bahwa hasil pemeriksaan selengkapnya atas pokok sengketa tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "bahwa hasil pemeriksaan selengkapnya atas pokok sengketa tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:"

Transkripsi

1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-87243/PP/M.XVIB/16/2017 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa sengketa terbukti mengenai tarif pajak dalam banding ini adalah koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan (Kredit Pajak) PPN Masa Pajak Maret 2011 sebesar Rp di mana koreksi tersebut terdiri dari: Koreksi Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar Rp ; Koreksi Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sebesar Rp ; bahwa hasil pemeriksaan selengkapnya atas pokok sengketa tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut: Menurut Terbanding : 1. Koreksi Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar Rp ; bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan dasar hukum Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 (Pasal 4A, Pasal 9 ayat (5), Pasal 16B ayat (1) dan (3) KMK 575/KMK.04/2000 Pasal 2 PP Nomor 31 Tahun 2007; bahwa menurut Terbanding koreksi Positif karena Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS) tidak dapat dikreditkan; bahwa Pajak Masukan yang dimaksud adalah Pajak Masukan yang terkait dengan kebun kelapa sawit yang akan menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, sehingga sesuai peraturan perpajakan yang terkait, Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan; 2. Koreksi Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sebesar Rp ; bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan alasan bahwa kegiatan usaha Wajib Pajak adalah perkebunan kelapa sawit dan memiliki pabrik kelapa sawit untuk mengolah hasil kebun menjadi CPO (crude palm oil/minyak sawit) dan PK (palm kernel/biji kernel sawit) yang sebagian besar produknya dijual ke perusahaan afiliasi, maka atas pembangunan atau pembuatan rumah untuk karyawan tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan juga tidak memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai karena yang menjadi hasil produk Wajib pajak adalah CPO (crude palm oil/minyak sawit) dan PK (palm kernel/biji kernel sawit); bahwa berdasarkan Penelitian LPP/KKP Pemeriksa, LPK dan dokumen-dokumen yang diserahkan Pemohon Banding hingga proses persidangan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. bahwa Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha terpadu yang terdiri dari: a. Unit Perkebunan yang melakukan kegiatan pembibitan, penanaman, pemeliharan, pemupukan hingga proses pemanenan kelapa sawit yang atas penyerahan barang kena pajak berupa Tandan Buah Segar (TBS) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 penyerahannya dibebaskan PPN sehingga Pajak Masukan yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seperti pembelian pupuk, perlengkapan perkebunan, dan sebagainya. b. Unit Pengolahan yang melakukan kegiatan pabrikasi yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi berupa CPO yang atas penyerahan barang jadi tersebut terutang PPN, maka Pajak Masukan yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan. 2. bahwa atas penyerahan TBS yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit, dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b Undang-Undang PPN jo. Pasal 2 ayat (2) huruf c dan Pasal 1 angka 2 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak

2 Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007; a. bahwa Pajak Masukan yang terkait dengan kebun yang dibayar untuk perolehan TBS, tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN; b. bahwa dalam proses penelitian keberatan, antara lain diketahui bahwa Pemohon Banding mempunyai 2 (dua) unit sebagai berikut: 1) Unit/divisi perkebunan; " Menyerahkan TBS yang dapat diserahkan kepada: - Pihak luar maupun; - Pihak dalam, yaitu unit pengolahan (CPO); " Atas penyerahan TBS oleh unit perkebunan dibebaskan dari pengenaan PPN; 2) Unit/divisi pengolahan (CPO). " Menyerahkan CPO, dsb; " Atas penyerahannya oleh unit pengolahan, dikenakan PPN; c. bahwa atas penyerahan TBS yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan TBS, dibebaskan dari penggenaan PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b PPN jo. Pasal 2 ayat (2) huruf c dan Pasal 1 angka 2 huruf a PP-31; d. bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN, namun demikian ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan tersebut merupakan pengaturan yang sejalan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang PPN; e. bahwa hal yang sama juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan penyerahan yang Tidak Terutang Pajak yang menggantikan/mencabut KMK Nomor 575/KMK.04/2000. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam 2 (dua) ketentuan tersebut di atas berlaku sama terhadap semua Wajib Pajak, baik bagi usaha kelapa sawit terpadu (integrated) maupun bagi usaha kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated). Hal ini sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang PPN tersebut pada angka 2; f. bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 51/P.PTS/X11/ 2011/P/HUM/2010 mengenai Perkara Permohonan Uji Materi Terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak pada intinya memutuskan bahwa norma atau kaidah di dalam PMK-78/PMK.03/2010 tidak bertentangan dengan peraturan perundangan perpajakan yang lebih tinggi. Norma atau kaidah di dalam PMK-78/PMK.03/2010 sebagai pelaksana Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN pada prinsipnya sama dengan norma atau kaidah dalam Ketentuan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 sebagai pelaksana Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN; g. bahwa sebagai peraturan pelaksanaan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 telah diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan penerapan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang sama atas pengkreditan Pajak Masukan pada perusahaan terpadu yang penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. Pada angka 6 Surat Edaran tersebut diatas jelas memberikan pemahaman bahwa untuk perusahaan kelapa sawit yang terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka: 1) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyatanyata untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak (CPO/PKO), dapat dikreditkan; 2) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyatanyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS), tidak dapat dikreditkan; h. bahwa dengan uraian tersebut di atas, maka Terbanding menyimpulkan bahwa Pemohon Banding adalah pihak yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 dan SE-90/PJ/2011 karena melakukan kegiatan terpadu berupa

3 Unit Perkebunan yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dan Unit Pengolahan yang menghasilkan CPO dan Palm Kernel yang merupakan Barang Kena Pajak; i. bahwa Tanggapan Terbanding mengenai definisi penyerahan terkait dengan koreksi yang disengketakan (1) Pasal 16B ayat (3) menggunakan frase yang atas penyerahannya, sebagai berikut: Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; (2) Dalam memori penjelasannya ditegaskan sebagai berikut: "Pengusaha Kona Pajak "8" memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai"; (3) Terbanding berpendapat bahwa frase yang atas penyerahannya pada Pasal 16B ayat (3) UU PPN mengandung makna yang apabila diserahkan. Itulah sebabnya, pilihan kata pada bagian penjelasan pasal 16B ayat (3) UU PPN adalah "memproduksi" bukan "melakukan Penyerahan BKP "; (4) Terbanding berpendapat bahwa ketika PKP memproduksi BKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, ketika itu pulalah ketentuan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan berlaku tanpa menunggu kepastian adanya penyerahan BKP tersebut. Itulah sebanya frase yang digunakan dalam pasal 16B adalah "yang atas penyerahannya", bukan "Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan BKP"; (5) Berkaitan dengan sengketa a quo, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding adalah Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Oleh karena itu, sesuai ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP tersebut tidak dapat dikreditkan; (6) bahwa pemahaman ini semakin jelas dengan memperhatikan contoh yang diberikan pada penjelasan Pasal 16B ayat (3) sebagai berikut: Pengusaha Kena Pajak "B" memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak "B" menggunakan Barang Kena Pajak lain dan atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain; Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak "B" membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut; Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak "B" kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, akan tetapi karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan. j. bahwa dapat dilihat secara tersurat bahwa Pasal 16B ayat (1) menganut prinsip equal treatment. bahwa prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal treatment) sudah sesuai dengan standar yang harus dipenuhi agar sebuah sistem pajak dapat dikatakan baik (good tax); bahwa Sally M. Jones dan Shelley C. Rhoades-Catanach dalam bukunya Priciples of Taxation for Business and Investment Planning 2010 Edition, McGraw Hill/Irwin halaman 22 menulis: 1. Pajak yang baik seharusnya memadai sebagai penerimaan pemerintah; 2. Pajak yang baik seharusnya mudah untuk diadministrasikan Pemerintah maupun bagi rakyat untuk membayar; 3. Pajak yang balk seharusnya efisien bagi perekonomian negara; 4. Pajak yang baik seharusnya adil; bahwa selanjutnya dalam halaman menyebutkan beberapa kriteria pajak yang adil adalah sebagai berikut: a) Kemampuan untuk membayar, pajak yang dibayarkan seharusnya mencerminkan sumber daya ekonomis yang berada pada penguasaan Wajib Pajak tersebut; b) Keadilan horisontal, Wajib Pajak yang memiliki basis pajak yang sama seharusnya mendapat perlakuan pajak yang sama; c) Keadilan vertikal, Wajib Pajak A yang sebelum pengenaan pajak memiliki kesejahteraan yang lebih balk daripada Wajib Pajak B, maka setelah pengenaan pajak tingkat kesejahteraan Wajib Pajak A seharusnya tetap lebih balk daripada Wajib Pajak;

4 d) Keadilan distributif, pajak sebagai mekanisme redistribusi kesejahteraan di dalam suatu masyarakat; bahwa dengan menerapkan equal treatment ini DJP telah melaksanakan Azas-Azas Umum Pemerintahan yang balk yakni azas persamaan perlakuan; k. bahwa sesuai dengan prinsip Pasal 16B menekankan kepada aspek keadilan dan pendapat ahli juga menekankan adanya keadilan dalam pungutan pajak; bahwa berdasarkan Pasal 16B ayat (1) bahwa penyerahan TBS dibebaskan dari pengenaan PPN dan Pasal 16B ayat (3) bahwa Pajak Masukan untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; bahwa ketika Pemohon Banding yang hanya melakukan penyerahan/penjualan TBS saja maka Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, namun apabila penyerahan/penjualan CPO dan PK maka Pajak Masukan yang sehubungan dengan perolehan TBS dapat dikreditkan; bahwa pendapat demikian telah mengabaikan prinsip keadilan yang dianut dalam Pasal 16B; I. bahwa menjadi pertanyaan di dalam Pasal 16B ayat (3), apakah diharuskan adanya syarat penyerahan BKP. Apabila dalam pasal belum jelas maka dapat dilihat penjelasannya. Penjelasan Pasal 16B ayat (3) mencontohkan Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa frase kalimat "yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai" menerangkan Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara bukan menerangkan penyerahan yang dilakukan oleh PKP. Dicontohkan bahwa PKP yang memproduksi, memproduksi sama dengan menghasilkan; bahwa dalam sengketa ini Pemohon Banding menghasilkan TBS. Kekhususan Pasal 16B ada pengertian dalam menghasilan sebagai penyerahan; bahwa dengan demikian bahwa Pemohon Banding seharusnya tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan terkait pemakaian TBS; m. bahwa PP Nomor 31 Tahun 2007 merupakan aturan pelaksanaan ketentuan Pasal 16B UU PPN (atribusi). PP 31 yang merubah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, merupakan aturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Pasal 16B Undang-Undang PPN yang keberadaannya secara sah dapat dijadikan dasar hukum; bahwa ketentuan ini menjelaskan antara lain, bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasuskasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan; bahwa oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut; n. bahwa penerapan Koreksi Pajak Masukan yang dilakukan Terbanding telah sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya fasilitas: meningkatkan daya saing dan memberi perlakuan yang sama; bahwa dalam kasus ini, mengenai perlakuan yang sama atas Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa dalam hal usaha Pemohon Banding adalah Kebun Sawit saja; - Tidak ada PPN Keluaran atas penyerahan TBS; - Pajak Masukan kebun tidak dapat dikreditkan; - Pajak Masukan kebun dibiayakan dan menjadi unsur Harga Pokok Penjualan (HPP) bagi TBS, dan kelak menjadi unsur HPP bagi CPO; bahwa dalam hal usaha Pemohon Banding adalah Pabrik CPO saja; - Atas penyerahan CPO terutang PPN; - Tidak ada Pajak Masukan atas pembelian TBS; - Pajak Masukan kebun menjadi unsur HPP dari TBS yang dibeli, selanjutnya menjadi unsur HPP bagi CPO; bahwa dalam hal usaha Pemohon Banding terintegrasi Kebun Sawit dan Pabrik CPO:

5 - Tidak ada PPN atas TBS; - PPN hanya atas CPO; - Pajak Masukan kebun dibiayakan dan akan menjadi unsur HPP bagi CPO; bahwa apabila pada perusahaan yang terintegrasi antara kebun sawit dan pabrik CPO, Pajak Masukan kebun dapat dikreditkan, maka terdapat perlakuan yang berbeda pada: - Pajak Masukan Kebun, antara Perusahaan Sawit saja yang mengkapitalisasi Pajak Masukan kebun ke dalam HPP dan perusahaan integrated yang mengkreditkan Pajak Masukan kebun, perbedaan tersebut menyebabkan unsur pembentuk harga TBS berbeda dan berpotensi memunculkan praktek tidak sehat dengan tujuan mengkreditkan Pajak Masukan kebun; - Harga jual CPO dan Pajak Keluaran atas CPO, yang berpotensi memunculkan persaingan yang tidak sehat. Harga jual dan PPN CPO bagi perusahaan yang hanya pabrikan CPO mengandung unsur Pajak Masukan kebun, sehingga cenderung lebih tinggi, sedangkan untuk perusahaan integrated tidak mengandung unsur Pajak Masukan kebun, sehingga harga cenderung lebih rendah. bahwa oleh karena itu, demi terciptanya pesaingan bisnis yang sehat dan menghindari perlakuan diskriminatif, perlakuan PPN Keluaran dan Masukan harus sama, yaitu tidak ada Pajak Keluaran baik atas penyerahan konsumtif, produktif, maupun tidak ada penyerahan (TBS busuk), dan tidak ada Pajak Masukan yang dikreditkan, balk atas penyerahan konsumtif, produktif, maupun ketika tidak ada penyerahan (TBS busuk); o. bahwa prinsip netralitas dalam Pajak Pertambahan Nilai perlu dikedepankan dan tidak boleh ditinggalkan, karena PPN tidak menghendaki adanya kondisi yang mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis, Jika Pajak Masukan untuk menghasilan TBS pada dunia usaha terintegrasi dapat dikreditkan, Pengusaha yang memiliki modal kecil yang tidak mampu memiliki unit pengolahan (termasuk di dalamnya adalah para petani), akan kesulitan berkompetisi harga dengan pengusaha besar (karena PM menjadi HPP). Hal tersebut bertentangan dengan netralitas PPN yang menghendaki PPN tidak mempengaruhi kompetisi bisnis; p. bahwa perlakuan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas merupakan perwujudan keadilan pembebanan pajak sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan umum UU PPN. Sebagai ilustrasi dapat disampaikan sebagai berikut: DPP pupuk Rp100 DPP TBS Rp400 DPP CPO Rp900 a. bahwa dalam hal peran unit perkebunan dilakukan oleh PT X yang mandiri dan peran unit Pengolahan dilakukan oleh PT Y yang mandiri, dan mengingat penyerahan DPP TBS oleh PT X (perkebunan TBS) dibebaskan, maka penghitungan PPN adalah sebagai berikut: Uraia n PT X Perkebunan TBS PT Y Pengolahan CPO Beban Pajak DPP PM DPP PK PPN DPP PM DPP PK PPN Pupuk 100 Tidak dapat Tidak dapat dikreditkan dikreditkan TBS 400 Dibebaska n 400 Tidak dapat dikreditkan CPO b. bahwa dalam hal peran unit perkebunan dan peran unit pengolahan dilakukan oleh perusahaan yang sama, dan Pajak Masukan atas pupuk (yang digunakan untuk perolehan TBS) dapat dikreditkan sebagaimana alasan banding Pemohon Banding dalam surat banding, maka penghitungan PPN adalah sebagai berikut: Uraian PT KSI UNIT Perkebunan UNIT Pengolahan Beban Pajak DPP PM DPP PK PPN DPP PM DPP PK PPN Pupuk 100 (10) (10) TBS 400 Dibebaskan 400 Tidak dapat dikreditkan CPO bahwa membandingkan perlakuan PPN pada butir 1) dan butir 2) di atas, maka: 1) Pengkreditan Pajak Masukan pupuk atas penyerahan TBS yang dibebaskan dari pengenaan PPN, melanggar ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN; 2) Terjadi ketidaksamaan perlakuan yang menciptakan ketidakadilan. c. bahwa dalam hal peran unit perkebunan dan peran unit pengolahan dilakukan oleh perusahaan yang sama, dan Pajak Masukan atas pupuk (yang digunakan untuk perolehan TBS) tidak dapat dikreditkan sebagaimana pendapat Terbanding, maka penghitungan PPN adalah sebagai berikut: (Rp)

6 Uraia PT KSI n Unit Perkebunan Unit Pengolahan Beban Pajak DPP PM DPP PK PPN DPP PM DPP PK PPN Pupuk 100 Tidak dapat Tidak dapat dikreditkan dikreditkan TBS 400 Dibebaska n 400 Tidak dapat dikreditkan CPO bahwa membandingkan perlakuan PPN pada butir 1) dan butir 3) di atas, maka terdapat kesamaan perlakuan yang menciptakan keadilan; bahwa mengingat hal-hal tersebut di atas dan mengingat bahwa pokok pikiran dalam UU PPN dan memori penjelasan Pasal 16B Undang-Undang PPN menghendaki keadilan pembebanan pajak dan diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama, koreksi Pajak Masukan yang dilakukan oleh Terbanding sudah tepat; bahwa tanpa mengurangi independensi Majelis Hakim dalam memutus sengketa ini, sebagai informasi tambahan atas pokok sengketa yang sama yaitu pengkreditan Pajak Masukan pada perusahaan yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) terdapat Putusan Mahkamah Agung Nomor 738/B/PK/PJK/2014 tanggal 22 Desember 2014 mengenai perkara Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor 46895/PP/M.VI/16/2013 yang memutuskan mempertahankan koreksi Pajak Masukan tersebut, dengan pertimbangan secara garis besar sebagai berikut: bahwa alasan-alasan atas koreksi positif Pajak Masukan PPN atas perolehan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN pada perusahaan yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) dapat dibenarkan, karena dalam perkara a quo pengkreditan atas Pajak Masukan haruslah dikaitkan dengan bidang usaha dan penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding sebagai PKP sesuai dengan norma atau kaidah serta kebijakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) serta Pasal 16 B ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; Menurut Pemohon : 1. Koreksi Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar Rp ; bahwa Pemohon Banding menjelaskan untuk koreksi Pajak Masukan, sebenarnya Pemohon Banding merupakan perusahaan yang hanya menjual CPO atau palm kernel, dan tidak menjual TBS sama sekali, dan biaya-biaya tersebut merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk kebun, sehingga seluruh biaya-biaya tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; bahwa seluruh TBS yang dihasilkan dari kebun digunakan untuk diolah lebih lanjut yang hasil akhirnya berupa CPO, Kernel dan atau CPKO; bahwa hasil akhir berupa CPO, Kernel dan atau CPKO inilah yang akan dijual oleh Pemohon Banding kepada pihak ketiga, dengan demikian, terlihat secara nyata bahwa sebagai perusahaan yang terintegrasi, perkebunan dengan pabrik merupakan satu kesatuan kegiatan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan; bahwa atas pertanyaan Majelis apakah Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha terintegrasi, Pemohon Banding membenarkan hal tersebut dan menyatakan juga bahwa sengketa ini merupakan sengketa Yuridis; 2. Koreksi Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sebesar Rp ; bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan, bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan terpadu yang bergerak di bidang industri kelapa sawit yang menghasilkan produk akhir berupa CPO/ CPKO yang atas penyerahannya terutang PPN. Sehingga pengeluaran yang dilakukan Pemohon Banding termasuk pembelian obat-obatan untuk seluruh karyawan berkaitan dengan kegiatan menghasilkan produk CPO/ CPKO yang terhutang PPN. Oleh karena itu seharusnya pajak masukan terkait pembelian tersebut dapat di kreditkan; bahwa Pemohon Banding dalam penjelasan tertulisnya tanpa nomor tanggal 22 Maret 2017, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

7 bahwa memenuhi permintaan Majelis Hakim pada sidang yang dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2017, maka dengan ini Pemohon Banding sampaikan penjelasan atas dasar koreksi, dasar hukum dan pendapat Pemohon Banding sehubungan dengan permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan; Pokok dan Nilai Sengketa bahwa PPN Masukan sebesar Rp yang dikoreksi adalah Pajak Masukan terkait dengan unit kegiatan untuk memproduksi TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN; bahwa PPN Masukan sebesar Rp yang dikoreksi adalah Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 1. Koreksi Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar Rp ; 1.1 Dasar Hukum Koreksi: a. bahwa UU PPN No. 18 Tahun 2000 (Pasal 4A, Pasal 9 ayat (5), Pasal 16B ayat (1) dan (3)) tentang dalam hal pengkreditan pajak masukan apabila Wajib Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan juga penyerahan yang tidak terutang pajak; b. bahwa PMK No. 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan panyerahan yang tidak terutang pajak, dan c. bahwa PP No. 31 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; 1.2 Uraian Pemohon Banding bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut: 1. Pemohon Banding merupakan Perusahaan Terpadu pada Industri Minyak Kelapa Sawit bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan terpadu (integrated) yang bergerak di bidang industri minyak kelapa sawit/crude Palm Oil ( CPO ) dan inti sawit/palm Kernel ( Kernel ) dan atau Crude Palm Kernel Oil ( CPKO") yang memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri sesuai dengan ijin yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ) dalam Surat Persetujuan No. 69/V/PMA/2005 tanggal 20 Mei Berikut Pemohon Banding lampirkan salinan surat ijin BKPM Nomor 28/1/IP/III/PMA/2010 tertanggal 11 Februari 2010 sebagai referensi untuk Majelis Hakim; bahwa Pemohon Banding menjual CPO dan Kernel/CPKO sebagai produk akhir dari pengolahan kelapa sawit dan tidak menjual Tandan Buah Segar ( TBS ); bahwa seluruh TBS yang dihasilkan dari kebun digunakan untuk diolah lebih lanjut yang hasil akhirnya berupa CPO, Kernel dan atau CPKO. Hasil akhir berupa CPO, Kernel dan atau CPKO inilah yang akan dijual oleh Pemohon Banding kepada pihak ketiga. Dengan demikian terlihat secara nyata bahwa sebagai perusahaan yang terintegrasi, perkebunan dengan pabrik merupakan satu kesatuan kegiatan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan; bahwa saat ini Pemohon Banding telah mengoperasikan pabrik pengolahan minyak sawit berkapasitas 90 ton TBS per jam yang menghasilkan CPO dan PK serta pabrik pengolahan kernel yang menghasilkan CPKO yang berlokasi di Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah; 2. Koreksi Terbanding tidak sesuai dengan Pasal 9(5) dan Pasal 9(6) UU PPN No. 18/2000 ( Pasal 9(6) ) dan Peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.03/2010 ( PMK 78 ). Pendapat Pemohon Banding ini didasari: bahwa Pasal 9(5) mengatur sebagai berikut: Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. bahwa Pasal 9(6) mengatur sebagai berikut:

8 Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. bahwa PMK 78 mengatur (sebagaimana menjadi judul PMK bersangkutan) tentang: Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak bahwa PMK 78 adalah peraturan pelaksanaan dari Pasal 9(6); bahwa berdasarkan hal-hal diatas, perlakuan pengkreditan PPN Masukan yang diatur di dalam Pasal 9(6) dan PMK 78 hanya berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) yang melakukan penyerahan yang terutang PPN dan tidak terutang PPN; bahwa Pemohon Banding, sebagai pengusaha perkebunan terpadu, hanya menjual/menyerahkan CPO dan PK (yang merupakan BKP) dan tidak melakukan penyerahan TBS (yang merupakan BKP tertentu yang bersifat strategis); bahwa dengan demikian, Terbanding telah melakukan kesalahan dalam menafsirkan dan menggunakan aturan perpajakan disebut di atas sebagai dasar hukum untuk mengoreksi PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk). Terbanding seharusnya hanya menggunakan aturan PMK 78 apabila PKP bersangkutan melakukan penyerahan TBS (yang dibebaskan dari pengenaan PPN) dan juga penyerahan CPO/PK (yang merupakan BKP); 3. Dalam Masa Maret 2011 Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN. Pendapat Pemohon Banding berdasarkan penjelasan sebagai berikut: bahwa dapat Pemohon Banding sampaikan juga, perlakuan pengkreditan PPN Masukan yang diatur di dalam Pasal 9(5) dan PMK 78 hanya berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) yang melakukan penyerahan yang terutang PPN dan tidak terutang PPN; bahwa dalam masa Maret 2011 Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terhutang PPN. Hal ini dapat dibuktikan dengan laporan dalam SPT Masa PPN Maret 2011 dimana tidak terdapat penyerahan yang tidak terhutang PPN; bahwa selama proses pemeriksaan lapangan pihak Terbanding tidak menemukan bukti bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan yang tidak terhutang PPN maupun penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis (penyerahan TBS) pada masa Maret 2011; bahwa dengan demikian Terbanding tidak mempunyai alasan yang kuat untuk menggunakan aturan perpajakan disebut di atas sebagai dasar hukum untuk mengoreksi PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk). PMK 78 hanya bisa diterapkan apabila PKP bersangkutan melakukan penyerahan TBS (yang dibebaskan dari pengenaan PPN) dan penyerahan CPO/PK (yang merupakan BKP); bahwa dengan demikian maka dasar hukum Pasal 9(5) dan PMK 78 yang digunakan oleh Terbanding sebagai dasar koreksi adalah tidak tepat; 4. Koreksi Terbanding bertentangan dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN No 42/2009 ( Pasal 16B(3) ). Pendapat ini didasari : bahwa Penjelasan Pasal 16B(3) mengatur sebagai berikut:.adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan. bahwa menurut Penjelasan Pasal 16B (3), PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk) tidak dapat dikreditkan apabila hanya terdapat penyerahan TBS; bahwa ketentuan Pasal 16B (3) tidak dapat diterapkan sebagai acuan perlakuan PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk) apabila PPN Masukan tersebut digunakan untuk menghasilkan hasil akhir berupa CPO dan PK, yang penyerahannya terutang PPN;

9 bahwa dalam memproses TBS menjadi CPO tidak terjadi penyerahan sesuai dengan definisi yang diatur di dalam Pasal 1 butir 4 dan Pasal 1A (1) UU PPN No. 42/2009; bahwa koreksi PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk) tanpa adanya fakta hukum terjadinya penyerahan, bertentangan dengan Pasal 12(2) dan Pasal 12(3) UU KUP No 28/2007 sebagai berikut: Ayat 2: Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Ayat 3: Apabila Terbanding mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Terbanding menetapkan jumlah pajak yang terutang bahwa selama proses pemeriksaan dan keberatan, Terbanding tidak dapat membuktikan terjadinya penyerahan TBS oleh Pemohon Banding Oleh karena itu koreksi PPN Masukan tidak berdasarkan bukti melainkan hanya berdasarkan pada asumsi, yang tidak sesuai dengan prinsip kebenaran material yang dianut pada perundang- undangan perpajakan yang berlaku sehingga koreksi ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 12 ayat (3) UU KUP No. 28/2007; bahwa berdasarkan hal-hal di atas dan dikarenakan Pemohon Banding hanya menyerahkan/menjual CPO dan PK, dan tidak menyerahkan/menjual TBS, maka PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS seharusnya dapat dikreditkan sesuai dengan pasal 16B ayat 1 UU PPN; 5. Pendapat Terbanding yang menerapkan prinsip equal treatment atas sengketa PPN ini tidak tepat bahwa Terbanding tidak tepat dalam menerapkan prinsip "equal treatment" untuk menyama-ratakan perlakuan PPN terhadap dua kegiatan yang memang tidak sama, yaitu antara kegiatan pengusaha kelapa sawit yang menghasilkan TBS saja (yang oleh Terbanding disebut sebagai petani TBS) dan kegiatan pengusaha kelapa sawit yang terintegrasi dengan unit pengolahan untuk menghasilkan CPO; bahwa sebagaimana Pemohon Banding jelaskan di atas, konsep keadilan yang diusung oleh Terbanding terbukti tidak berdasar dan tidak relevan. Terbanding mendalilkan bahwa terjadi ketidakadilan apabila perusahaan kelapa sawit yang terpadu (terintegrasi) dapat mengkreditkan pajak masukan kebun sebab harga jual TBS perusahaan kelapa sawit terintegrasi tersebut akan lebih rendah dibandingkan perusahaan tidak terpadu; bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan kelapa sawit terintegrasi yang tidak menjual TBS yang dihasilkan oleh perkebunannya melainkan digunakan untuk proses produksi CPO (seperti halnya Pemohon Banding sebagai perusahaan terintegrasi pun tidak menjual TBS) sehingga ketidakadilan yang menjadi kekhawatiran Terbanding terbukti nyata tidak akan pernah terjadi; bahwa selain itu, Pemohon Banding juga berpandangan bahwa kewajiban PPN tidak hanya memperhatikan objeknya semata, melainkan sangat memperhatikan tentang ada atau tidaknya penyerahan atas objek tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PPN, yang mengatur tentang Objek Pajak sebagai berikut: "(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha." bahwa tanpa adanya penyerahan, maka PPN tidak akan dapat dikenakan atas suatu objek PPN (Barang Kena Pajak). Oleh karena itu, dalil Terbanding yang secara subjektif menyatakan bahwa ada atau tidaknya penyerahan BKP, tidak mempengaruhi perlakuan PPN Keluaran dan Masukan sangatlah tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlaku seperti yang diamanatkan dalam Pasal 9 UU PPN dan SE-90/PJ/2011 tanggal 23 Oktober 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit; bahwa lebih lanjut, jika dilihat dari sudut pandang Pajak Penghasilan, PPN masukan yang dibiayakan pada perusahaan tidak terpadu (non intergrated) akan menguntungkan bagi perusahaan. Biaya PPN masukan tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan yang menjadi dasar perhitungan PPh Badan, sehingga PPh yang terutang menjadi lebih kecil; Menurut Majelis : 1. Koreksi Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang

10 atau dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar Rp ; bahwa menurut Terbanding, koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dilakukan terkait dengan kegiatan usaha Pemohon Banding yang merupakan kegiatan terpadu yaitu untuk Unit Perkebunan yang melakukan kegiatan pembibitan, penanaman, pemeliharan, pemupukan hingga proses pemanenan kelapa sawit yang atas penyerahan barang kena pajak berupa Tandan Buah Segar (TBS); bahwa sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 atas penyerahan TBS dibebaskan dari PPN sehingga Pajak Masukan yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan seperti pembelian pupuk, perlengkapan perkebunan, dan sebagainya, sebagaimana.diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN. bahwa sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak clan penyerahan yang Tidak Terutang Pajak yang menggantikan/mencabut KMK Nomor 575/KMK , Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN berlaku sama terhadap semua Wajib Pajak, balk bagi usaha kelapa sawit terpadu (integrated) maupun bagi usaha kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated). Hal ini sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasai 16B ayat (1) Undang-Undang PPN. bahwa menurut Terbanding, Pasal 16B ayat (3) menggunakan frase yang atas penyerahannya, sebagai berikut : Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dart pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; Dalam memori penjelasannya ditegaskan sebagai berikut : "Pengusaha Kena Pajak "B" memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa Terbanding berpendapat bahwa frase yang atas penyerahannya pada Pasal 16B ayat (3) UU PPN mengandung makna yang apabila diserahkan. Itulah sebabnya, pilihan kata pada bagian penjelasan Pasal 16B ayat (3) UU PPN adalah "memproduksi" bukan "melakukan Penyerahan BKP." Menurut Terbanding ketika PKP memproduksi BKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, ketika itu pulalah ketentuan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan berlaku tanpa menunggu kepastian adanya penyerahan BKP tersebut. Itulah sebanya frase yang digunakan dalam Pasal 16B adalah "yang atas penyerahannya", bukan "Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan BKP"; bahwa berkaitan dengan sengketa a quo, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding adalah Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Oleh karena itu, sesuai ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP tersebut tidak dapat dikreditkan; bahwa secara tersurat bahwa Pasal 16B ayat (1) menganut prinsip equal treatment. yaitu prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal treatment) sudah sesuai dengan standar yang harus dipenuhi agar sebuah sistem pajak dapat dikatakan baik (good tax). bahwa berdasarkan Pasal 16B ayat (1) bahwa penyerahan TBS dibebaskan dari pengenaan PPN dan Pasal 16B ayat (3) bahwa Pajak Masukan untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; bahwa ketika Pemohon Banding yang hanya melakukan penyerahan/penjualan TBS saja maka Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, namun apabila penyerahan/penjualan CPO dan PK maka Pajak Masukan yang sehubungan dengan perolehan TBS dapat dikreditkan, maka pendapat demikian telah mengabaikan prinsip keadilan yang dianut dalam Pasal 16B; bahwa frase kalimat "yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai" menerangkan Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara bukan menerangkan penyerahan yang dilakukan oleh PKP. Dicontohkan bahwa PKP yang memproduksi, memproduksi sama dengan menghasilkan. Dalam sengketa ini Pemohon Banding menghasilkan TBS. Kekhususan Pasal 16B ada pengertian dalam menghasilan sebagai penyerahan, dengan demikian bahwa Pemohon Banding seharusnya tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan terkait pemakaian TBS; bahwa PP Nomor 31 Tahun 2007 merupakan aturan pelaksanaan ketentuan Pasal 16B UU PPN (atribusi), yang merubah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, merupakan aturan

11 pelaksanaan yang diamanatkan dalam Pasal 16B UU PPN yang keberadaannya secara sah dapat dijadikan dasar hukum. Ketentuan ini menjelaskan antara lain, bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan; bahwa oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahantersebut, dan penerapan Koreksi Pajak Masukan yang dilakukan Terbanding telah sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya fasilitas: meningkatkan daya saing dan memberi perlakuan yang sama; bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan terpadu (integrated) yang bergerak di bidang industri minyak kelapa sawit/crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit/palm Kernel (Kernel) dan atau Crude Palm Kernel Oil (CPKO) yang memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri sesuai dengan ijin yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam Surat Persetujuan No. 69/V/PMA/2005 tanggal 20 Mei 2005; bahwa Pemohon Banding menjual CPO dan Kernel/CPKO sebagai produk akhir dari pengolahan kelapa sawit dan tidak menjual Tandan Buah Segar (TBS), dimana seluruh TBS yang dihasilkan dari kebun digunakan untuk diolah lebih lanjut yang hasil akhirnya berupa CPO, Kernel dan atau CPKO, yang akan dijual oleh Pemohon Banding kepada pihak ketiga, dengan demikian secara nyata Pemohon Banding merupakan perusahaan yang terintegrasi, dimana perkebunan dan pabrik merupakan satu kesatuan kegiatan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan; bahwa saat ini Pemohon Banding telah mengoperasikan pabrik pengolahan minyak sawit berkapasitas 90 ton TBS per jam yang menghasilkan CPO dan PK serta pabrik pengolahan kernel yang menghasilkan CPKO yang berlokasi di Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah; bahwa menurut Pemohon Banding, koreksi Terbanding tidak sesuai dengan Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 9 ayat (6) UU PPN Nomor 18 Tahun 2000, dan Peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.03/2010 (PMK 78), dimana berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, perlakuan pengkreditan PPN Masukan yang diatur di dalam Pasal 9 ayat (6) dan PMK 78 hanya berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan yang terutang PPN dan tidak terutang PPN, sedangkan Pemohon Banding, sebagai pengusaha perkebunan terpadu, hanya menjual/menyerahkan CPO dan PK (yang merupakan BKP) dan tidak melakukan penyerahan TBS (yang merupakan BKP tertentu yang bersifat strategis); bahwa dalam Masa Maret 2010, Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN, yang dapat dibuktikan dengan laporan dalam SPT Masa PPN Maret 2010 dimana tidak terdapat penyerahan yang tidak terhutang PPN; bahwa menurut Pemohon Banding, koreksi Terbanding bertentangan dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN No 42/2009, yang di dalam Penjelasan Pasal 16B ayat (3) disebutkan sebagai berikut:.adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan ; bahwa menurut Penjelasan Pasal 16B ayat (3), PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk) tidak dapat dikreditkan apabila hanya terdapat penyerahan TBS. bahwa ketentuan Pasal 16B ayat (3) tidak dapat diterapkan sebagai acuan perlakuan PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS (sebagai contoh pembelian pupuk) apabila PPN Masukan tersebut digunakan untuk menghasilkan hasil akhir berupa CPO dan PK, yang penyerahannya terutang PPN; bahwa dalam memproses TBS menjadi CPO tidak terjadi penyerahan sesuai dengan definisi yang diatur di dalam Pasal 1 butir 4 dan Pasal 1A (1) UU PPN No. 42/2009, dan selama proses pemeriksaan dan keberatan, Terbanding tidak dapat membuktikan terjadinya penyerahan TBS oleh Pemohon Banding, oleh karena itu koreksi PPN Masukan tidak berdasarkan bukti, sehingga PPN Masukan atas kegiatan menghasilkan TBS seharusnya dapat dikreditkan sesuai dengan pasal 16B ayat 1 UU PPN; bahwa menurut Pemohon Banding, pendapat Terbanding yang menerapkan prinsip equal treatment atas sengketa PPN ini tidak tepat, karena menyama-ratakan perlakuan PPN terhadap dua kegiatan yang memang tidak sama, yaitu antara kegiatan pengusaha kelapa sawit yang menghasilkan TBS saja (yang oleh Terbanding disebut sebagai petani TBS) dan kegiatan pengusaha kelapa sawit yang terintegrasi dengan unit pengolahan untuk menghasilkan CPO; bahwa selain itu, Pemohon Banding juga berpandangan bahwa kewajiban PPN tidak hanya memperhatikan objeknya semata, melainkan sangat memperhatikan tentang ada atau tidaknya

12 penyerahan atas objek tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PPN, yang mengatur tentang Objek Pajak sebagai berikut: "(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha"; bahwa tanpa adanya penyerahan, maka PPN tidak akan dapat dikenakan atas suatu objek PPN (Barang Kena Pajak). Oleh karena itu, dalil Terbanding yang secara subjektif menyatakan bahwa ada atau tidaknya penyerahan BKP, tidak mempengaruhi perlakuan PPN Keluaran dan Masukan sangatlah tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku seperti yang diamanatkan dalam Pasal 9 UU PPN dan SE-90/PJ/2011 tanggal 23 Oktober 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak di dalam persidangan, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara banding ini adalah koreksi Terbanding atas Pajak Masukan (yang berhubungan dengan kegiatan kebun) Masa Pajak Maret 2011 sebesar Rp , yang menurut Terbanding tidak dapat dikreditkan terkait dengan TBS yang dihasilkan dari Unit Kebun Pemohon Banding, sebagai barang strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN; bahwa sesuai Pasal 16B ayat (3) UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM disebutkan : "Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan"; bahwa dalam penjelasan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN dinyatakan : Berbeda dengan ketentuan dalam ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan ; bahwa menurut Majelis, dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Pajak Masukan a quo tidak dapat dikreditkan apabila ada/terkait dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN; bahwa menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah dilakukan perubahan keempat dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 disebutkan bahwa : "Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan"; bahwa menurut Majelis, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah dilakukan perubahan keempat dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 tersebut adalah merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 16B Ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009, dimana dalam Pasal 3 PP 31 tahun 2007 tersebut dinyatakan : sehubungan dengan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis. Dst; bahwa dengan demikian menurut Majelis, makna frase "yang atas penyerahannya sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 B ayat 3 UU PPN adalah apabila Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak tersebut benar-benar diserahkan, dengan demikian harus terdapat unsur penyerahan yang harus dipenuhi; Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPN, disebutkan sebagai berikut : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : a. Penyerahan Barang Kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. Impor BKP dan seterusnya sampai dengan huruf h bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka menurut Majelis, makna frase "yang atas penyerahannya sebagaimana tersebut adalam Pasal 16 B ayat (3) UU PPN adalah apabila Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak tersebut benar-benar diserahkan, oleh karena itu harus terdapat unsur penyerahan atas barang baik yang tidak terutang PPN yang harus terpenuhi, sehingga tidak dapat diartikan sebagai "yang apabila diserahkan", sebagaimana pendapat Terbanding; bahwa menurut Majelis, penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM adalah CPO dan Kernel sebagai produk akhir Pemohon Banding yang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) yang atas penyerahannya terutang PPN 10%. Sedangkan penyerahan TBS kepada pabrik atau Unit pengolahan CPO dan Kernel bukan merupakan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan a quo, karena Pemohon Banding telah mengolah lebih lanjut TBS menjadi CPO dan Kernel; bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau

Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp ,00,

Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp ,00, Putusan Nomor : PUT-72658/PP/M.XB/16/2016 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

: bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang terkait dengan kebun sebesar Rp ,00;

: bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang terkait dengan kebun sebesar Rp ,00; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62294/PP/M.XI.B/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan

Lebih terperinci

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK Putusan Nomor : 72764/PP/M.XVA/16/2016 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Pajak yang dapat diperhitungkan PPN Barang dan Jasa Masa Pajak

Lebih terperinci

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00;

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 65791 /PP/M.VIA/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Menurut Majelis : bahwa nilai sengketa

Lebih terperinci

Menurut Pemohon: Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015. Tahun Pajak : 2008

Menurut Pemohon: Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015. Tahun Pajak : 2008 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010;

November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010; utusan Nomor : Put-73888/PP/M.XIB/16/2016 enis Pajak : PPN ahun Pajak : 2010 okok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi dari Keputusan Menteri Keuangan No.575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan nomor 575 (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 1786/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

: Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015

: Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah adalah koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan

Lebih terperinci

Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00

Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT. 49902/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap sebagai berikut :

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap sebagai berikut : Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.61621/PP/M.XII B/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak Pokok Sengketa : 2011 : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

2. Koreksi Pajak Masukan atas jawaban konfirmasi sebesar Rp , Koreksi Pajak Masukan atas Kebun sebesar Rp

2. Koreksi Pajak Masukan atas jawaban konfirmasi sebesar Rp , Koreksi Pajak Masukan atas Kebun sebesar Rp utusan Nomor : Put-73891/PP/M.XIB/16/2016 enis Pajak : PPN ahun Pajak : 2010 okok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan

Lebih terperinci

bahwa Koreksi atas PPN Masukan tetap ditolak dan diajukan banding oleh Pemohon Banding dengan alasan sebagai berikut:

bahwa Koreksi atas PPN Masukan tetap ditolak dan diajukan banding oleh Pemohon Banding dengan alasan sebagai berikut: tusan Nomor : Put-73890/PP/M.XIB/16/2016 nis Pajak : PPN hun Pajak : 2010 kok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 544/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50322/PP/M.X/16/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50322/PP/M.X/16/2014 Direktori Putusan Mahkamaa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50322/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : Pajak Pertambahan Nilai : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014.

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014. Putusan Nomor : PUT-112135.16/2014/PP/M.VIB Tahun 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa

Lebih terperinci

ANALISIS SENGKETA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN KELAPA SAWIT ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN X

ANALISIS SENGKETA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN KELAPA SAWIT ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN X ANALISIS SENGKETA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN KELAPA SAWIT ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN X William Anderson dan Elisa Tjondro Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra Email:

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.46597/PP/M.II/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis : Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Keputusan

Lebih terperinci

Penggantian ke 2 (dua) :

Penggantian ke 2 (dua) : Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.38645/PP/M.XIII/16/2012 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa dalam pemeriksaan yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang mendapatkan sumber terbesar dari penerimaan pajak. Komposisi pendapatan Negara lebih bertumpu pada sumber sumber penerimaan dari

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 238/B/PK/Pjk/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara pajak pada peninjauan kembali telah memutus dalam perkara: DIREKTUR

Lebih terperinci

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust : Put. 43692/PP/M.XV/16/2013 Mahkamaa Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan

Lebih terperinci

Tabel Nilai Sengketa atas Objek Pajak sampai dengan Surat Banding N o. 1. Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp

Tabel Nilai Sengketa atas Objek Pajak sampai dengan Surat Banding N o. 1. Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-50514/PP/M.XIA/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap :

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : : Put-44250/PP/M.VIII/16/2013 Maia Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN JLN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : Menurut Terbanding

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia PUTUSAN Nomor 581/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ. Putusan : Put-87868/PP/M.VA/99/2017 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah

Lebih terperinci

: PUT.38579/PP/M.XIII/16/2012. Nomor Putusan Pengadilan Pajak Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai. Tahun Pajak : 2007

: PUT.38579/PP/M.XIII/16/2012. Nomor Putusan Pengadilan Pajak Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai. Tahun Pajak : 2007 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2007 : PUT.38579/PP/M.XIII/16/2012 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 1715/B/PK/PJK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Putusan Nomor : Put.69128/PP/M.IA/16/2016 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon : bahwa nilai sengketa terbukti dalam

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT /PP/M.XIII/16/2013. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2008

Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT /PP/M.XIII/16/2013. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2008 Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT- 49617/PP/M.XIII/16/213 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-103678.16/2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah 1. Koreksi

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT45363/PP/M.II/27/2013. : Pajak Penghasilan Pasal 15 Final. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT45363/PP/M.II/27/2013. : Pajak Penghasilan Pasal 15 Final. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT45363/PP/M.II/27/2013 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 15 Final Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43787/PP/M.XVI/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : Pajak Pertambahan Nilai : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ. DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.52/2005 TENTANG PENJELASAN ATAS PEMBERLAKUAN PPN DAN PPn BM DI DAERAH INDUSTRI

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN PENETAPAN DAN KETETAPAN Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP

Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM UU No.18 Tahun 2000 => 42 Th 2009 Tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas BKP dan JKP yang dikonsumsi di dalam negeri Definisi Pajak

Lebih terperinci

bahwa menurut Terbanding, dasar Terbanding melakukan koreksi karena:

bahwa menurut Terbanding, dasar Terbanding melakukan koreksi karena: Nomor Putusan : Put.37978/PP/M.II/16/2012 Pengadilan Pajak Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2007 Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding : bahwa dasar koreksi DPP PPN sebesar Rp.5.943.996.000,00 sama

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia PUTUSAN Nomor 1714/B/PK/PJK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.36985/PP/M.XIII/15/2012. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.36985/PP/M.XIII/15/2012. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.36985/PP/M.XIII/15/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : Koreksi positif atas Biaya Usaha Lainnya berupa Biaya yang dikoreksi

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2012

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2012 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017 Jenis Pajak : PPh Pasal 23 Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. : Put-50255/PP/M.XVI/16/2014. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2009

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. : Put-50255/PP/M.XVI/16/2014. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2009 Nomor Putusan Pengadilan Pajak : Put-50255/PP/MXVI/16/2014 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Dasar Pengenaan Pajak

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2014 TENTANG PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70P/HUM/2013 MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL PERTANIAN

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43000/PP/M.XIII/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah gugatan terhadap Keputusan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 415/B/PK/Pjk/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara pajak pada peninjauan kembali telah memutus dalam perkara: DIREKTUR

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Penghasilan Neto PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar Rp

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Penghasilan Neto PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar Rp Putusan Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Put.45443/PP/M.II/15/2013 : Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa Terbanding Pemohon Banding Majelis : bahwa yang menjadi pokok sengketa

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK.011/201 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 1129/B/PK/PJK/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

1. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp ,00

1. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp ,00 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50329/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi

Lebih terperinci

Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp

Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-87217/PP/M.IA/16/2017 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa Nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : Put-86614/PP/M.XIVA/13/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 26

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : Put-86614/PP/M.XIVA/13/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 26 Putusan Nomor : Put-86614/PP/M.XIVA/13/2017 Jenis Pajak : PPh Pasal 26 Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa pokok sengketa dalam banding ini adalah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Lebih terperinci

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

- 2 - II. CONTOH PENGHITUNGAN

- 2 - II. CONTOH PENGHITUNGAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR.../PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG

Lebih terperinci

SE - 17/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.011/2010 TENTANG PAJAK PERTAMBAH

SE - 17/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.011/2010 TENTANG PAJAK PERTAMBAH SE - 17/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.011/2010 TENTANG PAJAK PERTAMBAH Contributed by Administrator Thursday, 11 February 2010 Pusat Peraturan Pajak Online 11 Februari 2010

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.49243/PP/M.XI/99/2013. Tahun Pajak : 2009

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.49243/PP/M.XI/99/2013. Tahun Pajak : 2009 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.49243/PP/M.XI/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Penerbitan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.51102/PP/M.IVB/16/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.51102/PP/M.IVB/16/2014 Direktori Putusan Mahkamaa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.51102/PP/M.IVB/16/2014 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon : Pajak Pertambahan Nilai : bahwa

Lebih terperinci

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahin 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahin 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. : Lampiran I Nomor SE-12/PJ.52/1998 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Nomor Surat Lampiran Hal Permohonan Surat PPN dan/atau PPn BM Tidak Dipungut atas imper Barang Kena Yth. Direktur Pertambahan Nilai

Lebih terperinci

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif berupa Biaya Emisi sebesar Rp

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif berupa Biaya Emisi sebesar Rp Putusan Nomor : 80394/PP/M.IIA/15/2017 Jenis Pajak : Bea Masuk Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif berupa Biaya Emisi sebesar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017 TENTANG PROSEDUR PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGANALISIS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencatatan atas Biaya Bunga yang dilaporkan dalam laporan Keuangan Berikut ini adalah komponen-komponen laba rugi yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU

SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU Contributed by Administrator Monday, 20 September 2010 Pusat Peraturan Pajak Online 20 September 2010

Lebih terperinci

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-86336/PP/M.VIA/99/2017 Jenis Pajak : Gugatan Pajak Tahun Pajak : 2016 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan

Lebih terperinci

Kartika Mahardhika Putri (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK

Kartika Mahardhika Putri (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK ASPEK HUKUM PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA PERUSAHAAN TERPADU DI BIDANG INDUSTRI KELAPA SAWIT (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK No. put.36474/pp/m.xii/16/2012) Kartika Mahardhika Putri - 0906558243 (Fakultas

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.611/PP/M.XB/99/215 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 212 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Keputusan Tergugat

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.32/1999 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) SABANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.32/1999 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) SABANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.32/1999 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) SABANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

Nomor KEP-4949/WPJ.09/2015 tanggal 20 Oktober 2015;

Nomor KEP-4949/WPJ.09/2015 tanggal 20 Oktober 2015; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.72331/PP/M.VIIIA/99/2016 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : Gugatan Pajak : bahwa yang menjadi sengketa

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28914/PP/M.I/16/2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28914/PP/M.I/16/2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28914/PP/M.I/16/2011 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah koreksi Dasar Pengenaan

Lebih terperinci

sengketa mengenai pengenaan Sanksi Administrasi berupa Kenaikan Pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar 100% (Rp ,00);

sengketa mengenai pengenaan Sanksi Administrasi berupa Kenaikan Pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar 100% (Rp ,00); Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62435/PP/M.VIIIA/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN TATA CARA PENERBITAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG Page 1 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN

Lebih terperinci

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan S Modul 1 Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan PENDAHULUAN Suryohadi, S.H., M.M. tudi Kasus Perpajakan adalah suatu kajian mengenai masalah-masalah yang timbul atau yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M Putusan : PUT-43807/PP/M.VII/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut:

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut: Putusan Nomor : Put- 87938/PP/M.XVIB/25/2017 Jenis Pajak : PPh Final Pasal 4 ayat (2) Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan

Lebih terperinci

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. : Lampiran 1 Nomor Surat : Lampiran : Hal : Permohonan Surat Keterangan PPN dan atau PPn BM tidak Dipungut atas Impor Barang Kena Pajak/Perolehan Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak*) Yth. Kepala

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 74/PJ/2015 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 74/PJ/2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 4 Desember 2015 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 74/PJ/2015 TENTANG PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

WAWANCARA. Analisa keputusan..., Iskandar Zulkarnain, FISIP UI, 2008.

WAWANCARA. Analisa keputusan..., Iskandar Zulkarnain, FISIP UI, 2008. WAWANCARA Dalam sengketa Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham.yang sering muncul di tingkat keberatan dan banding, seringkali Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992

Lebih terperinci

Putusan Nomor : Put-64936/PP/M.VIIIB/15/2015. Jenis Pajak : PPh Badan. Tahun Pajak : 2010

Putusan Nomor : Put-64936/PP/M.VIIIB/15/2015. Jenis Pajak : PPh Badan. Tahun Pajak : 2010 Putusan Nomor : Put-64936/PP/M.VIIIB/15/2015 Jenis Pajak : PPh Badan Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding adalah Koreksi Jumlah Penghasilan Neto

Lebih terperinci

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Dasar Pengenaan Pajak;

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Dasar Pengenaan Pajak; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.54008/PP/M.VI.B/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2005 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 11/PMK.03/2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 11/PMK.03/2007 Ditetapkan tanggal 14 Februari 2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS

Lebih terperinci

bahwa menurut Tergugat sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012

bahwa menurut Tergugat sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.72332/PP/M.VIIIA/99/2016 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat : Gugatan Pajak : bahwa nilai sengketa terbukti dalam gugatan

Lebih terperinci

: bahwa Undang-undang PPN mengatur/memerintahkan Menteri Keuangan (bukan PP) untuk:

: bahwa Undang-undang PPN mengatur/memerintahkan Menteri Keuangan (bukan PP) untuk: Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.36258/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 190/B/PK/PJK/2007

P U T U S A N NOMOR : 190/B/PK/PJK/2007 P U T U S A N NOMOR : 190/B/PK/PJK/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa permohonan peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2013/PP/M.IIIA Tahun 2018

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2013/PP/M.IIIA Tahun 2018 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT108077.16/2013/PP/M.IIIA Tahun 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2013 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi atas

Lebih terperinci

BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN II Nota Penghitungan (nothit) PPN atas: F Folio 2 Lembar

BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN II Nota Penghitungan (nothit) PPN atas: F Folio 2 Lembar LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-67/PJ/2009 TENTANG PENGANTAR PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 40/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia PUTUSAN Nomor 500/B/PK/Pjk/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara pajak pada peninjauan kembali telah memutus dalam perkara: DIREKTUR

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 2134/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang terbesar di dunia. Hal ini tentunya membuat Indonesia tidak lepas dari apa yang namanya permasalahan perekonomian.

Lebih terperinci