PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33
|
|
- Hadi Johan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor anatomis dan fisiologis 35 Kelainan alat reproduksi 35 Hormonal 35 Kesehatan 36 Genetik 36 Faktor nutrisi 36 PERFORMANS REPRODUKSI 37 PENGELOLAAN REPRODUKSI 38 Pengelolaan setelah beranak 38 Pengelolaan pakan 39 Pengawasan 39 Catatan reproduksi 39 Kesehatan 39 Genetik 39 Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 31
2 PUBERTAS DAN ESTRUS Pubertas (dewasa kelamin) Pubertas merupakan periode kehidupan dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi, proses reproduksi mulai terjadi dan pertamakali memproduksi sel benih (ovum atau sperma). Pada sapi FH pubertas ini terjadi berumur 8 12 bulan. Hal ini bergantung kepada tatalaksana pemeliharaan, genetik, dan iklim. Pada sapi jantan pubertas lebih cepat daripada sapi betina. Pubertas terjadi sebelum dewasa. Oleh karena itu perkawinan terutama pada betina sebaiknya ditangguhkan beberapa bulan sampai tubuhnya dianggap cukup dewasa untuk terjadi kebuntingan. Pada sapi perah kawin pertama pada sapi dara berkisar umur bulan atau dengan berat badan berkisar kg (lingkar dada berkisar cm). Estrus (berahi) Bila ternak telah dewasa kelamin (terjadi estrus-i), maka apabila dikawinkan tidak terjadi kebuntingan, maka akan disusul dengan estrus kedua dan seterusnya, tetapi apabila terjadi kebuntingan, maka ternak tidak mengalami estrus lagi. Jarak antara kedua berahi tersebut disebut siklus berahi/estrus. Siklus estrus pada sapi berkisar hari atau rata-rata 21 hari. Lama estrus pada sapi FH yang dewasa rata-rata jam dan yang muda 15 ± 3 jam. Satu siklus berahi apabila berdasarkan dari perubahan gejala dari luar dapat dibagi dalam 4 fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Fase proestrus atau fase persiapan perubahan terjadi yaitu sedikit gelisah, alat kelamin vulva mulai merah dan bengkak. Walaupun demikian betina tersebut belum mau untuk kawin. Pada fase ini terjadi pertumbuhan dari folikel tersier menjadi folikel de Graaf. Fase estrus, pada fase ini tanda-tanda berahi meningkat dan betina sudah mau menerima pejantan/kawin. Selain perubahan dari alat kelamin bagian luar (merah, bengkak dan keluar lender), juga ternak kurang nafsu makan dan gelisah. Pada fase estrus ini pertumbuhan folikel de Graaf telah maksimal dan menonjol keluar dari ovarium, tetapi belum terjadi ovulasi. Ovulasi pada sapi terjadi setelah gejala estrus selesai atau jam setelah estrus berakhir. Pada fase proestrus dan estrus disebut juga sebagai fase folikel. Fase metestrus. Gejalanya hampir sama dengan pada fase proestrus dan betina juga menolak untuk kawin. Pada ovarium terbentuknya corpus hemorraghicum, ovum berada di oviduct dan serviks telah menutup. Fase diestrus. Aktivitas kelamin tidak ada, ternak menjadi tenang dan tidak terjadi kebuntingan. Terjadi proses dari corpus hemorraghicum menjadi korpus luteum. Fase diestrus merupakan fase yang terlama dalam siklus berahi. Fase metestrus dan diestrus disebut juga fase luteum. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 32
3 Waktu Kawin Untuk menghasilkan kebuntingan, maka harus adanya perkawinan antara jantan dan betina serta pada waktu yang tepat. Dari bahasan sebelumnya, maka kita dapat menentukan kapan sebaiknya dilakukan perkawinan dan menghasilkan angka kebuntingan yang tinggi. Pertemuan antara sperma dan ovun (fertilisasi) sebaiknya terjadi di oviduct tepatnya di Ampula Isthmus Junction. Untuk mempermudah kita buat daftar waku kawin (IB) pada sapi perah (Tabel 5) Tabel 5. Petunjuk untuk melakukan perkawinan (IB) pada sapi. No Terlihat Berahi Waktu IB yang Baik Waktu IB yang Terlambat 1 Pagi hari Hari itu juga Besok pagi 2 Sore/malam Besok sebelum jam Siang setelah jam Gambar 1. Waktu kawin dan angka konsepsi. Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada waktu kawin 6 jam kedua setelah estrus angka konsepsi lebih tinggi dari pada waktu kawin 6 jam pertama dan 6 jam ketiga. HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN Peranan Hormon dalam Proses Kebuntingan Kebuntingan (gestation period) yaitu sejak terjadi fertilisasi antara ovum dan sperma sampai terjadinya kelahiran pedet yang hidup, sehat dan normal. Fertilisasi ini terjadi berkisar antara jam setelah kawin (IB). Dalam pelaksanaannya dipeternak lama kebuntingan ini dihitung sejak tanggal kawin terakhir sampai tanggal kelahiran pedet. Lama bunting pada sapi rata-rata 283 ± 5 hari. Kelenjar hormon yang berfungsi selama kebuntingan yaitu antara lain korpus luteum, plasenta dan folikel merupakan kelenjar utama, sedangkan kelenjar hipo- Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 33
4 talamus dan hipofisa sebagai kelenjar pengatur. Corpus luteum sebagai penghasil progesteron, plasenta penghasil progesteron dan estrogen, sedangkan folikel penghasil estrogen. Progesteron berperan dalam merawat/memelihara kebuntingan terutama pada saat implantasi sampai dengan pertengahan umur kebuntingan. Gambar 2. Konsentrasi hormon estrogen, progesteron dan oxytocin selama kebuntingan Hormon Saat Implantasi Pertengahan Kebuntingan Menjelang Kelahiran Progesteron Rendah Tinggi Rendah Estrogen Tinggi Rendah Tinggi Oxytocin Kelahiran Telah dikemukakan bahwa lama bunting pada sapi rata-rata 283 ± 5 hari. Kelahiran merupakan akhir daripada kebuntingan. Kelahiran merupakan proses fisiologis dimana uterus mengeluarkan anak dan plasenta. Tanda-tanda kelahiran umumnya gelisah vulva membengkak, relaksasi pada bagian pelvis dan urat daging sekitar pangkal ekor, serviks terbuka (dan lendirnya mencair) dan kolostrum mudah keluar dan kadang-kadang menetes. Ada beberapa tahap kelahiran yaitu tahap persiapan dan tahap perejanan. Tahap persiapan lebih lama daripada tahap perejanan. Tahap perejanan dibagi tiga tahap yaitu persiapan perejanan, tahgap perejanan kuat untuk mengeluarkan fetus dan tahap perejanan untuk mengeluarkan plasenta. Pada tahap perejanan ada beberapa faktor yang menunjang yaitu yaitu yang pertama secara mekanik dimana ada desakan yang berasal dari pertambah besarnya volume fetus, oleh karena itu proses ini berjalan lambat. Kedua pengaruh hormonal yaitu hormon oxytocin yang berasal dari hipofisa posterior. Hormon ini merangsang uterus untuk berkontraksi dengan kuat. Ada beberpa pendapat bahwa pengaruh hormon oxytocin hanya sesaat. Demikian juga peranan hormon estrogen, dimana pada saat menjelang kelahiran konsentrasi dalam darah tinggi, sehingga mengakibatkan kontraksi uterus yang kuat. Antara hormon oxytocin dan estrogen ini bekerja secara bersamaan dan dapat juga masing-masing. Ada juga faktor internal fetus, dimana fetus berusaha untuk keluar. Perejanan ini juga merupakan gabungan dari ketiga faktor tadi. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 34
5 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI Kegagalan reproduksi merupakan masalah yang besar pengaruhnya terhadap kelang-sungan usaha peternakan sapi perah, hal ini disebabkan kelangsungan produksi susu akan terganggu. Ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kegagalan reproduksi yaitu faktor tatalaksana pemeliharaan, faktor internal ternaknya. Faktor tatalaksana pemeliharaan antara mutu genetik sapi yang dipelihara, pakan yang diberikan (sejak pedet sampai dewasa), pengelolaan reproduksi (deteksi berahi, pengetahuan peternak, ketepatan waktu kawin dan keahlian inseminator). Kesalahan dalam tatalaksana pemeliharaan juga dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan pada ternak tersebut, sehingga ternak akan mengalami kelainan-kelainan pada alat reproduksinya. Semua kegiatan tersebut harus mendapat perhatian dan pengawasan yang intensif, dengan demikian harus ditunjang dengan adanya sistem pencatatan yang akurat. Sedangkan kegagalan reproduksi karena faktor internal ternak tersebut dapat diklasifikasi yaitu : 1. Kerusakan alat-alat reproduksi karena penyakit. 2. Kelainan bentuk anatomis dari alat-alat reproduksi, sehingga kurang/tidak berfungsi 3. Kelainan fungsi hormonal. FERTILITAS Fertilitas adalah daya atau kemampuan untuk memproduksi keturunan dari seekor hewan/ternak. Banyak faktor yang mempengaruhnya dan sangat komplek serta saling terkait. Oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas masih bersifat dugaan, walaupun ada yang sudah diketahui secara pasti. Untuk meningkatkan fertilitas kita perlu pengetahuan tentang anatomi dan fungsi reproduksi ternak tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas antara lain faktor abatomis dan fisiologis serta nutrisi. Faktor Anatomis dan Fisiologis a. Kelainan alat reproduksi Kelainan alat reproduksi dapat disebabkan oleh faktor keturunan (genetik), pakan yang kurang baik, penyakit dan akibat kecelakaan. Akibat penyakit antara lain brucellosis yang disebabkan bakteri Bruccela abortus yang mengakibatkan abortus. Kecelakaan terutama pada sapi perah dapat mengakibatkan torsio uteri atau uteri terbalik. b. Hormonal Pada jantan organ testis merupakan penghasil spermatozoa dan hormon testotseron. Suhu testis lebih rendah dari 4-5 o C suhu tubuh. Oleh karena itu apabila suhu tubuh tinggi, akan mengakibatkan kelainan atau kematian spermatozoa. Produksi spermatozoa sapi jantan dewasa 70 juta sel per minggu. Semen yaitu campuran 20% sperma dan 80% seminal plasma. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 35
6 Pada betina organ ovari selain menghasilkan sel telur atau ova, juga hormon estrogen. Pada ovari terdapat ovum yang dikelilingi sel-sel folikel. Ada beberapa folikel membesar sebelum estrus dan kemudian pecah membebaskan ovum. Kelainan fungsi hormon dapat mengakibatkan infertilitas (kemajiran sementara) dan sterilitas (kemajiran permanen). Kelainan fungsi hormon pada betina antara lain ovari sistik (cyctic ovary), tidak estrus (anestrus), ovari licin (hypofunction), kawin berulang (repeat breeder) dan siklus berahi panjang. Pada dasarnya kelainan fungsi hormonal ini disebabkan kelenjar endokrin mengalami gangguan. Gangguan tersebut baik karena penyakit maupun gangguan sistem syaraf. Selain itu tiap hormon tidak bekerja sendiri-sendiri melainkan bersama baik secara antagonis maupun sinergistik. Ovari sistik umumnya penyebab turunnya nilai fetilitas (25% dari kasusu). Ovari sistik sering disebut nymphomania, karena 75% dari sapi-sapi yang menderita ovari sistik memperlihatkan gejala anestrus (tidak berahi). Kejadian ovari sistik sebagian besar pada sapi yang dikandangkan terus menerus. c. Kesehatan Kesehatan ternak harus selalu diperhatikan, baik jantan maupun betina. Oleh karena itu kontrol penyakit dan program vaksinasi harus dilaksanakan secara cepat dan tepat. Ternak yang sduah terserang penyakit untuk menyembuhkannya memerlukan biaya yang besar, selain itu produktivitas ternak menurun. d. Genetik Faktor genetik pada jantan dapat mengakibatkan kelainan pada testis, sedangkan pada betina kelainan pada ovari. Akibat gen lethal pada umumnya dapat mengakibatkan kematian pada keturunannya. Pada sublethal mengakibatkan fertilitas sperma rendah. Faktor Nutrisi Untuk mendapatkan tingkat efisiensi reproduksi yang tinggi sangat sulit, namun demikian dengan tatalaksana pengelolaan yang baik, fertilitas dapat ditingkatkan, sehingga target efisiensi reproduksi yang diharapkan dapat tercapai. Faktor pengelolaan terutama pengelolaan ransum yang diberikan, harus mengandung nutrisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan fetus (untuk yang bunting). Pada umumnya cara menyusun hanya berdasarkan pada protein dan energi saja, sedangkan kebutuhan nutrisi lainnya kurang mendapat perhatian. Padahal keseimbangan kandungan mineral dan vitamin sangat menentukan tingkat fertilitas. Misalnya kebutuhan vitamin E mungkin mencukupi pada musim hujan, tetapi pada musim kemarau, mungkin kekurangan karena hijauan yang diberikan kurang. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 36
7 PERFORMANS REPRODUKSI Sebelum mempelajari performans reproduksi sapi perah, perlu diingat kembali beberapa istilah ukuran efisiensi reproduksi. Ukuran efisiensi reproduksi dalam usaha peternakan sapi perah sangat penting, karena untuk mendapatkan produksi susu dan keuntungan yang optimal sangat bergantung kepada pengaturan reproduksi sapi perah tersebut. Ada beberapa ukuran efisensi reproduksi untuk sapi perah berdasarkan performans reproduksi selama satu periode laktasi yaitu : 1. Periode kosong (days open) yaitu periode atau selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali dan terjadi kebuntingan. Apabila kawin pertama setelah beranak terjadi kebuntingan, maka periode kosong sama dengan selang waktu kawin pertama setelah beranak (first service postpartus). 2. Kawin pertama setelah beranak (first service postpartus) yaitu selang waktusejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali. Kawin pertama setelah beranak yang baik berkisar hari (pada berahi kedua atau berahi ketiga). 3. Periode kawin (service period) yaitu selang waktu sejak sapi kawin pertama setelah beranak sampai kawin terakhir terjadi kebuntingan. Lamanya periode kawin dipengaruhi oleh jumlah kawin perkebuntingan (S/C, service per conseption) 4. Jumlah kawin perkebuntingan (S/C, service per conseption) yaitu berapa kali sapi dikawinkan sampai terjadi kebuntingan. S/C yang ideal berkisar Jarak beranak (calving interval) yaitu selang waktu antara beranak sampai beranak berikutnya. Jarak beanak yang ideal berkisar bulan. 6. Indeks beranak (calving index) yaitu perbandingan antara annual calving dengan calving interval yang didapat dari seekor sapi perah. Annual calving yang ideal di Indonesia 12 bulan (365 hari). Performans reproduksi lainnya yang harus mendapat perhatian adalah : 1. Siklus berahi (heat period) yaitu selang waktu dari berahi sampai berahi berikutnya. Siklus berahi pada sapi dewasa berkisar hari atau rata-rata 21 hari, sedangkan pada sapi dara biasanya lebih pendek yaitu hari. 2. Lama berahi (heat of duration) yaitu selang waktu sejak sapi mulai berahi sampai sapi normal kembali. Lamanya berahi pada sapi perah berkisar 6-36 jam atau rata-rata 18 jam. Pada sapi dara lebih cepat yaitu rata-rata 15 jam. Awal berahi dan lamanya berahi sangat penting untuk menentukan waktu perkawinan yang tepat. 3. Lama bunting (gestation period) yaitu selang waktu sejak sapi dikawinkan dan terjadi kebuntingan sampai beranak. Lama bunting pada sapi perah 283±5 hari atau sembilan bulan. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 37
8 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi antara lain : 1. Pakan Telah dijelaskan bahwa ransum yang diberikan kepada sapi perah harus benar-benar diperhatikan dan dihitung sesuai kondisi dan kebutuhan ternak tersebut. Nutrisi yang terkandung di dalam ransum harus dalam keadaan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan. Apabila ada kekurangan salah satu nutrisi, maka keseimbangan nutrisi di dalam ransum turun, sehingga mengakibatkan mundurnya fungsi organ-organ reproduksi dan fungsi kelenjarkelenjar yang memproduksi hormon. 2. Suhu udara dan musim Suhu udara sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi misalnya pada sapi yang dikandangkan dengan suhu udara o C, lama berahi kurang lebih 11 jam, sedangkan pada suhu udara o C lama berahi rata-rata 20 jam. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa sapi perah yang mempunyai siklus berahi kurang dari 18 hari sebanyak 5%, hari sebanyak 85% dan yang lebih dari 24 hari sebanyak 10%. 3. Manajemen Secara keseluruhan manajemen atau tatalaksana sangat berpengaruh, karena sapi perah sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan manajemen terutama yang berhubungan langsung dengan termaknya. Dalam tatalaksana reproduksi yang penting adalah adanya catatan yang menginformasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan reproduksi. Catatan ini harus lengkap dan jelas. 4. Penyakit Apabila ternak terserang penyakit, maka biaya yang dikeluarkan cukup besar. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan pencegahan baik melalui seleksi maupun vaksinasi secara rutin. PENGELOLAAN REPRODUKSI Pengelolaan setelah beranak Untuk mendapatkan sapi perah dengan tingkat efisiensi yang tinggi, tidak terlepas dari sistem seleksi yang ketat dan pemeliharaan terutama pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan tingkat umur, berat badan, produksi ssu dan kadar lemak. Pada sapi perah yang dikandangkan terus menerus harus dilakukan exercise untuk melancarkan peredaran darah dan mendapatkan sinar matahari secara langsung agar ternak lebih sehat dan fungsi reproduksi normal. Ada beberapa pendapat bahwa untuk sapi dara sebaiknya dilakukan perkawinan secara alam. Demikian pula yang terjadi pada sapi sesudah beranak, yang memperlihatkan gejala berahi kurang lebih 20% dan pada berahi kedua kurang lebih 40%. Tampilan gejala berahi yang kurang jelas banyak menimbulkan masalah terutama dalam menentukan waktu kawin yang tepat. Hal ini mengakibatkan S/C tinggi, sehingga target selang beranak bulan tidak tercapai. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 38
9 Pengelolaan pakan Pakan merupakan faktor lingkungan terbesar yang mempengaruhi performans reproduksi sapi perah. Sejak terjadinya fertilisasi (embrio) sampai sapi diafkir pemberian ransom harus selalu diperhatikan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Sapi perah yang dilepas di padang rumput pada umumnya fertilitas lebih tinggi daipada sapi yang dikandangkan. Pedet dengan tingkat pertumbuhan yang baik pada umur 12 bulan dapat mencapai berat badan kg dan pada umur 15 bulan dapat mencapai kg dan siap untuk dikawinkan. Pengawasan Pengawasan harus secara rutin, terutama pada sapi yang saatnya estrus (dari catatan). Perlakuan ini sangat penting, karena apabila estrus terlewat, maka merupakan suatu kerugian yaitu memperpanjang selang beranak. Catatan reproduksi Usaha peternakan yang baik semua kegiatan, kejadian maupun permasalahan harus selalu dicatat secara terperinci. Adanya catatan reproduksi dapat dilakukan evaluasi. Apakah sapi tersebut layak untuk tetap dipelihara atau dikeluarkan. Kesehatan Kondisi kesehatan merupakan salah satu faktor tampilan reproduksi baik sapi jantan maupun betina. Kesehatan terkait dengan tingkat tatalaksana pemeliharaan. Apabila sapi sakit, maka akan dikeluarkan biaya untuk pengobatan dan selain itu produktivitas ternak menurun. Genetik Faktor genetik sangat menentukan tampilan reproduksi. Untuk menanggulangi kerugian karena faktor genetik, usaha yang terbaik dilakukan seleksi secara ketat dan jangan sampai terjadi inbreeding, oleh karena itu perlu catatan yang akurat. Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 39
10 Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 40
11 Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 41
12 Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 42
KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciCARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).
CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN faktor genetik lingkungan (alam sekitarnya faktor manusia sangat berperan penanganan reproduksi, pencatatan reproduksi
PENDAHULUAN Pada hewan liar kegagalan reproduksi dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (alam sekitarnya), tetapi setelah didomestikasi (dipelihara secara intensif), maka faktor lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciPENDAHULUAN faktor genetik lingkungan (alam sekitarnya faktor manusia sangat berperan penanganan reproduksi, pencatatan reproduksi
PENDAHULUAN Pada hewan liar kegagalan reproduksi dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (alam sekitarnya), tetapi setelah didomestikasi (dipelihara secara intensif), maka faktor lingkungan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki
Lebih terperinciSexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour
Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinci5 KINERJA REPRODUKSI
5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Sapi Perah Dalam kerangka budidaya sapi perah, pembibitan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari ketiga pilar bidang peternakan yaitu, pakan, bibit dan manajemen.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reproduksi Ternak Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda
3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang terdiri dari kecamatan Baraka 49 ekor, kecamatan Baroko 13 ekor,
PENDAHULUAN Kabupaten Enrekang merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan peternakan sapi perah. Populasi sapi perah di Kabupatan Enrekang pada tahun 2011 sebanyak 1398 ekor
Lebih terperinciAulia Puspita Anugra Yekti,Spt,MP,MS
PETUNJUK PRAKTIKUM ILMU REPRODUKSI TERNAK Disusun oleh : Prof. Dr.Ir. Trinil Susilawati,MS Prof. Dr.Ir. Suyadi,MS Prof. Dr. Ir. Worobusono,MS Prof. Dr. Nur. Ihsan,MS Dr.Ir. Sri Wahyuningsih,M.Si Dr.Ir.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang
4 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia. Dari berbagai bangsa kambing yang terdapat di wilayah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak
Lebih terperinciMENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)
MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT) (19 May 2017) Menangani Anjing Betina pada Masa Birahi (Heat) Tidak hanya anjing jantan, anjing betina juga mengalamibirahi. Siklus birahi pada anjing merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan
Lebih terperincidisusun oleh: Willyan Djaja
disusun oleh: Willyan Djaja 28 I PENDAHULUAN Salah satu bagian dari lingkungan adalah tatalaksana pemeliharaan. Peternak sebaiknya memperhatikan cara pemeliharaan agar memperoleh hasil yang diinginkan.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik
Lebih terperinciPEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?
PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL? Trinil Susilawati (email : Trinil_susilawati@yahoo.com) Dosen dan Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya-
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad lalu. Beberapa sinonim sapi Bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus
Lebih terperinciMAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.
MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung yang berjarak sekitar 22 km di sebelah utara Kota
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian
MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tipe Babi Pada pokoknya babi bisa dibedakan menjadi tiga tipe (Sihombing, 2006) : 1). Lard type (babi tipe lemak) Termasuk kelompok babi tipe lemak ialah yang memili ciri-ciri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Sapi potong merupakan jenis sapi yang diarahkan untuk memproduksi daging, oleh karena itu penggemukan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai bobot badan secara maksimal
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperincidisusun oleh: Willyan Djaja
disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah lama
Lebih terperinciAnatomi/organ reproduksi wanita
Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein
Lebih terperinciVIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciPERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK
PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK ABSTRAK Tinggi rendahnya status reproduksi sekelompok ternak, dipengaruhi oleh lima hal sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal
Lebih terperinciOleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian
Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian PEMBANGUNAN PETERNAKAN dan KESEHATAN HEWAN 2011-2014 Peningkatan bibit ternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,
Lebih terperinciHUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), ph DAN KEKENTALAN SEKRESI ESTRUS TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI PERANAKAN FRIES HOLLAND Arisqi Furqon Program
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba
TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) dibawah pengelola Fakultas
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga, memamah biak. Sapi juga termasuk dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperincidrh. Herlina Pratiwi
drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium
Lebih terperinciMAKALAH EFISIENSI REPRODUKSI PADA TERNAK BETINA (SAPI) DISUSUN OLEH DILLA YUSPITA LAODE KIKI MURDIASYAH MAUREN WIRA NUGRAHA
MAKALAH EFISIENSI REPRODUKSI PADA TERNAK BETINA (SAPI) DISUSUN OLEH DILLA YUSPITA LAODE KIKI MURDIASYAH MAUREN WIRA NUGRAHA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi Sapi Brahman Cross
4 TINJAUAN PUSTAKA Reproduksi Sapi Brahman Cross Cara Mengukur Performance Reproduksi Menurut Toelihere (1994) reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per
Lebih terperinci