HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan DAS Ketahun Hulu Das Ketahun Hulu seluas hektar terdiri beberapa jenis penggunaan lahan yaitu kebun campuran, hutan primer, hutan sekunder, rawa dan sawah. Penggunaan lahan hutan primer dan kebun campuran mendominasi dengan luas hektar (45,28%) dan hektar (43,95%). Penggunaan lahan hutan sekunder seluas hektar (7,12%) dan rawa 155 hektar (3,51%). Penggunaan lahan sawah tersebar pada lahan yang relatif datar seluas hektar (3,51%). Jenis tanah di DAS Ketahun Hulu terdiri dari 4 macam yaitu Dystropepts, Humitropepts, Paleudults dan Tropudults. Jenis tanah Dystropepts mendominasi tanah yang ada di DAS Ketahun Hulu seluas hektar (85,35%). Jenis tanah Humitropepts seluas hektar (8,06%), Paleudults hektar (1,27%) dan Tropudults hektar (5,33%). Kelas lereng DAS Ketahun Hulu dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu kelas lereng 0% 8% seluas hektar (7,89%), kelas lereng 8% - 15% seluas hektar (28%), kelas lereng 15% - 30% seluas hektar (46,64%), kelas lereng 30% - 45% seluas hektar (16,01%) dan kelas lereng > 45% seluas hektar (1,43%). Berdasarkan overlay peta penggunaan lahan, kelas lereng dan jenis tanah (Lampiran 1, 2 dan 3) DAS Ketahun Hulu terdiri dari 388 satuan lahan. Satuansatuan lahan ini menggambarkan karakteristik lahan yang seragam sesuai dengan penggunaan lahan, jenis tanah dan kelas lereng pada setiap satuan lahan. Satuansatuan lahan DAS Ketahun Hulu dapat di lihat pada Lampiran 5 dan Gambar 8. Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif Satuan lahan pengamatan intensif dipilih dari peta satuan lahan DAS Ketahun Hulu sebanyak 18 satuan lahan yang terdapat pada salah satu sub DAS seluas hektar (Tabel 9 dan Gambar 8). Kriteria yang dilakukan dalam pemilihan satuan lahan intensif ini adalah bahwa sub DAS tersebut karakteristik satuan lahannya dapat mewakili karakteristik lahan (penggunaan lahan, kelas lereng dan jenis tanah) dominan yang ada di DAS Ketahun Hulu.

2 42 Tabel 9. Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu SL Penggunaan Lahan Jenis Tanah Kelas Lereng Luas (Ha) 61 Kebun campuran Dystropepts 15%-30% Sawah Tropudults 0%-8% Kebun campuran Tropudults 0%-8% Kebun campuran Dystropepts 8%-15% Kebun campuran Paleudults 15%-30% Kebun campuran Tropudults 15%-30% Kebun campuran Humitropepts 15%-30% Kebun campuran Dystropepts 0%-8% Hutan primer Humitropepts 15%-30% Kebun campuran Humitropepts 15%-30% Kebun campuran Humitropepts 8%-15% Kebun campuran Dystropepts 15%-30% Kebun campuran Humitropepts 8%-15% Kebun campuran Humitropepts 30%-45% Hutan primer Humitropepts 30%-45% Kebun campuran Dystropepts 30%-45% Kebun campuran Humitropepts 15%-30% Kebun campuran Dystropepts 15%-30% 74 Jumlah Penggunaan lahan kebun campuran mendominasi satuan lahan pengamatan intensif dengan 15 satuan lahan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal kelas lereng dan jenis tanah. Jenis penggunaan lahan hutan primer sebanyak 2 satuan lahan adalah hutan yang belum terganggu oleh aktifitas manusia. Jenis penggunaan lahan sawah sebanyak 1 satuan lahan pengamatan intesif. Jenis tanah pada satuan lahan pengamatan intensif terdiri dari 4 jenis tanah yaitu : Dystropepts, Humitropepts, Paleudults dan Tropudults. Jenis tanah Dystropepts ini terdapat pada 7 satuan lahan pengamatan intensif. Sedangkan jenis tanah Humitropepts pada 8 satuan lahan, Paleudults pada 1 satuan lahan dan Tropudults pada 3 satuan lahan. Kelas lereng yang ada di satuan lahan pengamatan intensif terdiri dari 4 kelas lereng yaitu 0 8 %, 8 15 %, % dan %. Satuan lahan pengamatan intensif dengan kelas lereng 0 8 % sebanyak 3 satuan lahan, kelas lereng 8 15 % sebanyak 3 satuan lahan, kelas lereng % sebanyak 9 satuan lahan dan kelas lereng % sebanyak 3 satuan lahan.

3 43 Gambar 8. Peta Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu dan Satuan Lahan Pengamatan Intensif 43

4 44 Identifikasi Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di satuan lahan pengamatan intensif secara umum terdiri dari 3 jenis yaitu kebun campuran, sawah dan hutan primer (Tabel 10). Penggunaan lahan dominan yang terdapat di satuan lahan pengamatan intensif adalah kebun campuran sebanyak 15 satuan lahan dengan luas hektar (69,53%), diikuti oleh hutan primer sebanyak 2 satuan lahan dengan luas hektar (15,48%) dan sawah sebanyak 1 satuan lahan dengan luas hektar (14,99 %). Tabel 10. Luas Penggunaan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu No Penggunaan Lahan Satuan Lahan Luas (Ha) % 1 Kebun campuran 61, 81, 152, 154, 157, 173, ,53 174, 186, 197, 203, 213, 234, 247, 249 dan Sawah ,9 9 3 Hutan Primer 183 dan ,48 Jumlah ,00 Sumber : BPDAS Ketahun 2007 Penggunaan lahan kebun campuran didominasi oleh kebun kopi dengan campuran tanaman lainnya. Jenis penggunaan lahan sawah adalah padi sawah yang ditanam sebanyak 1 (satu) kali dalam setahun. Jenis penggunaan lahan hutan adalah hutan alam dengan jenis tanaman beragam seperti meranti, kruing, dan pohon-pohonan lainnya. Permukaan tanah ditutup tanaman bawah dan serasah. Strata tajuk beragam dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Umumnya tutupan lahan ini terdapat pada lahan dengan kemiringan yang tinggi. Tabel 11. Jenis Penutupan Lahan Dan Tanaman Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu No Penggunaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Jenis Tanaman Luas (Ha) 1 Kebun campuran Tanaman tahunan Kopi robusta, sengon, gamal, karet, durian, kemiri, kayu bawang pinang, nangka, pisang dan nilam Sawah Sawah Padi Hutan Hutan alam Primer Sumber : Diolah dari pengamatan lapangan Pohon dengan strata tajuk lengkap, tanaman bawah rapat dan serasah banyak

5 45 Berdasarkan pengamatan dilapangan penggunaan lahan kebun campuran pada satuan lahan pengamatan intensif didominasi kebun campuran kopi robusta yang ditumpangsarikan dengan tanaman lain yang dimaksudkan sebagai naungan tanaman kopi. Beberapa jenis tanaman yang dijadikan sebagai campuran tanaman kopi antara lain adalah sengon (Paraserianthes sp), gamal (Gliricidia sepium), karet (Hevea brasiliensis), durian (Durio zibethinus), kemiri (Aleurites mulucana), kayu bawang (Azadirachta excelsa), pinang (Areca Catechu), nangka(artocarpus heterophyllus) dan nilam (Pogostemon cablin). Penggunaan Lahan Kebun Campuran Penggunaan lahan kebun campuran di satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu ternyata seluruhnya berbasis kopi robusta. Sebagian besar dari kebun kopi tersebut menyertakan tanaman-tanaman lain dengan luas lahan usahatani yang diusahakan rata-rata seluas 1,5 hektar. Tanaman campuran ini dimaksudkan sebagai naungan tanaman kopi dan untuk mendapatkan tambahan penghasilan selain dari kopi. Berdasarkan pengalaman petani dari hasil wawancara, kopi dapat tumbuh dengan baik jika diberi tanaman naungan. Tipe usahatani yang dilakukan oleh petani setempat di satuan lahan pengamatan intensif terdiri dari 6 tipe yaitu : Monokultur kopi (UT1), Kopi dan sengon (UT2), Kopi dan tanaman kayu-kayuan (UT3), Kopi dan tanaman buahbuahan (UT4), Kopi, karet dan nilam (UT5), Kopi, pinang dan kemiri (UT6). Karakteristik penggunaan lahan kebun campuran di satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 11. Tabel 12. Karakteristik Penggunaan Lahan Kebun Campuran Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu. Kode. Tipe Usahatani Populasi/ha Satuan Lahan Luas (Ha) % UT1 Monokultur kopi 1600 kopi ,74 UT2 Kopi dan sengon 1600 kopi dan sengon , 174, ,35 batang dan 234 UT3 Kopi dan tanaman 1600 kopi, 25 gamal, 20 61, 157, 173, ,63 kayu-kayuan kayu bawang dan sisa-sisa tanaman hutan. 197 dan 247 UT4 Kopi dan tanaman 1600 kopi, 25 durian, ,80 buah-buahan nangka dan 10 pisang UT5 Kopi, Karet dan 1600 kopi, 100 karet dan 154, UT6 Nilam Kopi, pinang dan kemiri nilam (30% lahan) 1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri 249, ,39

6 46 Jumlah ,00 Monokultur kopi (UT1) Tipe usahatani monokultur kopi adalah pola usahatani kopi dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Usahatani kopi monokultur dilakukan tanpa menyertakan tanaman lain, hanya terlihat beberapa batang gamal yang baru ditanam. Penyiangan dilakukan secara teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi sedikit rumput-rumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman seperlunya. Pola usahatani ini umumnya dilakukan pada lahan-lahan dengan kemiringan yang relatif datar dan dekat dengan pemukiman penduduk. Tipe usahatani kopi monokultur ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,2 sesuai dengan nilai faktor C kopi yang sudah ada (Lampiran 7). Kopi dan sengon (UT2) Tipe usaha tani kopi dan sengon adalah pola usahatani kopi dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola usahatani ini menyertakan sengon sebagai tanaman naungan kopi. Sengon ditanam dengan jarak tanam 20 x 20 m atau 25 batang/hektar. Terlihat beberapa batang gamal yang ditanam diantara kopi dan sengon. Penyiangan dilakukan secara teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi sedikit rumput-rumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Tipe usahatani kopi dan sengon ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,15 yaitu nilai C yang berada diantara nilai C kebun campuran dengan kerapatan tinggi dan nilai C kopi yang sudah ada (Lampiran 7). Kopi dan Tanaman Kayu-kayuan (UT3) Tipe usahatani kopi dan tanaman kayu-kayuan adalah pola usahatani kopi dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola usahatani ini menyertakan tanaman kayu-kayuan sebagai campuran kopi yaitu gamal dan kayu bawang. Gamal ditanam disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam tidak teratur sejumlah 25 batang/hektar. Kayu bawang ditanam dipinggirpinggiran kebun sejumlah 20 batang/hektar. Tanaman kayu bawang ini dapat memberikan penghasilan tambahan bagi petani apabila sudah mencapai masa

7 47 panennya. Selain tanaman gamal dan kayu bawang terdapat beberapa batang kayu-kayuan sisa tumbuhan hutan tersebar tidak merata yang dibiarkan tetap tumbuh oleh petani. Kerapatan tanaman pada tipe usahatani ini cukup tinggi, secara visual dari kejauhan terlihat seperti hutan muda. Tipe usahatani ini tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Kondisi permukaan tanah tertutup rumput, semak dan serasah sisa daun-daunan yang gugur. Tipe usahatani kopi dan tanaman kayu-kayuan ini memiliki kerapatan tanaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kopi monokultur sehingga nilai faktor C sebesar 0,1 sesuai dengan nilai faktor C kebun campuran dengan kerapatan tinggi yang sudah ada (Lampiran 7). Kopi dan Tanaman Buah-buahan (UT4) Tipe usahatani kopi dan tanaman buah-buahan adalah pola usahatani kopi dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Durian ditanam disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam 20 x 20 m atau 25 batang/hektar. Selain tanaman durian petani juga menanam tanaman lain yaitu nangka dan pisang di pinggiran kebun sebagai tanda batas kebun masing-masing sejumlah 10 batang/hektar. Durian, nangka dan pisang ini dapat memberikan penghasilan tambahan petani dari hasil panennya. Penyiangan dilakukan secara teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi sedikit rumputrumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Tipe usahatani kopi dan tanaman buah-buahan ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,1 sesuai dengan nilai faktor C kebun campuran dengan kerapatan tinggi (Lampiran 7). Kopi, karet dan nilam (UT5) Tipe usahatani kopi, karet dan nilam adalah pola usahatani kopi dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola usahatani ini menyertakan tanaman karet sebagai naungan kopi. Karet ditanam disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam 10 x 10 m atau 100 batang/hektar. Selain tanaman karet petani juga menanam tanaman lain yaitu nilam yang ditanam disela-sela tanaman kopi. Nilam ditanam seluas 30% lahan. Karet dan nilam ini dapat memberikan penghasilan tambahan petani dari hasil panennya. Penyiangan dilakukan secara teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi

8 48 sedikit rumput-rumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Tipe usahatani kopi, karet dan nilam ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,1 yaitu nilai C kebun campuran dengan kerapatan tinggi yang sudah ada (Lampiran 7). Kopi, pinang dan kemiri (UT6) Tipe usahatani kopi, pinang dan kemiri adalah pola usahatani kopi dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola usahatani ini menyertakan tanaman kemiri sebagai naungan kopi. Kemiri ditanam disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam tidak teratur sejumlah 25 batang/hektar. Pinang ditanam dipinggir-pinggir kebun sebagai tanaman pembatas kebun dengan jumlah tanaman 80 batang/hektar. Tanaman kemiri dan pinang ini dapat memberikan penghasilan tambahan petani dari hasil panennya. Kondisi permukaan tanah tertutup rumput dan serasah sisa daun-daunan yang gugur. Tipe usahatani ini tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Tipe usahatani kopi pinang dan kemiri ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,1 sesuai dengan nilai faktor C kebun campuran dengan kerapatan tinggi yang sudah ada (Lampiran 7). Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi kemapuan lahan di DAS Ketahun Hulu dilakukan pada satuan lahan pengamatan intensif yang telah ditentukan sebelumnya dan mewakili DAS Ketahun Hulu secara keseluruhan. Pengumpulan data-data yang digunakan untuk melakukan penilaian kemampuan lahan dilakukan dengan pengamatan, pengukuran, analisa sampel tanah dan wawancara dilapangan. Berdasarkan hasil yang diperoleh kelas kemampuan lahan pada satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu didominasi oleh kelas kemampuan lahan IV, kemudian diikuti oleh kelas kemampuan lahan III, VI, II, dan I. Beberapa faktor penghambat yang terdapat di satuan lahan pengamatan intensif ini antara lain adalah : lereng (l) dan erosi (e). Hasil evaluasi kemampuan lahan pada satuan lahan pengamatan intensif di DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 13 dan Lampiran 10. Secara umum penggunaan lahan yang diterapkan oleh masyarakat setempat pada satuan lahan pengamatan intensif telah sesuai dengan kemampuan lahannya

9 kecuali 2 satuan lahan yang tidak sesuai yaitu pada satuan lahan 234 dan 247. Satuan lahan ini mempunyai kelas kemampuan lahan VI dengan faktor penghambat kemiringan lereng. Lereng pada satuan lahan ini di kategorikan agak curam atau bergunung dengan kelas lereng 30 45% sehingga akan sangat menyulitkan untuk dilakukan usaha pertanian dan tingkat degradasi lahan disebabkan oleh ancaman erosi yang dipicu oleh lereng tersebut yang sangat tinggi. Penggunaan lahan pada satuan lahan dengan kemampuan lahan VI ini disarankan untuk penggunaan lahan selain pertanian seperti hutan lindung, hutan produksi, cagar alam atau padang penggembalaan. Tabel 13. Hasil Evaluasi Kemampuan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intesif DAS Ketahun Hulu SL Penggunaan Kelas Faktor Kesesuaian Lahan Kemampuan Pembatas Penggunaan Lahan Lahan 61 Kebun campuran IV Lereng 15 30% Sesuai 79 Sawah I Tidak ada Sesuai 81 Kebun campuran II Lereng 3 8% dan Sesuai erosi ringan 152 Kebun campuran III Lereng 8 15 % dan Sesuai erosi sedang 154 Kebun campuran IV Lereng 15 30% Sesuai 157 Kebun campuran IV Lereng 15 30% Sesuai 173 Kebun campuran IV Lereng 15 30% Sesuai 174 Kebun campuran II Lereng 3 8% dan erosi ringan Sesuai 183 Hutan primer IV Lereng 15 30% Sesuai 186 Kebun campuran IV Lereng Sesuai 197 Kebun campuran III Lereng 8 15 % dan Sesuai erosi sedang 203 Kebun campuran IV Lereng 15 30% Sesuai 213 Kebun campuran III Lereng 8 15 % dan Sesuai erosi sedang 234 Kebun campuran VI Lereng 30 45% Tidak Sesuai 236 Hutan primer VI Lereng 30 45% Sesuai 247 Kebun campuran VI Lereng 30 45% Tidak Sesuai 249 Kebun campuran IV Lereng 15-30% Sesuai 250 Kebun campuran IV Lereng 15-30% Sesuai Lahan dengan kelas kemampuan II pada satuan lahan 81 dan 174 telah sesuai dengan penggunaan lahannya yaitu kebun campuran. Faktor penghambat pada satuan lahan ini adalah lereng 3 8 % dan erosi ringan. Lahan kelas kemampuan II membutuhkan tindakan pengawetan tanah tingkat sedang. Kelas kemampuan lahan III di satuan lahan pengamatan intensif sebanyak 3 satuan lahan yaitu pada satuan lahan 152, 197 dan 213. Faktor penghambat utama 49

10 50 adalah kemiringan lereng 8 15 % dan erosi sedang. Penggunaan lahan yang diterapkan oleh masyarakat pada satuan lahan ini telah sesuai dengan kemampuannya yaitu kebun campuran. Akan tetapi penggunaan lahan pada kelas kemampuan lahan III dengan faktor penghambat lereng dan erosi memerlukan tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang baik agar pertanian dapat lestari. Kelas kemampuan lahan IV terdapat pada 9 satuan lahan yaitu : satuan lahan 61, 154, 157, 173, 183, 186, 203, 249 dan 250 dengan faktor penghambat lereng 15 30% dan erosi agak berat pada satuan lahan 186. Lahan dengan kelas kemampuan lahan IV jika digunakan untuk tanaman pertanian memerlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi tanah yang lebih sulit disamping tindakan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Penggunaan lahan oleh masyarakat setempat pada satuan lahan ini sebagai kebun campuran masih dikategorikan sesuai dengan kemampuan lahannya. Kelas kemapuan lahan VI terdapat pada 3 satuan yaitu satuan 234, 236 dan 247 dengan faktor pembatas kemiringan lereng 30 45%. Faktor penghambat yang sangat berat menyebabkan lahan dengan kelas kemapuan VI ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam. Penggunaan lahan yang dilakukan pada satuan lahan pengamatan intensif 234 dan 247 tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahannya sehingga diperlukan perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang terbaik pada satuan lahan tersebut adalah hutan. Sedangkan penggunaan lahan hutan pada satuan lahan 236 telah sesuai dengan kemampuan lahannya. Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Penerapan pola tanam dan agroteknologi yang dilakukan oleh petani dalam mengelola lahan usahatani berbasis kopi di satuan lahan pengamatan intensif masih sangat sederhana karena umumnya belum menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah yang diperlukan dan pemupukan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga memicu terjadinya erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan dan produktifitas kopi yang rendah. Salah satu indikator sistem pertanian yang berkelanjutan adalah erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan. Untuk

11 itu dalam penelitian ini dilakukan prediksi erosi dengan menggunakan suatu model parametrik untuk memprediksi erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith yang dikenal dengan nama USLE (Universal Soil Loss Equation). Berdasarkan hasil prediksi yang dilakukan, prediksi erosi pada pola tanam dan agroteknologi aktual di satuan lahan pengamatan intensif umumnya lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 2,47 683,18 ton/hektar/tahun (Tabel 14). Erosi yang tinggi rata-rata terdapat pada satuan lahan dengan penggunaan lahan usahatani berbasis kopi. Selain faktor erosivitas hujan yang tinggi, kepekaan tanah dan lereng semakin memicu terjadinya erosi. Pengelolaan lahan tanpa tindakan konservasi tanah menyebabkan laju terjadinya erosi semakin besar karena tidak adanya upaya untuk mengurangi terjadinya erosi. Tabel 14. Prediksi Erosi dan ETol Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu. SL Tipe R K LS C P Prediksi ETol Usahatani Erosi (ton/ha/thn (ton/ha/thn) 61 UT3 2048,85 0,153 6,75 0, ,32 13,45** 79 Sawah 2048,85 0,137 0,88 0,01 1 2,47 31,10** 81 UT1 2048,85 0,071 2,44 0,2 1 71,33 13,45** 152 UT2 2048,85 0,222 3,61 0, ,98 13,45** 154 UT5 2048,85 0,191 5,51 0, ,15 13,45** 157 UT3 2048,85 0,408 5,29 0, ,60 22,18** 173 UT3 2048,85 0,281 6,25 0, ,83 18,70** 174 UT2 2048,85 0,289 1,89 0, ,81 21,24** 183 Hutan 2048,85 0,435 6,22 0, ,54 36,38** 186 UT5 2048,85 0,361 4,77 0, ,69 17,92** 197 UT3 2048,85 0,098 3,05 0,1 1 61,24 13,45** 203 UT2 2048,85 0,415 3,23 0, ,39 20,52** 213 UT4 2048,85 0,411 3,86 0, ,14 15,96** 234 UT2 2048,85 0,204 10,92 0, ,18 22,80** 236 Hutan 2048,85 0,123 11,10 0, ,80 27,30** 247 UT3 2048,85 0,152 12,73 0, ,89 21,12** 249 UT6 2048,85 0,150 5,84 0, ,13 13,45** 250 UT6 2048,85 0,190 8,71 0, ,26 18,18** Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri). * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson Secara umum hasil prediksi erosi ini berada diatas erosi yang dapat ditoleransi (ETol) kecuali satuan lahan 79, 183 dan 236 dengan penggunaan lahan sawah dan hutan primer. ETol setiap satuan lahan pengamatan intensif bervariasi 51

12 52 antara 13,45 36,38 ton/hektar/tahun. Perbedaan ETol setiap satuan lahan tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, kedalaman tanah, kedalaman minimum perakaran dan bobot isi. Kedalam tanah di satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu berkisar antara cm dengan faktor kedalaman berkisar antara 0,80 1. Kedalaman tanah minimum untuk tanaman menggunakan kedalaman tanah minimum yang dibutuhkan untuk tanaman campuran kopi yaitu kayu-kayuan seperti sengon, gamal, kayu bawang dan tanaman buah-buahan sedalam 90 cm. Dengan menggunakan nilai kedalaman tanah minimum tanaman kayu-kayuan ini maka tanaman kopi sebagai tanaman pokok tetap dapat tumbuh dengan baik karena kedalaman tanah minimum yang dibutuhkannya lebih dangkal yaitu 50 cm. Bobot isi tanah yang bervariasi antara 0,82 1,18 gr/cm 3 sehingga memberikan pengaruh terhadap bervariasinya nilai ETol. Hasil analisis nilai ETol pada satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Lampiran 18. Erosi yang dapat ditoleransi untuk lahan-lahan yang memiliki kedalaman tanah yang lebih rendah dari kedalaman tanah minimum ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson yaitu erosi yang dapat ditoleransikan untuk tanah yang dalam sebesar 13,45 ton/hektar/tahun. Prediksi erosi yang tertinggi pada satuan lahan 234 sebesar 683,18 ton/hektar/tahun sementara ETolnya hanya 22,80 ton/hektar/tahun. Satuan lahan lain pada kebun campuran kopi menunjukkan erosi yang melebihi ETol antara lain pada satuan lahan 61, 81, 152, 154, 157, 173, 174, 197, 203, 213, 234, 247, 249 dan 250. Erosi yang lebih tinggi dari ETol ini disebabkan nilai erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan lereng yang cukup tinggi serta agroteknologi yang belum menerapkan tindakan konservasi tanah yang baik. Prediksi erosi pada lahan sawah dan hutan menunjukkan erosi lebih kecil ETol. Hal ini disebabkan sawah umumnya terdapat pada lahan yang relatif datar dan tutupan tanah pada sawah yang rapat dan tergenang air dapat mengurangi erosi yang terjadi. Berdasarkan hasil prediksi, sawah pada satuan lahan 79 mempunyai erosi 2,47 ton/hektar/tahun dengan ETol 31,10 ton/hektar/tahun. Prediksi erosi pada tutupan lahan hutan pada satuan lahan 183 dan 236 lebih kecil dari ETol. Tutupan vegetasi hutan primer dengan kerapatan yang tinggi,

13 53 strata tajuk yang lengkap dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai. Tanaman bawah yang rapat dan serasah sisa tanaman yang jatuh dan menutupi tanah banyak sehingga dapat mengurangi erosi. Walaupun erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan faktor lereng tinggi pada penggunaan lahan hutan ini, prediksi erosi tetap rendah karena dapat dikurangi dengan tutupan vegetasi yang rapat tersebut. Curah hujan sebagai salah satu faktor penyebab erosi memegang peranan yang sangat besar dalam hal pelepasan butir-butir tanah dan sekaligus membawa butiran-butiran tersebut ketempat yang lebih rendah sebagaimana yang terjadi di DAS Ketahun Hulu. Curah hujan di DAS Ketahun Hulu tergolong tinggi dengan rata-rata curah hujan bulanan minimum 102 mm dan curah hujan bulanan maksimum 351 mm. Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah ini adalah mm (Lampiran 12). Selain curah hujan, jumlah hari hujan juga memberikan pengaruh terhadap besarnya nilai erosivitas hujan. Jumlah hari hujan di DAS Ketahun hulu berkisar antara hari (Lampiran 13). Arsyad (2006) menyebutkan bahwa suatu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetik hujan tersebut, oleh karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregatagregat tanah. Berdasarkan data dari stasiun pengamat curah hujan stasiun BPP Tes, nilai erosivitas hujan (nilai R) yang dihitungkan menggunakan metoda Bols di DAS Ketahun Hulu adalah 2048,85. Analisis nilai R dapat dilihat pada Lampiran 14. Nilai R yang cukup tinggi tersebut mengindikasikan bahwa curah hujan di DAS Ketahun Hulu berpotensi menyebabkan erosi yang tinggi. Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan erosi yang berbeda-beda. Arsyad (2006) mendefinisikan kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifatsifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1) Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan penghancuran agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Nilai K pada satuan lahan pengamatan intensif dihitung berdasarkan contoh tanah yang diambil pada saat melakukan survey lapangan. Contoh tanah ini kemudian dianalisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya

14 54 Lahan Institut Pertanian Bogor. Beberapa parameter yang dianalisis untuk menentukan nilai K adalah tekstur tanah, kelas struktur dan kelas permeabilitas tanah. Nilai K pada satuan lahan pengamatan intensif berkisar antara 0,071 0,435. Sifat fisik tanah dan analisis nilai K pada satuan lahan pengamatan intensif dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Nilai LS ditentukan oleh faktor kemiringan lereng dan panjang lereng. Kemiringan lereng pada satuan lahan pengamatan intensif bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam. Semakin besar persen kemiringan lereng dan panjang lereng pada suatu wilayah nilai LS akan semakin besar yang berarti potensi erosi akan semakin besar. Kemiringan lereng, panjang lereng dan analisis nilai LS di satuan lahan pengamatan intesif dapat dilihat pada Lampiran 17. Kegiatan pengelolaan tanah secara terus-menerus tanpa tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjaga kondisi tanah tersebut tetap produktif menyebabkan tanah semakin hari akan semakin terdegradasi. Nilai tindakan konservasi tanah atau nilai P ditentukan dengan melihat tindakan konservasi tanah yang sudah dilakukan kemudian membandingkannya dengan hasil penelitian nilai P yang telah ada (Lampiran 8). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penggunaan lahan usahatani berbasis tanaman kopi di lokasi pengamatan intensif belum menerapkan tindakan konservasi tanah. Pengelolaan lahan masih dilakukan dengan cara yang tradisional dan tanpa pemupukan. Demikian juga pada penggunaan lahan yang lain sehingga nilai P umumnya adalah 1 atau tanpa tindakan konservasi tanah. Hasil analisa prediksi erosi menunjukkan bahwa umumnya pola tanam dan agroteknologi aktual setiap tipe usahatani yang masih sangat sederhana dan belum menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang baik dapat memicu terjadinya erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi. Upaya-upaya untuk mengendalikan erosi harus segera dilakukan dengan menerapkan tindakantindakan konservasi tanah dan air yang dapat mengurangi erosi sampai batas yang dapat ditoleransikan. Analisa Usahatani Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Analisa data usahatani dilakukan untuk menilai pendapatan petani dari lahan yang dikelola dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis).

15 Analisis ini meliputi penerimaan usahatani, biaya dan pendapatan bersih usaha tani. Penerimaan usahatani dianalisis dengan hasil produksi semua komoditi yang diusahakan oleh petani di lahan garapannya selama satu tahun kemudian dirupiahkan sesuai dengan harga komoditi tersebut. Analisis biaya yang dilakukan terdiri dari analisis input usahatani berupa komponen tenaga kerja, bibit/benih, peralatan pupuk dan pestisida. Pendapatan usahatani diperoleh setelah penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Analisa usahatani ini dilakukan pada masing-masing pola tanam sesuai dengan luas lahan usahatani rata-rata petani per KK di lokasi pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu yaitu 1,5 hektar. Hasil analisis pendapatan petani pada berbagai pola tanam usahatani aktual berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Analisis Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Penerimaan Total Biaya Pendapatan Usahatani Usahatani Dikeluarkan Usahatani (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) UT UT UT UT UT UT Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri). Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan penerimaan usahatani setiap pola tanam aktual disatuan lahan pengamatan intensif berkisar antara Rp ,-/KK/tahun - Rp ,-/KK/tahun. Total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Pendapatan petani dari usahatani yang dilakukan berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Pedapatan usahatani tertinggi adalah pada tipe usahatani UT6 yaitu usahatani kopi dengan campuran pinang dan kemiri. Produktifitas tanaman kopi pada satuan lahan ini adalah 675 kg/hektar/tahun dengan harga biji kopi Rp. 55

16 ,-/kg. Pinang dan kemiri sebagai tanaman campuran dan ditujukan sebagai naungan tanaman kopi dapat memberikan penghasilan tambahan dari hasil panen buah pinang dan buah kemiri setiap tahunnya. Pendapatan usahatani terendah terdapat pada pola tanam UT2 yaitu tipe usahatani campuran kopi dengan sengon. Tipe usahatani UT2 memberikan penghasilan tambahan bagi petani dari penjualan kayu sengon jika sudah mencapai masa panennya. Berdasarkan hasil wawancara tanaman sengon ini dapat dipanen jika sudah mencapai umur 5 6 tahun. Pendapatan petani pada tipe usahatani UT1 adalah Rp ,-/KK/tahun. Produktifitas tanaman kopi pada UT1 adalah 800 kg/hektar/tahun dengan harga biji kopi Rp ,-/kg. Produktifitas kopi pada pola tanam UT1 lebih tinggi karena petani menerapkan pemupukan. Beberapa tipe usahatani lain yang terdapat di satuan lahan pengamatan intensif memberikan pendapatan tambahan selain tanaman kopi sebagai tanaman pokok dari tanaman campuran yaitu kayu bawang pada UT3, durian, nangka dan pisang pada UT4, karet dan nilam pada UT5. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner yang dilakukan di lokasi pengamatan intensif, secara umum pendapatan petani di DAS Ketahun Hulu hanya bergantung dari hasil pertanian yang diusahakan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil analisa usahatani menunjukkan pendapatan petani di lokasi pengamatan intensif masih berada dibawah standar kebutuhan hidup layak (Rp ,-/KK/tahun). Pendapatan petani yang masih berada dibawah standar hidup layak ini disebabkan oleh luas lahan yang dikelola oleh petani yang sempit, dan rendahnya produktifitas tanaman yang diusahakan. Pertumbuhan perekonomian masyarakat pedesaan yang lambat menyebabkan semakin sedikitnya sumber pendapatan lain sebagai tambahan penghasilan. Hasil analisa usahatani menyimpulkan bahwa pendapatan petani dari pola tanam dan agroteknologi aktual masih lebih rendah dari kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp ,-/KK/tahun) sehingga indikator pertanian berkelanjutan belum terpenuhi. Upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan petani perlu disusun dan direkomendasikan agar petani dapat memperoleh pendapatan yang layak. Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani agar dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bisa dilakukan dari sektor lain seperti usaha

17 57 ternak, apabila pendapatan dari usahatani sudah maksimal. Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi Erosi yang lebih kecil dari ETol adalah salah satu indikator suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil prediksi erosi pada lahan pertanian berbasis kopi yang umumnya lebih tinggi dari ETol, maka diperlukan perencanaan agroteknologi yang dapat memperkecil erosi sehingga pertanian dapat berkelanjutan. Yang perlu dilakukan adalah rekayasa sistem pertanian dan agroteknolgi yang dapat memperkecil nilai C dan P, karena faktor tersebut yang dapat diintervensi oleh manusia dengan menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah dan air. Sementara rekayasa terhadap faktor lain seperti erosivitas hujan dan erodibilitas tanah tidak mungkin dilakukan. Kalaupun dipaksakan, akan membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk melakukan hal tersebut. Untuk itu altenatif agroteknologi disusun berdasarkan nilai CP maksimum dan simulasi menggunakan metoda USLE untuk mengetahui apakah erosi sudah lebih kecil dari ETol. Beberapa pertimbangan lain untuk menentukan alternatif agroteknologi adalah faktor biaya dan kemampuan masyarakat untuk menerapkan teknologi. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner yang dilakukan dilokasi pengamatan intensif, petani menyadari bahwa kondisi lahan yang diusahakannya semakin lama mengalami kemerosotan kualitas diakibatkan pengelolaan tanah terus menerus. Mereka memberikan respon yang cukup baik setelah ditawarkan beberapa tehnik konservasi tanah untuk diterapkan. Beberapa tehnik-tehnik konservasi tanah yang ditawarkan antara lain pembuatan strip rumput, mulsa serasah, mulsa jerami, teras gulud, teras bangku, tanaman penutup tanah rendah, dan rorak. Responden yang menyatakan setuju dengan penerapan tindakan konservasi tanah sebanyak 80% dari responden yang diwawancarai. Tetapi karena modal yang dimiliki oleh petani terbatas, mereka menginginkan agar tehnik konservasi tanah yang diterapkan tidak membutuhkan modal yang besar dan sumberdaya yang digunakan untuk tindakan konservasi tanah tersedia di lokasi sehingga mampu mereka terapkan. Petani setempat menginginkan agar diadakannya pelatihan untuk menambah pengetahuan mereka tentang pembuatan dan pemeliharaan bangunan konservasi tanah sehingga pelaksanaannya dapat mereka lakukan dengan baik dan benar.

18 58 Bantuan pemerintah setempat sangat mereka harapkan baik dari sisi bantuan permodalan maupun pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang konservasi tanah dan air. Meskipun beberapa alternatif agroteknologi sudah ditawarkan kepada petani, alternatif agroteknologi tersebut harus tetap dianalisa terlebih dahulu keefektifannya dalam mengendalikan erosi. Analisa ini penting dilakukan sehingga dari beberapa alternatif agroteknologi tersebut dapat dipilih yang terbaik. Seperti halnya pada pola tanam dan agroteknologi aktual, prediksi erosi pada alternatif agroteknologi menggunakan metoda USLE. Alternatif agroteknologi yang efektif mengurangi erosi ditetapkan dengan simulasi USLE. Alternatif agroteknologi disusun sebanyak 2 (dua) tipe yaitu dengan menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang berbeda. Penyusunan 2 (dua) alternatif agroteknologi ini dimaksudkan agar petani dapat memilih tindakan konservasi tanah dan air yang akan diterapkan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Alternatif Agroteknologi 1 Alternatif agroteknologi 1 adalah menerapkan tindakan konservasi tanah dengan pembuatan strip rumput disertai dengan pemberian mulsa serasah sisa tanaman. Strip rumput adalah barisan rumput dengan lebar 0,5 1 meter dan jarak antar strip 4 10 meter yang ditanam sepanjang garis ketinggian (kontur). Jenis rumput yang umum digunakan antara lain: bahia (Paspalum notatum), bede (Brachiaria decumbens), rumput palisade (Brachiaria brizantha), rumput ruzi (Brachiaria ruziiensis), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum sp), serai (Cymbopogon citratus), setaria (Setaria sphacelata, Setaria anceps dan vetiver (Viteveria zizanioides). Mulsa serasah sisa tanaman adalah sisa tanaman atau tumbuhan yang telah dipotong-potong disebarkan merata di atas permukaan tanah. Mulsa ini berfungsi mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan sehingga dapat mengurangi daya kuras aliran permukaan. Tindakan konservasi tanah yang diterapkan disertai dengan pemberian pupuk untuk tanaman utama yaitu kopi. Pupuk yang diberikan sesuai

19 59 dengan standar Balitbang Pertanian (2008) yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL. Lahan dengan kelas kemampuan lahan VI atau lebih tinggi dengan faktor pembatas kelas lereng > 30 % diperuntukkan sebagai hutan. Penghijauan atau reboisasi diterapkan pada lahan pertanian yang memiliki kelas lereng diatas 30% untuk meningkatkan kerapatan tanaman kayu-kayuan sehingga dapat kembali berfungsi seperti hutan. Nilai P ditentukan berdasarkan nilai P strip rumput yaitu 0,4 (Lampiran 8) dikalikan dengan nilai P mulsa serasah atau jerami yang sudah ada yaitu 0,096 (Lampiran 7) sehingga nilai P alternatif agroteknologi 1 dengan menerapkan tindakan konservasi tanah teras gulud disertai penanaman tanaman penutup tanah adalah 0,04. Penghijauan atau reboisasi yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kerapatan tanaman agar dapat berfungsi seperti hutan kembali dengan nilai P adalah 0,005 sesuai dengan nilai P hutan sekunder yang sudah ada. Berdasarkan hasil simulasi prediksi erosi dengan USLE, alternatif agroteknologi 1 yaitu penerapan tindakan konservasi tanah dan air strip rumput disertai dengan pemberian mulsa serasah sisa tanaman dan pemupukan pada lahan usahatani berbasis kopi dan tindakan penghijauan atau reboisasi pada lahan dengan kemiringan diatas 30% dapat mengurangi erosi menjadi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 2,45 22,77 ton/hektar/tahun dengan erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 13,45 36,38 ton/hektar/tahun (Tabel 16). Salah satu indikator sistem pertanian berkelanjutan yaitu erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi tercapai, sehingga alternatif agroteknologi 1 direkomendasikan untuk diterapkan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu. Alternatif Agroteknologi 2 Alternatif agroteknologi 2 adalah menerapkan tindakan konservasi tanah dengan membuat teras gulud dengan tanaman penguat teras dan menambahkan mulsa serasah sisa tanaman. Teras gulud adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar cm dengan lebar cm. Beberapa tanaman penguat teras yang dapat digunakan antara lain adalah Althenanthera amoena Voss,

20 60 Indigofera endecaphylla jacq, Ageratum conyzoides L, Erechtites valerianifolia Rasim, Borreria latifolia Schum, Oxalis corymbosa DC dan beberapa jenis tanaman lainnya seperti rumput bede, rumput banggala, akar wangi dan rumput gajah. Mulsa serasah sisa tanaman adalah sisa tanaman atau tumbuhan yang telah dipotong-potong disebarkan merata di atas permukaan tanah. Mulsa ini berfungsi mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan sehingga dapat mengurangi daya kuras aliran permukaan. Tindakan konservasi tanah yang diterapkan disertai dengan pemberian pupuk untuk tanaman utama yaitu kopi. Pupuk yang diberikan sesuai dengan standar Balitbang Pertanian (2008) yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL. Lahan dengan kelas kemampuan lahan VI atau lebih tinggi dengan faktor pembatas kelas lereng > 30 % diperuntukkan sebagai hutan. Penghijauan atau reboisasi diterapkan pada lahan yang memiliki kelas lereng diatas 30% dengan dengan tujuan meningkatkan kerapatan tanaman kayu-kayuan sehingga dapat kembali berfungsi seperti hutan. Nilai P ditentukan berdasarkan nilai P teras gulud dengan tanaman penguat teras yaitu 0,5 (Lampiran 8) dikalikan dengan nilai P mulsa serasah atau jerami yang sudah ada yaitu 0,096 (Lampiran 7) sehingga nilai P alternatif agroteknologi 2 dengan dengan menerapkan tindakan konservasi tanah teras gulud disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman adalah 0,048. Nilai P penghijauan atau reboisasi adalah 0,005. Berdasarkan hasil simulasi prediksi erosi dengan USLE, alternatif agroteknologi 2 yaitu penerapan tindakan konservasi tanah dan air teras gulud dengan tanaman penguat teras disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman dan pemupukan pada setiap tipe usahatani berbasis kopi serta tindakan penghijauan atau reboisasi pada lahan dengan kemiringan diatas 30% dapat mengurangi erosi menjadi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 2,47 22,77 ton/hektar/tahun dengan erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 13,45 36,38 ton/hektar/tahun (Tabel 17). Salah satu indikator sistem pertanian berkelanjutan yaitu erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi tercapai, sehingga alternatif agroteknologi 2 ini direkomendasikan menjadi alternatif pilihan lain

21 selain alternatif agroteknologi 1 untuk diterapkan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu. 61

22 62 Tabel 16. Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu. SL Tipe Tindakan R K LS C P Prediksi ETol Usahatani Koservasi Erosi (ton/ha/thn) Tanah (ton/ha/ thn) 61 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,153 6,75 0,1 0,04 8,45 13,45** 79 Sawah Tetap 2048,85 0,137 0,88 0,01 1 2,47 31,10** 81 UT1 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,071 2,44 0,2 0,04 2,85 13,45** 152 UT2 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,222 3,61 0,15 0,04 9,84 13,45** 154 UT5 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,191 5,51 0,1 0,04 8,61 13,45** 157 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,408 5,29 0,1 0,04 17,70 22,18** 173 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,281 6,25 0,1 0,04 14,39 18,70** 174 UT2 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,289 1,89 0,15 0,1 6,71 21,24** 183 Hutan Tetap 2048,85 0,435 6,22 0, ,54 36,38** 186 UT5 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,361 4,77 0,1 0,04 14,11 17,92** 197 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,098 3,05 0,1 0,04 2,45 13,45** 203 UT2 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,415 3,23 0,15 0,04 16,50 20,52** 213 UT4 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,411 3,86 0,1 0,04 13,01 15,96** 234 UT2 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,204 10,92 0, ,77 22,80** 236 Hutan Tetap 2048,85 0,123 11,10 0, ,80 27,30** 247 UT3 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,152 12,73 0, ,84 21,12** 249 UT6 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,150 5,84 0,1 0,04 7,17 13,45** 250 UT6 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,190 8,71 0,1 0,04 13,53 18,18** Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), ), SR : Strip Rumput, Mulsa : Mulsa Serasah Sisa Tanaman, PPK : Pupuk. * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson 61

23 63 Tabel 17. Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu. SL Tipe Tindakan R K LS C P Prediksi ETol Usahatani Koservasi Erosi (ton/ha/thn) Tanah (ton/ha/ thn) 61 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,153 6,75 0,1 0,048 10,14 13,45** 79 Sawah Tetap 2048,85 0,137 0,88 0,01 1 2,47 31,10** 81 UT1 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,071 2,44 0,2 0,048 3,42 13,45** 152 UT2 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,222 3,61 0,15 0,048 11,81 13,45** 154 UT5 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,191 5,51 0,1 0,048 10,33 13,45** 157 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,408 5,29 0,1 0,048 21,24 22,18** 173 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,281 6,25 0,1 0,048 17,27 18,70** 174 UT2 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,289 1,89 0,15 0,048 8,06 21,24** 183 Hutan Tetap 2048,85 0,435 6,22 0, ,54 36,38** 186 UT5 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,361 4,77 0,1 0,048 16,93 17,92** 197 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,098 3,05 0,1 0,048 2,94 13,45** 203 UT2 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,415 3,23 0,15 0,048 19,79 20,52** 213 UT4 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,411 3,86 0,1 0,048 15,61 15,96** 234 UT2 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,204 10,92 0, ,77 22,80** 236 Hutan Tetap 2048,85 0,123 11,10 0, ,80 27,30** 247 UT3 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,152 12,73 0, ,84 21,12** 249 UT6 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,150 5,84 0,1 0,048 8,60 13,45** 250 UT6 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,190 8,71 0,1 0,048 16,24 18,18** Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), TG : Teras Gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa Serasah Sisa Tanaman, PPK : Pupuk. * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson 62

24 Analisa Usahatani Alternatif Agroteknologi Analisis pendapatan usahatani pada aternatif agroteknologi dilakukan sama dengan metoda analisa yang dilakukan terhadap pola tanam dan agroteknologi aktual. Analisa ini meliputi penerimaan usahatani, biaya yang dikeluarkan dan pendapatan usahatani. Perhitungan biaya dilakukan terhadap tenaga kerja dan sarana produksi termasuk biaya yang dikeluarkan untuk tindakan konservasi tanah yang diterapkan pada setiap pola tanam dan agroteknologi. Analisa penerimaan juga memperhitungkan kenaikan produktifitas tanaman akibat diterapkannya alternatif agroteknologi tersebut. Hasil dari analisa pendapatan usaha tani pada alternatif agroteknologi dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19. Tabel 18. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Tindakan Penerimaan Total Biaya Pendapatan Usahatani Konservasi Usahatani Dikeluarkan Usahatani Tanah (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) UT1 SR + Mulsa + PPK UT2 SR + Mulsa + PPK UT3 SR + Mulsa + PPK UT4 SR + Mulsa + PPK UT5 SR + Mulsa + PPK UT6 SR + Mulsa + PPK Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), SR : Strip Rumput, Mulsa : Mulsa Serasah Sisa Tanaman dan PPK : Pupuk. Tabel 18 memperlihatkan hasil analisis pendapatan dengan diterapkannya alternatif agroteknologi 1. Tindakan konservasi tanah strip rumput ditambah mulsa serasah dan pemupukan yang diterapkan pada alternatif agroteknologi 1 ini menyebabkan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan untuk tindakan-tindakan konservasi tanah dan pemupukan yang dilakukan pada setiap tipe usahatani sehingga menyebabkan kenaikan total biaya yang dikeluarkan yaitu berkisar Rp ,-/KK/tahun sampai Rp ,-/KK/tahun. Produktifitas tanaman terutama pada tanaman kopi meningkat dengan diterapkannya pemupukan sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Balitbang pertanian yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan 64

25 petani yang telah menerapkan pemupukan, produktifitas kopi setelah dilakukan pemupukan bisa mencapai 800 kg/hektar/tahun. Penerimaan petani dari hasil panen tanaman berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,- /KK/tahun. Pendapatan bersih usahatani yang diperoleh petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 ini berkisar antara Rp ,- /KK/tahun Rp ,-/KK/Tahun. Tabel 19. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Tindakan Penerimaan Total Biaya Pendapatan Usahatani Konservasi Usahatani Dikeluarkan Bersih Tanah (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) UT1 TG + Mulsa + PPK UT2 TG + Mulsa + PPK UT3 TG + Mulsa + PPK UT4 TG + Mulsa + PPK UT5 TG + Mulsa + PPK UT6 TG + Mulsa + PPK Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), TPT : Tanaman Penutup Tanah, TG : Teras Gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman dan PPK : Pupuk. Tabel 19 diatas menunjukkan bahwa total biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Seperti halnya pada alternatif agroteknologi 1, alternatif agroteknologi 2 dengan menerapkan pembuatan teras gulud ditambah mulsa serasah dan pemupukan mengakibatkan kenaikan total biaya usahatani secara keseluruhan. Kenaikan biaya ini disebabkan dengan adanya upah tenaga kerja dan bahan-bahan yang digunakan untuk tindakan-tindakan koservasi tanah dan pemupukan. Produktifitas tanaman terutama pada tanaman kopi meningkat dengan diterapkannya pemupukan sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Balitbang pertanian. Penerimaan petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 ini berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Pendapatan bersih yang diperoleh petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. 65

26 66 Pendapatan petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 dan 2 ini masih tetap berada dibawah standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu yaitu Rp ,-/KK/tahun. Upaya peningkatan pendapatan petani perlu dilakukan agar kebutuhan hidup layak dapat dipenuhi. Karena pendapatan dari sektor usahatani sudah maksimal, maka perlu direncanakan usaha dari sektor lain yang dapat menambah pendapatan petani pertahunnya sehingga mampu mencapai atau lebih tinggi dari standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu. Peningkatan Pendapatan Petani Sinukaban (2007) menyatakan bahwa sistem pertanian koservasi adalah sistem yang mengintegrasikan tindakan/tehnik konservasi tanah dan air kedalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas waktu (sustainable). Jadi tujuan utama pertanian konservasi bukan menerapkan tindakan/tehnik konservasi tanah dan air saja tetapi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mempertahankan pertanian yang lestari. Alternatif-alternatif agroteknologi yang direkomendasikan perlu ditambah dengan usaha-usaha lain yang mungkin dilakukan dan dapat memberikan penghasilan tambahan bagi petani karena berdasarkan analisa yang dilakukan pendapatan petani belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Upaya peningkatan pendapatan petani yang direkomendasikan adalah dengan usaha ternak karena dapat dilakukan oleh petani di lahan usaha taninya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, wilayah DAS Ketahun Hulu memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan usaha peternakan. Beberapa faktor yang mendukung dikembangkan usaha ini antara lain adalah pakan ternak yang cukup tersedia seperti rumput-rumputan dan daun-daunan. Sawah yang tersedia cukup untuk menyediakan dedak untuk pakan unggas. Lahan untuk menggembalakan ternak masih sangat luas tersedia di daerah ini. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga tersedia. Dari hasil wawancara dan kuesioner dengan beberapa petani di lokasi pengamatan intensif, masyarakat di DAS Ketahun Hulu belum mengembangkan usaha peternakan secara baik sehingga belum banyak membantu meningkatkan perekonomian masyarakat petani.

27 Usaha ternak yang disusun terbagi menjadi 3 kelompok antara lain T1 yaitu ternak ayam sebanyak 30 ekor dengan penambahan pendapatan sebesar Rp ,-/KK/tahun, T2 yaitu ternak ayam sebanyak 30 ekor dan kambing sebanyak 4 ekor dengan penambahan pendapatan sebesar Rp ,- /KK/tahun dan T3 yaitu ternak ayam sebanyak 30 ekor dan kambing sebanyak 5 ekor dapat memberikan tambahan penghasilan bagi petani sebesar Rp ,- /KK/tahun. Hasil analisa peningkatan pendapatan petani dengan menambahkan usaha ternak ditunjukkan pada Tabel 20 dan Tabel 21. Tabel 20. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Usahatani Tindakan Pendapatan Pedapatan Total Prediksi ETol dan Usaha Konservasi Usahatani Ternak Pendapatan Erosi (ton/ha/ Ternak Tanah (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (ton/ha/th) th UT1 + T1 SR+Mulsa+PPK ,85 13,45 + T2 SR+Mulsa+PPK ,85 13,45 + T3 SR+Mulsa+PPK ,85 13,45 UT2 + T1 SR+Mulsa+PPK ,84 13,45 + T2 SR+Mulsa+PPK ,84 13,45 + T3 SR+Mulsa+PPK ,84 13,45 UT3 + T1 SR+Mulsa+PPK ,70 22,18 + T2 SR+Mulsa+PPK ,70 22,18 + T3 SR+Mulsa+PPK ,70 22,18 UT4 + T1 SR+Mulsa+PPK ,01 15,96 + T2 SR+Mulsa+PPK ,01 15,96 + T3 SR+Mulsa+PPK ,01 15,96 UT5 + T1 SR+Mulsa+PPK ,61 13,45 + T2 SR+Mulsa+PPK ,61 13,45 + T3 SR+Mulsa+PPK ,61 13,45 UT6 + T1 SR+Mulsa+PPK ,53 18,18 + T2 SR+Mulsa+PPK ,53 18,18 + T3 SR+Mulsa+PPK ,53 18,18 Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), T1 : Ternak ayam 30 ekor, T2 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 4 ekor, T3 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor, SR : Strip Rumput, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman,, PPK : Pupuk. Berdasarkan hasil analisa pendapatan kombinasi alternatif agroteknologi 1 dan usaha ternak pada setiap tipe usahatani (Tabel 20), dipilih kombinasi yang memberikan hasil yang paling maksimal untuk direkomendasikan. Kombinasi alternatif agroteknologi 1 dengan usaha ternak yaitu penerapan strip rumput (SR) 67

28 ditambah mulsa serasah (Mulsa), pemupukan (PPK) dan T3 (usaha ternak 30 ekor ayam dan 5 ekor kambing) pada setiap tipe usahatani memberikan pendapatan yang paling maksimal sehingga dapat direkomendasikan untuk diterapkan oleh petani. Penerapan alternatif agroteknologi 1 yaitu strip rumput ditambah mulsa serasah, pemupukan dan T3 (ternak 30 ekor ayam dan 5 ekor kambing) yang direkomendasikan dapat meningkatkan pendapatan petani sehingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp /KK/Tahun) dengan pendapatan berkisar antara Rp ,- /KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Pendapatan yang paling tinggi dari semua tipe usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 ini adalah pada UT6 + T3 +SR + Mulsa + PPK yaitu Rp ,- /KK/tahun. Tabel 21. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Usahatani Tindakan Pendapatan Pedapatan Total Prediksi ETol dan Usaha Konservasi Usahatani Ternak Pendapatan Erosi (ton/ha/ Ternak Tanah (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (ton/ha/thn) th UT1 + T1 TG+Mulsa+PPK ,42 13,45 + T2 TG+Mulsa+PPK ,42 13,45 + T3 TG+Mulsa+PPK ,42 13,45 UT2 + T1 TG+Mulsa+PPK ,81 13,45 + T2 TG+Mulsa+PPK ,81 13,45 + T3 TG+Mulsa+PPK ,81 13,45 UT3 + T1 TG+Mulsa+PPK ,24 22,18 + T2 TG+Mulsa+PPK ,24 22,18 + T3 TG+Mulsa+PPK ,24 22,18 UT4 + T1 TG+Mulsa+PPK ,61 15,96 + T2 TG+Mulsa+PPK ,61 15,96 + T3 TG+Mulsa+PPK ,61 15,96 UT5 + T1 TG+Mulsa+PPK ,33 13,45 + T2 TG+Mulsa+PPK ,33 13,45 + T3 TG+Mulsa+PPK ,33 13,45 UT6 + T1 TG+Mulsa+PPK ,24 18,18 + T2 TG+Mulsa+PPK ,24 18,18 + T3 TG+Mulsa+PPK ,24 18,18 Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), T1 : Ternak ayam 30 ekor, T2 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 4 ekor, T3 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor, TG : Teras gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman,, PPK : Pupuk. Berdasarkan hasil analisa pendapatan kombinasi alternatif agroteknologi 2 68

29 69 dan usaha ternak pada setiap tipe usahatani (Tabel 21), dipilih kombinasi yang memberikan hasil yang paling maksimal untuk direkomendasikan. Kombinasi alternatif agroteknologi 2 dengan usaha ternak yaitu penerapan teras gulud (TG) ditambah mulsa serasah (Mulsa), pemupukan (PPK) dan usaha ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing) pada setiap tipe usahatani memberikan pendapatan yang paling maksimal sehingga dapat direkomendasikan untuk diterapkan oleh petani. Penerapan alternatif agroteknologi 2 yaitu teras gulud ditambah mulsa serasah, pemupukan dan T3 (ternak 30 ekor ayam + 5 ekor kambing) yang direkomendasikan dapat meningkatkan pendapatan petani sehingga sudah memenuhi standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp /KK/Tahun) dengan pendapatan berkisar antara Rp ,- /KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Pendapatan yang paling tinggi dari setiap tipe usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 ini adalah pada UT6 + T3 + TG + Mulsa + PPK yaitu Rp ,- /KK/tahun. Pendapatan petani meningkat setelah dilakukan penambahan usaha ternak pada ke 2 (dua) alternatif agroteknologi yang direkomendasikan. Pendapatan petani yang diperoleh dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 yaitu tindakan konservasi tanah strip rumput ditambah mulsa serasah, pemupukan dan usaha ternak berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,- /KK/tahun. Pendapatan petani yang diperoleh dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 yaitu tindakan konservasi tanah teras gulud ditambah mulsa serasah, pemupukan dan usaha ternak berkisar antara Rp ,-/KK/tahun Rp ,-/KK/tahun. Secara keseluruhan setiap usahatani dengan menerapkan semua alternatif agroteknologi yang direkomendasikan telah memenuhi indikator pertanian yang berkelanjutan yaitu pendapatan petani yang lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp ,- /KK/tahun) dan erosi yang lebih kecil dari ETol. Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan, satuan lahan pengamatan intesif DAS Ketahun Hulu terdiri kelas kemampuan I, II, III, IV dan VI. Lahan-lahan dengan kelas kemampuan I, II, III dan IV bisa digunakan untuk budidaya pertanian. Lahan-lahan yang memiliki kelas lereng diatas 30% dengan

30 70 kelas kemampuan lahan VI berdasarkan evaluasi kelas kemampuan lahan lebih baik diperuntukkan dan dipertahankan sebagai hutan. Tindakan yang dilakukan pada lahan-lahan usahatani dengan kelas lereng diatas 30% ini adalah mengembalikan fungsinya sebagai hutan dengan melakukan penghijauan atau reboisasi. Penghijauan atau reboisasi ini dimaksudkan untuk melakukan penanaman kembali dan menambah kerapatan tanaman kayu-kayuan sehingga dapat mengembalikan fungsi lahan-lahan tersebut menjadi hutan. Penggunaan lahan sawah dan hutan tetap dipertahankan sebagai sawah dan hutan. Usahatani berbasis kopi yang dilakukan oleh petani terdiri dari 6 tipe yaitu monokultur kopi (UT1), kopi dan sengon (UT2), kopi dan kayu-kayuan (UT3), kopi dan tanaman buah-buahan (UT4), kopi, karet dan nilam (UT5) dan kopi, pinang dan kemiri (UT6) masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan tindakan konservasi tanah yang baik. Prediksi erosi pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi tersebut lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi dan pendapatan petani belum mencukupi untuk hidup layak. Alternatif-alternatif agroteknologi yang diperlukan direkomendasikan agar dapat memenuhi indikatorindikator sistem pertanian berkelanjutan. Rekomendasi alternatif agroteknologi yang dipilih adalah agroteknologi yang memberikan pendapatan paling optimal dan memenuhi kebutuhan hidup layak, penerapan tindakan konservasi tanah yang dapat mengurangi erosi sampai batas yang dapat ditoleransikan dan alternatif agroteknologi tersebut dapat diterima dan dilakukan oleh petani dengan sumberdaya lokal yang dimilikinya. Rekomendasi alternatif-alternatif agroteknologi berbasis kopi di satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 22. Alternatif agroteknologi 1 adalah dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan strip rumput ditambah dengan mulsa serasah sisa tanaman, pempukan sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian (100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL) dan usaha ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing). Alternatif agroteknologi 2 adalah dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian (100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL) dan usaha ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing).

31 Tabel 22. Rekomendasi Alternatif Agroteknologi Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Usahatani Tindakan Total Prediksi ETol dan Usaha Konservasi Tanah Pendapatan Erosi (ton/ha/thn) Ternak (Rp/KK/thn) (ton/ha/thn) Alternatif Agroteknologi 1 UT1 + T3 SR+Mulsa+PPK ,85 13,45 UT2 + T3 SR+Mulsa+PPK ,84 13,45 UT3 + T3 SR+Mulsa+PPK ,70 22,18 UT4 + T3 SR+Mulsa+PPK ,01 15,96 UT5 + T3 SR+Mulsa+PPK ,61 13,45 UT6 + T3 SR+Mulsa+PPK ,53 18,18 Alternatif Agroteknologi 2 UT1 + T3 TG+Mulsa+PPK ,42 13,45 UT2 + T3 TG+Mulsa+PPK ,81 13,45 UT3 + T3 TG+Mulsa+PPK ,24 22,18 UT4 + T3 TG+Mulsa+PPK ,61 15,96 UT5 + T3 TG+Mulsa+PPK ,33 13,45 UT6 + T3 TG+Mulsa+PPK ,24 18,18 Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), T1 : Ternak ayam 30 ekor, T2 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 4 ekor, T3 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor, SR : Strip Rumput, TG : Teras Gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman,, PPK : Pupuk. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, secara keseluruhan penerapan alternatif-alternatif agroteknologi yang direkomendasikan telah memenuhi indikator pertanian berkelanjutan yaitu pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup layak, erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi dan agroteknologi dapat diterima dan dilakukan oleh petani dengan sumber daya lokal yang dimilikinya. Tabel 22 menunjukkan bahwa tipe usahatani UT6 dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 dan 2 memberikan pendapatan yang paling maksimal jika dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya. Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi di satuan lahan pengamatan intensif dilakukan dengan memperuntukkan lahan sesuai dengan kemampuannya berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan dan menerapkan alternatif-alternatif agroteknologi yang direkomendasikan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi dan digambarkan dalam bentuk peta (Gambar 9 dan Gambar 10). 71

32 72 Gambar 9. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan Pengamatan Intensif 71

33 73 72 Gambar 10. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan Pengamatan Intensif

34 74 Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan yang disusun di satuan lahan pengamatan intensif diekstrapolasi untuk seluruh DAS Ketahun Hulu sesuai dengan kemampuan lahan dan menerapkan alternatif-alternatif agroteknologi yang sudah ditentukan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi. Alternatif-alternatif agroteknologi berbasis kopi yang sudah memenuhi indikator pertanian berkelanjutan diterapkan pada semua penggunaan lahan kebun campuran yang terdapat di DAS Ketahun Hulu sesuai dengan karakteristik lahan. Alternatif agroteknologi yang direkomendasikan pada dasarnya dapat ekstrapolasikan di seluruh satuan lahan DAS Ketahun Hulu dengan penggunaan lahan kebun campuran yang memiliki kelas kemampuan lahan I sampai dengan IV (kelas lereng < 30%) dan semua jenis tanah. Berdasarkan prediksi erosi yang dilakukan di lokasi pengamatan intensif, alternatif agroteknologi 1 yang menerapkan tindakan konservasi tanah strip rumput ditambah mulsa serasah, pemupukan dan ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing) pada satuan lahan dengan semua kelas lereng dibawah 30 % (0% 8%, 8% 15% dan 15% 30%) dan semua jenis tanah sudah dapat mengurangi erosi sampai dibawah ambang batas erosi yang dapat ditoleransikan. Demikian pula dengan alternatif agroteknologi 2 yang menerapkan tindakan konservasi tanah teras gulud ditambah mulsa serasah, pemupukan dan ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing). Tipe usahatani yang diterapkan pada penggunaan lahan kebun campuran di seluruh DAS Ketahun Hulu dapat disesuaikan dengan tipe usahatani yang diinginkan oleh petani, karena tipe usahatani yang sudah diterapkan pada satuan lahan di luar lokasi pengamatan intensif belum diketahui. Semua tipe usahatani berbasis kopi bisa menjadi pilihan untuk diterapkan oleh petani di DAS Ketahun Hulu. Berdasarkan Tabel 22, tipe usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 dan 2 yang memberikan pendapatan paling maksimal adalah UT6. Tipe usahatani ini yang paling disarankan untuk diterapkan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu dengan menerapkan alternatif agroteknologi yang direkomendasikan karena memberikan pendapatan yang tertinggi dan erosi dibawah erosi yang dapat ditoleransikan. Lahan-lahan dengan penggunaan lahan hutan primer dan hutan sekunder

35 75 ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan walaupun memiliki kelas kemampuan lahan I - IV yang sesuai untuk budidaya pertanian. Lahan dengan penggunaan lahan sawah tetap dipertahankan sebagai sawah. Lahan-lahan yang memiliki kelas kelereng > 30 %, berdasarkan evaluasi kemampuan lahan memiliki kelas kemampuan lahan VI atau lebih tinggi, tidak disarankan untuk budidaya pertanian karena akan membahayakan dari sisi ekologis dan tidak menguntungkan dari sisi ekonomis. Lahan-lahan yang memiliki karakteristik seperti ini direkomendasikan untuk dilakukan penghijauan atau reboisasi yang ditujukan untuk meningkatkan kerapatan tanaman kayukayuan sehingga lahan tersebut dapat kembali berfungsi sebagai hutan. Proses ekstrapolasi rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani juga dibantu dengan peta arahan fungsi kawasan hutan untuk melihat batas-batas kawasan hutan dan kawasan budidaya pertanian. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan dan bertentangan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kawasan budidaya pertanian dan pemanfaatan yang lain selain hutan dapat dilakukan pada Areal Penggunaan Lain (APL). Lahan yang kondisi aktualnya adalah kebun campuran berbasis kopi yang masuk kedalam kawasan hutan tetap tidak disarankan sebagai lahan budidaya kecuali ada kebijaksanaan khusus dan kementerian kehutanan. DAS Ketahun Hulu berdasarkan peta arahan fungsi kawasan hutan terdiri dari kawasan hutan dan areal penggunaan lain. Kawasan hutan di DAS Ketahun Hulu antara lain Taman Nasional Kerinci Sebelat, Hutan Lindung BT. Daun, Cagar Alam Danau Tes dan CAD Menghijau. Berdasarkan overlay peta penggunaan lahan dan peta kawasan hutan dapat diketahui bahwa sudah terdapat lahan-lahan dengan penggunaan lahan kebun campuran yang berada di dalam kawasan hutan. Lahan-lahan usahatani atau kebun campuran yang berada di dalam kawasan hutan tersebut tetap tidak disarankan untuk budidaya pertanian kecuali ada kebijaksanaan khusus dari kementerian kehutanan. Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu digambarkan dengan peta rekomendasi (Gambar 11 dan Gambar 12).

36 76 Gambar 11. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 DAS Ketahun Hulu 75

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan DAS Krueng Peutoe yang luasnya 30.258 ha terdiri atas lima jenis penggunaan lahan, yaitu pemukiman, kebun campuran, perkebunan, semak belukar dan hutan primer. Dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu

Lampiran 1. Peta Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu 81 Lampiran 1. Peta Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu 81 82 Lampiran 2. Peta Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu 82 83 Lampiran 3. Peta Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu 83 84 Lampiran 4. Peta Kawasan Hutan DAS Ketahun

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU LUXMAN ARIEF A155080041 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dahulu dihitung faktor-faktor bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dahulu dihitung faktor-faktor bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala Untuk menentukan tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala maka terlebih dahulu dihitung faktor-faktor bahaya erosi yang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Menurut Singarimbun (1989 : 4) metode eksploratif yaitu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam. Tabel 13 Penggunaan lahan di DAS Sape Lombok Tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam. Tabel 13 Penggunaan lahan di DAS Sape Lombok Tengah 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan dan Pola Tanam Secara umum jenis penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian meliputi : sawah tadah hujan, tegalan, semak, hutan tanaman, kebun dan badan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007 PEMBUATAN GARIS KONTUR (SABUK GUNUNG)

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh : KRISTANTO NUGROHO NIRM. 02.6.106.09010.5.0021

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Kecamatan Jalancagak memiliki luas lahan 5.396,52 Ha yang sebagian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Kecamatan Jalancagak memiliki luas lahan 5.396,52 Ha yang sebagian BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya yaitu : 1. Kecamatan Jalancagak memiliki luas lahan 5.396,52 Ha

Lebih terperinci

Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat

Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat AMDAL (AGR77) Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat pendapatan, penguasaan teknologi, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada ketinggian antara 500 900 m. dpl, dengan suhu maksimum 30 derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu studi dari geomorfologi adalah mempelajari bentukbentuk erosi. Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah / bagianbagian tanah dari suatu

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

EI 30 = 6,119 R 1,21 D -0,47 M 0,53 Tabel IV.1 Nilai Indeks Erosivitas Hujan (R)

EI 30 = 6,119 R 1,21 D -0,47 M 0,53 Tabel IV.1 Nilai Indeks Erosivitas Hujan (R) BAB IV ANALISIS No. 4.1 Faktor Berpengaruh DalamTingkat Kehilangan Tanah Dalam menganalisis Fisik Kemampuan tanah terhadap erosi di gunakan pedoman Permen PU No.41/PRT/M/2007 yang didalamnya menjelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : 45-53 (1999) Artikel (Article) STUDI PERENCANAAN PENGELOLAAN LAHAN DI SUB DAS CISADANE HULU KABUPATEN BOGOR Study on Land Management Plan of Upper Cisadane

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat EnviroScienteae 10 (2014) 27-32 ISSN 1978-8096 STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AIR (TSS DAN TDS) DAS SEJORONG, KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta

Lebih terperinci

Pemilihan Lahan. Kesesuaian Lahan

Pemilihan Lahan. Kesesuaian Lahan Pemilihan Lahan Ketinggian tempat, suhu udara, dan curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kopi kondisinya disesuaikan dengan jenis kopi yang akan ditanam. Ketinggian tempat untuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam tiga dasawarsa terakhir, di Pulau Jawa telah terjadi pengalihan lahanlahan hutan menjadi lahanlahan bagi peruntukan kepentingan manusia seperti permukiman,

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH

PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH (PREDICTION OF EROSION ON AGRICULTURAL LAND IN KRUENG SIMPO SUB WATERSHED ACEH PROVINCE) Rini Fitri ABSTRACT Erosion on agricultural

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan 3.1 Hasil Percobaan Tugas Praktikum : 1. Tentukan jumlah teras yang dapat dibuat pada suatu lahan apabila diketahui data sebagai berikut : panjang lereng 200 m, kemiringan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air. Antara manusia dan lingkungan hidupnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL BESARAN TINGKAT EROSI PADA TIAP SATUAN LAHAN DI SUB DAS BATANG KANDIS

ANALISIS SPASIAL BESARAN TINGKAT EROSI PADA TIAP SATUAN LAHAN DI SUB DAS BATANG KANDIS ANALISIS SPASIAL BESARAN TINGKAT EROSI PADA TIAP SATUAN LAHAN DI SUB DAS BATANG KANDIS Rusnam 1, Eri Gas Ekaputra 1,Erich Mansyur Sitanggang 2, 1 Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau Manis-Padang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Erosi Metode yang digunakan pada pendugaan erosi adalah Persamaan 2.1 yaitu metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wishchmeier dan Smith (1978)

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

Ummi Kalsum 1, Yuswar Yunus 1, T. Ferijal 1* 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala PENDAHULUAN

Ummi Kalsum 1, Yuswar Yunus 1, T. Ferijal 1* 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala PENDAHULUAN Arahan Konservasi DAS Meureudu Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Conservation Directives of Drainage Basin Meureudu Using GIS Geographic Information Systems) Ummi Kalsum 1, Yuswar Yunus 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEKAMPUNG HULU PROVINSI LAMPUNG

PREDIKSI EROSI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEKAMPUNG HULU PROVINSI LAMPUNG PREDIKSI EROSI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEKAMPUNG HULU PROVINSI LAMPUNG Irwan Sukri Banuwa Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian Unila ABSTRACT Land degradation is a serious problem in Upper

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : 5.1 Kesimpulan 1. Sedimen pada Embung Tambakboyo dipengaruhi oleh erosi

Lebih terperinci

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH Usulan Penelitian Skripsi S-1 Program Studi Geografi Konsentrasi Sumberdaya Lahan Diajukan Oleh: AINUN NAJIB NIRM: 05.6.106.09010.50088

Lebih terperinci

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S1 Program Studi Geografi Oleh : JOKO TRIYATNO NIRM. 03.6.106.09010.5.0016

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pertanian lahan kering adalah merupakan suatu bentuk bercocok tanam diatas lahan tanpa irigasi, yang kebutuhan air sangat bergantung pada curah hujan. Bentuk pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan yang sangat intensif serta tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan menimbulkan adanya degradasi lahan. Degradasi lahan yang umum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci