (persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskianan terhadap jumlah penduduk), q adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, dan n adalah jumlah penduduk. Permasalahan dalam poverty headcouni Index adalah ukuran ini tidak menunjukkan keparahan dari kemiskinan. Hal ini karena menganggap tidak ada perbedaan pendapatan di antara penduduk miskin, dengan kata lain persentase penduduk miskin (q) dihitung sebagai penjumlahan penduduk yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tanpa mempersoalkan adanya perbedaan nominal pendapatan para penduduk miskin satu sama lain. Derajat kemiskinan pada suatu negara bergantung pada tingkat pendapatan rata-rata atau per kapita dan derajat ketimpangan dalam distribusi pendapatan (Son, 2004; Todaro, 2006) Tingkat Pengangguran Masalah perekonomian makro (pendapatan per kapita, dan indikator turunannya seperti tingkat inflasi, pengangguran, tingkat investasi, belanja Pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran) yang mempengaruhi secara langsung terhadap kualitas pembangunan manusia adalah pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan mengakibatkan kualitas pembangunan manusia menurun. Tingkat pengangguran yang biasa dipelajari adalah tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment).

11 47 Persamaan matematis yang biasa digunakan dalam mengkaji mengenai pengangguran (Mankiw, 2007) dirumuskan dalam formula sebagai berikut : LF = L + U... (3) dimana LF adalah angkatan kerja dari seluruh penduduk, L adalah jumlah orang yang bekerja pada seluruh sektor perekonomian, dan U adalah jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran sendiri dinyatakan dengan U/L yang dapat dirumuskan menjadi: U/L = (S-F)/L... (4) dimana S adalah jumlah pemutusan hubungan kerja dan F adalah tingkat perolehan pekerjaan. Persamaan ini menunjukkan bahwa pada saat tingkat pengangguran berada pada tingkat pengangguran alamiah, maka tingkat pengangguran sama dengan nol, sehingga S = F, sesuai formula berikut: U*/L = (S-F)/L = 0... (5) Dengan kata lain setiap kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat pengangguran alamiah (U * /L) akan menurunkan tingkat pemutusan hubungan kerja (S/L) atau meningkatkan tingkat perolehan pekerjaan (F/L), juga sebaliknya. Mankiw (2007) menyatakan beberapa alasan mengapa adanya pengangguran alamiah, artinya tidak ada satu negarapun yang bebas dari pengangguran. Pertama, diperlukan waktu untuk mencocokkan antara kompetensi pekerja dengan jenis pekerjaan, karena kompetensi pekerja dan jenis-jenis pekerjaan yang tersedia tidak selalu berkaitan dan cocok (link and match). Kedua, adanya kekakuan upah terhadap perubahan penawaran (S L ) dan permintaan tenaga kerja (D L ). Terlihat pada Gambar 11.

12 48 S L Upah Riil Upah Riil yang Kaku D L1 Jumlah D L2 0 Tenaga Kerja yang Tenaga Kerja yang Tingkat Pengangguran (Persen) Dipekerjakan Ingin Bekerja Sumber: Mankiw, Gambar 11. Hubungan Kekakuan Upah dengan Jumlah Pengangguran Ketika permintaan tenaga kerja turun, maka kurva permintaan tenaga kerja geser ke bawah, sementara upah yang kaku menyebabkan tenaga kerja yang dipekerjakan menjadi lebih sedikit dari jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja sampai terbentuk keseimbangan baru Pada tahun 1958, A. W. Philips mengkaji prilaku upah di Inggris tahun Philips menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat pengangguran dan tingkat perubahan upah nominal (inflasi upah), dimana semakin tinggi tingkat pengangguran, maka semakin rendah laju inflasi upah. Kurva Phillips menunjukkan bahwa laju inflasi upah menurun dengan naiknya tingkat pengangguran. Dengan kata lain, terjadi trade off antara inflasi upah dengan pengangguran dalam jangka pendek (Dornbusch, 2004).

13 49 Hubungan inflasi upah dengan tingkat pengangguran menurut Dornbusch (2004) dapat dinyatakan dalam formula: gw = (W t+1 - W t )/W t... (6) Dimana g W adalah laju inflasi upah, W t adalah tingkat upah dalam periode saat ini, dan W t+1 adalah tingkat upah periode yang akan datang. Besarnya upah ditentukan oleh jumlah penawaran tenaga kerja, dimana semakin besar penawaran tenaga kerja maka semakin rendah upah, dan sebaliknya. Implikasinya apabila semakin besar penawaran tenaga kerja yang tidak sebanding dengan penyediaan lapangan kerja, yang berarti semakin besar pengangguran, maka akan semakin rendah upah. Sehingga, laju inflasi upah juga tergantung pada jumlah pengangguran. Apabila µ * adalah tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment), maka Kurva Philips dapat ditulis dengan formula: g W = - (µ - µ * )... (7) dimana g W adalah laju inflasi upah, adalah elastisitas (responsif) dari upah terhadap pengangguran aktual, dan µ adalah tingkat pengangguran. Kemudian, formula (6) dan (7) dapat digabung menjadi: W t+1 = W t [ 1 - (µ - µ * )]... (8) Dari formula (8) di atas terlihat bahwa apabila upah naik dari upah sebelumnya, maka jumlah pengangguran mesti lebih rendah dari jumlah pengangguran alamiah, dan sebaliknya. Setelah tahun 1960an kurva Phillips dan formula-formula di atas tidak konsisten dalam menggambarkan hubungan inflasi dan pengangguran di Inggris dan Amerika Serikat, hal ini sebagai akibat dari

14 50 belum diakomodasikannya inflasi yang diharapkan (expected inflation) (Dornbusch et al., 2004). Menurut Mankiw (2007), kurva Philips dalam bentuk modern menggambarkan hubungan tingkat inflasi dengan tiga faktor yang mempengaruhinya yaitu inflasi yang diharapkan (expected inflation), deviasi pengangguran dari tingkat alamiah atau disebut juga pengangguran siklikal (cyclical unemployment), dan goncangan penawaran (supply shock). Ketiga faktor tersebut dirumuskan dalam formula: π = π e - (u - u * ) + v... (9) dimana π adalah tingkat inflasi aktual, π e adalah tingkat inflasi yang diharapkan, u adalah tingkat pengangguran aktual, u * adalah tingkat pengangguran alamiah, v adalah goncangan penawaran, adalah elastisitas (responsif) dari upah terhadap pengangguran siklikal, dan (u - u * ) adalah tingkat deviasi pengangguran atau cyclical unemployment. Oleh karena kekakuan upah, maka dalam studi ini, upah akan dijadikan variabel eksogen berdasarkan sektor, yang menempatkan perhitungan upah berdasarkan nilai rata-ratanya di wilayah perdesaan (untuk kelompok usaha primer seperti sektor pertanian) dan nilai rata-rata upah di perkotaan untuk kelompok sektor skunder seperti sektor industri. Selanjutnya, disebabkan oleh adanya hubungan terbalik antara inflasi dan pengangguran, maka berarti pula inflasi mempengaruhi jumlah orang yang bekerja. Berikutnya, atas dasar hubungan searah dan positif antara kualitas sumber daya manusia dengan jumlah tenaga keja, maka IPM sebagai indikator kualitas manusia akan menggambarkan

15 51 produktivitas tenaga kerja yang akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang bekerja. Terakhir populasi penduduk secara eksogen akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja Pemerintah sebagai Penyedia Barang Publik Menurut Stiglitz (1999) suatu barang dikatagorikan sebagai barang publik jika memenuhi salah satu atau kedua karakteristik sebagai berikut: 1. Non - rival consumption, merupakan karakteristik pertama barang publik, yaitu barang yang dapat dikonsumsi oleh individu tanpa mengurangi kesempatan bagi individu lain untuk mengkonsumsinya, atau dapat dikonsumsi secara bersama-sama, 2. Non - exclusion, merupakan karakteristik kedua dari barang publik dimana tidak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk mengkonsumsi barang tersebut. Jika kedua karakteristik tersebut (non - rival consumption dan non - exclusion) ada pada sebuah barang, maka barang tersebut merupakan murni barang publik (pure public goods). Sedang barang yang hanya memiliki salah satu dari kedua karakteristik tersebut, atau properti lain (dapat dikonsumsi bersama atau tidak dapat dikecualikan) pada tingkat tertentu, maka barang tersebut merupakan barang publik yang tidak murni (impure public goods). Penyediaan barang publik dapat dilakukan secara pribadi maupun oleh Pemerintah. Namun penyediaan barang publik yang dilakukan secara pribadi akan menimbulkan free rider, yang dapat menyebabkan penyediaan barang tersebut menjadi tidak efisien. Timbulnya free rider disebabkan karena sifat dari barang

16 52 publik yang memberikan eksternalitas positif bagi orang lain, namun mereka enggan untuk berpartisipasi dalam penyediaan barang publik tersebut. Oleh sebab itu, maka Pemerintah dinilai sebagai pihak yang paling tepat untuk menyediakan barang publik bagi masyarakat. Secara faktual pemerintah menyediakan sarana dan prasarana di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan, karena kedua sektor ini memenuhi kriteria barang swasta yang disediakan secara publik (Stiglitz, 1999). Di Indonesia, wujud penyediaan sarana dan prasarana di sektor pendidikan antara lain berupa gedung sekolah, tenaga pengajar dan biaya operasional sekolah (BOS), serta di sektor kesehatan antara lain berupa rumah sakit, puskesmas, tenaga medis, dan pengobatan gratis. Kekurangan penyediaan sarana dan prasarana di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan oleh pemerintah biasanya dipenuhi oleh pihak swasta. Namun untuk menghindari adanya free rider, yang dapat menyebabkan tidak efisiennya penyediaan barang di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan tersebut, maka penyediaan sarana dan prasarana oleh swasta di kedua sektor ini tidak lagi menganut prinsip barang publik (public goods), tetapi menganut prinsip barang swasta (private goods). Merupakan fitrah manusia yang akan berupaya memenuhi tingkat tertinggi dari utilitasnya, sehingga akan memilih barang publik atau barang swasta berdasarkan marginal rate of substitution (MRS), yang merupakan slop dari kurva indiferen (indifference curve). Namun setiap individu mempunyai keterbatasan anggaran (budget constraint), yang besarnya adalah:

17 53 Y = C + PG dimana: Y adalah pendapatan; C adalah konsumsi barang swasta (private goods), P adalah harga yang harus dibayarkan untuk mengkonsumsi setiap unit barang publik (public goods), dan G adalah jumlah barang publik yang disediakan. Barang Swasta B Kurva indiferen E E Batas Anggaran G 1 G 2 B B Konsumsi barang publik Harga Permintaan barang publik P 1 P 2 G 1 G 2 Jumlah barang publik Sumber: Stiglitz, Gambar 12: Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan

18 54 Gambar 12 di atas adalah ilustrasi kurva indiferen barang publik dan barang private sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Secara grafis, utilitas maksimum yang dapat dicapai dari setiap individu adalah berada di titik E pada panel A, yaitu titik perpotongan antara kurva indiferen dengan batas anggaran. Tetapi ketika harga (P) turun, sementara batas anggaran tetap, maka jumlah barang publik (G) yang diminta bertambah, sehingga perpotongan antara kurva indiferen dengan batas anggaran di titik E. Kurva ini juga menunjukkan bahwa setiap individu mempunyai potensi untuk membelanjakan pendapatannya guna keperluan membeli barang publik maupun barang private di sektor pendidikan maupun di sektor kesehatan.

KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1

KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1 1. Kurva Phillips Asli Atau Awal KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1 Bahan 7 Phillips Curve Pada tahun 1958 A. W. Phillips, kemudian menjadi professor di London School of Economics, mempublikasikan hasil

Lebih terperinci

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Modul 1 Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Arief Ramayandi, S.E., MecDev., Ph.D. Ari Tjahjawandita, S.E., M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan IS-LM) Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 1. Para ekonom menggunakan beberapa variabel makroekonomi untuk mengukur prestasi seuah perekonomian. Tiga variable yang utama adalah real GDP, inflation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM Tutoriasl PowerPoint Untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6. N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian Chapter Ten 1 Depresi Besar (Great Depression)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1

MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1 MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1 Model Keynes diartikan berbeda-beda oleh banyak orang. Hal yang berguna untuk memikirkan model Keynes buku teks dasar sebagai perincian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter dan Fiskal

Kebijakan Moneter dan Fiskal Kebijakan Moneter dan Fiskal A lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP Bahan Ajar Kebijakan Moneter dan Fiskal-Mayang Adelia Puspita, SP. MP Referensi Bank Indonesia, 2013. Tinjauan Kebijakan Moneter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P INFLASI Minggu 15 Pendahuluan Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali

Lebih terperinci

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan

Lebih terperinci

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi Xpedia Ekonomi Makroekonomi Doc. Name: XPEKO0399 Doc. Version : 2012-08 halaman 1 01. Pengangguran friksional / frictional unemployment ialah... (A) diasosiasikan dengan penurunan umum di dalam ekonomi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Kebijakan Publik-Subsidi Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling

Lebih terperinci

KURVA IS-LM. a lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP. Bahan Ajar Kurva IS-LM - Mayang Adelia Puspita, SP. MP

KURVA IS-LM. a lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP. Bahan Ajar Kurva IS-LM - Mayang Adelia Puspita, SP. MP KURVA IS-LM a lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP Referensi Bahan ajar kurva IS LM Profesor Nuhfil Hanani diakses dari http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/4-makro-4-analisis-is-lm-nuhfil.pdf

Lebih terperinci

EKONOMI MAKRO: MODEL ANALISIS IS-LM. Oleh : Nur Baladina, SP. MP.

EKONOMI MAKRO: MODEL ANALISIS IS-LM. Oleh : Nur Baladina, SP. MP. EKONOMI MAKRO: MODEL ANALISIS IS-LM Oleh : Nur Baladina, SP. MP. Konsep Dasar Analisis IS-LM Model IS-LM memadukan ide-ide aliran pemikiran Klasik dengan Keynes, sering disebut sebagai sintesis Klasik-Keynesian,

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

KURVA IS-LM. a lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP

KURVA IS-LM. a lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP KURVA IS-LM a lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP Referensi Bahan ajar kurva IS LM Profesor Nuhfil Hanani diakses dari http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/4-makro-4-analisis-is-lm-nuhfil.pdf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil kebijakan untuk selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Karena apabila salah langkah,

Lebih terperinci

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT Permintaan agregat adalah permintaan keseluruhan total atau permintaan seluruh lapisan masyarakat. Permintaan agregat terbentuk : 1. Dibentuk oleh pasar

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya 3. Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya Mengapa Anda Perlu Tahu Tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis moneter di Asia. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI 1 Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI Tujuan Instruksi Khusus: Mahasiswa dapat memahami hubungan nilai variable permintaan agregat (keynessian), pendapatan nasional keseimbangan dan sistem keuangan.

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : TEORI EKONOMI 2 / IT-022255 SKS : 2 Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

PENAWARAN AGREGAT. Minggu 14

PENAWARAN AGREGAT. Minggu 14 PENAWARAN AGREGAT Minggu 14 Pendahuluan Penawaran agregrat menunjukkan kemampuan masyarakat suatu negara menawarkan produk/jasa secara agregat. Kurva penawaran agregat dibentuk dengan menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia diperhadapkan pada masalah krisis ekonomi global yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika sehingga akan berdampak buruk

Lebih terperinci

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Model ini sangat sederhana

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

V. TEORI INFLASI Pengertian Inflasi

V. TEORI INFLASI Pengertian Inflasi Nuhfil Hanani 1 V. TEORI INFLASI 5.1. Pengertian Inflasi Inflasi menunjukkan kenaikan dalam tingkat harga umum. Laju inflasi adalah tingkat perubahan tingkat harga umum, dan diukur sebagai berikut: tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

Fungsi produksi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan hubungan antara output (jumlah produksi barang/jasa) dan faktor-faktor produksi (input).

Fungsi produksi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan hubungan antara output (jumlah produksi barang/jasa) dan faktor-faktor produksi (input). Penawaran agregrat menunjukkan kemampuan masyarakat suatu negara menawarkan produk/jasa secara agregat. Kurva penawaran agregat dibentuk dengan menghubungkan antara fungsi produksi, fungsi permintaan dan

Lebih terperinci

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO Ekonomi Tertutup : Ekonomi yang tidak berinteraksi dengan ekonomi lain di dunia Ekonomi Terbuka : Ekonomi yang berinteraksi secara bebas dengan ekonomi lain

Lebih terperinci

SILABUS JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

SILABUS JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA SILABUS JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI 2* /2015 / IT-022236 SKS : 2 Semester : 2 Kelompok Mata

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

Pengantar Teori Ekonomi dan Moneter

Pengantar Teori Ekonomi dan Moneter Pengantar Teori Ekonomi dan Moneter Pengantarn Teori Ekonomi Kebutuhan manusia tidak terbatas Sumber daya terbatas Teori Ekonomi Alokasi sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan

III. KERANGKA TEORI. faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan III. KERANGKA TEORI 3.1. Pasar Tenaga Kerja Pasar tenaga kerja adalah pasar dimana ada sejumlah pembeli dan penjual faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan penjual

Lebih terperinci

Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI

Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI Outline 1. Short-run vs. Long-run 2. Keseimbangan AD-AS Jangka Panjang 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output 1. Model Arus Lingkar Pendapatan (The Circular Flow of Income model) 2. Pengeluaran Agregate yang direncanakan (Agregate Expenditure, AE)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel) Tugas PIE Makro 1. Diketahui: C = 50 + 0,8 Yd S = - 50 + 0,2 Yd I = 40 Pendapatan Nasional Konsumsi RT Tabungan RT Investasi Pengeluaran Agregat 0 150 200 450 600 750 Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut

Lebih terperinci

Kerangka IS-LM. Sebuah Pengantar untuk Keseimbangan Permintaan Agregat (AD)

Kerangka IS-LM. Sebuah Pengantar untuk Keseimbangan Permintaan Agregat (AD) 7. Kerangka IS-LM Sebuah Pengantar untuk Keseimbangan Permintaan Agregat (AD) Mengapa Anda Perlu Tahu Pembahasan model keseimbangan silang Keyness mengasumsikan bahwa tingkat suku bersifat eksogen dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor 1. Pengertian GDP: Ujian Ekonomika Makro GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik Bruto dalam Bhs Ind, adalah salah satu dari beberapa indikator yang mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi. GDP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA YUSNIA RISANTI Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura Abstrak

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN UANG Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Ekonomi : Dany Juhandi, S.P, M.Sc

KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN UANG Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Ekonomi : Dany Juhandi, S.P, M.Sc KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN UANG Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Ekonomi Pengajar Semester : Dany Juhandi, S.P, M.Sc : I Pertemuan : 11 Pokok Bahasan PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERPAJAKAN Amelira Haris Nasution,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS Bahan 4b IS & LM Pada Y-i dan AD Pada Y-P DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS 1. Definisi kurva IS Kurva IS adalah kurva atau lokasi (locus) dari semua titik keseimbangan di sektor riil, Y = AD, pada setiap tingkat

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah 5. Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah Mengapa Anda Perlu Tahu Kita tulis kembali krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 sebagai momentum memasukkan peran pemerintah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT L Suparto LM,. M.Si Dalam teori makroekonomi klasik, jumlah output bergantung pada kemampuan perekonomian menawarkan barang dan jasa, yang sebalikya bergantung pada suplai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam mempertahankan stabilitas makroekonomi di negara berkembang. Namun, dua kebijakan tersebut menjadi

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. kemiskinan. Beberapa ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik

III. KERANGKA TEORITIS. kemiskinan. Beberapa ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Pengukuran Kemiskinan Banyak ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik mengenai kemiskinan. Beberapa ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rate in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Rate in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para ekonom pada akhir tahun 1950an, ketika A W Phillips dalam tulisannya dengan judul The Relationship

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

Teori Ekonomi Keynes: Pasar Uang dan Pasar Tenaga Kerja

Teori Ekonomi Keynes: Pasar Uang dan Pasar Tenaga Kerja Teori Ekonomi Keynes: Pasar Uang dan Pasar Tenaga Kerja Pertemuan Ke-4 Dr. Muh. Yunanto, MM. Uang berperan sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. Kemudahan uang dikonversi menjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH EKONOMI UMUM (EKO 160) Pengajar : TIM DOSEN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH EKONOMI UMUM (EKO 160) Pengajar : TIM DOSEN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH EKONOMI UMUM (EKO 160) Pengajar : TIM DOSEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 GARIS-GARIS BESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1 RUANG LINGKUP ANALISIS MAKROEKONOMI

PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1 RUANG LINGKUP ANALISIS MAKROEKONOMI PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1 RUANG LINGKUP ANALISIS MAKROEKONOMI Teori Ekonomi Isu isu utama 1. Mewujudkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya Mikro Ekonomi 2. Mencapai kepuasan yang maksimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum IS-LM

Keseimbangan Umum IS-LM Keseimbangan umum terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dari keseimbangan tersebut diperoleh keseimbangan pendapatan nasional dan keseimbangan tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT ISSN : 2302 1590 E-ISSN : 2460 190X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.5 No.2 (151-157 ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh Nilmadesri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY

KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY L Suparto LM,.M.Si AGREGAT DEMAND-AGREGAT SUPPLY Dengan memperkenalkan peranan uang dalam perekonomian, dan menerangkan teori Keynes yang menyatakan bahwa tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan membangunan ekonomi setiap negara adalah tercapainya. pembangunan ekonomi yang adil dan merata. Pembangunan ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan membangunan ekonomi setiap negara adalah tercapainya. pembangunan ekonomi yang adil dan merata. Pembangunan ekonomi adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan membangunan ekonomi setiap negara adalah tercapainya pembangunan ekonomi yang adil dan merata. Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

Kebutuhan manusia Pengertian kebutuhan Macam-macam kebutuhan

Kebutuhan manusia Pengertian kebutuhan Macam-macam kebutuhan 1. Mengidentifikasi manusia Karakteristik OSN Ekonomi menurut jenjang Tingkat Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi Tingkat Nasional Kebutuhan manusia Pengertian Macam-macam 1. Mengidentifikasi manusia Kebutuhan

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12 Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang Minggu 12 Pendahuluan Keseimbangan umum terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dari keseimbangan tersebut

Lebih terperinci

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional SILABUS OLIMPIADE EKONOMI Bidang studi Jenjang Alokasi waktu : Ekonomi : SMA/MA : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi 150 menit tingkat nasional Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran 1. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high

BAB I PENDAHULUAN. umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi dan pengangguran adalah dua masalah ekonomi utama yang sering dihadapi oleh suatu negara. Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara, secara umum ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci