HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan"

Transkripsi

1 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan menjauhi pejantan. Perilaku khas yang hanya ditunjukkan kambing betina pada fase estrus pada umumnya akan menunjukkan perilaku gelisah, mengembik berlebihan, urinasi berlebih, nafsu makan berkurang, mengangkat ekor sambil mengibaskannya, mendekati pejantan, dan diam apabila dinaiki pejantan. Hasil dari mensinkronisasikan estrus kambing PE betina menggunakan tiga metode yang berbeda memberikan respon estrus yang baik, dimana perlakuan metode implan spons intravaginal mengandung progesteron selama 14 hari dan injeksi PGF2α sebanyak dua kali dalam selang waktu 11 hari memberi respon estrus sebesar 100% sedangkan respon estrus dari kambing-kambing yang diperlakukan metode singkat dengan implan spons intravaginal mengandung progesteron selama 10 hari dengan injeksi PGF2α pada 48 jam sebelum pencabutan adalah 83,3%. Seperti halnya yang telah dilaporkan oleh Regueiro dkk. (1999) Larson dan Ball (1992) serta Mai dkk. (2002), perlakuan sinkronisasi estrus menggunakan 14 hari implan intravaginal mengandung progesteron (MPA) serta injeksi dua kali PGF2α (Lutalyse) selang 11 hari pada kambing memberikan respon estrus sebesar 100%. Lain halnya pada sekelompok kambing yang disinkronisasi estrus menggunakan metode gabungan implan progesteron dengan injeksi PGF2α jangka pendek tidak memberi respon estrus sebanyak 100% seperti pernyataan Widayati dkk. (2010). Penghentian implan progesteron dan injeksi PGF2α

2 31 menyebabkan turunnya konsentrasi progesteron dalam darah secara cepat. Penurunan hormon tersebut menyebabkan hipotalamus mensekresikan GnRH sehingga hipofisa anterior terbebas dari hambatan oleh progesteron untuk mensekresikan FSH yang selanjutnya akan terjadi pertumbuhan folikel dalam ovarium. Folikel yang tumbuh dan matang akan menghasilkan estrogen yang akan memunculkan perilaku estrus (Bearden dan Fuquay, 1980). Adanya kambing betina yang tidak memberikan respon estrus terhadap metode gabungan mungkin disebabkan karena umurnya yang masih dara sehingga fisiologi reproduksinya belum bisa menyesuaikan dengan dilakukannya manipulasi siklus estrus sehingga mekanisme hormonalnya tidak berjalan dengan baik. Sesuai pernyataan Toelihere (1993) dimana gejala tingkah laku estrus dievaluasi dengan sistem skoring, perbedaan tingkah laku estrus yang ditunjukkan 18 kambing PE betina yang diperlakukan dengan tiga metode sinkronisasi estrus yang berbeda secara acak disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Skor Tingkah Laku Estrus Kambing Peranakan Etawah Ulangan Perlakuan P1 P2 P Jumlah Modus Keterangan: P1 = 60 mg implan intravaginal progesteron (MPA) selama 14 hari P2 = dua kali injeksi 5 mg PGF2α (lutalyse) selang 11 hari P3 = 60 mg implan intravaginal progesteron (MPA) selama 10 hari + 5 mg injeksi PGF2α (lutalyse) pada 48 jam sebelum pencabutan (hari ke-8). Modus = Angka yang paling banyak muncul

3 32 Analisis statistik yang dilakukan pada Tabel 4 menggunakan uji Kruskal Wallis (Lampiran 3) memberikan hasil bahwa perlakuan tiga metode sinkronisasi estrus pada kambing PE betina tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap penilaian tingkah laku estrus yang ditunjukkan. Hal ini dikarenakan kambingkambing percobaan menunjukkan perubahan tingkah laku yang sama ketika mereka memasuki fase estrus. Walaupun secara statistik setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata, secara deskriptif setiap perlakuan memiliki skor yang berbeda dimana perlakuan sinkronisasi estrus menggunakan dua kali injeksi PGF2α selang 11 hari memiliki jumlah skor tingkah laku yang paling tinggi (P2 = 18) dibandingkan dengan perlakuan implan progesteron intravaginal selama 14 hari dan perlakuan gabungan implan progesteron intravaginal selama 10 hari dengan injeksi PGF2α 48 jam sebelum pencabutan (P1 = 16 dan P3 = 14). Hal tersebut dikarenakan perlakuan injeksi PGF2α menyebabkan penurunan progesteron secara drastis sehingga FSH yang dilepaskan cukup tinggi untuk menyebabkan produksi estrogen yang tinggi. Estrogen yang tinggi menyebabkan ternak betina menunjukkan perilaku estrus yang lebih baik. Perlakuan P1 dan P2 memberikan tingkah laku yang baik diduga karena pemberhentian kedua perlakuan tersebut menyebabkan penurunan progesteron yang drastis sehingga terjadi sekresi FSH berkonsentrasi tinggi sehingga folikulogenesis berlangsung baik (Rusdin dan Ridwan, 2006). Perkembangan folikel yang baik menyebabkan peningkatan konsentrasi hormon estrogen dalam darah lebih tinggi dibandingkan kambing yang diberi perlakuan P3 yang hanya diimplan selama 10 hari sehingga secara fisiologis progesteron pada aliran darah belum cukup tinggi untuk menyebabkan tingginya sekresi FSH ketika progesteron diturunkan dengan injeksi PGF2α 48 jam sebelum pencabutan. FSH akan merangsang pertumbuhan sel-sel granulosa pada folikel sehingga sel tersebut

4 33 secara bersamaan dengan pertumbuhannya akan menghasilkan estrogen sehingga FSH yang sangat tinggi akan menyebabkan jumlah folikel yang tumbuh menjadi lebih banyak dan pertumbuhannya lebih baik (Wumbu, 2003). Hal ini yang mungkin menyebabkan folikulogenesis yang terjadi pada kambing yang diberi perlakuan P3 kurang baik sehingga konsentrasi hormon estrogennya kurang cukup untuk menunjukkan tingkah laku estrus yang jelas. Tingkah laku yang ditunjukkan pada hampir semua kambing PE yang diteliti (Lampiran 1) meliputi tingkah laku yang menunjukkan kegelisahan yaitu mengitari kandang berlebihan, sering menghentakkan kakinya, serta meningkatkan intensitas mengembik, dan juga mengibaskan ekornya dengan memandang ke arah kandang pejantan. Ketika dikeluarkan dari kandang, kambing yang menunjukkan tingkah laku dengan skor 3 akan menghampiri pejantan dengan berlari mengibaskan ekornya dan diam ketika didekati dan dinaiki pejantan, sedangkan kambing yang menunjukkan tingkah laku dengan skor 2 tidak diam dan terus menjauh ketika didekatkan pejantan walaupun ekornya diangkat dan dikibaskan. Namun perbedaan tingkah laku tersebut tidak signifikan dengan nilai modus skor tingkah laku dari ketiga perlakuan adalah skor 3 sehingga ketiga perlakuan dianggap menyebabkan kambing PE menunjukkan tingkah laku yang sama Perubahan Warna Vulva Ciri-ciri yang akan ditunjukkan oleh ternak yang sedang mengalami estrus adalah perubahan warna vulva dari yang awalnya berwarna pucat hingga kemerahan. Hasil penilaian warna vulva selama tujuh hari pengamatan pada kambing PE yang diberi perlakuan sinkronisasi estrus menggunakan indikator warna Salmofan disajikan dalam Tabel 5.

5 Tabel 5. Modus Skor Warna Vulva Kambing Peranakan Etawah Waktu Pengamatan (hari ke-) P n Min Max Keterangan: P = Perlakuan P1 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 14 hari P2 = dua kali injeksi 5 mg PGF2α (lutalyse) selang 11 hari P3 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 10 hari + 5 mg injeksi PGF2α (lutalyse) pada 48 jam sebelum pencabutan (hari ke-8). n = Ulangan Min = Nilai Minimum Max = Nilai Maximum Hasil analisis statistik dari skor warna yang diambil dari pengamatan hari ke-3 pada Tabel 5 menggunakan uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan metode sinkronisasi estrus tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian warna vulva kambing PE walaupun ada satu kambing yang diberi perlakuan P3 tidak menunjukkan adanya siklus reproduksi normal dan tidak menunjukkan ciri estrus dan warna vulva yang ditunjukkannya berwarna pucat. Selebihnya, ternak lain menunjukkan perubahan warna yang cukup jelas yakni perubahan warna vulva menjadi lebih merah sehingga tidak adanya perbedaan warna vulva yang diakibatkan dari perlakuan yang diberikan. Ismail (2009) dan Widiyono dkk. (2011) telah melakukan penelitian yang menunjukkan adanya perubahan warna vulva menjadi kemerahan pada kambing yang sedang estrus. Analisis statistik dari skor warna vulva diambil dari pengamatan hari ke-3 karena pada hari tersebut rata-rata kambing yang diberi perlakuan pada penelitian ini menunjukkan ciri-ciri estrus pertama. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Abebe (2008) bahwa umumnya ternak kambing dan domba akan menunjukkan 34

6 35 bahwa ternak tersebut berada mengalami fase estrus setelah 2-3 hari pemberhentian perlakuan sinkronisasi estrus. Perubahan warna menjadi kemerahan dipengaruhi oleh hormon estrogen yang cenderung mengalami peningkatan pada fase estrus (Widiyono dkk., 2011). Estrogen tersebut meningkat setelah pemberhentian perlakuan implan progesteron dan injeksi PGF2α yang menyebabkan turunnya konsentrasi progesteron sehingga umpan balik negatif terhadap FSH terhenti dan konsentrasinya meningkat. Kenaikan FSH akan menyebabkan folikulogenesis berjalan pada fase proestrus dan sel granulosa pada folikel yang berkembang akan menghasilkan estrogen, dimana ketika folikel telah matang menjadi folikel de Graaf, estrogen mencapai puncaknya. Hal tersebut akan merangsang penebalan dinding vagina, peningkatan vaskularisasi yang menyebabkan alat kelamin bagian luar mengalami perubahan warna dari pucat menjadi kemerahan disertai dengan pembengkakan dan sekresi lendir yang lebih banyak (Frandson dkk., 2003). Warna vulva mulai memucat secara berkala ketika memasuki hari ke-6 dan ke-7. Hal tersebut menunjukkan bahwa vaskularisasi pada bagian luar alat kelamin menurun karena konsentrasi hormon estrogen yang mulai menurun. Lemahnya pengaruh estrogen menyebabkan vulva memucat dan mengering (Abebe, 2008). Keadaan dimana konsentrasi hormon estrogen menurun menunjukkan bahwa ternak memasuki fase luteal Perubahan Ukuran Vulva Ternak yang estrus akan mengalami perubahan warna vulva menjadi kemerahan disertai dengan ukurannya yang membesar. Pembengkakan vulva dilihat dari pelebaran bibir vulva dan meningkatnya panjang dari celah vulva pada saat ternak berada pada fase estrus. Hasil pengukuran lebar dan panjang celah

7 vulva selama tujuh hari pengamatan setelah diberhentikannya perlakuan disajikan dalam Tabel 6 dan Tabel Tabel 6. Rataan Lebar Bibir Vulva Kambing Peranakan Etawah Waktu Pengamatan (hari ke-) P n Min Max cm ,41 1,54 1,60 1,49 1,37 1,43 1,28 1,28 1, ,34 1,35 1,53 1,47 1,51 1,39 1,33 1,33 1, ,34 1,25 1,37 1,29 1,31 1,30 1,24 1,24 1,37 Keterangan: P = Perlakuan P1 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 14 hari P2 = dua kali injeksi 5 mg PGF2α (lutalyse) selang 11 hari P3 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 10 hari + 5 mg injeksi PGF2α (lutalyse) pada 48 jam sebelum pencabutan (hari ke-8). n = Ulangan Min = Nilai Minimum Max = Nilai Maximum Tabel 7. Rataan Panjang Celah Vulva Kambing Peranakan Etawah Waktu Pengamatan (hari ke-) P n Min Max cm ,33 2,70 2,81 2,75 2,66 2,51 2,36 2,33 2, ,32 2,50 2,73 2,55 2,45 2,49 2,34 2,32 2, ,64 2,91 3,04 2,99 2,81 2,74 2,65 2,64 3,04 Keterangan: P = Perlakuan P1 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 14 hari P2 = dua kali injeksi 5 mg PGF2α (lutalyse) selang 11 hari P3 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 10 hari + 5 mg injeksi PGF2α (lutalyse) pada 48 jam sebelum pencabutan (hari ke-8). n = Ulangan Min = Nilai Minimum Max = Nilai Maximum Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam dari data pengukuran hari ke-3 pada Tabel 6 dan 7 (Lampiran 7 dan 9) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata dari ukuran lebar bibir dan panjang celah vulva kambing periode

8 37 estrus yang diberi perlakuan sinkronisasi estrus yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap pelebaran bibir vulva dan panjang celah vulva dimana semuanya mengalami ukuran maksimum pada saat ternak berada pada fase estrus yaitu pada hari ke-3. Hasil pengukuran lebar dan panjang celah vulva pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa vulva kambing PE yang diteliti mengalami pertambahan dari sejak hari ke-1 hingga ke-3, namun kembali menurun sejak hari ke-4 hingga ke-7. Hasil pengukuran hari ke-1 menunjukkan ukuran terkecil dari lebar dan panjang vulva kambing PE yang diteliti. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak tidak berada pada fase estrus. Ukuran dengan nilai minimum tersebut disebabkan dengan masih adanya pengaruh dari progesteron. Perlakuan sinkronisasi estrus yang baru diberhentikan, yakni pencabutan spons intravaginal mengandung progesteron ataupun injeksi PGF2α, secara fisiologis tidak akan langsung menurunkan konsentrasi progesteron dalam darah. Pengaruh progesteron tersebut akan menekan pelepasan FSH dan LH dari kelenjar hipofisa anterior sehingga pertumbuhan folikel ovari terhambat dan konsentrasi estrogen pun rendah sehingga ternak tidak menunjukkan tanda-tanda estrus (Adiati dan Praharani, 2013). Pertambahan panjang dan lebar vulva dari hari ke-1 hingga ke-3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan estrogen yang menyebabkan vaskularisasi pada dinding vulva secara berkala. Peningkatan estrogen diakibatkan FSH yang terlepas setelah penurunan progesteron akibat pemberhentian ketiga perlakuan metode sinkronisasi estrus, secara aktif menstimulasi folikulogenesis. Sel granulosa yang tumbuh seiring pertumbuhan folikel akan mulai menghasilkan estrogen yang akan mencapai puncaknya pada saat folikel matang.

9 38 Pembengkakan yang terjadi pada hari ke-3 menunjukkan aktifnya pengaruh dari estrogen yang tinggi sehingga menyebabkan meningkatnya vaskularisasi pada organ reproduksi termasuk vulva sehingga akan mengalami perbesaran ukuran lebar bibir dan panjang celahnya (Fradson dkk., 2003). Pembengkakan vulva pada semua kambing yang diberi perlakuan dianggap normal karena sesuai dengan ukuran vulva kambing Bligon estrus yang lebih panjang (3,06 cm) daripada saat kondisi anestrus (2,58 cm) (Widiyono dkk., 2011) dan ukuran celah vulva kambing Dwarf Afrika estrus (1,88 cm) lebih panjang daripada saat kondisi anestrus (1,85 cm) (Leigh dkk., 2010). Ketika fase estrus berakhir, ternak akan mengalami penurunan estrogen karena pengaruh LH yang merubah sel granulosa menjadi sel luteal yang fungsinya menghasilkan progesteron. Lemahnya pengaruh estrogen menyebabkan mengecilnya alat reproduksi yang membengkak termasuk vulva (Abebe, 2008) sehingga lebar dan panjang vulva yang menurun dari hari ke-4 hingga ke-7 menunjukkan bahwa ternak sudah melewati masa estrusnya dan memasuki fase luteal. 4.2 Lama Estrus berdasarkan Sitologi Sel Mucus Vagina Dominasi sel epitel mucus vagina menunjukkan fase siklus estrus yang dialami ternak. Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan apusan vagina dan hasilnya diberi pewarnaan giemsa untuk membedakan inti sel dan morfologi sitoplasma. Dilihat dari inti sel dan sitoplasmanya, sel epitel vagina dapat dibedakan menjadi parabasal, intermediet, superfisial, dan keratin (Mayor dkk., 2005). Perubahan sitologi mucus vagina pada kambing PE yang diberi perlakuan metode sinkronisasi estrus yang berbeda ditunjukkan pada Ilustrasi 3, 4 dan 5.

10 39 Ilustrasi 3. Dominasi sel mucus vagina pada kambing yang diimplan spons vagina mengandung progesteron selama 14 hari Ilustrasi 4. Dominasi sel mucus vagina pada kambing yang diinjeksi PGF2α sebanyak dua kali selang 11 hari

11 40 Ilustrasi 5. Dominasi sel mucus vagina pada kambing yang diimplan spons vagina mengandung progesteron selama 10 hari dengan injeksi PGF2α 48 jam sebelum pencabutan Hasil penggambaran dominasi sel mucus vagina selama tujuh hari pengamatan pada kambing PE yang diberi metode sinkronisasi estrus yang berbeda dalam ilustrasi 3, 4 dan 5 menunjukkan bahwa semua perlakuan menghasilkan mekanisme hormonal yang normal dilihat dari dominasi sel-sel yang terlihat atas pengaruh hormon reproduksi. Hari pertama hingga kedua setelah diberhentikannya perlakuan merupakan hari dimana ternak diharapkan sedang berada pada fase proestrus atau dimana sel mucus vagina yang mendominasi adalah sel intermediet yang muncul atas pengaruh meningkatnya hormon estrogen dalam darah (Christie dkk., 1972), namun dilihat dari grafiknya, pengamatan hari pertama pada kambing yang diberi perlakuan metode sinkronisasi estrus menggunakan implan progesteron secara intravaginal selama 14 hari (P1) dan pada kambing yang diberi perlakuan metode sinkronisasi estrus menggunakan dua kali injeksi PGF2α selang 11 hari (P2) menunjukkan bahwa sel

12 41 parabasal yang mendominasi (Ilustrasi 6a), walaupun pada hari ke-2 dominasi keduanya berubah menjadi dominasi sel intermediet (Ilustrasi 6b). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada hari pertama pengamatan, masih adanya pengaruh dari progesteron sehingga menyebabkan pengaruh estrogen yang lemah dan menyebabkan dominasi parabasal yang terlihat. Hari ke-3 pengamatan diyakini bahwa kambing-kambing yang diteliti memasuki fase estrus, selain dilihat dari tingkah laku dan ciri-ciri vulva yang merah, membengkak, dan berlendir, sitologi mucus vaginanya pun menunjukkan bahwa sel yang mendominasi beralih dari sel intermediet menjadi sel superfisial (Ilustrasi 6c) pada P2 dan P3 serta sel keratin (Ilustrasi 6d) pada P1. Menurut Johnson (2006), apusan vagina ternak yang estrus akan menunjukkan dominasi sel superfisial, namun sel keratin pun dapat dijadikan acuan bahwa ternak tersebut berada pada fase estrus karena sel keratin adalah sel superfisial yang mengalami keratinisasi akibat dari tingginya hormon estrogen dalam tubuh ternak. Hal tersebut juga dialami oleh kambing yang diteliti Leigh dkk. (2010) bahwa kambing yang estrus memiliki dominasi sel mucus vagina berupa sel superfisial dengan persentase 77,4%. Sejak hari ke-4 hingga ke-7, dominasi sel superfisial dan keratin mengalami penurunan dan digantikan dengan dominasi sel parabasal yang muncul akibat lemahnya pengaruh hormon estrogen. Widiyono dkk. (2011) menyatakan bahwa persentase sel superfisial dan intermediet cenderung meningkat pada fase proestrus, estrus dan menurun pada fase setelah estrus (luteal) seiring dengan kecenderungan perubahan estrogen pada ternak.

13 42 a b c d Ilustrasi 6. Hasil Pengamatan Dominasi Sel Epitel Mucus Vagina (Perbesaran 200x). (a) Sel Parabasal; (b) Sel Intermediet; (c) Sel Superfisial; (d) Sel Keratin Dominasi sel superfisial dan keratin menunjukkan bahwa ternak berada pada fase estrus sehingga dengan melihat dominasinya dari waktu ke waktu, lama estrus dapat diketahui dengan cara menghitung lama jam kemunculan kedua sel tersebut. Lama estrus berdasarkan sitologi mucus vagina kambing PE yang diberi perlakuan metode sinkronisasi estrus yang berbeda disajikan dalam Tabel 8.

14 Tabel 8. Lama Estrus Kambing Peranakan Etawah Ulangan Perlakuan P1 P2 P Jam ,14 24,83 00, ,58 42,81 06, ,12 23,80 06, ,70 23,57 23, ,55 48,08 06, ,73 23,52 24,50 Jumlah 187,82 186,61 68,16 Rataan 31,30 31,10 11,36 Keterangan: P1 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 14 hari P2 = dua kali injeksi 5 mg PGF2α (lutalyse) selang 11 hari P3 = 60 mg implan progesteron (MPA) selama 10 hari + 5 mg injeksi PGF2α (lutalyse) pada 48 jam sebelum pencabutan (hari ke-8). Hasil analisis statistik yang dilakukan pada Tabel 8 menggunakan sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan tiga metode sinkronisasi estrus pada kambing PE betina memberikan perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap lama estrus yang dialami kambing PE betina. Berdasarkan hasil analisis lanjut menggunakan uji Jarak Berganda Duncan, durasi estrus yang ditimbulkan kambing yang diberi perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda sedangkan lama estrus kambing yang diberi perlakuan P3 menunjukkan perbedaan daripada kambing lainnya (Lampiran 12). Secara normal kambing akan mengalami lama estrus selama jam (Gimenez dan Rodning, 2007). Lama estrus yang ditunjukkan kambing yang diberi perlakuan P1 dan P2 masih berada pada kisaran normal (P1 = 31,3 jam dan P2 = 31,1 jam) bahkan lebih lama daripada hasil penelitian Dogan dkk. (2005) yang menyatakan bahwa kambing Anatolian yang diberi perlakuan sinkronisasi estrus menggunakan progesteron MPA menunjukkan lama estrus selama 26,3 jam dan Ilham dkk. (2016) menyatakan bahwa kambing kacang yang diberi perlakuan 43

15 44 sinkronisasi estrus menggunakan injeksi PGF2α sebanyak 1 ml menunjukkan lama estrus selama 29,5 jam. Menurut Tagama (1995), kadar estrogen dalam tubuh berpengaruh terhadap durasi estrus, dimana kadar estrogen yang tinggi akan menimbulkan masa estrus yang lebih lama. Metode pencabutan spons progesteron yang telah diimplan secara intravaginal selama 14 hari dan injeksi PGF2α sebanyak dua kali selang 11 hari mampu menurunkan kadar progesteron secara drastis sehingga pelepasan FSH menjadi optimal dan sekresi estrogen pun optimal sehingga cukup tinggi untuk membuat kambing PE betina menunjukkan lama estrus yang normal. Lain halnya dengan lama estrus yang ditunjukkan kambing PE yang diberi perlakuan P3 dimana lama estrusnya dibawah kisaran normal (P3 = 11,36 jam) dan juga lebih pendek dibandingkan hasil penelitian Dewi dkk. (2011) menyatakan bahwa kambing PE dewasa yang diberi perlakuan metode sinkronisasi estrus jangka pendek (implan progesteron 10 hari dengan injeksi PGF2α 48 jam sebelum pencabutan) menunjukkan lama estrus selama 30 jam. Lama estrus dipengaruhi oleh umur, kondisi tubuh, jenis sinkronisasi estrus yang dilakukan (Hastono, 2000). Durasi estrus yang dialami kambing P3 lebih singkat daripada kambing P1 dan P2. Hal ini dikarenakan P3 dapat menyebabkan penurunan kadar progesteron secara drastis setelah pencabutan spons vagina disertai lisisnya CL akibat injeksi PGF2α, sehingga umpan balik negatif terhadap FSH akan berhenti (Menchacha dan Rubianes, 2002). Menurut penelitian Fernandez-Moro dkk. (2008) perlakuan implan progesteron intravaginal dengan injeksi PGF2α pada 48 jam sebelum pencabutan akan menggertak munculnya banyak folikel dibandingkan dengan perlakuan implan spons vagina yang mengandung progesteron ataupun dua kali injeksi PGF2α, sehingga konsentrasi estrogen dalam darah meningkat. Perlakuan injeksi PGF2α yang dilakukan

16 45 sebelum pencabutan implan spons vagina yang mengandung progesteron membantu mengefektifkan sinkronisasi estrus jangka waktu pendek dan secara tidak langsung dapat menginduksi proses superovulasi (Holtz, 2005). Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian tersebut diduga bahwa kombinasi implan progesteron dan injeksi PGF2α secara efektif menurunkan kadar progesteron secara drastis sehingga FSH yang dilepaskan hipofisa anterior cukup tinggi untuk mempercepat laju folikulogenesis pada ovarium. Semakin banyak dan cepat folikel yang tumbuh, peningkatan estrogen akan semakin cepat sehingga secara efektif akan memberikan umpan balik positif terhadap hipofisa anterior untuk mengeluarkan LH lebih cepat daripada alaminya. Peningkatan LH yang terjadi lebih cepat akan menyebabkan lebih cepatnya proses ovulasi dan luteinisasi folikel, sehingga durasi estrus akan terjadi lebih cepat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel Untuk sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi dilakukan pemberian PGF 2α sebanyak 2 ml i.m dan hcg 1500 IU. Hasil seperti tertera pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian 2 2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan waktu yang tepat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Ultrasonografi Korpus Luteum Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari sebelum pemberian PGF 2α (H-1) korpus luteum bersifat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

Karakteristik Vulva dan Sitologi Vagina...Indri Nurfitriani

Karakteristik Vulva dan Sitologi Vagina...Indri Nurfitriani Karakteristik Vulva dan Sitologi Sel Mucus Dari Vagina Fase Estrus Pada Domba Lokal Vulva Characteristics And Cytology Cell Mucus from Vagina Phase Estrous On Local Sheep Indri Nurfitriani*, Rangga Setiawan**,

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN SKRIPSI Oleh DARUSSALAM I111 11 014 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA (Onset and Etrus Duration of Kacang Goat Injected with Prostaglandin F2α in Vulva Submucosal) Fahrul Ilham, Safriyanto

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan Desember 2000 dilokasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi - Bogor. Kegiatannya meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilakukan dengan purposive sampling, menggunakan 25 ekor

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilakukan dengan purposive sampling, menggunakan 25 ekor 10 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian dilakukan dengan purposive sampling, menggunakan 25 ekor Kambing Jawarandu betina di desa Penggarit, Kecamatan Taman dan Pengongsoran, Kecamatan Pemalang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan dan analisis hormon progesteron dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA (Effect of Synchronization Type and PMSG Injection Time on Estrus Performance

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI BAB I PENYERENTAKAN BERAHI 1.1 Pendahuluan Penyerentakan berahi (Sinkronisasi Estrus) merupakan suatu proses manipulasi berahi pada sekelompok ternak betina. Adapun alasan dilakukannya Penyerentakan berahi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum Muhammad Rizar Z. 1), Agung Pramana W.M. 1), Gatot Ciptadi 3) 1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. partum perlu diperhatikan. Peranakan Etawah (PE) mempunyai lama involusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. partum perlu diperhatikan. Peranakan Etawah (PE) mempunyai lama involusi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Estrus Post Partum Estrus atau berahi pada ternak betina setelah melahirkan atau estrus post partum perlu diperhatikan. Peranakan Etawah (PE) mempunyai lama involusi uterus

Lebih terperinci

*) **) **) Kata kunci : kambing Kejobong betina; indikator berahi; ekstrak hipofisa; kesuburan; vulva

*) **) **) Kata kunci : kambing Kejobong betina; indikator berahi; ekstrak hipofisa; kesuburan; vulva PERUBAHAN VULVA DAN PENINGKATAN SEKRESI LENDIR SERVIKS SEBAGAI INDIKATOR BERAHI PADA KAMBING KEJOBONG BETINA YANG KESUBURANYA DITINGKATKAN MENGGUNAKAN EKSTRAK HIPOFISA ( CHANGES VULVA AND CERVICAL MUCUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK (Rizka Qori Dwi Mastuti) 131 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.) Rizka

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Proses domestikasi sapi Bali itu terjadi sebelum 3.500

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO HAMZA BAU NIM. 621408018 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT THE EFFECTS OF VARIOUS DOSES OF PROSTAGLANDIN (PGF2Α) ON THE CHARACTERISTICS OF ESTRUS IN GARUT EWES Asep Nasirin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities RESPON KECEPATAN TIMBILNYA ESTRUS DAN LAMA ESTRUS PADA BERBAGAI PARITAS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SETELAH DUA KALI PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN F 2 α (PGF 2 α) The Response of Estrus Onset And Estrous Duration

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p 86 92 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENAMPILAN BERAHI SAPI JAWA BERDASARKAN POEL 1, POEL 2, DAN POEL 3 (Estrous Performance

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

ONSET DAN INTENSITAS ESTRUS KAMBING PADA UMUR YANG BERBEDA. The Onset and Intensity of Goat Estrus at Various Ages

ONSET DAN INTENSITAS ESTRUS KAMBING PADA UMUR YANG BERBEDA. The Onset and Intensity of Goat Estrus at Various Ages J. Agroland 16 (2) : 180-186, Juni 2009 ISSN : 0854 641X ONSET DAN INTENSITAS ESTRUS KAMBING PADA UMUR YANG BERBEDA The Onset and Intensity of Goat Estrus at Various Ages Mohammad Ismail 1) 1) Jurusan

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Flushing dan Non Flushing terhadap Intensitas Birahi dan Angka Kebuntingan Induk Sapi Potong

Pengaruh Pemberian Pakan Flushing dan Non Flushing terhadap Intensitas Birahi dan Angka Kebuntingan Induk Sapi Potong Pengaruh Pemberian Pakan Flushing dan Non Flushing terhadap Intensitas Birahi dan Angka Kebuntingan Induk Sapi Potong The Effects of Flushing and Non Flushing on Oestrous Intensity and Conception of the

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KADAR HEMOGLOBIN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DALAM KEADAAN BIRAHI

IDENTIFIKASI KADAR HEMOGLOBIN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DALAM KEADAAN BIRAHI Buana Sains Vol 6 No 2: 189-193, 2006 189 IDENTIFIKASI KADAR HEMOGLOBIN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DALAM KEADAAN BIRAHI I Gede Putu Kasthama 1) dan Eko Marhaeniyanto 2) 1) Dinas Peternakan dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektromagnet pada jumlah folikel ovarium mencit. Hasil penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

TINGKAT PENCAPAIAN SIKLUS BIRAHI PADA KAMBING BOERAWA DAN KAMBING KACANG MELALUI TEKNOLOGI LASER PUNKTUR

TINGKAT PENCAPAIAN SIKLUS BIRAHI PADA KAMBING BOERAWA DAN KAMBING KACANG MELALUI TEKNOLOGI LASER PUNKTUR ISSN Online 2407-6279 Jurnal Galung Tropika, 4 (2) Agustus 2015, hlmn. 81-88 ISSN Cetak 2302-4178 TINGKAT PENCAPAIAN SIKLUS BIRAHI PADA KAMBING BOERAWA DAN KAMBING KACANG MELALUI TEKNOLOGI LASER PUNKTUR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah Perkembangan Kambing PE

TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah Perkembangan Kambing PE TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Kambing PE Kambing merupakan ruminansia kecil berasal dari Asia Barat menyebar ke Timur melalui dua jalur utama. Pertama, dari Persia dan Afganistan melalui Turkestan

Lebih terperinci

M. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK

M. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK PENGARUH IMPLANTASI PROGESTERON INTRAVAGINAL TERHADAP TIMBULNYA ESTRUS PADA DOMBA GARUT BETINA (The Effect of Intravaginal Implantation of Progesteron on the Estrus in Garut Ewes) M. Rizal Jurusan Peternakan

Lebih terperinci

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH J.Agroland () : 9-98, September 006 ISSN : 085 6X FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH Oleh : Ridwan ) ABSTRACT The research aims to know and give information regarding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

Pengaruh Body Condition Score (BCS) Berbeda terhadap Intensitas Birahi Sapi Induk Simmental Peranakan Ongole (SIMPO)

Pengaruh Body Condition Score (BCS) Berbeda terhadap Intensitas Birahi Sapi Induk Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) Pengaruh Body Condition Score (BCS) Berbeda terhadap Intensitas Birahi Sapi Induk Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) The Influence of Different Body Condition Score ( BCS ) on the Intensity of Estrous

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

Perubahan Siklus Estrus Akibat Induksi Peningkatan Kadar Prostaglandin F 2 α (PGF 2 α) Pada Fase Luteal Kambing Peranakan Boer

Perubahan Siklus Estrus Akibat Induksi Peningkatan Kadar Prostaglandin F 2 α (PGF 2 α) Pada Fase Luteal Kambing Peranakan Boer Perubahan Siklus Estrus Akibat Induksi Peningkatan Kadar Prostaglandin F 2 α (PGF 2 α) Pada Fase Luteal Kambing Peranakan Boer Aries Erlinda Ratna.Wardhani, Agung Pramana Warih Marhendra, Aris Soewondo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT Amirudin Pohan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT ABSTRAK Induk Sapi Bali yang

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba lokal terlihat bahwa perbedaan umur mengakibatkan terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik

Lebih terperinci

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK 1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada hewan jantan, karena terdiri atas beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing- masing. Ovarium

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau Murrah merupakan jenis kerbau sungai (river buffalo) yang berasal

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau Murrah merupakan jenis kerbau sungai (river buffalo) yang berasal TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri kerbau Murrah Kerbau Murrah merupakan jenis kerbau sungai (river buffalo) yang berasal dari India. Klasifikasi kerbau Murrah berdasarkan tata nama ilmiah menurut (Wikipedia,

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci