TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan tahun 2010 (ekor) G G G G KPI G G Jumlah Total

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan tahun 2010 (ekor) G G G G KPI G G Jumlah Total"

Transkripsi

1 3 TINJAUAN PUSTAKA Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda Indonesia hasil grading up dari kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga (G3) dan generasi keempat (G4) atau hasil perkawinan diantaranya yang memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia yang terdaftar pada biro registrasi kuda. Perkembangan perkudaan di Indonesia mengikuti arah persilangan terhadap darah Thoroughbred dengan sistem persilangan grading up sesuai keputusan Pordasi tahun Grading up adalah usaha persilangan untuk membentuk ras baru yang memanifestasikan karakter tertentu dengan cara menyilangkan betina lokal dengan pejantan ras lain yang diinginkan. Komposisi darah kuda pacu Indonesia hasil grading up adalah 87,5% darah kuda Thoroughbred dan 12,5% darah kuda lokal untuk G3, 93,75% darah kuda Thoroughbred dan 6,25 % darah kuda lokal untuk G4, dan 90,625% darah kuda Thoroughbred dan 9,375% darah kuda lokal untuk perkawinan G4 x G4. Jumlah kuda pacu Indonesia sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah kuda yang terdaftar di Biro Registrasi Kuda Indonesia tahun (Widyananta 2011). Jenis Kuda Jumlah Total Kuda di tahun 2009 (ekor) Penambahan tahun 2010 (ekor) G G G G KPI G G Jumlah Total Sistem Reproduksi Kuda Betina Pemahaman mengenai anatomi normal saluran reproduksi kuda betina sangat penting untuk membedakan antara kondisi normal dan kelainan reproduksi. Tampilan morfologi bagian caudal saluran reproduksi dan kondisi normal perineum sangat penting untuk menjaga fertilitas kuda. Distorsi umum dari anatomi normal dapat menyebabkan adanya udara di dalam vagina sehingga memungkinkan bakteri dapat mencapai bagian cranial saluran reproduksi

2 4 (England 2005). Saluran reproduksi kuda betina berbentuk tubular seperti huruf Y. Perineum, vulva, vagina dan serviks membentuk serangkaian pelindung bagi struktur yang lebih halus di bagian lebih dalam (uterus, tuba fallopi dan ovarium) yang berfungsi untuk memproduksi gamet, fertilisasi dan perkembangan embrio (Morel 2005). Ilustrasi saluran reproduksi kuda betina terlihat pada Gambar 1. Gambar 1 Gambaran lateral dari saluran reproduksi kuda betina. Sumber: Morel (2005). Tipe uterus kuda menurut Morel (2005) disebut uterus simpleks bipartitus karena ukuran corpus uteri lebih besar dari kornua uteri dengan perbandingan 60 : 40. Posisi uterus dapat berubah-ubah akibat tingkat pengisian vesika urinaria atau usus. Corpus uteri terletak di cranial pelvis bagian ventral dan caudal abdomen. Uterus yang normal terletak di dorsal, dorso-lateral atau lateral vesika urinaria. Corpus uteri memiliki panjang sekitar cm dan diameter 8-12 cm. Bagian cornua memiliki diameter yang semakin mengecil pada bagian ujungnya. Ketebalan dinding uterus dan tonus miometrium sangat bervariasi tergantung status reproduksi dan umur. Kebuntingan menyebabkan distorsi yang mencolok dari bentuk uterus (England 2005). Ovarium kuda umumnya terletak di bagian paling anterior dari saluran reproduksi pada kuda yang tidak bunting. Ukuran ovarium berkisar antara 6 sampai 8 cm panjangnya dan 3 sampai 4 cm lebarnya dengan rata-rata berat 70 sampai 80 gram. Ovarium kanan berciri khas lebih anterior sekitar 2 sampai 3 cm

3 5 daripada ovarium kiri. Ovarium memiliki dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan gamet dan kelenjar endokrin yang memproduksi hormon (Blanchard et al. 2003). Panjang siklus estrus pada kuda berlangsung selama 22 hari dengan panjang fase estrus 5-7 hari (Aurich 2011). Sedangkan kuda bangsa Caspian memiliki siklus estrus, lama estrus, dan diestrus sepanjang 22.1±0.40, 8.3±0.86 dan 13.8± 0.59 hari secara berturut-turut (Shirazi et al. 2005). Panjang siklus estrus juga dipengaruhi oleh tahap reproduksi, 21,2 ± 1,8 hari dalam keadaan menyusui dan 22,8 ± 1,4 hari pada-kuda yang tidak menyusui (Heidler et al. 2004). Durasi estrus bergantung pada jenis spesies dan bervariasi satu sama lain dalam spesies yang sama, dan terkait dengan waktu pencapaian ovulasi, pada kuda adalah 4-6 hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor eksternal maupun internal (Hafez 1993). Namun, kuda tua memiliki interval siklus estrus dapat lebih lama daripada kuda muda dan usia pertengahan karena tingkat pertumbuhan folikel dominan lebih lambat (Ginther et al. 2008). Ovarium kuda betina memiliki struktur yang unik ditandai dengan ukuran yang sangat besar ( cm 3 ) dan berat (40-80 g) jika dibandingkan dengan spesies hewan domestik lainnya (Kimura et al. 2005), adanya fosa ovulasi dan lokasi yang terbalik antara korteks dengan medula. Selama satu siklus estrus terdapat satu sampai dua gelombang folikel berbeda yang berkembang. Sebuah gelombang folikular pertama bisa terjadi pada awal fase luteal. Folikel dominan pada gelombang awal mungkin tidak ovulasi dan mengalami regresi, tetapi peningkatan konsentrasi progesteron dapat menyebabkan terjadinya ovulasi. Kuda poni biasanya mengembangkan satu gelombang folikel, sementara dua gelombang folikel adalah khas dari kuda Thoroughbred dan Warmblood (Ginther 2000). Munculnya setiap gelombang folikel secara temporal dikaitkan dengan lonjakan FSH. FSH mencapai puncaknya ketika folikel terbesar mencapai ukuran sekitar diameter 13 mm (Gastal et al. 1997). Selanjutnya, FSH menurun dengan konsentrasi yang tidak mendukung pertumbuhan folikel skunder lebih lanjut tetapi cukup untuk melanjutkan pertumbuhan folikel dominan (Ginther 2000).

4 6 Perkembangan folikel praovulasi dan ovulasi kuda berbeda dari spesies hewan ternak lainnya. Folikel praovulasi jauh lebih besar dan pecah di bagian fosa ovulasi. Setelah folikel skunder deviasi, folikel praovulasi tumbuh pada tingkat rata-rata 3 mm per hari sampai sekitar 35 mm pada empat hari sebelum ovulasi. Pertumbuhan terus terjadi hingga 2 hari sebelum ovulasi ketika ukuran folikel mencapai sekitar 40 mm (Ginther et al. 2008). Namun, folikel praovulasi dapat tumbuh sampai dengan ukuran 55 mm atau lebih, dengan diameter praovulasi yang konsisten serupa dalam siklus berturut-turut (Cuervo-Arango dan Newcombe 2008). Korpus luteum (CL) kuda membesar ke bagian internal dari ovarium dan tidak menonjol ke permukaan ovarium luar seperti pada spesies lain. CL kuda memiliki bentuk pearlike dan terdiri dari kompartemen kecil dengan tekstur permukaan yang kasar (Kimura et al. 2005). Struktur CL kuda dibentuk oleh selsel luteal dan non-luteal. Sel luteal dari kuda ini tidak berasal dari teka, tetapi berasal eksklusif dari sel granulosa dari folikel praovulasi. Saat ovulasi, sel teka berada pada berbagai tahap degenerasi dan kemudian diganti oleh fibroblas hipertrofi (van Niekerk et al. 1975). Gambar 2 Siklus estrus kuda. Siklus estrus berkisar antara hari dengan 4-7 hari fase folikular dan hari fase luteal (Blanchard et al. 2003). Pada kuda, konsentrasi progesteron segera meningkat pada saat ovulasi terlihat pada Gambar 2. Konsentrasi progesteron maksimal dicapai pada hari ke-8 setelah ovulasi dan kemudian perlahan-lahan menurun sampai timbulnya luteolisis yang dimulai pada sekitar hari ke-14. Pemeriksaan USG menunjukkan penurunan

5 7 paralel dan progresif dalam luas penampang rata-rata CL dari hari ke-4 hingga hari ke-19 siklus (Ginther et al. 2007). Seperti spesies lain, fungsi CL kuda berada di bawah kendali estrogen dan progesteron melalui mekanisme umpan balik negatif terhadap LH. Luteolisis dalam kuda ditandai oleh penurunan konsentrasi progesteron darah di sekitar hari dari siklus (Ginther et al. 2005). Sinyal awal untuk luteolisis adalah sekresi PGF 2α oleh endometrium selama fase luteal akhir yang dirangsang oleh oksitosin dari endometrium dan hipotalamus. PGF 2α disekresikan ke dalam sirkulasi perifer dan tidak ada sistem arus lokal counter (yaitu antara vena uterus dan arteri ovarium) (Aurich 2011). Ultrasonografi Peralatan instrumentasi ultrasonografi (USG) modern telah tersedia dalam berbagai varian, dan memungkinkan bagi sebagian besar manusia untuk mengoperasikannya dengan mudah, namun demikian, harus disertai dengan pemahaman yang baik terhadap sifat fisika ultrasonografi dan interaksi fungsi peralatan dengan jaringan untuk memperoleh hasil yang baik. Kualitas gambar yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan seorang sonographer. Diagnostik ultrasonografi menggunakan prinsip pulse-echo yang dapat menghasilkan gambar pada tayangan scanner yang berhubungan dengan accoustis impedance atau resistensi jaringan yang dijumpai ultrasound (gelombang suara frekuensi tinggi). Ultrasound tidak dapat berpindah melalui udara (acoustic barrier). Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang (Goddard 1995). Menurut Barr (1988) terdapat tiga jenis echo yang digunakan sebagai prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu; 1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak. 2. Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada sekelilingnya, contohnya jaringan lunak.

6 8 3. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo, menampilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang contohnya cairan. Pemerikasaan menggunakan USG memiliki potensi penting untuk pemeriksaan pada saluran reproduksi kuda, seperti penggunaan x-ray untuk pemeriksaan kaki. Prinsip-prinsip USG didasarkan pada kemampuan dari berbagai jaringan dan berisi cairan yang mampu mencerminkan atau menyebarkan gelombang suara frekuensi tinggi. Sebuah sinar suara dipancarkan dari sebuah transduser, dilakukan secara perektal. Proporsi sinar yang dipantulkan (bergema) diterima oleh transduser, dikonversi menjadi impuls listrik, dan ditampilkan pada layar sebagai gambar bergerak. Struktur yang berisi cairan tidak mencerminkan gelombang suara dan tampak hitam di layar. Pada ekstrem yang lain, jaringan padat mencerminkan banyak balok dan tampak putih. Jaringan lain terlihat dalam berbagai warna dari skala abu-abu, tergantung pada echogenisitasnya (kemampuan untuk mencerminkan gelombang suara). Formasi jaringan tertentu dapat menyebabkan gelombang suara untuk menekuk (membiaskan), dipantulkan kembali dan bergaung, atau menjadi lemah (dilemahkan) atau seluruhnya diblokir. Oleh karena itu artefak dapat muncul pada layar dan harus diinterpretasikan oleh ultrasonographer tersebut. Kemampuan alat USG untuk menghasilkan gambar yang baik tergantung pada frekuensi gelombang suara yang diukur dalam satuan megahertz (MHz). Sebuah transduser 5 MHz lebih cocok untuk memeriksa saluran reproduksi kuda daripada transduser 3 atau 3,5 MHz yang tersedia secara umum (Ginther dan Pierson 1984). Pemerikasaan saluran reproduksi kuda dengan USG menggunakan gambaran B-mode. Gambaran B-mode merupakan pencitraan gelombang suara jamak. Echo yang direfleksikan akan memberikan gambaran berupa titik atau dot pada layar monitor. Posisi yang terlihat pada layar merupakan posisi dari refleksi struktur organ. Kekuatan dari echo ditunjukkan oleh keterangan berupa titik pada layar sehingga gambaran dua dimensi menunjukkan potongan organ yang ditampilkan pada layar. Gambaran B-mode hanya menampilkan echo yang kuat. Hal ini berarti tepi dari struktur organ yang diperiksa dapat dilihat tetapi hanya

7 9 seperti gambaran yang tidak begitu jelas (Mannion 2006). Gambaran hasil pencitraan B-mode dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Salah satu pencitraan ultrasonografi perektal B-mode. Kiri: folikel praovulatori. Kanan: udema uterus pada kuda masa estrus atau birahi (Aurich 2011). Gambar 4 Skema representasi uterus kuda yang tidak bunting, menunjukkan posisi tranduser USG pada cornua uteri (a) dan corpus uteri (b). Persiapan untuk pemeriksaan USG secara perektal mirip dengan persiapan untuk pemeriksaan perektal, tetapi ada pertimbangan lain, seperti perlindungan peralatan dan manajemen pencahayaan eksternal. Sebuah transduser jenis linierarray digenggam dan umumnya berorientasi pada bidang sagital sehubungan dengan tubuh kuda itu. Gambaran dari serviks dan corpus uteri berorientasi longitudinal, dan corpus uteri adalah cross-sectional. Saat penggunaan USG, berkas suara umumnya bergerak melintang sehubungan dengan tubuh kuda dan gambar dari serviks dan corpus uteri adalah cross-sectional dan gambar cornua adalah longitudinal atau miring. Ilustrasi teknik pemeriksaan USG pada saluran reproduksi kuda betina ditunjukkan pada Gambar 4. Ketersediaan instrumen pemeriksaan USG pada saluran reproduksi harus memberikan nilai lebih bagi

8 10 dokter hewan untuk meningkatkan pengetahuan tentang anatomi dan patologi reproduksi (Ginther dan Pierson 1984). Masalah yang terjadi akibat turunnya fertilitas dan gangguan selama kebuntingan dapat mempengaruhi performa reproduksi kuda. Gangguan yang terjadi selama kebuntingan kuda yang umum terjadi yaitu kebuntingan kembar, kematian embrio dini dan abortus. Baberapa masalah yang dapat menurunkan fertilitas pada kuda antara lain silent heat, hipofungsi ovari dan infeksi saluran reproduksi yang mengakibatkan endometritis maupun pyometra (England 2005). Kebuntingan Kembar Asal terbentuknya kebuntingan kembar umumnya adalah dizigotik. Zigositas mengacu pada asal kembar. Kembar dizigotik berasal dari dua buah oosit yang dibuahi secara terpisah oleh dua spermatozoa. Sedangkan monozigotik mengacu pada kembar identik yang berasal dari pembuahan satu oosit. Tiga hal umum yang telah dikenal mengenai kebuntingan kembar, yaitu kembar berulang pada indukan yang sama, tingkat kebuntingan kembar bervariasi berdasarkan jenis, dan pejantan yang sangat fertil. Secara historis kebuntingan kembar menyebabkan kerugian ekonomi karena akan terjadi aborsi, kematian fetus atau embrio, atau kelahiran anak kuda kerdil. Kuda yang mengalami aborsi menyebabkan terjadinya kerusakan pada saluran reproduksi dan sulit untuk dikembangbiakan lagi (McKinnon et al. 2011). Ovulasi ganda dapat terjadi pada kuda. Tingkat ovulasi ganda dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras, status reproduksi, usia dan manipulasi farmakologis dari siklus estrus. Kejadian spontan ovulasi ganda bervariasi antara sekitar 2% pada poni dan 25% pada thoroughbred. Ketika dua folikel dominan (dua folikel> 28mm) berkembang dalam gelombang folikel yang sama, ovulasi ganda terjadi pada sekitar 40% dari kuda (Ginther et al. 2008). Ini dapat terjadi serentak (dalam waktu 12 jam), namun interval sampai dua hari dan lebih telah dilaporkan antara ovulasi dan dapat menyebabkan pembentukan kebuntingan kembar. Pada 2,5 hari sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel dominan dalam kuda berovulasi ganda lebih rendah daripada kuda berovulasi tunggal mengakibatkan diameter folikel praovulasi lebih kecil pada kuda berovulasi kembar. Rendahnya pertumbuhan folikel terkait dengan konsentrasi FSH lebih

9 11 rendah, kemungkinan besar karena konsentrasi estradiol yang lebih tinggi dari dua folikel preovulatori (Ginther et al. 2008). Kematian Embrio Dini Kematian embrio dini umumnya didefinisikan sebagai kegagalan kebuntingan yang terjadi hingga hari 40 dari kebuntingan, sesuai dengan masa transisi dari tahap embrio ke tahap fetus dari perkembangan kebuntingan. Diagnosis kematian embrio dini dan faktor yang berkontribusi telah ditingkatkan secara luas menggunakan pemerikasaan ultrasonografi transrektal untuk diagnosis awal kebuntingan. Kondisi di lapangan secara umum, pemeriksaan USG rutin digunakan untuk diagnosis kebuntingan pada hari setelah ovulasi, sedangkan untuk penelitian digunakan pada hari Pemeriksaan USG memungkinkan secara langsung untuk menilai konseptus selama sekitar fase tiga perempat kebuntingan ketika terjadi kematian embrio dini. Penggunaan ultrasonografi untuk pemeriksaan kebuntingan kuda pada hari 10 sampai 14 setelah ovulasi memungkinkan untuk evaluasi insidensi kematian embrio pada hari 14 sampai 40. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan umur kuda menurunkan tingkat kebuntingan dan meningkatkan angka kematian embrio dini. Insidensi kematian embrio dini akhir-akhir ini mencapai sekitar 7,7%. Sebelum hari 10, pemeriksaan USG tidak dapat mendeteksi konseptus awal secara akurat. Embrio kuda memasuki uterus pada hari 6 sampai 7, sehingga penurunan jumlah dan kelangsungan viabilitas blastosis terkait dengan abnormalitas uterus, oviduk atau perlekatan embrio. Beberapa penelitian telah mempelajari karakter awal embrio kuda selama perjalanan di oviduk pada berbagai usia dan fertilitas. Perkiraan kematian embrio dini antara fertilisasi sampai hari 10 adalah 10% pada kuda muda dan 80-90% pada kuda tua. Meskipun tingkat kebuntingan serupa pada hari 2 antara kuda muda dan tua, tetapi setelah 4 hari fertilisasi reduksi kebuntingan sangat signifikan terjadi pada kuda tua. Temuan ini menyarankan bahwa periode kritis dalam kegagalan kebuntingan terjadi pada hari 2 sampai 4 (McKinnon et al. 2011).

10 12 Abortus Aborsi berarti pengeluaran isi kandungan sebelum waktu kelahiran normal. Abortus dapat terjadi pada kuda di paddock dan tidak akan teramati karena kuda biasanya tidak menunjukkan adanya efek setelah abortus dan fetus yang keluar dimakan oleh predator. Aborsi dapat terjadi akibat ketiadaan atau hilangnya korpus luteum. Lama kebuntingan kuda biasanya tidak terprediksikan, oleh karena itu perbandingan kelahiran normal dengan kelahiran dini sulit didefinisikan. Deskripsi selanjutnya melihat kemampuan anak kuda untuk mampu bertahan hidup (England 2005). Tingkat aborsi sebesar 10% setelah 60 hari kebuntingan biasanya terjadi pada kuda. Aborsi kuda dapat dibagi menjadi non-infeksi (70%), infeksi (15%) dan tidak diketahui (15%). Dalam prakteknya, penting untuk membedakan penyebab aborsi menular dari non-menular. Pengeluaran cairan dari vagina, laktasi dini dan kolik pada kuda bunting dapat mengindikasikan akan terjadi aborsi. Ketika aborsi terjadi, kuda betina itu harus diisolasi, sejarah dicatat dan fetus dikirim ke laboratorium untuk nekropsi. Pemeriksaan post-mortem dilakukan pada hati, paru-paru, timus, limpa dan chorioallantois harus dikirimkan dalam larutan salin untuk pemeriksaan histologis. Selain itu, sampel beku hati segar dan paru-paru fetus harus disimpan dalam deep freeze pada -20 C untuk investigasi isolasi virus jika dibutuhkan pada tahap berikutnya. Sampel serum dari kuda pasien dan sekelompok juga harus diambil untuk investigasi serologis. Swab dari jantung atau hati dan chorion fetus digunakan untuk screening infeksi bakteri. Fetus dan selaput fetus (amnion, chorioallantois dan tali umbilikus) harus diperiksa hati-hati untuk adanya kelainan dan perubahan warna (McKinnon et al. 2011). Pyometra adalah akumulasi eksudat inflamasi dalam jumlah besar di dalam uterus yang menyebabkan distensi. Distensi tersebut harus dibedakan dari akumulasi cairan yang dapat dideteksi oleh ultrasonografi pada endometritis akut. Pyometra terjadi karena interferensi dengan drainase alami cairan dari uterus yang mungkin karena adesi, abnormalitas atau cervix tidak teratur. Pada beberapa kasus, cairan terakumulasi karena adanya gangguan kemampuan untuk menghilangkan eksudat

11 13 tersebut. Faktor predisposisi adalah infeksi kronis P. aeruginosa atau fungi. Ketika endometrium rusak parah, ada kehilangan luas permukaan epitel, endometrium fibrosis dan atrofi kelenjar menyebabkan fase luteal berkepanjangan, mungkin karena gangguan pada sintesis atau pelepasan PGF 2α. Hal ini kontras dengan endometritis ringan dengan koleksi sejumlah kecil cairan intraluminal uterus yang lebih mungkin menyebabkan pelepasan dini PGF 2α dan luteolisis (Noakes et al. 2008). Beberapa dokter membatasi istilah pyometra, selain akumulasi eksudat dalam lumen uterus, korpus luteum berlangsung di luar rentang masa normal. Beberapa kuda dengan pyometra telah normal dan aktivitas siklus ovarium kembali teratur. Persistensi korpus luteum mungkin karena kegagalan sintesis dan atau pelepasan prostaglandin dari uterus. Kuda induk yang memiliki aktivitas luteal berkepanjangan memiliki kerusakan endometrium terbesar. Kuda betina dengan pyometra jarang menunjukkan tanda-tanda penyakit sistemik bahkan ketika ada hingga 60 liter eksudat dalam lumen uterus. Jarang ada penurunan berat badan, depresi dan anoreksia. Pyometra telah diklasifikasikan ke dalam dua kategori pada kuda, yaitu terbuka dan tertutup. Dalam kasus pyometra tertutup, cairan terakumulasi karena cervix tertutup. Dalam pyometra terbuka, cervix tetap terbuka, tetapi bahan purulen terakumulasi karena pembersihan uterus terganggu. Discharge atau kotoran pada vulva sering diamati dalam pyometra terbuka, terutama pada saat birahi, yang mungkin bervariasi konsistensinya dari encer sampai seperti krim. Meskipun pembiakan swab endometrium kadang-kadang dapat mengakibatkan pertumbuhan berbagai macam organisme atau kadangkadang tidak ada pertumbuhan bakteri sama sekali, dalam kebanyakan kasus organisme terisolasi adalah S. Zooepidemicus (Noakes et al. 2008). Diagnosis pyometra adalah berdasarkan palpasi perektal, pemeriksaan USG dari uterus yang membesar berisi cairan dan analisis cairan uterus. Karena tidak munculnya tanda penyakit sistemik, kasus pyometra sering menjadi kronis sebelum pengobatan dilakukan. Dalam beberapa kasus memiliki prognosis buruk karena kerusakan endometrium yang parah, yang tidak mungkin untuk dapat mempertahankan kehamilan normal (Noakes et al. 2008).

12 14 Endometritis Endometritis adalah masalah utama dalam memaksimalkan tingkat konsepsi dan tingkat kelahiran. Beberapa penelitian terbaru tentang endometritis telah meningkatkan pemahaman tentang patogenesis dan menghasilkan metode yang lebih efektif untuk meminimalkan pengaruhnya terhadap kesuburan. Kegagalan pengeluaran secara mekanik terhadap cairan, kotoran dan sel-sel radang dari lumen uterus diakui sebagai faktor predisposisi utama yang terkait dengan perkembangan penularan endometritis (Reed et al. 2004). Endometritis dilaporkan sebagai penyakit ketiga paling umum terjadi pada kuda (Card 2005). Endometritis meliputi perubahan endometrium yang terkait dengan peradangan akut atau kronis. Perubahan ini dimodulasi oleh sistem kekebalan lokal dan dipengaruhi sistem hormonal. Endometritis yang terjadi pada kuda setelah kawin alami maupun buatan merupakan reaksi peradangan sebagai respon terhadap keberadaan sperma dalam uterus, tetapi endometritis akut ini tampaknya merupakan peradangan normal dan akan hilang setelah 2-3 hari. Deteksi cairan uterus dengan ultrasonografi perektal 24 jam setelah kawin menunjukkan tertundanya proses pembersihan (clearance). Endometritis akut yang diinduksi melalui proses perkawinan merupakan kejadian klinis yang diakui sebagai penyebab utama infertilitas (Reed et al. 2004), disebut juga sebagai persistent mating-induced endometritis/post-coital endometritis/the susceptible mare. Endometritis akut merupakan konsekuensi alami dari infeksi mikrobiologi oportunistik pada uterus, umumnya terjadi pada saat partus atau kawin (Zerbe et al. 2003). Endometritis akut mirip proses peradangan akut yang terjadi pada jaringan lain pada kuda dan respon yang signifikan terjadi 30 menit setelah infeksi eksperimental yang ditandai peningkatan neutrofil (Pycock dan Allen 1990). Pengamatan pada kuda betina yang resisten terhadap endometritis menunjukkan bahwa neutrofil yang terdapat pada saat estrus lebih aktif dibandingkan dengan neutrofil yang dikoleksi pada saat fase luteal (Asbury dan Hansen 1987). Konsentrasi PGF intra uteri dipengaruhi oleh tahapan siklus dan dapat menginduksi endometritis akut yang dapat menggangu fungsi normal ovarium. Kuda induk dengan endometritis persisten memiliki konsentrasi PGF, protein total dan persentase neutrofil dan PMN yang sangat tinggi dibandingkan dengan kuda

13 15 induk normal. Penelitian Watson et al. (1987) mengemukakan bahwa sel darah putih yang diambil dari kuda endometritis mampu menghasilkan PGF dan PGE2 secara invitro. PGE2 yang terdeteksi setelah infeksi merupakan proses imunoreaktif (Pycock dan Allen 1990). Endometritis persisten dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang berkaitan dengan buruknya anatomi saluran reproduksi, gangguan kontraktilitas miometrium, gangguan sistem kekebalan, produksi lendir yang berlebih dan drainase limfatik yang tidak memadai. Peradangan uterus merupakan sebuah mekanisme pertahanan akibat gangguan kontraktilitas miometrium dan akumulasi produk radang di dalam lumen uterus rentan menyebabkan endometritis. Akumulasi cairan di dalam lumen uterus mempengaruhi fertilitas dengan menurunkan motilitas dan viabilitas sperma atau menyebabkan kegagalan implantasi embrio jika endometritis berlangsung pada hari ke-5 dan ke-6 setelah ovulasi (saat embrio berpindah dari oviduk ke lumen uterus) (Rohrbach et al 2007). Tingkat IgA, IgG dan IgG(T) secara umum lebih tinggi dihasilkan dari kuda endometritis daripada kuda normal (Asbury et al. 1980). Hipofungsi Ovari Hipofungsi ovari merupakan kegagalan folikel mengalami perkembangan dalam kurang lebih 21 hari atau satu siklus normal kuda. Hipofungsi ovari menurunkan efisiensi reproduksi dan menyebabkan kerugian ekonomi peternak. Faktor penyebab hipofungsi ovari dapat dihubungkan dengan ketidakcukupan nutrisi, umur yang sudah tua dan terapi iatrogenik. Kondisi tubuh yang buruk dapat mempengaruhi performa reproduksi kuda, termasuk memperpanjang onset ovulasi pertama pada musim kawin, menurunkan tingkat kebuntingan dan meningkatkan kematian embrio dini. sedangkan kuda dengan kondisi tubuh yang bagus akan cenderung menunjukkan siklus estrus yang normal selama musim kawin (McKinnon et al. 2011). Kuda tua (umur >20 tahun) mengalami penurunan performa reproduksi yang berhubungan dengan perubahan fungsi ovari, kesehatan kandungan, konformasi perineal dan faktor lainnya. Kuda tua memiliki masa interval interovulatori yang lebih panjang dibandingkan dengan kuda yang lebih muda, sehingga menyebabkan fase folikular yang lebih panjang. Folikel primordial pada

14 16 kuda tua juga semakin berkurang sehingga kesempatan untuk berkembangnya folikel dan ovulasi semakin sedikit. Pemberian anabolik steroid, glukokortikoid, dan gonadal steroid dapat menghambat perkembangan folikel. Pemberian anabolik steroid pada dosis rendah menyebabkan kuda lebih agresif atau menunjukkan sifat kejantanan, ketika digunakan pada dosis tinggi akan menghambat aktifitas ovari dan menghasilkan kegagalan perkembangan folikel dan ovulasi (McKinnon et al. 2011).

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel Untuk sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi dilakukan pemberian PGF 2α sebanyak 2 ml i.m dan hcg 1500 IU. Hasil seperti tertera pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Kuda dan Perkembangannya di Indonesia Kuda modern (Equus caballus) yang saat ini terdapat diseluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Ultrasonografi Korpus Luteum Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari sebelum pemberian PGF 2α (H-1) korpus luteum bersifat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1 TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari sonogram organ hati dan kantung empedu serta ukuran atau lebar organ hati, ketebalan dinding kantung empedu, dan diameter

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

Sifat-sifat fisik ultrasound

Sifat-sifat fisik ultrasound Sifat-sifat fisik ultrasound Frekuensi yg sangat tinggi (2-13 MHz atau lebih) Panjang gelombang pendek (< 1mm) Memerlukan medium untuk berpindah dimana cairan merupakan medium terbaik untuk penghantaran

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI Agung Budiyanto Dosen FKH, Master dan Doctoral Degree Pasca Sarjana UGM Sekretaris Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH UGM Ketua Asosisasi

Lebih terperinci

BAB II FAAL KELAHIRAN

BAB II FAAL KELAHIRAN BAB II FAAL KELAHIRAN A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah Faal kelahiran ini meliputi kelahiran seperti terjadinya inisiasi partus, tahapan partus, adaptasi perinatal dan puerpurium. Pokok bahasan ini

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) TIU : 1 Memahami bentuk anatomis dan histologis alat reproduksi betina. TIK : 1 Memahami secara anatomis dan histologis ovarium sebagai kelkenjar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Endometritis

TINJAUAN PUSTAKA Endometritis 3 TINJAUAN PUSTAKA Uterus yang normal harus berada dalam keadaan yang steril dan uterus yang sehat seharusnya mampu membersihkan dirinya sendiri dari infeksi yang temporer secara efisien. Pada periode

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung yang berjarak sekitar 22 km di sebelah utara Kota

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** A. Pengantar Sistem reproduksi pada manusia dapat dibedakan menjadi sistem reproduksi laki-laki dan wanita sesuai jenis kelaminnya. 1. Sistem

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain perubahan kadar hormon seksual yang terjadi pada saat pubertas, kehamilan, menstruasi dan

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

dr. Supriyatiningsih, M.Kes., SpOG

dr. Supriyatiningsih, M.Kes., SpOG dr. Supriyatiningsih, M.Kes., SpOG 1 Fisiologi Kehamilan 2 Fertilisasi Pembuahan terjadi umumnya di ampula tuba. Ovum dibuahi dalam 12 jam setelah ovulasi, atau bila tidak akan segera mati dalam 24 jam.

Lebih terperinci

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN 1. Perubahan Fungsi Perubahan Hormonal Perubahan Mekanikal Pembesaran uterus yang menyebabkan tekanan organ, payudara menyebabkan perubahan postur dan posisi tubuh 2. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO

DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN 4.1 Pendahuluan Deteksi kebuntingan secara dini merupakan hal penting untuk diperhatikan selain karena besar pengaruhnya terhadap aktivitas atau siklus kehidupan ternak tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur

Lebih terperinci

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing.

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing. Ni Ketut Alit A Faculty Of Nursing Airlangga University Pasangan yg melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan --- tidak terjadi kehamilan Tidak adanya konsepsi setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

2. FISIOLOGI DAN DIAGNOSA KEBUNTINGAN

2. FISIOLOGI DAN DIAGNOSA KEBUNTINGAN 2. FISIOLOGI DAN DIAGNOSA KEBUNTINGAN ALAT KELAMIN/REPRODUKSI PADA SAPI Untuk dapat menghasilkan anak (pedet) dengan jarak yang teratur alat reproduksi harus memperlihatkan 5 tahap yang baik 1. Menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari TINJUN PUTK Hormon dan Perannya dalam inamika Ovari Gonadotrophin eleasing Hormone (GnH). GnH tidak secara langsung mempengaruhi ovarium, tetapi hormon yang dihasilkan hipotalamus ini bekerja menstimulus

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017 SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI Bogor, 8-9 Agustus 2017 Latar Belakang Pertambahan populasi lambat Penurunan performa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

KEHAMILAN GANDA. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

KEHAMILAN GANDA. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi KEHAMILAN GANDA Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Materi pembelajaran (pengetahuan) Kehamilan Ganda Definisi Kehamilan ganda ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci