IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Biomassa kelapa sawit diperoleh sesuai dengan tahun tanamnya. Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses fotosintesa yang dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, dimana biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dalam proses fotosintesis, dan hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal. Karbon atas permukaaan dapat diduga jika biomassa telah diketahui. Pada penelitian ini karbon atas permukaan terbagi menjadi karbon biomassa kelapa sawit dan semak. Pengukuran karbon biomassa nekromassa tidak dilakukan karena pada lahan gambut kebun Meranti Paham sudah ada sejak tahun 1987 sehingga nekromassa sudah dianggap terlapuk menjadi gambut Karbon Biomassa Kelapa Sawit Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Teknik untuk mengukur biomassa bisa dilakukan dengan menggunakan metode destruktif. Pendugaan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif dilakukan dengan cara menebang dan menimbang bagian-bagian pohon kelapa sawit. Bagian pohon kelapa sawit yang diambil untuk penelitian sebelumnya yaitu terdiri dari biomassa batang, pelepah dan daun. Tabel 6 merupakan pengukuran biomassa kelapa sawit yang dilakukan pada penelitian Yulianti (2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tua umur tanam kelapa sawit maka biomassanya akan semakin meningkat, tetapi

2 22 pada umur tertentu tidak akan terjadi peningkatan biomassa bahkan cenderung terjadi penurunan. Penanaman di kebun kelapa sawit Meranti Paham PT Perkebunan Nusantara IV dilakukan dengan menggunakan jarak 8 m x 9 m dan/atau 9 m x 9 m dengan kerapatan maksimum 130 pohon/ha. Penetapan jarak tanam disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang berkaitan dengan ketebalan gambut, tingkat kematangan, tata air dan teknik pengelolaannya. Apabila ada tanaman yang mati atau mengalami gangguan hama dan penyakit maka dilakukan penyisipan dengan tanaman baru. Berdasarkan jumlah kerapatan kelapa sawit maksimal tersebut, maka dihitung biomassa dari masing-masing umur tanam untuk setiap hektar. Tabel 5 menunjukkan biomassa kering pada berbagai umur tanaman yang berbeda. Pada Tabel 5 ditunjukkan hasil perhitungan biomassa kelapa sawit dengan menggunakan metode destruktif. Metode ini dilakukan untuk mengetahui kandungan biomassa yang terdapat pada kelapa sawit. Angka pada kolom tahun tanam tanaman di Tabel 5 merupakan tahun tanam dari kelapa sawit tersebut sedangkan huruf menyatakan blok tanaman. Misalnya 90R menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit tersebut ditanam pada tahun 1990 dan terdapat pada blok R. Contoh pohon kelapa sawit yang digunakan untuk metode destruktif dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 sampai 5. Pengukuran dilakukan pada berbagai umur tanam dan umumnya menggunakan 5 contoh tanaman pada setiap umurnya sehingga didapat rataan nya. Data pada Tabel 5 dan 6 merupakan data dari penelitian sebelumnya (Yulianti, 2009). Biomassa umur tanaman 21 tahun, diasumsikan sama dengan umur tanam 19 tahun. Begitu juga dengan umur tanaman 12 tahun disamakan dengan umur tanam 11 tahun. Hal ini dilakukan karena keterbatasan data tanaman untuk umur tanaman 21 dan 12. Pada umur kelapa sawit 20 dan 18 tahun berat kering biomassanya lebih kecil daripada umur kelapa sawit 17 tahun. Meskipun demikian secara umum dapat disimpulkan berat biomassa kering semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur dari kelapa sawit dan pertumbuhannya akan terhenti pada suatu usia tertentu.

3 23 Tabel 5. Biomassa Bagian-Bagian Contoh Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 No Tahun Tanam Tanaman Umur Tanaman Biomassa kering(kg) Batang Pelepah Daun Total 1 90R ,49 21,4 19,4 2 90R ,24 61,71 24, R ,69 28,36 25, R ,02 23,26 30, R ,02 29,53 29,83 Rataan 149,09 32,85 25, Z ,92 40,7 33, Z ,99 17,97 28, Z ,72 28,08 24, Z ,38 18,15 18, Z ,55 32,69 29,12 Rataan 175,51 27,52 26, C ,57 23,80 15, C ,08 23,01 24, C ,31 39,23 19, C ,28 37,54 35, C ,71 29,79 19,22 Rataan 123,59 30,68 22, D ,41 33,55 44, D ,01 32,32 29, D ,62 26,73 34, D ,99 33,41 23,49 Rataan 120,76 31,50 33, K ,70 47,21 30, K ,98 52,77 33, K ,76 46,01 30, K ,36 47,36 30, K ,1 39,22 39,09 Rataan 90,58 46,51 32,83 Sumber : Yulianti (2009) 207,93 229,80 117,20 185,37 169,92 Data Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa bagian batang mempunyai nilai terbesar karena batang merupakan bagian berkayu dan tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan. Batang pada umur tanam 17 tahun memiliki biomassa yang paling berat diantara umur-umur lainnya yaitu 175,51 kg/pohon, sedangkan berat biomassa batang yang terkecil terdapat pada tanaman umur 9 tahun yaitu 90,58 kg/pohon.

4 24 Tabel 6. Biomassa Bagian-Bagian Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Umur Tanam (tahun) Biomassa Kering (kg/pohon) Batang Pelepah Daun Total ,09 32,85 25,99 207, ,09 32,85 25,99 207, ,51 27,52 26,77 229, ,59 30,68 22,93 177, ,76 31,50 33,11 185, ,76 31,50 33,11 185, ,58 46,51 32,83 169,92 Sumber: Yulianti (2009) Berbeda dengan batang, tanaman umur 9 tahun memiliki berat pelepah yang paling besar dibandingkan dengan tanaman lainnya yaitu 46,51 kg/pohon dan yang paling kecil pada umur 17 tahun yaitu 27,52 kg/pohon. Daun memiliki biomassa kering yang terkecil dibandingkan dengan biomassa batang dan pelepah. Tanaman dengan umur tanam 11 tahun memiliki biomassa daun yang terbesar yaitu 33,11 kg/pohon dan yang terkecil yaitu umur 18 dan 20 tahun sebesar 25,99 kg/pohon. Secara keseluruhan total biomassa kering yang terbesar yaitu tanaman dengan umur tanam 17 tahun sebesar 229,80 kg/pohon dan yang terkecil umur 9 tahun sebesar 169,92 kg/pohon. Pengembalian biomassa dan C biomassa dalam bentuk pelepah dan daun yang terbesar adalah pada kelapa sawit yang berumur paling tua yaitu 18 tahun, sedangkan yang terendah adalah pada umur tanam 9 tahun. Semakin tua umur tanam maka pengembalian biomassa dan C biomassanya juga semakin besar. Nilai ini dihitung dengan asumsi bahwa banyaknya tindakan pemotongan pelepah dan daun adalah sama setiap tahunnya. Biomassa yang dikembalikan ini akan menjadi akumulasi bahan organik tanah meskipun tidak akan mampu menggantikan bahan gambut yang telah hilang. Umumnya pada agroekosistem kelapa sawit dilakukan pemotongan pelepah dan daun (penunasan) atau diistilahkan prunning secara periodik agar tidak mengganggu produktivitas tandan buah. Kegiatan ini dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar 2 sampai 3 pelepah dan daun. Meskipun demikian, pemotongan dapat juga dilakukan pada saat panen jika memang diperlukan (PPKS 4 Pebruari 2009, komunikasi pribadi). Hasil

5 25 pemotongan sebagian besar hanya ditumpuk pada sekitar pohon kelapa sawit sampai melapuk sehingga berpotensi sebagai sumber pengembalian biomassa ke dalam tanah. Semakin banyak tanaman yang dikembalikan, maka semakin banyak cadangan C baik bagi kelapa sawit maupun bagi tanah gambut (Yulianti, 2009) Pada penelitian Yulianti (2009), perhitungan biomassa tidak menggunakan data prunning dan tandan kosong. Untuk itu penelitian kali ini dilakukan dengan memasukkan data prunning dan data tandan kosong agar cadangan karbon yang terdapat pada kelapa sawit dapat dihitung dengan lebih teliti. Kerapatan kelapa sawit diasumsikan 130 pohon/ha. Biomassa bagian - bagian kelapa sawit pada berbagai umur tanam diistilahkan dengan pokok destruktif (lihat Tabel 6). Tanaman dengan umur 21 tahun memiliki berat biomassa prunning paling besar yaitu 185,38 kg/pohon dan yang terkecil yaitu umur 9 tahun yaitu 42,54 kg/pohon. Secara umum prunning yang dihasilkan oleh kelapa sawit meningkat seiring dengan kenaikan usia tanaman. Hal ini seharusnya berlaku juga dengan produksi buah dimana semakin tua tanaman maka tandan kosong yang dihasilkan akan semakin banyak hingga tanaman tersebut mencapai puncak perkembangan pada umur tertentu. Pada Tabel 7 data tandan kosong yang didapat cendrung meningkat setiap pertambahan umur tanam. Data tersebut menandakan bahwa tanaman dengan umur 21 tahun masih produktif. Secara umum tanaman kelapa sawit mencapai masa produktif hingga mencapai umur 25 tahun dan setelah itu produksi tanaman akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Buah yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya produksinya sehingga harus di-replanting. Total keseluruhan data biomassa pada dasarnya akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan pada suatu umur tertentu cenderung tidak mengalami perubahan lagi (konstan). Total biomassa yang terbesar pada Tabel 7 yaitu pada umur 21 tahun dan yang terkecil pada umur 9 tahun. Secara umum dapat dilihat bahwa total biomassa semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia. Berarti cadangan C biomassa akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur kelapa sawit tetapi pada umur tertentu cadangan C biomassa mulai mencapai kondisi yang cenderung tidak lagi mengalami perubahan. Namun pola ini masih berupa pendugaan sementara karena data ini belum mencakup

6 26 umur tanam antar 3 sampai 8 tahun dan umur tanam yang diatas 21 tahun karena dikebun Meranti Paham tidak ada tanaman kelapa sawit dibawah umur 8 tahun. Pengelompokan tanaman kelapa sawit pada kebun ini berdasarkan atas tahun tanam. Tabel 7. Biomassa Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Umur Tanaman (tahun) Pokok Destruktif Biomassa Kering (kg/pohon) Prunning Tandan Kosong Total * Biomassa Total (ton/ ha) Luas Lahan (ha) * Total C Biomassa (ton) ,93 185,38 422,62 815,93 106, ,93 134,86 304,56 647,35 84, ,80 114,99 297,15 641,94 83, ,20 92,23 182,98 452,41 58, ,37 85,61 188,10 459,08 59, ,37 65,89 148,29 399,55 51, ,92 42,54 107,21 319,67 41, Total 485, Sumber : Yulianti (2009) dan Analisis Data Sekunder *(Total C Biomassa (ton) = (Biomassa Total (ton/ha)x Luas Lahan (ha) x Kadar C-Organik (58%)) Luas lahan pada Tabel 7 jika dijumlahkan tidak mencapai total luas kebun Meranti Paham dimana luas total kebun Meranti Paham yaitu ha. Luas lahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ha. Hal ini disebabkan keterbatasan pada tanaman sawit yang berumur diatas 21 tahun. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa cadangan karbon yang terbesar terdapat pada umur tanaman 19 tahun yaitu ton dan yang terendah pada umur tanaman 11 tahun yaitu ton. Hal ini disebabkan tanaman umur 18 tahun memiliki sebaran lahan paling luas yaitu seluas 649 ha sedangkan tanaman umur 11 tahun memiliki luas lahan yang kecil yaitu 333 ha. Total biomassa karbon kelapa sawit yaitu ton dengan luas kebun ha Karbon Biomassa Tanaman Bawah/Semak Jenis tanaman bawah/semak yang terdapat di Kebun Meranti Paham sangat beragam. Untuk menduga karbon tersimpan pada tanaman bawah/semak,

7 27 dilakukan dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak beberapa plot dengan luasan masing-masing 1m x 1m pada umur tanam 9 dan 11 tahun. Contoh tanaman yang diambil dipisah menurut jenisnya. Tabel 8. Karbon Biomassa Tanaman Bawah Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Tanaman BKM(g) %C Plot 1 Karbon Biomassa semak/jenis (g/m 2 ) Karbon Biomassa Semak/jenis (kg/ha) Ageratum conyzoides 50,79 41,26 20,96 209,56 Paspalum conjugatum 6,15 47,89 2,95 29,45 Nephrolepis biserata 86,97 40,83 35,51 355,10 Cyperus rotundus 2,24 45,79 1,03 10,26 Panicum repens 4,43 40,23 1,78 17,82 Total %C semak 622,19 Plot 2 Nephrolepis biserata 71,45 44,84 32,04 320,38 Ageratum conyzoides 26,83 42,19 11,32 113,20 Panicum repens 5,14 44,91 2,31 23,08 Total %C semak 456,66 Keterangan: BKM = Berat Kering Mutlak Pada plot 1, tanaman Nephrolepis biserata memiliki berat kering mutlak yang terbesar yaitu 86,97g dibandingkan dengan yang lainnya karena tanaman Nephrolepis biserata banyak terdapat di Kebun tersebut, sedangkan yang terkecil yaitu tanaman Cyperus rotundus sebesar 4,43g karena tanaman tersebut tidak banyak terdapat di Kebun Meranti Paham. Pada plot 2 tanaman Nephrolepis biserata memiliki berat kering mutlak yang paling besar. Data kadar C pada Tabel 9 relatif konstan, tidak terdapat selisih yang begitu besar dari semua jenis tanaman. Tanaman Nephrolepis biserata pada plot 1 dan 2 memiliki berat kering mutlak yang terbesar dibandingkan dengan tanaman bawah/semak lainnya. Diasumsikan bahwa kondisi tanaman bawah/semak pada kebun Meranti Paham sama. Tanaman Nephrolepis biserata banyak tumbuh di daerah tersebut sehingga memiliki karbon biomassa yang lebih besar pula.

8 28 Pendugaan total karbon biomassa perluas kebun, kadar biomassa plot 1 dan 2 diambil rata-ratanya dan dikalikan dengan luas kebun Meranti Paham seluas ha sehingga didapat total karbon biomassa perluas kebun sebesar ton. Semakin besar berat kering dan kadar C-organiknya maka cadangan karbon biomassa pada tanaman bawah/semak akan semakin besar Total Cadangan Karbon Atas Permukaan Kebun Meranti Paham Total karbon biomassa atas permukaan di Kebun Meranti Paham merupakan penjumlahan dari total karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak. Total cadangan karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa total karbon biomassa atas permukaan pada Kebun Meranti Paham adalah ton. Tabel 9. Total Cadangan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Karbon Biomassa Atas Permukaan Nilai Karbon Biomassa (ton) Kelapa Sawit Tanaman Bawah Semak Total Karbon Tersimpan dalam Gambut Pengukuran karbon biomassa bawah permukaan meliputi semua bahan organik yang terdapat didalam tanah gambut termasuk nekromassa. Pada penelitian ini nekromassa diasumsikan telah habis terdekomposisi menjadi tanah gambut karena pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit telah dilakukan puluhan tahun yang lalu. Untuk pengukuran karbon tersimpan di dalam tanah gambut diperlukan data berat volume, kandungan karbon, ketebalan dan luas lahan gambut. Beberapa parameter diamati dalam penentuan karbon tersimpan dalam gambut adalah: a. Bobot isi (Bulk density) [g cm -3 atau t m -3 ]

9 29 b. Kandungan karbon [% berat] c. Tingkat kematangan gambut d. Ketebalan dan luas lahan gambut Bobot Isi Gambut Bobot isi merupakan salah satu sifat fisik yang penting untuk diketahui dalam pendugaan cadangan karbon. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa bobot isi gambut sangat rendah (Andriesse, 1988; Driessen and Rochimah, 1976 dalam Andriesse, 1988; Sumawinata dan Mulyanto, 2004 dalam Sabiham, 2006). Kecilnya bobot isi gambut mengakibatkan daya tumpu menjadi rendah, sehingga akar tanaman tidak mampu bertumpu dengan kokoh. Bobot isi tanah gambut beragam antara 0,01-0,20 gr/cm 3, tergantung pada kematangan bahan organik penyusunnya (Noor, 2001). Bobot isi sangat berpengaruh terhadap cadangan karbon. Jika dilihat dari persamaan perhitungan karbon tersimpan maka semakin besar bobot isi maka semakin besar pula jumlah cadangan karbon tersimpan karena bobot isi berbanding lurus dengan jumlah cadangan karbon. Berdasarkan hasil pengukuran contoh tanah tidak terganggu pada titik-titik pewakil diperoleh bahwa nilai bobot isi tanah gambut berkisar antara 0,10-0,16 gr/cm 3. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa bobot isi (bulk density) tanah gambut jauh sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya. Data bobot isi yang telah didapat disajikan pada Tabel 10. Umumnya berat gambut pada paralon relatif sama (beda berat tidak terlalu besar) berkisar antara 4,3 5,2 kg. Begitu juga dengan data kadar air, umumnya relatif stabil atau tidak terdapat selisih yang terlalu besar kecuali pada umur tanam 20 tahun (80Z), karena pada lokasi tersebut kematangan gambutnya homogen. Semakin besar kadar air maka bobot isi semakin kecil. Ini dapat dilihat pada umur tanam 20 tahun (88Z) yang memiliki kadar air terbesar dan memilki bobot isi terkecil. Tidak hanya kadar air, berat gambut dan volume gambut juga berpengaruh terhadap bobot isi, dimana jika berat gambut semakin besar maka bobot isi akan semakin besar pula dan berlaku sebaliknya pada volume paralon. Tabel 10. Bobot Isi Tanah Gambut Kematangan Hemik pada Berbagai Tahun Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009

10 30 No Tahun Tanam Umur Tanaman Berat Gambut Paralon (Kg) Kadar Air Volume Paralon (cm 3 ) Bobot Isi (gr/cm 3 ) 1 86N 22 4,9 5, ,39 0, O 22 5,0 4, ,39 0, Y 20 4,4 4, ,39 0, Z 20 5,2 6, ,20 0, A 18 4,4 4, ,20 0, T 18 5,0 4, ,48 0, C 13 4,3 4, ,20 0, L 13 4,9 4, ,29 0, D1 11 4,9 4, ,20 0, D2 11 4,9 4, ,20 0, A 9 4,5 4, ,20 0, C 9 4,8 4, ,20 0,14 Perhitungan kadar karbon biomassa pada penelitian ini menggunakan data bobot isi terbesar (maksimum), terkecil (minimum) dan rata-rata. Bobot isi pada kematangan fibrik juga menggunakan data bobot isi terbesar (maksimum), terkecil (minimum) dan rata-rata. Data bobot isi pada kematangan hemik menggunakan data dari penelitian sebelumnya (Yulianti 2009). Ini dilakukan agar hasil perhitungan dapat menggambarkan fluktuasi akibat faktor ketidakpastian. Nilai dari bobot isi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Bobot Isi untuk Perhitungan Cadangan Karbon di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Bobot isi Nilai Bobot Isi Hemik (g/cm 3 ) Nilai Bobot Isi Fibrik (g/cm 3 ) Bobot Isi Terbesar 0,16 0,12 Bobot Isi Rata-rata 0,14 0,11 Bobot Isi Terendah 0,10 0, Kandungan Karbon Gambut Pada ekosistem tanah gambut tropika terjadi siklus karbon. Sisa tanaman yang mati akan terdekomposisi kembali ke dalam sistem tanah menjadi sumber hara dan sebagian akan teremisi ke atmosfer dalam bentuk CO 2. Kemampuan gambut yang besar dalam pemendaman karbon akan sangat efektif untuk

11 31 mengatasi laju emisi karbon. Kandungan karbon gambut ditentukan dengan menggunakan metode pengabuan kering (lost in ignition) dan Walkley and Black. Untuk analisis kadar C-organik diperoleh nilai kandungan C-organik antara 30,28-55,33%. Data kadar C-organik tanah gambut di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Kadar Karbon Pada Kematangan Hemik Berbagai Contoh Tanah di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 No Kode Blok Tanah Umur Tanam Kadar C (%) 1 86 O 22 41, N 22 50, Y 20 46, Z 20 45, A 18 47, T 18 48, C 13 39, L 13 48, Da 11 35, Db 11 30, C 9 55, A 9 49,32 Kadar C-organik yang terbesar terdapat pada kelapa sawit tahun tanam 1999 blok C atau umur tanaman 9 tahun yaitu sebesar 55,33% sedangkan yang terkecil terdapat pada tahun tanam 1997 blok D atau umur tanaman 11 tahun yaitu sebesar 30,28%. Besarnya kadar karbon disebabkan tanah gambut pada lokasi tersebut memiliki kematangan gambut yang homogen yaitu memiliki kandungan kayu (bahan dasar) yang relatif lebih sedikit atau telah terdekomposisi lebih lanjut, selain itu besarnya kadar karbon disebabkan tanah gambut pada lokasi tersebut karena memiliki ketebalan yang cukup dalam. Kedalaman gambut pada tahun tanam 99C, rata-rata mencapai 788 cm. Dengan kedalaman tersebut dapat dikatakan bahwa pada areal tahun tanam 99C, termasuk gambut dalam, sedangkan tanah gambut pada umur tanam 97Db memiliki rata-rata kedalaman 85 cm. Dangkalnya kedalaman gambut pada lokasi tersebut karena lokasi tersebut merupakan perbatasan antara tanah mineral dan

12 32 tanah gambut. Sesuai dengan pernyataan Suhardjo dan Widjaja Adhi (1976 dalam Noor, 2001) menyatakan bahwa kandungan C-organik gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pada gambut yang sangat dalam (>3 m) mengandung C organik sebesar %, sedangkan gambut dangkal (0.5 1 m) mengandung C organik sebesar %. Kadar C yang digunakan untuk mengukur kadar karbon yang tersimpan yaitu kadar karbon terbesar, kadar karbon rata-rata dan kadar karbon terendah. Sama halnya dengan bobot isi, kadar karbon pada kematangan fibrik juga menggunakan data penelitian sebelumnya (Yulianti 2009). Kadar karbon tersebut digunakan karena adanya faktor ketidakpastian. Nilai-nilai karbon tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kadar Karbon untuk Perhitungan Cadangan Karbon Bawah Permukaan di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Kadar Karbon Nilai Kadar Karbon Hemik (%) Nilai Kadar Karbon Fibrik (%) Kadar Karbon Terbesar 55,33 57,25 Kadar Karbon Rata-rata 44,87 54,40 Kadar Karbon Terendah 30,28 48,84 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan terhadap cadangan karbon, yaitu bobot isi, ketebalan gambut, luas lahan gambut, dan kadar karbon. Seperti halnya dengan faktor-faktor lainnya, kadar karbon juga mempunyai hubungan berbanding lurus terhadap cadangan karbon, yaitu semakin besar kadar karbon, maka cadangan karbon yang terdapat pada tanah tersebut akan semakin besar pula Kematangan Gambut Pengamatan kematangan gambut berguna untuk menaksir kesuburan dan kandungan C-organik gambut. Gambut yang lebih matang biasanya lebih subur, walaupun banyak faktor lain yang menentukan kesuburan gambut, misalnya campuran liat dan abu. Menurut Soil Survey Staff (1998 dalam Agus dan Subiksa,

13 ) pengamatan kematangan gambut dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium berdasarkan kadar seratnya. Pada penelitian ini, tingkat kematangan gambut saprik tidak ada karena lahan gambut yang terdapat di Kebun Meranti Paham belum terlapuk lebih lanjut. Jadi kematangan gambut yang digunakan yaitu kematangan gambut fibrik dan kematangan gambut hemik. Kematangan fibrik pada umumnya lebih tebal dibandingkan dengan kematangan hemik dan biasanya terletak di bawah kematangan gambut Ketebalan Gambut Pengukuran ketebalan gambut yang dilakukan disepanjang grid-grid pada blok tanam kelapa sawit akan menghasilkan titik-titik pengukuran (Gambar 4). Titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Ketebalan gambut sangat mempengaruhi cadangan karbon yang terdapat pada tanah gambut. Kematangan gambut hemik terletak di atas kematangan gambut fibrik. Ini dikarenakan kematangan hemik telah mengalami pelapukan yang lebih lanjut jika dibandingkan dengan fibrik. Pada umumnya ketebalan hemik jauh lebih kecil daripada fibrik. Di kebun Meranti Paham, kematangan hemik memiliki ketebalan rata-rata sekitar 62 cm sedangkan ketebalan fibrik rata-rata sekitar 423 cm. Karena ketebalan gambut memiliki hubungan lurus dengan cadangan C maka ketebalan hemik memiliki cadangan C yang lebih kecil dibandingkan dengan ketebalan fibrik. Data permukaan ketebalan gambut dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Pada Gambar 5 menyajikan data permukaan ketebalan gambut hemik dengan ketebalan berkisar antara cm sedangkan Gambar 6 menyajikan data permukaan ketebalan fibrik dengan ketebalan berkisar antara cm. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi degradasi warna, artinya lokasi yang memiliki warna yang lebih gelap memiliki ketebalan gambut yang lebih dalam dibandingkan dengan yang memilki warna yang lebih terang. Kebun Meranti Paham memiliki luas total sekitar ha dengan luas tanah gambut sekitar ha dan tanah mineral sekitar ha. Pendugaan cadangan karbon biomassa hanya dilakukan pada tanah gambut. Untuk

14 34 mengetahui luas lahan gambut dapat dilakukan dengan melihat batas-batas tanah gambut tersebut dengan tanah mineral km KETERANGAN 20 cm 109 cm Gambar 5. Data Permukaan Ketebalan Gambut Hemik di Kebun Meranti Paham Tahun Gambar 5 merupakan data permukaan ketebalan gambut hemik. Warna hijau pada gambar merupakan areal tanah gambut dan merupakan batas tanah gambut dengan tanah mineral. Tanah gambut pada Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV dihubungkan pada titik-titik pengamatan sedangkan yang lainnya merupakan tanah mineral. Semakin tebal warna yang terdapat pada Gambar 5 maka kedalaman hemiknya akan semakin dalam dan begitu juga

15 35 sebaliknya. Kedalaman hemik maksimal yaitu 109 cm sedangkan yang terdangkal yaitu 20 cm km KETERANGAN 109 cm 856 cm Gambar 6. Data Permukaan Ketebalan Gambut Fibrik di Kebun Meranti Paham, Tahun Batas-batas pada kematangan gambut fibrik (Gambar 6) sama dengan ketebalan fibrik (Gambar 5). Ketebalan fibrik pada umumnya lebih dalam dengan rata-rata kedalaman 423 cm jika dibandingkan dengan ketabalan hemik yang hanya memiliki kedalaman rata-rata 62 cm. Ketebalan fibrik maksimum yang terdapat di Kebun Meranti Paham yaitu 856 cm dan yang terkecil 109 cm.

16 Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham Untuk menduga kadar karbon biomassa bawah permukaan diperlukan bobot isi, kadar karbon dan volume gambut. Hasil interpolasi titik kedalaman gambut pada setiap kematangan dengan resolusi 30 m x 30 m didapatkan data volume gambut. Untuk mendapatkan karbon tersimpan dilakukan dengan mengalikan antara volume gambut, bobot isi dan kadar karbon. Hasil perhitungan kadar karbon tersimpan bawah permukaan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Ketebalan C organic (%) Bobot isi (g/cm 3 ) Karbon Tersimpan (ton) Min Max Rata Min Max Rata Min Max Rata Hemik 30,28 55,33 44,87 0,11 0,16 0, Fibrik 48,84 57,25 54,40 0,11 0,12 0, Total Sumber : Yulianti (2009) dan Data Primer Ket : *Berdasarkan analisis spasial data ketebalan gambut dengan resolusi 30m x 30m Berdasarkan pada Tabel 14 diperoleh perkiraan karbon tersimpan dalam tanah gambut kebun Meranti Paham untuk kematangan hemik berkisar pada ton dengan rata-rata ,49 ton, sedangkan untuk kematangan fibrik berkisar pada ton dengan rata-rata ton. Dengan demikian, total karbon tersimpan bawah permukaan berkisar pada ton dengan rata-rata ton (Tabel 15). Karbon tersimpan pada tanah gambut dengan kematangan fibrik lebih tinggi daripada kematangan hemik karena gambut kematangan fibrik jauh lebih tebal daripada kematangan hemik Cadangan Karbon Tersimpan Kawasan Total cadangan karbon pada ekosistem teresterial (daratan) terbagi menjadi karbon diatas permukaan dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah. Pendugaan total karbon tersimpan kawasan diperoleh dengan menjumlahkan total karbon biomassa tersimpan atas permukaan dan karbon tersimpan bawah permukaan. Total cadangan karbon di Kebun Meranti Paham PT Perkebunan

17 37 Nusantara IV sebesar ton. Perhitungan cadangan karbon Kebun Meranti Paham ditabulasikan pada Tabel 15. Tabel 15. Cadangan Karbon Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Cadangan Karbon Nilai Cadangan Karbon (ton) Cadangan Karbon Atas Permukaan Cadangan Karbon Bawah Permukaan Total Berdasarkan Tabel 15, maka cadangan karbon pada kebun Meranti Paham setelah dikonversi yaitu sekitar ton/ha. Menurut Agus dan Subiksa (2008) cadangan karbon atas permukaan pada hutan gambut berkisar pada ton/ha sedangkan cadangan karbon bawah permukaan berkisar pada ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa cadangan karbon kebun Meranti Paham masih cukup besar. Setelah diketahui total karbonnya maka langkah selanjutnya yaitu menentukan langkah konservasi yang tepat agar cadangan karbon tetap terjaga dan agar tanah atau lahan gambut dapat dijaga kelestariannya. Salah satu langkah konservasi yang dapat dilakukan yaitu pengaturan tinggi muka air tanah (saluran drainase) karena tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi penurunan permukaan tanah gambut (subsiden).

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A

PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A14060660 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Keberadaan karbon merupakan bagian penting dari siklus kehidupan di bumi. Ada empat reservoir karbon utama yaitu atmosfer, biosfer teresterial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah hasil stok karbon Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah Biomassa Mangrove di Zona Pasang Tertinggi 0% Batang Nekromassa 16% 0% Akar seresah Biomassa Mangrove di zona Pasang Terendah

Lebih terperinci

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan

Lebih terperinci

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi. Putri dkk., (2014) menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan. Mencuatnya fenomena global warming memicu banyak penelitian tentang emisi gas rumah kaca. Keinginan negara berkembang terhadap imbalan keberhasilan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjend Katamso No.51 Medan Telp : (061) 7862466, (061)7862477, Fax (061)7862488 www.iopri.org Permasalahan lahan o Moratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Gambar 1). Pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

TEKNIK TANAM MIRING KELAPA SAWIT di LAHAN GAMBUT Pengalaman Replanting di PT. Perkebunan Nusantara IV

TEKNIK TANAM MIRING KELAPA SAWIT di LAHAN GAMBUT Pengalaman Replanting di PT. Perkebunan Nusantara IV TEKNIK TANAM MIRING KELAPA SAWIT di LAHAN GAMBUT Pengalaman Replanting di PT. Perkebunan Nusantara IV 1. PENDAHULUAN Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Gambut didefinisikan sebagai jaringan tanaman yang terkarbonisasi sebagian dan terbentuk pada kondisi basah, melalui proses dekomposisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan merupakan bahan pakan sumber serat yang sangat diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. (2005) porsi hijauan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

PENDUGAAN NERACA KARBON PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA DAN MERANTI PAHAM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA

PENDUGAAN NERACA KARBON PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA DAN MERANTI PAHAM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA PENDUGAAN NERACA KARBON PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA DAN MERANTI PAHAM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA DECKY SANJAYA A14063118 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 24 BAB IV METODE PENELITIAN A. Pengukuran dan Penghitungan Biomassa dan Karbon Pada Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika Metode pengukuran dan penghitungan biomassa dan massa karbon pada tanah dan tumbuhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Dalam proses pertumbuhannya tumbuhan memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Kadar air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta tanggapannya terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan tersebut terus bertambah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011. Lokasi penelitian terletak di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Ranca Bungur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT Pendahuluan Dewasa ini lahan gambut merupakan lahan alternatif yang digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas di bidang pertanian. Mengingat lahan pertanian

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN LITERATUR

II. TINJAUAN LITERATUR II. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Prospek dan Permasalahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Perkembangan usaha dan infestasi kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci