BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA"

Transkripsi

1 BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya Putusan dari Badan Peradilan Pajak yang berkaitan dengan permasalahan Faktur Pajak cacat dari permasalahan-permasalahan yang dipaparkan dalam bab I. Analisis ini didasarkan pada teori dan pelaksanaan peraturan undang-undangan perpajakan baik dari fiskus / Direktorat Jenderal Pajak maupun Badan Peradilan Pajak. Analisis dan pembahasan ini juga dimaksudkan sebagai bahan pemantauan dan evaluasi kebijakan yang dilakukan dalam mengatur Faktur Pajak baik dari bentuk standarnya, data yang dipersyaratkan, peranannya (mana yang bisa dikreditkan dan mana yang tidak bisa dikreditkan), cara pembetulannya dan lain sebagainya sebagaimana dikemukakan dalam bab III tesis ini. Dapat dilihat sejauh mana tingkat keefektifan dalam permasalahan yang dipersengketakan wajib pajak yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan tentang Faktur Pajak cacat. Untuk lebih jelasnya, sesuai dengan urutan permasalahan yang dikemukakan dalam bab I maka dilakukan analisis sebagai berikut: 4.1 Faktur Pajak Cacat Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis yang berkaitan dengan pengertian apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak cacat. Sebelum ke pengertian Faktur Pajak cacat terlebih dulu ke pengertian Faktur Pajak Faktur Pajak secara umum Karena negara kita menerapkan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan metode The Substractive Indirect Method/ Invoice Method / Credit Method. Pengenaan pajak dihitung dari selisih pajak nilai jual terhadap pajak nilai beli. Dikatakan substractive indirect method karena penghitungan-nya tidak 81

2 lagi berdasarkan pembukuan atau catatan melainkan berdasarkan Faktur, sehingga disebut juga invoice method. Peranan Faktur disini cukup penting karena pengenaan Pajak Pertambahan Nilai merupakan selisih antara Tarif Pajak Pertambahan Nilai dikalikan out-put dikurangi dengan Tarif Pajak Pertambahan Nilai dikalikan input atau dengan kata lain Faktur Pajak output dikurangi dengan Faktur Pajak input. Karena peranan Faktur Pajak merupakan peranan utama dalam sistem pemungutan maka Faktur Pajak tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam pengawasan pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga Faktur tersebut harus komplit atau jelas dan juga harus disimpan sebagai alat bukti pemungutan atau pembayaran Pajak Pertambahan Nilai. Dari beberapa teori atau pendapat menyarankan bahwa Faktur Pajak tersebut harus ditentukan standar bentuk dan data-data yang harus ada dalam suatu Faktur Pajak. Karena Faktur Pajak itu seperti uang yang telah dipungut dan dapat diperhitungkan dengan pajak yang telah dibayar ke negara. Dalam pengertian secara teori, tidak ditemukan pengertian Faktur Pajak cacat secara rinci, tetapi hal ini di beberapa negara untuk standar bentuk dan data-data yang harus tersedia dibuat sesederhana mungkin. Bahkan untuk perusahaan kecil atau retail tidak diperlukan standarisasi bentuk dan data-data pada Faktur Pajak untuk dinegara kita sering disebut dengan Faktur Pajak sederhana Faktur Pajak Berdasarkan Perundang-undangan Pajak Pengertian Faktur Pajak dalam undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mengalami perubahan yang tidak terlalu berarti, pada prinsipnya Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), selain hal tersebut bukti pungutan pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan. Standar bentuk dan data-data yang harus ada dalam Faktur Pajak disini mengalami perubahan yaitu pada Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 ada kata-kata...yang meliputi... berubah menjadi...yang 82

3 paling sedikit memuat..., data-data yang tercantum dalam Faktur Pajak. Hal ini menunjukkan suatu perubahan dimana Faktur tersebut semula harus mencantumkan kriteria / data-data seperti yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (5), sedangkan untuk perubahan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 menunjukkan persyaratan limitatif harus ada persyaratan tersebut. Jadi apabila Pengusaha Kena Pajak akan menambah data atau logo dan sebagainya, hal tersebut bisa dilakukan tanpa mengurangi persyaratan yang diwajibkan. Pengertian cacat pada kata Faktur Pajak cacat, hal ini tidak ditemukan dalam undang-undang perpajakan. Tapi istilah tersebut sering dipergunakan baik fiskus atau wajib pajak apabila Faktur Pajak standar tidak memenuhi standar bentuk dan kriteria yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Penggunaan kata-kata cacat disini diperoleh dari Keputusan Direktorat Jenderal Pajak tentang Penetapan Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar. Keputusan DJP tersebut pertama kali Kep-53/PJ/1994 diganti dengan Kep-549/PJ/2000 dan terakhir diubah dengan Kep-323/PJ./2001. Kata-kata cacat dalam Kep-549/PJ/2000 terdapat pada Pasal 7 yang mempunyai pengertian sama dengan pengertian rusak atau salah dalam pengisian atau penulisan terhadap Faktur Pajak standar, sehingga tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Pengertian cacat tersebut dipergunakan untuk Faktur Pajak keluaran karena aturan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut difungsikan untuk mengatur tata cara pembetulan atas Faktur Pajak keluaran yang dikeluarkan Pengusaha Kena Pajak penjual yang menerbitkan Faktur Pajak standar atau Faktur Pajak keluaran. Dalam pelaksanaan lapangan atau hasil pemeriksaan pengertian Faktur Pajak cacat dibedakan menjadi dua yaitu Faktur Pajak keluaran cacat dan Faktur Pajak masukan cacat. Karena kedua pengertian cacat tersebut mempunyai perlakuan yang berbeda-beda. 83

4 Faktur Pajak keluaran cacat mempunyai pengertian Faktur Pajak standar yang dikeluarkan oleh penjual sebagai pengusaha kena pajak yang mempunyai kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, dimana Faktur Pajak keluaran tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Atas permasalahan tersebut yang menerima sanksi adalah penerbit Faktur atau penjual, yaitu berupa sanksi denda administrasi. Faktur Pajak masukan cacat mempunyai pengertian Faktur Pajak standar yang diterima oleh pembeli sebagai pengusaha kena pajak dari penjual tersebut diatas. Dimana Faktur Pajak masukan dikatakan cacat apabila tidak sesuai dengan kriteria yang dimaksud Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Faktur Pajak masukan mempunyai fungsi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual, sehingga Faktur Pajak masukan bisa dikreditkan dengan Faktur Pajak keluaran yang telah dipungut. Selisih dari pajak masukan dengan pajak keluaran tersebut apabila menghasilkan kekurangan maka ada kewajiban bagi penjual untuk membayar atas kekurangan setoran Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan untuk pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka hal tersebut bisa dilakukan kompensasi ke masa berikutnya atau mengajukan permohonan restitusi. Apabila Faktur Pajak masukan cacat maka permasalahannya adalah tidak bisa dikreditkannya Faktur Pajak tersebut terhadap Faktur Pajak keluarannya. Jadi pengertian Faktur Pajak keluaran dan masukan cacat ini mempunyai pengertian adanya ketidaksesuaian pembuatan / penerbitan Faktur Pajak keluaran serta ketidaksesuaian pemakaian /pengkreditan Faktur Pajak masukan dengan ketentuan perundangan undangan Pajak Pertambahan Nilai terutama Pasal 13 ayat (5). Pengertian cacat berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah pada intinya tidak adanya atau kekurangan data-data yang telah dipersyaratkan dalam perundang-undangan, sedangkan dalam praktek 84

5 pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan oleh fiskus, pengertian cacat tersebut menjadi meluas sehingga Wajib Pajak susah dalam mempertanggung jawabkan ketidak sah-nya Faktur Pajak tersebut. Dari permasalahan Faktur Pajak keluaran atau masukan cacat yang diidentifikasi dari beberapa persengketaan pajak (sumber putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan Pengadilan Pajak) yang berkaitan dengan Faktur Pajak cacat adalah sebagai berikut : o Salah dalam mencantumkan kode dan nomor Faktur Pajak standar. (seharusnya 5 huruf 7 digit tertulis 3 huruf 5 digit). o Salah dalam mencantumkan alamat yang belum diajukan up-date (perubahan) data alamat. o Salah dalam mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) cabang tertulis kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pusat o Tidak mencantumkan nama pembuat Faktur Pajak. o Tidak mencantumkan nama jabatan pembuat/penanda-tangan Faktur Pajak. o Tidak mebubuhkan cap / stampel perusahaan 4.2 Faktur Pajak Keluaran Cacat Setelah diketahui pengertian dari Faktur Pajak cacat, maka untuk analisis yang lebih mendalam akan dilakukan tinjauan kewenangan dan tindakan yang dapat dilakukan oleh fiskus. Contoh permasalahan Faktur Pajak keluaran cacat seperti dalam kasus 1 pada bab IV ini Wewenang Fiskus Permasalahan Faktur Pajak keluaran cacat, disini bisa ditemukan oleh fiskus pada waktu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak (pengusaha kena pajak). Meskipun undang-undang kita menerapkan asas self assessment, tapi berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, fiskus atau Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan 85

6 pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada Pasal penjelasan untuk pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan, sedangkan penerapan pemeriksaan bisa dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak. Pemeriksaan yang menimbulkan permasalahan Faktur Pajak keluaran cacat antara lain: 1). Kondisi Fisik Faktur Pajak Apabila dalam pemeriksaan terhadap Wajib Pajak terutama untuk meneliti kebenaran dari bentuk fisik Faktur Pajak yang telah diterbitkan. Secara fisik akan terlihat mana Faktur Pajak yang memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah dan mana yang tidak memenuhi. 2). Faktur Pajak Keluaran tidak dilaporkan Pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak atas transaksi penjualan kepada pihak lain, maka dilakukan penelitian apakah seluruh transaksi sudah dilaporkan semua pada Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai induk beserta lampiran-lampirannya. Apabila dalam pemeriksaan, ditemukan transaksi atau penyerahan baik barang maupun jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai belum dilaporkan. Pengertian tersebut sama dengan Faktur Pajak cacat karena tidak dibuat atau dibuat tapi tidak dilaporkan Tindakan Fiskus Tindakan fiskus dalam menghadapi permasalahan Faktur Pajak keluaran cacat yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual, bisa dilakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak sesuai dengan Pasal 13 ayat (8) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang 86

7 Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah tahun 1983 yaitu dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak. Sejak tahun 1994 surat tagihan pajak tersebut tidak lagi diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah melainkan diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu Pasal 14 ayat (1) huruf f merupakan dasar terbitnya surat tagihan pajak yang berkaitan dengan Faktur Pajak keluaran cacat dan Pasal 14 ayat (4) untuk besarnya sanksi administrasi. Contoh : Nilai transaksi Rp ,00 x 2% = Rp ,- Jadi denda sanksi administrasi berupa surat tagihan pajak yang dikenakan kepada penerbit Faktur Pajak/penjual adalah Rp ,00 Untuk temuan pemeriksaan atas penjualan yang tidak dilaporkan dan tidak dibuat Faktur Pajak, hal ini juga diterbitkan surat tagihan pajak kepada penjual Analisis tindakan fiskus Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah merupakan dasar hukum materiil yang menentukan perbuatan, keadaan atau peristiwa hukum yang harus dipenuhi, sedangkan Pasal 14 ayat (1) huruf f dan Pasal 14 ayat (4) merupakan dasar hukum formil. Pasal 14 ayat (1) huruf f karena dalam Pasal tersebut menjadi hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan tidak dipenuhinya persyaratan-persyaratan yang harus dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang membuat Faktur Pajak. a) Sebab-sebab tidak dipenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah dari beberapa kasus gugatan dan banding kebanyakan disebabkan karena : 87

8 o o o Kelalaian atau ketidak-tahuan dari pihak penjual misal salah NPWP, nama penanda-tangan tidak ada, nama jabatan tidak ada dan lain-lain Karena sistem administrasi atau komputerisasi dari pihak penjual misal kode dan nomor Faktur tidak sesuai dengan kode dan nomor Faktur yang telah ditentukan dengan Keputusan Dirjen Pajak. Karena perubahan tersebut harus merubah sistem komputer dan pembukuan atau administrasi pada perusahaan. Terlambat melakukan pembetulan sesuai dengan Kep-549/PJ/2000 dan terakhir diubah dengan Kep-323/PJ./2001, tetapi kedahuluan pemeriksaan, sehingga pembetulan Faktur Pajak keluaran dan pelaporan pembetulan Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai tidak berlaku. b) Faktur Pajak Keluaran Cacat bila ditinjau dari keunggulan invoice method o Faktur Pajak keluaran harus memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah dikarenakan merupakan bukti transaksi dan sebagai bukti adanya pembayaran pajak yang terhutang yang dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemungut. Persyaratan ini harus ditekankan pada Pengusaha Kena Pajak penerbit dikarenakan Faktur Pajak tersebut berfungsi sebagai pengkreditan pajak masukan bagi lawan transaksi atau Pengusaha Kena Pajak pembeli. Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, secara fisik bisa mempengaruhi kepercayaan atas kebenaran Faktur Pajak keluaran, sehingga akan merugikan Pengusaha Kena Pajak yang akan mengkreditkan, karena akan dilakukan koreksi atas pengkreditan Faktur Pajak tersebut tanpa penelitian lebih lanjut. o Dengan dipenuhinya persyaratan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah merupakan pembelajaran terhadap masyarakat atau Pengusaha Kena Pajak untuk melaksanakan 88

9 administrasi perusahaan dan kewajiban perpajakan dengan baik. Jadi pembelajaran ini diawali dari pihak Pengusaha Kena Pajak penjual, karena mekanisme invoice methode secara tidak langsung dimulai dengan terbitnya Faktur Pajak dari penjual. Kelengkapan persyaratan tersebut memudahkan bagi fiskus untuk audit trail atau jejak lacak atas transaksi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang bertransaksi tersebut. c) Pasal 4 ayat (1) huruf f dan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Kedua ayat tersebut merupakan pengenaan sanksi administrasi berupa denda 2% dari dasar pengenaan pajak, yang dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak. Sanksi denda administrasi diterapkan karena Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak melakukan perbuatan pelanggaran, yang berakibat mencelaka-kan Pengusaha Kena Pajak lawan transaksi yaitu tidak bisa mengkreditkan Faktur Pajak masukannya. Selain bisa mempersulit fiskus untuk menelusuri transaksi atau jejak lacak. Penerapan sanksi diharapkan dari pihak Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak tidak akan melakukan kesalahan lagi sehingga sistem pengkreditan tidak terputus pada Pengusaha Kena Pajak penerbit/penjual. Jadi denda tersebut merupakan hukuman karena Pengusaha Kena Pajak penjual melakukan kesalahan. 4.3 Faktur Pajak Masukan Cacat Setelah diketahui pengertian dari Faktur Pajak keluaran cacat, maka untuk analisis yang lebih mendalam akan dilakukan tinjauan kewenangan dan tindakan yuridis yang dapat dilakukan oleh fiskus terhadap Faktur Pajak masukan cacat Wewenang Fiskus Wewenang fiskus untuk permasalahan Faktur Pajak masukan cacat, sama halnya dengan wewenang fiskus menghadapi permasalahan Faktur Pajak keluaran cacat. Yaitu pada waktu pemeriksaan terhadap wajib pajak (pengusaha 89

10 kena pajak) berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Tindakan Yuridis Fiskus Tindakan Yuridis fiskus dalam menghadapi permasalahan Faktur Pajak masukan cacat yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli, bisa dilakukan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Karena sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f mempunyai pengertian bahwa Faktur Pajak masukan cacat tidak bisa dikreditkan. 4.4 Analisis tindakan yuridis fiskus Tinjauan dari Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Mekanisme pengkreditan pajak masukan diatur dalam Pasal 9 Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, dimana prinsip pengkreditan pajak masukan dirinci secara garis besar, sedangkan persyaratan umum pajak masukan yang dapat dikreditkan harus memenuhi dua persyaratan. Yaitu harus memenuhi persyaratan formal dan persyaratan materiil. a) Persyaratan formal : o Tercantum dalam Faktur Pajak standar atau dalam dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak standar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; o Belum dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah b) Persyaratan materiil : o Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang melakukan penyerahan kena pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (5) jo ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang 90

11 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah o Belum dibebankan sebagai biaya Jadi Faktur Pajak masukan cacat bila dikaitkan dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan tidak memenuhi persyaratan formal pada ketentuan materi atau Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah yaitu tidak dipenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah Tinjauan dari sanksi dan denda administrasi Dengan tidak terpenuhi persyaratan formal atas Faktur Pajak masukan, maka dalam pemeriksaan akan dilakukan koreksi sehingga tidak bisa dikreditkan- nya Faktur Pajak masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli. Koreksi tersebut bisa mengakibatkan kurang bayar, sedangkan sanksi dan / atau denda adminis-trasi yang timbul bisa bervariasi antara lain: a) Koreksi atas Faktur Pajak masukan cacat tidak bisa dikreditkan, apabila kondisi Pengusaha Kena Pajak semula ternyata kurang bayar dan berakibat kurang bayar bertambah besar. Maka atas peristiwa tersebut Pengusaha Kena Pajak pembeli akan menerima surat ketetapan pajak kurang bayar dengan sanksi administrasi berupa denda bunga 2% dikalikan masa (maksimal 24 bulan). Contoh : Pengusaha Kena Pajak mengisi Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai dalam suatu masa pajak sebagai berikut : Pajak keluaran Rp ,- Pajak masukan Rp ,- Lebih bayar Rp ,- Kelebihan ini sudah dikompensasikan / direstitusikan (diberikan pengembalian). Setelah diadakan pemeriksaan diketahui sebagai berikut : Pajak keluaran Rp ,- 91

12 Pajak masukan Rp ,- Lebih bayar Rp ,- (misal dikarenakan Faktur Pajak masukan cacat Rp ,- tidak bisa dikreditkan karena tidak memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah). Atas kasus ini dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut : Kekurangan pokok pajak (Rp. 150 juta - Rp. 130.juta) = Rp ,- Sanksi administrasi Ps. 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berupa Kenaikan : 100% x Rp ,- = Rp ,- Jumlah yang masih harus dibayar atau ditagih =Rp ,- menurut ketetapan ini b) Apabila kondisi Pengusaha Kena Pajak semula kurang bayar, atas Faktur Pajak masukan cacat yang tidak bisa dikreditkan tersebut akan dikeluarkan surat ketetapan pajak kurang bayar dengan sanksi administrasi berupa denda bunga terhadap kurang bayarnya saja. Contoh : Pengusaha Kena Pajak mengisi Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai masa Desember 2002 sebagai berikut : Pajak keluaran Rp ,- Pajak masukan Rp ,- Kurang bayar Rp ,- Atas kurang bayar telah dibayar dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan angka tersebut. Setelah diadakan pemeriksaan diketahui sebagai berikut : Pajak keluaran Rp ,- Pajak masukan Rp ,- Dibayar sendiri (dgn SSP) Rp ,- Kurang bayar Rp ,- 92

13 (misal dikarenakan Faktur Pajak masukan Rp ,- tidak bisa dikreditkan karena tidak memenuhi persyaratan ps. 13 ayat (5) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah). Atas kasus ini dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai tanggal 20 Maret 2003 dengan perhitungan sanksi sebagai berikut : Kekurangan pokok pajak (Rp. 150 juta - Rp. 130.juta) = Rp ,- Sanksi administrasi Ps. 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berupa Denda bunga: 3 x 2% x Rp ,- = Rp ,- Jumlah yang masih harus dibayar atau ditagih =Rp ,- menurut ketetapan ini Bunga 3 bulan (dihitung sejak 1 Januari 2003 s/d 20 Maret 2003) c) Apabila kondisi Pengusaha Kena Pajak semula lebih bayar baik dikompensasi atau direstitusi, atas Faktur Pajak masukan cacat yang tidak bisa dikreditkan tersebut akan dikeluarkan surat ketetapan pajak kurang bayar dengan sanksi administrasi berupa denda 100% atau sebesar yang telah dikompensasi atau di restitusi ditambah denda bunga terhadap kurang bayarnya saja. Kasus ini menyangkut dengan kedua sanski tersebut bila ada dua kasus, yaitu selain Faktur Pajaka masukan cacat adalah penambahan dasar pengenaan pajak /peredaran usahanya (pajak keluaran). Contoh : Pengusaha Kena Pajak mengisi Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai masa Desember 2002 sebagai berikut : Pajak keluaran Rp ,- Pajak masukan Rp ,- Lebih bayar Rp ,- Kelebihan ini sudah dikompensasikan / direstitusikan (diberikan pengembalian). Setelah diadakan pemeriksaan diketahui sebagai berikut : Pajak keluaran Rp ,- 93

14 Pajak masukan Rp ,- Kurang bayar Rp ,- (misal dikarenakan Faktur Pajak masukan cacat Rp ,- tidak bisa dikreditkan karena tidak memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, sedangkan untuk pajak keluaran ada temuan menjadi Rp ,00). Atas kasus ini dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai tanggal 20 Maret 2003 dengan perhitungan sanksi sebagai berikut : Kekurangan pokok pajak (Rp. 200 juta - Rp. 130.juta) = Rp ,- o Sanksi administrasi Ps. 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berupa Denda bunga: 3 x 2% x Rp ,- =Rp ,- Bunga 3 bulan (dihitung sejak 1 Januari 2003 s/d 20 Maret 2003) o Sanksi administrasi Ps. 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berupa Kenaikan : 100% x Rp ,- = Rp ,- Denda kenaikan 100% karena tidak seharusnya dikompensasikan Jumlah yang masih harus dibayar atau ditagih = Rp ,- menurut ketetapan ini. Dari ketiga contoh tersebut merupakan beban Pengusaha Kena Pajak pembeli, sehingga apabila tidak dilakukan penelitian secara fisik Faktur Pajak masukan akan berakibat lebih parah dibandingkan dengan Pengusaha Kena Pajak penjual atau penerbit Faktur Pajak. 94

15 4.5 Tinjauan Putusan Pengadilan Pajak Kasus I Dalam kasus pertama ini dapat diketahui bahwa permasalahan Faktur Pajak masukan cacat adalah atas transaksi yang dilakukan antar badan pemungut (BUMN) dimana terjadi kesalahan dalam penulisan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pembeli pada Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar, yang dilakukan oleh PKP Penjual yaitu Pertamina. Dalam proses penyelesaian keberatan Pihak Fiskus tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa meskipun ada latar belakang permasalahan yang tidak bisa terselesaikan antara lain : o Adanya kendala bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pembeli untuk melakukan permohonan pembetulan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) penerbit Faktur Pajak. o Adanya pengakuan kesalahan dari pihak penerbit Faktur Pajak dan tanpa tindak lanjut (pembetulan) karena kendala sistem internal Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam amar putusannya memutuskan untuk menerima permohonan banding dari PKP Pembeli tersebut, dengan latar belakang kedua permasalahan yang belum terselesaikan. Serta pertimbangan bahwa fiskus telah melakukan konfirmasi atas kebenaran transaksi tersebut kepada PT. Pertamina yang hasilnya telah membuktikan bahwa PPN-nya telah dipungut dan disetorkan ke kas negara. Penekanan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yaitu menggunakan persyaratan materiil bukan formil, karena adanya latar belakang tidak bisa dilakukan pembetulan sesuai dengan Kep-53/PJ/1994. Bahwa Pengusaha Kena Pajak pembeli sudah mengetahui atas Faktur Pajak masukan cacat dan berusaha untuk melakukan pembetulan pada masa dan tahun pajak 1998, tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak penerbit. Jadi permasalahan tersebut menunjukkan bahwa kesalahan ada pada penerbit dan tidak seharusnya Pengusaha Kena Pajak pembeli dikenakan sanksi untuk tidak bisa mengkreditkan. Analisis pertimbangan Pengusaha Kena Pajak pembeli tetap melakukan pengkreditan karena Faktur Pajak masukan ini cukup material sehingga bila tidak dikreditkan akan mempengaruhi cash flow dari Pengusaha Kena Pajak itu 95

16 sendiri. Selain itu bila Pengusaha Kena Pajak pembeli untuk Surat Pemberitahuan Tahuan Pajak Penghasilan Badan-nya masih mengalami kerugian, Faktur Pajak masukan cacat tersebut tidak efektif bila dibiayakan. Kasus II Dalam kasus ini terdapat dua permasalahan, yaitu tidak terpenuhinya persyaratan formal untuk Nota Retur dan Faktur Pajak masukan yang cacat. Kedua kasus tersebut dalam amar putusan Pengadilan Pajak dinyatakan ditolak. Putusan Majelis selain dari persyaratan formiil juga melakukan pengujian materil terutama untuk Nota Retur. Dalam hal ini pihak Pengusaha Kena Pajak sebagai penjual tidak bisa mengidentifikasi atas nota retur tersebut berasal dari Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan. Untuk Faktur Pajak masukan cacat, Majelis Hakim Pengadilan Pajak secara tegas telah membuat pertimbangan hukum berdasarkan pemenuhan persyaratan formil pembuatan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, sehingga oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak selanjutnya memutus sengketa banding tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang ada dan yang berlaku untuk itu. Kasus III Dalam kasus ini berdasarkan hasil pemeriksaan Fiskus telah ditemukan adanya pengisian Faktur Pajak Keluaran yang tidak sesuai dengan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dalam hal ini ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, sehingga harus dikenakan sanksi administrasi berupa penetapan Surat Tagihan Pajak (STP) sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Namun Majelis Hakim Pengadilan Pajak melihat penyelesaian atas Faktur Pajak cacat tersebut lebih kepada adanya kerugian yang diderita negara secara materiil. Dimana pada pokoknya melihat kepada negara tidak ada menderita 96

17 kerugian apapun karena atas pajak yang terutang atas Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2003 yang menjadi kewajiban Pengusaha Kena Pajak tersebut sudah disetor seluruhnya ke kas negara. Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa penetapan Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut tidak dapat berjalan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya karena adanya benturan antara penegakan aturan hukum yang berlaku dalam hal pembuatan Faktur Pajak Keluaran tersebut dengan kepentingan yang berkaitan dengan pembayaran kewajiban kepada kas negara secara materiil. Kasus IV Dalam kasus keempat ini dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan PKP Pembeli, telah dilakukan koreksi atas Pajak Masukannya karena Faktur Pajak sejumlah Rp. xxx,- tidak memenuhi persyaratan formal pengisian faktur pajak standar sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (8) Undang-undang PPN. Sehingga faktur-faktur pajak tersebut dinyatakan sebagai faktur pajak cacat dan dengan demikian Pajak Masukan dari PKP Pembeli tersebut tidak dapat dikreditkan. Dalam hal ini, Pemeriksa atau Fiskus tidak lagi melakukan pengujian arus barang dan / atau kas dan Pemeriksa juga tidak melakukan konfirmasi atas faktur-faktur pajak tersebut untuk menguji kebenaran materiil dari faktur-faktur pajak yang dianggap telah cacat tersebut. Hal ini terjadi karena Pemeriksa atau Fiskus berpedoman kepada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-35/ PJ. 5/1989 tanggal 6 Juli 1989 tentang Pengamanan Pemberian Restitusi PPN/PPnBM yang menginstruksikan bahwa Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan karena cacat tidak perlu dikonfirmasi. Namun Majelis Hakim di Pengadilan Pajak berpendapat lain dalam menyikapi permasalahan Faktur Pajak masukan cacat tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam hal ini lebih mengedepankan pemenuhan persyaratan materiil dari faktur pajak masukan tersebut. Sehingga Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat dalam amar putusannya bahwa Pajak Masukan dari PKP Pembeli dimaksud dapat dikreditkan karena PKP Pembeli dimaksud telah melaksanakan 97

18 kewajiban perpajakannya dengan benar yaitu dengan telah membayar PPN-nya dan telah melaporkannya dalam SPT PPN-nya. Dengan demikian dasar hukum (fundamentum petendi) yang dijadikan dasar koreksi oleh Pemeriksa atau Fiskus yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-35/PJ.5/1989 tanggal 6 Juli 1989 tentang Pengamanan Pemberian Restitusi PPN/PPnBM, tidak dapat dipertanggung jawabkan kepastian hukumnya dalam pemeriksaan dan pembuktian sengketa di Pengadilan Pajak, sehingga dasar hukum (fundamentum petendi) dari Pemeriksa atau Fiskus tersebut dapat diabaikan pelaksanaannya. Demikian pula halnya dengan penerapan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juga tidak dapat dipertahankan, karena nyata-nyata kesalahan yang menyebabkan terbitnya Faktur Pajak cacat tersebut ada pada penerbit Faktur Pajak atau PKP Penjual. Sehingga kepada PKP Pembeli tidak dapat dibebankan tanggung-jawab secara renteng atas pemenuhan kewajiban pembayaran pajak sebagai akibat timbulnya faktur pajak cacat tersebut. 4.6 Tindakan-tindakan untuk mengatasi Faktur Pajak Cacat Untuk tindakan preventif yang bisa dilakukan Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam menghadapi permasalahan Faktur Pajak Cacat maupun nota kredit yaitu selalu meneliti secara fisik kondisi Faktur Pajak itu sendiri, sebelum diterbitkan maupun diterima dari penjual. Hal tersebut apakah sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan secara formil sesuai Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Selain persyaratan formil tersebut tentunya didukung dengan alat bukti atau keterangan yang lain misal : invoice, surat jalan, arus barang dan arus kas, sedangkan untuk tindakan untuk mengatasi Faktur Pajak cacat antara lain : 98

19 4.6.1 Pajak Keluaran Untuk Faktur Pajak Keluaran Cacat ini secara fisik bisa diketahui baik dari Pengusaha Kena Pajak penjual / penerbit sendiri atau dari pihak Pengusaha Kena Pajak pembeli. Atas permasalahan Faktur Pajak cacat bisa dilakukan pembetulan baik inisiatif dari Pengusaha Kena Pajak penjual maupun karena permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli. Tata cara pembetulan sejak tahun 1995 sudah diatur dengan Kep-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994, maka atas Faktur Pajak yang hilang, rusak atau cacat atau salah dalam pengisian atau penulisan dapat dibuat Faktur Pajak pengganti oleh Pengusaha Kena Pajak penjual. Atas Faktur Pajak Standar yang cacat dalam pengisian atau salah dalam penulisan, tidak boleh dilakukan pembetulan dengan cara menghapus atau mencoret atau dengan cara lain. Cara mengatasinya Pengusaha Kena Pajak penjual dapat membuat Faktur Pajak pengganti tentunya dengan mencantumkan nomor seri, kode Faktur, dan tanggal Faktur Pajak standar yang diganti. Setelah dilakukan penggantian dilakukan pelaporan pembetulan Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai pada masa yang sama dengan masa Faktur Pajak yang diganti. Mulai tanggal 1 Januari 2001 tata cara pembetulan Faktur Pajak standar diganti dengan Kep-549/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 dan terakhir diubah dengan Kep-323/PJ./2001 tanggal 30 April Dengan adanya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, maka yang diharuskan berperan aktif adalah Pengusaha Kena Pajak penjual/penerbit. Jadi, apabila ada Faktur Pajak keluaran tidak sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah kesalahan ada di pihak Pengusaha Kena Pajak penjual / penerbit (dengan asumsi data Pengusaha Kena Pajak pembeli sudah diberikan pada Pengusaha Kena Pajak penjual dan benar apa adanya). Apabila kesalahan tersebut tidak diperbaiki, maka sanksi administrasi adalah benar diterapkan pada pihak Pengusaha Kena Pajak penjual Pajak Masukan Faktur Pajak masukan cacat dengan Faktur Pajak keluaran cacat berbeda dalam memperlakukannya. Untuk Faktur Pajak masukan cacat akan 99

20 dilakukan koreksi sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah yaitu tidak bisa dikreditkan terhadap pajak keluarannya, sehingga akan berakibat sama dengan perlakuan tinjauan sanksi administrasi tersebut diatas. Pembetulan Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai hanya bisa dilakukan sebelum adanya pemeriksaan. Tata-cara pembetulan Faktur Pajak masukan cacat pada prinsipnya sama dengan Faktur Pajak keluaran cacat, hanya Pengusaha Kena Pajak penjual saja yang bisa melakukan pembetulan. Sesuai dengan Kep-549/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 dan terakhir diubah dengan Kep-323/PJ./2001 tanggal 30 April Dalam menerapkan sanksi antara Faktur Pajak masukan cacat dengan keluaran cacat berbeda, Bila ada asumsi data Pengusaha Kena Pajak pembeli sudah diberikan pada penjual dan benar apa adanya, sumber kecacatan ada pada Pengusaha Kena Pajak penjual. Tetapi akibat dari Faktur Pajak masukan cacat, Pengusaha Kena Pajak pembeli total kewajiban yang masih harus dibayar lebih besar dibandingkan dengan Pengusaha Kena Pajak penjual. Dimana Pengusaha Kena Pajak pembeli bisa dikenakan pokok ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% kalikan masa dan/atau denda kenaikan 100%, sanksi tersebut lebih besar dari pada Pengusaha Kena Pajak penjual yaitu sebesar 2% x Dasar Pengenaan Pajak. 4.7 Upaya-upaya setelah ditindak lanjuti dengan ketetapan Dalam menindak lanjuti Faktur Pajak cacat untuk Pengusaha Kena Pajak penjual dan Pengusaha Kena Pajak pembeli berbeda, karena penerapan sanksi administrasi dan denda juga berbeda. Bila Faktur Pajak cacat tersebut tidak sempat dilakukan perbaikan atau pembetulan dan masing-masing ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, maka produk akhir antara lain Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Untuk lebih jelasnya kita bagi dua pembahasan untuk upaya apa saja yang bisa dilakukan : 100

21 4.7.1 Pengusaha Kena Pajak Penjual Bila dalam pemeriksaan pada Pengusaha Kena Pajak penjual ditemukan Faktur Pajak keluaran cacat, maka pemeriksa akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf d dan e Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Upaya yang bisa diajukan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut Pengusaha Kena Pajak penjual berhak untuk : o Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. o Apabila atas permohonan tersebut ditolak, bisa mengajukan gugatan atas keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tahun 2000 ) ke Badan Peradilan Pajak. Pengajuan gugatan atas keputusan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak mulai bisa disidangkan sejak berlakunya UU Pengadilan Pajak. (contoh kasus I) o Sesuai dengan Pasal 77 ayat (3) Undang Undang Pengadilan Pajak, baik Pengusaha Kena Pajak penjual atau Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak bisa mengajukan Peninjauan Kembali atas apa yang telah diputus oleh majelis hakim Pengadilan Pajak, sedangkan persyaratan Peninjauan Kembali hanya bisa dilakukan dengan kriteria atau persyaratan tertentu sesuai dengan Pasal 91 Undang Undang Pengadilan Pajak Pengusaha Kena Pajak Pembeli Bila dalam pemeriksaan pada Pengusaha Kena Pajak pembeli ditemukan Faktur Pajak masukan cacat, maka pemeriksa akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak hal ini bisa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar maupun Surat 101

22 Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, sedangkan untuk upaya yang bisa dilakukan antara lain : o Pengajuan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan harus memenuhi persyaratan tertentu. o Apabila ditolak bisa mengajukan permohonan banding ke Badan Peradilan Pajak sesuai dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. o Sesuai dengan Pasal 77 ayat (3) Undang Undang Pengadilan Pajak, baik PKP penjual atau Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak bisa mengajukan Peninjauan Kembali atas apa yang telah diputus oleh majelis hakim Pengadilan Pajak, sedangkan persyaratan Peninjauan Kembali hanya bisa dilakukan dengan kriteria atau persyaratan tertentu sesuai dengan Pasal 91 Undang Undang Pengadilan Pajak. Persyaratan Keberatan tidak terpenuhi : o Apabila persyaratan keberatan tidak terpenuhi (terutama batasan waktu), bisa mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Tata cara pengajuannya diatur dalam Keputusan Mentri Keuangan No. 542/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember

23 4.8. Dampak keputusan keberatan dan Putusan Pengadilan Pajak pada Negara Sesuai dengan Pasal 27A Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur mengenai imbalan bunga maka dengan jelas dapat disimpulkan bahwa akibat dari keputusan keberatan dan putusan Badan Peradilan Pajak yang mengabulkan permohonan Wajib Pajak maka Negara harus menanggung kerugian yaitu 2% (dua persen) sebulan paling lama 24(dua puluh empat) bulan dari jumlah pajak yang telah Wajib Pajak setor ke kas negara dihitung sejak tanggal pembayaran sampai dengan diterbitkannya keputusan keberatan atau Putusan Banding. 103

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ. Putusan : Put-87868/PP/M.VA/99/2017 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB III GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA 3.1Definisi Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Penggantian ke 2 (dua) :

Penggantian ke 2 (dua) : Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.38645/PP/M.XIII/16/2012 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa dalam pemeriksaan yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.46597/PP/M.II/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis : Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Keputusan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust : Put. 43692/PP/M.XV/16/2013 Mahkamaa Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014.

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014. Putusan Nomor : PUT-112135.16/2014/PP/M.VIB Tahun 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-103678.16/2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah 1. Koreksi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5268 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162) I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

bahwa menurut Tergugat sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012

bahwa menurut Tergugat sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.72332/PP/M.VIIIA/99/2016 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat : Gugatan Pajak : bahwa nilai sengketa terbukti dalam gugatan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43000/PP/M.XIII/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah gugatan terhadap Keputusan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Faktur a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c. ekspor BKP

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan Indonesia adalah sistem self assessment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk berperan aktif

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Faktur Pajak Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c.

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2008

Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2008 Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Dasar Dasar Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Mengacu pada pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Perencanaan pajak dilakukan sebagai usaha perusahaan didalam memenuhi peraturan yang berlaku atas Pajak Pertambahan Nilai. Setelah penulis melakukan evaluasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Kerangka Teori dan Literatur Gambaran Umum Perpajakan II.1.1.1 Pengertian Pajak Banyak definisi tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 31 Agustus 2017 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG PENEGASAN TERKAIT PPN YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR BARANG

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara yang mempunyai peran penting dalam pengelolaan keuangan dalam Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN). Besarnya pengeluaran

Lebih terperinci

Nomor KEP-4949/WPJ.09/2015 tanggal 20 Oktober 2015;

Nomor KEP-4949/WPJ.09/2015 tanggal 20 Oktober 2015; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.72331/PP/M.VIIIA/99/2016 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : Gugatan Pajak : bahwa yang menjadi sengketa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH KANTOR PERBENDAHARAAN DAN

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERPAJAKAN

MANAJEMEN PERPAJAKAN MANAJEMEN PERPAJAKAN MODUL 9 Dosen : Jemmi Sutiono Ruang : B-305 Hari : Minggu Jam : 13:30 16:00 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011 Manajemen Perpajakan Jemmi Sutiono Pusat

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI. namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut

BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI. namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI A. Saat Terutang Pajak Setiap wajib pajak diwajibkan untuk membayar hutang pajaknya dengan tidak menggantungkan dengan adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK Para Pemungut PPN yang terhormat, Setiap bulan setelah Masa Pajak berakhir, Pemungut PPN harus melaksanakan kewajiban untuk melaporkan kegiatan pemungutan PPN yang

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Nama Pemungut : Alamat : No. Telp : Usaha : SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap :

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : : Put-44250/PP/M.VIII/16/2013 Maia Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN JLN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : Menurut Terbanding

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 9 BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pajak Pertambahan Nilai normal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi Barang atau jasa yang dikonsumsi di

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP

Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa

Lebih terperinci

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan S Modul 1 Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan PENDAHULUAN Suryohadi, S.H., M.M. tudi Kasus Perpajakan adalah suatu kajian mengenai masalah-masalah yang timbul atau yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan

Lebih terperinci

SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK

SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 1 2 3 SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK PER-24/PJ/2012, TANGGAL 22 NOVEMBER 2012 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK, UKURAN,

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

KEP-754/PJ./2001TATA CARA PELAKSANAAN KONFIRMASI FAKTUR PAJAK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERPA

KEP-754/PJ./2001TATA CARA PELAKSANAAN KONFIRMASI FAKTUR PAJAK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERPA KEP-754/PJ./2001TATA CARA PELAKSANAAN KONFIRMASI FAKTUR PAJAK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERPA Contributed by Administrator Wednesday, 26 December 2001 Pusat Peraturan Pajak Online TATA CARA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN PENETAPAN DAN KETETAPAN Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.611/PP/M.XB/99/215 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 212 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Keputusan Tergugat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan BAB IV PEMBAHASAN Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAL KANTOR PELAYANAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAL KANTOR PELAYANAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA Nomor Tanggal Penerbitan Tanggal jatuh tempo I. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No.9 tahun 1994 jo

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 06/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 06/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 06/PJ/2012 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN, PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Umum Tentang Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

DAFTAR BLANKO/FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PSL PPN & PPn BM

DAFTAR BLANKO/FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PSL PPN & PPn BM DAFTAR BLANKO/FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PSL PPN & PPn BM No. Urut Nama Blanko/Formulir Kode 1. Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak PSL.KAP.1 Direktur Rikpa 2. Surat Perintah Pemeriksaan

Lebih terperinci

PER - 15/PJ/2008 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PE

PER - 15/PJ/2008 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PE PER - 15/PJ/2008 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PE Contributed by Administrator Tuesday, 15 April 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan nasional serta reformasi di berbagai bidang menempatkan sektor pajak sebagai sektor yang

Lebih terperinci

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE 14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER146/PJ./2006 TENTANG BE Contributed by Administrator Friday, 26 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. With Holding System a. Pengertian With Holding System Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus mengetahui bahwa with holding system

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PERBEDAAN PENILAIAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK ANTARA PETUGAS PEMERIKSA PAJAK DENGAN WAJIB PAJAK NOTARIS/PPAT

BAB III AKIBAT HUKUM PERBEDAAN PENILAIAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK ANTARA PETUGAS PEMERIKSA PAJAK DENGAN WAJIB PAJAK NOTARIS/PPAT BAB III AKIBAT HUKUM PERBEDAAN PENILAIAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK ANTARA PETUGAS PEMERIKSA PAJAK DENGAN WAJIB PAJAK NOTARIS/PPAT 3.1 Sanksi atas Perbedaan Penilaian pada Pemeriksaan Pajak Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)

Lebih terperinci

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding melakukan Uji Bukti Dokumen Pendukung Pemohon Banding berupa:

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding melakukan Uji Bukti Dokumen Pendukung Pemohon Banding berupa: utusan Nomor : Put-73893/PP/M.XIB/16/2016 enis Pajak : ahun Pajak : 2013 okok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2012

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2012 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017 Jenis Pajak : PPh Pasal 23 Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak Pada mulanya pajak hanyalah merupakan suatu upeti (pemberian Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan perkembangan upeti

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan negara terbesar yang digunakan untuk pembangunan di dalam negara dan membiayai pengeluaran negara. Hal ini terbukti bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Self Assessment System Self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan di segala bidang. Penerimaan negara dari sektor pajak

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. 1 ALUR KUP WP SPT SKP Inkraacht 3 bulan (dikrim) Daftar Inkraacht Pemeriksaan Keberatan Inkraacht 5 tahun 3 bulan(dite rima)

Lebih terperinci