IDENTIFIKASI KANDUNGAN DAGING BABI PADA BEEF BURGER MENGGUNAKAN METODE RT-PCR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI KANDUNGAN DAGING BABI PADA BEEF BURGER MENGGUNAKAN METODE RT-PCR SKRIPSI"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI KANDUNGAN DAGING BABI PADA BEEF BURGER MENGGUNAKAN METODE RT-PCR SKRIPSI Oleh : DEA YULIA IKHLAS SURI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA MARET 2018

2 IDENTIFIKASI KANDUNGAN DAGING BABI PADA BEEF BURGER MENGGUNAKAN METODE RT-PCR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Oleh : DEA YULIA IKHLAS SURI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA MARET 2018 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil aalamiin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmah, petunjuk dan kemudahan-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul Identifikasi Kandungan Daging Babi Pada Beef Burger Menggunakan Metode RT-PCR. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia. Banyak pihak yang memberikan bantuan dan masukan baik berupa moril dan materi. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ari Wibowo, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing utama atas segala bimbingan, arahan, dan dukungan sampai terselesaikannya skripsi ini. 2. Ibu Sista Werdyani, S.Farm., M.Biotech., Apt. selaku dosen pembimbing pendamping atas segala bimbingan, arahan dan dukungan sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Ibu Annisa Fitria, S.Farm., M.Sc., Apt. yang sudah bersedia menjadi penguji skripsi penulis. 4. Ibu Dr. Vitarani Dwi Ananda Ningrum, S.Si., M.Si., Apt. yang sudah bersedia menjadi penguji skripsi penulis. 5. Orang tua penulis (Bapak Ermunanto dan Ibu Risma Uli Siahaan) selaku kedua orang tua hebat yang bersedia menjadi tempat berkeluh kesah, memberikan doa dan memberi motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Laboran Mbak Naim, Mbak Yuli dan staf Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia yang telah membantu dengan sabar hingga terselesaikannya skripsi ini. vi

7 vii

8 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB II STUDI PUSTAKA Tinjauan Pustaka Beef Burger Daging Babi dan Keharamannya DNA Babi Deoxyribonecleic Acid (DNA) Isolasi DNA Polymerase Chain Reaction (PCR) Real-Time PCR Perbandingan Metode Mendeteksi Kandungan Babi Landasan Teori Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan viii

9 Alat Sistematika Kerja Penelitian Preparasi dan Isolasi DNA Kontrol Pengumpulan Sampel Beef Burger Preparasi dan Isolasi DNA Sampel Beef Burger Uji Kualitatif DNA Menggunakan Elektroforesis Uji Kuantitatif DNA Menggunakan Spektrofotometer Amplifikasi DNA dengan Real-Time PCR Uji Spesifisitas dan Sensitivitas Analisa Hasil Skema Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi DNA Uji Spesifisitas Primer Uji Sensitivitas Uji Sampel Beef Burger BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur DNA... 6 Gambar 2.2 Struktur Purin dan Pyrimidin (Adenin, Guanin, Cytosin,Tymin dan Urasil)... 6 Gambar 2.3 Struktur Double Heliks DNA... 7 Gambar 2.4 Siklus PCR Gambar 2.5 Bentuk kurva pada Real-Time PCR Gambar 4.1 Hasil Elektroforesis isolasi DNA kontrol pada gel agarosa 0,8% Gambar 4.2 Hasil Elektroforesis isolasi DNA sampel beef burger pada gel agarosa 0,8% Gambar 4.3 Hasil amplifikasi spesifisitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR Gambar 4.4 Hasil melt curve spesifisitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR Gambar 4.5 Hasil amplifikasi sensitivitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR Gambar 4.6 Hasil melt curve sensitivitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR Gambar 4.7 Hasil amplifikasi uji sampel beef burger menggunakan primer for pig detection macrogen pada RT-PCR Gambar 4.8 Hasil amplifikasi uji negatif palsu sampel beef burger menggunakan primer for pig detection macrogen pada RT-PCR Gambar 4.9 Hasil melt curve uji negatif palsu sampel beef burger menggunakan primer for pig detection macrogen pada RT-PCR x

11 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kriteria pengumpulan sampel beef burger Tabel 3.2 Amplifikasi DNA Tabel 3.3 Gradien Konsentrasi Campuran Daging Babi dan Daging Sapi Tabel 4.1 Hasil Kuantifikasi DNA menggunakan Spektrofotometer UV Tabel 4.2 Hasil Sensitivitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. 36 xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil elektroforesis Isolasi DNA Lampiran 2 Perhitungan dari hasil kuantifikasi DNA dengan spektrofotomer Lampiran 3 Hasil Kuantifikasi DNA dengan spektrofotometer xii

13 Identifikasi Kandungan Daging Babi Pada Beef Burger Menggunakan Metode RT-PCR Dea Yulia Ikhlas Suri Prodi Farmasi INTISARI Penduduk Indonesia sebagian besar adalah muslim, dan umat islam diharamkan untuk mengonsumsi produk yang mengandung daging babi. Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mendeteksi kandungan daging babi dalam daging olahan produk, seperti beef burger. Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan babi adalah Real-time PCR. Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui spesifisitas primer dan sensitifitas metode Real-Time PCR dalam mengidentifikasi kandungan rendah babi dalam beef burger. Pada penelitian ini primer yang digunakan adalah primer for pig detection macrogen. Isolasi DNA daging babi, sapi, dan ayam yang dilakukan menggunakan Tiangen kit, sedangkan isolasi DNA sampel dengan metode konvensional. Uji spesifisitas dilakukan menggunakan daging babi sebagai kontrol positif, daging sapi dan ayam sebagai kontrol negatif. Uji sensitivitas dilakukan dengan membandingkan penanda spesifik terhadap DNA daging babi dengan DNA daging sapi. Amplifikasi DNA dengan primer for pig detection macrogen dilakukan kondisi enzim aktivasi pada suhu 98 C selama 3 menit, denaturasi pada suhu 98 C selama 15 detik, annealing pada suhu 59 C selama 30 detik, dan analisis melting curve C; 0,5 C increment, 5 detik/langkah. Denaturasi dan annealing dilakukan selama 30 siklus. Pada penelitian menunjukkan bahwa primer dapat mengamplifikasi DNA babi secara spesifik dan dapat mendeteksi hingga konsentrasi 0,1% DNA babi dengan RT-PCR. Hasil dari 3 sampel beef burger menunjukkan bahwa tidak teramplifikasi DNA babi. Kata kunci : Beef Burger, DNA babi, Real-Time PCR, Primer for Pig Detection Macrogen. xiii

14 Identification of Pork in Beef Burger Using RT-PCR Dea Yulia Ikhlas Suri Department of Pharmacy ABSTRACT Indonesia is the largest muslim country, and muslims are not allowed to consume any products containing pork meat. Therefore, an analysis is necessary to detect the presence of pork in processed meat products, such as beef burger. Real-time PCR can be used to identify contain of pork. This research was aimed to know specificity primer and sensitivity of Real-Time PCR in the identification low content of pork in beef burger. In this research, primer was used primer for pig detection macrogen. Isolation DNA of pork, beef, and chicken was used Tiangen kit, and isolation DNA of samples with conventional method. Specificity test was performed using pork as a positive control, beef and chicken as negative control. Sensitivity test was performed by comparing specific markers of pork DNA with beef DNA. Amplification DNA with primer for pig detection macrogen was performed at 30 cycles the condition of enzyme activation at 98 o C for 3 minutes, denaturation at 98 o C for 15 seconds, annealing at 59 o C for 30 seconds, and melting curve at o C, 0,5 o C increment, 5 seconds/step. The result showed that primer can amplification pork DNA specifically and detect pork DNA up to 0,1% concentration with RT-PCR. The results of three beef burger showed that no amplified pork DNA. Keyword : Beef Burger, Pork DNA, Real-Time PCR, Primer for Pig Detection Macrogen. xiv

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Babi merupakan hewan yang secara keseluruhan diharamkan untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Indonesia termasuk negara dengan mayoritas masyarakat beragama Islam sehingga menjadi kewajiban negara untuk memperhatikan kehalalan makanannya dari campuran daging babi. Sejumlah produk telah disertifikasi halal oleh MUI termasuk produk pangan daging (1). Beberapa kasus pencampuran daging babi pada produk daging sapi olahan masih ditemukan. Pada September 2009, ditemukan kasus pencampuran daging babi dalam daging sapi di pasar tradisional Ibuh, kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Hal tersebut membuat penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah muslim merasa sangat diresahkan (2). Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mendeteksi kandungan daging babi dalam daging olahan produk, seperti beef burger. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya daging babi pada makanan olahan daging yaitu menggunakan metode non PCR dan PCR. Sebagai contoh metode non PCR, Boes (2000) melakukan analisis protein daging sapi segar yang diduga dicampur daging babi dengan teknik Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Namun, teknik ini memiliki kelemahan yaitu sensitifitasnya rendah, tidak dapat mengidentifikasi daging matang serta biaya yang diperlukan relatif mahal (3). Metode PCR (polymerase chain reaction) yang merupakan metode yang telah dianggap paling valid. Sebagai contoh, keberhasilan isolasi DNA dan amplifikasi PCR konvensional dari sampel daging yang terkontaminasi daging babi juga telah dibuktikan oleh Alaraidh pada tahun 2008 (4). Marseli, dkk (2016) yang mendeteksi secara molekuler cemaran daging babi pada beef burger di kota Yogyakarta menggunakan PCR konvensional dengan pendekatan pada gen 12S rrna pada mitokondria babi (5). Penelitian lainnya yaitu Species authentication of commercial beef jerky based on PCR-RFLP analysis of the mitochondrial 12S rrna gene yang dilakukan oleh Shi Yi Chen, dkk (2010) menggunakan primer universal 1

16 2 dengan target gen 12S rrna (6). Tanabe (2007) mendeteksi daging babi, ayam, daging sapi, daging kambing, dan kuda yang ada dalam makanan menggunakan metode Real-Time PCR (7). Metode PCR-RFLP dan PCR konvensional memiliki beberapa kekurangan yaitu memerlukan waktu yang cukup lama dan memiliki sensitivitas yang lebih rendah daripada RT-PCR. Oleh karena itu, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu Real-Time Polymerase Chain Reaction. Pengembangan uji analisis harus spesifik mendeteksi target untuk menjamin hasil uji yang diperoleh hanya dapat mendeteksi target tersebut. Primer yang digunakan adalah primer for pig detection macrogen. Primer tersebut diperoleh dari produsen dan telah dikatakan spesifik untuk mendeteksi DNA babi. Analisis sensitivitas juga sangat penting dalam mendeteksi target dengan jumlah kecil untuk mengetahui minimal konsentrasi target yang dapat dideteksi (8). Real-time PCR merupakan metode modern untuk amplifikasi DNA. Pada real-time PCR jumlah DNA yang diamplifikasi bisa langsung diamati secara realtime sehingga tidak memerlukan analisis dengan elektroforesis gel untuk mengetahui produk PCR. Real-time PCR lebih dikenal sebagai kuantitatif PCR karena kemampuan analisanya yang akurat, sensitif dan spesifik sehingga mengurangi kesalahan pada hasil (9). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memastikan metode Real-Time PCR spesifik dalam mendeteksi daging babi, sensitif mendeteksi kandungan daging babi dalam daging sapi yang sebagai kontrol positif dengan menggunakan berbagai konsentrasi daging babi dan dapat mendeteksi kandungan babi dalam beef burger yang sebagai sampel pada penelitian ini Perumusan Masalah 1) Apakah primer for pig detection macrogen dapat digunakan secara spesifik untuk mendeteksi DNA babi? 2) Bagaimana sensitivitas metode Real-Time PCR dalam membedakan DNA babi dengan DNA sapi?

17 Tujuan Penelitian 1) Mengetahui spesifisitas primer for pig detection macrogen dapat mendeteksi DNA babi. 2) Menentukan sensitifitas metode Real Time PCR dalam mengidentifikasi DNA babi dalam DNA lainnya Manfaat Penelitian 1) Mendapatkan metode yang selektif dan spesifik dalam mendeteksi kandungan DNA babi. 2) Mendapatkan metode yang sensitif dalam mengidentifikasi DNA babi dalam DNA lainnya. 3) Sebagai bahan pertimbangan dalam mengidentifikasi kandungan DNA babi pada produk beef burger yang telah beredar.

18 Beef Burger BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut wikipedia, daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada tulang yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan (10). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, hamburger adalah daging cacah (biasanya daging sapi, tetapi kadang-kadang juga daging lain) yang dibentuk bulat, kemudian dipipihkan dan digoreng dengan mentega atau dipanggang diatas bara, biasanya dimakan sebagai isi roti bulat, diberi daun selada, tomat, timun, saus tomat, dan bumbu lainnya (11) Daging Babi dan Keharamannya Seorang muslim menjadikan kitab suci Al-Qur an sebagai pedoman hidup, yang dilarang menganiaya diri sendiri termasuk mengkonsumsi sesuatu yang membahayakan bagi umat islam. Allah SWT telah melarang manusia untuk mengkonsumsi babi. Hal ini dijelaskan didalam QS. Al-Baqarah ayat 173 yang artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam QS. Al-Anam ayat 145 yang artinya: Katakanlah tiada aku peroleh dalam wahyu yang diturunkan kepadaku sesuatu yangdiharamkan bagi orang yang hendak memakannya kecuali kalau makanan itu berupa bangkai, darah yang mengalir,maupun daging babi. Karena semuanya itu adalah kotor Sesuai dengan paparan tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan bagian dari babi adalah haram di dalam islam. 4

19 DNA Babi DNA merupakan sub unit terkecil yang diturunkan dari generasi ke generasi secara stabil sehingga DNA dapat digunakan untuk dideteksi. DNA terdapat organel penting yaitu inti sel yang didalamnya terdapat kromosom, dimana DNA yang membentuk kromosom disebut DNA genom. Serangkaian molekul DNA yang terdapat didalam lokus (daerah tertentu) berfungsi sebagai penyandi genetik yaitu gen, sedangkan molekul DNA yang hanya memiliki susunan nukleotida khas disebut penciri (12). Lokus PRE-1 yang diwakili oleh primer p14 hanya terdapat dalam DNA genom babi. Primer p14 merupakan salah satu dari 13 primer yang menunjukkan lokus PRE-1 pada genom babi, dan menjadi salah satu standar analisis makanan mengandung daging babi. Pada genom babi terdeteksi lokus intra-sine PRE-1, lokus ini hanya terdapat pada genom babi. Teknik PCR menggunakan primer p131 dan p408, proses amplifikasi region PRE-1 pada produk makanan yang mengandung daging babi menghasilkan produk sepanjang 478 dan 458 pasang basa dan semua produk makanan yang mengandung daging babi dapat terdeteksi. Dengan demikian, upaya mendeteksi adanya daging babi di dalam produk olahan daging seperti beef burger dan bakso menggunakan teknik PCR memberikan hasil yang tidak meragukan (3). Sekuen DNA yang dapat diamplifikasikan juga dengan PCR adalah DNA mitokondria memiliki jumlah kopi yang banyak (lebih dari 1000 kopi) dalam tiap sel, laju mutasi yang tinggi, yaitu sekitar kali DNA inti. Mitokondria diwariskan secara maternal, semua gen mitokondria berperilaku sebagai lokus haploid (12) Deoxyribonecleic Acid (DNA) Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang antiparalel dengan komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat, dan pasangan basa. Satu komponen pembangun (building block) DNA terdiri atas satu gula pentosa, satu gugus fosfat dan satu

20 6 pasang basa yang disebut nukleotida (13). Struktur DNA dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Struktur DNA (14). Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan pirimidin. Basa purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki struktur cincin ganda, sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T) yang memiliki struktur cincin-tunggal. Ketika guanin berikatan dengan sitosin, maka akan terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan ketika adenin berikatan dengan timin maka hanya akan terbentuk dua ikatan hidrogen (13). Berdasarkan struktur purin dan pirimidin yang terlihat pada gambar 2.2 basa-basa purin (adenin, guanin) dan pirimidin (sitosin, timin) menunjukkan adanya gugus kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor adalah sebuah gugus atom dalam senyawa organik yang dapat menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak, sedangkan gugus auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti OH, O, NH 2, dan OCH yang memberikan transisi n-π *(15). Gambar 2.2. Struktur Purin dan Pyrimidin (16).

21 7 Nukleus merupakan bagian sel yang memiliki materi genetik sel, asam deoksiribonukleat (deoxyribonecleic acid). DNA berfungsi memberikan kode atau instruksi untuk mengarahkan sintesis berbagai protein struktural dan enzimatik spesifik di dalam sel. Dengan mengarahkan jenis dan jumlah berbagai enzim dan protein lain yang diproduksi, nukleus secara tidak langsung mengatur sebagian besar aktivitas sel dan berfungsi sebagai pusat kontrol sel. DNA berperan dalam semua aktivitas sel. DNA menyimpan dan mengeskpresikan informasi genetik yang dapat diwariskan ke generasi berikutnya (17). Manfaat DNA terletak pada kemampuannya untuk mengendalikan pembentukan protein di dalam sel. DNA melakukannya dengan bantuan sesuatu yang disebut dengan kode genetik, yaitu saat kedua untai molekul DNA dipisahkan, maka pemisahan ini akan memanjangkan basa purin dan pirimidin yang menonjol pada tiap sisi untai. Penonjolan basa-basa inilah yang membentuk kode genetik. Kode genetik terdiri atas triplet basa yang berurutan artinya, masing-masing ketiga basa berurutan tersebut adalah sebuah kata kode. Triplet yang berurutan tersebut akhirnya mengatur rangkaian asam amino dalam sebuah molekul protein yang akan disintesis di dalam sel (18). Gambar 2.3. Struktur Heliks Ganda DNA (19).

22 8 DNA memiliki untai ganda yang berkomplementasi secara antiparalel melalui basa sebagai penyusunnya seperti terlihat pada Gambar 2.3. Ujung yang mengandung gugus phospat disebut ujung 5 sedangkan ujung yang mengandung gugus hidroksil disebut ujung 3. Kedua untai ini melilit satu sama lain membentuk struktur heliks ganda (19) Isolasi DNA Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu isolasi sel, lisis dinding dan membran sel, ekstraksi dalam larutan, purifikasi dan presipitasi. Prinsip dasar isolasi DNA dari jaringan adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri atas sel-sel jaringan, DNA, dan RNA. Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi, contohnya 2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm. Presipitasi merupakan langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu komponen dari campuran (13). Isolasi DNA merupakan langkah yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsip isolasi DNA adalah mendapatkan DNA murni yang tidak tercampur dengan komponen sel lainnya seperti protein dan karbohidrat.isolasi DNA genom dapat dilakukan dengan metode lisis sel secara fisik dan kimia. Secara fisik sel dipecah dengan kekuatan mekanik yaitu secara freeze thaw, bead mill homogenization dan resonansi misalnya dengan sonikasi. Sedangkan secara kimia sel dirusak dengan buffer lisis berisi senyawa kimia yang dapat merusak integritas barrier dinding sel, misalnya SDS (Sodium Dedocyl Sulfate) dan CTAB (Cetyltrimethylammonium bromide) (20). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, metode isolasi DNA dapat dilakukan dengan waktu pengerjaan yang lebih efisien. Hal ini

23 9 dikarenakan kegiatan preparasi larutan yang mendukung kerja isolasi dapat diminimalkan atau tidak dilakukan. Salah satu pengembangan teknik isolasi DNA, yaitu dengan penggunaan kit komersial yang semua larutannya sudah tersedia dalam satu paket dengan pertimbangan untuk penggunaaan beberapa kali reaksi. Tahap akhir DNA harus dimurnikan dari senyawa-senyawa non-dna lainnya, seperti RNA, protein, polisakarida, metabolit sekunder dan sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan semaksimal mungkin dari DNA, sebab dapat menghambat aktivitas enzimatik pada DNA tersebut. Protein dihilangkan dengan cara denaturasi dan presipitasi menggunakan kloroform atau fenol. Sedangkan RNA dapat dihilangkan dengan penambahan RNAse pada larutan DNA (20). Larutan DNA yang didapatkan kemudian diamati kuantitas dan kualitas DNAnya. Analisis kualitas dilakukan dengan elektroforesis gel untuk mengetahui ada tidaknya DNA. Elektroforesis didasarkan pada pergerakan molekul yang bermuatan dalam media yang direndam dilarutan buffer dengan pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel agarosa. DNA yang bermuatan negatif dimasukkan ke dalam sumuran yang terdapat pada gel agarosa dan diletakkan di kutup negatif, apabila dialiri arus listrik dengan menggunakan larutan buffer yang sesuai maka DNA akan bergerak ke kutup positif. Laju migrasi DNA dalam medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga elektroforesis mampu memisahkan DNA berdasarkan ukuran panjangnya. Untuk visualisasi maka ditambahkan larutan etidium bromida (EtBr) yang akan masuk diantara ikatan hidrogen pada DNA, sehingga pita fragmen DNA akan kelihatan dibawah lampu UV (21). Pengukuran kuantitas DNA selanjutnya adalah pengukuran konsentrasi DNA, yang bertujuan untuk mengetahui banyak sedikitnya DNA yang terkandung dalam larutan. Konsentrasi DNA diukur melalui spektrofotometer yang didasarkan pada prinsip penyerapan sinar ultraviolet oleh nukleotida dan protein dalam larutan. Penyerapan sinar UV oleh DNA dicapai pada λ260 nm, sedangkan penyerapan protein dicapai pada λ280 nm. Pada λ260 nm, apabila optical density

24 10 (OD260) sama dengan 1, maka konsentrasi molekul DNA setara 50 ug/ml (untuk DNA heliks ganda) 40 ug/ml (untuk RNA) dan 33 ug/ml (untuk oligonukleotida) (20). Kemurnian larutan DNA dapat dilihat dari rasio absorbansi DNA (A260:A280). Hasil isolasi DNA dikatakan murni apabila rasio perbandingan A260 nm dan A280 nm adalah 1,8 hingga 2,0. Apabila kemurnian dibawah 1,8 dan diatas 2,0 diindikasikan DNA masih terkontaminasi RNA dan protein (21) Polymerase Chain Reaction (PCR) Pengertian PCR Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan sekuen nukleotida tertentu secara in vitro menggunakan mesin PCR. Metode ini sekarang banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik karena metode tersebut sangat sensitif (22). PCR merupakan metode molekuler untuk menggandakan potongan DNA hingga berjuta kali lipat dalam waktu yang relatif singkat. Penggandaan tersebut tidak terlepas dari penggunaan enzim dan sepasang primer bersifat spesifik terhadap DNA target yang akan dilipatgandakan, sehingga nantinya dapat digunakan untuk keperluan lain yang berkaitan dengan DNA. Teknik ini sejumlah fragmen kecil DNA yang diinginkan akan diamplifikasi secara eksponensial sampai jutaan kali dalam beberapa jam (23). Amplifikasi DNA pada PCR dapat dicapai bila menggunakan primer oligonukleotida yang disebut amplimers. Primer DNA adalah suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA. PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA Primer yang berada sebelum daerah target disebut primer forward dan yang berada setelah daerah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA yang baru dikenal disebut enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dntps yang mencakup datp (nukleotida berbasa Adenin), dctp (sitosin), dgtp (guanin), dan dttp (Timin) (22).

25 11 PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA template, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase.pada akhir siklus pertama, suatu molekul DNA untai ganda dilipat gandakan jumlahnya menjadi dua molekul DNA untai ganda. Dua molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus pertama menjadi DNA target dan dilipat gandakan menjadi empat molekul DNA, dan selanjutnya empat molekul baru ini dilipat gandakan lagi jumlahnya menjadi delapan dan seterusnya (24) Komponen PCR Beberapa komponen yang harus ada dalam proses PCR antara lain DNA, primer, deoksiribonukleotida trifosfat (dntp), DNA polimerase, dan senyawa buffer (22). 1. DNA Template DNA Template adalah molekul DNA untai ganda yang mengandung sekuen target yang akan diamplifikasi. Ukuran DNA bukan merupakan faktor utama keberhasilan PCR, berapapun panjangnya jika tidak mengandung sekuen yang diinginkan maka tidak akan berhasil proses suatu PCR, namun sebaliknya jika ukuran DNA tidak terlalu panjang tapi mengandung sekuen yang diinginkan maka PCR akan berhasil. Konsentrasi DNA juga dapat mempengaruhi keberhasilan PCR. Jika konsentrasinya terlalu rendah maka primer mungkin tidak dapat menemukan target dan jika konsentrasi terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan mispriming. Disamping itu perlu diperhatikan kemurnian template karena akan mempengaruhi hasil reaksi (22). 2. Primer Susunan primer merupakan salah satu kunci keberhasilan PCR. Primer yaitu suatu potongan atau sequence dari oligonukleotida pendek yang digunakan untuk mengawali sintesis DNA. Pasangan primer terdiri dari 2 oligonukleotida yang mengandung nukleotida dan mempunyai 40-60% GC content. Fungsi

26 12 primer adalah menyediakan ujung 3'-OH yang akan digunakan untuk menempelkan molekul DNA pertama dalam proses polimerisasi. Sekuen primer yang lebih pendek akan memicu amplifikasi produk PCR non spesifik. Ujung 3' primer penting dalam menentukan spesifisitas dan sensitivitas PCR. Ujung ini tidak boleh mempunyai 3 atau lebih basa G atau C, karena dapat menstabilisasi annealing primer non spesifik. Disamping itu ujung 3' kedua primer tidak boleh komplementer satu dengan yang lain, karena hal ini akan mengakibatkan pembentukan primer-dimer yang akan menurunkan hasil produk yang diinginkan. Ujung 5' primer tidak terlalu penting untuk annealing primer, sehingga memungkinkan untuk menambahkan sekuen tertentu misalnya sisi restriksi enzim, start codon ATG atau sekuen promoter. Konsentrasi primer biasanya optimal pada 0,1-0,5 μm. Konsentrasi primer yang terlalu tinggi akan menyebabkan mispriming (penempelan pada tempat yang tidak spesifik) dan akumulasi produk non spesifik serta meningkatkan kemungkinan terbentuk primer-dimer, sebaliknya bila konsentrasi primer terlalu sedikit maka PCR menjadi tidak efisien sehingga hasilnya rendah (23). 3. DNA polymerase DNA polymerase adalah enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Dalam perkembangannya, kini banyak digunakan enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi sehingga penambahan enzim tidak perlu dilakukan disetiap siklus dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin (25). Enzim Taq DNA polymerase terdiri atas dua macam yaitu enzim alami yang diisolasi dari sel bakteri Thermus aquaticus dan enzim rekombinan yang disintesis didalam sel bakteri Escherichia coli. Enzim ini masih mempunyai aktivitas eksonuklease dari 5' ke 3' tetapi tidak mempunyai aktivitas eksonuklease dari 3' ke 5'. Konsentrasi enzim yang dibutuhkan untuk PCR biasanya 0,5-2,5 unit. Kelebihan jumlah enzim mengakibatkan akumulasi produk non spesifik, sedangkan jika terlalu rendah maka dihasilkan sedikit produk yang diinginkan (25).

27 13 4. Deoxynucleotide Triphosphate (dntp) Deoxynucleotide Triphosphate (dntp) terdiri atas datp, dctp, dgtp, dttp. Konsentrasi dntp masing-masing sebesar μm dapat menghasilkan keseimbangan optimal antara hasil, spesifisitas dan ketepatan PCR. Konsentrasi masing-masing dntp harus seimbang untuk meminimalkan kesalahan penggabungan. Deoxynucleotide Triphosphate akan menurunkan Mg 2+ bebas sehingga mempengaruhi aktivitas polimerase dan menurunkan annealing primer. Konsentrasi dntp yang rendah akan meminimalkan mispriming pada daerah non target dan menurunkan kemungkinan perpanjangan nukleotida yang salah. Oleh karena itu spesifisitas dan ketepatan PCR meningkat pada konsentrasi dntp yang lebih rendah (24). 5. Larutan buffer Larutan buffer yang biasa digunakan untuk reaksi PCR mengandung 10 mm Tris-HCl ph 8,3; 50 mm KCl, dan 1,5 mm MgCl 2. Optimalisasi konsentrasi ion Mg 2+ merupakan hal yang penting (24). 6. Kofaktor Ion Metal Magnesium klorida merupakan kofaktor esensial untuk DNA polymerase yang digunakan di dalam PCR dan konsentrasinya harus dioptimasi untuk setiap sistem primer:template. Keberadaan ion magnesium yang bebas penting sebagai kofaktor enzim dalam PCR. Konsentrasi ion ini mempengaruhi beberapa hal yaitu annealing primer, suhu pemisahan untai template dan produk PCR, spesifisitas produk, pembentukan primer-dimer serta aktivitas dan ketepatan enzim Taq Polymerase. Konsentrasi ion magnesium harus melebihi total konsentrasi dntp. Biasanya, untuk memulai proses optimasi, sebanyak 1,5 mm MgCl 2 ditambahkan ke dalam PCR yang didalamnya terdapat 0,8 mm dntp, sehingga terdapat sekitar 0,7 mm magnesium bebas untuk DNA polymerase. Secara umum, ion magnesium harus divariasikan dalam seri konsentrasi dari 1,5-4,0 mm (24).

28 Tahapan PCR Berikut ini merupakan tahapan yang terjadi pada proses PCR: Gambar 2.4 Siklus PCR(26). 1. Denaturasi Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunan kemudian yang selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru. Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai suhu annealing yang bervariasi tergantung primer yang digunakan. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu C selama 3 menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA yang ditargetkan ingin dilipat gandakan jumlahnya benar-benar telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Untuk denaturasi berikutnya, waktu yang diperlukan hanya 30 detik pada suhu 95 C atau 15 detik pada suhu 97 C (25). Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sequen target. Jika sequen target kaya akan G-C maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Suhu denaturasi yang terlalu

29 15 tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya aktivitas enzim Taq polymerase (22). 2. Penempelan primer Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya berukuran basa, mengandung 50 60% G+C dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan mengurangi efisiensi PCR (29). Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu C. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya (25). Suhu dan lamaya waktu yang dibutuhkan untuk annealing primer tergantung pada komposisi basa, panjang, dan konsentrasi primer. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara 36 C sampai dengan 72 C, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara C (23). 3. Reaksi polimerisasi Umumnya reaksi polimerisasi (extension) atau perpanjangan rantai, terjadi pada suhu 72 C karena merupakan suhu optimum Taq polymerase. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3 nya dengan penambahan dntp yang komplemen dengan template oleh DNA polymerase.. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur, perubahan suhu dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable thermal cycler (25). Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72 C diperkirakan antara 35 sampai 100 nukleotida per detik, bergantung pada buffer,

30 16 ph, konsentrasi garam, dan molekul DNA target. Dengan demikian, untuk produk PCR sepanjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap pemanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR, waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit, sehingga seluruh produk PCR diharapkan berbentuk DNA untai ganda (24) Real-Time PCR Real-Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Dalam ilmu biologi molekular, Real-Time PCR adalah suatu teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi sekaligus dapat melakukan kuantifikasi jumlah target molekul DNA dari hasil amplifikasi tersebut (27). Prinsip kerja Real-Time PCR adalah mendeteksi dan menguantifikasi fluoresensi yang diproduksi oleh molekul reporter yang meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses PCR. Hal tersebut dapat terjadi karena akumulasi produk PCR pada tiap siklus amplifikasi. Molekul reporter dengan fluoresensi meliputi pewarna yang berikatan pada double-stranded DNA (menggunakan SYBR Green atau EvaGreen Reagents) atau menggunakan probe spesifik sekuens/sequence specific probes (Molecular Beacons or TaqMan Probes) (28). Hasil peningkatan fluorescent digambarkan melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil. Peningkatan produk PCR yang signifikan pada fase eksponensial berhubungan dengan jumlah inisiasi gen target. Semakin tinggi tingkat ekspresi gen target maka deteksi emisi fluoresen semakin cepat terjadi (25). Analisis menggunakan Real time PCR memiliki sensitivitas tinggi dan lebih spesifik untuk produk PCR (29). Instrumen Real-Time PCR memiliki tiga komponen utama yaitu thermal block cycler sebagai akurasi data, optical system sebagai deteksi data, dan software sebagai analisis data. Real-Time PCR juga dapat menganalisis banyak sampel dalam waktu bersamaan menggunakan multiwell plate (30).

31 17 Threshold Merah: babi; kuning: daging; biru tua: ayam; hijau: kambing; biru: kuda. Gambar 2.5 Bentuk Kurva pada Real-Time PCR (31). Bentuk kurva pada Real-Time PCR dapat dilihat pada gambar 2.5. Pemeriksaan secara molekuler melalui metode RT-PCR merupakan teknik yang mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan metode PCR lainnya. Metode ini lebih sederhana, sangat spesifik, dan dapat mengurangi risiko kontaminasi silang di antara isolat uji serta tidak memerlukan waktu yang lama karena dapat mengamplifikasi beberapa gen dari isolat yang diuji secara sekaligus (32). Hasil RT-PCR dapat diketahui juga Cq yang didapat dari setiap kurva yang terbentuk. Nilai Cq didapat dari jumlah siklus pada proses PCR yang berpotongan dengan garis threshold. Threshold adalah garis yang menandai peningkatan sinyal fluoresensi secara signifikan berdasarkan variabilitas baseline, namum posisi threshold dapat diatur bebas pada setiap titik di fase eksponensial. Hasil melt curve pada RT-PCR yang baik akan menghasilkan satu puncak pada melt peak dan menunjukkan melting temperature dari amplikon, sehingga primer yang digunakan dapat dikatakan spesifik. Analisis melting curve juga dapat menunjukkan adanya primer dimer bila terdapat lebih dari satu puncak (27). Sistem pengukuran analisis real time menggunakan molekul probes yang dapat diukur pada tiap siklus reaksinya, sedangkaan PCR konvensional deteksinya memerlukan gel agarosa untuk proses elektroforesis DNA pada deteksi hasil amplifikasi DNA tersebut dan penggunaan EtBr yang merupakan senyawa karsinogenik.

32 Perbandingan Metode Mendeteksi Kandungan Babi Metode berbasis DNA umumnya lebih spesifik dan sensitif. Spesifik karena setiap spesies memiliki fragmen sekuen DNA yang dapat menjadi DNA penanda/marker. Sensitif karena mampu mendeteksi DNA dalam jumlah yang sangat sedikit melalui proses amplifikasi DNA. Kandungan DNA spesifik spesies masih dapat dideteksi meskipun produknya telah mengalami proses pengolahan yang kompleks karena sifat DNA yang tahan panas. Teknologi analisis DNA diantaranya teknologi amplifikasi DNA menggunakan PCR, Real Time PCR, digital PCR serta LAMP (Loop mediated isothermal amplification), hibridisasi DNA, sequensing DNA dan microarray DNA. Metode PCR banyak digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik spesies tertentu seperti spesifik babi, sapi, domba atau bahkan spesifik manusia. Metode PCR adalah metode amplifikasi urutan fragmen DNA tertentu secara in-vitro menggunakan sepasang primer (oligonukleotida) yang komplementer dengan urutan cetakan DNA tertentu dengan bantuan enzim DNA polymerase (33). Winarsih, dkk (2017) mendeteksi fragmen DNA rendah pengkode gen sitokrom B (cyt b) babi pada sampel mie instan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) konvensional (34). Maryam, dkk (2016) mengidentifikasi kontaminasi daging babi dengan pendekatan gen mitokondria d-loop686 dan cyt b pada sampel dendeng menggunakan metode RT-PCR (31). Metode RT-PCR sangat sensitif yang memungkinkan amplifikasi terjadi secara bersamaan serta kuantitas sekuen asam nukleat dapat diketahui. Selain memiliki sensitivitas lebih tinggi, kelebihan pengujian RT-PCR jika dibandingkan dengan PCR konvensional adalah lebih dinamis, risiko kontaminasi silang lebih sedikit, kemampuan aplikasi penggunaannya untuk pengujian lebih banyak. Penggunaan probe yang spesifik membantu peningkatan spesifisitas pada pengujian RT-PCR jika dibandingkan dengan pengujian PCR konvensional. Namun demikian, RT-PCR juga mempunyai kelemahan yaitu memerlukan peralatan dan reagen yang mahal serta pemahaman teknik yang benar untuk hasil yang akurat (25).

33 Landasan Teori Metode analisis yang direkomendasikan untuk mengidentifikasi cemaran daging babi yaitu Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RLFP), insulated isothermal (II-PCR), dan Real-Time PCR.. Metode PCR-RFLP, II-PCR dan PCR konvensional memiliki beberapa kekurangan yaitu memerlukan waktu yang cukup lama dan memiliki sensitivitas yang lebih rendah daripada RT-PCR.. Metode RT-PCR termasuk metode yang cepat dengan jumlah DNA yang diamplifikasi bisa langsung diamati secara seketika sehingga tidak memerlukan analisis dengan elektroforesis gel untuk mengetahui produk PCR. Real-time PCR lebih dikenal sebagai kuantitatif PCR karena kemampuan analisanya yang akurat, sensitif dan spesifik sehingga mengurangi kesalahan pada hasil (9). Metode uji analisis harus spesifik mendeteksi target untuk menjamin hasil uji yang diperoleh hanya dapat mendeteksi target tersebut. Primer yang digunakan adalah primer for pig detection macrogen. Primer tersebut termasuk primer baru yang diperoleh dari produsen dan telah dikatakan spesifik mendeteksi DNA babi. Pada analisis sensitivitas juga sangat penting dalam mendeteksi target dengan jumlah kecil untuk mengetahui minimal konsentrasi target yang dapat dideteksi (8). Metode RT-PCR lebih sensitif untuk melakukan amplifikasi secara bersamaan serta kuantitas sekuen asam nukleat dibandingkan dengan PCR konvensional. Penggunaan primer yang spesifik juga dapat membantu peningkatan spesifisitas pada pengujian RT-PCR jika dibandingkan dengan pengujian PCR konvensional (25). Pada penelitian Maryam, dkk (2016) berjudul analisis cemaran DNA babi pada dendeng menggunakan primer mitokondria D-loop686 dan gen cyt b dengan metode RT-PCR. Hasil identifikasi penelitian tersebut menunjukkan bahwa RT- PCR dengan primer D-Loop686 dan gen cyt b secara spesifik mampu mendeteksi DNA babi. RT-PCR juga dapat mendeteksi hingga konsentrasi terendah 0,5% DNA babi dalam campuran daging sapi pada produk olahan dendeng dengan produk hasil amplifikasi 114 dan 134 bp untuk D-Loop686 dan 149 bp untuk gen cyt b (31). Pada penelitian ini menggunakan metode RT-PCR. Hasil amplifikasi RT-

34 20 PCR yang selanjutnya akan dianalisis dengan melihat terbentuk tidaknya kurva hanya pada DNA babi. Hal ini digunakan sebagai jaminan hasil identifikasi produk beef burger mengandung atau tidaknya DNA babi Hipotesis 1. Metode Real-Time Polymerase Chain Reaction dapat digunakan secara spesifik untuk mengidentifikasi DNA pada daging babi. 2. Metode Real-Time Polymerase Chain Reaction sensitif dalam membedakan DNA babi dengan DNA sapi yang dapat ditunjukkan dengan uji sensitivitas.

35 Bahan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel beef burger, daging sapi, daging babi, daging ayam, primer for pig detection (Macrogen ), EvaGreen qpcr Master Mix (Bio-Rad), etanol 96% (General Labora ), proteinase K (Promega), pewarna etidium bromide (OmniPur ), buffer lisis, etanol 70% (General Labora ), kloroform (Bratachem ), buffer TE (Promega ), agarose (Promega ), TBE 10X (Invitrogen ), florosafe (1 st Base ), loading dye (Promega ), aquabideslata (Ikapharmindo ), nukleus free water (Invitrogen ), DNA Ladder 1 kb (Promega ), white tip (Axygen ), blue tip (ExtraGene ), yellow tip (Axygen ), tabung konical (Falcon ), spin column (Tiangen ) dan Tiangen kit Alat Alat Peralatan yang digunakan yaitu alat RT-PCR (Bio-Rad), sentrifuge (Mikro 22R Hettich Zentrifugen), waterbath (Memmort ), vortex (IKA), spin down (Biosan), tube 1,5 ml (Eppendorf ), mikropipet (10 μl, 100μl, 1000μl) (Fransferpette ), tube RT-PCR (Bio-Rad), alat elektroforesis (Mufid-ExU), microwave (Panasonic), mortir, stamper, seperangkat alat gelas (labu ukur, gelas ukur, gelas beaker, erlenmeyer) (Pyrex ), timbangan analitik (Mettler Toledo SX 205), spektrofotometer UV/Vis (Shimadzu UV 1800), dan lemari pendingin (Sanyo Biomedical Freezer) Sistematika Kerja Penelitian Preparasi dan Isolasi DNA Kontrol Sebanyak 3 kontrol DNA yaitu DNA daging babi sebagai kontrol positif, sedangkan DNA daging sapi dan ayam sebagai kontrol negatif dilakukan isolasi DNA dengan menggunakan Tiangen DNA ekstraction kit. Prosedur yang 21

36 22 dilakukan sesuai dengan protokol yang tertera pada kit sebagai berikut. 1. Ditimbang sebanyak ±20mg masing-masing kontrol, kemudian dimasukkan kedalam mikrotube 1,5ml. 2. Ditambahkan 200µl Buffer GA kedalam masing-masing mikrotube yang telah berisi daging. 3. Ditambahkan 20µl Proteinase K, kemudian divortek 15 detik. Diinkubasi dengan suhu 56 C selama 2-3jam (setiap 20 menit diinversi). 4. Ditambahkan 200µl Buffer GB, kemudian divortek 15 detik. Diinkubasi dengan suhu 70 C selama 10 menit. Disentrifuse selama 1 menit (10000rpm). 5. Ditambahkan 200µl ethanol (96-100%) kedalam sampel, dan divortek selama 15 detik. Disentrifuse selama 1 menit (10000rpm). 6. Diambil supernatan dan dipindahkan kedalam Spin Column CB3 dan disentrifuse rpm selama 30 detik. Dibuang cairannya dan ditempatkan kembali Spin Column kedalam tube. 7. Ditambahkan 500µl Buffer GD ke Spin Column CB3, dan disentrifuse 12000rpm selama 30 detik, kemudian dibuang cairannya dan ditempatkan kembali Spin Column kedalam tube. 8. Ditambahkan 600µl Buffer PW ke Spin Column CB3, disentrifuse 12000rpm selama 30 detik, kemudian dibuang cairannya dan ditempatkan kembali Spin Column kedalam tube. 9. Diulangi langkah sebelumnya. 10. Disentrifuse 12000rpm selama 2 menit untuk mengeringkan membran. 11. Dipindahkan Spin Column CB3 kedalam tube 1,5ml baru, dan ditambahkan 100µl Buffer TE di tengah membran. 12. Diinkubasi dengan suhu ruang (15-25 C) selama 4 menit, dan kemudian disentrifuse selama 2 menit (12000rpm). Untuk penyimpanan DNA jangka panjang di dalam suhu -20 C (35) Pengumpulan Sampel Beef Burger Sampel yang digunakan berupa beef burger yang beredar di pasaran sekitar jalan kaliurang dengan kriteria sebagai berikut :

37 23 Tabel 3.1. Kriteria pengumpulan sampel beef burger. No. Kriteria Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 1. Memiliki logo - - Halal MUI 2. Memiliki nomor - - registrasi 3. Asal produk Pedagang kaki lima Supermarket Pedagang kaki lima 4. Melalui proses penggorengan Preparasi dan Isolasi DNA Sampel Beef Burger Proses isolasi DNA sampel beef burger tidak menggunakan Tiangen kit dikarenakan kit tersebut tidak dapat memperoleh hasil DNA sampel sehingga kami menggunakan metode konvensional untuk mengisolasi DNA beef burger. Penyebab gagalnya isolasi DNA tersebut kemungkinan besar dikarenakan pada sampel beef burger terdapat banyak bahan tambahan makanan sehingga DNA daging sangat kecil dalam sampel yang menyebabkan kit tidak bisa mengisolasi DNA daging tersebut. Proses isolasi DNA sampel beef burger sebagai berikut. 1. Preparasi sampel dilakukan dengan cara masing-masing sampel ditimbang 2gram, kemudian digerus dengan mortir dan stamper hingga hancur dengan jaringan-jaringan pada sampel terbuka sehingga lebih mudah dilisiskan. 2. Tahap pre-lysis dengan menambahkan 2-3ml Buffer Lysis kedalam masingmasing sampel hingga sampel tidak terlalu kental, kemudian digerus kembali. Ditempatkan pada tabung konikal dan kemudian divortek. 3. Ditambahkan 50μL proteinase K untuk menghilangkan protein yang terdapat pada sampel, kemudian divortek. Campuran diinkubasi pada 55 C selama semalam untuk melisiskan membran sel hingga jaringan benar benar lisis. 4. Setelah inkubasi selama semalam, disentrifuge 3000rpm selama 20 menit, kemudian supernatan yang terbentuk dimasukkan kedalam tabung konikal baru. 5. Ditambahkan kloroform (1:1) yang berfungsi untuk melisiskan membran sel, mengendapkan komponen polisakarida didalam buffer isolasi yang

38 24 mengkontaminasi DNA, dan memecahkan protein-protein seperti endonuklease yang bekerja untuk memotong-motong untai DNA, kemudian dishake dengan alat shaker selama menit dan disentifuse 3000rpm selama 20 menit. 6. Setelah disentrifuse, supernatan dimasukan kedalam mikrotube 1,5ml. Ditambahkan etanol absolut (1:1) untuk terjadi dehidrasi DNA sehingga terbentuknya presipitasi, kemudian disentifuse dengan kecepatan 12speed selama 5 menit. 7. Ditambahkan etanol absolut secukupnya untuk mencuci benang-benangnya atau peletnya dan kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12 speed selama 5 menit. 8. Pada tahap pengeringan, masing-masing mikrotube dibalik untuk mengkeringkan peletnya selama 2 jam. 9. Ditambahkan Buffer TE sebanyak μl untuk melarutkan DNA yang dihasilkan dan dapat menjaga DNA untuk tidak mudah rusak. Penyimpanan DNA untuk jangka panjang pada suhu -4 C Uji Kualitatif DNA Menggunakan Elektroforesis DNA hasil isolasi kemudian diuji secara kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui kualitas DNA yang didapat. Gel yang digunakan untuk elektroforesis gel agarosa dengan konsentrasi 0,8% dengan tegangan 100volt selama 30 menit. Pemberian Loading Dye pada hasil isolasi DNA sebelum dimasukan kedalam sumuran gel berfungsi untuk sebagai pewarna bromophenol blue dan visualisasi pergerakan DNA pada saat elektroforesis dicampurkan kedalam DNA. Pada elektroforesis menggunakan ladder 1 kb sebagai marker hasil isolasi DNA. Proses uji kualitatif DNA sebagai berikut. 1. Dilakukan pembuatan gel agarose 0,8% dahulu dengan cara dituang 100ml buffer TBE 1X ke dalam labu ukur kedalam labu erlenmeyer. 2. Ditimbang 0,8g Agarose (konsentrasi 0,8%) gel elektroforesis. Setelah ditimbang, dimasukkan kedalam labu erlenmeyer, kemudian dicampur.

39 25 3. Dipanaskan dengan microwave, kemudian di aduk hingga agarose larut dalam buffer TBE 1X. Ditambahkan 20µl florosafe, hingga semua larut. Setelah larut, dituang kedalam cetakan yang sudah disiapkan. 4. Ditunggu hingga gel mengeras. Running elektroforesis dilakukan dengan dituang buffer TBE 1X ke dalam chamber mupid elektroforesis secukupnya. 5. Dimasukkan gel agarose yang sudah jadi dalam buffer TBE 1X (dalam chamber). 6. Diambil kertas parafilm untuk membuat mix 2µl loading buffer, kemudian ditambah 5µl DNA. 7. Diambil 7µl mix (loading dan DNA), dimasukkan kedalam sumuran gel dengan hati-hati. 8. Ditutup mupid, ditekan tombol pengaturan waktu 30 menit, tombol voltase 100volt. 9. Ditekan tombol RUN. 10. Ditunggu sampai selesai matikan alat dengan menekan tombol RUN. 11. Dibuka tutup mupid, diangkat gel, dilepaskan tray dari gel. 12. Dilihat hasil running elektroforesis dibawah sinar UV. Buffer TBE 1X yang telah digunakan untuk running dapat disimpan kembali untuk running elektroforesis selanjutnya hingga 2-3X pemakaian (36) Uji Kuantitatif DNA Menggunakan Spektrofotometer Pertama, kuvet dibersihkan terlebih dahulu dengan aquades serta dilakukan uji blanko menggunakan aquades. Pengenceran DNA dilakukan sebanyak 100x dengan cara sampel DNA 5µl ditambahkan dengan 495µl aquades. Pengukuran absorbansi masing-masing DNA dilakukan pada panjang gelombang 260nm dan 280nm Amplifikasi DNA dengan Real-Time PCR Hasil isolasi DNA dibuat dalam campuran untuk reaksi PCR yang mengandung DNA sesuai dengan yang dibutuhkan 1µL DNA, 5μL EvaGreen qpcr Master Mix, 0,5μL Forward Primer, 0,5μL Reverse Primer, dan

40 26 ditambahkan PCR-grade water hingga volume campuran 10μL. Pada preparasi NTC (kontrol tanpa template) dibuat dengan mengganti 1µL DNA dengan 1µL PCR-grade water. Amplifikasi PCR dilakukan pada kondisi enzim aktivasi pada suhu 98ºC selama 3 menit, denaturasi pada suhu 98ºC selama 15 detik, annealing pada suhu 59ºC selama 30 detik. Analisis Melting Curve C; 0,5 C increment, 5 detik/langkah. Denaturasi dan annealing dilakukan selama 30 siklus (37). Sesuai dengan tabel 3.2. Tabel 3.2 Amplifikasi DNA Langkah Suhu Durasi Siklus Aktivasi Enzim 98 C 3 min 1 Denaturasi 98 C 15 detik Annealing 59 C 30 detik Analisis Melting Curve Uji Spesifisitas dan Sensitivitas C; 0,5 C increment, 5 detik/langkah Spesifisitas uji PCR dilakukan pada daging babi, sapi dan ayam. Uji spesifisitas dilakukan dengan melihat hasil dari DNA daging babi, daging sapi dan daging ayam dengan menggunakan primer for pig detection macrogen. Primer tersebut didapatkan oleh produsen dengan sekuen yang tidak diketahui. Sensitivitas uji PCR yang ditunjukkan dengan batas deteksi untuk 5 sampel dengan perbandingan konsentrasi. Pada umumnya semakin kecil konsentrasi DNA yang dapat dideteksi, maka sensitivitas uji PCR semakin meningkat (8). Gradien konsentrasi yang digunakan tertera pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Gradien Konsentrasi Campuran Daging Babi dan Daging Sapi. No Daging babi (%) b/b Bobot daging babi (mg) Bobot daging sapi (mg) Bobot total campuran (mg) 1 0,1 0,3 299, ,5 1,5 298, ,5 7,5 292,

41 27 Uji sensitivitas primer dilakukan dengan membandingkan penanda spesifik terhadap DNA daging babi dan DNA daging sapi. Penanda dibuat dengan mencampurkan daging babi dan daging sapi dengan jumlah perbandingan massa dari daging babi dan massa dari daging sapi menggunakan %(b/b) Analisa Hasil Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ada atau tidaknya kandungan daging babi pada produk makanan daging sapi olahan. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah burger sapi. Pengujian dilakukan melalui amplifikasi DNA menggunakan real-time PCR. Primer spesifik DNA babi yang digunakan yaitu primer for pig detection (macrogen ) sebagai pembanding dengan sampel. Primer tersebut didapatkan oleh produsen dengan sekuen yang tidak diketahui. Uji kualitatif DNA menggunakan elektroforesis dilakukan dengan melihat terbentuknya pita pada gel agarosa, dan uji kuantitatif DNA menggunakan spektrofotometer dilakukan dengan menghitung konsentrasi DNA yang dapat diketahui dari nilai absorbansi DNA pada λ260nm dan λ280nm. Uji spesifisitas dilakukan dengan mendeteksi hasil bentuk kurva dari DNA daging sapi dan ayam dengan menggunakan primer spesifik DNA babi. Pada hasil uji spesifisitas menunjukkan terbentuknya kurva hanya pada DNA daging babi, maka primer dapat dikatakan sebagai primer spesifik DNA babi. Uji sensitivitas primer dilakukan dengan pencampuran daging babi dan daging sapi dengan perbandingan konsentrasi (b/b). Apabila pada konsentrasi terkecil fragmen DNA babi masih muncul, hal ini menunjukkan primer yang digunakan sensitif untuk amplifikasi DNA babi. Analisis DNA saat ini semakin dikembangkan dengan relatif mendeteksi adanya campuran daging lain hingga konsentrasi 0,1% (38). Identifikasi pada sampel dilakukan dengan mendeteksi hasil bentuk kurva DNA sampel dengan menggunakan primer spesifik DNA babi. Apabila hasil bentuk kurva sampel sama dengan kurva yang didapat pada DNA babi, maka sampel yang digunakan mengandung DNA babi. Apabila bentuk kurva sampel tidak terdapat kurva yang sama dengan kurva DNA babi, maka sampel yang digunakan dimungkinkan tidak mengandung DNA babi. Uji yang dilakukan untuk

42 28 memastikan tidak mendapatkan hasil negatif palsu pada sampel adalah uji negatif palsu dengan mencampurkan sampel dengan daging babi. Apabila bentuk kurva campuran sampel dan daging babi sama dengan kurva yang didapat pada kurva DNA babi, maka hasil yang didapatkan benar-benar negatif terhadap DNA babi. Pada masing-masing amplifikasi DNA terdapat hasil melt culve untuk memeriksa spesifisitas reaksi RT-PCR yang dilakukan. Hasil melt curve yang baik seharusnya menghasilkan satu puncak pada melting peak dan menunjukkan melting temperature dari amplikon. Analisis melting curve ini juga dapat menunjukkan adanya primer dimer bila terdapat lebih dari satu puncak (39) Skema Penelitian Penyiapan sampel penelitian dan pembanding / kontrol daging babi, daging sapi, dan daging ayam Ekstraksi genomik Elektroforesis dan kuantifikasi DNA Menggunakan Spektrofotometer Amplifikasi DNA dengan Real-Time PCR Uji Spesifisitas Uji Sensitivitas Uji Identifikasi Sampel Analisis Hasil

43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Isolasi DNA Tahap pertama pada isolasi DNA yaitu preparasi daging dan sampel. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi atau memisahkan DNA yang berasal dari daging dan beef burger. Metode yang dilakukan dalam mengisolasi DNA dari kontrol terdiri dari daging babi, sapi dan ayam adalah Tiangen kit. Hasil isolasi DNA dapat dilihat dari hasil elektroforesis pada gambar 4.1. M bp M= ladder 1kb, 1=daging babi, 2=daging sapi, 3=daging ayam. Gambar 4.1 Hasil Elektroforesis isolasi DNA kontrol pada gel agarosa 0,8% Berdasarkan pada gambar 4.1 bahwa hasil isolasi DNA daging dapat terlihat walaupun pitanya sedikit tipis. Hal tersebut menunjukkan bahwa Tiangen kit telah mampu mengisolasi DNA daging dengan baik dan hasil isolasi dapat digunakan untuk Real Time PCR. Pita yang terbentuk pada daging babi, daging sapi, dan daging ayam berada di bp. Pada penelitian ini hanya dilakukan secara kualitatif untuk melihat ada atau tidak DNA daging, sehingga pita pada hasil isolasi DNA yang tipis tidak mempengaruhi Real Time PCR. 29

44 30 Isolasi DNA sampel beef burger menggunakan metode konvensional. Hasil isolasi 3 sampel beef burger dapat dilihat dari hasil elektroforesis pada gambar bp bp M M= ladder 1 kb, 1= sampel 1, 2=sampel 2, 3= sampel 3 Gambar 4.2. Hasil elektroforesis isolasi DNA sampel beef burger pada gel agarose 0,8% Pada gambar 4.2 menunjukkan pita hasil isolasi DNA sampel. Pita yang terbentuk pada sampel 1 dan sampel 2 berada di 6000 bp, sedangkan pada sampel 3 pita yang terbentuk berada di bp. Hasil isolasi DNA sampel terlihat bentuk pita yang sedikit smear yang dapat disebabkan karena DNA yang terisolasi kurang murni dimana kemungkinan masih ada kontaminasi protein atau fragmenfragmen lainnya. Pada penelitian ini hasil isolasi DNA sampel tersebut masih dapat digunakan untuk Real Time PCR karena didalamnya masih terkandung DNA yang diinginkan. Uji kualitatif DNA dengan spektrofotometer bertujuan untuk melihat kualitas DNA yang dihasilkan dari isolasi DNA kontrol dan sampel. Selain itu juga untuk memastikan DNA yang diperlukan untuk melakukan uji PCR dengan menghitung konsentrasi DNA. DNA dapat dibaca absorbansinya pada λ260 nm

45 31 dan λ280 nm dengan spektrofotometer UV karena DNA memiliki ikatan rangkap terkonjugasi pada basa purin dan pirimidin. Pada penelitian ini uji kuantifikasi DNA menggunakan rasio perbandingan absorbansi pada λ260 nm : λ280 nm. Hasil kuantifikasi DNA dapat dilihat pada table 4.1. Kemurnian larutan DNA dapat dihitung melalui perbandingan absorbansi λ260 nm:λ280 nm (20). Tabel 4.1 Hasil Kuantifikasi DNA menggunakan Spektrofotometer UV No Nama DNA λ260 (A) λ280 (B) Rasio (A:B) Konsentrasi DNA (µg/ml) 1 Daging Babi 0,168 0,115 1, Daging Sapi 0,166 0,099 1, Daging Ayam 0,170 0,118 1, Sampel 1 0,190 0,129 1, Sampel 2 0,184 0,120 1, Sampel 3 0,183 0,117 1, Hasil isolasi DNA sampel beef burger dapat dikatakan murni apabila rasio perbandingan absorbansi λ260 nm dan λ280 nm adalah 1,8-2,0 dan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam analisis molekuler. Pada penelitian ini diperoleh kemurnian antara 1,4 sampai 1,6. Kisaran nilai tersebut menunujukkan bahwa jumlah DNA dalam sampel masih terkontaminasi karena apabila kemurnian dibawah 1,8 atau diatas 2,0 diindikasikan DNA masih terkontaminasi protein dan RNA (21). Kontaminasi yang terjadi dapat dimurnikan kembali dengan melakukan ektraksi kloroform isoamilalkohol dan deproteinasi. Pengukuran kuantitas DNA juga dapat mengetahui konsentrasi DNA, yang bertujuan untuk mengetahui banyak sedikitnya DNA yang terkandung dalam larutan. Konsentrasi DNA yang diperoleh bervariasi dapat disebabkan karena sampel yang diisolasi berasal dari daging segar dan makanan olahan daging berupa beef burger. Pada beef burger lebih banyak campuran bahan makanan tambahan dibandingkan dengan daging segar. Pada penelitian ini kemurnian DNA

46 32 tidak terlalu dipentingkan karena hanya untuk melihat kualitas hasil isolasi DNA yang diperoleh Uji Spesifisitas Primer Pada uji spesifisitas primer dilakukan menggunakan kontrol positif yaitu daging babi, sedangkan yang sebagai kontrol negatif berupa daging sapi dan ayam. Pada penelitian menggunakan daging sapi dan ayam sebagai kontrol negatif karena daging tersebut lebih sering dikonsumsi oleh masyarakat dan lebih mudah diperoleh dipasaran. Primer yang digunakan adalah primer for pig detection macrogen, diberikan oleh produsen dan telah teroptimasi suhu annealing primer tersebut yaitu pada suhu 59 C. Primer tersebut tidak diketahui sekuen DNAnya. Pada penelitian, DNA mengandung segmen yang akan diampllifikasi ditambahkan primer. Primer adalah dua oligonukleotida sintetik. Setiap oligonukleotida bersifat komplementer terhadap urutan yang pendek pada satu untai DNA untuk diamplifikasi. Sewaktu larutan mendingin, oligonukleotida membentuk pasangan basa dengan DNA dan berfungsi sebagai primer untuk mensintesis untai DNA yang dikatalisis oleh DNA polimerase tahan panas. Proses pemanasan, pendinginan, dan sintesis DNA baru diulang berkali-kali sampai diperoleh salinan DNA dalam jumlah besar. Proses dapat dilakukan secara otomatis sehingga setiap putaran replikasi hanya memerlukan waktu beberapa menit. Dalam 20 siklus pemanasan dan pendinginan, DNA dapat mengalami amplifikasi lebih dari sejuta kali (23). Hasil uji spesifisitas primer dapat dilihat pada gambar 4.3. Pada hasil RT- PCR dapat dilihat kurva yang terbentuk hanya pada DNA daging babi, sedangkan pada NTC, daging sapi dan daging ayam tidak terbentuk kurva. Primer yang digunakan dapat dikatakan spesifik karena primer tersebut hanya mengamplifikasi DNA daging babi sedangkan DNA daging sapi dan ayam tidak teramplifikasi oleh primer tersebut. Pada gambar 4.4 yaitu hasil melt curve juga menunjukkan bahwa hanya DNA daging babi yang membentuk puncak kurva sedangkan pada DNA lainnya tidak terbentuk puncak kurva.

47 33 Threshold A= kontrol babi, B=kontrol sapi, C=kontrol ayam, D=NTC. Gambar 4.3 Hasil amplifikasi spesifisitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. A= kontrol babi, B=kontrol sapi, C=kontrol ayam, D=NTC Gambar 4.4 Hasil melt curve spesifisitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. Hasil melt curve yang baik akan menghasilkan satu puncak pada melt peak dan menunjukkan melting temperature dari amplikon, sehingga primer yang digunakan dapat dikatakan spesifik. Analisis melting curve juga dapat menunjukkan adanya primer dimer bila terdapat lebih dari satu puncak (39). Pada hasil melt curve dapat disimpulkan primer yang digunakan spesifik hanya mendeteksi DNA babi.

48 Uji Sensitivitas Real-Time PCR adalah alat PCR yang paling sensitif untuk mendeteksi dan mengukur kuantitas DNA. Real-Time PCR dapat dikatakan lebih bagus dibandingkan dengan analisis northern blot dan RNAse protection assay, karena dapat digunakan untuk mengukur kadar DNA dalam sampel yang berukuran kecil. Penggunaan RT-PCR mempunyai beberapa keuntungan, yaitu dapat memperoleh hasil dengan cepat dan hanya memerlukan sedikit DNA. Pada penelitian ini dilakukan uji sensitivitas mengunakan primer for pig detection macrogen. Uji sensitivitas dilakukan mencampurkan daging babi dan daging sapi dengan perbandingan massa daging babi dan massa daging sapi. Hasil uji sensitivitas primer dari beberapa konsentrasi daging babi dapat dilihat pada gambar 4.5. Threshold A= NTC, B=0,1%, C=0,5%, D=1%, E=2,5%, F=5%. Gambar 4.5 Hasil amplifikasi sensitivitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. Pada NTC terjadi amplifikasi DNA diatas siklus ke 30 karena seharusnya prosedur amplifikasi DNA menggunakan primer for pig detection macrogen hanya sampai 30 siklus sehingga NTC mengalami amplifikasi DNA palsu (positif palsu). Pada hasil yang terlihat menunjukkan bahwa dari konsentrasi 0,1%; 0,5%; 1%; 2,5%; dan 5% dapat teramplifikasi DNA babi nya dengan menggunakan primer for pig detection macrogen, walaupun kurva yang terbentuk berbeda-beda tinggi puncaknya tetapi tetap di posisi puncak yang sama. Apabila semakin tinggi

49 35 bentuk puncak kurva, maka semakin tinggi DNA yang teramplifikasi yang berarti konsentrasi dari daging babi semakin besar. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan konsentrasi 5% memiliki puncak kurva yang paling tinggi. Pada hasil RT-PCR juga dapat dilihat RFU (Relative Fluorescence Units) adalah unit pengukuran yang digunakan dalam analisis yang mana mendeteksi fluoresensi. Apabila DNA yang teramplifikasi lebih besar maka nilai RFU yang diperoleh lebih tinggi, sehingga pada konsentrasi paling tinggi yaitu 5% memiliki nilai RFU yang lebih tinggi daripada konsentrasi lainnya. A= NTC, B=0,1%, C=0,5%, D=1%, E=2,5%, F=5%. Gambar 4.6 Hasil melt curve sensitivitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. Semakin besar konsentrasi DNA daging babi, maka semakin cepat siklus terjadinya amplifikasi DNA. Hal tersebut terlihat dari hasil RT-PCR pada konsentrasi 0,1% memiliki puncak kurva yang paling rendah dari konsentrasi 0,5%; 1%; 2,5%; dan 5%, sebaliknya pada konsentrasi 5% memiliki puncak kurva yang paling tinggi dari konsentrasi lainnya. Pada konsentrasi 5% juga terjadi amplifikasi DNA yang paling cepat yaitu pada siklus 16, sedangkan konsentrasi 0,1% terjadi amplifikasi DNA yang paling lama yaitu pada siklus 22. Berdasarkan hasil RT-PCR pada uji sensitivitas dapat diketahui juga Cq yang didapat dari setiap kurva yang terbentuk. Nilai Cq didapat dari jumlah siklus

50 36 pada proses PCR yang berpotongan dengan garis threshold. Threshold adalah garis yang menandai peningkatan sinyal fluoresensi secara signifikan berdasarkan variabilitas baseline, namum posisi threshold dapat diatur bebas pada setiap titik di fase eksponensial (27). Nilai Cq dari beberapa konsentrasi daging babi dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil sensitivitas primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. No Daging babi (%) b/b Bobot daging babi (mg) Bobot daging sapi (mg) Bobot total campuran (mg) Cq 1 0,1 0,3 299, ,74 2 0,5 1,5 298, , ,28 4 2,5 7,5 292, , ,89 Apabila semakin tinggi nilai Cq maka semakin rendah konsentrasi daging babi (27). Pada hasil RT-PCR menunjukkan nilai Cq yang didapat pada konsentrasi 0,1% paling tinggi daripada konsentrasi 0,5%; 1%; 2,5%; dan 5%. Sedangkan konsentrasi 5% memiliki nilai Cq paling rendah dari pada konsentrasi lainnya. Berdasarkan nilai Cq, konsentrasi 5% paling cepat terjadinya amplifikasi DNA yang berarti memiliki DNA babi yang paling banyak daripada dengan konsentrasi lainnya. Berdasarkan nilai Cq tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan teorinya. Konsentrasi yang paling rendah 0,1% memiliki nilai Cq yang paling tinggi sebesar 22,74. Penelitian uji sensitivitas juga dilakukan bersamaan dengan berbeda konsentrasi yaitu 0,01%; 0,02%; 10%; dan 15%. Hasil RT-PCR diketahui dari semua konsentrasi terdeteksi dan pada konsentrasi paling kecil 0,01% pun tetap teramplifikasi DNA babi (40). Primer yang spesifik dan sensitif sangat penting dalam pengujian produk makanan halal dengan menggunakan metode Real Time PCR. Kehalalan suatu produk makanan adalah hal yang mutlak dan tidak dipengaruhi oleh besarnya cemaran dalam produk makanan. Oleh karena itu diperlukan primer yang spesifik

51 37 dan sensitif yang dapat mendeteksi suatu spesies sampai dengan konsentrasi yang sangat kecil (41) Uji Sampel Beef Burger Pada penelitian ini, produk makanan yang diindentifikasi ada 3 sampel beef burger yang telah memenuhi kriteria pengumpulan sampel. Hasil RT-PCR pada sampel menggunakan primer for pig detection macrogen dapat dilihat pada gambar 4.7. Threshold A= kontrol positif, B=sampel 1, C=sampel 2, D=sampel 3, E= NTC Gambar 4.7 Hasil amplifikasi uji sampel beef burger menggunakan primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. Berdasarkan hasil RT-PCR pada 3 sampel beef burger tidak ada yang terbentuk kurva seperti kurva DNA babi. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua sampel beef burger tidak mengandung DNA babi. Pada kurva NTC sebagai kontrol negatif juga tidak terbentuk kurva, sedangkan pada kontrol positif mengalami amplifikasi DNA sehingga terbentuk kurva. Ketiga sampel terbentuk kurva yang berbeda pada awal proses RT-PCR yang kemungkinan dapat terjadi karena sampel yang digunakan memiliki DNA yang kurang murni. Untuk menghindari terjadinya hasil yang negatif palsu maka dilakukan uji negatif palsu pada 3 sampel beef burger.

52 38 Uji negatif palsu dilakukan dengan cara setiap sampel dicampur dengan daging babi. Hasil RT-PCR pada uji negatif palsu dapat dilihat pada gambar 4.8. Berdasarkan hasil uji negatif palsu bahwa 3 sampel beef burger dicampur dengan daging babi terjadi amplifikasi DNA dan membentuk kurva yang sama dengan daging babi. Pada ketiga sampel mengalami amplifikasi DNA di siklus yang berbeda-beda. Sampel 1 teramplifikasi pada siklus ke-18, sedangkan pada sampel 2 dan sampel 3 mengalami amplifikasi yang hampir sama yaitu siklus ke-20. Threshold A= sampel 1, B=sampel 2, C=sampel 3, D=NTC. Gambar 4.8 Hasil amplifikasi uji negatif palsu sampel beef burger menggunakan primer for pig detection macrogen pada RT-PCR. Hasil RT-PCR dapat diketahui nilai Cq, pada sampel 1 sebesar 18,93; sampel 2 sebesar 21,05; dan sampel 3 sebesar 21,44. Berdasarkan nilai Cq tersebut, pada sampel 1 paling cepat terjadinya amplifikasi DNA yang berarti memiliki DNA babi yang paling banyak daripada sampel lainnya. Pada hasil amplifikasi uji negatif palsu, ketiga sampel terbentuk kurva yang berbeda-beda meskipun daging babi yang dicampur dalam ketiga sampel dengan berat yang sama yaitu 0,3mg. Hal tersebut dapat terjadi karena double stranded DNA pada masing-masing DNA babi yang dicampur dalam ketiga sampel memiliki jumlah DNA yang terisolasi berbeda sehingga terjadi amplifikasi DNA babi pada siklus yang berbeda.

53 39 Pada hasil melt curve pun terbentuk puncak kurva, walaupun kurva yang terbentuk memiliki tinggi yang berbeda-beda tetapi tetap di posisi titik puncak yang sama. Hasil melt curve RT-PCR dapat dilihat pada gambar 4.9. Apabila hasil amplifikasi uji negatif palsu terbentuk kurva dan hasil melt curve juga terbentuk puncak kurva, maka sampel tidak mengandung daging babi. Hal tersebut dikarenakan hanya saat sampel dicampur dengan daging babi terbentuk kurva, sedangkan saat sampel tidak dicampur dengan daging babi tidak terbentuk kurva. Berdasarkan hasil amplifikasi uji negatif palsu dan hasil melt curve dapat disimpulkan bahwa ketiga sampel beef burger tidak mengandung babi karena saat sampel beef burger tidak dicampur dengan daging babi tidak terbentuk kurva. A= sampel 1, B=sampel 2, C=sampel 3, D=NTC. Gambar 4.9 Hasil melt curve uji negatif palsu sampel beef burger menggunakan primer for pig detection macrogen pada RT-PCR.

54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Metode Real-time PCR menggunakan primer for pig detection macrogen dapat mengidentifikasi DNA babi secara spesifik sehingga dapat membedakan DNA babi dengan DNA lainnya. 2. Metode Real-time PCR memiliki sensitifitas sampai dengan konsentrasi 0,1% untuk mengidentifikasi DNA babi Saran 1. Penelitian selanjutnya dapat melakukan uji sensitivitas DNA babi dengan konsentrasi yang lebih kecil dari konsentrasi yang telah kami lakukan. 2. Penelitian selanjutnya melakukan identifikasi kandungan babi dengan sampel yang berbeda misalnya: kosmetik, kapsul, kecap, dan sediaan lainnya. 40

55 DAFTAR PUSTAKA 1. Yuwono, D. B., Kepedulian Muslim Perkotaan terhadap Kehalalan Makanan Produk Pengusaha Mikro Kecil (Kasus pada Masyarakat Muslim Minoritas di Kota Kupang, NTT). Center for Research and Publication LP2M UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2017; 1: p Irawati, D Dendeng Sapi Dicampur Daging Babi di Malang, mpur.daging.babi.di.malang, diakses tanggal 16 maret 2017, pukul Fibriana, F., Widianti, T., Retnoningsih, A., Susanti. Deteksi daging babi pada produk bakso di pusat kota Salatiga menggunakan teknik polymerase chain reaction. Biosantifika. 2012; 4(2): p Alaraidh, I.A., Improved DNA Extraction Method for Porcine Contaminants, Detection in Imported Meat to The Saudi Market. Saudi J Biol Sci. 2008;15(152): p Marseli, C., Identifikasi kandungan daging babi pada beef burger menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Spesific Primers gen 12s rrna babi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Islam Indonesia. 2016; p Chen, S.Y., Liu, Y.P., Yao, Y.G. Species authentication of commercial beef jerky based on PCR-RFLP analysis of the mitochondrial 12S rrna gene. J Genet Genomics. 2010;37(11): p Tanabe, S., Hase M., Yano, T., Sato M., Fujimura, T., Akiyama, H. A Real- Time Quantitative PCR Detection Method for Pork, Chicken, Beef, Mutton, and Horseflesh in Foods. Biosci Biotechnol Biochem. 2007;71(12): p Broeders, S., Huber, I., Grohmann, L., Berben, G., Taverniers, I., Mazzara M., et al. Guidelines for validation of qualitative real-time PCR methods. Trends Food Sci Technol. 2014;37(2): p Burns, M.J., Nixon, G.J., Foy, C.A., Harris, N. Standardisation of data from real-time quantitative PCR methods-evaluation of outliers and comparison of calibration curves. BMC Biotechnol. 2005;5: p Wikipedia. Daging. diambil dari: diakses pada tanggal 17 April 2018 pukul Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hamburger. diambil dari: diakses pada tanggal 17 April 2018 pukul Zulfahmi Z. Deteksi kontaminan babi pada makanan menggunakan teknologi DNA molekuler. J Penelit Sosial Keagamaan. 2015; 18(1): p Faatih, M. Isolasi dan digesti DNA kromosom. J Penelit Sains dan Teknol. 2009;20(1): p Rosana, D. Struktur dan Fungsi DNA dan RNA. Modul 3 Biofisika. 2012; p Gandjar, I. G. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar UGM. Yogyakarta. 2007; p

56 16. Morihito, R. V. S. A., Chungdinata, S. E., Nazareth, T.A., Pulukadang, M.I., Makalew, R. A. M., Pinontoan, B., et al. Identification of Changes of Dna Structures on Cancer Cell Form Using Graph Decomposition. Jurnal Ilmiah Sains. 2017; 17(2): p Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2008: p Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel Kesistem Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2001: p Gaffar, S. Bioteknologi Molekul. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung. 2007; p Available from: Murtiyaningsih, P. Isolasi DNA genom dan identifikasi kekerabatan genetik nanas menggunakan RAPD (Random Amplified Polimorfic DNA). Jurnal Unmuh Jember. 2017;15(1): p Mulyani, Y., Purwanto, A., Nuruhwati, I. Perbandingan Beberapa Metode Isolasi DNA Untuk Deteksi Dini Koi Herpes Virus (KHV) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Univ Padjajaran. 2011; 2, No. 1: p Farida, Y. Metode sidik jari DNA dengan REP -PCR. Prosiding Seminar Nasional Penelitian. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. 2009;(2): p Joko, T., Kosumandari, N., Hartono, S. Optimization of PCR method for the detection of Pectobacterium carotovorum, a causal agent of soft-rot disease on orchid. J Perlindungan Tanam Indones. 2011;17(2): p Budiarto, B. R. Polymerase Chain Reaction (PCR) : Perkembangan Dan Perannya Dalam Diagnostik Kesehatan. Polym Chain React Perkemb Dan Perannya Dalam Diagnostik Kesehat. 2015;6(2): p Hewajuli, D.A., Nlpi, D. Perkembangan Teknologi Reverse Transcriptase- Polymerase Chain Reaction dalam Mengidentifikasi Genom Avian Influenza dan Newcastle Diseases. Wartazoa. 2014;24(1): p NCBI. Tahapan PCR. diambil dari: diakses pada tanggal 18 April 2018 pukul Thau, W., Yong, L., Jole, S.E., Rodrigues, K.F., Gansau, J.A. Quantitative Real-Time PCR for Determination of Transgene in Callus of Jatropha curcas. Annu Res Rev Biol. 2014;4(6): p Ramakers, C., Ruijter, J.M., Lekanne, D. R. H., Moorman, A. F. M. Assumption-free analysis of quantitative real-time polymerase chain reaction (PCR) data. Neurosci Lett. 2003;339(1): p Kesmen, Z., Gulluce, A., Sahin, F., Yetim, H. Identification of meat species by TaqMan-based real-time PCR assay. Meat Sci. 2009;82(4): Belgrader, P., Elkin, C. J., Brown, S.B., Nasarabadi, S.N., Langlois, R.G., Milanovich, F.P., et al. A reusable flow-through polymerase chain reaction instrument for the continuous monitoring of infectious biological agents. Anal Chem. 2003;75(14): p Maryam, S., Sismindari, S., Raharjo, T.J., Sudjadi, Rohman, A. Determination of Porcine Contamination in Laboratory Prepared dendeng 42

57 Using Mitochondrial D-Loop686 and cyt b Gene Primers by Real Time Polymerase Chain Reaction. Int J Food Prop. 2016;19(1): p Available from: Helmi, T.Z., Widayanti, R., Hariyanto, A. Penentuan subtipe virus avian influenza dengan metode single step multiplex reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RT-PCR) isolat asal provinsi Aceh. J Kedokt Hewan. 2014;8(1): p Husni, P., Putriana, N.A., Wicaksono, I. A. Metode Deteksi Kandungan Babi dan Alkohol dalam Eksipien Farmasi dan Produk Obat untuk Menjamin Kehalalan Sediaan Obat. Maj Farmasetika. 2017;2(1): p Nihayati, K., Khoiriyah, R. A. Deteksi fragmen DNA rendah pengkode gen sitokrom B (cyt b) babi pada sampel mie instan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Biotropic. 2017;1(1): p Kit GDNA. TIANamp Genomic DNA Kit Handbook. Tiangen Biotech Co., Ltd. Beijing, China. 6hlm. 36. Tim Penyusun Dosen. Buku Petunjuk Praktikum Biologi Molekuler. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. 2016; p Bio-Rad. EvaGreen qpcr Master Mix Universal. Applied Biological Materials Inc. United States; p Ilhak, O. I., Arslan, A. Identification of meat species by Polymerase Chain Reaction (PCR) technique. Turkish J Vet Anim Sci. 2007;31(3): p Suciati, Y., Prijanti, A.R., Sadikin, M. Pola mrna Hypoxia Inducible Factor-1α (HIF-1α) dan Exkspresi Protein HIF-1α Ginjal Tikus pada Hipoksia Sistemik Kronik. J Kedokt Yars. 2012;20(1): p Putri, A. A., Identifikasi kandungan daging babi pada bakso menggunakan metode Real-Time Polymerase Chain Reaction. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Islam Indonesia. 2018; p Eyigor, A., Carli, K.T. Rapid detection of Salmonella from poultry by realtime polymerase chain reaction with fluorescent hybridization probes. Avian Dis. 2003;47(2): p

58 LAMPIRAN Hasil elektroforesis Isolasi DNA 1. Elektroforesis isolasi DNA daging menggunakan Tiangen kit. Ladder Babi Sapi Ayam 2. Elektroforesis isolasi DNA sampel beef burger secara konvensional Ladder 44

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA Disusun Oleh: Nama : Aminatus Sholikah NIM : 115040213111035 Kelompok : kamis, 06.00-07.30 Asisten : Putu Shantiawan Prayoga PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus pemalsuan makanan menggunakan spesies babi telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus pemalsuan makanan menggunakan spesies babi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus pemalsuan makanan menggunakan spesies babi telah terjadi di masyarakat dikarenakan harga babi yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sapi, serta

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)

IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR) IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR) Srihanto, E.A, Setiaji, G, Rumpaka, R dan Firwantoni Balai Veteriner Lampung Jalan Untung Suropati

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kapsul adalah salah satu produk farmasi yang terbuat dari gelatin sapi dan gelatin babi yang berperan dalam pengemasan sediaan obat (Sahilah dkk., 2012), sedangkan gelatin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya keingintahuan peneliti terhadap hasil suatu aktivitas. Metode penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebab Kata kabab ( اب ) berasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti daging yang digoreng dan bukanlah daging yang dipanggang. Kata kabab dari bahasa Arab tersebut

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sedangkan kerupuk kulit atau yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sedangkan kerupuk kulit atau yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sedangkan kerupuk kulit atau yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM GENETIKA DAN BIOLOGI MOLEKULER (ISOLASI DNA BAWANG BOMBAY DENGAN CARA SEDERHANA) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : V (Lima)

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. dan menyebabkan keprihatinan bagi pelanggan. Daging babi (Sus scrofa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. dan menyebabkan keprihatinan bagi pelanggan. Daging babi (Sus scrofa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemalsuan makanan merupakan masalah besar dalam industri makanan, dan menyebabkan keprihatinan bagi pelanggan. Daging babi (Sus scrofa domestica) merupakan salah satu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Ternak Sapi Potong di Indonesia Populasi penduduk yang terus berkembang, mengakibatkan permintaan terhadap kebutuhan pangan terus meningkat. Ternak memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014 34 BAB III METODE A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni atau pure research yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

ELEKTROFORESIS HASIL ISOLAT DNA GENOM DARI BAKTERI Escherichia coli DAN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWA

ELEKTROFORESIS HASIL ISOLAT DNA GENOM DARI BAKTERI Escherichia coli DAN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWA ELEKTROFORESIS HASIL ISOLAT DNA GENOM DARI BAKTERI Escherichia coli DAN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWA Nikman Azmin 1, Erni Suryani 2 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Sekolah Tinggi Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2009; Martin dkk., 2009; Koppel dkk., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2009; Martin dkk., 2009; Koppel dkk., 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, identifikasi spesies hewan menjadi perhatian utama karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahan atau komposisi makanan

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Disusun oleh : Vallery Athalia Priyanka NPM : 130801398 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci