IV METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra perkebunan tebu di Pulau Jawa dan Kabupaten Cirebon dipilih karena merupakan kabupaten dengan produksi terbesar di Jawa Barat, atau sekitar 39 persen produksi tebu Propinsi Jawa Barat berasal dari kabupaten ini. Di Kabupaten Cirebon terdapat tiga pabrik gula yaitu PG Sindang Laut, PG Tersana Baru, dan PG Karangsuwung. PG Sindang Laut dipilih karena PG Sindang Laut memiliki produktivitas kedua terbesar dan memiliki akses paling dekat dengan pusat Kota Cirebon. Selain itu, dibandingkan dengan yang lain, PG sindang laut memiliki akses transportasi terdekat menuju kantor Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) dan Pusat Koperasi Petani Tebu Rakyat (Puskopetra). Hal ini sangat diperlukan oleh peneliti terkait dengan koordinasi mengenai kondisi di lapang kepada pengurus APTRI dan Puskopetra. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni Metode Penentuan Sampel Petani tebu yang akan menjadi sampel adalah petani tebu rakyat yang berada di wilayah kerja PG Sindang laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Alasan dipilihnya Perkebunan Tebu Rakyat (PTR) karena menurut Susila dan Sinaga (2005) perkebunan tebu rakyat lebih responsif terhadap kebijakan pemerintah, dibandingkan dengan perkebunan milik negara dan perkebunan swasta. Adapun jumlah petani tebu yang diteliti sebanyak 13 orang petani yang dipilih berdasarkan metode accidental sampling dan snowball sampling. Metode ini dipilih karena pertimbangan tidak tersedianya data yang jelas mengenai jumlah petani tebu dan alamat tempat tinggal petani tebu. Metode accidental sampling dilakukan dengan medatangi tempat-tempat yang diduga petani tebu sering berada di sana seperti kantor APTRI, Puskopetra, Dewan Perwakilan Cabang APTRI, dan koperasi. Sedangkan metode snowball sampling peneliti lakukan hanya pada Kecamatan Astanajapura dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini memiliki 33

2 produksi tebu terbesar kedua serta memiiliki akses transportasi terdekat ke pusat Kota Cirebon Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian yang menggunakan metode kasus (case study). Metode kasus adalah prosedur dan teknik penelitian tentang subjek yang diteliti berupa individu, lembaga, kelompok, atau masyarakat, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum Data dan Instrumentasi Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara langsung dengan petani tebu. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan pengurus APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), Puskopetra (Pusat Koperasi Petani Tebu Rakyat) dan Koperasi Petani Tebu Rakyat Sakarosa yang kompeten serta pengamatan (observasi) secara langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat), APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), Koperasi Petani Tebu Rakyat Sakarosa, literatur dan instansi yang terkait dengan penelitian yang akan dikaji, seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Dewan Gula Indonesia, Dinas Perkebunan Kabupaten Cirebon, internet, dan Bahan Pustaka lainya yang relevan. Sedangkan instrumen yang akan dipakai untuk mendapatkan data berupa alat pencatat dan penyimpan elektronik baik berupa flashdisk dan camera Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan April sampai Juni Adapun metode yang digunakan selama pengumpulan data adalah metode observasi langsung, wawancara, dan browsing internet. 34

3 4.6. Metode Pengolahan Data Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian terdiri atas beberapa tahapan. Pertama adalah penentuan input usahatani tebu. Tahapan kedua adalah pengalokasian input ke dalam komponen tradable dan non tradable. Tahap berikutnya adalah penentuan harga bayangan input dan output serta pengalokasian input dan output ke dalam komponen biaya domestik dan asing. Pengalokasian input ke dalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Alokasi Biaya Input dan Output dalam Komponen Domestik dan Asing Input/output Tradable (%) Non tradable(%) Bibit tebu Pupuk Phonska Pupuk ZA Herbisida Insektisida Pengolahan lahan Tenaga Kerja Bunga Modal Sewa lahan Tebang angkut Pajak Irigrasi Penanganan Gula Kristal Putih Sumber : Tabel Input-Output, BPS dalam Tarsono (2006) Harga bayangan menggunakan penyesuaian seperti yang dilakukan Gittinger (1986). Penentuan harga bayangan dengan mengeluarkan distorsi akibat kebijakan pemerintah atau akibat kegagalan pasar. Dalam penelitian ini untuk menentukan harga sosial komoditas yang diperdagangkan didekati dengan harga batas (border price). Untuk komoditas yang selama ini diekspor digunakan harga fob (free on board) dan untuk komoditas yang diimpor digunakan harga cif (cost insurance freight). Setelah harga bayangan diperoleh, maka dilakukan analisis dengan menggunakan matriks analisis kebijakan (PAM) Setelah itu, dilakukan 35

4 pengujian dengan harga output sebelum kebijakan penurunan tarif impor diberlakukan. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan PAM. Dalam penelitian ini Policy Analysis Matrix (PAM) dikemukakan oleh Monke dan Pearson (1998) akan digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap tingkat daya saing dari tebu lokal. Dua macam analisis yang dapat diperoleh dari penggunaan model PAM ini, yaitu analisis keuntungan dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi harga output, harga input, dan keuntungan. Bentuk model PAM ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Uraian Nilai finansial (harga privat) Nilai Ekonomi (harga sosial) Dampak kebijakan dan distorsi pasar Penerimaan Input tradable Biaya Faktor domestik Pendapatan A B C D 1 E F G H 2 I 3 J 4 K 5 L 6 Keterangan : 1. Keuntungan Privat : D = A-B-C 2. Keuntungan Sosial : H = E-F-G 3. Transfer Output : I = A-E 4. Transfer Input, Untuk Input Tradable : J = B-F 5. Transfer Faktor, Untuk Non Tradable : K = C-G 6. Transfer Bersih : L = D-H atau I-J-K 7. Rasio Biaya Privat atau PCR : = C/(A-B) 8. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik atau DRC : = G/(E-F) 9. Koefisien Proteksi Output Nominal atau NPCO : = A/F 10. Koefisien Proteksi Input Nominal atau NPCL : B/F 11. Koefisien Proteksi Efektif atau EPC : (A-B)/(E-F) 12. Koefisien Keuntungan atau PC : = D/H 13. Rasio Subsidi Bagi Produsen atau SRP : = L/E Sumber : Monkey and Pearson (1998) dan Pearson et al. (2004) Metode PAM dapat memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambil kebijakan pertanian dalam menelaah isu yang berkaitan dengan apakah sebuah sistem usahatani memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang ada dan juga untuk mengetahui bagaimana dampak suatu investasi publik terhadap tingkat efisiensi sistem usahatani. Metode PAM ini dibentuk berdasarkan 36

5 pada beberapa kumpulan data yang kemudian dijabarkan dengan berbagai rumus seperti pada Tabel 6. Tabel PAM ini dapat digunakan untuk menghitung tingkat keuntungan privat (sebuah ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga pasar atau harga aktual), menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani, dan menghitung transfer effect sebagai dampak dari suatu kebijakan tertentu. Tabel PAM (Tabel 6) terdiri atas tiga baris dan empat kolom. Baris pertama merupakan perhitungan yang didasarkan harga akual (harga privat) yang terjadi di pasar (finansial), yaitu harga yang telah dipengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan secara riil diterima atau dibayarkan oleh petani, pedagang, atau pengolah dalam sistem usahatani. Usaha dapat dikatakan menguntungkan apabila selisih antara pendapatan dan seluruh biaya minimal sama dengan nol. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga sosial atau harga bayangan, yaitu harga yang mengambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesunguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun output. Usaha dapat dikatakan layak apabila selisih antara pendapatan sosial dan seluruh biaya sosial lebih besar atau sama dengan nol. Baris ketiga merupakan perhitungan antara harga pasar dan harga bayangan. Selisih perhitungannya menunjukan dampak kebijaksanaan pemerintah terhadap input maupun output. Apabila selisih diantaranya menunjukan nilai negatif atau positif, hal ini menunjukkan adanya campur tangan pemerintah dalam penentuan harga, baik yang bersifat mendukung ataupun menghambat. Apabila nilainya nol menunjukan bahwa tidak ada campur tangan pemerintah dalam penentuan harga dan kondisi yang terjadi adalah pasar persaingan sempurna (Monke dan Pearson 1998). Dari matriks PAM dapat dilakukan beberapa analisis yaitu : 1. Analisis Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial a. Privat Profitability (PP); D = A (B+C) Keuntungan privat merupakan indikator daya saing (competitiveness) dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input, dan transfer kebijakan yang ada. Apabila D > 0 maka sistem komoditi itu memperoleh profit diatas normal yang mempunyai implikasi 37

6 bahwa komoditi itu mampu berekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditi alternatif yang lebih menguntungkan. b. Social Profitability (SP); H = E (F+G) Keuntungan sosial merupakan indikator keungulan komparatif (comparative advantage) atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan efisien. Apabila H > 0 dan nilainya makin besar, berarti sistem komoditi makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Sebaliknya, bila H < 0, berarti sistem komoditi tidak mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. Untuk komoditi tertentu, daerah yang mempunyai SP lebih besar akan memperoleh prioritas lebih tinggi untuk pengembangan komoditi tersebut. 2. Analisis Keunggulan Kompetitf (PCR) dan Keunggulan Komparatif (DRC) a. Privat Cost Ratio (PCR) = C/(A-B) Rasio biaya privat adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai PCR mencerminkan berapa banyak sistem komoditi tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif yakni break event setelah membayar keuntungan normal (D=0). Jelas perusahaan lebih menyukai D > 0 dan ini dapat diraih jika C < (A-B). Maka usaha penanganan biaya faktor domestik dan biaya input tradable adalah bertujuan untuk memaksimumkan profit. Dengan demikian PCR menunjukan kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga privat. Apabila nilai PCR < 1 dan makin kecil, berarti sistem komoditi tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuan itu meningkat. b. Domestik Resource Cost Ratio (DRC) = G/(E-F) Rasio biaya sumberdaya domestik adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga sosial. Nilai DRC merupakan indikator 38

7 kemampuan sistem komoditi membiayai biaya faktor domestik pada harga sosial. Apabila DRC > 1 berarti sistem komoditi tidak mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. Kegiatan ini akan memboroskan sumberdaya domestik yang langka karena memproduksi komoditi dengan biaya sosial yang besar daripada biaya impornya. Jika tidak ada pertimbangan lain, maka melakukan impor akan lebih efisien dibandingkan dengan memproduksi sendiri. Sebaliknya apabila nilai DRC < 1 dan nilainya makin kecil berarti sistem komoditi makin efisien, mempunyai daya saing yang makin tinggi dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah serta mempunyai peluang ekspor yang makin besar. Dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, komoditi dengan nilai DRC lebih kecil akan memperoleh prioritas lebih tinggi dalam pengembangannya. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar konsep DRC dapat diterapkan dalam analisis ekonomi yaitu (Pearson et al.2004) 1) Ada pengaruh dari pemerintah pada nilai tukar. 2) Ada pengaruh dalam pengembangan komoditas yang dianalisis, berupa peraturan dan pembatasan dari pemerintah. 3) Output bersifat tradable. 4) Biaya produksi dari tambahan satu output ditentukan oleh hubungan input-output (teknologi) yang konstan dan harga relatif faktor input tetap 5) Harga bayangan input dan output serta nilai tukar uang yang dapat dihitung dan mewakili biaya sumberdaya sosial yang sebenarnya. 3. Dampak Kebijakan Pemerintah a. Kebijakan Output a.1. Output Transfer (OT) = A-E Transfer output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat (finansial) dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial (bayangan). Nilai OT menunjukan terdapat 39

8 kebijakan pemerintah yang dapat diterapkan pada output sehingga membuat harga output privat dan sosial berada. Nilai OT positif menunjukan besarnya transfer (insentif) dari masyarakat (konsumen) terhadap produsen. Dengan kata lain masyarakat membeli dan produsen menerima dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya, begitu sebaliknya apabila OT bernilai negatif. a.2. Nominal Protection Coefficient on Tradable Output (NPCO) = A/E Koefisien proteksi output nominal merupakan rasio penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial yang merupakan indikasi dari transfer output. NPCO menunjukan dampak kebijakan (kegagalan pasar yang tidak dikoreksi oleh kebijakan efisiensi) yang menyebabkan divergensi antara harga privat dan sosial terhadap harga output. Apabila NPCO > 1 berarti pemerintah menaikkan harga output di pasar domestik di atas harga efisiensinya (harga dunia). Penurunan tarif impor produk pertanian secara bertahap akan menurunkan nilai A, karena harga produk menurun, sehingga nilai NPCO secara bertahap akan menurun. b. Kebijakan Input b.1. Transfer Input (IT) = B-F Transfer input adalah selisih antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Nilai IT menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. Nilai IT positif menunjukan besarnya transfer (insentif) dari produsen kepada pemerintah melalui penerapan kebijakan tarif impor. b.2. Nominal Protection Coefficient on Tradable Input (NPCI) = B/F Koefisien input proteksi nominal merupakan rasio antara biaya input tradable yang dihitung berdasarkan harga privat dengan biaya input tradable yang dihitung berdasarkan harga bayangan dan merupakan indikasi adanya transfer input. NPCI menunjukan dampak kebijakan 40

9 (kegagalan pasar yang tidak dikoreksi oleh kebijakan efisiensi) yang menyebabkan divergensi antara harga privat dan harga sosial untuk input yang diperdagangkan (tradable input). Apabila NPCI > 1, berarti pemerintah menaikan harga input tradable di pasar domestik di atas harga efisiensinya (harga dunia). Hal ini membawa implikasi sektor yang menggunakan harga input tersebut dirugikan dengan tingginya harga beli input produksi. Penurunan tarif impor input secara bertahap akan menurunkan nilai B, karena harga input menurun, sehingga NPCI menurun. Sebaliknya jika nilai NPCI < 1, berarti pemerintah menurunkan harga input tradale di pasar domestik di bawah harga efisiensinya. Hal tersebut dapat pula menunjukan adanya hambatan ekspor input, sehingga proses produksi dilakukan dengan menggunakan input dalam negeri. b.3. Transfer Factor (FT) = C-G Transfer faktor merupakan nilai yang menunjukan perbedaan harga privat dengan harga sosial yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Nilai FT menunjukan adanya kebijakan pemerintah terhadap produsen dan konsumen yang berbeda dengan kebijakan pada input tradable. Intervensi pemerintah untuk input domestik dilakukan dalam bentuk kebijakan subsidi (positif dan negatif). Jika nilai FT positif berarti ada kebijakan pemerintah yang melindungi produsen faktor domestik dengan pemberian subsidi positif. c. Kebijakan Input Output c.1. Effective Protection Coefficient (EPC) = (A-B)/(E-F) Koefisien proteksi efektif merupakan analisis gabungan antara koefsien output nominal. Nilai EPC mengambarkan sejauh mana kebijakan pemerntah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. EPC menunjukan tingkat transfer kebijakan dari pasar produk dan input yang diperdagangkan. Apabila EPC > 1, berarti pemerintah menaikkan harga output atau input yang diperdagangkan di 41

10 atas harga efisiensinya. Dengan kata lain terdapat kebijakan pemerintah yang melindungi produsen domestik berjalan dengan efektif. Sebaliknya jika EPC < 1, berarti kebijakan pemerintah tersebut tidak berjalan efektif. Penurunan tarif impor secara simultan untuk output dan input akan menurunkan nilai EPC. Namun seperti halnya NPCO atau NPCI nilai EPC juga mengabaikan efek transfer dari kebijakan pasar faktor. Oleh karena itu, koefisien tersebut bukan merupakan indikator yang lengkap mengenai insentif. c.2. Net Transfer (NT) = D-H Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT > 0, menunjukan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output. Sebaliknya jika NT bernilai negatif. c.3. Profitability Coeffisien (PC) = D/H Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara hubungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosial. PC merupakan indikator yang lebih lengkap dibandingkan dengan EPC, yang menunjukan dampak insentif dari semua kebijakan (harga output, harga input, dan faktor domestik) dan oleh karenanya merupakan proteksi dari transfer kebijakan bersih (net policy transfer). Jika PC > 1, berarti secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen. Penurunan secara simultan tarif impor secara bertahap pada output dan input yang diperdagangkan serta adanya subsidi akan menurunkan nilai PC, sedangkan kebijakan yang efisien pada faktor domestik (terutama bunga bank) akan meningkatkan nilai PC. Sebaliknya jika nilai PC < 1, menunjukan kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dibandingkan tanpa ada kebijakan. Berarti produsen harus mengeluarkan sejumlah dana kepada masyarakat atau konsumen. 42

11 c.4. Subsidy Ratio to Produce; (SRP) = L/E Rasio subsidi produsen menunjukan proporsi dari penerimaan total pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi yang digunakan sebagai satu-satunya kebijakan untuk menggantikan seluruh kebijakan komoditi dan ekonomi makro. SRP memungkinkan untuk membuat perbandingan antara besarnya subsidi perekonomian bagi sistem komoditi pertanian. Nilai SRP juga dapat dipecah menjadi tiga bentuk melihat secara terpisah dampak transfer pada output, input yang diperdagangkan, dan faktor domestik. Apabila nilai SRP negatif menunjukan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya imbangan (opportunity cost) dan sebaliknya jika nlai SRP positif. 43

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Denti Juli Irawati*), Luhut Sihombing **), Rahmanta Ginting***) *) Alumni

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA)

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA) ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA) ANALYSIS OF PALM OIL FARMING COMPETITIVENESS IN MUKOMUKO DISTRICT (CASE STUDY VILLAGE BUMI MULYA) Aprizal,

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU Habitat Volume XXIV, No. 2, Bulan Agustus 2013 ISSN: 0853-5167 KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU COMPARATIVE ADVANTAGE

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. 4.1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG The Competitiveness of Robusta Coffee Farming in Rejang Lebong District Fery Murtiningrum, Putri Suci Asriani, dan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI I Made Tamba Ni Luh Pastini ABSTRACT Rice is high-valued commodities since pre-independence era. The paper aims to analyze impact

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PENYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.10 (3): 185-199 ISSN 1410-5020 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Comparative Advantage and Competitive

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA I Wayan Rusastra, Benny Rachman dan Supena Friyatno Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 7 Bogor 16161

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013 DAYA SAINGJAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Competitiveness of Corn in Sekampung Udik District of East Lampung Regency) Cahya Indah Franiawati, Wan Abbas Zakaria, Umi Kalsum Jurusan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR

PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR I Ketut Arnawa Program Studi Agribisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar E-mail: arnawa_62@yahoo.co.id ABSTRACT The main objective

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA Zulkifli Mantau, Bahtiar, Aryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo Jl. Kopi No.270 Kec. Tilongkabila

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Saptana, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

(The analysis of profitability, comparative advantage, competitive advantage and import policy impact on beef cattle fattening in west java)

(The analysis of profitability, comparative advantage, competitive advantage and import policy impact on beef cattle fattening in west java) Analisis Tingkat Keuntungan, Keunggulan Kompetitif, Keunggulan Komparatif, dan Dampak Kebijakan Impor Pada Usaha Peternakan Sapi Potong di Provinsi Jawa Barat (The analysis of profitability, comparative

Lebih terperinci

STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU ABSTRACT ABSTRAK

STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU ABSTRACT ABSTRAK AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010 ISSN: 1412-1425 STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU (COMPARATIVE ADVANTAGE STUDY OF SUGAR CANE FARMING) Riyanti Isaskar 1, Salyo Sutrisno 1, Dinik Putri D. 1

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI Beny Rachman, Pantjar Simatupang, dan Tahlim Sudaryanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR MUHAMMAD FIRDAUS *) *) Staf Pengajar pada STIE Mandala Jember Alamat. Jl Sumatera Jember 68121 ABSTRACT The objective of the study were (1) to know the trend of

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN

ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN Anik Suwandari dan Soetriono Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan Agribisnis Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah (Depkimpraswil, 2003).

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES Habitat Volume XXV, No. 1, Bulan April 2014 ISSN: 0853-5167 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES THE IMPACTS OF GOVERNMENT S

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang 131 Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II No Jenis Uji Satuan 1 Cemaran Binatang 2 Warna 3 Kadar Benda Asing (b/b) 4 Kadar Biji Enteng (b/b) 5 Kadar Cemaran Kapang 6 Kadar Warna Kehitam-hitaman

Lebih terperinci

Oleh: Tobari dan Budi Dharmawan Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 11 September 2004, disetujui: 21 September 2004)

Oleh: Tobari dan Budi Dharmawan Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 11 September 2004, disetujui: 21 September 2004) PROFIL PENGEMBANGAN DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH (Tinjauan pada Pengembangan Komoditas Jagung) PROFILE OF POLICY AND AGRICULTURE DEVELOPMENT IN PURBALINGGA

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHA PEMBESARAN IKAN NILA PETANI PEMODAL KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS

ANALISIS DAYA SAING USAHA PEMBESARAN IKAN NILA PETANI PEMODAL KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS ANALISIS DAYA SAING USAHA PEMBESARAN IKAN NILA PETANI PEMODAL KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS Competitiveness Analysis of Tilapia Grower Business of Small Farmers in Musi Rawas Regency Verry Yarda Ningsih,

Lebih terperinci

SENSITIVITAS DAYA SAING JERUK LOKAL KABUPATEN JEMBER [SENSITIVITY OF JEMBER LOCAL CITRUS COMPETITIVENESS]

SENSITIVITAS DAYA SAING JERUK LOKAL KABUPATEN JEMBER [SENSITIVITY OF JEMBER LOCAL CITRUS COMPETITIVENESS] SENSITIVITAS DAYA SAING JERUK LOKAL KABUPATEN JEMBER [SENSITIVITY OF JEMBER LOCAL CITRUS COMPETITIVENESS] Henik Prayuginingsih 1) dan Oktarina 1) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI TEBU DI PROPINSI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI TEBU DI PROPINSI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING USAHATANI TEBU DI PROPINSI JAWA TIMUR MEWA ARIANI, ANDI ASKIN DAN JUNI HESTINA Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian berada di Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa, Propinsi Riau merupakan daerah dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALYSIS OF CITRUS COMPARATIF AND COMPETITIVE ADVANTAGE IN PRODUCTION CENTRE Apri Laila Sayekti* dan Lizia Zamzami** Puslitbang

Lebih terperinci

DAYA SAING KACANG TANAH PRODUKSI KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM

DAYA SAING KACANG TANAH PRODUKSI KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM 1043 DAYA SAING KACANG TANAH PRODUKSI KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM I Made Tamba, I Made Sukerta, I Ketut Widnyana Universitas Mahasaraswati made.tamba125@gmail.com ABSTRAK Pengembangan usahatani

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict)

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict) ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS JAGUNG DAN MANGGA DI KABUPATEN BLORA Development of Corn and Mango Agribusiness Region in Blora District

PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS JAGUNG DAN MANGGA DI KABUPATEN BLORA Development of Corn and Mango Agribusiness Region in Blora District PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS JAGUNG DAN MANGGA DI KABUPATEN BLORA Development of Corn and Mango Agribusiness Region in Blora District Ernoiz Antriyandarti 1 dan Susi Wuri Ani 1 1 Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI P r o s i d i n g 2 ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI Umbu Maramba Universitas Kristen Wira Wacana Sumba email: umbumaramba907@gmail.com

Lebih terperinci