BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma
|
|
- Shinta Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Limfoma atau tumor ganas limfoid dibedakan menjadi limfoma nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma nonhodgkin didasarkan pada perbedaan gambaran histologi dan fenotip sel-sel tumor ( Küppers et al, 2012 ). Limfoma nonhodgkin merupakan jenis tumor ganas yang sering dijumpai. Di Yogyakarta limfoma nonhodgkin termasuk dalam sepuluh besar keganasan yang paling banyak ditemukan. Limfoma nonhodgkin memiliki sub kelompok yang sangat heterogen dengan klasifikasi yang selalu berkembang (Taylor & Hartsock, 2011). Berdasarkan klasifikasi WHO, limfoma non-hodgkin dapat dibedakan dalam kelompok limfoma sel B dan limfoma sel T/NK (Jaffe et al, 2001). Limfoma nonhodgkin sel B merupakan kasus terbanyak, meliputi % dari seluruh kasus limfoma non-hodgkin. Dari seluruh subtipe limfoma nonhodgkin sel B, diffuse large B cell lymphoma merupakan subtipe yang paling banyak dijumpai (Sukpanichnant, 2004 ; Sahni & Desai, 2007) Di seluruh dunia sudah banyak dilaporkan angka kejadian limfoma nonhodgkin berdasarkan klasifikasi terbaru dari WHO. Klasifikasi WHO dapat memberikan informasi mengenai biologi tumor, sifat alami dan respon pengobatan sehingga pengelolaan tumor limfoid dapat lebih optimal. Di Indonesia ataupun di Yogyakarta pada khususnya, profil angka kejadian limfoma maupun diffuse large B cell lymphoma berdasarkan klasifikasi WHO masih jarang dilaporkan. Diffuse large B cell lymphoma merupakan proliferasi difus sel-sel limfoid B neoplastik besar dengan ukuran inti sama atau melebihi inti makrofag atau lebih dari dua kali ukuran limfosit normal (Jaffe et al, 2001). Diffuse large B 1
2 2 cell lymphoma memiliki perilaku klinis bervariasi. Setengah jumlah penderita penyakit ini menunjukkan respon yang baik terhadap terapi, sedangkan sisanya memiliki angka kematian yang tinggi (Colomo et al, 2003). Parameter prognosis klinis diffuse large B cell lymphoma adalah International Prognostic Index (IPI). Komponen IPI meliputi stadium, kadar serum lactat dehidrogenase (LDH), umur, performance status dan jumlah lokasi ekstranodal. Peneliti-peneliti terdahulu mengemukakan bahwa masing-masing komponen keseluruhan maupun sekor IPI secara berhubungan bermakna dengan angka bebas kekambuhan dan ketahanan hidup sedangkan pada analisis multivariat dilaporkan bahwa stadium dan kadar LDH tinggi merupakan faktor prognosis buruk terhadap angka bebas kekambuhan dan ketahanan hidup (Abdelhamid et al, 2011).Walaupun demikian, peneliti-peneliti lain melaporkan bahwa beberapa komponen IPI di antaranya meliputi kadar LDH, usia, B symptom yang merupakan salah satu faktor performance status tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan angka bebas kekambuhan dan ketahanan hidup (Hwang et al, 2013 ; Zhao et al, 2013). Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa sistem IPI masih menempatkan pasien pada kelompok prognosis heterogen (Lossos & Morgenztern, 2006). Sejumlah faktor prognosis lain diketahui berperan pula pada prognosis diffuse large B cell lymphoma. Faktor faktor tersebut mencerminkan heterogenitas diffuse large B cell lymphoma yang meliputi gambaran morfologi, ekspresi protein individual, subtipe molekular maupun deregulasi genetik (Gurbuxani et al, 2009). Klasifikasi Kiel yang diperbaharui tahun 1988 menyebutkan bahwa ada tiga subtipe morfologi diffuse large B cell lymphoma meliputi varian peneliti-peneliti imunoblastik, sentroblastik dalam kelompok ILHSG dan anaplastik. Selanjutnya, (International Lymphoma Hematopathology Study Group) yang mengajukan klasifikasi REAL tahun 1994 menggabungkan ketiga subtipe morfologi tersebut dalam satu kategori yakni
3 3 diffuse large B cell lymphoma. Salar et al (1998) menyampaikan bahwa perbedaan varian morfologi tidak berhubungan bermakna dengan perbedaan ketahanan hidup maupun sekor IPI sedangkan penelitian lain melaporkan bahwa penderita dengan varian imunoblastik memiliki angka ketahanan hidup yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan varian sentroblastik (Bernd et al, 2009; Ott et al, 2010). Studi ekspresi gen menunjukkan bahwa diffuse large B cell lymphoma dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok prognosis berdasarkan perbedaan ekspresi protein dari gen-gen tertentu meliputi kelompok GCB ( germinal center B-cells like ) dan nongcb (Alizadeh et al, 2000). Peneliti terdahulu melaporkan bahwa penderita dengan subtipe GCB memiliki angka bebas kekambuhan dan ketahanan hidup lebih tinggi (Reber et al, 2013). Di samping itu, didapatkan hubungan bermakna antara kelompok subtipe GCB dengan rendahnya sekor IPI (Berndt et al, 2009). Sebaliknya peneliti lain mengemukakan bahwa kedua subtipe diffuse large B cell lymphoma tersebut tidak berhubungan bermakna dengan angka ketahanan hidup maupun sekor IPI (Hong et al, 2011 ; Oshima et al, 2001). Akhir akhir ini dikemukakan bahwa pemeriksaan imunohistokimia dapat digunakan untuk identifikasi kelompok GCB maupun ABC diffuse large B cell lymphoma. Pulasan imunohistokimia sebagai petanda kelompok GCB adalah CD10 dan Bcl6 sedangkan MUM1/IRF4 dan CD138 merupakan petanda untuk kelompok ABC (Chang et al, 2004). Selanjutnya dilaporkan bahwa tiga petanda pulasan imunohistokimia meliputi CD10, Bcl6 dan MUM1 yang diperiksa pada blok parafin jaringan dapat mengidentifikasi kelompok GCB dan ABC seperti pada analisis microarray (Hans et al, 2004). Hubungan subtipe molekular GCB dan ABC dengan varian morfologi diffuse large B cell lymphoma belum ada kejelasan pasti. Terdapat perbedaan
4 4 bermakna secara signifikan terhadap banyaknya frekuensi kasus dengan ekspresi Bcl6 positif sebagai salah satu petanda subtipe GCB pada varian sentroblastik sedangkan ekspresi CD10 tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara varian morfologi sentroblastik dan imunoblastik (Berndt et al, 2009). Peneliti lain melaporkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara varian morfologi dengan subtipe GCB/ABC pada diffuse large B cell lymphoma. Varian imunoblastik lebih banyak dijumpai pada subtipe ABC (Ott et al, 2010). Onkogenesis limfoma melibatkan peran berbagai onkogen dan gen penekan tumor. Translokasi myc dijumpai pada 5-10% diffuse large B cell lymphoma dan berhubungan dengan prognosis buruk (Savage et al, 2009). Selain itu, tumor yang memiliki gambaran double hit atau translokasi yang mengenai myc dan bcl2 atau bcl6 dilaporkan mempunyai perjalanan klinis buruk pula (Yoon et al, 2008). Rearrangement gen-gen tersebut dideteksi dengan teknik fuorescense insitu hidridization dan micoarray jaringan. Teknik-teknik tersebut terlalu rumit dan mahal untuk digunakan pada pemeriksaan rutin pasien. Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa myc dapat teraktivasi atau teroverekspresi oleh karena mekanisme selain translokasi seperti amplifikasi ataupun mutasi. Di samping itu, dilaporkan pula bahwa antibodi monoklonal baru terhadap protein Myc pada blok parafin dapat digunakan untuk memperkirakan terjadinya rearrangement (Horn et al, 2013). Rearrangement myc dan bcl2 lebih banyak dijumpai pada subtipe GCB diffuse large B cell lymphoma sedangkan translokasi bcl6 didapatkan lebih sering pada subtipe ABC. Walaupun demikian, pada level protein, tidak didapatkan hubungan bermakna ekspresi berlebih Myc antara subtipe GCB dan subtipe lain (Thieblemont & Brière, 2013). Ekspresi berlebih Myc berpengaruh buruk terhadap prognosis bila disertai dengan adanya koekspresi Bcl2 (Johnson et al, 2012). Bcl2 adalah protein antiapoptotik termasuk anggota famili protein yang
5 5 terlibat pada regulasi kematian sel yang terprogram. Signifikansi ekspresi Bcl2 pada diffuse large B cell lymphoma masih merupakan kontroversi. Sebagian peneliti melaporkan bahwa ekspresi Bcl2 berhubungan bermakna dengan ketahanan hidup yang rendah (Jovanovic et al, 2009; Akay et al, 2014). Dikemukakan pula bahwa ekspresi Bcl2 berhubungan bermakna dengan faktor prognosis buruk yang merupakan komponen IPI meliputi stadium dan kadar LDH (Kramer, 1996; Iqbal, 2006) sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan hubungan bermakna antara ekspresi Bcl2 dengan angka bebas kekambuhan dan ketahanan hidup (Wilson et al, 1997 ; de Paepe et al, 2006). Insidensi dan perjalanan klinis limfoma nonhodgkin diperkirakan berhubungan dengan perubahan sistem imun (Kurzrock, 2001). Oleh karena itu, kajian mengenai proses yang terlibat pada deregulasi sistem imun akan dapat membantu pemahaman terhadap heterogenitas diffuse large B cell lymphoma. Peneliti-peneliti terdahulu melaporkan bahwa peningkatan kadar TNF dan IL2 berhubungan bermakna dengan komponen-komponen IPI yang berkaitan dengan prognosis buruk meliputi stadium dan kadar LDH tinggi serta performance status buruk (Uskudar et al, 2014). Peneliti lain mengemukakan pula bahwa kadar IL2 dan TNF memiliki korelasi negatif dengan ketahanan hidup (Ozdemir et al, 2004). Sitokin lain yang banyak diteliti pada limfoma Hodgkin maupun limfoma nonhodgkin adalah IL10 (Kurzrock, 2001). Peranan IL10 terhadap prognosis diffuse large B cell lymphoma maupun limfoma secara umum masih menyisakan kontroversi. IL10 merupakan sitokin imunoregulator penting yang berperan pada keseimbangan respon humoral dan selular sistem imun. IL10 bersifat imunosupresi kuat dengan menghambat efek proinflamasi limfosit T helper 1. Sebaliknya, IL10 dapat memacu proliferasi dan diferensiasi limfosit B dan limfosit T helper 2 (Cortes & Kurzrock, 1997)
6 6 Pada limfoma terjadi peningkatan kadar IL 10 serum dan tingginya kadar IL 10 tersebut merupakan prediktor prognosis (Lossos dan Morgensztern, 2006). Kadar IL10 serum juga berhubungan bermakna dengan tingginya sekor IPI (Lech Maranda et al, 2004). Walaupun demikian, Ozdemir et al (2004) mendapatkan bahwa kadar IL10 serum tidak berhubungan bermakna dengan angka ketahanan hidup penderita limfoma nonhodgkin agresif. Pada gen IL10 dijumpai beberapa polimorfisme pada regio promoter. Genotip IL CC berhubungan bermakna dengan peningkatan kadar IL10 serum (Lech Maranda et al, 200). Turner et al (1997) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan sekresi IL10 berdasarkan ada atau tidaknya alel A pada posisi basa nukleotida dari promoter gen IL10 sedangkan peneliti lain (Lech Maranda et al, 2004) tidak menemukan perbedaan bermakna antara varian alel maupun genotip polimorfisme IL dengan kadar IL10 serum. Alel C pada polimorfisme -592 berhubungan pula dengan tinginya kadar IL10 serum ( Shih et al, 2005) Di samping kadar IL10 serum, ekspresi IL10 pada pemeriksaan imunohistokimia dilaporkan berhubungan dengan prognosis beberapa jenis tumor ganas (Soria et al, 2003). Walaupun demikian, hubungan ekspresi IL10 dengan prognosis pada diffuse large B cell lymphoma belum banyak diteliti. Di Yogyakarta maupun di Indonesia sudah banyak dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor prognosis tumor-tumor ganas yang sering dijumpai seperti kanker payudara dan nasofaring tetapi penelitian tentang tumor ganas limfoid masih jarang dilakukan 1.2. Permasalahan Penelitian Diffuse large B cell lymphoma merupakan jenis limfoma yang paling banyak dijumpai. Berbeda dengan tumor ganas lain, klasifikasi limfoma merupakan bidang patologi yang selalu berkembang dan penuh dengan
7 7 kontroversi. Klasifikasi limfoma yang terbaru adalah klasifikasi WHO. Klasifikasi WHO dapat memberikan informasi mengenai biologi tumor, sifat alami dan respon pengobatan sehingga pengelolaan tumor limfoid dapat lebih optimal Di Indonesia pada umumnya maupun di Yogyakarta pada khususnya, profil angka kejadian limfoma maupun diffuse large B cell lymphoma belum banyak dilaporkan. Diffuse large B cell lymphoma merupakan salah satu jenis limfoma nonhodgkin sel B matur yang memiliki entitas tersendiri berdasarkan klasifikasi WHO. Walaupun demikian, diffuse large B cell lymphoma memiliki perilaku klinis bervariasi. Parameter prognosis klinis diffuse large B cell lymphoma adalah Internasional Prognostic Indeks ( IPI). Diffuse large B cell lymphoma memiliki beberapa varian morfologi dan subtipe molekular. Pada sebagian kasus diffuse large B cell lymphoma menunjukkan double hit lymphoma yang ditandai dengan adanya ekspresi Myc dan Bcl2 pada pemeriksaan imunohistokimia. Polimorfisme genetik IL10 sebagai sitokin yang bersifat pleiotrofik berpengaruh terhadap produksi IL10 serum. Kadar IL10 serum berpengaruh pula terhadap angka ketahanan hidup diffuse large cell lymphoma. Oleh karena itu, dikemukakan formulasi masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana profil limfoma dan diffuse large B cell lymphoma di Yogyakarta? 2. Adakah hubungan antara Internasional Prognostic Indeks ( IPI) dengan angka ketahanan hidup diffuse large B cell lymphoma? 3. Adakah hubungan antara varian morfologi diffuse large B cell lymphoma dengan angka ketahanan hidup? 4. Adakah hubungan antara subtipe molekular GCB dan nongcb diffuse large B cell lymphoma dengan angka ketahanan hidup?
8 8 5. Adakah hubungan antara ekspresi Myc dan Bcl2 pada double hit diffuse large B cell lymphoma dengan angka ketahanan hidup? 6. Adakah hubungan antara polimorfisme gen IL10 dengan angka ketahanan hidup diffuse large B cell lymphoma? 7. Adakah hubungan antara ekspresi IL10 dengan angka ketahanan hidup diffuse large B cell lymphoma? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui profil limfoma dan diffuse large B cell lymphoma di Yogyakarta 2. Menganalisis hubungan antara Internasional Prognostic Indeks ( IPI) dengan angka ketahanan hidup diffuse large B cell lymphoma 3. Menentukan hubungan antara varian morfologi diffuse large B cell lymphoma dengan angka ketahanan hidup 4. Menganalisis hubungan antara subtipe molekular GCB dan nongcb diffuse large B cell lymphoma dengan angka ketahanan hidup 5. Menentukan hubungan antara ekspresi Myc dan Bcl2 pada double hit diffuse large B cell lymphoma dengan angka ketahanan hidup 6. Menganalisis hubungan antara polimorfisme gen IL10 dengan angka ketahanan hidup 7. Menganalisis hubungan antara ekspresi IL10 dengan angka ketahanan hidup
9 Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini berguna untuk menentukan faktor-faktor prognosis yang paling bermakna pada penderita diffuse large B cell lymphoma di Yogyakarta 2. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian lebih lanjut mengenai limfomagenesis di Yogyakarta dan upaya prevensinya 1.5. Keaslian Penelitian Profil limfoma maupun diffuse large B cell lymphoma sudah banyak dilaporkan di berbagai negara, tetapi di Indonesia belum banyak dilaporkan data profil limfoma ataupun diffuse large B cell lymphoma.penelitian epidemiologi limfoma nonhodgkin sel B dari berbagai sentra diagnostik dilakukan pada tahun ( Reksodiputro, 2015 ). Dari penelitian tersebut angka ketahanan hidup rata-rata selama tiga tahun sebesar 36,4%. Didapatkan kontroversi hasil penelitian tersebut dengan peneliti-peneliti terdahulu. Fu et al ( 2008 ) melaporkan bahwa angka ketahanan hidup rata-rata penderita diffuse large B cell lymphoma selama tiga tahun adalah 77% dengan terapi rituximab dan 42% dengan terapi konvensional. Hubungan prognosis klinis, varian morfologi, subtipe molekular serta polimorfisme genetik dengan angka bebas kekambuan dan ketahanan hidup diffuse large B cell lymphoma sudah banyak diteliti tetapi hasilnya masih merupakan kontroversi dan belum pernah dilakukan penelitian yang
10 10 menggabungkan analisis berbagai faktor prognosis klinis, morfologi, molekular dan genetik dengan menggunakan sampel blok parafin.haberman et al (2008) menganalisis hubungan polimorfisme gen sistem imun dan faktor prognosis klinis dengan ketahanan hidup diffuse large B cell lymphoma dengan sampel darah tetapi tidak meneliti varian morfologi ataupun ekspresi protein sitokin. Kube et al (2008) meneliti efek polimorfisme gen IL-10 terhadap prognosis limfoma nonhodgkin agresif dari sampel darah namun tidak meneliti hubungan subtipe molekular, varian morfologi dan ekspresi protein. Nielsen et al (2015) meneliti hubungan polimorfisme gen interleukin dengan suseptibilitas dan prognosis diffuse large B cell lymphoma dari sampel darah dan blok parafin tetapi tidak meneliti varian morfologi dan double hit diffuse large B cell lymphoma.
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Limfoma dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu. Non Hodgkin Lymphoma (NHL) dan Hodgkin Lymphoma (HL).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limfoma dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Non Hodgkin Lymphoma (NHL) dan Hodgkin Lymphoma (HL). Sekitar 90% dari semua keganasan limfoma adalah NHL (Reksodiputro
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA PERBEDAAN EKSPRESI BCL-2 PADA LIMFOMA SEL B JENIS SEL BESAR DIFUS SEBAGAI SALAH SATU PENANDA SUBTIPE GERMINAL CENTER B-CELL LIKE DAN NON-GERMINAL CENTER B-CELL LIKE TESIS DAYANTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat
Lebih terperinciPENELITIAN. Majalah Patologi
Difus sebagai Salah Satu Petanda Subtipe Germinal Center B- Cell Like dan Non-Germinal Center B-Cell Like Dayanto Indro Utomo, Maria Francisca Ham, Kusmardi, Endang SR. Hardjolukito Departemen Patologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,
Lebih terperinciMEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA
MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di zaman modern ini angka kejadian kanker di masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar lebih peka terhadap salah satu jenis penyakit yang mematikan ini.limfoma
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili
Lebih terperinciPETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang
PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN
BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN V.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Ekspresi hsa-mir-155-5p lebih tinggi 1,13 kali pada plasma darah penderita kanker nasofaring
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker yang sangat banyak dialami perempuan dan juga termasuk penyebab kematian, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Salah satu jenis kanker yang memiliki potensi kematian terbesar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh
Lebih terperinciPERBEDAAN IMUNOEKSPRESI CASPASE-3 ANTARA DIFFUSE LARGE B-CELL LYMPHOMA SUBTIPE GERMINAL CENTER B-CELL-LIKE DAN NON-GERMINAL CENTER B-CELL-LIKE TESIS
UNIVERSITAS INDONESIA PERBEDAAN IMUNOEKSPRESI CASPASE-3 ANTARA DIFFUSE LARGE B-CELL LYMPHOMA SUBTIPE GERMINAL CENTER B-CELL-LIKE DAN NON-GERMINAL CENTER B-CELL-LIKE TESIS ROSITA ALFI SYAHRIN NPM. 1006768465
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.
Lebih terperinciLimfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru
Lebih terperinciI. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang
I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju
Lebih terperinciIs progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?
Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? A.Celal Iplikcioglu et al. Oleh : Anugerah Pembimbing : dr. Hanis Setyono Sp.BS 1 1. Pendahuluan Meningioma adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemofilia A adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X, dimana terjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011;
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011; World Health Organization,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak pada wanita. Karsinoma payudara merupakan penyakit heterogen dengan kemiripan secara histologis namun
Lebih terperinciBab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga
54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker kolon dan rektum merupakan salah satu kanker yang sering dijumpai baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis sporadik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid
Lebih terperinciINTISARI. Kata kunci: Doxorubicin, microrna 451, P-glycoprotein, Resisten, sel Raji.
EKPRESI MICRORNA 451 (mir-451) DAN P-GLYCOPROTEIN PADA Raji Cell Line RESISTEN DOXORUBICIN Nihayatus Sa adah 1, Indwiani Astuti 2, Sofia Mubarika Haryana 3 INTISARI Adanya overekspresi P-glycoprotein (P-gp)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2012(25% dari semua kasus kanker). Angka ini mampu menyumbang
BAB 1 PENDAHULUAN C. Latar Belakang Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan dengan angka kematian yang cukup tinggi pada wanita. Berdasarkan data Global (IARC) 2012, Kanker Payudara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sering terjadi berasal dari jaringan organ email yang tidak mengalami diferensiasi membentuk email. Prosentase ameloblastoma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi
Lebih terperinciABSTRAK PENATALAKSANAAN LIMFOMA NON HODGKIN S DENGAN STEM CELL. Aldo Yustianto M. Pembimbing : Freddy Tumewu A., dr., M.S.
ABSTRAK PENATALAKSANAAN LIMFOMA NON HODGKIN S DENGAN STEM CELL Aldo Yustianto M. Pembimbing : Freddy Tumewu A., dr., M.S. Limfoma non Hodgkin s adalah kanker pada jaringan limfoid yang merupakan bagian
Lebih terperinciSUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016
SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research
Lebih terperinci] 2 (Steel dan Torrie, 1980)
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor merupakan penyakit yang mengkhawatirkan karena menjadi penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal adalah kanker ketiga tersering di dunia dan merupakan penyebab kematian akibat kanker kedua di Amerika Serikat, setelah kanker paru-paru. Pada tahun
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan salah satu keganasan. yang paling sering terjadi pada wanita.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu keganasan yang paling sering terjadi pada wanita. Dalam data WHO tahun 2012 terdapat 1,7 juta kasus baru yang terdiagnosis dan
Lebih terperinciD. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36
vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 23.500 kasus karsinoma tiroid terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Kejadian penyakit lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sebuah penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai
Lebih terperinci