HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel Untuk sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi dilakukan pemberian PGF 2α sebanyak 2 ml i.m dan hcg 1500 IU. Hasil seperti tertera pada tabel 3. Beberapa parameter yang diukur meliputi diameter CL, diameter folikel, onset dan lamanya estrus serta interval ovulasi. Tabel 3 Data hasil pengamatan sinkronisasi estrus dan waktu ovulasi folikel Parameter Rata-rata ± SD Diameter CL (cm) Awal perlakuan PGF 2α 2.17 ± 0.15 Awal perlakuan hcg 1.77 ± 0.45 Hari sebelum ovulasi 0.83 ± 0.32 Diamater folikel ovulasi (cm) Awal perlakuan PGF 2α 2.63 ± 0.06 Awal perlakuan hcg 3.27 ± 0.12 Maksimal 4.50 ± 0.52 Hari sebelum ovulasi 4.50 ± 0.52 Estrus (hari) Interval awal perlakuan PGF 2α hingga onset estrus 1.33 ± 0.58 Lama estrus 4.00 ± 1.00 Interval mencapai ovulasi Awal perlakuan PGF 2α (hari) 5.33 ± 1.15 Awal perlakuan hcg (jam) ± Diameter CL pada saat awal perlakuan PGF 2α adalah 2.17 ± 0.15 cm, sedangkan pada saat awal perlakuan hcg adalah 1.77 ± 0.45 cm. 1 hari sebelum ovulasi diameter CL mencapai 0.83 ± 0.32 cm. Diameter folikel terbesar (DF) pada saat awal perlakuan PGF 2α adalah 2.63 ± 0.06 cm, sedangkan pada awal perlakuan hcg adalah 3.27 ± 0.12 cm. Diameter folikel terbesar dicapai 1 hari sebelum ovulasi mencapai rata-rata 4.50 ± 0.52 cm. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Bergfelt et al. (2007) yang melaporkan bahwa rata-rata diameter folikel terbesar pada saat awal perlakuan PGF 2α adalah 2.27 ± 0.19 cm, sedangkan pada awal perlakuan hcg adalah 3.15 ± 0.15 cm dan diameter folikel sebelum ovulasi adalah 3.65 ± 0.1 cm.

2 14 Rata-rata interval awal perlakuan PGF 2α hingga onset estrus adalah 1.33 ± 0.58 hari, dengan rata-rata lama estrus 4.00 ± 1.00 hari. Interval mencapai ovulasi dari awal perlakuan PGF 2α adalah 5.33 ± 1.15 hari, sedangkan dari awal perlakuan hcg adalah ± jam. Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samper (2008), yang telah melaporkan bahwa onset estrus dan ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 3-4 hari dan 8-10 hari setelah perlakuan PGF 2α. Namun demikian, Samper (2008) melaporkan bahwa kisaran antara awal penyuntikan PGF 2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar antara 48 jam sampai dengan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan ovulasi pada saat penyuntikan dilakukan. Samper et al. (1993) juga menjelaskan bahwa perbedaan onset estrus akan terjadi jika pada saat PGF 2α terdapat folikel yang tumbuh dan berukuran besar, kemungkinan akan terjadi ovulasi dalam 72 jam setelah perlakuan, tanpa adanya tanda estrus yang nampak jelas. Sebaliknya, jika folikel telah mencapai diameter maksimalnya selama fase luteal, maka folikel ini akan mengalami regresi. Selanjutnya akan terjadi perekrutan folikel-folikel yang baru sehingga estrus dan ovulasi akan tertunda. Gastal et al. (2006) melaporkan bahwa penyuntikan 1500 IU hcg pada saat diameter folikel terbesar mencapai 35 mm akan menyebabkan ovulasi folikel 44.0 ± 1.0 jam setelah perlakuan. Pengamatannya menunjukkan bahwa ovulasi berlangsung lebih cepat dibandingkan penelitian ini. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh diameter folikel pada saat awal perlakuan hcg yang berbeda. Dinamika Ovarium dan Tingkah Laku Estrus Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi setiap hari pada waktu yang sama pada 3 ekor kuda, maka didapatkan dinamika ovarium yang meliputi perkembangan dan regresi folikel dan CL yang terdiri atas gelombang-gelombang folikel, serta kaitannya dengan scoring tingkah laku estrus yang terjadi selama 1 siklus estrus. Untuk lebih jelas dan rinci dapat dilihat pada grafik-grafik berikut:

3 15 Gambar 2 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus I. Siklus estrus berlangsung 28 hari dengan tiga gelombang folikel. Skor estrus mencapai 3 saat menjelang ovulasi. Gambar 3 Kelas folikel pada kuda A-Siklus I. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H1 sampai dengan H9. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H15 sampai dengan H25. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III. Kuda A pada siklus I, panjang siklus estrus adalah 28 hari dengan dengan lama estrus 4 hari dan 3 gelombang folikel. Siklus ini berlangsung lebih lama dibandingkan pengamatan Ginther (2002) bahwa panjang siklus maksimal berlangsung 24 hari. Pertumbuhan gelombang folikel pertama teramati mulai hari

4 16 ke-2 setelah ovulasi. Gelombang folikel ditandai dengan adanya folikel berdiameter 1.5 cm berjumlah 7 folikel, Jumlah folikel kelas I terus meningkat sampai 13 folikel pada hari ke-9. Folikel dominan (DF) pada gelombang pertama mencapai diameter maksimal pada hari ke-3 dengan diameter 2.3 cm. Diameter folikel tersebut lebih kecil dibandingkan temuan Ginther (1993) yang melaporkan bahwa diameter folikel terbesar pada saat gelombang pertama mencapai 2.8 cm. Pertumbuhan CL tidak memiliki pola yang sama dimana diameter pasca ovulasi adalah 3.3 cm dan terus menurun hingga mencapai 1.4 cm pada saat menjelang ovulasi. Namun demikian gambaran ultrasonografi menunjukkan gradasi warna dari hypoechoic menjadi hyperechoic hal ini menunjukkan terbentuknya sel luteal tidak disertai peningkatan diameter CL. Gambaran tersebut bersesuaian dengan hasil pengamatan Bergfelt dan Adams (2007) bahwa gradasi warna gambaran ultrasonografi berkaitan dengan pembentukan jaringan luteal. Gelombang folikel kedua teramati mulai hari ke-9 dengan DF mencapai diameter 2.0 cm pada hari ke-12. Pada gelombang folikel kedua ini peningkatan jumlah folikel kelas I tidak teramati. Namun demikian folikel kelas II mengalami peningkatan jumlah mencapai 3 folikel pada hari ke-18. DF gelombang kedua tidak berkembang dan cenderung statis. Hal ini terjadi karena CL tidak mengalami lisis sampai hari ke-18 siklus estrus sehingga tidak terjadi LH surge sehingga tidak terjadi ovulasi DF gelombang kedua (Noguiera 2004). Selanjutnya teramati kemunculan gelombang folikel ketiga ditandai dengan peningkatan folikel kelas II pada hari ke-19. DF tumbuh mencapai diameter maksimal menjelang ovulasi adalah 3.2 cm dengan Folikel Subordinat (SF) mencapai 2.2 cm. Diameter DF lebih kecil dibandingkan temuan Noguiera (2004) yang melaporkan bahwa diameter DF mencapai 3.8 cm sebelum ovulasi. Pada saat DF mencapi 3.1 cm estrus mulai terlihat dengan skor 1 dan mencapai skor 3 saat menjelang ovulasi.

5 17 Gambar 4 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus II. Siklus estrus berlangsung 19 hari dengan tiga gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi. Gambar 5 Kelas folikel pada kuda A-Siklus II. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada hari pertama sampai dengan hari ke-4 dan pada H16 sampai dengan H19. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H10 sampai dengan H16. Hanya ditemukan satu folikel kelas III pada H16 sampai dengan H19. Sementara pada siklus II dari kuda A, panjang siklus estrus adalah 19 hari dengan lama estrus 7 hari dan 3 gelombang folikel, siklus estrus lebih pendek dengan lama estrus yang lebih panjang dari siklus I. Siklus ini berlangsung lebih pendek dengan temuan Ginther (1992) bahwa siklus estrus pada kuda adalah 21 hari, sedangkan lama estrus lebih pendek dari pengamatan Shirazi et al. (2004)

6 18 pada kuda Caspian, yaitu 8 hari. Gelombang folikel pertama mulai teramati pada hari pertama setelah ovulasi. Kemunculannya ditandai dengan ditemukannya 16 folikel berdiamater 1.5 cm dan terus meningkat hingga sejumlah 20 folikel pada hari ke-4. DF gelombang pertama diawali dengan diameter folikel terbesar 2.0 cm dan SF 1.8 cm. Pertumbuhan gelombang kedua dimulai pada hari ke-5. DF mencapai diameter 1.5 cm. Folikel kelas I masih dalam kisaran jumlah 20 folikel, dan mulai hari ke-10 teramati peningkatan jumlah folikel kelas II hingga mencapai 5 folikel pada hari ke-12. DF mencapai diameter maksimal 2.4 cm pada hari ke-12. Selanjutnya gelombang folikel ketiga dimulai pada hari ke-13, bersamaan dengan pertumbuhan DF berdiamater 3.0 cm dan berlanjut sampai dengan terjadi ovulasi pada hari ke-19 dengan diameter maksimal DF 5.2 cm. Diameter DF lebih besar dari temuan Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) yang melaporkan bahwa pada kuda-kuda sport, seperti Warmblood dan Thoroughbred di UK, diameter DF sebelum ovulasi hanya mencapai 4.6 cm. Pertumbuhan folikel kelas II sejumlah 6 folikel teramati pada gelombang ini, sementara folikel kelas III teramati mulai hari ke-16 sejumlah satu folikel, dan folikel kelas I juga teramati pada hari yang sama sejumlah 10 folikel hingga mencapai 16 folikel pada hari ke-19. Estrus dengan skor 1 mulai teramati pada hari ke-13 pada saat DF mencapai 3.0 cm dan mencapai skor 4 pada saat menjelang ovulasi. Pola pertumbuhan CL hampir sama dengan siklus I, dimana diameter CL pada saat hari pertama setelah ovulasi maencapai 3.2 cm dan terus menurun hingga 0.8 cm pada saat menjelang ovulasi.

7 19 Gambar 6 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus III. Siklus estrus berlangsung 25 hari dengan 3 gelombang folikel. Skor estrus mencapai3 saat menjelang ovulasi. Gambar 7 Kelas folikel pada kuda A-Siklus III. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H2 sampai dengan H9 dan pada H16. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H11 sampai dengan H25. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III. Kuda A pada siklus III, panjang siklus estrus 25 hari dengan lama estrus 6 hari, dan 3 gelombang folikel. Siklus ini lebih pendek dari siklus I, namun lebih panjang dari siklus II. Hal ini lebih panjang dari temuan Shirazi et al. (2004) pada kuda Caspian, yaitu 22 hari. Gelombang folikel pertama diawali dengan pertumbuhan DF berdiamater 1.6 cm dan mencapai diameter maksimal 1.9 cm

8 20 pada hari ke-6. Pertumbuhan folikel kelas I teramati mulai hari pertama sejumlah 16 folikel dan terus meningkat mencapai 20 folikel pada hari ke-9. Pertumbuhan CL menunjukkan pola yang sama dengan siklus I dan II, dimana diameter setelah ovulasi 3.5 cm dan terus menurun hingga 0.8 cm pada saat menjelang ovulasi. Gelombang folikel kedua teramati mulai hari ke-7 dengan diameter DF 1.4 cm dan mencapai 1.6 pada hari ke-15. Pada gelombang kedua ini peningkatan jumlah folikel kelas I tidak teramati. Namun demikian peningkatan jumlah folikel kelas II mulai teramati pada hari ke-11 sejumlah 1 folikel dan mencapai 2 folikel pada hari ke-15. DF gelombang kedua tidak berkembang dan cenderung statis. Hal ini dikarenakan CL baru mengalami regresi pada hari ke-16 bersamaan dengan munculnya gelombang ketiga. Gelombang ketiga ini muncul pada hari ke- 16. Ditandai dengan diameter DF mencapai 3 cm dan terlihat CL mulai mengalami regresi. Pada gelombang ketiga ini juga teramati dua kali peningkatan jumlah folikel kelas I hingga mencapai 12 folikel pada hari ke-17 dan 21. Jumlah folikel kelas II juga meningkat hingga mencapai 4 folikel pada hari ke-21. DF cenderung statis dengan diameter 3.0 cm hingga menjelang ovulasi. Diameter DF lebih kecil dari temuan Gastal et al. (1997) bahwa diameter DF menjelang ovulasi adalah 3.7 cm. Pada saat DF berdiamater 3.4 estrus mulai terlihat dengan skor 1 pada hari ke-20 hingga mencapai skor 3 saat menjelang ovulasi pada hari ke-25. Berdasarkan hasil pengamatan pada kuda A didapatkan 3 siklus estrus dengan masing-masing panjang siklus 28, 19, dan 25 hari, dengan lama estrus masing-masing 4, 7, dan 6 hari, sehingga didapatkan rata-rata panjang siklus untuk kuda A adalah 24 ± 4.58 hari dengan lama estrus 5.67 ± 1.53 hari. Jika dibandingkan dengan temuan Shirazi et al. (2002) pada kuda Caspian yang dilaporkan memiliki panjang siklus estrus 22 hari dengan lama estrus 8 hari, maka panjang siklus estrus kuda A lebih panjang, namun lama estrus lebih singkat. Sementara itu gelombang folikel yang muncul pada masing-masing siklus estus adalah 3 gelombang folikel. Diameter DF sebelum ovulasi pada masingmasing siklus adalah 3.8, 5.2, dan 3 cm, sehingga rata-rata diameter DF kuda A adalah 4.0 ± 1.1 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bergfelt dan Adams (2007) bahwa rata-rata diameter maksimum folikel ovulasi adalah 4 sampai dengan 4.5 cm pada beberapa kuda tipe tunggang, seperti Quarter, Arab, dan Thoroughbred,

9 21 namun demikian kisarannya cukup luas (3 sampai 7 cm). Selanjutnya Bergfelt dan Ginther (1996) mengemukakan bahwa perbedaan bangsa dan tipe kuda mengindikasikan adanya perbedaan rata-rata diameter folikel pada saat menjelang ovulasi. ovulasi Gambar 8 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda B. Siklus estrus berlangsung 28 hari dengan dua gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi. Gambar 9 Kelas folikel pada kuda B. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H4 sampai dengan H5 dan pada H19 sampai dengan H22. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H13. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III.

10 22 Kuda B, panjang siklus estrus adalah 28 hari dengan lama estrus 8 hari dan 2 gelombang folikel. Siklus estrus ini berlangsung lebih lama dibandingkan pengamatan Ginther (2002) bahwa panjang siklus estrus maksimal berlangsung 24 hari. Pertumbuhan gelombang folikel tidak teramati pada gelombang yang pertama, karena jumlah folikel kelas I cenderung statis pada kisaran 6 folikel. Diameter maksimal DF pada gelombang pertama adalah 2.0 cm yang dicapai pada hari ke-1 dan ke-2, selanjutnya terus menurun sampai dengan 1.0 cm pada hari ke- 5. Diameter folikel tersebut lebih kecil dibandingkan temuan Ginther (1993) yang melaporkan bahwa diameter folikel terbesar pada saat gelombang pertama mencapai 2.8 cm. Pertumbuhan folikel kelas I baru teramati pada hari ke-5 seiring dengan munculnya gelombang folikel yang ke-2, ditandai dengan adanya folikel kelas I berjumlah 11 folikel. Keadaan ini berangsur-angsur berkurang hingga hanya terdapat 6 folikel kelas I pada hari ke-19. Selanjutnya terjadi lagi peningkatan jumlah folikel kelas I mulai hari ke-20 hingga mencapai maksimal pada hari ke-24 sejumlah 11 folikel. Demikian halnya dengan folikel kelas II yang juga mulai teramati kemunculannya pada hari ke-6. Jumlah folikel kelas II cenderung statis pada kisaran 1 sampai 2 folikel saja hingga menjelang ovulasi. Diameter maksimal DF gelombang ke-2 mencapai 4.0 cm pada hari ke-27 namun menurun hingga 3.8 cm pada saat menjelang ovulasi pada hari ke-28. Pada saat diameter DF mencapai 2.5 cm pada hari ke-21 estrus mulai terlihat dengan skor 1 dan mencapai skor 4 pada saat menjelang ovulasi. Diameter CL pasca ovulasi adalah 3.5 cm dan terus menurun hingga mencapai 1.0 cm pada saat menjelang ovulasi.

11 23 Gambar 10 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda C. Siklus estrus berlangsung 27 hari dengan dua gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi. Gambar 11 Kelas folikel pada kuda C. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H5 sampai dengan H10. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H11 sampai dengan H19. Hanya ditemukan satu folikel kelas III pada H20 sampai dengan H27. Pada kuda C, panjang siklus estrus adalah 27 hari dengan lama estrus 9 hari dan 2 gelombang folikel. Siklus ini berlangsung lebih panjang dengan temuan Ginther (1992) bahwa panjang siklus estrus pada kuda adalah 21 hari, sedangkan lama estrus sedikit lebih panjang dari pengamatan Shirazi et al. (2004) pada kuda Caspian, yaitu 8 hari. Gelombang folikel pertama mulai teramati pada hari ke-5 setelah ovulasi. Kemunculannya ditandai dengan ditemukannya 10 folikel kelas I

12 24 dan terus meningkat hingga sejumlah 15 folikel pada hari ke-6. Diameter maksimal DF gelombang pertama adalah 3.5 cm. Pertumbuhan gelombang kedua dimulai pada hari ke-10. Kemunculannya ditandai dengan mulai meningkatnya jumlah folikel kelas II hingga mencapai 5 folikel pada hari ke-16. Kemunculan folikel kelas III mulai teramati pada hari ke- 20 dan bertahan sampai menjelang ovulasi pada hari ke-27. Diameter maksimal DF pada gelombang kedua adalah 5.8 cm yang dicapai pada saat menjelang ovulasi. DF tersebut lebih besar dari temuan Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) yang melaporkan bahwa pada kuda-kuda sport, seperti Warmblood dan Thoroughbred di Negara subtropis, diameter DF sebelum ovulasi hanya mencapai 4.6 cm. Estrus dengan skor 1 mulai teramati pada hari ke-19 pada saat DF mencapai 3.8 cm dan mencapai skor 4 pada saat menjelang ovulasi. Pola pertumbuhan CL hampir sama dengan kuda lain, dimana diameter CL pada saat hari pertama setelah ovulasi maencapai 2.5 cm dan terus menurun hingga 0.5 cm pada saat menjelang ovulasi. Berdasarkan data-data dari semua kuda yang diteliti dapat diketahui bahwa rata-rata panjang siklus estrus adalah 25.4 ± 3.78 hari dengan 2 sampai 3 gelombang folikel dan lama estrus 6.8 ± 1.92 hari. Rata-rata diameter folikel terbesar maksimum sebelum ovulasi adalah 4.2 ± 1.44 cm dengan kisaran 3.0 sampai dengan 5.8 cm. Donadeu dan Ginther (2002) melaporkan bahwa gelombang folikel ovulasi berkembang pada waktu pertengahan siklus estrus dan pada umumnya 1 folikel akan diovulasikan pada akhir estrus. Interval antar ovulasi pada kuda terdiri atas berbagai kombinasi gelombang folikel minor, dimana folikel terbesar tidak menjadi dominan, serta gelombang mayor, dimana folikel yang terbesar menjadi dominan. Interval antar ovulasi dimulai pada saat ovulasi yang diawali estrus dan diakhiri pada saat ovulasi estrus berikutnya. Ratarata panjang interval antar ovulasi adalah 21 atau 22 hari pada kuda, dan 24 hari pada pony (Ginther 1992). Hasil pengamatan terhadap tingkah laku estrus pada saat penelitian menunjukkan bahwa seiring dengan waktu berlangsungnya estrus maka skor tingkah laku estrus juga semakin meningkat. Skor tersebut akan mencapai 3 dan 4 ketika menjelang terjadinya ovulasi (tabel 1).

13 25 a b c d e Gambar 12 Visualisasi scoring tingkah laku estrus pada kuda: a) Skor 0, b) Skor 1, c) Skor 2, d) Skor 3, dan e) Skor 4 Tingkah laku individu selama estrus bervariasi antar individu kuda, tetapi cenderung sama antar siklus. Tanda-tanda estrus yang dapat dilihat, diantaranya adalah: penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva menunjukkan kontraksi ritmik (winking), dan cara berdiri semi jongkok (squatting). Tanda-tanda estrus tersebut juga sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh Coleman dan Powell (2004), Waring (2003) dan Hafez (2000).

14 26 Gambar 13 Gambaran ultrasonografi CL secara serial sejak hari ke-3 setelah ovulasi (H3) sampai dengan hari ke-17 (H17). Berdasarkan gambaran ultrasonografi CL (gambar 13), terdapat jaring-jaring bersifat hyperechoic dan berisi massa yang hypoechoic yang teramati pada H3 sampai dengan H5. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan pembentukan sel-sel luteal yang mengisi ruang kosong setelah ovulasi folikel. Gambaran ini sesuai dengan pengamatan Bergfelt dan Adams (2007) yang menjelaskan bahwa fenomena ini berkaitan dengan pembentukan sel luteal yang ditandai dengan peningkatan secara bertahap kadar progesteron plasma. Pada H7, H9, dan H11 gambaran ultrasonografi menunjukkan CL telah berbatas jelas dengan jaringan sekitarnya dan hypoechoic dengan diameter yang tidak berubah. Menurut Bergfelt dan Adams (2007) pada saat kondisi tersebut CL mencapai fase statis dengan kadar progesteron plasma mencapai kisaran 10 ng/ml. Setelah H11 gambaran ultrasonografi menunjukkan warna yang hyperechoic dengan diameter yang mulai mengecil sampai mencapai 1.2 cm pada H17. Regresi CL tersebut berkaitan dengan terjadinya apoptosis sel luteal dan pembentukan

15 27 jaringan ikat yang bersifat hyperechoic sehingga terjadi penurunan konsentrasi plasma progesteron (Amrozi 2004). Gambar 14 Gambaran serial ultrasonografi dominan folikel gelombang pertama dan kedua selama 1 siklus estrus. Gambaran ultrasonografi pada H1 (gambar 14) menunjukkan adanya sekelompok folikel yang memenuhi daerah perifer ovarium. Penelusuran mundur dari H5 tampak bahwa bakat DF telah terlihat sejak H1, yaitu berupa folikel dengan bentuk bulat tegas dan anechoic kuat. DF gelombang pertama statis dan tidak tumbuh sampai H5. Selanjutnya diikuti dengan pertumbuhan gelombang

16 28 folikel kedua yang muncul pada H7. Namun demikian, DF yang teramati dengan jelas pada H11 tetap dapat ditelusuri kembali sampai dengan kemunculannya pada H7. Gambar 15 Gambaran serial ultrasonografi dominan folikel gelombang ketiga dalam satu siklus estrus. Hasil penelusuran ultrasonografi menunjukkan bahwa DF yang akan ovulasi mulai nampak pada H13 berupa folikel berbentuk bulat bersifat anechoic dengan dinding folikel tipis dan jelas. Pertumbuhan DF tersebut mangalami perubahan dari bentuk bulat menjadi pear-shape pada H18 dengan diameter yang sedikit mengecil. Hal ini juga telah dilaporkan oleh Bergfelt dan Adams (2007) yang secara lebih jelas juga mengamati adanya lapisan anechoic di luar lapisan granulosa sel. Perbedaan hasil pengamatan ini terjadi karena Bergfelt dan Adams (2003) menggunakan ultrasonografi color doppler sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas. Gambaran ultrasonografi juga memperlihatkan adanya warna keabu-abuan yang tipis di cairan folikel pada H19, ada kemungkinan ini berkaitan

17 29 dengan proses pecahnya dinding folikel sebagaimana yang diamati Bergfelt dan Adams (2007). Ovulasi terjadi pada H20 yang ditandai dengan hilangnya DF dan di tempat yang sama terbentuk corpus haemoraghicum. Corpus haemoraghicum tersebut memiliki gambaran ultrasonografi hypoechoic dengan batas yang tidak teratur dengan jaringan sekitarnya. Hasil Pengamatan Kondisi Uterus Berdasarakan hasil pengamatan terhadap kondisi uterus dengan ultrasonografi selama penelitian, maka didapatkan hasil seperti tertera pada tabel 4. Tabel 4 Data hasil pengamatan diameter uterus Rata-rata diameter uterus (cm) Kuda Diestrus Estrus Korpus kornua korpus kornua Kuda A-siklus I 4.84 ± ± ± ±0.06 Kuda A-Siklus II 5.20± ± ± ±0.05 Kuda A-Siklus III 5.08± ± ± ±0.05 Kuda B 4.31± ± ± ±0.16 Kuda C 5.06± ± ± ±0.09 Rata-rata 4.90± ± ± ±0.17 Diameter korpus dan kornua uteri pada saat fase diestrus adalah 4.90 ± 0.35 cm dan 3.75 ± 0.14 cm, sedangkan pada saat fase estrus sebesar 5.24 ± 0.23 cm dan 3.88 ± 0.17 cm (Tabel 4). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan diameter uterus pada saat berlangsungnya estrus. Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) menyatakan bahwa pola kebengkakan uterus dapat digunakan sebagai acuan untuk penentuan waktu optimal perkawinan dilakukan, karena intensitas kebengkakan terkait dengan waktu pencapaian ovulasi, namun demikian tidak semua kuda mengikuti pola ini.

18 Gambar 16 Hasil pengamatan ultrasonografi terhadap uterus Gambaran ultrasonografi menunjukkan keberadaan lendir estrus di dalam uterus pada saat estrus (Gambar15.2). Area anechoic menunjukkan keberadaan lendir estrus pada korpus uteri (Gambar15.2.a) dan pada kornua uteri (Gambar15.2.b). Pada saat fase diestrus, lendir estrus tidak ditemukan di dalam kornua dan korpus uteri, ditandai dengan area hypoechoic (Gambar15.1.a&b). Hal ini sesuai dengan pernyataan Bergfelt dan Adams (2003) bahwa endometrial echotexture atau derajat homogenitas maupun heterogenitas hasil pengamatan ultrasonografi terhadap endometrium dapat dijadikan sebagai acuan tambahan untuk mengetahui kondisi estrus dan perkiraan waktu pencapaian ovulasi pada kuda. Perubahan ini dari yang bersifat homogen pada saat diestrus menjadi heterogen pada saat estrus yang terkait dengan terjadinya kebengkakan uterus. Hal ini juga terkait dengan tingkah laku pada saat estrus, seperti urinasi, winked vulva, mengangkat ekor, dan squatting yang berguna untuk memperkirakan waktu pencapaian ovulasi. Selanjutnya Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) menambahkan bahwa pada saat fase folikuler, pembesaran lipatan endometrium menghasilkan gambaran ultrasonik yang khas, yang biasa disebut roda pedati sebagai efek yang mewakili adanya jalinan dan pergantian area echoic dan hypoechoic.

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Ultrasonografi Korpus Luteum Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari sebelum pemberian PGF 2α (H-1) korpus luteum bersifat

Lebih terperinci

DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO

DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Kuda dan Perkembangannya di Indonesia Kuda modern (Equus caballus) yang saat ini terdapat diseluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA i PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA SINKRONISASI ESTRUS PADA KUDA PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA YANG DIAMATI MENGGUNAKAN ULTRASONOGRAFI (USG) PKM GAGASAN TERTULIS DIUSULKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH SINKRONISASI OVULASI PADA INDUK KUDA PERSILANGAN ANANG TRIYATMOKO

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH SINKRONISASI OVULASI PADA INDUK KUDA PERSILANGAN ANANG TRIYATMOKO GAMBARAN ULTRASONOGRAFI DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH SINKRONISASI OVULASI PADA INDUK KUDA PERSILANGAN ANANG TRIYATMOKO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRAK ANANG TRIYATMOKO.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari TINJUN PUTK Hormon dan Perannya dalam inamika Ovari Gonadotrophin eleasing Hormone (GnH). GnH tidak secara langsung mempengaruhi ovarium, tetapi hormon yang dihasilkan hipotalamus ini bekerja menstimulus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan tahun 2010 (ekor) G G G G KPI G G Jumlah Total

TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan tahun 2010 (ekor) G G G G KPI G G Jumlah Total 3 TINJAUAN PUSTAKA Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda Indonesia hasil grading up dari kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

DINAMIKA OVARIUM DAN DETEKSI KEBUNTINGAN DINI PADA KAMBING KACANG (Capra hircus) SANTOSO

DINAMIKA OVARIUM DAN DETEKSI KEBUNTINGAN DINI PADA KAMBING KACANG (Capra hircus) SANTOSO DINAMIKA OVARIUM DAN DETEKSI KEBUNTINGAN DINI PADA KAMBING KACANG (Capra hircus) SANTOSO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI BAB I PENYERENTAKAN BERAHI 1.1 Pendahuluan Penyerentakan berahi (Sinkronisasi Estrus) merupakan suatu proses manipulasi berahi pada sekelompok ternak betina. Adapun alasan dilakukannya Penyerentakan berahi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian 2 2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan waktu yang tepat

Lebih terperinci

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI OVARIUM KAMBING KACANG YANG DISINKRONISASI DENGAN HORMON PROSTAGLANDIN F 2 ALFA (PGF 2 α) DOSIS TUNGGAL

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI OVARIUM KAMBING KACANG YANG DISINKRONISASI DENGAN HORMON PROSTAGLANDIN F 2 ALFA (PGF 2 α) DOSIS TUNGGAL ISSN : 1978-225X GAMBARAN ULTRASONOGRAFI OVARIUM KAMBING KACANG YANG DISINKRONISASI DENGAN HORMON PROSTAGLANDIN F 2 ALFA (PGF 2 α) DOSIS TUNGGAL Study of Ovarian Ultrasoundography of Local Goat Synchronized

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** A. Pengantar Sistem reproduksi pada manusia dapat dibedakan menjadi sistem reproduksi laki-laki dan wanita sesuai jenis kelaminnya. 1. Sistem

Lebih terperinci

RESPON ESTRUS KUDA LOKAL DENGAN INDUKSI HORMON PGF2α DI KOTA PAYAKUMBUH

RESPON ESTRUS KUDA LOKAL DENGAN INDUKSI HORMON PGF2α DI KOTA PAYAKUMBUH Jurnal Peternakan Vol 14 No 2 September 2017 (65-69) ISSN1829 8729 RESPON ESTRUS KUDA LOKAL DENGAN INDUKSI HORMON PGF2α DI KOTA PAYAKUMBUH HARISATRIA 1, D. SURTINA 1, J. HENDRI 1 DAN JASWANDI 2 Universitas

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1 TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proses adaptasi terhadap lingkungan kandang penelitian telah dilakukan pada 13 ekor rusa. Enam ekor yang menunjukkan gejala estrus dan dapat diduga bahwa rusa tersebut tidak bunting.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

OPTIMALISASI CONCEPTION RATE

OPTIMALISASI CONCEPTION RATE OPTIMALISASI CONCEPTION RATE (CR) HASIL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI PO MELALUI METODE SINKRONISASI ESTRUS DENGAN PGF 2α DAN SINKRONISASI OVULASI DENGAN DENGAN hcg MUTMAINNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada hewan jantan, karena terdiri atas beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing- masing. Ovarium

Lebih terperinci

PSKH, Kamis/13 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. DIAGNOSA DAN DIFERENSIAL DIAGNOSA KEBUNTINGAN

PSKH, Kamis/13 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. DIAGNOSA DAN DIFERENSIAL DIAGNOSA KEBUNTINGAN PSKH, Kamis/13 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. DIAGNOSA DAN DIFERENSIAL DIAGNOSA KEBUNTINGAN Sasaran pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa akan dapat menjelaskan: Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN SKRIPSI Oleh DARUSSALAM I111 11 014 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB II FAAL KELAHIRAN

BAB II FAAL KELAHIRAN BAB II FAAL KELAHIRAN A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah Faal kelahiran ini meliputi kelahiran seperti terjadinya inisiasi partus, tahapan partus, adaptasi perinatal dan puerpurium. Pokok bahasan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

GAMBARAN INVOLUSI UTERUS KAMBING KACANG (Capra sp.) BERDASARKAN PENGAMATAN DENGAN ULTRASONOGRAFI TRANSKUTANEUS

GAMBARAN INVOLUSI UTERUS KAMBING KACANG (Capra sp.) BERDASARKAN PENGAMATAN DENGAN ULTRASONOGRAFI TRANSKUTANEUS Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 9 No. 1, Maret 2015 ISSN : 1978-225X GAMBARAN INVOLUSI UTERUS KAMBING KACANG (Capra sp.) BERDASARKAN PENGAMATAN DENGAN ULTRASONOGRAFI TRANSKUTANEUS Descriptions of Uterine

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad lalu. Beberapa sinonim sapi Bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN 4.1 Pendahuluan Deteksi kebuntingan secara dini merupakan hal penting untuk diperhatikan selain karena besar pengaruhnya terhadap aktivitas atau siklus kehidupan ternak tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

Sonogram Dinamika Ovarium pada Kambing Kacang (Capra hircus)

Sonogram Dinamika Ovarium pada Kambing Kacang (Capra hircus) ISSN : 1411-8327 Sonogram Dinamika Ovarium pada Kambing Kacang (Capra hircus) (SONOGRAM OF OVARIAN DYNAMIC IN KACANG GOAT (CAPRA HIRCUS)) Santoso 1,3, Amrozi 2, Bambang Purwantara 2, Herdis 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA (Onset and Etrus Duration of Kacang Goat Injected with Prostaglandin F2α in Vulva Submucosal) Fahrul Ilham, Safriyanto

Lebih terperinci

DINAMIKA OVARIUM SAPI ENDOMETRITIS YANG DITERAPI DENGAN GENTAMICINE, FLUMEQUINE DAN ANALOG PROSTAGLANDIN F2 ALPHA (PGF2α) SECARA INTRA UTERUS

DINAMIKA OVARIUM SAPI ENDOMETRITIS YANG DITERAPI DENGAN GENTAMICINE, FLUMEQUINE DAN ANALOG PROSTAGLANDIN F2 ALPHA (PGF2α) SECARA INTRA UTERUS ISSN : 1978-225X DINAMIKA OVARIUM SAPI ENDOMETRITIS YANG DITERAPI DENGAN GENTAMICINE, FLUMEQUINE DAN ANALOG PROSTAGLANDIN F2 ALPHA (PGF2α) SECARA INTRA UTERUS Ovarian Dinamics of Endometritis Cows Treated

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO HAMZA BAU NIM. 621408018 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan Desember 2000 dilokasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi - Bogor. Kegiatannya meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN

EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN (Efficacy of Estro-plan (PGF-2α synthetic) Injection on Oestrus Synchronization

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT THE EFFECTS OF VARIOUS DOSES OF PROSTAGLANDIN (PGF2Α) ON THE CHARACTERISTICS OF ESTRUS IN GARUT EWES Asep Nasirin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT Amirudin Pohan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT ABSTRAK Induk Sapi Bali yang

Lebih terperinci