4. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Widya Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain tomat, cabe, wortel, jagung, caisin, kentang, sawi, daun bawang, kubis, dan kacang-kacangan. Penanaman dilakukan secara monokultur dan tumpang sari. Tumpang sari biasanya diterapkan pada tanaman cabe dan sawi putih, wortel dan sawi dan lain-lain. Pengolahan tanah dilakukan 1 kali di awal musim tanam dan penyiangan gulma 2 kali selama tanam. Pemupukan diberikan di awal tanam dan pertengahan musim tanam. Tingkat produksi para petani bervariasi, tergantung jenis sayuran. Berdasarkan wawancara dengan petani setempat produksi cabe menghasilkan panen sebesar 14 ton/ha, tongkol jagung sebesar ton/ha. Sayuran tomat, daun bawang, sawi, dan caisin menghasilkan panen masingmasing berkisar 20 ton/ha. Petani kebanyakan melakukan usaha budidaya sayuran dengan sistem tumpang sari seperti sayuran daun bawang dan kol. Penanaman dilakukan searah lereng pada lahan berteras (Gambar 2). Lahan yang digunakan untuk usaha tanaman sayuran terletak pada topografi dengan lereng %, daerahnya bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan jenis tanah Andisol yang umumnya rentan terhadap erosi. Gambar 2 Budidaya tanaman sayuran di Desa Sukaresmi Curah Hujan di Lokasi Penelitian Berdasarkan data curah hujan harian stasiun Klimatologi Citeko total curah hujan yang terjadi selama bulan November 2012 sebesar mm, bulan Desember 2012 sebesar mm dan bulan Januari 2013 sebesar mm. Data curah hujan harian disajikan pada Gambar 3. Menurut klasifikasi Oldeman (sistem klasifikasi untuk tanaman pangan), curah hujan bulan November 2012 hingga Januari 2013 termasuk dalam Bulan Basah yaitu apabila CH 200 mm/bulan. Oktaviani (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa iklim di DAS Ciliwung Hulu termasuk tipe iklim B1 yaitu bulan basah terjadi berturut-
2 turut 7 9 bulan dan Desa Sukaresmi kecamatan Megamendung termasuk dalam sub-das Ciliwung Hulu. 17 Gambar 3 Curah hujan harian di lokasi penelitian (Stasiun Klimatologi Citeko) Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan Pengukuran aliran permukaan dilakukan selama tiga bulan (November 2012 Januari 2013). Data pengukuran aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3. Aliran permukaan bulan November merupakan aliran permukaan paling rendah selama penelitian sebesar mm, dan yang paling besar terjadi pada bulan Januari sebesar mm. Nilai aliran permukaan harian selama penelitian disajikan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Hasil pengukuran pada petak percobaan menunjukkan bahwa petak T0 menghasilkan aliran permukaan paling tinggi yaitu sebesar mm. Aliran permukaan pada petak T5 yang ditanami daun bawang sebesar mm paling tinggi dibandingkan dengan petak tanaman sayuran lainnya. Hal ini disebabkan tutupan tajuk tanaman daun bawang yang jarang sehingga kapasitas intersepsi sangat rendah dan air hujan yang jatuh lebih banyak mengalir sebagai aliran permukaan (Lampiran 5 Gambar c). Sedangkan, aliran permukaan paling rendah terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel sebesar mm. Hal ini dikarenakan penutupan tajuk tanaman wortel yang sangat rapat menjadikan kapasitas intersepsi besar sehingga mampu menahan dan mengurangi jumlah aliran permukaan (Lampiran 5 Gambar a). Aliran permukaan T1, T2, T3, T4, T6, T7, T8, T9 dan T10 berada diantara T5 dan T11.
3 18 Tabel 3 Aliran permukaan dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012 Januari 2013) Petak Aliran Permukaan (mm) Total Efektivitas (%) % AP terhadap CH November Desember Januari T T T T ` T T T T T T T T Curah Hujan (mm) Aliran permukaan yang terjadi pada seluruh petak dari bulan November 2012 hingga bulan Januari 2013 mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah curah hujan setiap bulannya. Artinya semakin tinggi curah hujan maka semakin besar pula aliran permukaan yang ditimbulkan. Sebagai contoh koefisien aliran permukaan untuk petak T1 pada bulan November, Desember dan Januari masing-masing sebesar 5.0%, 5.3% dan 5.4%. Koefisien aliran permukaan pada petak T0 hingga petak T11 tergolong rendah yaitu berkisar antara 4 8% terhadap curah hujan. Kondisi demikian dikarenakan permeabilitas tanah dan laju infiltrasi tanah. Rata-rata permeabilitas tanah di lokasi penelitian menurut Uhland dan O Neal (1951) dalam Hardjowigeno (2003) termasuk dalam kelas sangat cepat yaitu berkisar antara cm/jam (Lampiran 6), sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di permukaan tanah diresapkan ke dalam tanah dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah aliran permukaan. Rendahnya koefisien aliran permukaan juga disebabkan oleh tingginya laju infiltrasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mawar (2011) bahwa rataan laju infiltrasi konstan di kebun sayuran Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung termasuk cepat (Klasifikasi Laju Infiltrasi Kohnke 1968) sebesar 140 mm/jam, sehingga akan meningkatkan kemampuan tanah untuk meresapkan air dan pada akhirnya mengurangi aliran permukaan. Pengaruh perlakuan tanaman pada bedengan memotong lereng dapat ditunjukkan melalui nilai efektivitasnya. Semakin rapat dan tertutup tajuk tanaman sayuran maka kapasitas intersepsinya tinggi. Sedangkan, pada tutupan tajuk tanaman yang jarang maka kapasitas intersepsinya menjadi sangat rendah,
4 sehingga hampir seluruh air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian terinfiltrasi dan sebagian lagi menjadi aliran permukaan. Petak T4, T5, T6 dan T9 menghasilkan efektivitas paling rendah yaitu berkisar %. Petak T1, T2, T3, T7, dan T10 menghasilkan efektivitas yang lebih baik yaitu berkisar %. Berdasarkan efektivitas tanaman terhadap aliran permukaan, tanaman wortel merupakan tanaman yang paling efektif menekan aliran permukaan sebesar 45.50% dibandingkan tanaman sayuran lainnya. Analisis t-hitung yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan tanaman sayuran dengan bedengan memotong lereng kecuali petak T5 berpengaruh nyata dalam mengurangi aliran permukaan dibandingkan petak T0. Petak T11 menghasilkan aliran permukaan yang berbeda nyata lebih rendah sebesar mm dibandingkan dengan perlakuan petak T4, T5 dan T6 berkisar mm, sehingga tanaman wortel berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran permukaan merupakan tanaman yang direkomendasikan untuk ditanam dibandingkan tanaman tomat, daun bawang dan cabe. Aliran permukan pada petak T1, T2 dan T3 tidak berbeda nyata dengan petak T4, T5, T6, T7, T8, T9, T10 dan T11 yaitu berkisar mm artinya perlakuan tanaman kacang tanah, jagung dan terong dibandingkan dengan tanaman tomat, cabe, daun bawang, kacang damami, caisin, sawi dan wortel menghasilkan aliran permukaan yang tidak jauh berbeda. Selain itu, dengan perbedaan waktu tanam maka fase pertumbuhan tanaman juga berbeda-beda sehingga keragaman data dari koefisien variasi yang dihasilkan tidak terlalu jauh. Koefisien variasi aliran permukaan yang dihasilkan dari petak percobaan T0 T11 tergolong tinggi yaitu berkisar antara % (Lampiran 7). Tabel 4 Nilai t-hitung aliran permukaan antar perlakuan di lokasi penelitian T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T0 2.71* 2.77* 3.00* 2.24* * 2.73* 2.74* 2.36* 2.65* 4.22* T T T T * T * T * T T T T t tabel untuk α 0.05 = Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Erosi Tanah Pengukuran erosi yang terjadi selama penelitian (November 2012 Januari 2013) disajikan pada Tabel 5. Nilai erosi harian selama penelitian disajikan pada Lampiran 8, 9 dan 10. Total erosi meningkat dari bulan November 2012 ( ton/ha) hingga bulan januari 2013 ( ton/ha). Total erosi yang terjadi selama penelitian pada petak percobaan tergolong tinggi, berkisar 25.5 ton/ha 58.0 ton/ha pada kemiringan lereng yang seragam yaitu 11%.
5 20 Erosi paling besar terjadi pada petak T0 sebesar 58 ton/ha, sedangkan pada petak dengan tanaman erosi paling besar terjadi pada petak T5 yang ditanami daun bawang sebesar 44.9 ton/ha. Tingginya erosi yang terjadi selama penelitian disebabkan erodibilitas tanah Andisol yang tinggi dan intensitas hujan pada beberapa kejadian hujan di lokasi penelitian yang tinggi. Curah hujan yang tinggi pada beberapa kejadian hujan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga lebih berpotensi menyebabkan erosi yang lebih besar dibandingkan dengan curah hujan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kapasitas infiltrasi tanah terpenuhi dan erosi yang terjadi menjadi besar. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Dariah et al. (2004) di Dusun Tepus dan Laksana, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, dengan jenis tanah Andisol yang memiliki kepekaan erosi tinggi karena mempunyai kandungan debu tinggi dan berada pada daerah berlereng dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Pada tanah Andisol, ketika terjadi intensitas hujan rendah maka air akan diresapkan ke dalam tanah, tetapi apabila intensitas hujan tinggi maka daya angkut aliran permukaan menjadi sangat besar sehingga erosi yang terjadi besar. Total erosi terbesar terjadi pada bulan Januari bersamaan dengan tingginya total curah hujan pada bulan tersebut. Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap erosi (Sutedjo dan Kartasapoetra 2002). Hujan dengan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan jumlah yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (>1 jam). Tabel 5 Erosi tanah dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012 Januari 2013) Erosi Tanah (ton/ha) Petak Total Efektitas (%) November Desember Januari T T T T T T T T T T T T Erosi paling rendah terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel sebesar 25.5 ton/ha. Rendahnya erosi ini juga sejalan dengan rendahnya total aliran permukaan pada tanaman wortel. Jarak tanaman wortel yang rapat dan tersebar merata menutupi permukaan tanah efektif mengurangi daya perusak hujan sehingga mengurangi butiran tanah yang terbawa aliran permukaan (Lampiran 5
6 Gambar a). Banuwa (1994) menyatakan bahwa rendahnya erosi pada lahan tanaman kubis dan kentang di Desa Sukamanah Kabupaten Bandung karena tanaman dengan tajuk yang rapat mampu meredam energi kinetik butir hujan dan mengurangi kecepatan aliran permukaan. Tingginya nilai erosi di daerah penelitian juga telah diteliti oleh Hidayat et al. (2010) yang menemukan bahwa erosi pada lahan terbuka di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung tergolong tinggi pada aliran permukaan yang rendah, hal ini dikarenakan tanah yang relatif peka terhadap daya percik air hujan dan daya gerus aliran permukaan. Suganda et al. (1997) juga menerangkan hal yang sama bahwa erosi yang dihasilkan pada pertanaman buncis dan kubis di tanah Andisol, Batulawang, Cianjur menghasilkan erosi yang besar yaitu 40.5 ton/ha, salah satunya disebabkan oleh tanah Andisol didominasi oleh tekstur debu sebesar 48%. Pengaruh perlakuan tanaman sayuran pada bedengan memotong lereng dapat dilihat dari nilai efektivitasnya. Petak T5 dan T4 menghasilkan efektivitas paling rendah sebesar 22.6% dan 29.5%. Petak T11 menghasilkan efektivitas paling besar yaitu 56%, sedangkan petak T1, T2, T3, T6, T7, T8, T9 dan T10 berkisar antara %. Artinya tanaman kacang tanah, jagung, terong, cabe, kacang damami, caisin dan sawi memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dalam mengurangi erosi. Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi erosi lebih besar daripada aliran permukaan, dikarenakan erosi merupakan fungsi dari aliran permukaan. Kemampuan aliran permukaan dalam mentransportasikan tanah sangat tergantung dari laju dan kecepatan aliran permukaan. Ketika kecepatan aliran permukaan turun secara aritmatik, maka kapasitas transportasi aliran permukaan menurun secara geometrik sehingga keefektifan kecepatan aliran permukaan akan turun. Sebagai akibatnya, penurunan jumlah aliran permukaan secara siginifikan akan menurunkan erosi yang sangat nyata. Tanaman wortel menurunkan jumlah aliran permukaan sekitar 45.5% sedangkan erosi menurun sebesar 56%, ada perbedaan 10%. Tanaman wortel merupakan tanaman yang paling efektif dalam menurunkan erosi. Tabel 6 Nilai t-hitung erosi tanah antar perlakuan di lokasi penelitian T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T0 2.57* 2.37* 3.23* 2.24* * 2.58* 2.82* 2.97* 2.53* 4.78* T * T * T T * T * T * T * T * T * T * t-tabel untuk α 0.05 =
7 22 Nilai t-hitung erosi tanah disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa erosi pada petak T0 berbeda nyata dibandingkan dengan petak lainnya. Namun petak T0 dan T5 tidak berbeda nyata yaitu erosi yang terjadi sebesar 58 ton/ha dan 44.9 ton/ha. Erosi pada petak T1 dan T2 tidak berbeda nyata dengan petak T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9, dan T10 artinya perlakuan tanaman kacang tanah, jagung, terong, tomat, cabe, daun bawang, caisin, kacang damami dan sawi menghasilkan erosi yang tidak jauh berbeda berkisar ton/ha. Erosi pada petak T3 dan T11 berbeda nyata dengan petak T0, T1, T2, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan T10, artinya tanaman terong dan wortel merupakan tanaman menghasilkan erosi yang paling rendah dibanding tanaman lainnya. Banyaknya perlakuan tanaman sayuran terhadap erosi yang tidak berbeda nyata, disebabkan dari keragaman data dari koefisien variasi erosi antar perlakuan tanaman tidak terlalu jauh yaitu berkisar antara % (Lampiran 11). Berdasarkan pedoman penetapan nilai TSL oleh Hammer, TSL dihitung pada tanah dengan kedalaman efektif ± 150 cm dan faktor kedalaman tanah sebesar 1 (Lampiran 12). Kedalaman ekivalen didapatkan dari perkalian antara nilai kedalaman efektif dan faktor kedalaman. Pada penelitian ini didapatkan hasil kedalaman ekivalen yaitu sebesar 1500 mm. Rata-rata bobot isi tanah pada lokasi penelitian sebesar 0.8 g /cm 3 dan umur guna lahan penelitian yakni 400 tahun. Erosi yang dapat ditoleransikan di lokasi penelitian sebesar 27 ton/ha/tahun. Nilai erosi masing-masing petak percobaan dengan tanaman selama 3 bulan penelitian berkisar antara ton/ha dan untuk nilai erosi pada petak tanpa tanaman adalah 58 ton/ha. Data erosi yang terjadi selama 3 bulan penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai TSL. Oleh karena itu praktek pertanaman sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor akan mengancam kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan sehingga perlu penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai seperti bedengan memotong lereng, teras bangku, penanaman tumpangsari, dan penggunaan mulsa organik. Kehilangan Hara Nitrat, Fosfor dan Kalium Total kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dari aliran permukaan dan tanah tererosi berturut-turut disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kehilangan Nitrat berkisar antara mg/petak, fosfor berkisar antara mg/petak dan kalium antara mg/petak. Hasil pengukuran dari seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa tanaman wortel pada petak T11 merupakan tanaman yang paling rendah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium. Hal ini dikarenakan aliran permukaan yang terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel paling rendah dibandingkan tanaman lainnya. Kehilangan nitrat paling besar terjadi pada petak T2 yang ditanami jagung yaitu sebesar mg/petak. Kehilangan fosfor dan kalium paling besar terjadi pada petak T4 yang ditanami tomat, yakni berturut-turut sebesar 58.1 mg/petak dan 114 mg/petak. Kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dalam total tanah tererosi per petak disajikan pada Tabel 8. Kehilangan nitrat berkisar antara mg/petak,
8 fosfor berkisar antara mg/petak, dan kalium berkisar antara mg/petak. Kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium per petak paling rendah terdapat pada petak T11 yang ditanami wortel dikarenakan rendahnya erosi pada petak tanaman wortel. Kehilangan hara nitrat paling besar pada petak T1 yang ditanami kacang tanah sebesar mg/petak. Hara fosfor dan kalium pada T5 yang ditanami daun bawang berturut-turut sebesar 279 mg/petak dan mg/petak. Tabel 7 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013) Nitrat (NO3 - ) Fosfor ( P) Kalium (K + ) Total Aliran Petak Permukaan...(mg/petak).. (L/petak) T T T T T T T T T T T T Tabel 8 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013) Petak Nitrat (NO3 - ) Fosfor (P) Kalium (K + ) Total Tanah Tererosi..(mg/petak).. (Kg/petak) T T T T T T T T T T T T
9 24 Kehilangan hara nitrat relatif lebih besar dalam aliran permukaan karena nitrat bersifat mobile sehingga tidak dijerap tanah. Kehilangan hara fosfor dan kalium lebih besar dalam tanah tererosi karena fosfor dan kalium bersifat immobile sehingga lebih banyak terikat dalam komplek jerapan tanah. Penerapan bedengan memotong lereng dan tutupan tajuk dari tanaman sayuran menyebabkan aliran permukaan menjadi lambat, sehingga partikel-partikel kasar lebih banyak mengendap, sedangkan partikel-partikel yang lebih halus seperti liat masih dapat ditransportasikan. Sementara itu, partikel liat paling berperan dalam menjerap unsur hara, akibatnya hara yang terkandung dalam tanah tererosi menjadi lebih besar dibandingkan pada aliran permukaan. Jumlah unsur hara fosfor dan kalium yang hilang tergantung dari jumlah tanah tererosi dari masing-masing petak. Konsentrasi hara yang terbawa dalam aliran permukaan disajikan pada Lampiran 13 dan tanah tererosi disajikan pada Lampiran 14 dalam tiga kejadian hujan. Hubungan antara kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dengan aliran permukaan dan erosi berturut-turut disajikan disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kehilangan nitrat, fosfor dan kalium meningkat secara linier dengan meningkatnya aliran permukaan dan erosi. Hasil analisis ragam kehilangan nitrat, fosfor dan kalium disajikan pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. (a) (b) *P<0.05 **P <0.01 (c) Gambar 4 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, b) fosfor, dan (c) kalium dalam aliran permukaan
10 25 (a) (b) * P<0.05 (c) **P<0.01 Gambar 5 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, b) fosfor, dan (c) kalium dalam tanah tererosi Total kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan dan tanah tererosi disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kehilangan nitrat berkisar antara mg/petak, fosfor berkisar antara mg/petak dan kalium antara mg/petak. Kehilangan nitrat paling besar terjadi pada petak T2 yang ditanami jagung yaitu sebesar mg/petak, kehilangan fosfor dan kalium paling besar terjadi pada petak T5 yang ditanami daun bawang, yakni berturut-turut sebesar 329 mg/petak dan mg/petak. Hasil pengukuran dari seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa petak T11 yang ditanami wortel merupakan tanaman yang paling rendah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi.
11 26 Tabel 9 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan dan tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013) Petak Nitrat (NO3 - ) Fosfor (P) Kalium (K + )..(mg/petak).. T T T T T T T T T T T T Persamaan regresi berganda digunakan untuk menduga kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dengan kondisi lapangan di mana kemiringan lereng 11% dan luas petak 16 m 2. Persamaan regresi berganda untuk menduga kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dengan aliran permukaan dan erosi sebagai variabel sangat nyata secara statistik (P < 0.01). Hasil analisis ragam kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi disajikan pada Lampiran 17. Persamaan regresi berganda kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium adalah sebagai berikut : Nitrat (mg/petak) = Aliran Permukaan Erosi R 2 = 0.29 ** Fosfor (mg/petak) = Aliran Permukaan Erosi R 2 = 0.65 ** Kalium (mg/petak) = Aliran Permukaan Erosi R 2 = 0.58 ** Berdasarkan persamaan regresi berganda kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium menunjukkan bahwa kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium meningkat dengan meningkatnya aliran permukaan dan erosi. Besarnya konsentrasi hara nitrat yang hilang dan terbawa dalam aliran permukaan karena hara nitrat bersifat mobile. Ketidakpastian angka nitrat yang terukur mungkin bisa terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya kesalahan dalam penyimpanan sampel hara nitrat. Sampel hara nitrat harus segera disimpan ke dalam lemari pendingin dan harus segera dianalisis untuk menjaga konsentrasi nitrat tidak berubah, walaupun sudah diberikan Chloroform (CHCl3) untuk mengikat oksigen bebas dalam air. Pengukuran unsur hara nitrat untuk ke depannya harus mempertimbangkan lamanya waktu penyimpanan sebelum masuk
12 ke laboratorium untuk dianalisis. Harmel et al. (2006) menggabungkan ketidakpastian nilai beberapa NO3-N yang dipengaruhi teknik penyimpanan (Tabel 10). Tabel 10 Nilai ketidakpastian NO3-N (Harmel et al. 2006, dalam Yustika 2013) Teknik penyimpanan Nilai ketidakpastian Referensi Diberi es, analisis dalam 6 ± 0% (median = 0%) Kotlash and Chessman jam (1998, dalam Harmel et Didinginkan, analisis dalam 54 jam Diberi pengawet sampai ph <2, analisis dalam 6 jam Tidak diberi pengawet, analisis dalam 192 jam Tidak diberi pengawet, analisis dalam 96 jam -6% sampai 20% (median = -1%) -47% sampai 14% (median = -2%) -65% sampai 71% (median = -2%) -7% sampai 30% (median = 1%) al. 2006) Kotlash and Chessman (1998, dalam Harmel et al. 2006) Kotlash and Chessman (1998, dalam Harmel et al. 2006) Kotlash and Chessman (1998, dalam Harmel et al. 2006) Cooper (2005, dalam Harmel et al. 2006) Kehilangan hara nitrat yang besar sebelumnya juga diteliti oleh Henny (2012) yang menyatakan bahwa jumlah N yang terbawa erosi jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah P dan K pada pertanaman kentang dan kubis tanah Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Sutono (2008) juga menyatakan bahwa kehilangan hara didominasi N khususnya nitrat karena hara ini memiliki mobilitas yang tinggi. Kehilangan hara fosfor yang besar selama penelitian dapat disebabkan karena kandungan fosfor yang banyak dan terakumulasi pada tanah Andisol di Desa Sukaresmi dalam waktu yang lama. Menurut Hartono (2008) bahwa kandungan fosfor yang banyak dalam tanah akan menghasilkan ikatan-ikatan yang lemah (Van der Walls) sehingga mudah tercuci. Nurmi (2009) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kehilangan P tidak hanya terangkut melalui sedimen, tetapi juga terangkut dalam aliran permukaan pada pertanaman kakao di desa Amosilu, Sulawesi Tenggara. Kehilangan hara kalium cukup besar disebabkan kalium juga merupakan unsur yang sangat mudah hilang dan terbawa dalam aliran permukaan dan erosi. Menurut Tan (1996) ion K + sangat sulit mengendap, sehingga ketika tidak dimanfaatkan oleh tanaman ion K + akan cepat tercuci dari tanah. Kehilangan hara yang terdapat pada petak T0 (tidak ditanami dan tidak diberi pupuk), karena petak-petak yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak yang mempunyai sejarah pemupukan yang panjang. 27
3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian
10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan
3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan
Lebih terperinciPENDAHULLUAN. Latar Belakang
PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah
Lebih terperinciMODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG
MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian
Lebih terperinciKAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM
KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu Tanah (
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383
Lebih terperinciGambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung.
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi studi tersebar luas di sembilan desa di Kecamatan Nanggung (06 0 33-06 0 43 S dan 106 0 29-106 0 44 E), berada pada ketinggian 286-1578 m dpl, dengan topografi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada
23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada ketinggian antara 500 900 m. dpl, dengan suhu maksimum 30 derajat
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE
BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE
BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan
55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut
TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian
Lebih terperinciModel Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS
Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN
Lebih terperinciEROSI DAN INFILTRASI PADA LAHAN HORTIKULTURA BERLERENG DI KELURAHAN RURUKAN. Dosen Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi
1 EROSI DAN INFILTRASI PADA LAHAN HORTIKULTURA BERLERENG DI KELURAHAN RURUKAN Ismianti Huntojungo 1, Joice M. Supit 2, Jailani Husain 2, Rafli I. Kawulusan 2 1 Mahasiswa Program Studi agroteknologi Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses
Lebih terperinciANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS
ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain
Lebih terperinciEROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN
EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?
Lebih terperinciTeknik Konservasi Waduk
Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciErosi. Rekayasa Hidrologi
Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu
Lebih terperinciTri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat
J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia hidup tergantung dari tanah dan sampai keadaan tertentu tanah yang baik itu juga tergantung dari manusia. Pengelolaan tanah yang kurang baik bisa mengakibatkan
Lebih terperinciV. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG
57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.
Lebih terperinciManfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian
2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1
1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan
Lebih terperinciBAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI
BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan
Lebih terperinciErosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat
Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat Qualitative Erosion on Land Cultivation of 25Years Old Rubber Trees in Lau Damak village Bahorok
Lebih terperinciII. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI
II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran
Lebih terperinciANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH
ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciBKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi
% liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Existing Usahatani di DAS Siulak Biofisik lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Existing Usahatani di DAS Siulak Biofisik lahan Penggunaan lahan pertanian sayuran berbasis kentang di DAS Siulak saat ini sesuai dengan kemampuan lahan, dan lahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.
Lebih terperinciPRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10
Lebih terperinciPENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG
PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG Elita Agus Manalu 1), Arsyad 2), dan Suryanto 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi elitamanalu115@gmail.com
Lebih terperincihasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b)
BAB I PENGANTAR Guna melakukan budidaya tanaman, agar tanaman dapat menghasilkan secara optimal, maka harus memerhatikan syarat tumbuh tanaman, sebab setiap jenis tanaman memiliki kekhasan sendiri-sendiri.
Lebih terperinciBab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).
BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya. Tanah berfungsi sebagai tempat berkembangnya akar, penyedia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal
21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciEROSI DAN SEDIMENTASI
EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan,
4 TINJAUAN PUSTAKA Erosi Tanah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan, salah satunya menjadi media bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Berbagai gaya mempengaruhi tanah
Lebih terperinciMENENTUKAN LAJU EROSI
MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut
Lebih terperincigeografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)
KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu
TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat produktivitas yang rendah atau tidak produktif sama sekali bagi kegiatan
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Degradasi Tanah Degradasi tanah atau degradasi lahan didefinisikan sebagai lahan yang memiliki tingkat produktivitas yang rendah atau tidak produktif sama sekali bagi kegiatan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian
Lebih terperinciSistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi
Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi 37 Deddy Erfandi, Umi Haryati, dan Irawan Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12, Bogor
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan laju infiltrasi pada berbagai
199 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan laju infiltrasi pada berbagai karakteristik lahan pada bab sebelumnya, maka penelitian Hubungan Karakteristik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)
Lebih terperinciPrestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng
KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok. Sembilan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada kemiringan lahan 15 %. Tanah Latosol Darmaga/Typic Dystrudepts (Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm) dipilih sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air. Antara manusia dan lingkungan hidupnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi
2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Lahan pertanian yang dijadikan objek penelitian berlokasi di daerah lahan pertanian DAS Citarum Hulu, Desa Sukapura, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Bandung dan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar
Lebih terperinciPOLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING
POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Lahan Kualitas lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini adalah iklim, topografi, media perakaran dan kandungan hara sebagaimana
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai
49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104
Lebih terperinciDINAMIKA ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI AKIBAT TINDAKAN KONSERVASI TANAH DI PANGALENGAN JAWA BARAT
!"#$ % & ' (! " DINAMIKA ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI AKIBAT TINDAKAN KONSERVASI TANAH DI PANGALENGAN JAWA BARAT Oleh: Irwan Sukri Banuwa A262040021/PDAS E-mail : irwan_banuwa@plasa.com ABSTRACT Land degradation
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah
TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah
Lebih terperinciKey words :konserfasi, vulkan, kentang
KESESUAIAN LAHAN UNTUK SAYURAN DATARAN TINGGI DI HULU DAS MERAO, KABUPATEN KERINCI, JAMBI 1 Henny H 2, K. Murtilaksono 3, N. Sinukaban 3 dan S. D. Tarigan 3 ABSTRAK Lahan di hulu DAS Merao berada pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinci