TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari"

Transkripsi

1 TINJUN PUTK Hormon dan Perannya dalam inamika Ovari Gonadotrophin eleasing Hormone (GnH). GnH tidak secara langsung mempengaruhi ovarium, tetapi hormon yang dihasilkan hipotalamus ini bekerja menstimulus sintesis dan pelepasan gonadotropin (FH atau LH) dari hipofise anterior. enger (1999) menyatakan hormon GnH mengatur sekresi gonadotropin yang juga disebut LH/FH releasing hormone (LH/FH-H). GnH telah digunakan secara luas sejak tahun 1970 an untuk mengatasi kejadian sistik folikel. Penggunaan pada donor untuk produksi embrio ditujukan untuk sinkronisasi gelombang folikel dan meningkatkan ovulasi. Preparat sintetis GnH merupakan dekapeptida, dengan rantai 10 asam amino. Pemberian GnH selama siklus estrus menyebabkan regresi dan ovulasi folikel dominan dan inisiasi segera gelombang folikel baru pada 2.5 hari kemudian (Pursley et al. 1995). Pemberian GnH diketahui akan menyebabkan ovulasi folikel dominan atau regresi folikel sampai atresia tergantung pada status folikel pada saat pemberian GnH (Twaqiramungu et al. 1995). Penyuntikan GnH akan dapat menginduksi pelepasan LH dan FH dari hipofise anterior, yang efeknya tergantung kepada dosis GnH yang digunakan. Penggunaan dosis GnH yang tinggi dapat berpengaruh sebaliknya pada penurunan simpanan LH dan sensitivitasnya akibat menurunnya jumlah reseptor pada sel-sel pituitary, yang akhirnya menekan sekresi gonadotropin dari kelenjar hipofise (Ulker et al. 2001) Twaqiramungu et al. (2002) menyarankan penggunaan GnH setelah pemberian PGF 2α untuk memastikan ovulasi folikel dominan. Lebih lanjut dinyatakan pemberian GnH pada 48 jam setelah pemberian PGF 2α meningkatkan ovulasi dan diketahui waktu yang tepat untuk inseminasi buatan (24 jam kemudian). Pemberian GnH sebelum superovulasi, menginduksi pelepasan LH dan ovulasi atau luteinisasi folikel dominan yang ada, selanjutnya akan terjadi gelombang folikel yang baru dalam 2 hari. Pemberian PGF 2α untuk menginduksi regresi CL yang asli dan CL yang terbentuk hasil induksi GnH. Penyuntikkan GnH yang kedua berguna untuk meningkatkan induksi sinkronisasi ovulasi.

2 Pentingnya pemberian GnH kedua telah ditunjukkan dengan tingkat ovulasi yang lebih tinggi pada sapi yaitu 99 % dibandingkan dengan satu kali pemberian GnH yang hanya 77 % (Bergfelt et al.1997). Twaqiramungu et al. (1995) menyatakan bahwa aplikasi GnH eksogenous pada proses produksi embrio ada dua bentuk: pertama: aplikasi sebelum superovulasi dengan tujuan untuk sinkronisasi gelombang folikel, melalui eliminasi folikel dominan. wal gelombang folikel terjadi 3-4 hari setelah penyuntikan GnH, yang sangat penting artinya dalam sinkronisasi antar individu. Penggunaan GnH untuk sinkronisasi gelombang folikel dilakukan Martinez et al. (2000) pada sapi perah, Moghaddam et al. (2002) pada sapi perah dan potong, Fernandez et al. (2002) pada sapi perah induk dan dara. plikasi kedua GnH bertujuan untuk sinkronisasi ovulasi, diberikan 48 jam setelah pemberian PGF 2α atau 12 jam sebelum IB (ato et al. 2005) atau saat pelaksanaan IB (Ptaszynka 2002), yang akan meningkatkan pelepasan LH sebagai induktor ovulasi. plikasi GnH untuk tujuan sinkronisasi ovulasi telah banyak dilakukan antara lain oleh Barros et al. (2000) pada sapi potong, Caravalho et al. (2002) pada kerbau, ominiguez et al. (2000) pada sapi potong, Irikura et al. (2002) pada kerbau. Penggunaan GnH untuk sinkronisasi gelombang folikel (diawali ovulasi folikel dominan) dan sinkronisasi ovulasi sangat penting artinya dalam meningkatkan efisiensi reproduksi ternak (ajamahendran 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa superovulasi pada saat ada folikel dominan memberikan respon yang sangat bervariasi, bahkan tidak menimbulkan respon. Berbagai macam GnH sintetik sering digunakan dalam penelitian. Martinez et al. (2003) membuktikan bahwa penggunaan gonadorelin diacetate tetrahydrate, gonadorelin hydrochloride dapat meningkatkan pelepasan LH untuk menginduksi ovulasi folikel dominan dan segera terjadi gelombang folikel baru. Peter (2005) menyatakan bahwa GnH dapat digunakan untuk mencegah kematian embrio, pengaturan program sinkronisasi perkembangan folikel, induksi ovulasi pada anestrus setelah partus, dan penanggulangan sistik ovari. Lebih lanjut dinyatakan GnH efektif dalam meningkatkan angka kebuntingan, jika diberikan pada saat inseminasi atau antara hari ke 11 dan 14 setelah inseminasi.

3 Folicle timulating Hormone (FH) - Luteinizing Hormone (LH). Toelihere (1985) menyatakan bahwa hormon utama yang digunakan pada superovulasi adalah hormon gonadotropin, yaitu FH dan LH. FH merupakan hormon gonadotropin dengan unsur glikopeptida yang memiliki reseptor pada sel granulosa folikel, berfungsi menstimulasi pertumbuhan folikel, sehingga sangat diperlukan dalam proses superovulasi. FH mempunyai berat molekul sampai ka pada ternak kambing dan kuda (Kaltenbach & unn 1980 dalam Yusuf 1990) dan ka pada babi. ecara kimiawi FH mempunyai dua sub unit, rantai α dan rantai β, yang tidak identik dan tidak terdapat ikatan kovalen diantara keduanya. antai β terdiri dari 96 asam amino dan dua rantai karbohidrat, sedangkan rantai α terdiri dari 119 asam amino dan satu rantai karbohidrat ( Kaltenbach & unn 1980 dalam Yusuf 1990). alah satu preparat gonadotropin yang dapat digunakan dalam superovulasi yaitu Pluset (Laboratorios Callier,.., pain) yang merupakan ekstraksi hipofise, dimana setiap dosis mengandung 1000 IU FH dan 1000 IU LH (nonim 2002). Hormon gonadotropin ini disusun oleh sub unit α dan sub unit β (BM ka). Lebih lanjut dinyatakan bahwa aplikasi FH- LH tersebut pada ternak sapi, menunjukkan waktu paruh dari FH adalah 150 menit dan LH selama 40 menit. LH berfungsi sebagai induksi proses ovulasi, pematangan akhir folikel dan proses luteinisasi. Pemberian LH harus dalam kadar yang optimal, karena kelebihan LH dapat menurunkan angka fertilitas disebabkan proses pematangan oosit yang prematur (onaldson & Ward 1996). Progesteron, Estrogen dan Prostaglandin 2 lpha. Johnson dan Everit (1995), menyatakan tingginya konsentrasi progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum pada fase luteal secara alami menghambat terjadinya ovulasi folikel dominan, sehingga akhirnya folikel tersebut mengalami atresia. Menurut enger (1999) ovulasi tidak dapat terjadi dalam kondisi dimana kadar progesteron dominan, kondisi hormonal yang sesuai untuk perkembangan akhir folikel akan nyata setelah luteolisis (tanpa CL) dan menurunnya kadar progesteron. Pada superovulasi, ovulasi beberapa folikel de Graaf juga diinduksi oleh penurunan

4 progesteron akibat lisis korpus luteum oleh aplikasi hormon PGF 2α. Lebih lanjut dinyatakan bahwa mekanisme alami stimulasi aktivitas PGF 2α endogen diawali oleh sekresi oxytocin oleh korpus luteum dengan reseptor yang sudah terbentuk pada dinding uterus. espon selanjutnya uterus mensekresi PGF 2α ke dalam pembuluh darah sampai mencapai reseptornya di sel luteal besar dari korpus luteum. Mekanisme kerja dari PGF 2α ada dua cara yaitu: melalui mekanisme apoptosis dari sel luteal dan mekanisme aktivasi protein kinase (PKC) yang menghambat konversi kolesterol menjadi progesteron. Estrogen merupakan hormon steroid yang terdapat dalam cairan folikel. Kegagalan ovulasi menimbulkan tingginya kadar estrogen dalam darah, keberadaannya pada saat pertumbuhan embrio akan berefek menurunkan kualitas embrio (aito 1997). Gelombang Perkembangan Folikel Perkembangan folikel di dalam ovarium merupakan proses yang berkesinambungan dan tidak hanya melibatkan satu folikel selama siklus, tetapi sekelompok folikel sehingga dianalogikan sebagai gelombang folikel (Bo et al. 1995: enger 1999). Gelombang folikel didefinisikan sebagai perkembangan folikel dengan diameter 4 sampai 5 mm dalam jumlah besar secara serentak, diikuti dengan mekanisme seleksi, perkembangan menjadi folikel dominan dan penekanan/supresi terhadap perkembangan folikel subordinat. alam satu siklus estrus yang normal pada sapi terdapat 2 atau 3 gelombang pertumbuhan folikel (Lucy et al. 1992; ajamahendran 2002). Menurut Ooe et al. (1997) pada tipe dua gelombang, gelombang terjadi umumnya pada satu hari setelah estrus ( 1 ) dan hari ke-10 ( 10 ), sedangkan pada tipe 3 gelombang, gelombang terjadi pada hari ke-1(1), hari ke-8 (8) dan hari ke-15 ( 15 ). edangkan menurut Ginther et al. (1989) gelombang folikel terdeteksi pada hari estrus (o) dan hari ke-10 (10) pada tipe dua gelombang dan pada hari estrus (o), hari ke-9 (9), serta ke-16 (16) pada tipe tiga gelombang. Lucy et al. (1992) menyatakan bahwa dari semua awal gelombang folikel tersebut, gelombang folikel kedua merupakan gelombang yang lebih sensitif terhadap hormon gonadotropin (Gambar 1). Gelombang folikel ini sangat penting artinya

5 Gelombang Perkembangan Folikel Progesteron Luteolisis ovulation ovulation 0 iestrus Proestrus Estrus Gelombang Perkembangan Folikel ovulation iestrus Proestrus Estrus B Gambar 1 Gelombang perkembangan folikel pada sapi..tipe 2 gelombang; B. Tipe 3 gelombang (modifikasi dari Lucy et al. 1992; Ginther et al. 1989). dalam penentuan waktu yang tepat untuk memulai superovulasi sapi donor. pabila superovulasi dimulai pada awal gelombang folikel, maka keberhasilan akan lebih tinggi. isisi lain pada hari keenam siklus estrus, dari kedua tipe gelombang folikel tersebut hampir selalu mempunyai sebuah folikel dominan

6 yang berdiameter lebih dari 8 mm (ato et al. 2005). Keberadaan folikel dominan menurunkan respon superovulasi karena inhibin dan estradiol yang dihasilkan menghambat perkembangan folikel lain (subordinat) melalui mekanisme umpan balik negatif terhadap FH di hipofise anterior (ajamahendran 2002). Juga keberadaan sebuah folikel dominan tersebut menghalangi munculnya gelombang folikel berikutnya (dam et al. 1994). inkronisasi Gelombang Folikel inkronisasi gelombang folikel merupakan upaya penyerentakan terjadinya awal gelombang gelombang folikel, yang dapat terjadi setelah penghilangan folikel dominan baik secara hormonal maupun secara mekanis/aspirasi. Pada prinsipnya merupakan penghilangan efek penekanan dari folikel dominan sehingga dapat memunculkan gelombang folikel baru (Bo et al. 1995). Pemberian GnH atau aspirasi folikel 2 hari sebelum superovulasi terbukti dapat meningkatkan respon ovulasi (Kohram et al. 1998). ato et al. (2005) menyatakan bahwa penyuntikan GnH dapat menginduksi ovulasi dan kemudian menstimulasi peningkatan FH endogen selanjutnya gelombang folikel terjadi dalam waktu yang tepat tanpa variasi waktu pada semua sapi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa penyuntikan 25 μg GnH pada hari ke-6 siklus estrus, (2.5 hari sebelum superovulasi) menghasilkan embrio layak transfer yang lebih tinggi dibanding perlakuan 50 dan 100 μg GnH. blasi (penghilangan) folikel dominan sebelum superovulasi terbukti dapat meningkatkan perolehan total embrio dan embrio yang layak transfer pada sapi perah produksi susu tinggi (miridis et al. 2006). Bo et al. (1995) melakukan aspirasi semua folikel yang berdiameter lebih atau sama dengan 5 mm, sebagai sebuah metode ablasi folikel untuk menginduksi sinkronisasi gelombang folikel dan sinkronisasi ovulasi. Hasilnya adalah sebuah gelombang folikel baru muncul pada 1.5 hari kemudian, dan setelah pemberian PGF 2α terdeteksi ovulasi yang serentak. blasi folikel transvaginal dengan bantuan UG merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat dalam sinkronisasi gelombang folikel dalam kegiatan superovulasi. Untuk tujuan sinkronisasi gelombang folikel, Kanitz et al. (2006) melaporkan pemberian GnH pada hari 14 atau 16 atau 18 siklus estrus, dari 27 ekor sapi perah dara,

7 22 ekor diantaranya (81.5 %) mengalami ovulasi antara 27 sampai 33 jam setelah pemberian GnH. Mengenai kapan munculnya gelombang folikel setelah mendapat perlakuan, ada beberapa pendapat yaitu 3-4 hari setelah pemberian GnH (Twaqiramungu et al. 1995); 2-4 hari setelah pemberian GnH (Pursley et al. 1995); 1.5 hari setelah aspirasi folikel dan 3-6 hari setelah pemberian Progesteron implant-estradiol 17β (Bo et al.1995). ebuah folikel dominan akan terbentuk dalam 2 hari setelah munculnya gelombang folikel (Ginther et al. 1996) atau dalam 3-4 hari setelah aplikasi GnH (Bo et al. 1995). Folikel dominan baru tersebut berkembang menjadi folikel ovulatory setelah proses luteolisis yang diinduksi dengan PGF 2α. uperovulasi pada api onor Ovulasi adalah pecahnya folikel de Graaf dan keluarnya ovum bersama selsel yang menyelubunginya dan sedikit cairan folikel yang terjadi akibat rangsangan hormon LH (Hafez & Hafez 2000). ecara normal pada sapi, ovulasi terjadi pada akhir fase estrus yaitu sekitar jam sesudah akhir estrus (Jemmeson 2006) atau 30 jam setelah onset estrus (Whittier & Geary 2007). ecara alami jumlah oosit yang diovulasikan pada satu kali ovulasi pada sapi adalah satu oosit (Toelihere 1985). Umumnya hanya folikel dominan yang akan ovulasi pada akhir siklus estrus meskipun rekruitmen pada gelombang folikel terjadi beberapa kali dalam satu siklus (etiadi et al. 2005). ecara normal, ovulasi dapat terjadi pada setiap situs di permukaan ovarium kecuali pada hilus (enger 1999). uperovulasi pada sapi bertujuan untuk mendapatkan sejumlah besar embrio yang dapat ditransfer dengan kemungkinan tinggi menghasilkan kebuntingan (Mapletoft & Pierson 1993). Unsur utama pada superovulasi adalah pemberian hormon gonadotropin yang dimulai pada hari ke-9 dari siklus birahi untuk sapi dengan panjang siklus birahi hari dan pada hari ke-10 untuk sapi dengan panjang siklus birahi hari (ielleman & Bevers 1993). ato et al. (2005) melaporkan superovulasi dapat dilakukan antara hari ke 8 dan hari ke 12 siklus estrus atau 2.5 hari setelah pemberian GnH. Lebih lanjut dinyatakan bahwa respon donor dapat meningkat ketika superovulasi dilakukan pada waktu

8 gelombang folikel terjadi atau tanpa keberadaan folikel dominan. emikian juga etiadi et al. (2005) menyatakan bahwa aplikasi hormon gonadotropin pada saat muncul gelombang folikel dapat meningkatkan respon superovulasi. Beragam variasi dari respon ovarium terhadap perlakuan superovulasi pada sapi berkaitan erat dengan beragamnya status perkembangan folikel pada saat perlakuan (Bo et al. 1995; ajamahendran 2002; ato et al. 2005). espon ovarium lebih rendah apabila superovulasi dilakukan pada saat kehadiran sebuah folikel dominan karena adanya inhibin, sebaliknya respon lebih tinggi jika dilakukan saat keberadaan sejumlah besar folikel-folikel kecil (omero et al. 1991; ato et al. 2005). espon untuk ovulasi terhadap pemberian gonadotropin pada satu hari sebelum atau pada hari munculnya gelombang folikel, lebih tinggi dari perlakuan pada satu atau dua hari setelah munculnya gelombang folikel (Bo et al. 1995). Colenbrander (2004) menyatakan bahwa secara umum periode superovulasi pada sapi terdiri dari 2 periode perkembangan oosit sampai embrio. Pertama, periode folikel yang berlangsung 5-6 hari, dimulai sejak pemberian gonadotropin pada fase luteal sampai dengan ovulasi. Kedua, periode intraoviduk dan intra uterin, berlangsung 6-7 hari, mulai saat fertilisasi, perkembangan embrio sampai embrio siap dikoleksi. ebelum pelaksanaan superovulasi pada ternak donor, salah satu pertimbangan yang utama adalah pengenalan siklus estrus, pemeriksaan ovarium (deteksi awal gelombang folikel, deteksi dan penghilangan folikel dominan, deteksi korpus luteum). Menurut Hafez dan Hafez (2000) pemeriksaan kondisi ovarium secara klinis dapat dilakukan dengan cara palpasi rektal dan menggunakan ultrasonografi. inkronisasi Ovulasi pada api onor inkronisasi ovulasi merupakan upaya penyerentakan pelepasan oosit (ovulasi) dari folikel de Graaf. Pada sapi donor sangat dibutuhkan ovulasi serentak agar dari sekian banyak oosit yang diovulasikan, kesemuanya dapat terfertilisasi dalam waktu yang relatif bersamaan, sehingga dapat diperoleh embrio dalam tahap perkembangan yang sama. Melalui sinkronisasi ovulasi, perolehan embrio berkualitas baik/layak transfer kemungkinan meningkat, dan

9 embrio yang tidak layak transfer (degenerasi) serta oosit tidak terbuahi menurun (aito, 1995). inkronisasi ovulasi telah demikian berkembang, dengan berbagai macam protokol dan metode yang dilakukan. ejarnette dan Marshall (2003) menyatakan bahwa sinkronisasi ovulasi pada sapi perah laktasi menggunakan GnH pada 48 jam setelah pemberian PGF 2α atau 12 jam sebelum pelaksanaan inseminasi terbukti meningkatkan konsepsi. edang Kanitz et al. (2006) melaporkan pemberian PGF 2α diikuti GnH 48 jam kemudian, menyebabkan 81.5 % sapi dara mengalami ovulasi rata-rata 24.4 jam setelah perlakuan GnH. Pemberian GnH setelah gonadotropin pada kegiatan superovulasi dapat menghasilkan ovulasi yang serentak, kepastian waktu IB yang tepat tanpa menurunkan jumlah perolehan embrio yang berkualitas (Bo et al. 2006). Pentingnya GnH untuk sinkronisasi ovulasi pada sapi dibuktikan dengan angka ovulasi yang tinggi yaitu 99 % (Bergfelt et al. 1997). Pembentukan Corpus Luteum etelah terjadi ovulasi maka pada situs pelepasan oosit akan terbentuk Corpus Luteum (CL). elama awal fase luteal (metestrus), CL dibentuk dari selsel luteal. Pada pertengahan fase luteal (diestrus) sel-sel luteal menghasilkan sejumlah besar progesteron. elama akhir fase luteal, CL dilisiskan oleh PGF 2α yang dihasilkan oleh endometrium uterus. Lisis CL diikuti dengan penurunan kadar progesteron, sehingga mekanisme umpan balik negatif progesteron pada hypotalamus hilang, mengakibatkan peningkatan GnH yang menandakan dimulai fase folikular. Ukuran CL pada hari ke 3-5 mulai meningkat ukurannya sampai maksimal disertai dengan peningkatan produksi progesteron sampai kadar maksimal sekitar hari ke-10 (enger 1999). Lebih lanjut dinyatakan bahwa CL tersusun atas sel-sel luteal yang berperan menghasilkan progesteron. Konsitensi/ kekenyalan badan CL sangat ditentukan oleh jumlah sel-sel luteal dan vaskuralisasi darah kebagian tersebut. emikian juga kemampuan CL memproduksi progesteron tergantung pada tingkat vaskularisasi pada lapisan seluler. Fungsi CL yang rendah (sintesa dan sekresi progesteron sedikit) diyakini akan menjadi penyebab penting kegagalan reproduksi, ketidakmampuan uterus dalam mendukung perkembangan embrio dini (miridis et al. 2006).

10 Pada sapi CL dapat diperiksa secara palpasi rektal. Namun status fungsional CL sulit dikenali secara palpasi rektal sebab ukuran CL tidak selalu berkaitan dengan kemampuannya memproduksi progesteron. ecara palpasi, umumnya CL yang fungsional akan teraba karena menonjol pada permukaan ovarium. Namun tidak semua badan CL selalu muncul dengan jelas pada permukaan ovarium, kadangkala pada CL yang telah mencapai ukuran maksimal dan fungsional namun sedikit bagian yang muncul. Hal ini penting diperhatikan apabila akan menilai keberadaan dan status fungsional CL. tabenfeld dan Edqvist (1984) dalam Yusuf (1990) menyatakan bahwa ukuran CL mencapai maksimum pada hari ke tujuh sampai ke sembilan dari siklus estrus. alam satu siklus estrus, CL harus mengalami lisis agar fase folikular dimulai. Ovulasi tidak dapat terjadi dalam kondisi dimana kadar progesteron dominan (enger 1999). Luteolisis berarti disintengrasi atau dekomposisi dari CL, yang terjadi 2-3 hari pada akhir fase luteal. da dua hormon yang berperan penting dalam lisis CL yaitu oxytocin yang dihasilkan CL dan hormon PGF 2α yang dihasilkan endometrium uterus. Pada sinkronisasi gelombang folikel, terutama dengan menggunakan GnH pada hari ke 6-7 siklus estrus, sebuah CL baru dapat terbentuk setelah terjadi ovulasi folikel dominan, sehingga terdapat dua CL pada saat bersamaan (Jemmeson 2006; Whittier & Geary 2007). Pada kegiatan superovulasi, dimana terjadi ovulasi sel telur dalam jumlah banyak, maka secara siklus pada bekas ovulasi akan terbentuk CL dalam jumlah yang sama. ecara morfologi, ovarium menjadi berukuran lebih besar dari normal dengan permukaan dipenuhi CL (Gambar 2), yang dapat terdeteksi dengan jelas secara palpasi atau dengan pemeriksaan menggunakan UG.

11 F JO CL Gambar 2 espon ovarium yang setelah perlakuan superovulasi. Pembentukan CL yang cukup signifikan sebagai indikator respon. CL: corpus luteum, F: folikel, JO: jaringan ovarium (sumber foto: BET Cipelang)

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada hewan jantan, karena terdiri atas beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing- masing. Ovarium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel Untuk sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi dilakukan pemberian PGF 2α sebanyak 2 ml i.m dan hcg 1500 IU. Hasil seperti tertera pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Ultrasonografi Korpus Luteum Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari sebelum pemberian PGF 2α (H-1) korpus luteum bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI BAB I PENYERENTAKAN BERAHI 1.1 Pendahuluan Penyerentakan berahi (Sinkronisasi Estrus) merupakan suatu proses manipulasi berahi pada sekelompok ternak betina. Adapun alasan dilakukannya Penyerentakan berahi

Lebih terperinci

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian 2 2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan waktu yang tepat

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi Pesisir

Pengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi Pesisir Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2014 Vol. 16 (3) ISSN 1907-1760 Pengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN SKRIPSI Oleh DARUSSALAM I111 11 014 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI Agung Budiyanto Dosen FKH, Master dan Doctoral Degree Pasca Sarjana UGM Sekretaris Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH UGM Ketua Asosisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang LEMBAR PENGESAHAN Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual 31 Okt 2016 1 dari 5 Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal Diperiksa oleh KRISMONO, SST Kasubbag TU 31 Oktober 2016 Disyahkan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities RESPON KECEPATAN TIMBILNYA ESTRUS DAN LAMA ESTRUS PADA BERBAGAI PARITAS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SETELAH DUA KALI PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN F 2 α (PGF 2 α) The Response of Estrus Onset And Estrous Duration

Lebih terperinci

TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) YANG BERBEDA SKRIPSI DHEDY PRASETYO

TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) YANG BERBEDA SKRIPSI DHEDY PRASETYO TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) YANG BERBEDA SKRIPSI DHEDY PRASETYO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK 1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

Nurcholidah Solihati Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung. ABSTRAK

Nurcholidah Solihati Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung.   ABSTRAK PENGGUNAAN PROGESTERON INTRAVAGINAL DAN KOMBINASINYA DENGAN PGF 2 α SERTA ESTROGEN DALAM UPAYA MENIMBULKAN ESTRUS DAN KEBUNTINGAN PADA SAPI PERAH ANESTRUS ABSTRAK Nurcholidah Solihati Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1 TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT Amirudin Pohan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT ABSTRAK Induk Sapi Bali yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Kuda dan Perkembangannya di Indonesia Kuda modern (Equus caballus) yang saat ini terdapat diseluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK 1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098

Lebih terperinci

BAB III PROSES REPRODUKSI HEWAN BETINA A. PENDAHULUAN

BAB III PROSES REPRODUKSI HEWAN BETINA A. PENDAHULUAN BAB III PROSES REPRODUKSI HEWAN BETINA A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah proses reproduksi meliputi pengertian mengenai proses reproduksi hewan betina mulai dan pubertas yang meliputi umur pubertas dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reproduksi Ternak Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada sapi jantan, dimana terdiri dari beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Ovarium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Pengaruh Metode Pemberian PGF 2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad lalu. Beberapa sinonim sapi Bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian PEMBANGUNAN PETERNAKAN dan KESEHATAN HEWAN 2011-2014 Peningkatan bibit ternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4.1 Luas Ovarium BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci