BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TNJAUAN PUSTAKA 2.1. MENNGOMA Sejarah Dan Definisi Meningioma Pada tahun 1922, Harvey Cushing memaparkan 85 kasus meningeal tumor pada kuliahnya dan Cushing memberikan istilah meningioma untuk menjelaskan lesi tersebut. Beberapa tahun kemudian Louise Eisenhardt menciptakan monograf tentang tumor ini (gaki, 2009 dan Nakamura, 2003) Dia menyebutkan bahwa semua tumor yang berasal dari arachnoidal cap cells tergabung dalam arachnoid granulations (Al-Rodhan, 1991). Pada awalnya tumor ini dinamakan tumor fungoid, sarcoma, cylindroma, endothelioma, fibroma, meningoethelioma, arachnothelioma, meningocytoma, mesothelioma, leptomeningioma, dural exothelioma, arachnoidal fibroblastoma, dan pada akhirnya dinamakan meningioma (Chou, 1991). Jadi meningioma intrakranial merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meningens otak dan tumbuh dari selsel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat (Al-Hadidy, 2007). Meningioma tidak hanya dijumpai pada intrakranial tetapi dapat juga dijumpai pada medulla spinalis, disebut juga spinal meningioma. Spinal meningioma sering dijumpai pada wanita paruh baya. Rasio wanita berbanding pria tidak jauh yaitu 3:4. Spinal meningioma sering terjadi pada wanita disebabkan adanya kaitan dengan sex hormone. Meskipun pengaruh sex hormone pada meningioma masih kontroversi, hingga saat ini banyak ditemukan reseptor sex hormone pada meningioma (Haugsten, 2010) Epidemiologi Meningioma ntrakranial Meningioma intrakranial menduduki 15% hingga 20% dari keseluruhan tumor intrakranial primer, namun insiden pada skrining rutin sekitar 1 dalam 100 populasi. nsidensi meningkat dengan pertambahan usia. Lebih sering dijumpai pada wanita dengan perbandingan pria:wanita sama dengan 1:2,5. Perbedaan ini semakin meningkat pada meningioma intraspinal, dengan rasio 1:10. Jarang dijumpai pada anak, namun jika ada, cenderung agresif (Landriel, 2012). Ketika dijumpai pada anak, insidensi berkisar 0,4%-4,1% dari keseluruhan tumor otak pada anak dan sekitar 1,5%-1,8% dari keseluruhan meningioma intrakranial. Meningioma

2 intrakranial anak lebih cenderung terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 1,2-1,9:1 dan paling sering dijumpai pada ventrikuler (Landriel, 2012). Beberapa penelitian melaporkan bahwa insiden meningioma intrakranial pada ras hitam Non-hispanics sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan ras putih Non-Hispanics dan Hispanics. Jenis kelamin juga memengaruhi prevalensi dari meningioma intrakranial, yaitu dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (Wiemels, 2010 dan Rockhill, 2007) Patologi Meningioma ntrakranial Meningioma intrakranial merupakan neoplasma yang tumbuh lambat dan berasal dari sel meningotelial yang ditemukan dalam granulasi arachnoid. Terkonsentrasi mayoritas pada dinding sinus vena, struktur ini, mengandung arachnoid cap cell (Al-Mefty, 2011). Kelompok-kelompok arachnoid cap cell akan menjadi lebih jelas, membentuk whorls dan psammoma bodies identik dengan yang ditemukan pada meningioma intrakranial (Marwin, 2010). Secara makroskopis meningioma intrakranial merupakan tumor yang memiliki batas tegas, permukaan yang halus dan melekat pada duramater. Falx meningioma atau tentorial meningioma dapat berbentuk bilobus, dumbbell shape. Pada meningioma ganas, tumor terpisah dengan jaringan otak atau medula spinalis, dan dijumpai bagian-bagian yang nekrosis serta mudah berdarah. Meningioma intrakranial yang jarang dijumpai ialah en plaque meningioma, suatu meningioma yang melekat dan menutupi dura dalam bentuk yang datar dan menyerupai karpet. Varian ini sering disertai dengan hiperostosis pada tulang yang ditempel, sering berada pada sphenoid ridge atau dalam sinus cavernosus. Kebanyakan meningioma intrakranial menekan dan masuk ke dalam jaringan otak tanpa adanya invasi ke jaringan otak (Scheithauer, 2010). Struktur jaringan bervariasi, mulai dari lembut bergelatin hingga keras dan berkalsifikasi. Jika dilakukan pemotongan, permukaan yang terpotong akan tampak translucent dan pucat keabuan atau homogen merah kecoklatan pada tumor dengan vaskularisasi yang meningkat. Tumor dengan kandungan lemak yang tinggi (perubahan xanthomatous) menunjukkan adanya bercak kekuningan dan terkadang dijumpai struktur tulang. Lesi kistik terkadang juga dapat dijumpai namun hanya 1,6-10% dari seluruh meningioma intrakranial dan dapat dilihat secara makroskopis (Scheithauer, 2010).

3 Klasifikasi Meningioma ntrakranial Meningioma intrakranial dapat diklasifikan berdasarkan histopatologi, lokasi tumor, serta pola pertumbuhan tumor Klasifikasi Meningioma Berdasarkan Histopatologi Pembagian meningioma secara histopatologi telah ditentukan oleh WHO pada tahun 2007 menjadi 3 grade, yaitu Jinak (Benign :Grade ), Atipikal (Atypical : Grade ), dan Ganas (Malignant : Grade ). Menurut histopatologinya, meningioma grade diklasifikasikan sebagai meningioma meningothelial, meningioma fibrous (fibroblastik), meningioma transisional, meningioma psammomatous, meningioma angiomatosa, meningioma mikrokistik, meningioma sekretorik, meningioma lymphoplasmacyte-rich; Meningioma grade diklasifikasikan sebagai meningioma chordoid, meningioma clear-cell, meningioma atypical; Meningioma grade diklasifikasikan sebagai meningioma papillary, meningioma rhabdoid, meningioma anaplastik (Marwin, 2010). Tabel 2.1. Subtipe meningioma dan Grade menurut klasifikasi WHO (Marwin et al, 2010). Subtipe histologi Grade WHO Meningothelial meningioma Fibrous (fibroblastic) meningioma Transitional (mixed) meningioma Psammomatous meningioma Angiomatous meningioma Microcystic meningioma Secretory meningioma Lymphoplasmacyte-rich meningioma Metaplastic meningioma Chordoid meningioma Clear-cell meningioma Atypical meningioma Brain invasive meningioma

4 Papillary meningioma Rhabdoid meningioma Anaplastic (malignant) meningioma Klasifikasi Meningioma Berdasarkan Lokasi Berdasarkan lokasi tumor, meningioma dapat berada di konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falx, sphenoid ridge, CPA, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorial, middle fossa, foramen magnum, dan lainnya (Otsuka, 2010). Lokasi umum meningioma primer dalam urutan paling sering adalah parasagital, cavernous, tubercullum sellae, lamina cribrosa, foramen magnum, zona torcular, tentorium cerebelli, sudut serebelopontin, dan sinus sigmoid. Meningioma dengan frekuensi lebih rendah dapat terjadi di medula spinalis, intraventrikular, orbita (optic nerve sheath dan foramina opticum), intraoseus (tulang temporal petrosa), pineal, ekstracalvaria, dan ektopik (cavum nasi, sinus paranasal, glandula parotis, paru-paru, glandula adrenal, dan mediastinum (Chou, 1991). Tabel 2.2. Lokasi Tumor Meningioma (Otsuka, 2010). Lokasi Jumlah Persentase Convexity Falx/parasagital Sphenoid wing Tentorium 53 6 Cerebellopontine 50 6 Olfactory groove 44 5 Multifocal 30 4 Suprasellar 22 3 ntraventricular 15 2 Foramen magnum 13 2 Pineal 3 <1 Total Klasifikasi Meningioma Berdasarkan Pola Pertumbuhan Berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma dapat tumbuh sebagai suatu masa (en masse) atau tumbuh memanjang seperti karpet (en plaque). Varian en plaque pada awalnya dideskripsikan oleh Cushing sebagai suatu karakteristik tipikal meningioma sphenoid ridge, yang dapat juga disebut sebagai hyperostosing en plaque meningiomas. Deskripsi ini kemudian direvisi oleh Bonnal pada tahun 1980, dengan tipe-tipe dari meningioma sphenoid ridge adalah: en masse, invading en plaque, dan invading en masse. En masse adalah meningioma globular klasik, meningioma invading en plaque didefinisikan sebagai tumor

5 berbentuk seperti karpet dengan adanya abnormalitas tulang, sedangkan meningioma en masse didefinisikan sebagai bentuk antara dari en masse klasik dan meningioma invading en plaque dengan perlekatan dura yang luas tetapi tanpa tampilan seperti karpet (Talacchi, 2011) Karakteristik dan Diagnostik Meningioma ntrakranial Secara umum, penampilan karakteristik dan diagnostik dari meningioma intrakranial adalah batas yang tegas dan perlekatan fokal pada dura. Tumor ini biasanya berbentuk globular, berkapsul, dan memiliki proyeksi pertumbuhan ke arah dalam, menekan tetapi tidak menginvasi parenkim kecuali dalam bentuk maligna, terkadang menginvasi dura dan sinus. Jika meningioma intrakranial segar dipotong akan tampak pucat dan semi transparan atau homogen dan berwana coklat kemerahan tergantung dari derajat vaskularisasinya. Pola kumparan (whorl) biasanya akan tampak pada permukaan potongan setelah dilakukan fiksasi. Konsistensi berpasir adalah tampilan umum yang dihubungkan dengan adanya badan psammoma. Jaringan pembuluh darah yang kasar dapat tampak pada varian meningioma angiomatosa (Chou, 1991) Prognosis Prognosis dari meningioma intrakranial memiliki perbedaan pada setiap klasifikasi atau derajat meningioma. nvasi parenkim otak jelas akan mempengaruhi prognosis. Lokasi anatomis akan mempengaruhi laju rekurensi. Tumor-tumor yang berada pada posisi yang sulit akan menimbulkan kesulitan dalam total removal dari tumor, seperti pada ala sphenoidalis. Meningioma intrakranial yang menginvasi sinus, seperti pada meningioma parasagittal, memiliki rekurensi yang tinggi (Al-Mefty, 2011). Walaupun meningioma intrakranial yang berbatas tegas dapat diangkat secara keseluruhan, meningioma intrakranial dengan ekstensi yang pipih pada ruang subdural (10% meningioma) akan sulit untuk direseksi seluruhnya, seperti pada meningioma en plaque. Rekurensi juga kerap terjadi pada meningioma intrakranial yang memiliki profil ganas, seperti pola hemangiopericytic atau papiler. Kriteria selular keganasan adalah adanya mitosis, meningkatnya selularitas, polimorfisme inti sel, dan nekrosis fokal. ndeks mitosis yang tinggi juga salah satu aspek yang mengarah pada keganasan (Al-Mefty, 2011) Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Meningioma Sex Hormon

6 Hubungan antara hormon dan meningioma telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, termasuk data meningkatnya penderita tumor ini pada wanita dibandingkan pada pria (2:1). Dijumpai adanya estrogen, progesteron, dan reseptor androgen pada beberapa meningioma, adanya hubungan antara kanker payudara dengan risiko meningioma, perubahan ukuran meningioma yang semakin membesar pada fase luteal dari siklus menstruasi dan siklus kehamilan, dan adanya proliferasi in vitro pada sel meningioma yang di kultur setelah terpapar dengan estrogen, merupakan bukti bahwa meningioma dipengaruhi oleh hormon (Fisher, 2007 dan Wrensch, 2002). Sebuah penelitian pada 31 sampel meningioma melaporkan munculnya ekspresi gen lebih kuat berkaitan dengan adanya reseptor progesteron dibandingkan dengan reseptor estrogen (McCarthy, 1998). Penelitian-penelitian pada paparan hormon endogen memperlihatkan bahwa risiko meningioma berhubungan dengan status menopause, paritas, dan usia pertama saat menstruasi. Namun, hal-hal ini masih menjadi kontroversi (Wiemels, 2010 dan Taghipour, 2007) Growth Factor Growth factor merupakan senyawa senyawa protein yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan proliferasi sel. Sebuah penemuan terkini dalam bidang onkologi bahwa Platelet Derived Growth Factor (PDGF) merupakan sebuah produk onkogen yang menstimulasi pertumbuhan (Krisch,1997). Beberapa growth factor yang mempengaruhi pertumbuhan meningioma ialah Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Epidermal Grotwh Factor (EGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), dan Fibroblast Growth Factor (FGF) (Krisch,1997). Platelet Derived Growth Factor (PDGF) mampu menstimulasi proliferasi dan sintesis DNA pada kultur meningioma manusia melalui sebuah mekanisme yang melibatkan oncogene c-fos (Weisman,1986). PDGF dihasilkan oleh meningioma dan paparan terhadap protein yang menstimulasi sintesis DNA (Wang, 1986). Penelitian lain menunjukkan bahwa PDGF merupakan komponen dari suatu media yang dihasilkan dari kultur meningioma dan dapat menstimulasi pertumbuhan meningioma (Todo,1996) Epidermal Grotwh Factor (EGF) diekspresikan secara luas pada meningioma manusia. Tidak ada korelasi yang dijumpai antara subtipe histopatologi dengan derajat tumor dan EGF pada meningioma (Ragel, 2003). Paparan EGF mengaktifkan sinyal transduksi yang menstimulasi proliferasi sel dan sintesis DNA pada kultur meningioma manusia (Ragel, 2003).

7 Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) disekresikan oleh meningioma, dan dua reseptor utama dari VEGF telah ditemukan pada vaskularisasi tumor meningioma (Ragel, 2003). VEGF sangat mempengaruhi edema pada peritumoral meningioma dan angiogenesis. Beberapa penelitian menemukan adanya korelasi peritumoral edema dengan ekspresi VEGF dengan transkripsi mrna (Ragel, 2003). Hubungan antara ekspresi VEGF dan derajat histopatologi meningioma masih kontroversi, beberapa penelitian melaporkan ada nya hubungan, namun penelitian lainnya melaporkan tidak dijumpai hubungan yang positif (Ragel, 2003). Fibroblast Growth Factor (FGF) dan Fibroblast Growth Factor Receptors merupakan protein yang dijumpai pada semua meningioma. Dari beberapa penelitian FGF dilaporkan menstimulasi proliperasi sel dan sintesis DNA pada kultur meningioma manusia (Abe,1994). Selain itu FGF juga mempunyai efek angiogenesis dan mitogenesis dalam proses tumorigenesis meningioma. Penelitian penelitian imunohistokimia telah menunjukkan adanya FGF dan FGF-R pada sel meningioma manusia (Ragel,2008). Hingga saat ini dua puluh jenis FGFs telah ditemukan, dan dinamakan dengan FGF-1 hingga FGF-20. Baru baru ini, beberapa penelitian menyatakan overekspresi dari FGF-2 pada sel dapat menyebabkan aktivasi dari FGF-2 terus menerus. Menariknya, inhibisi dari FGF-2 signaling pada sel menginduksi apoptosis. Oleh karena itu FGF-2 signaling yang terus menerus diproduksi sebagai akibat dari overekspresi menyebabkan adanya proteksi terhadap apoptosis, dan dapat memicu terjadinnya tumor (Chin, 2006) FBROBLAST GROWTH FACTOR Sejarah dan Struktur Fibroblast Growth Factor 2 Ketika protein disintesis oleh suatu sel, protein tersebut dapat berdifusi ke daerah di sekitarnya dan menginduksi perubahan dari sel di sekitarnya, hal ini disebut sebagai interaksi parakrin, dan protein yang berdifusi tersebut dikenal sebagai faktor parakrin atau Growth and Differentiation Factors (GDFs). Faktor parakrin ini dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar berdasarkan strukturnya. Kelompok tersebut ialah: Fibroblast Growth Factor (FGF) family, Hedgehog family, Wingless family, dan TGF-ß superfamily (Abnova 2014). Kelompok FGF memiliki struktur yang sangat banyak. FGF-1 juga dikenal sebagai acidic FGF; FGF-2 dikenal dengan basic FGF, dan FGF7 kadang disebut sebagai keratinocyte growth factor (Abnova 2014). Pada tahun 1984, bfgf pertama sekali ditemukan oleh Gospodarowicz. Ada beberapa reseptor FGF. FGF-1 merupakan reseptor dengan afinitas tertinggi. Dahulu dilaporkan bahwa

8 ekspresi bfgf terdeteksi pada neoplasma intrakranial seperti glioma, dan berhubungan dengan derajat keganasan neoplasma intrakranial serta angiogenesis (Wei,2004) Hingga saat ini dua puluh jenis FGFs telah ditemukan, dan dinamakan dengan FGF-1 hingga FGF-20, pembagian dapat dlihat pada tabel di bawah ini. Penamaan yang berbeda ini berdasarkan pada perbedaan aktivitas biologi dari masing masing FGFs dan tidak semua FGF ini memiliki aktivitas stimulasi. Fibroblast Growth Factor yang tidak memiliki efek stimulasi ini tetap dikategorikan sebagai famili FGF dikarenakan bentuk struktur yang sama (Wei,2004). Tabel.2.3. Pembagian Fibroblast Growth Factor (Wei,2004) FGF-2 disebut juga basic FGF. FGF-2 berukuran 18kDa dan sekitar 55% Saat ini dijumpai empat jenis FGF-2, pembagian ini didasarkan kepada berat molekul FGF-2 yang terdiri dari; 18kDa, 22.5-, 23.1-, dan 24.2-kDa. FGF dengan berat molekul 18- kda merupakan hasil translasi inisiasi start codon 5 AUG. Sementara lainnya merupakan hasil translasi dari upstream codon, CUG. Oleh karena itu bentuk FGFs dengan berat molekul yang lebih besar merupakan co-linear amino-terminal extensions dari bentuk 18-kDa. Hal ini serupa dengan myc proto-oncogene, yang juga dapat menggunakan alternate non-aug codon untuk inisiasi translasi (Bikfalvi, 1997). FGF-2 memiliki empat residu sistein pada asam amino 26, 70, 88, dan 93. Mutasi dari empat sistein ini menjadi senyawa serine menghasilkan protein dengan struktur sekunder dan memiliki kemampuan mitogenik sama dengan sel 3T3 dan dikenal sebagai wild-type FGF-2. FGF-2 juga merupakan substrat untuk posforilasi oleh protein kinase C (PKC) dan protein kinase A (PKA). PKC memposforilasi FGF-2 pada Ser64; namun hal ini tidak memiliki aktivitas biologi, ataupun kapasitas mengikat reseptor. Namun, PKA memposforilasi FGF-2 pada Thr112 pada domain reseptor FGF, dan menghasilkan ikatan yang lebih kuat 3-8 kali lipat (Denizot, 2006) Peranan FGF-2

9 Selama masa perkembangan embriologi, FGF-2 memiliki peranan dalam mengatur proliferasi sel. Pada organisme dewasa, FGF-2 merupakan faktor homeostatik dan berfungsi untuk memperbaiki jaringan dan respon cedera. Jika FGF-2 salah diekspresikan, beberapa senyawa FGF-2 menyebabkan pertumbuhan kanker FGF-2 Signaling Pada Kanker Pada lingkungan ekstraseluler FGFs akan berikatan dengan reseptor sel di permukaan sel dan mengaktifkan kaskade transduksi sinyal. Sinyal tersebut kemudian mengaktifkan berbagai variasi program genetik melalui regulasi faktor-faktor transkripsi, menstimulasi pertumbuhan sel dengan memicu progersi siklus sel dan menginhibisi pathway kematian sel. Semua komponen dari pathway ini, mulai dari FGFs hingga faktor transkripsi merupakan onkoprotein yang potensial. Oleh karena itu, hilangnya regulasi pada tahap mana saja dapat memicu komponen downstream dan menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkontrol dan menjadi neoplasma (Haughsten, 2010) Program Genetika Pertumbuhan Tumor FGF-2 mungkin mengaktivasi program genetika yang merangsang pertumbuhan sel dengan tiga mekanisme: pertama sebagai mitogen terhadap sel tumor itu sendiri, kedua dengan merangsang angiogenesis untuk suplai pertumbuhan tumor, dan ketiga dengan menginhibisi apoptosis dan membiarkan sel tumor untuk tumbuh diatas normal (Haughsten, 2010) FGF-2 Sebagai Faktor Mitogenic FGF-1 dan FGF-2 awalnya diidentifikasi berdasarkan kemampuan utnuk menstimulasi [3H]thymidine 3T3 fibroblast dan dianggap sebagai faktor mitogen yang kuat. Bagaimanapun juga sangat penting untuk membedakan konsep antara penambahan agen eksogen yang menghasilkan protein dengan konsep overexpresi dari gen itu sendiri. Sementara itu, FGF-1 dan FGF-2 merupakan patogen mitogen dengan sendirinya, overekspresi FGF-1 dan FGF-2 cdnas hanya dijumpai pada fibroblast yang sedang bermutasi. Hal ini memberikan asumsi bahwa mutasi yang disertai dengan sekresi FGF-1 atau FGF-2 mungkin bersifat onkogenik (Haughsten, 2010) FGF-2 Sebagai Faktor Angiogenesis

10 FGF-1 dan FGF-2 dikenal juga sebagai molekul pro-angiogenic, dan FGF-1 dan FGF- 2 telah dibuktikan mampu merangsang angiogenesis secara in vivo pada membran korioalantois (Haughsten, 2010). Angiogenesis diperantarai oleh sejumlah growth factor dan merupakan proses vital untuk pertumbuhan tumor (Denizot, 2006). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bfgf) merupakan dua angiogenic growth factor potensial yang merangsang stimulasi proliferasi sel endotelial pembuluh darah dan terlibat dalam angiogenesis neoplasma dari beberapa tumor termasuk meningioma (Sanmoto, 1995 dan Pietsch, 1997). Angiogenesis terdiri dari beberapa tahap termasuk migrasi, proliferasi, dan tubulogenesis. Tahapan tahapan ini terintegrasi secara bertahap dan sesuai dengan urutan proses pada tahap intraseluler dan ekstraseluler. FGF-2 berperan dalam kontrol migrasi, proliferasi, dan tubulogenesis. Peranan dan mekanisme aksi dari isoform FGF-2 dalam regulasi fenomena ini telah dipahami (Bikfalvi, 1997). Angiogenesis tumor diregulasi tidak hanya pada level FGF-2 tetapi juga pada level reseptor. Arbeit telah menganalisa pola ekspresi dari sistem FGF-FGF reseptor dalam multi tahap karsinogenesis menggunakan tikus transgenik. Sementara FGF-1 berperan hanya dalam up-regulasi displasia, FGF-2 berperan pada semua tahap secara simultan. Dari beberapa penelitian didapat sistem reseptor FGF-FGFR memiliki peran signifikan pada semua tahap karsinogenesis dan angiogenesis tumor pada epidermis. Oleh karena itu angiogenesis tumor mungkin dikendalikan juga pada level reseptor. (Arbeit, 1996) Data klinis juga mendukung peranan FGF-2 dalam angiogensis tumor. Cairan CSF anak dan dewasa dengan tumor otak mengandung aktivitas angiogenik yang identik dengan FGF-2, dan berkorelasi dengan perluasan microvessel intra tumor. Kemudian, kadar FGF-2 juga meningkat pada sampel urin dari penderita tumor otak. Penderita tumor agresif atau tumor ganas memiliki kadar FGF-2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita tumor jinak. (Li,1994) FGF-2 Sebagai Faktor Anti Apoptosis BCL-2 merupakan protein antiapoptosis yang dijumpai overexpresi pada limfoma folikuler. Kemungkinan bahwa FGF-2 turut berpartisipasi.dalam regulasi apoptosis melalui BCL-2 oleh karena antibodi teradap FGF-2 ditemukan menginduksi apoptosis pada sel glioma manusia (Arbeit, 1996).

11 Basic Fibroblast Growth Factor (bfgf) merupakan faktor pertumbuhan dengan fungsi angiogenesis dan proliferasi. Respon biologi dari bfgf timbul oleh adanya ikatan dengan reseptor spesifik pada permukaan sel. Penelitian menunjukkan Basic Fibroblast Growth Factor (bfgf) memiliki peranan penting dalam angiogenesis tumor, invasi, dan proliferasi (Arbeit, 1996). Fibroblast Growth Factor 2 (FGF)-2 merupakan anggota tertua dari growth family sejak ditemukan pada tahun Growth Factor ini mampu menstimulasi pertubuhan sel endotel dan angiogenesis baik secara in vitro atau in vivo, dan telah lama diperkirakan sebagai faktor angiogenesis tumor (Arbeit, 1996) Peranan FGF-2 dalam Tumorigenesis Meningioma ntrakranial Reseptor Tyrosine Kinase dan Tumor FGF-2 merupakan keluarga dari reseptor tyrosine kinase (RTK), yang merupakan reseptor single-pass transmembrane dengan extracellular ligand-binding domains dan intracellular tyrosine kinase domain (Haugsten, 2010). Aktivasi dari RTK oleh respective ligands menginduksi aktivasi kinase yang akan menginisiasi intracellular signaling network sehingga proses proses seluler akan dimulai, seperti proliferasi sel, pertumbuhan, diferensiasi, migrasi, dan survival (Haugsten, 2010). Dengan cara ini RTK memainkan peranan biologi penting selama pertumbuhan dan kehidupan organisme multiseluler. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terjadi deregulasi sejumlah besar RTK dihubungkan dengan berkembangnya berbagai penyakit pada manusia termasuk pembentukan tumor (Haugsten, 2010) Mekanisme mbalanced FGF-2 Signaling Deregulasi aktivitas FGF-2 paling sering dikenal sebagai proses onkogen. Beberapa mekanisme dapat menyebabkan FGF-2 signaling yang berlebihan. Pertama, upregulated FGF-2 expression menyebabkan meningkatnya FGF-2 signaling. Kedua, mutasi atau adanya penyusunan ulang pada kode gen FGF-2 dapat menyebabkan meningkatnya jumlah reseptor dan perubahan aktivitas signaling. Ketiga, availibilitas ligand yang mempengaruhi FGF-2 signaling. Selanjutnya, gangguan pada terminasi FGF-2 signaling seperti deregulasi protein inhibisi atau degradasi defective juga dapat meningkatkan FGF-2 signaling (Haugsten, 2010) Upregulasi Ekspresi FGF-2

12 Overekspresi dari gen dapat disebabkan oleh adanya amplifikasi atau regulasi transkripsi yang terganggu. Peningkatan kadar FGF-2 telah ditemukan pada beberapa tumor manusia, seperti tumor otak, kepala dan leher, paru, payudara, lambung, dan prostat, serta sarkoma dan multiple myeloma (Chin, 2006) Baru baru ini, beberapa penelitian menyatakan overekspresi dari FGF-2 pada sel dapat menyebabkan aktivasi dari FGFR-2 terus menerus. Menariknya, inhibisi dari FGF-2 signaling pada sel menginduksi apoptosis. Oleh karena itu FGF-2 signaling yang terus menerus diproduksi sebagai akibat dari overekspresi menyebabkan adanya proteksi terhadap apoptosis, dan dapat memicu terjadinya tumor (Chin, 2006) Switching Antara Spliced soforms Alternatif Switching antara spliced isoforms alternatif juga dapat menyebakan gangguan keseimbangan FGF-2 signaling. Beberapa penelitian mengindikasikan potensial onkogen yang berbeda dari berbagai variasi isoform FGF-2. Pergeseran pada splicing isoform dengan kapasitas FGF-binding yang juga bergeser menyebabkan ketidakseimbangan FGF-2 signaling dan memicu pertumbuhan tumor (Cha, 2008) Mutasi FGF-2 Beberapa variasi displasia skeletal pada manusia talah diketahui disebabkan adanya mutasi fungsi germline dari FGF-1 ke FGF-3, dan mekanisme mutasi yang sama juga dijumpai pada berbagai tumor termasuk meningioma intrakranial. Banyak mutasi yang telah teridentifikasi memberikan bentuk reseptor yang lebih aktif. Titik mutasi dijumpai pada domain ekstraseluler dari reseptor dan dapat meningkatkan ligand binding atau ligand specifity. Beberapa mutasi juga telah menginduksi dimerisasi reseptor dan mengaktifkan terus menerus domain reseptor kinase. Mutasi yang teridentifikasi pada domain reseptor kinase menyebabkan peningkatan aktivitas FGF-2. Lebih lagi, gangguan terminasi FGF-2 signaling dapat merupakan akibat dari mutasi domain tersebut (Cha, 2008 dan Ezzat,2002) Fusi Protein FGF-2 Penyusunan ulang kromosom dapat menyebabkan intragenic, reciprocal translocations, yang menghasilkan fusi protein. Fusi protein ini dapat melahirkan fungsi yang baru yang berbeda dari fungsi perotein sebelumnya, dan fungsi baru tersebut dapat berupa onkogen yang poten. Sedikitnya 11 jenis fusi telah ditemukan. Pada fusi ini domain tyrosine kinase secara khusus terpapar menjadi domain dimerisasi dari gen pasangan, menginduksi dimerisasi dan aktivasi terus menerus dari tyrosine kinase (Cha,2008 dan Ezzat,2002).

13 Availibilitas Ligand Peningkatan availibilitas ligand mungkin dapat meningkatkan FGF-2 signaling. Keduanya, ekspresi yang tidak tepat dari FGF-2, seperti up regulation dari ekspresi FGF-2 pada sel malignan atau lingkungan di sekitar sel malignan, dan pelepasan FGF-2 dari penyimpanan lokal di matriks ekstraseluler dapat meningkatkan availibiltas ligand (toh, 1994) Gangguan Terminasi FGF-2 Signaling Gangguan down regulation pada aktivitas FGF-2 dapat menyebabkan ketidakseimbangan FGF-2 signaling. Terminasi FGF-2 signaling terjadi melalui proses deposforilasi/posforilasi dan proses endositosis serta degradasi reseptor di lisosom (Cha, 2008 dan Ezzat,2002). Endositosis diikuti oleh degradasi FGF-2 di lisosom menyebabkan terminasi sinyal. Setiap gangguan pada komponen endositosis yang dibutuhkan pada pathway ini menyebabkan hambatan pada terminasi dan memicu onkogenesis. Beberapa komponen endositosis ditemukan telah bermutasi pada meningioma. Beberapa FGF-2 yang bersifat onkogen telah bermutasi dan tidak dapat didegradasi (Cha, 2008).

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak ditemukan. Pada populasi dewasa sekitar 30% dari tumor sistem saraf pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke pada penyakit intrakranial orang dewasa (Ropper & Samuel, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MENINGIOMA 2.1.1. Sejarah dan Definisi Meningioma Meningioma adalah sebuah penamaan yang diberikan oleh Harvey Cushing pada tahun 1922 untuk mendeskripsikan suatu tumor jinak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) meningioma adalah tumor yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat terjadi dimana saja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Meningioma Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Djajanegara dan Wahyudi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering. terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering. terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada negara berkembang. Kanker payudara sendiri adalah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 Tesis Program Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran HUBUNGAN KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR(VEGF) SERUM DENGAN PERITUMORAL EDEMA INDEX (PTEI) PADA PENDERITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? A.Celal Iplikcioglu et al. Oleh : Anugerah Pembimbing : dr. Hanis Setyono Sp.BS 1 1. Pendahuluan Meningioma adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang berasal dari selubung meninges pada otak dan korda spinalis. Walaupun sel asalnya masih belum dapat dipastikan, kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

Progesterone Receptor Expression in Histopathological Subtypes of Beningn Orbitocranial Meningiomas

Progesterone Receptor Expression in Histopathological Subtypes of Beningn Orbitocranial Meningiomas Ophthalmol Ina 216;42(1):91-96 91 LABORATORY SCIENCE Progesterone Receptor Expression in Histopathological Subtypes of Beningn Orbitocranial Meningiomas Naima Lassie, Agus Supartoto Department of Ophthalmology,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan. meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering

BAB I. PENDAHULUAN. Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan. meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering terdiagnosis. Prevalensi meningioma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada wanita di seluruh dunia dan telah menjadi masalah global baik di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al.,

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al., BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus berlanjut

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel abnormal. Kanker disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau,

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu golongan penyakit ditandai dengan adanya pembelahan sel yang berlangsung secara tidak terkendali serta berkaitan dengan kemampuan sel sel dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Limfoma atau tumor ganas limfoid dibedakan menjadi limfoma nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma nonhodgkin didasarkan pada perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Penyakit kanker merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL Tranduksi sinyal Adalah proses perubahan bentuk sinyal yang berurutan, dari sinyal ekstraseluler sampai respon dalam komunikasi antar sel Tujuan: Untuk berlangsungnya

Lebih terperinci

III. SINYAL TRANSDUKSI

III. SINYAL TRANSDUKSI III. SINYAL TRANSDUKSI III.a. pengantar jalur sinyal Sel-sel mengatur aktivitasnya utk beradaptasi dg perubahan kondisi lingkungan Organisme yg hidup bebas (spt ragi dan bakteri) merespon perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN 76 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor primer pada kanker payudara. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian kadar VEGF serum pada populasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular primer tersering pada anak, dan menduduki peringkat kedua setelah melanoma uvea sebagai tumor ganas intraokuler primer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor odontogenik adalah tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering ditemukan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Salah satu jenis kanker yang memiliki potensi kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fibrosarkoma atau fibroblastic sarcoma 1,2,3 atau malignant mesenchymal tumor 1,4 adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel mesenkim, yang terdiri dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker Kolorektal (KKR) merupakan salah satu penyebab kematian di dunia akibat kanker. KKR merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena semakin banyaknya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan salah satu keganasan. yang paling sering terjadi pada wanita.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan salah satu keganasan. yang paling sering terjadi pada wanita. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu keganasan yang paling sering terjadi pada wanita. Dalam data WHO tahun 2012 terdapat 1,7 juta kasus baru yang terdiagnosis dan

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

Gambaran pewarnaan imunohistokimia p53 pada meningioma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Gambaran pewarnaan imunohistokimia p53 pada meningioma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Karangan Asli Gambaran pewarnaan imunohistokimia p53 pada meningioma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Donny 1, Adril Arsad Hakim 1, Iskandar Japardi 1, Sufida 2 Departemen Ilmu Bedah Saraf,

Lebih terperinci

REGULATO T RY GENES 2014

REGULATO T RY GENES 2014 REGULATORY GENES 2014 Gen terdapat dalam kromosom atau DNA yang mengandung kode genetik yang spesifik untuk setiap spesies. Mengatur,mengkoordinasi mengawasi serta mengendalikan semua proses kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid (sel germinatif) yang tersusun dalam bentuk lobulus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multisistem pada kehamilan, berkembang setelah usia kehamilan 20 minggu dan ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140 mmhg/90

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ  yang tidak mengalami diferensiasi membentuk  . I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sering terjadi berasal dari jaringan organ email yang tidak mengalami diferensiasi membentuk email. Prosentase ameloblastoma

Lebih terperinci