PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Liana Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pertanian lahan kering adalah merupakan suatu bentuk bercocok tanam diatas lahan tanpa irigasi, yang kebutuhan air sangat bergantung pada curah hujan. Bentuk pertanian seperti ini disebut tegalan, ladang dan huma, umumnya tersebar di kawasan hutan hujan tropika. Ciri penting dari sistem pertanian ini adalah ketergantungannya yang tinggi pada kondisi iklim terutama curah hujan dan dalam pengelolaannya kondisi lahan relatif terbuka sepanjang tahun. Kondisi lahan seperti ini ditambah dengan curah hujan yang tinggi, menyebabkan lahan-lahan pada sistem pertanian ini sangat peka terhadap erosi dan pencucian hara. Disamping itu pengangkutan sisa-sisa tanaman keluar usahatani dan cara pembersihan dengan pembakaran semakin mempercepat laju penurunan kualitas lahan. Cara pengelolaan seperti ini sangat merusak, sehingga mempercepat meluasnya lahan kritis. Umumnya kerusakan lahan di Indonesia terjadi akibat penggunaan lahan secara intensip tanpa tindakan konservasi yang memadai. Belum diterapkannya teknik konservasi pada lahan pertanian cenderung disebabkan oleh faktor sosial ekonomi dan budaya serta kesadaran petani yang rendah. Penerapan teknik konservasi bagi petani marginal dianggap sebagai suatu tambahan kerja dan tidak memberikan tambahan pendapatan secara langsung. Hal ini sebenarnya suatu persepsi yang keliru. Kekeliruan persepsi ini terutama disebabkan karena pengetahuan tentang penerapan teknik konservasi masih rendah, termasuk pengetahuan terhadap kondisi biofisik lahan. Diketahui bahwa sebagian besar tanah di kawasan hutan hujan tropika terdiri dari jenis podsolik merah kuning yang peka tehadap erosi dan tingkat kesuburan tanah rendah (Foth 1991). Sinukaban (1994) mengemukakan bahwa petani miskin di lahan yang miskin akan terus saling memiskinkan kalau faktor-faktor penyebabnya tidak dibenahi. Situasi pertanian di daerah yang demikian biasanya terkesan gerah, tidak teratur dan tidak produktif. Keadaan seperti ini hampir dapat dijumpai di seluruh Indonesia terutama pada kawasan pertanian dengan sistem pertanian lahan kering.
2 2 Kondisi pengelolaan lahan yang demikian akan semakin memperluas terjadinya lahan kritis dan kesenjangan sosial masyarakat. Data statistik Indonesia (1990) menunjukkan bahwa pada tahun 1985 lahan kritis di Indonesia seluas hektar, meningkat menjadi hektar pada tahun 1989 atau meningkat sebesar 143 persen, dengan penyebab utama adalah lahan-lahan bekas tegalan, ladang dan huma. Jumlah ini belum termasuk lahan yang tidak dimanfaatkan seluas hektar dan lahan-lahan pertanian tanpa irigasi lainnya seluas hektar, yang potensil menjadi kritis karena dikelola tanpa konservasi. Pertambahan luas lahan kritis paling banyak terjadi di Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi. Menurut Baharsjah (1994) luas lahan tidak produktif di Indonesia 38 juta hektar atau 20 persen dari luas daratan Indonesia. Sedang pada tahun 2007, luas lahan kritis bertambah menjadi 77,8 juta ha, (Dirjen RPLS) meningkat sangat tajam dibanding Pertambahan lahan kritis ini terjadi akibat pengelolaan pertanian dan penggundulan hutan. Motif pertambahan luas lahan kritis dalam satu decade terakhir ini telah bergeser dari penggunaan lahan untuk pertanian tanpa konservasi ke penebangan hutan untuk produksi kayu, usaha-saha kehutanan seperti Hutan Tanaman Industri dan pertambangan. Aktivitas pembukaan lahan dalam skala besar tanpa diikuti dengan rehabilitasi lahan memberikan ancaman yang lebih serius terhadap konservasi tanah dan air di Indonesia. Pengelolaan usaha tani yang baik harus dapat memberikan produksi yang cukup tinggi bagi petani secara terus-menerus. Hal ini dapat dicapai bila erosi yang terjadi pada lahan usahatani masih berada dibawah besarnya erosi yang dapat ditoleransikan Etol (Sinukaban 1994). Dikemukakan pula bahwa pengelolaan usahatani dengan erosi yang lebih kecil dari Etol dapat dicapai dengan beberapa cara antara lain melalui pemilihan dan rotasi komoditas pertanian secara tepat, penggunaan mulsa, pembuatan teras dan lain-lain. Pemilihan dan rotasi tanaman secara tepat merupakan salah satu alternatif yang menguntungkan karena dapat meningkatkan produktivitas lahan, permukaan tanah tertutup sepanjang tahun, dan tanah terhindar dari energi kinetik air hujan yang merusak serta pengaruh iklim lainnya.
3 3 Arsyad (1989) mengemukakan bahwa penentuan erosi yang dapat ditoleransikan perlu karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman dan untuk tempat penyimpanan air serta unsur hara yang diperlukan bagi tanaman. Oleh karena itu suatu lahan yang dimanfaatkan harus dapat diprediksi besarnya erosi yang terjadi, agar dapat dilakukan berbagai tindakan konservasi. Salah satu metoda prediksi erosi adalah model kotak kelabu untuk bidang tanah dengan ukuran standar yang dikembangkan oleh Wischmeimer dan Smith (1978) dikenal dengan the Universal Soil Loss Equation atau USLE. Persamaan ini adalah A = R K L S C P, dimana A = besarnya tanah tererosi, R = faktor erosivitas hujan, K = erodibilitas tanah, L = panjang lereng, S = kecuraman lereng, C = faktor pengelolaan tanaman, dan P = faktor pengelolaan tanah. Faktor- faktor RKLS merupakan faktor-faktor yang bersifat tetap, sedang faktor C dan P merupakan faktor pengelolaan yang dapat dimanipulasi. Berdasarkan persamaan diatas, maka nilai faktor C dan P merupakan nilai faktor yang berhubungan erat dengan tindakan konservasi yang dilakukan. Karena RKLS adalah faktor-faktor yang bersifat tetap yang mempengaruhi besarnya erosi. Semakin kecil nilai faktor C dan P, erosi yang terjadi akan semakin rendah, berarti penerapan konservasi semakin baik. Atau dengan kata lain penerapan konservasi yang baik harus dapat menekan erosi sekecil mungkin sekaligus memberikan produksi pertanian yang tinggi secara terus-menerus. Saat ini teknologi konservasi yang sesuai untuk sistem pertanian lahan kering di Indonesia telah cukup berkembang. Metoda pendekatan secara rnekanik, kimia dan vegetatif telah banyak diternukan, tetapi masih terbatas pada pengujian demplot. Ditingkat petani belum banyak berkembang, kalaupun ada umumnya dalam bentuk proyek pemerintah. Hambatan ditingkat petani bukan saja disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi yang rendah, tetapi petani tidak merasakan manfaat langsung dari penerapan teknik konservasi. Bahkan ada anggapan bahwa penerapan teknik konservasi tidak memberikan hasil, malah
4 4 sebaliknya memberikan tambahan kerja dan biaya. Anggapan seperti ini karena terbatasnya modal dan tenaga kerja dikalangan petani lahan kering. Dengan ketersediaan tenaga kerja rata-rata 2,8 HKP (hari kerja pria), per hari per keluarga (di Sulawesi Tenggara) (Djuhumria l988), maka luas lahan yang dapat diolah untuk satu musim tanam rata-rata 0,7 hektar dari luas pemilikan 2-3 hektar. Di Sulawesi Tenggara ketersediaan tenaga kerja bagi sebagian besar peladang adalah 2,8 HKP (hari kerja pria) perhari per keluarga, dengan kemampuan olah lahan 0,7 hektar dari luas pemilikan lahan 2 3 hektar. (Dujuhumria 1988). Sedang di Lampung satu keluarga transmigrasi memiliki tenaga kerja per hari per keluarga 1,75 HOK (hari orang kerja), kemampuan olah lahan antara 0,5-0,75 hektar dari luas pemilikan lahan pertanian 1,75 hektar, Nasendi dan Anwar (1985). Sedang menurut Juwanti et al. (1992) dan Sinukaban (1994) mengemukakan bahwa luas usahatani petani di DAS Jratunseluna dan Brantas memiliki lahan bervariasi dari 0,30-1,1 hektar, dengan luas pengusahaan rata-rata oleh setiap petani berkisar dari 0,358-0,770 hektar. Kemampuan pengelolaan lahan yang terbatas juga disebabkan karena faktor penguasaan teknologi, modal dan lain-lain. Harijaya (1995) mengemukakan adanya anggapan klasik sebagian besar petani di Indonesia bahwa tanah-tanah disini cukup subur dan dapat dipergunakan sepanjang masa tanpa memerlukan perlakuan yang teratur. Anggapan seperti ini juga merupakan kendala dalam menerapkan teknik konservasi di tingkat petani, Persepsi yang keliru inilah juga merupakan penyebab tidak berkembangnya teknik konservasi di kalangan petani. Dalam memberikan arahan tepat dalam pembenahan faktor-faktor fisik lahan melalui penerapan teknik konservasi, perlu diikuti dengan analisis sosial ekonomi. Kendala-kendala seperti biaya, tenaga kerja dan pola tanam perlu diperhitungkan. Dalam konteks ini sistem pengelolaan usahatani dapat di dekati dengan melakukan analisis investasi atau analisis proyek (Gittinger 1982). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara holistic terhadap pengelolaan pertanian lahan kering.
5 5 Dengan Demikian pertimbangan-pertimbangan biofisik dan sosial ekonomi harus dianalisis secara bersamaan dan simultan. Disinilah diperlukan pendekatan yang konprehensif dalam pengembangan suatu analisis cara bertani di lahan kering secara berkelanjutan. Permasalahan Permasalahan pokok dalam pengembangan pertanian lahan kering saat ini adalah belum optimalnya.penggunaan lahan baik secara biofisik maupun sosial ekonomi dalam rangka penyelenggaraan sistem pertanian yang berkelanjutan. Secara rinci pernyataan permasalahan dalam mengoptimalkan penggunaan lahan kering baik secara biofisik dan sosial ekonomi adalah: 1. Bagaimana mengembangkan suatu sistem pengelolaan tanah dan tanaman melalui penerapan prinsip-prinsip konservasi secara optimal untuk mendapatkan tingkat pengelolaan biofisik lahan terbaik dalam rangka pelaksanaan sistem pertanian lahan kering berkelanjutan, 2. Bagaimana kombinasi pengelolaan tanah dan tanaman dengan prinsip prinsip konservasi berdasarkan kriteria sosial ekonomi, agar dapat memberikan hasil yang optimal. 3. Bagaimana mengelola pola pertanaman (diversifikasi usahatani) secara layak agar dapat memberikan manfaat terhadap perbaikan biofisik lahan dan pendapatan petani. 4. Bagaimana mengembangkan konsep keterpaduan secara biofisik dan sosial ekonomi untuk mendukung sistem pertanian yang berkelanjutan. Kerangka Pemikiran Sistem pertanian berkelanjutan dapat dicapai apabila kondisi biofisik lahan terpelihara dengan baik sehingga memungkinkan produktivitas lahan tetap tinggi dan dapat memberikan pendapatan yang layak bagi petani. Hubungan antara terpeliharanya biofisik lahan dan peningkatan pendapatan harus berjalan secara paralel, karena produksi pertanian dapat meningkat bila tanaman mendapatkan media tumbuh yang baik. Dilain pihak kondisi biofisik lahan dapat terpelihara
6 6 dengan baik jika petani memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memperbaikinya serta adanya insentif untuk memelihara kondisi biofisik lahan, berdasarkan metode yang benar yang mereka anut. Metode untuk mempertahankan kondisi biofisik lahan terutama pada pertanian lahan kering mutlak diperlukan. Derajat kebutuhannya bukan hanya berkaitan dengan pengetahuan teknik konservasi tetapi juga kesadaran ancaman degradasi lahan akibat salah kelola. Artinya mereka harus paham bahwa lahan yang dikelola perlu terus dijaga karena dengan demikian akan menjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya akibat salah kelola akan merugikan mereka secara langsung, termasuk masyarakat di luar sistem pertanian yang terkena dampak secara langsung misalnya akibat erosi, maupun yang bergantung pada produksi pertanian. Kerusakan lahan juga tidak hanya bersifat in-situ, tetapi juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar lahan yang tererosi bahkan sampai pada radius yang sangat luas (ex-situ). Kondisi seperti ini dapat terjadi sesuai bentuk kawasan daerah aliran sungai. Kerusakan yang terjadi secara in-situ maupun ex-situ kedua-duanya berakibat kerugian baik secara fisik maupun sosial ekonomi. Oleh sebab itu petani merupakan aktor kunci yang perlu diberdayakan dan ditingkatkan pengetahuan, keterampilan, pendapatan serta memberikan insentif lainnya, sehingga mereka mau menerapkan teknik-teknik konservasi dan menjadi bagian dari kebiasaannya. Program konservasi seperti Upland Agriculture and Conservation Project (UACP), di DAS Jratunseluna dan Brantas, dan beberapa penelitian yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan tiga lokasi di Sulawesi yaitu di Gorontalo (Sulut), di Maros (Sulsel) dan di Kendari (Sultra), merupakan refensi yang baik untuk dasar pengembangan pertanian berkelanjutan dilahan kering. Hasil evaluasi tahun l99l/l992 menunjukkan bahwa laju erosi di DAS Jratunseluna dan DAS Brantas telah dapat diturunkan hingga 60 persen, tetapi masih tetap berada diatas erosi yang ditoleransikan. Sinukaban (1994) mengemukakan bahwa salah satu penyebab adalah tidak terpeliharanya komponen teknik konservasi dan kurang tepatnya sistem pengelolaan tanah dan tanaman
7 7 yang diterapkan. Selanjutnya dikemukakan bahwa hal itu disebabkan; (1) kurangnya pemahaman petani tentang fungsi komponen teknik konservasi tanah yang telah dibangun, (2) kurangnya penyuluhan tentang pentingnya pemeliharaan komponen-komponen pengendalian erosi untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas secara lestari, (3) mahalnya biaya pemeliharaan yang dapat mencapai Rp ,-/ha/tahun, dan (4) rendahnya pendapatan keluarga. Kenyataan ini menunjukkan untuk mempertahankan kelestarian komponen biofisik, petani dituntut untuk terampil dan mempunyai kesadaran, serta memerlukan kemampuan ekonomi yang stabil. Arsyad (1989) mengemukakan bahwa keseimbangan antara sub sistem sosial ekonomi dan sub sistem biofisik sangat penting, karena sub sistem biofisik merupakan dasar yang akan menentukan struktur dan bentuk dari sub sistem sosial ekonomi. Sub sistem biofisik yang dibangun oleh komponen tanah, topografi dan penggunaan lahan, sangat penting dan menentukan keberlanjutan dari usaha tani. Sedang keberlanjutan dari suatu usaha tani selain didukung oleh faktor-faktor biofisik yang lestari juga memerlukan manajemen usahatani yang baik. Untuk menjaga kelestarian kondisi biofisik, maka selain diterapkan teknikteknik konservasi, juga diperlukan tindakan-tindakan pemeliharaan seperti penyiangan, pemupukan, penambahan bahan organik, dan lain-lain. Hal ini digambarkan oleh Sumarwoto (1974) sebagai usaha pemberian energi untuk mempertahankan suatu kemantapan ekosistem pertanian. Sedang Clapham (1976) menggambarkan tindakan-tindakan tersebut sebagai tekanan balik dari suatu ekosistem yang dimanfaatkan. Oleh karena luasnya permasalahan lingkungan dalam kaitannnya dengan pengelolaan pertanian lahan kering, maka kajian dalam penelitian ini dibatasi pada analisis hubungan antara faktor biofisik yang berkaitan dengan degradasi lahan (erosi), faktor ekonomi yaitu produksi dan pendapatan serta faktor sosial budaya seperti perilaku petani peladang, perubahan sikap terhadap inovasi dan tata cara bertani. Diagram kerangka pikir dan faktor-faktor yang dikaji dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
8 8 USAHA TANI TANPA MEMPERHATIKAN KEBERLAJUTAN EROSI TINGGI ALIRAN PERMUKAAN TINGGI ``` PROSES KEKAYAAN (EXSITU) SEDIMENTASI KESUBURAN LAHAN MENURUN (INSITU) KERUSAKAN TATA AIR PENDANGKALAN KUALITAS AIR RENDAH RODUKSI MENURUN BANJIR DAN KEKERINGAN MENGURANGI FUNGSI SOSEK PROD. BIOTA RENDAH PENDAPATAN MENURUN KUALITAS LINGK. HIDUP RENDAH KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MENURUN Keterangan: faktor yang dikaji Gambar l Diagram kerangka pikir keterkaitan permasalahan usahatani tanpa memperhatikan keberlanjutan dan faktor-faktor yang menjadi fokus pengkajian. Dengan demikian utnuk mengembangkan suatu sistem pertanian secara berkelanjutan maka diperlukan pendekatan komprehensif dengan memperhatikan komponen biofisik dan sosial melalui analisis tingkat degradasi lahan dan analisis teknologi konservasi, analisis nilai ekonomi total dan analisis manfaat lingkungan serta analisis kondisi sosial dan budaya. Hubungan proses analisis biofisik dan sosial ekonomi untuk mencapai sistem pertanian berkelanjutan disajikan pada Gambar 2.
9 9 Komponen Biofisik Degradasi Lahan Teknik Konservasi Pertanian Berkelanjutan Komponen Sosial Ekonomi Ekonomi Lingkungan Agrosekosistem Investasi Perubahan Sosial Gambar 2 Bagan alur analisis pengembangan sistem pertanian berkelanjutan. Tujuan, Kegunaan Penelitian dan Hipotesis Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pengelolaan sistem pertanian lahan kering secara berkelanjutan yang meliputi : 1. faktor-faktor pengelolaan biofisik pertanian lahan kering berdasarkan analisis degradasi lahan dan analisis teknik konservasi dalam rangka mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan, 2. faktor-faktor sosial ekonomi ekonomi lingkungan berdasarkan pendekatan nilai ekonomi total (NET) dan dilanjutkan dengan analisis investasi untuk mendapatkan kelayakan secara finansial dan ekonomi lingkungan berdasarkan alternative pengelolaan, untuk mendukung terwujudnya sistem pertanian yang berkelanjutan, 3. Mengembangkan model pertanian lahan kering berkelanjutan yang memungkinkan dalam jangka waktu 3 5 tahun petani lahan kering dapat mencapai tingkat kebutuhan hidup layak
10 10 Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif tentang cara-cara perlakukan teknik konservasi pertanian lahan kering guna mendapatkan model pengembangan yang sesuai dengan biofisik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat. 2. Merupakan masukan para pengambil kebijakan dalam mengembangkan pertanian lahan kering secara berkelanjutan. 3. Mengembangkan model system pertanian lahan kering berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan ukuran kebutuhan hidup layak. Hipotesis Hipotesis utama adalah bahwa melalui penerapan teknik konservasi pada pertanian lahan kering, dapat menjaga kondisi biofisik lahan serta meningkatkan pendapatan pateni dan memperbaiki kondisi sosial petani lahan kering. 1. Secara biofisik hipotesis diterima bila erosi yang ditimbulkan berdasarkan penerapan teknik konservasi lebih kecil dari erosi yang ditoleransi (Etol) 2. B/C ratio total manfaat lebih besar dari B/C ratio manfaat langsung ; NPV pola taman dengan kondisi biofisik terbaik posif. 3. Pendapatan petani setelah 3 5 tahun lebih besar atau sama dengan standar kebutuhan hidup layak (KHL)
PENDAHULLUAN. Latar Belakang
PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI
BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan
Lebih terperinciPanduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan
Standar Nasional Indonesia Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan ICS 13.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)
Lebih terperinciPerkembangan Potensi Lahan Kering Masam
Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan penduduk yang cukup tinggi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan pertanian semakin besar. Disamping itu, perkembangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi
3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan
Lebih terperinciTUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinci2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
4 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pengertian dan Tujuan Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sehingga semua air yang jatuh pada area
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara
Lebih terperinciMENENTUKAN LAJU EROSI
MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah lingkungan hidup di Indonesia adalah kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TERPADU, KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TERPADU, KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Oleh : Sudaryono *) Abstrak Upaya pengelolaan DAS terpadu di Indonesia telah lama diterapkan dengan memperkenalkan berbagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut
TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian
Lebih terperinci1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA
Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia 1 1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA Ai Dariah, Achmad Rachman, dan Undang Kurnia Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak
Lebih terperinciMakalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )
KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah vegetasi, tanah dan air serta jasa-jasa lingkungan yang merupakan modal bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Lebih terperinciPEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO
PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia
Lebih terperinciPrestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng
KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi lahan kering untuk menunjang pembangunan pertanian di Indonesia sangat besar yaitu 148 juta ha (78%) dari total luas daratan Indonesia sebesar 188,20 juta ha
Lebih terperinciSUMBERDAYA LAHAN INDONESIA
Kuliah 2 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Luas Wilayah : 600 Juta Ha Luas Daratan : 191 Juta Ha Luas Lautan : 419 Juta Ha Jumlah Pulau : 17 Ribu Panjang Pantai : 80 Ribu Km Jumlah G.Api : 130 Luas Rawa : 29
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan
No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik
Lebih terperinciBab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).
BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,
Lebih terperinciVIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR
VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR KONSERVASI TANAH : Penggunaan tanah sesuai dengan kelas kemampuan tanah dan memperlakukan tanah tersebut agar tidak mengalami kerusakkan. Berarti : 1. menjaga tanah agar
Lebih terperinciPOTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK
1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan
Lebih terperinciMODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG
MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian
Lebih terperinci1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA
1 1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA Ai Dariah, Achmad Rachman, dan Undang Kurnia Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia
Lebih terperinciPERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING. di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN
PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN Sebagian besar lahan di propinsi NTB berupa lahan kering 1.807.463 ha atau 84% dari luas wilayah NTB (Suwardji, 2004).
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh
Lebih terperinciPenggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan
Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciSTUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)
JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat
Lebih terperinciTri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat
J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki peran penting terhadap suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Setiap aktivitas yang dilakukan manusia sangat berpengaruh terhadap DAS, baik secara langsung
Lebih terperinciPEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR
PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR SKRIPSI OLEH: FRISCA ELIANA SIDABUTAR 031201021/MANAJEMEN HUTAN
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Garang merupakan DAS yang terletak di Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo dan Garang, berhulu
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah aktivitas manusia, dan
PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM KONSERVASI AIR Oleh: Dr.rer.nat. W.Lestari, MSc. Fakultas Biolog i, Un iversitas Jenderal Soedirman Jl. Dr.Soeparno 63 Punrokerto 53125 Pendahuluan Air adatah bahan yang
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia
Lebih terperinciatau erosi yang menyebabkan tanah menjadi kritis baik fisik
1. Latar Belakang Masalah Kondisi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam hutan, tanah dan dr dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan kecenderungan semakin menurun. Penurunan kondisi sumberdaya
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE
BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,
Lebih terperinciKAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR
KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu objek pemenuhan
Lebih terperinciPRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciErosi. Rekayasa Hidrologi
Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,
Lebih terperinciSESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.
SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
124 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan dan memberikan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan Sub Daerah Aliran
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan
BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian adalah semacam latar belakang argumentatif yang dijadikan alasan mengapa suatu metode penelitian dipakai dalam suatu kegiatan penelitian. Metodologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya penanganan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Jawa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya penanganan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Jawa telah banyak dilakukan diantaranya dengan penerapan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup,
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan
Lebih terperinci