I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.
|
|
- Surya Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur tangan manusia, tingkat efisiensi reproduksi itu sangat menurun. Kurangnya kesempatan latihan fisik, banyaknya gangguan dan penyakit serta faktor-faktor yang lain, menyebabkan rendahnya tingkat konsepsi/kebuntingan serta rendahnya tingkat kelahiran (Blakely dan Bade, 1995). Industri ternak kuda mulai berkembang dengan munculnya persilangan antara kuda Thoroughbred dengan kuda lokal Indonesia. Umumnya kuda dimanfaatkan sebagai kuda pacu dari umur 2 tahun sampai umur 5 tahun. Masa aktif yang pendek tersebut kuda pacu ini harus terus diternakkan untuk memenuhi kebutuhan kuda-kuda pacu dalam kelas pacuan yang berbeda pada tahun-tahun selanjutnya (Prakkasi, 2006). Persilangan antara kuda lokal Indonesia dengan kuda pejantan Thoroughbred dibatasi sampai terbentuknya keturunan ketiga (G3) dan keempat (G4), setelah itu dilakukan perkawinan antar sesamanya, yaitu antara G3 dengan G3, G3 dengan G4 dan G4 dengan G4 yang akan menghasilkan kuda pacu Indonsia (KPI) (Soehardjono, 1990). Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa, dalam prakteknya ditemukan masalah-masalah yang terkait dengan reproduksi kuda betina. Tatalaksana perkawinan kuda selama ini masih dilakukan secara sederhana dengan 1
2 pengamatan tingkah laku estrus sehingga penentuan waktu perkawinan kurang optimal. Indikasi ini menunjukkan bahwa, pengelolaan atau tatalaksana ternak kuda belum sesuai dengan yang diharapkan (Blakely dan Bade, 1995). Kebutuhan kuda pacu di Indonesia sangat tinggi sehingga pelaksanaan manajemen perkawinan kuda harus dilakukan dengan baik yang akan menghasilkan keturunan kuda dengan kualitas yang baik pula (Prakkasi, 2006). Kendala reproduksi pada proses perkawinan pada kuda pejantan antara lain libido yang rendah, kualitas sperma yang rendah. Kuda betina kendala reproduksi yang dialami adalah saluran maternal reproduksi abnormal, gagal deteksi estrus dan nutrisi (Blakely dan Bade, 1995). Kendala yang dialami setelah perkawinan adalah pemberian pakan yang tidak sesuai kebutuhan, kegagalan saat kawin, trauma penis (waktu ereksi ketendang, penyalahgunaan vagina buatan yang tidak sesuai dengan prosedure, kegagalan ejakulasi) (Anonim, 2010). Usaha usaha peternak untuk memperbaiki reproduksi kuda adalah memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung vitamin A untuk pembentukan sperma, latihan (exercise) setiap hari, rutin obat cacing, vitamin (biosalamin, B komplek, vitamin E untuk mempertahankan kesuburan baik kuda pejantan maupun kuda betina) dan vaksin (Blakely dan Bade, 1995). B. Tujuan Praktek kerja lapangan dengan tujuan untuk mengetahui manajemen perkawinan kuda di Tombo Ati Stable Salatiga Jawa Tengah. 2
3 C. Manfaat Manfaat praktek kerja lapangan adalah mencari pengalaman dan memberikan informasi mengenai manajemen perkawinan kuda yang dilakukan di Tombo Ati Stable. Hasil praktek kerja lapangan dapat menjadi acuan dalam perbaikan manajemen perkawinan pada kuda di peternakan-peternakan lainnya. 3
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kuda dan Klasifikasinya Kuda (Equus caballus) memiliki klasifikasi zoologis sebagai berikut: kingdom animalia, phylum Chordata, subphylum vertebrata, class mamalia, ordo perissodactyla, famili equidae, genus Equus dan spesies Equus caballus (Blakely dan Bade, 1995). Indonesia mempunyai beberapa jenis kuda yang semuanya termasuk tipe kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. Kuda tersebut yang dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. Kuda-kuda tersebut pada umumnya diberi nama sesuai dengan asalnya di Indonesia, yaitu Sandel (dari Sumbawa), Sumbawa, Bima, Timor, Subu (dari Sawo), Flores, Lombok, Bali, Batak, Sulawesi, Jawa dan Priangan (Prakkasi, 2006). Tempat hidup kuda adalah lingkungan yang basah berawa dan hewan itu makan daun-daun. Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya di pengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Badannya berkisar antara 1,05-1,35 m, sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar, tengkuk umumnya kuat, punggung lurus, dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, kakinya berotot kuat, dada lebar, persediannya baik tetapi tulang rusuk berbentuk lengkung serasi, sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat (Blakely dan Bade, 1995). 4
5 Kuda Jawa di temukan di Pulau Jawa sekitar abad tujuh belas, dibentuk melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Kavaleri Belanda menggunakan kuda ini untuk melancarkan operasi militer antara lain untuk menumpas perlawanan Diponegoro ( ). Kuda Jawa tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang sangat tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan serta stamina untuk berlari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil (Jacoeb, 1994). Tinggi kuda Jawa sekitar 1,15 meter dan bertemperamen labil. Kuda ini dikenal jinak dan berkuku lembek. Kuda Jawa cukup tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh lebih kecil dengan berat badan yang sedang dan pendek, mempunyai kepala yang khas dengan telinga yang panjang dan mata yang cerdas, leher pendek dan berotot serta dada lebar dan dalam. Pertulangan dapat dinyatakan baik tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang (Jacoeb, 1994). B. Sifat Umum Reproduksi 1. Karakteristik dan kemampuan reproduksi Produksi ternak kuda dapat dicapai setinggi-tingginya sehingga diperlukan manajemen fertilitas kuda yang baik untuk memperoleh efisiensi reproduksi yang baik. Fertilitas merupakan suatu derajat kemampuan bereproduksi. Satu kelahiran normal kuda muda per tahun yang dapat hidup menunjukkan derajat fertilitas yang dicapai. Rendahnya fertilitas sering terjadi 5
6 pada cacat secara anatomis atau penyakit genital. Ada kecenderungan bahwa hal tersebut berhubungan dengan defesiensi nutrisi (Anonim, 2010). Fertilitas pejantan pada kuda ditentukan dari beberapa fenomena, yaitu: produksi semen, daya tahan hidup dan daya fertilitas spermatozoa, libido atau keinginan mengawini, dan kemampuan mengawini. Fertilitas betina pada kuda ditentukan dari pubertas (dewasa kelamin), estrus yang ditimbulkan, umur dan kemampuan untuk kawin (Anonim, 2010). 2. Pubertas (dewasa kelamin) Seekor kuda betina dara akan mencapai pubertas atau masak kelamin pada umur 12 sampai 15 bulan. Kuda tidak dikawinkan sebelum mencapai umur 2 tahun dan bahkan lebih baik lagi setelah berumur 3 tahun. Kuda betina bila dikawinkan pada umur yang lebih muda, biasanya tingkat kebuntingannya rendah. Kuda betina dikawinkan pada umur 3 tahun dan kuda itu dirawat dengan cermat maka selama hidupnya dapat dihasilkan 10 sampai 12 ekor anak. Kuda betina umur 20 tahun atau lebih masih dapat beranak (Blakely dan Bade, 1995). Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakkan dapat terjadi. Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal dan sempurna. Hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai, sehingga hewan betina muda tersebut menyediakan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anaknya dan akan menderita lebih banyak stres apabila 6
7 dikawinkan pada tersebut dibandingkan dengan hewan betina yang sudah dewasa tubuh (Toilehere, 1995). 3. Musim kawin (breeding season) Hewan-hewan betina beberapa spesies memperlihatkan siklus reproduksi yang terus-menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan. Hewan-hewan betina pada spesies lain, kejadian siklus birahi yang berturut-turut, pada betina tidak bunting hanya terbatas pada musim tertentu dalam 1 tahun, yang disebut "musim kawin" atau breeding season. Fungsi-fungsi reproduksi selama musim kawin adalah sama dengan hewanhewan betina yang tidak kawin bermusim. Sebelum dan sesudah musim kawin, saluran reproduksi dan ovaria pada betina berada dalam suatu keadaan yang relatif tenang atau inaktif, keadaan ini disebut anestrus (Toelihere, 1995). Siklus estrus merupakan periode antara ovulasi yang berurutan dengan kisaran waktu antara 10 sampai 37 hari, rata-rata 21 sampai 22 hari. Hal yang membedakan pada siklus estrus kuda adalah saat estrus itu sendiri yang relatif lama (Blakely dan Bade, 1995). Proestrus adalah fase sebelum estrus, yaitu periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh Folikel Stimulating Hormon (FSH) dan menghasilkan sejumlah estradiol yang semakin bertambah. Sistem reproduksi memulai persiapan untuk melepaskan ovum dari ovarium. Akhir proestrus terlihat mukus yang terang, transparan dan menggantung. Proestrus pada kuda berlangsung selama 3 hari (Toelihere, 1995). 7
8 Estrus adalah periode yang ditandai oleh keinginan untuk dikawini atau penerimaan pejantan oleh hewan betina. Selama periode ini umumnya hewan betina akan mencari dan menerima pejantan untuk kopulasi. Estrus pada kuda berlangsung 4 sampai 7 hari (Toelihere, 1995), sedangkan menurut (Blakely dan Bade, 1995), estrus berlangsung 4 sampai 6 hari. Tanda-tanda birahi kuda adalah kegelisahan, keinginan untuk ditemani oleh kuda lain, urinasi (kencing) yang berulang kali serta pembengkakkan dan pergerakkan klitoris (Blakely dan Bade, 1995). Selama estrus, selain vulva menjadi besar dan bengkak, vulva menjadi merah, basah, mengkilap dan ditutup dengan selaput lendir transparan (Hafez, 1983). Ovulasi terjadi pada saat-saat akhir periode estrus. Ovum yang dihasilkan dapat hidup selama 6 jam sedangkan sperma pejantan dapat bertahan hidup selama 30 jam di dalam saluran reproduksi betina. Seekor kuda betina yang birahi dianjurkan dikawinkan tiap hari atau 2 hari sekali mulai pada hari ketiga timbulnya estrus (Blakely dan Bade, 1995). 4. Teasing Mendeteksi keadaan birahi secara efektif pada kuda betina yang diduga sedang birahi didekatkan dengan kuda jantan yang berfungsi sebagai penggoda (teasing stallion). Hal tersebut dilakukan untuk menangani kuda betina agar diperoleh tingkat konsepsi setinggi-tingginya. Para peternak kuda biasanya menggunakan kuda dari bangsa Shetland sebagai teaser karena ukuran badannya yang relatif kecil maka kemungkinan untuk terjadi perkawinan sangatlah kecil. Menggunakan teaser untuk mendeteksi birahi menguntungkan 8
9 karena terbukti menghasilkan angka kebuntingan mencapai 75% (Blakely dan Bade, 1995). C. Manajemen Perkawinan Kuda 1. Tatalaksana perkawinan Kuda betina hanya mau dikawinkan bila kondisi subur dan untuk mengetahui subur tidaknya, ditempatkan berdekatan dengan kuda jantan. Kuda jantan dikawinkan pada umur 5 tahun. Perkawinan yang paling mudah adalah dipadang penggembalaan, apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar memang sedang dalam keadaan subur (birahi), terkadang adapula kuda betina yang "pura-pura" birahi, diam saja sewaktu dinaiki oleh pejantan, tetapi dalam kenyataanya setelah diperiksa kebuntingannya tidak diketahui tanda-tanda bunting (Jacoeb, 1994). Masa subur kuda betina yang baru beranak dapat dihitung dengan kisaran 10 sampai 30 hari sesudah beranak. Kuda betina yang masa suburnya melewati kisaran tersebut dapat dikawinkan 21 hari kemudian. Sama seperti pejantan, kuda betina yang akan dikawinkan dipersiapkan 3 bulan sebelumnya dengan memberinya makanan yang bergizi. Masa subur kuda betina hanya berlangsung selama 5 hari. Setelah gejala subur pada hari pertama tampak, perkawinan sudah dapat dilakukan pada hari kedua dan diulang pada hari ke empat. Kuda betina bekas kuda pacu diistirahatkan dahulu selama 6 bulan sebelum siap untuk dikawinkan (Jacoeb, 1994). 9
10 Tingkat kebuntingan pada kuda-kuda domestik biasanya rendah. Langkah-langkah cermat diambil yang tepat agar perkawinan itu berhasil. Alat kelamin jantan dan betina dicuci terlebih dahulu dengan air hangat dan sabun. Ekornya lalu dibungkus dengan kain flanel dan kakinya diikat. Tindakkan ini perlu untuk mengamankan pejantan yang akan menaikinya agar tidak ditendang sewaktu mendekat (Blakely dan Bade, 1995). Waktu kawin, fertilitas menaik selama estrus mencapai puncak dua hari sebelum estrus, kemudian menurun mendadak. Kuda dengan periode birahi satu sampai tiga hari hendaknya dikawinkan pada hari pertama. Kuda dengan periode yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari ke tiga atau ke empat dan lagi 48 sampai 72 jam kemudian. Apabila periode ini lebih lama dari 8 atau 10 hari, baiknya ditunggu sampai periode birahi berikutnya. Kuda dengan periode birahi yang pendek dan teratur sepanjang tahun dapat dikawinkan (Frandson, 1996). 2. Perkawinan ulang Kuda dapat memperlihatkan foal heat atau nine day heat, yaitu birahi pertama yang memungkinkannya untuk dapat dilangsungkan perkawinan. Prakteknya keadaan itu terjadi 5 sampai 10 hari setelah melahirkan atau bisa lebih lama lagi. Rata-ratanya yaitu 9 hari telah dipakai sebagai patokan asalkan tidak terjadi sesuatu komplikasi pada alat kelaminnya (Blakely dan Bade, 1995). Induk yang dapat mengeluarkan plasenta dalam waktu 3 jam proses kelahirannya dan tidak menunjukkan adanya sesuatu kelainan atau infeksi, 10
11 termasuk kuda yang mengalami foal heat. Birahi ini bila tidak dimanfaatkan, maka dapat dialami keterlambatkan 50 sampai 60 hari untuk mencapai saat birahi berikutnya. Kadang-kadang betina tidak menunjukkan birahi meski telah dideteksi dengan bantuan pejantan sebagai teaser ketika sedang menyusui anaknya, kecuali dalam keadaan foal heat. Tingkat konsepsi pada saat itu hanyalah 25%. Betina yang tidak bunting dalam foal heat tadi, akan memasuki siklus birahi biasa (Blakely dan Bade, 1995). 3. Insemiasi buatan Inseminasi buatan telah dilaksanakan pada kuda sejak tahun1938. Seekor pejantan muda bila mendapat pakan dan perawatan yang baik, sudah siap untuk diambil spermanya pada umur 24 bulan. Latihan-latihan fisik sangatah penting bagi pejantan guna mempertahankan kualitas sperma. Kuda jantan yang diambil spermanya jangan dipekerjakan terlalu berat, yaitu sekitar 50% dari beban atau tugas yang biasa dilakukannya. Penampungan semen dari pejantan dilakukan dengan bantuan vagina buatan. Semen lalu diencerkan, dibekukan serta disimpan seperti halnya sperma sapi. Thawing maupun inseminasinya, sama seperti yang diterapkan pada sapi (Blakely dan Bade, 1995). 4. Kebuntingan Rata-rata masa kebuntingan seekor kuda betina adalah 335 hari dengan kisaran 315 sampai 350 hari. Kuda-kuda betina tertentu cenderung memiliki kebiasaan melahirkan agak awal, sedangkan kuda lainnya agak lambat. Memperhatikan kecenderungan itu maka peternak dapat lebih tepat 11
12 memperkirakan saat kelahiran kuda mereka yang sedang bunting berdasar pengalaman waktu yang lalu (Subronto, 2005). Bunting atau tidak bunting kuda adalah dengan mendekatkan pejantan pada hari ke-21. Kuda betina bila bunting tidak mau didekati oleh pejantan sedangkan bila tidak bunting, maka dia bersedia untuk dikawini. Tanda-tanda kebuntingan yang lain pada kuda betina adalah perut membesar, bulu yang mengkilat, jalan yang lambat, aktivitas menurun tidak seperti biasanya dan gelisah (Blakely dan Bade, 1995). Keberhasilan kebuntingan sangat ditentukan oleh beberapa proses penting di antaranya (1) folikel harus memiliki kemampuan menghasilkan sel telur yang mampu dibuahi dan mengalami perkembangan embrionik, (2) lingkungan oviduk dan uterus harus memiliki kelayakan untuk pengangkutan gamet, fertilisasi dan perkembangan embrio dan (3) corpus luteum harus mampu memelihara kebuntingan. Proses fertilisasi terjadi, terdapat rongga yang ditinggalkan oleh sel telur pada ovarium, rongga tersebut kemudian berkembang menjadi suatu kelenjar endokrin yang disebut corpus luteum yang menghasilkan hormone yaitu progesterone. Sesaat setelah ovulasi maka sel telur akan segera masuk ke tuba fallopii melalui infundibulum. Secara berangsur-angsur perubahan fisiologi akan terjadi yaitu 8 jam setelah ovum mengalami fertilisasi dan embrio akan menuju uterus untuk menyiapkan perkembangan selanjutnya. Pembentukan membran plasenta sudah mulai terbentuk pada hari setelah fertilisasi yang merupakan periode Maternal Recognation of Pregnancy dan bertujuan untuk mencegah pelepasan 12
13 prostaglandin F2α dalam melisiskan corpus luteum sehingga keberadaan progesteron dapat dipertahankan dalam memelihara kebuntingan (Blakely dan Bade, 1995). Oosit atau sel telur yang telah berkembang lalu mulai membentuk plasenta (membran) yang menyelimuti fetus yang sedang bertumbuh dan melindunginya dalam suatu cairan yang disebut cairan amnion. Plasenta itu menempel pada karunkula uterus melalui kotiledon pada plasenta. Fungsinya sebagai sarana pelintasan bagi nutrient dan oksigen menuju ke fetus serat perlintasan bagi produk buangan yang harus dikeluarkan (Anonim, 2010). Perawatan kuda bunting dilakukan dengan pemberian pakan untuk kuda bunting tidak boleh lebih atau kurang. Pemberian takaran langsung penting untuk membantu pertumbuhan anak dan memberikan ketahanan tubuh induk yang lebih baik. Makanan pokok kuda seperti rumput yang alami ditambah biji bijian seperti jagung dan kacang hijau lebih baik. Pemberian vitamin sesuai dengan rekomendasi dokter hewan perlu dilakukan (Anonim, 2010). Kuda bunting perlu gerak dan jalan untuk memelihara otot dan stamina tubuhnya. Kuda bunting perlu dibebaskan bergerak di paddock. Bila paddock pelepasan tidak ada, maka kuda dibawa berjalan jalan dengan jarak cukup pada pagi dan sore hari. Perawatan kebersihan juga perlu apalagi kebersihan pada ambing kuda betina (Anonim, 2010). 13
KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Kuda Menurut Blakely dan Bade (1991) secara umum klasifikasi zoologis ternak kuda adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciCARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).
CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul Kuda Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari binatang kecil, oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus atau Dawn horse yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kuda
TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di
Lebih terperinci5 KINERJA REPRODUKSI
5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciSexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour
Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah sejak lama kuda dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, zaman dahulu kuda digunakan untuk alat transportasi karena kuda mempunyai tenaga yang cukup besar dan memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki
Lebih terperinciPUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33
PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda
3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak
Lebih terperinciMENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)
MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT) (19 May 2017) Menangani Anjing Betina pada Masa Birahi (Heat) Tidak hanya anjing jantan, anjing betina juga mengalamibirahi. Siklus birahi pada anjing merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi
Lebih terperinci1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.
Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1
TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad lalu. Beberapa sinonim sapi Bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kuda memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kuda memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Terdapat lima (5) macam hubungan yang penting antar a kuda dengan manusia yaitu: 1) Daging
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reproduksi Ternak Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tipe Babi Pada pokoknya babi bisa dibedakan menjadi tiga tipe (Sihombing, 2006) : 1). Lard type (babi tipe lemak) Termasuk kelompok babi tipe lemak ialah yang memili ciri-ciri
Lebih terperinciMAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.
MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375
Lebih terperinciTERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT
TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga, memamah biak. Sapi juga termasuk dalam
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang
4 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia. Dari berbagai bangsa kambing yang terdapat di wilayah
Lebih terperinciSiklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12
Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Kuda dan Perkembangannya di Indonesia Kuda modern (Equus caballus) yang saat ini terdapat diseluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Sapi potong merupakan jenis sapi yang diarahkan untuk memproduksi daging, oleh karena itu penggemukan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai bobot badan secara maksimal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciPERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK
PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK ABSTRAK Tinggi rendahnya status reproduksi sekelompok ternak, dipengaruhi oleh lima hal sebagai berikut:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi Sapi Brahman Cross
4 TINJAUAN PUSTAKA Reproduksi Sapi Brahman Cross Cara Mengukur Performance Reproduksi Menurut Toelihere (1994) reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak
TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak tidak bermamahbiak), famili Equidae, dan spesies Equus
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah lama
Lebih terperinci- - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - sbl2reproduksi
- - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl2reproduksi Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian
MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi lokal Indonesia keturunan banteng liar yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di Pulau Bali dan kemudian
Lebih terperinciRini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK
EVALUASI PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA LOKAL MENGGUNAKAN RUMUS PRODUKTIVITAS MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI REPRODUKSI (Kasus di Peternakan Rakyat Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta) Rini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat
8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.
Lebih terperinciVIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam
Lebih terperinciGAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM
1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)
TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut, sapi dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Sapi Bali Bangsa (breed)) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, ternak-ternak tersebut
Lebih terperinci